You are on page 1of 4

Pengalaman pembangunan masa lalu dapat dijadikan pelajaran

yang berharga, karena pembangunan yang terlalu memprioritaskan


pada pembangunan bidang ekonomi khususnya fisik dan material
dapat memberikan dampak yang kurang menguntungkan. Dampak
yang jelas terjadi adalah semakin menipisnya nilai-nilai kemanusiaan
(dehumanisasi) dalam proses pembangunan bangsa dan negara.
Bentuk pembangunan seperti ini tidak menguntungkan bagi upaya
pembangunan struktur sosial dan budaya bahkan cenderung membuat
semakin rapuh dan rentannya fundamen berbagai sistem dan pranata,
baik pranata ekonomi, politik, pemerintahan, hukum , sosial dan
pertahanan keamanan. Hal ini akan berakibat semakin lambatnya
proses pemulihan ekonomi bahkan dapat meluas menjadi krisis moral,
sosial dan krisis multidimensi yang berkepanjangan.
Pada bagian lain diperlihatkan, bahwa arus modernisasi dan
globalisasi yang begitu deras dapat memperlemah ikatan kebangsaan
sehingga diperlukan usaha untuk menata kembali berbagai pranata
sosial kemasyarakatan dan kenegaraan. Oleh karena itu, pembenahan
struktur dan pranata sosial budaya merupakan keharusan untuk
merespon tantangan dimasa depan sekaligus untuk mengejar
ketertinggalan. Dengan demikian, diperlukan transformasi sosial dan
budaya sehingga mampu merespon berbagai tantangan dengan tetap
mengedepankan kepribadian bangsa dan negara.
Provinsi Bali dikenal diseluruh dunia sebagai “The Island of
Gods” yang memiliki modal budaya yang kaya sebagai sumber daya
pembangunan. Kebudayaan tersebut didasari nilai-nilai keagamaansehingga
mencerminkan kearifan, ilmu pengetahuan dan teknologi
serta keahlian yang bersifat unik.
Provinsi Bali memiliki keunikan dibanding daerah lain di
Indonesia. Dalam tata pemerintahan di Bali terkenal dengan
pemerintahan dinas dan adat. Pemerintahan dinas merupakan
organisasi pemerintahan yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 84 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah. Sedangkan pemerintahan adat merupakan salah satu bentuk
pemerintahan Bali yang khusus dan sudah terstruktur.
Jumlah desa pakraman di Bali tahun 2005 tercatat sebanyak
1.432buah atau mengalami penambahan sebanyak 12 buah jika
dibandingkan tahun 2004. Sementara itu, jumlah banjar dari tahun
2003 sampai tahun 2005 tidak mengalami perubahan yaitu sebanyak
3.945 buah.

Tabel 2.1
Jumlah Desa Pakraman dan Banjar di Provinsi Bali
Tahun 2002 - 2004

Tahun
Uraian
2003 2004 2005
[1] [2] [3] [4]
Desa Adat 1.418 1.420 1.432
Banjar Adat 3.945 3.945 3.945

Sumber: Data Bali Membangun 2004, Bappeda Provinsi Bali

2.3. Suku, Bahasa dan Kesenian


2.3. Suku, Bahasa dan Kesenian

Beragamnya suku, bahasa dan kesenian tentunya merupakan


aset daerah dalam meningkatkan kerukunan dan keragaman
kebudayaan. Bertitik tolak dengan hal tersebut, pemerintah
diharapkan dapat menjadikan aset daerah tersebut sebagai alat perekat
Profil Daerah Bali
8

Bab II. Pembangunan Sosial Budaya


kesatuan dan persatuan bangsa serta menjadi aset dalam peningkatan
kepariwisataan.
Sampai dengan tahun 2005 masih tercatat sebanyak 4
suku/etnis yang tinggal di Provinsi Bali dengan dua bahasa
keseharian, yaitu bahasa lokal dan bahasa nasional. Pada tahun yang
sama tercatat pula sebanyak 276 situs bersejarah yang masih ada dan
terpilihara dengan baik.

Tabel 2.2
Jumlah Suku/Etnis, dan Situs Bersejarah Provinsi Bali
Tahun 2003 - 2005

Tahun
Uraian
2003 2004 2005
[1] [2] [3] [4]
Suku/Etnis 4 4 4
Bahasa Lokal 2 2 2
Situs Bersejarah 276 276 276

Semakin banyaknya media hiburan alternatif dibarengi dengan


kualitas hiburan serta prasarananya dewasa ini membawa pengaruh
terhadap eksistensi dunia kesenian di Bali. Hal ini sejalan dengan
dukungan pariwisatanya yang begitu kental dan melekat dalam sendi-
sendi kehidupan masyarakat Bali, sehingga banyak pilihan dalam
menentukan media dan sarana hiburan yang ada. Di Bali terdapat 4
(empat) kelompok jenis kesenian yang sangat populer dan merupakan
aset pariwisata yang cukup menjanjikan, yaitu seni tari, seni
musik/karawitan, sanggar/pesantian, dan seni teater.
Pada tahun 2002 seni tari di Bali sebanyak 1.625 buah namun
pada tahun 2004 jumlahnya bertambah dua kali lipat menjadi 3.738
buah. Untuk seni musik/kerawitan, pada tahun 2002 jumlahnya
mencampai 4.127 buah dan pada tahun 2004 bertambah menjadi
7.944 buah. Sementara itu, untuk sanggar/pesantian hanya pada tahun
2004 jumlahnya diketahui, yaitu sebanyak 1.765 buah sedangkan
untuk tahun – tahun sebelumnya tidak diketahui jumlahnya dan untuk
seni teater mulai tahun 2002 jumlahnya tidak diketahui.
Profil Daerah Bali
9

Bab II. Pembangunan Sosial Budaya


Tabel 2.3
Banyaknya Kesenian Menurut Jenisnya
di Provinsi Bali Tahun 2002 - 2004

Tahun
Jenis Kesenian
2002 2003 2004
[1] [2] [3] [4]
Seni Tari 1.625 1.625 3.738
Seni Musik/
4.127 4.127 7.944
Kerawitan
Sanggar/Pesantian - - 1.765
Sumber: BPS Provinsi Bali

Sosial Budaya
Provinsi Bali
12-12-2007
Provinsi Bali memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri.
Dalam tata pemerintahannya terkenal dengan
pemerintahan dinas dan adat. Keberadaan lembaga adat
diatur dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003
tentang Desa Pakraman. Jumlah desa Pakraman pada
2005 sebanyak 1.432 buah, terdiri dari 3.945 buah Banjar
Adat. Disamping itu terdapat pula 276 situs bersejarah
yang masih terpelihara dengan baik. Jumlah kelompok
(sekaha) seni tari di Bali mencapai 3.738 buah, seni musik/kerawitan 7.944 buah dan
kelompok pesantian 1.765 buah.

Kehidupan sosial budaya masyarakat Bali dilandasi filsafah Tri Hita karana, artinya Tiga
Penyebab Kesejahteraan yang perlu diseimbangkan dan diharmosniskan yaitu hubungan
manusia dengan Tuhan (Parhyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan)
dan manusia dengan lingkungan (Palemahan). Perilaku kehidupan masyarakatnya
dilandasi oleh falsafah “Karmaphala”, yaitu keyakinan akan adanya hukum sebab sebab-
akibat antara perbuatan dengan hasil perbuatan. Sebagian besar kehidupan masyarakatnya
diwarnai dengan berbagai upacara agama/adat, sehingga kehidupan spiritual mereka tidak
dapat dilepaskan dari berbagai upacara ritual. Karena itu setiap saat di beberapa tempat di
Bali terlihat sajian-sajian upacara. Upacara tersebut ada yang berkala, insidentil dan setiap
hari, dan dikelompokan menjadi lima jenis yang disebut Panca Yadnya, meliputi Dewa
Yadnya yaitu upacara yang berhubungan dengan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa/Ida Sang Hyang Widi Wasa, Rsi Yadnya yaitu upacara yang berkaitan dengan para
pemuka agama (Pendeta, Pemangku dan lain-lainnya), Pitra Yadnya yaitu upacara yang
berkaitan dengan roh leluhur (Upacara Ngaben, Memukur), Manusa Yadnya yaitu upacara
yang berkaitan dengan manusia (Upacara Penyambutan Kelahiran, Tiga Bulanan, Otonan,
Potong Gigi dan Perkawinan) dan Buta Yadnya yaitu upacara yang berkaitan dengan
upaya menjaga keseimbangan alam (Upacara Mecaru, Mulang Pekelem).

Salah satu kearifan lokal yang lain adalah keberadaan Lembaga Subak sebagai lembaga
yang mengatur tentang sistem pengairan tradisional Bali yang bersifat sosio-religius.
Lembaga ini terdiri dari Subak yang mengelola pertanian lahan basah (sawah) dan Subak
Abian yang mengelola pertanian lahan kering (tegalan). Pada tahun ini terdapat 1.312
subak.

You might also like