You are on page 1of 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam, dengan beribu-ribu pulau yang dihubungkan oleh jutaan kilometer persegi wilayah perairan.negara yang berpenduduk lebih dari 210 juta jiwa ini memiliki potensi yang sangat besar di bidang kelautan (Hasjim, 2003). Laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. Jadi laut merupakan air yang menutupi permukaan tanah yang sangat luas dan umumnya mengandung garam dan berasa asin. Biasanya air mengalir yang ada di darat akan bermuara ke laut. Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas tetapi kurang terjaga sehingga mudah mendatangkan ancaman sengketa batas wilayah dengan negara tetangga. Untuk landas kontinen negara kita berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat di laut sampai dengan kedalaman 200 meter. Batas laut teritorial sejauh 12 mil dari garis dasar lurus dan perbatasan laut zona ekonomi ekslusif (ZEE) sejauh 200 mil dari garis dasar laut.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu tugas dari mata kuliah Ekologi Perairan yang bertujuan untuk syarat sebagai tugas akhir mata kuliah tersebut.

Adapun isi dari makalah bertujuan ubntuk mengetahui informasi tentang pembagian lautan dunia yaitu tentang laut dan samudera berdasarkan pada produktivitas primer lautan. 1.3. Metode Penyusunan Makalah Makalah ini disusun dengan metode kepustakaan, yaitu

menggunakan buku sebagai sumber acuan. Adapun metode lain yang digunakan yaitu mencari referensi yang berasal dari media elektronik yaitu internet.

BAB II ISI 2.1 Pembagian Samudera di Dunia Samudra Pasifik Luas Samudra Pasifik mencapai 165.385.450 km dengan kedalaman rata-rata 4.250 m. Jika dilihat di globe, luas samudra ini meliputi hampir separuh permukaan bumi. Samudra Pasifik terletak di antara tiga benua, yaitu Asia, Amerika, dan Australia.

Wilayahnya terbentang dari pantai Barat Amerika hingga pantai Timur Cina dan Australia dengan berbagai karakterstik berikut ini:

a. b.

Samudra Pasifik merupakan samudra terluas di dunia. Di Samudra Pasifik terdapat titik terendah di muka bumi, yaitu

Palung Mariana (kedalaman 11.022 m) terdapat di Filipina. c. Samudra Pasifik memiliki banyak palung, yaitu Palung Tonga

(10.882 m), Palung Kuril (10.542 m), Palung Filipina (10.497 m), Palung Kermatec (10.047 m), Palung Tzu Bonin (9.810 m), Palung New Hebrides (9.165 m), Palung South Solomon (9.140 m), Palung Jepang (8.412 m), Palung Peru-Cile (8.066 m), Palung Akution (7.822 m), dan Palung Amerika Tengah (6.662 m). d. Di Samudra Pasifik banyak terdapat gunung api aktif, sehingga

sering terjadi gempa.


e.

Samudra

Pasifik Barat dan

merupakan bujur Timur

tempat (180)

pertemuan sebagai batas

antara garis bujur

penanggalan internasional.
f. Di Samudra Pasifik banyak terdapat negara kepulauan (kawasan

Oceania). g. Di Samudra Pasifik banyak terjadi gejala alam El Nino dan La

Nina, terutama di perairan yang dilintasi garis katulistiwa.


h.

Di Samudra Pasifik terdapat pertemuan arus panas Kurosyiwo

dan arus dingin Oyasyiwo di Laut Bearing (Pasifik Utara) yang menimbulkan arus hangat dan merupakan kawasan tangkapan ikan yang sangat baik. Samudra Atlantik

Luas Samudra Atlantik mencapai 82.217.000 km dengan kedalaman rata-rata 3.350 m. Samudra ini terletak di antara Benua Eropa, Afrika, dan Amerika, sehingga berperan sebagai jalur lalu lintas penghubung antara dunia lama dengan dunia baru dengan karakteristik berikut ini: a. Samudra Atlantik terletak di daerah bujur Barat. b. Samudra Atlantik memiliki kawasan yang diyakini sebagai pusat medan magnet bumi, yaitu di kawasan Segitiga Bermuda di Perairan Karibia (Amerika Tengah). c. Di Samudra Atlantik terdapat deretan punggung laut terpanjang di dunia, memanjang dari Utara (Samudra Arktik) ke Selatan sepanjang Samudra Atlantik dan ke Timur menuju Samudra Hindia. d. Di Samudra Atlantik terdapat pertemuan arus dingin dari Perairan Greenland dan arus panas dari Teluk Meksiko di Perairan Labrador. e. Di Samudra Atlantik terdapat beberapa palung laut, seperti Palung Puerto Rico (9.220 m), Palung South Sandwich (8.264 m), Palung Romance (7.856 m), dan Palung Caynon (7.500 m). Samudra Hindia Luas Samudra Hindia mencapai 73.481.000 km dengan kedalaman rata-rata 3.850 m. Samudra ini terletak di sebelah Selatan Benua Asia,

sebelah Barat Australia, sebelah Timur dan Selatan Afrika, serta berbatasan dengan Kutub Selatan. Berikut ini karakteristik Samudra Hindia: a. Sebagian besar wilayahnya berada di belahan bumi Selatan. b. Satu-satunya samudra yang seluruh wilayahnya berada di belahan bumi Timur. c. Wilayah perairannya berfungsi sebagai penyedia air hujan bagi gejala alam angin monsun untuk sebagian wilayah Asia dan Australia. d. Samudra Hindia memiliki arus yang relatif tenang dan jarang terjadi badai. e. Samudra Hindia memiliki beberapa palung laut, seperti Palung Jawa (7.450 m), Palung Weber (7.440 m), dan Palung Diamantina (7.102 m). Samudra Arktik Luas Samudra Arktik mencapai 14.056.000 km dengan kedalaman ratarata 5.400 m. Samudra ini terletak di kawasan Kutub Utara yang dikelilingi oleh daratan-daratan luas, seperti Greenland (Kanada), Alaska (Amerika), Rusia (Asia dan Eropa), dan kawasan Skandinavia (Eropa). Berikut ini karakteristik Samudra Arktik, yaitu: a. Samudra Arktik merupakan samudra tersempit di dunia. b. Samudra Arktik merupakan satu-satunya samudra yang terletak di kawasan kutub yang tidak dilalui garis khatulistiwa. c. Samudra Arktik mempunyai suhu perairan dan udara terdingin. d. Sebagian besar wilayah perairannya tertutup oleh es dan banyak dijumpai bongkahan atau gunung es yang mengapung. 2.2 Pembagian lingkungan laut

Berdasar Buku Marine Geology, lingkungan laut di bagi atas :


1.

Lingkungan

Euxinic

merupakan

lingkungan

yang

memiliki

kedalaman yang bervariasi, dicirikan oleh adanya ventilasi (lubang udara) yang sedikit pada dasar air, sehingga menghasilkan hewan dasar airnya tidak ada. Umumnya, endapannya berupa material berbutir halus dengan komposisi berupa material organik yang terdekomposisi.
2.

Lingkungan Littoral atau pantai merupakan lingkungan yang

terletak di antara pasang rendah dan batas tertinggi yang dicapai oleh gelombang. Beberapa Lingkungan Khusus, terutama pada daerah yang memberikan karakteristik neritik yang meliputi delta, tidal flat, dan lingkungan lagoon. a. Lingkungan Neritik

Kedalaman dari daerah pasang rendah hingga 200 meter di bawah muka laut. Jarang yang berjarak lebih dari beberapa ratus meter dari garis pantai. Tipe utama dari sedimennya berupa material terestrial berukuran butir kasar hingga halus dengan campuran dari material organik laut yang berupa calcareous. Pada air di daerah tropis, calcareous lebih melimpah.

b. Lingkungan Batial Memiliki kedalaman antara 200-1000 m. Berjarak beberapa ratus kilometer. Tipe utama dari aedimennya berupa lempung biru, lempung gelap dengan butiran halus dan dengan kandungan karbonatan kurang dari 30 %. Butiran mineral terestrialnya melimpah. Variasi lempung relatif berupa calcareous mud.
c. Lingkungan Abisal Hemipelagic

Berjarak kurang dari beberapa ratus kilometer dari garis pantai. Dengan kedalaman kurang dari 1000 m. Tipe utama dari endapannya berbeda dengan tipe endapan pada lingkungan abisal pelagic dengan campuran dari butiran mineral terestrial yang berukuran lanau atau pasir halus bergradasi.
d. Lingkungan Abisal Pelagic

Terletak tidak kurang dari beberapa ratus meter dari garis pantai dengan kedalaman lebih dari 1000 m. Tipe utama dari endapannya berupa lempung merah, lutite dengan butir halus yang mengandung material karbonatan kurang dari 30%. Radiolaria dan diatome ooze dengan siliceous skeleton atau frustules yang melimpah, Globigerina ooze dengan kandungan karbonatan lebih dari 30%. Sebagian besar berupa foraminifera planktonic. Luasan lingkungan pengendapan ini tidak kurang dari 250 x 104 km2.
2.2.1

Pembagian

zona

kedalaman

laut

berdasar

Paul

Bennet, yaitu : Paul Bennet dalam The Natural World Under The Ocean,

memaparkan bahwa para ilmuwan telah membagi lautan menjadi lapisan atau zona yang jelas. Ada kawasan yang disebut perairan dangkal, zona twilight, lautan dalam. Bagian laut yang terdekat dengan kehidupan daratan adalah perairan dangkal yaitu wilayah laut yang dekat dengan tepi pantai. Zona ini mendapat limpahan cahaya matahari yang berkecukupan. Kehidupan di zona ini sangat beragam dan tempat yang paling disukai ikanikan yang kita kenal. Setelah perairan dangkal zona berikutnya adalah zona twilight. Yaitu kawasan perairan yang masih bisa ditembus matahari walau tak semewah perairan dangkal. Zona ini bisa dikatakan batas jangkauan matahari mampu

menembus lapisan lautan. Karena itu kehidupan di sini mulai sedikit, namun masih bisa ditinggali jenis-jenis bunga karang. Ikan berukuran besar juga suka berada di antara zona twilight ini atau mengapung di permukaan laut dalam. Zonasi lautan yang paling gelap dan dingin adalah laut dalam (termasuk palung laut). Masih sedikit sekali yang diketahui tentang kehidupan di zona ini. 2.2.2 Pembagian Laut Menurut Zona Kedalamannya Menurut zona atau jalur kedalamannya, laut dapat dibedakan menjadi beberapa zona sebagai berikut:
Zona litoral atau jalur pasang, yaitu bagian cekungan lautanyang

terletak di antara pasang naik dan pasang surut


Zona epineritik, yaitu bagian cekungan lautan di antara garis-garis

surut dan tempat paling dalam yang masih dapat dicapai oleh daya sinar matahari
Zona neritik, yaitu bagian cekungan lautan yang dalamnya antara 50-

200

Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuhan-tumbuhan, contoh Jaut Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut disekitar kepulauan Riau.
Zona batial ( wilayah laut dalam ), yaitu bagiancekungan lautan yang

dalamnya antara 200-2.000 m. hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat ditembus sinar matahari, oleh karena itu kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di zona meritic.
Zona abisal ( wilayah laut sangat dalam ), yaitu bagian cekungan

lautan yang dalamnya lebih dalam dari 2.000 m di wilayah ini suhu sangat dingin, tidak ada tumbuhan, dan jenis hewan yang berada pada lingkungan ini sangat terbatas.

2.3. Produktivitas Primer Laut Produktivitas Primer ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produksivitas dinamakan produksi primer kotor, atau produksi total. Karena sebagian dari produksi total ini digunakan tumbuhan untuk kelangsungan proses-proses hidup, respirasi. Produksi primer bersih adalah istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan untuk respirasi. Produksi primer inilah yang tersedia bagi tingkatan-tingkatan trofik lain. Produksi primer kotor maupun bersih pada umumnya dinyatakan dalam jumlah gram karbon (C) yang terikat per satuan luas atau volume air laut per interval waktu. Jadi, produksi dapat dilaporkan sebagai jumlah gram karbon per m 2 per hari (gC/m2/hari), atau satuan-satuan lain yang lebih tepat. Di laut khususnya laut terbuka, fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produktivitas primer perairan. Produktivitas jumlah karbon yang terdapat di dalam matenal hidup dan secara umum dinyatakan sebagai jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air per hari (g C/m2/hari) atau jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kubik per hari (g C/m3/hari) (Levinton. 1982). Selain jumlah karbon yang dihasilkan, tinggi rendahnya produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a. dimana kedua metode ini dapat diukur secara langsung di lapangan. (Valiela, 1984). 2.3.1 Ruang Lingkup Produktifitas Primer

Sumber energi yang utama dalam pemeliharaan ekosisitem perairan (dan daratan) adalah energi cahaya matahari, proses fiksasi cahaya biasanya bagian melibatkan dari air sebagai dan donor hydrogen bakteri dalam meruduksi dapat karbondioksida menjadi karbohidrat. Proses ini tidak hanya merupakan fotosintesis, sebagian fotosintesis menggunakan sumber-sumber selain air untuk hydrogen. Selain itu terdapat beberapa proses kemosintesis yaitu dengan memperoleh energi untuk sintesis bahan organik dari perubahan kimia yang termasuk kedalam produksi utama pada periran yaitu organisme Autotrof yaitu organisme yang menggunakan bahan organik dari perairan yang produktivitasnya berasal dari autochthonous dan allochthonous. Fotosintesis Merupakan suatu proses biokimia untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Reaksi kimia untuk fotosintesis: 12H2O + 6CO2 + cahaya C6H12O6 (glukosa) + 6O2 + 6H2O Faktor penentu laju fotosintesis: a. Cahaya Merupakan aspek penting dalam fotosintesis , gelombang energi cahaya yang diabsorbsi air dan klorofil berkisar 350-710 nm.Beberaapa faktor yang berefek terhadap penerimaan jumlah cahaya untuk dapat sampai ke dalam permukaan air adalah:

Ketinggian tempat (altitude). Efek geografik : jumlah radiasi cahaya matahari dalam setahun

(kal/cm2/hari) berbeda secara geografis (latitude).

Efek musim : letak geografis perbedaan musim dalam Efek diurnal : pagi atau sore - jarak matahari lebih jauh daripada intensitas

setahun perbedaan radiasi.

tengah hari, elevasi cahaya juga lebih rendah (semakin miring) sehingga % cahaya yang dipantulkan semakin besar cahaya rendah. b. Efek lokal : morfologi perairan, arus. Konsentrasi Karbondioksida

Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapat digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.

c.

Suhu

Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim. d. Kadar fotosintat (hasil fotosintesis) Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang. Organisme Produsen Produsen (producers) berarti pembuat, dalam hal ini membuat bahan organik dari bahan anorganik melalui proses fotosintesis, suatu proses fisikokimiawi dalam sel hidup dengan bantuan klorofil dan menggunakan air (H2O), CO2, dan bantuan sinar matahari. Ada 3 kelompok organisme perairan yang dapat dikenali menurut ukuran dan habitat mereka dan merupakan organisme utama pada produksi primer dalam perairan, yaitu : Fitoplankton

Fitoplankton adalah komponen autotrof plankton, Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia. Fitoplankton mengandung pigmen dan yang umum didapati pada tumbuhan ini adalah klorofil. Pigmen inilah yang menyerap cahaya matahari sebagai sumber energi untuk fotosintesis. Dikenal ada tiga macam klorofil yaitu: klorofil-a, b dan c. Diantara ketiga macam klorofil tersebut, klorofil-a merupakan bagian terpenting dalam proses fotosintesis dan dikandung oleh semua dari jenis fitoplankton yang masih hidup di laut (Strickland, 1960 dalam Nontji, 1987).Untuk tumbuh dan berkembangbiak fitoplankton sangat bergantung kepada sinar matahari untuk bisa melakukan fotosintesis. Disamping cahaya, fitoplankton juga sangat tergantung dengan ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhannya. Nutrisinutrisi ini terutama makronutrisi seperti nitrat, fosfat atau asam silikat. Fitoplankton merupakan produsen yang paling banyak peranannya di perairan, sebagai bekal makanan bagi hewan yang berada di perairan. Perifiton Periphyton merupakan matrik complex dari algae dan merupakan mikroba heterotrof yang hidup menempel pada subsratsubmerged di hamper semua ekosistem air. Perifiton menjadi producer penting bagi invertebrate, dan beberapa ikan dan mungkin penting dalam menyerap zat pencemar Makrofita Merupakan alga bersel banyak atau ganggang laut kebanyakan tumbuh melekat pada batuan atau dasar yang keras, dan sering kali membentuk hutan yang luas atau kelps beds tepat dibawah garis air surut. (Eugene P. Odum,1971) 2.4 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Primer Laut . Seperti Anabaena, Nostoc, Microcystis dan Trichodesmium erythraeum.

Di laut khususnya laut terbuka, fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produklivitas primer perairan. Produktivitas jumlah karbon yang terdapat di dalam matenal hidup dan secara umum dinyatakan sebagai jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air per hari (g C/m2/hari) atau jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kubik per hari (g C/m3/han) (Levinton. 1982) Selain jumlah karbon yang dihasilkan tinggi rendahnya produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a. dimana kedua metode ini dapat diukur secara langsung di lapangan (Valiela, 1984). Kimia dan fisik Terdapat faktor factor pembatas yang mempengaruhi

produktivitas di perairan yaitu cahaya /suhu dan kadar zat hara . Mengingat bahwa fitoplankton hidup tersuspensi dalam air dan karenanya dipengaruhi oleh berbagai daya yang menggerakkan massa-massa air sekitarnya, sedangkan cahaya maupun zat hara juga dipengaruhi oleh massa-massa air, munculah factor baru yang penting. Faktor baru ini merupakan paduan berbagai faktor dan dinamakan factor hidrografi, yaitu paduan semua faktor yang menggerakkan massa-massa air laut dan samudera, seperti arus, perpindahan massa air ke atas (upwelling) dan difusi. Interaksi ketiga faktor inilah yang membatasi produktivitas laut dan mengakibatkan perbedaan-perbedaan geografik dalam produktivitas laut. Faktor-faktor adalah: 1.Cahaya Fitoplankton yang produktif hanya terdapat pada lapisan air teratas dimana intensitas cahaya cukup untuk proses fotosintesis. Cahaya merupakan sumber energy primer bagi ekosistem dan merupakan salah satu faktor yang menentukan distribusi klorofil-a di laut. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya tumbuhan dan

fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer. Di laut lepas, pada lapisan permukaan tercampur tersedia cukup banyak cahaya matahari untuk proses fotosintesa. Sedangkan di lapisan yang lebih dalam, cahaya matahari tersedia dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Ini memungkinkan klorofil-a lebih banyak terdapat pada bagian bawah lapisan permukaan tercampur atau pada bagian atas dari permukaan lapisan termoklin pertengahan atau bawah jika dibandingkan dengan bagian lapisan

termoklin. Hal ini juga dikemukakan oleh Matsuura et al. (1997) berdasarkan hasil pengamatan di timur laut Lautan Hindia, dimana diperoleh bahwa sebaran konsentrasi klorofila pada bagian atas lapisan permukaan tercampur sangat sedikit dan mulai meningkat menuju bagian bawah dari lapisan permukaan tercampur dan menurun secara drastis pada lapisan termoklin hingga tidak ada klorofil-a lagi pada lapisan di bawah lapisan termoklin. Fotosintesa fitoplankton menggunakan klorofil-a, c, dan satu jenis pigmen tambahan seperti protein-fucoxanthin dan peridinin, yang secara lengkap menggunakan semua cahaya dalam spektrum tampak. Pada panjang gelombang 400 700 nm, cahaya yang diabsorbsi oleh pigmen fitoplankton dapat dibagi dalam: cahaya dengan panjang gelombang lebih dari 600 nm, terutama diabsorbsi oleh klorofil dan cahaya dengan panjang gelombang kurang dari 600 nm, terutama diabsorbsi oleh pigmen-pigmen pelengkap/tambahan (Levinton, 1982). Dengan adanya perbedaan kandungan pigmen pada setiap jenis plankton, maka jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap plankton akan berbeda pula. Keadaan ini berpengaruh terhadap tingkat efisiensi fotosintesa. Fujita (1970) dalam Parsons et al. (1984)

mengklasifikasi alga laut berdasarkan efisiensi fotosintesa oleh pigmen kedalam tipe klorofil-a dan b untuk alga hijau dan euglenoid; tipe klorofil-a, c, dan caratenoid untuk diatom, dinoflagelata, dan alga coklat; dan tipe klorofil-a dan ficobilin untuk alga merah dan alga hijau biru. Kedalaman penetrasi cahaya dalam laut merupakan kedalaman dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada faktor : Absorpsi cahaya oleh air Pada saat cahaya sampai di permukaan airsebagian akan

dipantilkan dan sebagian lagi akan masuk kedalam permukaan. Cahaya yang dipantulkan merupakan suatu kehilangan bagi ekosistem perairan. Bagian cahaya yang dapat menembus permulaan laut akan mengalami pengurangan lebijh lanjut melalui dua proses yang berlangsung di dalan air. Pertama, pemantilan oleh berbagai partikel hidup dan mati yang tersuspensi. Partikel ini mengangkap cahaya lalu mengabsorpsinya atau memantulkannya kembali ke permukaan. Cahaya yang telah diabsorpsi atau dipantulkan ini tidak dapat digunakan kembalisehingga mengurangi cahaya yang tersedia. Kedua, air sendiri mengabsorpsi cahaya, mengakibatkan berkurangnya jumlah cahaya yang tersedia bagi tumbuhan. Cuaca dapat mempengaruhi produktivitas primer melalui tutupan awan, angin, dan secara tidak langsung melalui suhu. Awan dapat mengurangi penembusan cahaya ke permukaan laut dan mengurangi kecepatan proses produktivitas primer. Angin dapat menciptakan gelombang yang mengakibatkan permukaan laut tidak rata dan memantulkan sebagian besar sinar matahari jika dibandingkan dengan permukaan yang rata. Tetapi sebaliknya angin pun dapat mendorong permukaan massa air sehingga memperkaya zat hara untuk fotosintesis. Suhu yang membantu melalui keragaman musiman mengakibatkan menghilangnya termoklin dan mendorongpermukaan massa air yang menyediakan zat hara untuk fotosintesis.

Suhu juga mempengaruhi daya larit gas-gas yang diperlukan untuk fotosintesis seperti CO2 dan O2 dan gas-gas ini mudah laurt pada suhu rendah, akibatnya kecepatan fotosintesis ditingkatkan oleh suhu rendah. Panjang gelombang cahaya Cahaya matahari yang sampai di permukaan laut terdiri dari suatu spectrum berbagai gelombang cahaya yang diukur dengan satuan nanometer (1 nanometer = 10-6 mm). Spektrum ini mencakup warnawarna yang dapat dilihat oleh manusia, dari ungu sampai merah, atau yang mempunya panjang gelombang kira-kira 400-700 nm. Ketika gelombang-gelombang cahaya ini menembus permukaan, komponen ungu dan merah mudah sekali diabsorpsi air hanya beberapa meter setelah menembus permukaan. Komponen hijau dan biru lebih lambat. Oleh karana itu, dapat menembus air lebih dalam, tetapi lama-kelamaan komponen ini pun akan habis diabsorpsi. Panjang gelombang akan berkurang intensitanya dengan meningkatnya kedalaman. Kecerahan air Semakin cerah suatu perairan, maka akan memudahkan cahya untuk menembus permukaan air. Pemantulan cahaya oleh permukaan laut Salah satu factor yang dapat mempengaruhi produktivitas primer adalah cuaca, khususnya angin. Angin dapat menciptakan gelombang yang mengakibatkan permukaan laut tidak rata dan memantulkan sebagian besar sinar matahari jika dibandingkan dengan permukaan yang rata. Lintang geografik Kedalaman kompensasi merupakan batas bawah zona eutrofik dan bervariasi secara geografik. Dalam perairan pantai yang sangat keruh, kedalaman kompensasi terletak pada kedalaman beberapa meter saja, sedangkan di samudra tropic terletak pada kedalaman 120 m atau lebih.

Musim. Pada musim-musim tertentu di mana tingkat kekeruhan tinggi (miasalnya, terjadi ledakan populasi fitoplankton), kedalaman kompensasi hanya beberapa meter dari permukaan, sedangkan pada musim-musim lain, berkurangnya jumlah organisme mengakibatkan kedalaman kompensasi terletak di kedalaman yang lebih dalam. Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa (Pmax), sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton (Tomascik et al., 1997 b). Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu berdaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu. Zat hara Zat-zat hara anorganik yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah nitrogen (sebagai nitrat, NO3-) dan fosfor (sebagai fosfat, PO4
2 -

). Kedua unsur ini sanagt penting artinya

karena kadar dalam laut sangat kecil dan merupakan faktor pembatas bagi produktivitas fitoplankton, contoh zat hara yang di perlukan adalah: 1. Nutrient Nutrien adalah semua unsur dan senjawa yang dibutuhkan oleh tumbuhan-tumbuhan dan berada dalam bentuk material organik (misalnya amonia, nitrat) dan anorganik terlarut (asam amino). a. Makro, misalnya N, P rasio [ ] dan Si untuk diatom. Ada konsentrasi minimum untuk tiap nutrient untuk berfotosintesis, rasio menentukan spesies yang dominan pada perairan. Rasio N, P ideal yaitu 10, dan 2

untuk

cyanophyta.

Contoh

lain

karbon,

fosfor,

oksigen,

silikon,

magnesium, potassium, dan kalsium. Pada diatom, unsure Si harus banyak untuk pembentukan dinding sel. b. Mikro (trace elemen), misalnya Mg, Ca, Mn, Fe. Mg, Mn, Fe digunakan untuk fotosintesis. Sedangkan pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas. Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut terbuka relative rendah karena nutrient anorganic khusunya nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana nutrient melimpah yaitu pada lapisan termoklin dan lapisan di bawahnya, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan. Sebaran klorofil-a di dalam kolom perairan sangat tergantung pada konsentrasi nutrien. Hal mana juga dikemukakan oleh Brown et al. (1989), nutrien memiliki konsentrasi rendah dan berubah-ubah pada permukaan laut dan konsentrasinya akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman serta akan mencapai konsentrsi maksimum pada kedalaman antara 500 1500 m. a. Variasi produktifitas secara Geografik 1. Laut tropic Dalam laut tropik, massa air dekat permukaan cukuo menerima cahaya sepanjang tahun, karena ketinggian matahari di atas cakrawala tidak banyak berubah sepanjang tahun sehingga fitoplankton

mendapatkan kondisi cahaya yang optimal. Dengan kondisi cahaya seperti itu, akan menghasilkan energi yang terus menerus dari matahari sehingga mengakibatkan suhu air dekat permukaan lebih tinggi dari perairandalam. Laut-laut tropik sangat cerah dan kedalaman kompensasinya adalah yang terdalam, tetapi keadaan seperti ini disebabkan oleh kecilnya kelimpahan fitoplankton dalam air akibat rendahnya kadar zat hara. 2. Laut daerah beriklim sedang. Intensitas pada laut daerah beriklim sedang bervariasi menurut musim sehingga besarnya energi yang masuk ke dalam laut pun bervariasi dan selanjutnya menimbulkan perubahan pada suhu air pada lapisan atas. Pada musim panas posisi matahari tinggi di atas cakrawala, siang hari panjang, dan susah meningkat pada lapisan-lapisan air dekat permukaan sedangkan kerapatannya menjadi lebih kecil dibandingkan dengan lapisan di bawahnya. Pada musim gugur, besarnya energi yang masuk ke dalam laut berkurang dan siang hari menjadi lebih pendek sehingga lapisan di permukaan menjadi lebih dingin dan tidak berbeda dengan suhu yang ada di lapisan bawahnya. Pda musim semi, siang hari makin panjang, energi matahari yang masuk ke permukaan meningkat. Produksi tertinggi terjadi pada musim semi dan lebih rendah pada musin gugur serta terendah pada musim panas dan musim dingin. 3. Laut kutub. Pada daerah kutub, produktivitas terbesar terjadi selama satu periodependek yaitu pada musim panas kutub, biasanya pada bulan Juli atau Agustus dalam Laut Arktika. 2.5 Produktivitas Perairan Pantai dan Pesisir Pada lautan terbuka yang bebas dari pengaruh massa daratan, produktivitas fitoplankton bervariasi secara geografik. Keadaan didalam massa air yang berdekatan dengan daratan, sedikit berbeda dengan keadaan di lautan terbuka. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan perbedaan ini. Faktor pertama yaitu, perairan pantai menerima sejumlah besar unsure-unsur kritis, yaitu P dan N dalam bentuk PO4 dan NO3+ ,

melalui runoff dari daratan (di mana kandungan zat hara jauh lebih bayak). Karenanya perairan pantai tidak kekurangan zat hara. Faktor kedua yang mengakibatkan adanya perbedaan itu ialah kedalaman air. Kebanyakan perairan pantai, kedalaman airnya dangkal daripada kedalaman kritis. Dengan demikian pada cuaca apa pun, fitoplankton tidak mungkin terseret ke bawah kedalaman kritis. Bila intensitas cahaya cukup, produksi dapat terus berlangsung, bahkan juga dalam musim dingin. Faktor ketiga ialah bahwa dalam perairan pantai jarang terdapat termoklin permanent, sehingga tidak ada zat hara yang tertangkap di dasar perairan. Faktor terakhir yang menyebabkan perbedaan tadi ialah banyaknya bahan reruntuhan dan serasah yang berasal dari daratan yang dapat membatasi kedalaman zona fotik dan dengan demikian menyebabkan tingginya kadar zat hara, serta dangkalnya perairan. 2.6 Metode Pengukuran Produktivitas Primer Pengukuran produktivitas primer pada umumnya didasarkan pada reaksi fotosintesis. Beberapa metode pengukuran produktivitas primer adalah: metode panen yang cocok untuk ekosistem pertanian; pengukuran oksigen, misalnya dengan metode botol gelap dan botol terang, untuk ekosistem perairan; metode pH, yang cocok untuk ekosistem perairan; metode klorofil, yang pada dasamya adalah mengukur kadar klorofil; metode radioaktif; dan metode CO2. 2.7 Konsep Produktivitas Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen. Produktivitas primer dibedakan atas produktivitas primer kasar (bruto) yang merupakan hasil asimilasi total, dan produktivitas primer bersih (neto) yang merupakan penyimpanan energi di dalam jaringan tubuh tumbuhan. Produktivitas primer bersih ini juga adalah produktivitas kasar dikurangi dengan energi yang digunakan untuk respirasi. Produktivitas sekunder merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh konsumen. Pada produktivitas sekunder ini tidak dibedakan

atas produktivitas kasar dan bersih. Produktivitas sekunder pada dasamya adalah asimilasi pada aras atau tingkatan konsumen. Laju produktivitas akan tinggi bilamana faktor-faktor lingkungan cocok atau optimal. Pemberian bantuan energi dari luar atau subsidi energi juga dapat meningkatkan produktivitas. Subsidi energi banyak dilakukan oleh manusia terhadap ekosistem pertanian, yang dapat berupa pemberian pupuk, irigasi, pengendalian hama, pengolahan tanah. Subsidi energi juga dapat terjadi secara alami, misalnya berupa ombak di lautan, pasang naik dan surut di pantai, hujan di daratan, angin, dan lain lain. Produktivitas atau produksi berbeda dengan hasil panen. Produktivitas atau produksi adalah sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Produksi pada pertanian sebetulnya adalah hasil panen. Hasil panen adalah bagian dari produktivitas primer bersih yang diambil/dimanfaatkan oleh manusia. Pada dasarnya alam akan memaksimalkan produktivitas bruto, sedangkan manusia berupaya memaksimalkan produktivitas bersih, sehingga manusia dapat memaksimalkan hasil panen. Manusia juga memerlukan produktivitas sekunder. Dari produktivitas sekunder, manusia juga dapat memperoleh hasil panen yang dapat berupa daging, telur, atau susu. 2.8.1 Pengaruh Faktor Faktor Oseanografi Terhadap Produktivitas Primer Sebaran berdasarkan klorofil-a kedalaman di laut bervariasi Variasi secara tersebut geografis maupun oleh perairan. diakibatkan

perbedaan intensitas cahaya matahari, dan konsentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan. Di Laut, sebaran klorofil-a lebih tinggi konsentrasinya pada perairan pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai. Tingginya sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir disebabkan karena adanya suplai nutrien dalam jumlah besar melalui run-off dari daratan, sedangkan rendahnya konsentrasi klorofil-a di perairan lepas

pantai karena tidak adanya suplai nutrien dari daratan secara langsung. Namun pada daerah-daerah tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses fisik massa air, dimana massa air dalam mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan (Valiela, 1984). Perairan Indonesia yang dipengaruhi oleh sistem pola angin muson memiliki pola sirkulasi massa air yang berbeda dan bervariasi antara musim, disamping itupula juga dipengaruhi oleh massa air Lautan Pasifik yang melintasi perairan Indonesia menuju Lautan Hindia melalui sistem arus lintas Indonesia (Arlindo). Sirkulasi massa air perairan Indonesia berbeda antara musim barat dan musim timur. Dimana pada musim barat, massa air umumnya mengalir ke arah timur perairan Indonesia, dan sebaliknya ketika musim timur berkembang dengan sempurna suplai massa air yang berasal dari daerah upwelling di Laut Arafura dan Laut Banda akan mengalir menunju perairan lndonesia bagian barat (Wyrtki, 1961). Perbedaan suplai massa air tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap kondisi perairan yang akhirnya mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas perairan. Tisch et al. (1992) mengatakan perubahan kondisi suatu massa air dapat diketahui dengan melihat sifat-sifat massa air yang meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan kandungan nutrien. Dengan melihat akan keberadaan perairan Indonesia dimana karena adanya perbedaan pola angin yang secara langsung mempengaruhi pola arus permukaan perairan Indonesia dan perubahan karakteristik massa diduga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap tingkat produktivitas perairan. Keadaan ini tergantung pada berbagai hal, seperti bagaimana sebaran faktor fisik-kimia perairan. Untuk itu perlu dilakukan analisa untuk mempelajari dan menelaah pengaruh faktor-faktor oseanografi terhadap sebaran fisik-kimia perairan dan keterkaitannya terhadap tingkat konsentrasi klorofil-a.

2.8.2 Karakteristik Air Laut Suhu Laut tropik memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh adanya pemanasan yang terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun. Pemanasan tersebut mengakibatkan terbentuknya stratifikasi di dalam kolom perairan yang disebabkan oleh adanya gradien suhu. Berdasarkan gradien suhu secara vertikal di dalam kolom perairan, Wyrtki (1961) membagi perairan menjadi 3 (tiga) lapisan, yaitu: a) lapisan homogen pada permukaan perairan atau disebut juga lapisan permukaan tercampur; b) lapisan diskontinuitas atau biasa disebut lapisan termoklin; c) lapisan di bawah termoklin dengan kondisi yang hampir homogen, dimana suhu berkurang secara perlahan-lahan ke arah dasar perairan. Menurut Lukas and Lindstrom (1991), kedalaman setiap lapisan di dalam kolom perairan dapat diketahui dengan melihat perubahan gradien suhu dari permukaan sampai lapisan dalam. Lapisan permukaan tercampur merupakan lapisan dengan gradien suhu tidak lebih dari 0,03oC/m (Wyrtki, 1961), sedangkan kedalaman lapisan termoklin dalam suatu perairan didefinisikan sebagai suatu kedalaman atau posisi dimana gradien suhu lebih dari 0,1 oC/m (Ross, 1970). Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi di dalam kolom perairan. Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan perairan. Menurut McPhaden and Hayes (1991), evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira sebesar 0,1 oC pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 m dan hanya kira-kira 0,12 oC pada kedalaman 10 75 m. Disamping itu Lukas and Lindstrom (1991) mengatakan bahwa perubahan suhu permukaan laut sangat tergantung pada termodinamika di lapisan permukaan tercampur. Daya

gerak berupa adveksi vertikal, turbulensi, aliran buoyancy, dan entrainment dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada lapisan tercampur serta kandungan bahangnya. Menurut McPhaden and Hayes (1991), adveksi vertikal dan entrainment dapat mengakibatkan perubahan terhadap kandungan bahang dan suhu pada lapisan permukaan. Kedua faktor tersebut bila dikombinasi dengan faktor angin yang bekerja pada suatu periode tertentu dapat mengakibatkan terjadinya upwelling. Upwelling menyebabkan suhu lapisan permukaan tercampur menjadi lebih rendah. Pada umumnya pergerakan massa air disebabkan oleh angin. Angin yang berhembus dengan kencang dapat mengakibatkan terjadinya percampuran massa air pada lapisan atas yang mengakibatkan sebaran suhu menjadi homogen. Salinitas Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu perairan. Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan penyebaran salinitas secara vertikal. Pengadukan di dalam lapisan permukaan memungkinkan salinitas menjadi homogen. Terjadinya upwelling yang mengangkat massa air bersalinitas tinggi di lapisan dalam juga mengakibatkan meningkatnya salinitas permukaan perairan. Sistem angin muson yang terjadi di wilayah Indonesia dapat berpengaruh terhadap sebaran salinitas perairan, baik secara vertikal maupun secara horisontal. Secara horizontal berhubungan dengan arus yang membawa massa air, sedangkan sebaran secara vertical umumnya disebabkan oleh tiupan angin yang mengakibatkan terjadinya gerakan air secara vertikal. Menurut Wyrtki (1961), sistem angin muson menyebabkan terjadinya musim hujan dan

panas yang akhirnya berdampak terhadap variasi tahunan salinitas perairan. Perubahan musim tersebut selanjutnya mengakibatkan terjadinya perubahan sirkulasi massa air yang bersalinitas tinggi dengan massa air bersalinitas rendah. Interaksi antara sistem angin muson dengan faktorfaktor yang lain, seperti run-off dari sungai, hujan, evaporasi, dan sirkulasi massa air dapat mengakibatkan distribusi salinitas menjadi sangat bervariasi. Pengaruh sistem angin muson terhadap sebaran salinitas pada beberapa bagian dari perairan Indonesia telah dikemukakan oleh Wyrtki (1961). Pada Musim Timur terjadi penaikan massa air lapisan dalam (upwelling) yang bersalinitas tinggi ke permukaan di Laut Banda bagian timur dan menpengaruhi sebaran salinitas perairan. Selain itu juga di pengaruhi oleh arus yang membawa massa air yang bersalinitas tinggi dari Lautan Pasifik yang masuk melalui Laut Halmahera dan Selat Torres. Di Laut Flores, salinitas perairan rendah pada Musim Barat sebagai akibat dari pengaruh masuknya massa air Laut Jawa, sedangkan pada Musim Timur, tingginya salinitas dari Laut Banda yang masuk ke Laut Flores mengakibatkan meningkatnya salinitas Laut Flores. Laut Jawa memiliki massa air dengan salinitas rendah yang diakibatkan oleh adanya run-off dari sungai-sungai besar di P. Sumatra, P. Kalimantan, dan P. Jawa. Densitas air laut Distribusi densitas dalam perairan dapat dilihat melalui stratifikasi densitas secara vertikal di dalam kolom perairan, dan perbedaan secara horisontal yang disebabkan oleh arus. Distribusi densitas berhubungan dengan karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang berdensitas tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu. Densitas air laut tergantung pada suhu dan salinitas serta semua proses yang mengakibatkan berubahnya suhu dan salinitas. Densitas permukaan laut berkurang karena ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat jika terjadi evaporasi dan menurunnya suhu permukaan. Sebaran densitas secara vertikal ditentukan oleh proses percampuran dan pengangkatan massa air. Penyebab utama dari proses

tersebut adalah tiupan angin yang kuat. Lukas and Lindstrom (1991), mengatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 % terlihat adanya hubungan yang positif antara densitas dan suhu dengan kecepatan angin, dimana ada kecenderungan meningkatnya kedalaman lapisan tercampur akibat tiupan angin yang sangat kuat. Secara umum densitas meningkat dengan meningkatnya salinitas, tekanan atau kedalaman, dan menurunnya suhu. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Produktivitas Primer Laut ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Di laut khususnya laut terbuka, fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produklivitas primer perairan. Organisme Autotrof yaitu organisme yang menggunakan bahan organik dari perairan yang produktivitasnya berasal dari autochthonous dan allochthonous. Tinggi rendahnya produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a dimana kedua metode ini dapat diukur secara langsung di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA Bakti, M. Y., 1998. Dinamika Perairan di Selatan Jawa Timur Bali pada Musim Timur 1990. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Brown, J., A. Colling, D. Park, J. Phillips, D. Rothery, J. Wright, 1989. Ocean Chemistry and Deep Sea Sediments. Open University. Chavez, F. P., and R. T. Barber, 1987. An Estimate of New Production in the Equatorial Pacific. Deep-Sea Res., 34:1229-1243. Cullen, J. J., M. R. Lewis, C. O. Davis, and R. T. Barber, 1992. Photosynthetic Characteristics and Estimated Growth Rates Incate Grazing is the Proximate Control of Primary Production in the Equatorial Pacific. J. Geophys. Res., 97 (C1): 639 654. Nontji, A., 1975. Distribution of Chlorophyll-a in the Banda Sea by the End of Upwelling Season. Marine Research in Indonesia, 14:49-59. Nontji, A., 1993. Laut Nusantara. Penerbit Jembatan, Jakarta.

You might also like