You are on page 1of 83

ANALISIS KETEPATAN PREDIKSI POTENSI KEBANGKRUTAN MELALUI ALTMAN Z-SCORE DAN HUBUNGANNYA DENGAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN

PERBANKAN YANG LISTING DI BURSA EFEK JAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh APRILIA NUGRAHENI NIM 3351401110

FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN EKONOMI 2005

PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada : Hari Tanggal : Selasa : 27 Desember 2005 Penguji Skripsi

Drs Sukirman, Msi NIP. 131967646

Anggota I

Anggota II

Drs. Subowo, MSi NIP.131658236

Drs. Agus Wahyudin, MSi NIP. 131404311

Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Drs Sunardi, MM NIP.

PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada : Hari Tanggal : :

Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. Subowo, MSi NIP.131658236

Drs. Agus Wahyudin, MSi NIP. 131404311

Mengetahui, Ketua Jurusan Ekonomi

Drs Kusmuryanto, MSi NIP. 131404309

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 27 Oktober 2005

Aprilia Nugraheni NIM. 3351401110

MOTTO DAN PERSEMBAHAN Hidup adalah sebuah pilihan, konsekuensi dan risiko harus diterima, maka bijaksanalah dalam membuat pilihan hidup. (Olive, 2005) Kesalahan terbesar yang kita perbuat dalam hidup adalah takut membuat kesalahan (Resonansi, Suara Merdeka) Me against the world, ill prove it that theyre wrong jugde me (Simple Plan)

Karya ini saya persembahkan Untuk Allah SWT yang senantiasa melimpahkan karuniaNya Untuk ayah ibu bertiga atas doa yang tidak putus-putusnya Untuk calon suamiku tercinta yang selalu memberiku kebahagiaan Untuk sahabat-sahabatku yang telah memberiku semangat dan dukungan Julia, Umi, Warti, Intan, Mei Istianah, Dewi dan semua sahabatku di Akuntansi A dan Akuntansi B Untuk anak-anak KOST VIOLLETA tercinta, terima kasih atas segala keceriaan yang kita alami Untuk semuanya SELAMAT BERJUANG, SEMANGAT !!

PRAKATA Puji Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Ketepatan Prediksi Potensi Kebangkrutan Melalui Altman Z-Score dan Hubungannya Dengan Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Listing Di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi strata satu pada Jurusan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Tidak sedikit hambatan yang dihadapi baik dalam penelitian maupun penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Drs H Ari Tri Sugito SH, MM, Rektor Universitas Negeri Semarang 2. Drs. Sunardi MM, Dekan Fakultas Ilmu Sosial 3. Drs. Kusmuryanto M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi 4. Drs. Subowo M.Si, Kaprodi Akuntansi sekaligus Dosen Pembimbing I atas bimbingan yang telah diberikan. 5. Drs. Agus Wayudin M.Si, Dosen Pembimbing II atas bimbingan yang diberikan. 6. Drs. Sukirman M.Si, yang telah menguji dan membimbing demi kesempurnaan hasil penelitian ini. 7. Ayah ibu bertiga atas doa yang tidak putus-putusnya.

Semoga segala kebaikan yang diperbuat mendapat balasan dari Allah SWT dengan seluruh rahmat dan hidayah yang tiada terbatas dan terduga. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Semarang, 27 Oktober 2005

Penulis

SARI Aprilia Nugraheni. 2005. Analisis Ketepatan Prediksi Potensi Kebangkrutan Melalui Altman Z-Score dan Hubungannya Dengan Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Listing Di Bursa Efek Jakarta. Jurusan Ekonomi. Program Studi Akuntansi . Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 95 h. Kata Kunci : Altman Z-Score, Kebangkrutan, Harga Saham Perbankan adalah salah satu sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Perkembangan baru dunia perbankan Indonesia dimulai pada tahun 1997 dimana terjadi krisis ekonomi yang parah yang berdampak negatif pada perusahaan perbankan yang bahkan beberapa perusahaan harus mengalami kebangkrutan. Indikator kebangkrutan dapat dilihat melalui informasi keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan. Dan prediksi mengenai potensi kebangkrutan yang mungkin dialami perusahaan dapat menggunakan model Altman Z-Score. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana metode Altaman ZScore digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan bank ? (2) Bagaimana hubungan antara potensi kebangkrutan bank dengan harga saham di perusaaan-perusahaan perbankan tersebut ?. Penelitian ini bertujuan (1) Untuk membuktikan bahwa metode Altman Z-Score dapat digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan bank (2) Untuk mengetahui hubungan antara potensi kebangkrutan bank dengan harga saham di perusahaan-perusahaan tersebut. Sampel dalam penelitian ini adalah 17 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1999-2003. Dua variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah Altman Z-Score dan harga saham. Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi yang diambil dari laporan keuangan perbankan dan buku-buku yang menunjang. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Altman Z-Score dan Korelasi Product Moment dari Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama lima tahun berturut-turut nilai Z-Score yang dimiliki oleh semua perusahaan perbankan masih dibawah 1,2 sehingga berada di wilayah ketiga yaitu yang diprediksi mengalami kebangkrutan.Namun pelaksanaan di Indonesia banyak kebijakan dari pemerintah dan banyak faktor yang mempengaruhinya sehingga bank yang diprediksi bangkrut kenyataanya masih menjalankan kegiatan operasi perbankan. Hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa potensi kebangkrutan Altman Z-Score berhubungan dengan harga saham dengan adanya korelasi sebesar 22,6 % dengan taraf kepercayaaan 95 %. Simpulan hasil penelitian ini bahwa Altman Z-Score bisa diterapkan untuk memprediksi potensi kebangkrutan di Indonesia walaupun banyak perusahaan yang masih aktif yang dikarenakan oleh kebijakan pemerintah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi mahasiswa dan peneliti lanjutan agar dapat menyempurnakan penelitian selanjutnya.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN ....................................................................... iii PERNYATAAN ................................................................................................ iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... v PRAKATA ........................................................................................................ vi SARI ................................................................................................................. viii DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 Latar Belakang ................................................................................ 1 Identifikasi dan Rumusan Masalah ................................................. 6 Tujuan Penelitian ............................................................................. 6 Manfaat Penelitian .......................................................................... 7

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 2.2 2.3 Kebangkrutan ................................................................................ 8 Prediksi Potensi Kebangkrutan Dengan Model Altman Z-Score 14 Harga Saham 2.3.1 2.3.2 2.3.3 2.4 2.5 Pengertian Saham ............................................................. 18 Harga Saham .................................................................... 19 Penilaian Harga Saham .................................................... 20

Kerangka Berfikir ........................................................................ 26 Hipotesis ...................................................................................... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian 3.1.1 3.1.2 3.2 Objek Penelitian ............................................................... 33 Subjek Penelitian .............................................................. 33

Variabel Penelitian 3.5.1 3.5.2 Z-Score ............................................................................ 34 Harga Saham .................................................................... 35

3.3 3.4 3.5

Sumber Data ................................................................................ 36 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 36 Metode Analisis Dan Pengolahan Data 3.5.1 Metode Analisis Data 1. Model Altman Z-Score .............................................. 37 2. Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov Smirnov .. 38 3. Analisis Korelasi Product Moment ........................... 38 4. Koefisien Determinasi ............................................... 40 5. Uji Hipotesis ............................................................. 40 3.5.2 Metode Pengolahan Data ................................................ 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 4.2 Deskripsi Perusahaan ................................................................. 42 Deskripsi Variabel Penelitian 4.2.1 4.2.2 4.3 Altman Z-Score .............................................................. 46 Harga Saham ................................................................... 53

Ketepatan Prediksi Altman Z-Score ........................................... 54

10

4.4

Hasil Analisis Data 5.1 5.2 5.3 5.4 Uji Normalitas Data Kolmogorov Smirnov ................... 58 Analisis Korelasi Product Moment ................................ 58 Koefisien Determinasi .................................................... 58 Uji Hipotesis .................................................................. 59

4.5

Pembahasan ................................................................................ 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 5.2 5.3 Simpulan ..................................................................................... 65 Keterbatasan ............................................................................... 66 Saran ........................................................................................... 66

Daftar Pustaka .................................................................................................... 67 Lampiran-lampiran ............................................................................................ 69

11

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga yang dapat dipergunakan sebagai tempat sumber dana, penyimpanan dana dan mitra bagi perusahaan yang go public (Indriyo,2002:4). Menurut Undang-Undang Perbankan No 10 Tahun 1998, perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Masih dalam UU No 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Babak baru perkembangan kondisi perbankan di Indonesia diawali dengan adanya krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. Krisis moneter di Indonesia diawali dengan adanya krisis nilai tukar bath di Thailand pada tanggal 2 Juli 1998. Faktor yang mempercepat terjadinya krisis antara lain adalah hilangnya kepercayaan masyarakat, besarnya utang luar negeri yang segera jatuh tempo dan perdagangan internasional yang kurang menguntungkan. Terpuruknya kepercayaan ke titik nol membuat rupiah yang ditutup pada level Rp 4.850 per dollar US pada tahun 1997 meluncur dengan cepat ke level Rp 17.000 per dollar US pada 22 Januari 1998.

12

Krisis yang membuka borok-borok kerapuhan fundamental ekonomi ini dengan cepat merambah ke semua sektor. Anjloknya rupiah menyebabkan pasar uang dan pasar modal rontok, bank-bank nasional dan internasional mengalami kesulitan besar bahkan surat utang pemerintah terus merosot ke level di bawah junk atau menjadi sampah. Puluhan bahkan ratusan perusahaan mulai dari skala kecil hingga konglomerat bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent atau notabene bangkrut. Sektor yang paling terpukul terutama adalah sektor konstruksi, manufaktur dan perbankan. Di pasar uang, dinaikkannya suku bunga Serifikat Bank Indonesia (SBI) menjadi 70,8 % dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) mrnjadi 60 % pada Juli 1998 (dari masing-masing 10,87 % dan 14,75 % pada awal krisis) menyebabkan kesulitan bank semakin memuncak. Perbankan mengalami negative spread dan tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai pemasok dana ke sektor riil. Krisis moneter tahun 1997 telah mengakibatkan collapsnya sejumlah bank di Indonesia karena tidak mampu mempertahankan going concernnya. Ketidakmampuan atau kegagalan bank-bank tersebut disebabkan oleh dua hal utama yaitu kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan. Kegagalan ekonomi berkaitan dengan ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran atau bisa disebabkan oleh biaya modal perusahaan yang lebih besar dari tingkat laba atas biaya histories investasi. Sedang kegagalan keuangan berarti jika perusahaan tersebut gagal

13

membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo meskipun total aktiva melebihi total kewajibannya. Kondisi yang membuat khawatir para investor dan kreditor adalah jika perusahaan mengalami penurunan kinerja. Menurut Basri (2003 : 1) Penurunan atau kemerosotan kinerja suatu perusahaan tidak serta merta terjadi dalam hitungan sekejap kecuali akibat suatu suatu peristiwa yang sangat fatal dan dramatis, yang sepenuhnya diluar kemampuan perusahaan untuk mengendalikannya. Penurunan kinerja bank secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya financial distress yaitu keadaan yang sangat sulit bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan yang apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak pada bank-bank tersebut dengan hilangnya kepercayaan dari para nasabah (Murtanto,2002 :45) Indikasi kebangkrutan suatu bank dapat dilihat melalui informasi yang terdapat dalam laporan keuangannya. Untuk dapat

menginterpetasikan informasi keuangan suatu perusahaan maka diperlukan suatu teknik analisa laporan keuangan. Analisa keuangan merupakan alat yang penting untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasilhasil yang dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah dilaksanakan. Bersumber dari laporan keuangan maka dapat dijadikan dasar untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank. Kesehatan suatu bank mencerminkan kemampuan bank dalam menjalankan usahanya atau distribusi aktivanya, keefektifan penggunaan aktivanya, hasil usaha pendapatan yang telah dicapai, beban-beban tetap yang harus dibayar serta

14

potensi kebangkrutan yang mungkin akan dialami. (Murtanto,2002 :45). Dengan adanya tindakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan sangat mungkin potensi kebangkrutan yang dimiliki oleh setiap perusahaan dapat dihindarkan atau paling tidak mengurangi risiko kebangkrutan tersebut. Kondisi keuangan perbankan sampai saat ini masih belum menunjukkan adanya peningkatan yang cukup baik setelah empat tahun rekapitalisasi dari pemerintah. Hal ini ditunjukkan dengan lampiran 6 dan 7. Lampiran 6 menunjukkan banyaknya current asset yang dimiliki oleh perusahaan perbankan dan lampiran 7 menunjukkan banyaknya current liabilities yang dimiliki oleh perusahaan perbankan. Dan pada lampiran 8 menunjukkan working capital yang dimiliki oleh perusahaan perbankan tersebut. Dapat kita lihat bahwa working capital yang dimiliki perusahaanperusahaan tersebut bernilai negative. Hal tersebut berarti current liabilities lebih besar dari current assetnya. Ini berarti bahwa perusahaanperusahaan tersebut tidak mampu menutup utang jangka pendeknya dengan asset lancar yang dimiliki. Karena working capital berhubungan dengan likuiditas maka hal ini mengindikasikan bahwa tingkat likuiditas perusahaan bermasalah. Jika dikaitkan dengan indikator kebangkrutan maka perusahaan-perusahaan tersebut mengalami pembengkakan utang dan ketidakcukupan kas dalam membayar utang-utang jangka pendeknya. Pada lampiran 2 terlihat banyaknya retained earning yang dimiliki perusahaan-perusahaan perbankan. Retained earning yang dimiliki perusahaan-perusahaan tersebut mayoritas masih bernilai negative. Hal ini

15

menunjukkan bahwa efisiensi usaha manajemen perusahaan kurang begitu bagus dengan adanya retained earning yang menurun atau hanya mengalami sedikit peningkatan. Pada lampiran 3 terlihat banyaknya jumlah earning before interest and tax yang dimiliki sangat berfluktuatif dari tahun ke tahun. Ada perusahaan yang mengalami peningkatan namun pada tahun berikutnya mengalami penurunan dan tahun berikutnya mengalami peningkatan kembali. Hal ini berarti kemampuan perolehan laba perusahaanperusahaan tersebut juga kurang menentu masih berfluktuatif. Mengingat pentingnya sektor perbankan dalam naik turunnya perekonomian kita, informasi mengenai kejadian atau peristiwa ekonomi yang berkaitan dengan kondisi sektor perbankan di Indonesia sangat perlu diketahui, khususnya mengenai informasi potensi kebangkrutan. Dengan adanya informasi tersebut akan membantu banyak pihak yang

berkepentingan untuk mengevaluasi dan memperbaiki kinerja perusahaan perbankan tersebut serta mengambil tindakan yang perlu dilakukan berkaitan dengan hal tersebut. Salah satu cara untuk mengetahui informasi seberapa besar potensi kebangkrutan yang mungkin akan dialami oleh suatu perusahaan perbankan adalah dengan penggunaan Altman Z-Score. Di dalam Altman Z-Score terkandung beberapa rasio. Rasio-rasio tersebut merupakan rasio yang mendeteksi kondisi keuangan perusahaan yang berkaitan dengan likuiditas, profitabilitas dan aktivitas perusahaan (Akhyar,2001:189).

16

Dengan adanya kombinasi rasio-rasio tersebut dalam Altman Z-Score akan sangat membantu manajemen dalam memprediksi potensi kebangkrutan yang mungkin akan dialami oleh perusahaan. Bagi manajemen, memprediksi mengenai potensi kebangkrutan sangat penting sebagai bahan evaluasi kinerja perusahaan yang selama ini terjadi. Sehingga dapat diambil suatu kebijakan untuk memperbaiki kondisi dan kinerja perusahaannya. Sedang bagi pihak pemerintah sangat penting untuk dapat mengetahui informasi potensi kebangkrutan mengingat pemegang saham terbesar adalah pemerintah. Dan juga sebagai pembuat kebijakan ekonomi termasuk perbankan pemerintah melalui Bank Indonesia selalu mengawasi kinerja perusahaan-perusahaan perbankan. Untuk para investor saham, sangat berkepentingan untuk mengetahui seberapa besar potensi kebangkrutan yang dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan. Para investor akan memiliki pandangan bahwa jika potensi kebangkrutan besar maka laba yang diperoleh perusahaan akan menurun dan berakibat pada turunnya laba saham investor. Bagi calon pembeli saham potensi kebangkrutan

mengindikasikan kinerja perusahaan memburuk yang berimbas pada turunnya kemampuan perolehan laba sehingga calon pembeli saham kurang tertarik untuk mengadakan pembelian saham perusahaan tersebut. Oleh karena harga saham ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran pasar maka jika hal tersebut diatas terjadi maka permintaan terhadap saham akan menurun dan berakibat pada turunnya harga saham.

17

Mengingat fungsi strategis dunia perbankan di era sekarang ini maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan menggunakan model Altman Z-Score untuk memprediksi potensi kebangkrutan pada perusahaan-perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan judul Analisis Ketepatan Prediksi Potensi Kebangkrutan Melalui Altman Z-Score Dan Hubungannya Dengan Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Listing Di Bursa Efek Jakarta 1.2 Identifikasi Dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka permasalahan pada penelitian ini adalah : 1.2.1 Bagaimana metode Altman Z Score digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan bank ? 1.2.2 Bagaimana hubungan antara potensi kebangkrutan bank dengan harga saham di perusahaan-perusahaan perbankan tersebut ? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah : 1.3.1 Untuk membuktikan bahwa metode Altman Z Score dapat

digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan bank. 1.3.2 Untuk mengetahui hubungan antara potensi kebangkrutan bank dengan harga saham di perusahaan-perusahaan perbankan tersebut.

18

1.4

Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berikut ini : 1.4.1 Manfaat praktis penelitian ini adalah : Bagi pihak pengguna laporan keuangan yaitu stakeholder adalah sebagai bahan informasi untuk mengetahui posisi perusahaan sehingga dapat mengambil suatu kebijakan sehubungan dengan hal tersebut. 1.4.2 Manfaat teoritis penelitian ini adalah : Bagi peneliti adalah sebagai bahan pengetahuan dalam

membandingkan antara teori yang ada dan aplikasinya di lapangan, dan bagi peneliti selanjutnya yang mengambil tema yang sama dengan penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat.

19

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kebangkrutan Manajemen cukup sering mengalami kegagalan dalam

membesarkan perusahaan, akibatnya prospek perusahaan tidak terlihat jelas. Perusahaan menjadi tidak sehat bahkan berkelanjutan mengalami krisis yang berkepanjangan akhirnya akan mengarah pada kebangkrutan. Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan

perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. (Supardi,2003:79). Menurut Martin pada tahun 1995, (dalam Supardi,2003:79) kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah perusahaan didefinisikan dalam beberapa pengertian yaitu Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed) Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan, perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban.(Adnan, 2000 dalam Murtanto,2002:48). Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan juga dapat berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan yang dikeluarkan untuk sebuah investasi tersebut.

20

Kegagalan Keuangan (Financial Distressed) Pengertian financial distressed adalah kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagian asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed. Sedangkan menurut Adnan (2000) kegagalan keuangan biasa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk yaitu : a. Insolvensi teknis (Technical Insolvency), terjadi apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo walaupun total aktivanya sudah melebihi total hutangnya. b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan, dimana didefinisikan sebagai kekayaan bersih negative dalam neraca konvensional atas nilai sekarang dan arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. (Murtanto,2002:48) Dan menurut Hermosillo tahun 1996 (Herliansyah,2002:20)

konsep kegagalan bank terbagi menjadi dua yaitu : a. Kegagalan ekonomi, suatu situasi dimana kekayaan bank menjadi negative atau jika bank tersebut melanjutkan kegiatan operasinya maka akan menimbulkan kerugian dan akan segera menghasilkan kekayaan negative. b. Kegagalan ofisial, tipe kegagalan bank ini disebabkan oleh ditetapkannya bank tersebut gagal kepada publik oleh badan yang

21

berwenang mengawasi bank (bank regulators). Hal ini dilakukan sehubungan dengan pengamatan yang telah dilakukan oleh lembaga pengawas bank Analisis kebangkrutan usaha sangat membantu pembuatan keputusan untuk menentukan sikap terhadap perusahaan yang mengalami kebangkrutan usaha tersebut (Payamta, 1998 dalam Ahmad,2003:59) Hasil penelitian Dun dan Bradstreet tahun 2000 (Ahmad,2003:59)

mengungkapkan faktor-faktor penyebab kebangkrutan adalah adanya faktor ekonomi, keuangan, pengalaman, kelalaian, bencana dan

kecurangan. Sedangkan menurut Adnan (Murtanto,2002:48) faktor-faktor penyebab kebangkrutan dapat dibagi menjadi tiga yaitu : Faktor Umum a. Sektor ekonomi, berasal dari gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi dengan mata uang asing. b. Sektor sosial, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk atau jasa ataupun yang berhubungan dengan karyawan. c. Sektor teknologi, dimana penggunaan teknologi memerlukan biaya yang ditanggung perusahaan terutama untuk pemeliharaan dan implementasi

22

d. Sektor pemerintah, dimana kebijakan poemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain. Faktor Eksternal a. Sektor pelanggan/nasabah, dimana untuk menghindari kehilangan nasabah, bank harus melakukan identifikasi terhadap sifat konsumen atau nasabah juga menciptakan peluang untuk mendapatkan nasabah baru. b. Sektor kreditor, dimana kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan menetapkan jangka waktu pengembalian hutang piutang yang tergantung pada kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditan suatu bank. c. Sektor pesaing/bank lain, dimana merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah. Faktor Internal Perusahaan a. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayarannya sampai akhirnya tidak dapat membayar. b. Manajemen yang tidak efisien, yang disebabkan karena kurang adanya kemampuan, pengalaman, ketrampilan, sikap adaptif dan inisiatif dari manajemen.

23

c. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan, dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan. Menurut Suwarsono tahun 1996 (Adnan dan Taufiq, 2001:187) ada beberapa tanda atau indikator manajerial dan operasional yang muncul ketika perusahaan akan mengalami kebangkrutan yaitu : a. Indikator dari lingkungan bisnis Pertumbuhan ekonomi dan aktivitas ekonomi pembentuknya

memberikan indikasi bagi manajemen dalam melakukan pengambilan keputusan ekspansi usaha. Pertumbuhan ekonomi yang rendah menjadi indikator yang cukup penting pada lemahnya peluang bisnis. Tersedianya kredit dan aktivitas pasar modal dapat digunakan sebagai indikator mudah atau sulitnya, mahal atau murahnya dana yang diperlukan. Meningkatnya populasi bisnis dapat digunakan sebagai indikator meningkatnya persaingan dan semakin berkurangnya laba potensi yang dijanjikan karena adanya perubahan struktur pasar. b. Indikator internal Sinyal kegagalan yang dapat ditemukan pada variable internal dapat dijumpai pada setiap tahapan daur kehidupan organisasi, awal pertumbuhan, pertengahan dan kedewasaan. Untuk disebut sebagai perusahaan yang sakit, manajemen tidak perlu menunggu munculnya semua indikator. Adanya beberapa indikator sudah cukup menjadi

24

tanda tidak sehatnya suatu perusahaan. Tidak berbeda dengan indikator yang berasal dari lingkungan bisnis, permasalahan akan menjadi lebih kompleks jika terjadi interaksi antar indikator. c. Indikator kombinasi Seringkali perusahaan yang sakit disebabkan oleh interaksi atau kombinasi antara ancaman yang datang dari lingkungan bisnis dan kelemahan yang berasal dari variable internal yang mengakibatkan perusahan berkemungkinan mengalami kebangkrutan. Menurut Hanafi (2003:261) informasi mengenai kebangkrutan sangat bermanfaat bagi beberapa pihak antara lain : a. Pemberi pinjaman (seperti pihak bank). Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman dan kemudian bermanfaat untuk memonitor pinjaman yang ada. b. Investor. Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tandatanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut. c. Pihak pemerintah. Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut

25

(misalnya sektor perbankan). Juga pemerintah mempunyai badanbadan usaha (BUMN) yang harus selalu diawasi. Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal. d. Akuntan. Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu perusahaan. e. Manajemen. Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang

berkaitan dengan kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu penelitian menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai 11-17% dari nilai perusahaan. Contoh biaya kebangkrutan yang langsung adalah biaya akuntan dan penasihat hukum. Sedang contoh biaya kebangkrutan tidak langsung adalah hilangnya kesempatan penjualan dan keuntungan karena beberapa hal seperti pembatasan yang mungkin diberlakukan oleh pengadilan. Apabila manajemen bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-tindakan penghematan bisa dilakukan, misalnya dengan melakukan merger atau

restrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari. 2.2 Prediksi Potensi Kebangkrutan Dengan Metode Altman Z-Score Analisis Z-Score, penerapan analisis rasio masih terbatas karena dilakukan secara terpisah, artinya setiap rasio diuji secara terpisah. Untuk mengatasi keterbatasan analisa rasio tersebut Altman telah

mengkombinasikan beberapa rasio menjadi model prediksi kebangkrutan

26

perusahaan dengan nama Z-Score. Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan

menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan bank (Supardi dan Mastuti,2003:80). Rasio-rasio tersebut merupakan rasio yang mendeteksi kondisi keuangan perusahaan yang berkaitan dengan likuiditas,

profitabilitas dan aktivitas perusahaan (Muh Akhyar,2001:189). Rumus yang telah diformulasikan Altman adalah sebagai berikut :

Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,10X3 +0,420X4+ 0,998X5

Rasio-rasio tersebut terdiri dari : 1) Working Capital Assets/Total Assets (X1) Merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendeknya dari total aktiva dan posisi modal kerja. Dimana modal kerja (working capital) diperoleh dari selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar. Jika dikaitkan dengan indikator-indikator kebangkrutan seperti yang disebutkan diatas, maka indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator internal seperti ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak, utilisasi modal (harta kekayaan) menurun, penambahan utang yang tidak terkendali dan beberapa indikator lainnya.

27

2) Retained Earning/Total Assets (X2) Rasio ini merupakan rasio profitabilitas yang mendeteksi atau mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dalam periode tertentu. Ditinjau dari kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam memproleh laba dibandingkan dengan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha.

Manajemen bank sangat berkepentingan untuk dapat melihat rasio ini, karena sekaligus akan terlihat tingkat efisiensi usaha dan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dari hasil penjualannya. 3) Earning Before Interest and Taxes/Total Assets (X3) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam

memperoleh laba dari aktiva yang digunakan atau untuk mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk memperoleh keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang saham dan obligasi. Beberapa indikator yang dapat digunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan diantaranya adalah piutang dagang

meningkat, rugi terus menerus dalam beberapa kwartal, persediaan meningkat, penjualan menurun, terlambatnya hasil penagihan piutang, kredibilitas perusahaan berkurang serta kesediaan memberi kredit pada konsumen yang tak dapat membayar pada waktu yang ditetapkan.

28

4) Market Value Of Equity/Book Value Of Total Debt (X4) Rasio ini merupakan rasio yang mengukur aktivitas

perusahaan. Sering juga digunakan dalam bentuk Net Worth/Total Debt. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modalnya sendiri. 5) Sales/Total Assets (X5) Rasio ini merupakan rasio yang mengukur aktivitas

perusahaan. Rasio ini mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam satu peiode tertentu. Rasio ini dapat pula dikatakan sebagai rasio yang mengukur modal yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk menghasilkan revenue. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada aktivitas perusahaan yang kemudian akan berpengaruh terhadap rasio-rasio tersebut di atas adalah pangsa pasar produk kunci menurun, berpindahnya penguasaan pangsa pasar pada pesaing, modal kerja menurun drastis, perputaran persediaan menurun drastis,

kepercayaan konsumen berkurang dan beberapa indikator lainnya. Model Altman (1984) tersebut dapat diterapkan pada masingmasing kelompok perusahaan secara individual ataupun sekelompok perusahaan. Penerapan pada kelompok perusahaan digambarkan oleh Altman dengan mengelompokkan perusahaan menjadi dua kategori yaitu bangkrut dan tidak bangkrut.

29

Berdasarkan penelitiannya tersebut Altman menemukan lima rasio untuk perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut dan menghitung nilai Z untuk kedua kelompok tersebut. Dalam model tersebut skor 2,90 merupakan ambang batas untuk perusahaan sehat.Jadi, perusahaan yang mempunyai skor di atas 2,90 dapat dikatakan sebagai perusahaan sehat. Sedangkan perusahaan yang mempunyai skor dibawah 1,20 akan diklasifikasikan sebagai perusahaan yang potensial bangkrut. Kemudian diantara 1,20 dan 2,90 diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey area (daerah kelabu). Analisis diskriminan Altman diterapkan dengan menggunakan data dua sampai lima tahun sebelum perusahaan tersebut bangkrut. Analisis trend ini menunjukkan bahwa semua rasio yang diamati mempunyai X1 sampai X5 yang condong memperburuk dengan semakin mendekati kebangkrutan dengan perubahan yang paling buruk pada rasio tersebut terjadi antara tahun ketiga dan tahun kedua sebelum kebangkrutan terjadi. 2.3 Harga Saham 2.3.1 Pengertian Saham Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, saham merupakan surat berharga sebagai bukti pemilikan individu/institusi dalam suatu perusahaan (biasa dipegang

peorangan/lembaga pada suatu perusahaan). Apabila seorang membeli saham, maka ia akan menjadi pemilik dan disebut sebagai pemegang saham perusahaan tersebut. Indriyo (2002:26)

30

mendefinisikan saham sebagai tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas. Menurut Baridwan (1992:394), apabila perusahaan

menyertakan satu macam saham maka saham itu disebut saham biasa (common stock). Apabila saham yang dikeluarkan itu dua macam yang satu adalah saham biasa dan yang lain adalah saham prioritas (preferred stock). 2.3.2 Harga Saham Harga saham menurut UU No 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal pada hakekatnya merupakan penerimaan besarnya

pengorbanan yang harus dilakukan oleh setiap investor untuk penyertaan dalam perusahaan. Berdasarkan fungsinya, nilai suatu saham dibagi menjadi tiga jenis (Anoraga, 2001 :58) yaitu : 1. Par Value (Nilai Nominal)/ Stated Value/Face Value Yaitu nilai yang tercantum pada saham untuk tujuan akuntansi. Jumlah saham yang dikeluarkan perseroan dikalikan dengan nilai nominalnya merupakan modal disetor penuh bagi suatu perseroan dan dalam pencatatan akuntansi nilai nominal dicatat sebagai modal ekuitas perseroan dalam neraca. 2. Base Price (Harga Dasar) Harga perdana dipergunakan dalam perhitungan indeks harga saham. Untuk saham baru harga dasar merupakan harga

31

perdananya. Untuk menghitung nilai dasar yaitu harga dasar dikalikan dengan total saham yang beredar. 3. Market Price (Nilai Pasar) Merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah tutup maka harga pasar adalah harga penutupannya (closing price). Harga pasar inilah yang menyatakan naik turunnya suatu saham dan setiap hari diumumkan di surat kabar/media lainnya. Untuk menghitung nilai pasar (kapitalisasi pasar) yaitu harga dasar dikalikan dengan total saham yang beredar. 2.3.3 Penilaian Harga Saham Pada hakikatnya harga saham di pasar ditentukan oleh kekuatan pasar atau tergantung dari permintaan dan penawaran pasar. Menurut Anoraga (2001 :61) ada dua jenis pendekatan yang digunakan untuk menilai investasi dalam bentuk saham yaitu : 1. The Firm Foundation Theory Teori ini mengatakan bahwa setiap instrumen investasi apakah itu saham atau yang lain mempunyai landasan yang kuat yang disebut dengan nilai instrinsik yang dapat ditentukan melalui suatu analisis yang hati-hati terhadap kondisi pada saat sekarang dan prospeknya di masa yang akan datang. Pada saat harga turun atau naik diatas nilai instrinsiknya yang bersifat pasti, maka kesempatan menjual

32

atau membeli muncul, karena perubahan harga pasar tersebut pada akhirnya akan dikoreksi. Dengan cara demikian tindakan investasi menjadi tindakan yang membosankan atau kurang menarik karena sederhananya sifat yang hanya merupakan hal memperbandingkan harga pasar suatu assets terhadap nilai instrinsiknya. Dalam konteks ini nilai instrinsik adalah sama dengan nilai sekarang (present value) dari seluruh aliran penerimaan deviden yang akan diterima dalam periode-periode yang akan datang. Ini berarti para pemilik saham atau investor mendiskontokan nilai uang yang akan diterima, kemudian dengan suatu discount factor tertentu mencerminkan tingkat return alternatif investasi yang diinginkan setelah

memperhatikan unsur risiko dan waktu. Teori ini berdasarkan pada pendekatan penerimaan deviden dimana semakin besar penerimaan saat ini dan prospek pertumbuhannya di masa yang akan datang maka akan semakin besar nilai sahamnya. Sehingga perbedaan tingkat pertumbuhan adalah faktor utama dalam penilaian saham. a. Deviden Approach 1. Deviden Yield Approach Pendekatan ini didasarkan pada perkiraan deviden yang akan dibayarkan untuk satu tahun dan hasilnya

33

dibandingkan dengan tingkat bunga umum di pasar (Risk Free Rate)

Deviden Yield = 2. Discounting Model i

Deviden Per Share Share Pr ice

Deviden diasumsikan tetap dari tahun ke-1 sampai dengan tahun ke-n. Untuk asumsi ini rumusnya :
Vo = dt Vn + (i + k ) i =1 (i + k )
n

Vo dt

= harga saham pada tahun ke-0 = deviden yang diberikan pada akhir tahun ke-t

Vn k

= harga saham setela tahun ke-n = ekspektasi tingkat investasi yang diharapkan (risiko rate ditambah risk premium)

i =1

= jumlah deviden dari tahun ke-1 samapi dengan tahun ke-n yang didiskontokan

= tingkat bunga

34

ii

Deviden diasumsikan bertumbuh dengan persentase yang sama. Dengan asumsi ini maka rumusnya adalah :
Vo =
i =1 n

do(i = g )t dt = (1 = k )t k g

g do

= tingkat pertumbuhan = deviden pada tahun ke-0

b. Earning Approach

Pendekatan ini didasarkan pada perkiraan laba per saham di masa yang akan datang sehingga dapat diketahui berapa lama investasi suatu saham akan kembali. Model pendekatan ini adalah :

PER =

Share. Pr ice Earning.Per.Share

c. Net Tangible Assets Approach (NTA Approach) Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui sampai seberapa jauh setiap saham didukung oleh Net Tangible Assets perusahaan. juga Dalam downside pendekatan risk. ini perlu yang

diperhitungkan

Formula

digunakan dalam pendekatan ini adalah :

NTA.Share =

Total. Assets (In tan gible. Assets Total.Debt ) Number.of .Share

35

Asumsi-asumsi yang dipakai dalam pendekatan The Firm

Foundation Theory yaitu sebagai berikut :


a. Investor yang rasional harus mau membayar harga yang lebih tinggi untuk suatu saham yang memiliki tingkat pertumbuhan deviden yang lebih besar. Juga untuk tingkat pertumbuhan yang berlaku dalam jangka waktu yang lebih panjang. b. Investor yang rasional harus mau membayar harga yang lebih tinggi atas suatu saham yang memiliki kebijakan

Deviden Pay Out yang lebih tinggi.


c. Investor yang rasional harus mau membayar harga yang lebih tinggi atas suatu saham yang memiliki risiko yang kecil. d. Investor yang rasional harus mau membayar harga yang lebih tinggi atas suatu saham jika suku bunga turun atau lebih rendah. Hasil penelitian teori ini juga mengandung kelemahan yaitu a. Informasi dan analisis yang digunakan mempunyai kemungkinan yang tidak tepat. b. Estimasi nilai bisa salah karena harapan atau ekspektasi yang akan datang tidak dapat dibuktikan pada saat sekarang

36

dengan kata lain angka-angka yang tepat akan dapat diperoleh dari data yang belum pasti. c. Pasar mempunyai kemungkinan tidak dapat memperbaiki kesalahan akibatnya tidak mencapai nilai yang ditaksirkan. d. Pertumbuhan tidak memberikan arti yang sama setiap saat.

2. The Castle In the Air Theory


Teori kedua menurut Pandji Anoraga (2001 :67) adalah The Castle In The Air Theory. Teori ini memusatkan perhatian pada nilai psikologis. Pengikut teori ini lebih menekankan pendekatan tingkah laku investor di masa yang akan datang berdasarkan kebiasaan di masa lalu dan bukannya pada nilai instrinsik saham itu sendiri. Teori ini kurang setuju dengan pendekatan The Firm Fondation Theory yang memerlukan banyak kerja dan diragukan kebenarannya atau kewajaran dari penilaian untuk mencapai nilai instrinsiknya, karena tidak seorangpun dapat mengetahui dengan pasti faktorfaktor yang akan mempengaruhi proses pendapatan dan pembayaran deviden di masa mendatang.

The Castle In The Air Theory mempunyai banyak


pendukung baik dari masyarakat keuangan maupun masyarakat akademis. Dari pihak akademis berpendapat bahwa nilai intrinsik saham adalah suatu impian. Dalam ekonomi pertukaran nilai setiap asset tergantung pada transaksi riil atau

37

yang diharapkan. Contoh dari pendekatan riil adalah analisis teknis, Analisis ini didasarkan kepada anggapan yang luas bahwa harga efektif ditentukan oleh penawaran dan permintaan sehingga para analis mempelajari perubahan harga saham pada masa lalu dengan menggunakan diagram-diagram dan modelmodel.
2.4 Kerangka Berfikir

Informasi tentang kinerja perusahaan yang tercermin dari laporan posisi keuangan, laporan rugi laba, dan aliran kas perusahaan serta informasi lain yang terkait dengan laporan keuangan dapat diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Dalam penelitian sebelumnya dilakukan oleh Beaver tahun 1966 telah membuktikan bahwa secara empiris rasio keuangan dapat digunakan sebagai alat prediksi kegagalan pada sebuah perusahaan, meskipun tidak semua rasio dapat memprediksi dengan sama baiknya dan tidak dapat memprediksi dengan tingkat keberhasilan yang sama. Beaver

menggunakan Univariate Analysis. Beaver mempertemukan sampel perusahaan yang gagal dengan yang tidak gagal kemudian meneliti rasio keuangan selama lima tahun sebelum perusahaan gagal dan menemukan bahwa ternyata rasio keuangan perusahaan yang tidak gagal berbeda dengan perusahaan yang gagal (Adnan dan Taufiq,2001:183) Studi lain dilakukan oleh Altman (1984) telah menemukan ada lima rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi

38

kebangkrutan perusahaan beberapa saat sebelum perusahaan tersebut bangkrut. (Supardi dan Mastuti, 2003:74) hasil analisa menunjukkan bahwa rasio keuangan (profitability, liquidity dan solvency) bermanfaat untuk memprediksi kebangkrutan dengan tingkat keakuratan 95 % setahun sebelum perusahaan bangkrut. Tingkat keakuratan tersebut turun menjadi 72 % untuk periode dua tahun sebelum bangkrut, 48 % untuk periode tiga tahun sebelum perusahaan bangkrut, 29 % untuk periode empat tahun sebelum bangkrut dan 36 % untuk periode lima tahun sebelum bangkrut. Hasil penelitian ini menunjukkan penurunan kekuatan prediksi rasio keuangan untuk periode waktu yang lebih lama (Adnan dan

Taufiq,2001:184) Model untuk memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan perbankan yang digunakan oleh Altman yaitu Rasio Modal Kerja Terhadap Total Aktiva, Rasio Laba Ditahan Terhadap Total Aktiva, Rasio Pendapatan Sebelum Bunga Dan Pajak Terhadap Total Aktiva, Rasio Harga Pasar Modal Sendiri Terhadap Nilai Buku Total Kewajiban dan Rasio Penjualan Terhadap Total Aktiva. Dari kombinasi rasio tersebut dimasukkan dalam model prediksi Altman dengan persamaan sebagai berikut :

Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,10X3 +0,420X4+ 0,998X5

Kesimpulan dari perhitungan Z-Score tersebut adalah :

39

a. Apabila nilai Z-Score diatas 2,90 (Z-Score > 2,90) diklasifikasikan sebagai perusahaan yang sehat. b. Apabila nilai Z-Score antara 1,20 sampai 2,90 (1,20 < Z-Score < 2,90) perusahaan berada dalam daerah kelabu (grey area). c. Apabila nilai Z-Score dibawah 1,20 (Z-Score < 1,20) diklasifikasikan sebagai perusahaan yang berpotensi bangkrut. Setyarini dan Abdul Halim (1999) melakukan studi potensi kebangkrutan perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan analisis Z-Score Altman sebagai indikator tingkat kesehatan atau potensi kebangkrutan perusahaan. Indikator Z-Score untuk seluruh sample 38 perusahaan, apabila dikelompokkan dalam kategori sehat (skor > 2,9), grey area (skor antara 1,2 dan 2,9) dan bangkrut (skor <1,20. Dengan kesimpulan adanya perbedaan potensi kebangkrutan secara signifikan antara sebelum dan pada masa krisis dan analisis Z-Score yang digunakan merefer pada Altman lebih ditujukan pada sektor perbankan. (Supardi dan Masuti,2003:75) Liby (1975) memperluas penelitian Altman dan Beaver

menemukan bahwa rasio-rasio profitability, activity, liquidity dan

indebtness dapat memprediksi kebangkrutan bank. Hal ini juga sesuai


dengan Robertson (1985) yang menyatakan kebangkrutan dipengaruhi oleh rasio-rasio likuiditas, solvabitas, produktifitas dan profitabilitas. Studi yang dilakukan Zmijewski (1983) menambah validitas rasio keuangan

40

sebagai alat deteksi kegagalan keuangan perusahaan (Achmad dan Kartiko,2003:61) Berdasarkan teori-teori dan penelitian-penelitian diatas peneliti menegaskan bahwa rasio-rasio keuangan dapat digunakan dalam memprediksi tingkat kegagalan suatu usaha. Hal ini dapat dijelaskan bahwa hasil analisis rasio dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola perusahaannya. Sebagai contohnya rasio

leverage yang terdiri dari selisih antara total aktiva dan total kewajiban,
apabila total aktiva lebih banyak daripada total kewajibannya maka dapat diketahui bahwa perusahaan tersebut dapat memenuhi kewajibannya dan potensi kegagalan usahanya atau potensi kebangkrutannya kecil begitupun sebaliknya jika total kewajibannya lebih besar dari total aktivanya maka perusahaan dapat mengalami kegagalan usaha atau potensi kebangkrutan besar karena perusahaan tidak mampu membayar kewajiban-

kewajibannya. Analisis rasio menggunakan analisis Altman Z-Score sudah terbukti dapat digunakan untuik memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan. Hal ini dapat dijelaskan karena dalam formula Altman tersebut mengkombinasikan beberapa rasio yang mengukur tingkat likuiditas, aktivitas, profitabilitas suatu perusahaan. Rasio-rasio tersebut antara lain working capital/total assets yang mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan. Apakah perusahaan dapat membayar semua kewajibannya dari total aktiva . Retained earning/total

41

assets yang merupakan rasio profitabilitas yang mendeteksi atau


mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dalam periode tertentu. Dan rasio-rasio yang lain yang dikombinasikan sehingga menghasilkan kesimpulan besar kecilnya potensi kebangkrutan perusahaan tersebut. Berdasarkan pemahaman di atas maka analisis Altman Z-Score dapat digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan suatu perusahaan perbankan. Salah satu pihak yang berkepentingan mengetahui seberapa besar potensi kebangkrutan yang dimiliki perusahaan adalah para calon investor saham. Para calon investor saham akan tertarik untuk membeli saham jika saham yang ditanamkannya dalam perusahaan tersebut menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi investor. Tingkat keuntungan yang tinggi yang diharapkan oleh investor akan terpenuhi jika perusahaan mampu menghasilkan profit yang tinggi pula dalam perusahaan. Profit yang tinggi akan mencerminkan kinerja yang baik dari manajemen perusahaan dan akan mampu mempertahankan going

concernnya. Jika potensi kebangkrutan perusahaan bernilai besar maka


dapat dimungkinkan bahwa calon investor kurang tertarik untuk menanamkan sahamnya di perusahaan itu karena investor tidak mau dibebani kerugian karena colapsnya perusahaan. Oleh karena harga saham tergantung dari kekuatan permintaan dan penawaran pasar maka jika permintaan saham berkurang harga saham akan turun pula. Sehingga dapat dirumuskan bahwa jika potensi kebangrutan yang diperoleh dengan model

42

Altman Z-Score semakin besar maka harga saham di pasar bursa akan turun.

43

Laporan Keuangan

Working Capital To Total Assets

Retained Earning To Total Assets

Earning Before Interest and Taxes To Total Assets

Market Value of Equity to Book Value of Total Debt

Sales to Total Assets

Perhitungan Model Altman Z-Score

Analisis Prediksi Potensi Kebangkrutan

BANGKRUT

TERMASUK GREY AREA

SEHAT (TIDAK BANGKRUT)

Harga Saham

Gambar 1 Kerangka Berfikir

44

2.5

Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya. (Sudjana, 2002 : 219) Masih menurut Sudjana, jika asumsi atau dugaan itu dikhususkan mengenai populasi umumnya mengenai nilai parameter populasi maka hipotesis itu disebut sebagai hipotesis statistik. Berdasarkan kerangka berfikir diatas maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian yaitu bahwa nilai potensi kebangkrutan yang diperoleh dengan menggunakan Altman Z-Score berhubungan dengan harga saham di perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Objek Dan Subjek Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah potensi kebangkrutan dan harga saham dari perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
3.1.2 Subjek Penelitian

Populasi

adalah

keseluruhan Subjek

dari

subjek ini adalah

penelitian laporan

(Arikunto,1998:115).

penelitian

keuangan perusahaan-perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 1999, 2000, 2001, 2002, 2003. Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu (Sudjana,2002:161). Kriteria pengambilan sample dalam penelitian ini adalah : 1) Mengeluarkan annual report. 2) First issue mulai tahun 1999 atau sebelumnya. 3) Saham terus diperdagangkan selama tahun penelitian, 4) Data lengkap. Perusahaan-perusahaan yang menjadi sampelnya adalah : 1) 2) 3) 4) PT Bank Bali Tbk PT Bank CIC International Tbk PT Bank Danamon Tbk PT Bank Danpac Tbk

46

5) PT Bank Global Internasional Tbk 6) PT Bank Internasional Indonesia Tbk 7) PT Bank Inter-Pasific Tbk 8) PT Bank Lippo Tbk 9) PT Bank Mayapada Internasional Tbk 10) PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 11) PT Bank Niaga Tbk 12) PT Bank NISP Tbk 13) PT Bank Panin Indonesia Tbk 14) PT Bank Permata Tbk 15) PT Bank Pikko Tbk 16) PT Bank Victoria International Tbk 17) PT Bank Universal Tbk 18) PT Bank Unibank Tbk Sumber : Indonesian Capital Market Directory 2001 dan 2004
3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,1998:99) Penelitian ini menggunakan variabel-variabel sebagai berikut :

3.2.1

Z-Score
Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan tingkat

kemungkinan kebangkrutan bank. Dengan sub variabel :

a. Working Capital / Total Assets


Merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dari total aktiva dan posisi modal kerja. Working

capital disini dihitung dari selisih antara current assets dan current liabilities. Sedangkan current assets pada perusahaan-

47

perusahaan perbankan disini adalah terdiri dari cash on hand

and banks, placement in other banks,notes and securities, loans dan investment (Santoso,1997:90). Dan current liabilities disini
terdiri dari demand deposit, time deposit, dan saving deposit. Sedangkan total assest adalah semua assets yang ada di dalam perusahaan tersebut.

b. Retained Earning / Total Assets


Rasio ini merupakan rasio profitabilitas yang mendeteksi atau mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

keuntungan dalam periode tertentu. Retained earning adalah laba ditahan dan total assest adalah semua assets yang ada di dalam perusahaan tersebut.

c. Earrning Before Interest and Tax / Total Assets


Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam

memperoleh laba dari aktiva yang digunakan atau untuk mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk memperoleh keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang saham dan obligasi. EBIT (Earning Before Interest and Tax) adalah operating income yang diperoleh perusahaan tersebut. Sedangkan total assest adalah semua assets yang ada di dalam perusahaan tersebut.

48

d. Market Value of Equity / Book Value of Debt


Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam

memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modalnya sendiri. Market Value of Equity disini adalah closing price tahunan dikali dengan total share tahunan dan Book Value of

Total Debt adalah keseluruhan utang baik lancar maupun


jangka panjang.

e. Sales / Total Assets


Rasio ini merupakan rasio yang mengukur aktivitas

perusahaan. Sales disini yang dipakai pada perusahaan perbankan adalah revenue. Sedangkan total assest adalah semua assets yang ada di dalam perusahaan tersebut.

3.2.2 Harga Saham


Saham adalah tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas (Indriyo,2002:265). Harga saham merupakan penerimaan besarnya pengorbanan yang harus dilakukan oleh setiap investor untuk penyertaan dalam perusahaan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan nilai saham jenis market price yaitu harga saham pasar penutupan (closing price) selama satu semester ke depan setelah tahun penelitian untuk semua perusahaan perbankan.

49

3.3

Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dokumentasi sehingga dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data, sedang isi catatan adalah subjek penelitian atau variabel penelitian

(Arikunto,1998:114) Sumber data yang digunakan adalah informasi laporan keuangan pada tahun 1999, 2000, 2001, 2002 dan 2003.
3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. (Arikunto,1998:236) Dalam penelitian ini metode dokumentasi yang digunakan adalah mencari data mengenai variabel yang berupa laporan keuangan serta bukubuku yang menunjang penelitian.
3.5 Metode Analisis dan Pengolahan Data 3.5.1 Metode Analisis Data 1. Model Altman Z-Score

Dalam penelitian ini digunakan Model Altman untuk memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan perbankan. Rumus Model Altman adalah sebagai berikut :

50

Z-Score = 0,717 WC/TA + 0,847 RE/TA + 3,107 EBIT/TA 0,420 MVE/BVD + 0,998 S/TA

Keterangan : a. WC b. TA c. RE : Working Capital : Total Assets : Retained Earning

d. EBIT : Earning Before Interest and Taxes e. MVE : Market Value of Equity f. BVD : Book Value of Total Debt g. S : Sales Dari hasil analisa dengan model Altman akan diperoleh nilai Z-Score yang akan menjelaskan kondisi perusahaan yang dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu : a. Apabila nilai Z-Score diatas 2,90 (Z-Score > 2,90) diklasifikasikan sebagai perusahaan yang sehat b. Apabila nilai Z-Score antara 1,20 sampai 2,90 (1,20 < ZScore < 2,90) perusahaan berada dalam daerah kelabu (grey

area)
c. Apabila nilai Z-Score dibawah 1,20 (Z-Score < 1,20) diklasifikasikan bangkrut. sebagai perusahaan yang berpotensi

51

2. Uji Normalitas Data

Pengujian normalitas data penelitian adalah untuk menguji apakah model statistik variabel-variabel penelitian berdistribusi normal atau tidak normal. Pengujian normalitas data pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Uji satu sample Kolmogorov Smirnov merupakan salah satu uji untuk kebaik-sesuaian (goodness of fit). Uji ini digunakan untuk membandingkan tingkat kesesuaian sample dengan suatu distribusi tertentu yaitu normal, uniform, poison atau eksponental (Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12 :2004)
3. Analisis Korelasi Product Moment

Penelitian ini termasuk dalam penelitian korelasi karena bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada berapa eratnya hubungan itu dan berarti atau tidaknya hubungan itu. Analisis korelasi berguna untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan bagaimana kuatnya hubungan suatu variabel dengan variabel lain. Jadi tidak mempersoalkan apakah suatu variabel tertentu tergantung kepada variabel lain. Koefisien korelasi adalah suatu alat statistik, yang dapat digunakan untuk membandingkan hasil pengukuran dua variabel yang berbeda agar dapat menentukan tingkat hubungan

52

antar variabel. (Arikunto,1998:251). Dalam penelitian ini digunakan korelasi product moment untuk menentukan hubungan antara dua variable interval. Rumus korelasi product moment adalah sebagai berikut :
n XY ( X )( Y )
2 2

rXY =

{n X

( X ) n Y 2 ( Y )

}{

Keterangan : a. rXY b. c. d. : koefisien korelasi : Jumlah hasil dari X dan Y : Jumlah X : Jumlah Y Setelah diperoleh nilai r, lalu dikonsultasikan ke Tabel r Product Moment. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai +1 yang kriteria pemanfaatannya dijelaskan sebagai berikut : (1) Jika nilai r > 0 artinya telah terjadi hubungan yang linear positif yaitu makin besar nilai variabel X maka semakin besar pula nilai variable Y dan sebaliknya (2) Jika nilai r < 0 artinya telah terjadi hubungan yang linier negative yaitu makin kecil nilai variabel X maka makin besar nilai variabel Y dan sebaliknya

XY

X Y

53

(3) Jika nilai r = 0 artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X dan variable Y (4) Jika nilai r =1 atau r = -1 artinya telah terjadi hubungan linier sempurna yaitu berupa garis lurus sedangkan untuk nilai r yang makin mengarah ke angka 0 maka garis semakin tidak lurus. (Umar,2001:154) Menurut Arikunto (2002 :245) ada cara lain yang lebih sederhana yaitu dengan menggunakan interpretasi teradap koefisien korelasi yang diperole atau nilai r. Interpretasi tersebut adalah sebagai berikut
Tabel Interpretasi Nilai r

Besarnya Nilai r Antara 0,800 1,00 Antara 0,600 0,800 Antara 0,400 0,600 Antara 0,200 0,400 Antara 0,000 0,200

Interpretasi Tinggi Cukup Agak Rendah Rendah Sangat Rendah (Tidak Berkorelasi)

4. Koefisien Determinasi

Besarnya koefisien determinasi dapat ditentukan dari besarnya koefisien korelasi. Besarnya koefisien determinasi (r2) adalah kuadrat besarnya koefisien korelasi. (Algifari,1997:150)

54

5. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis penelitian menggunakan uji t dengan rumus :


t= r n2
2

(1 r )
(Umar,2001:155)

Selanjutnya untuk taraf nyata = , maka hipotesis kita terima jika t(1-1/2) < t < t(1-) dimana distribusi t yang digunakan mempunyai dk = (n-2). Dalam hal lainnya Ho kita tolak. Bentuk alternative untuk menguji hipotesis Ho bisa H1 : > 0 atau H1 : < 0. Dalam hal pertama merupakan uji pihak kanan sedangkan yang kedua merupakan uji pihak kiri. (Sudjana,2002:380)
3.5.2 Metode Pengolahan Data

Untuk memudahkan peneliti dalam pengolahan data dan mendeskripsikan hasil pengolahan data, peneliti menggunakan metode pengolahan data dengan komputer dengan aplikasi Microsoft Exel 2003 dan SPSS versi 11.0.

55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Perusahaan

Objek penelitian yang diambil oleh peneliti adalah perusahaanperusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1999 sampai dengan tahun 2003. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Bank CIC Tbk, PT Bank Danamon Tbk, PT Bank Danpac Tbk, PT Bank Global International Tbk, PT Bank International Indonesia Tbk, PT Bank InterPasific Tbk, PT Bank Lippo Tbk, PT Bank Mayapada Tbk, PT Bank

Negara Indonesia Tbk, PT Bank Niaga Tbk, PT Bank NISP Tbk, PT Bank Pan Indonesia Tbk, PT Bank Permata Tbk, PT Bank Pikko Tbk, PT Bank Universal Tbk, PT Bank Bali Tbk, PT Bank Unibank Tbk,dan PT Bank Victoria International Tbk. PT Bank CIC Tbk bertempat di Gedung Sentral Senayan Lt 16 Jl Asia Afrika No 8 Senayan Jakarta 10270. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1989. Sampai saat ini PT Bank CIC Tbk mengoperasikan 18 kantor cabang, 11 kantor cabang pembantu dan 8 kantor kas. PT Bank Danamon bertempat di Menara Bank Danamon di Jl Prof. DR Satrio Kav. E4/6 Mega Kuningan Jakarta 12940. Status Perusahaan sebagai Badan Usaha Milik Negara. Perusahaan ini berdiri pada Juli 1956 dan menerima ijin sebagai bank umum pada bulan September 1956. Perusahaan ini tumbuh dengan cepat hingga menjadi bank swasta terbesar kedua di Indonesia pada pertengahan tahun 90-an.

56

PT Bank Danpac Tbk bertempat di Wisma Bank Dharmala Lt 2 Jl Jenderal Sudirman Kav.28 Jakarta 12920. Perusahaan ini sebelumnya dikenal denga nama Bank Dwima Surabaya yang berdiri pada tahun 1991 di Surabaya dan mulai beroperasi dengan nama tersebut pada bulan April 1997. PT Bank Global International Tbk bertempat di Menara Global Lt 3 Jl Gatot Subroto Kav 27 Jakarta 12950. Bank ini berdiri pada tanggal 22 Agustus 1992. Pada bulan September 1997 menerima sertifikat ISO9001 dari SGS International Certification Service. PT Bank International Indonesia Tbk bertempat di Plaza BII-Mangga Dua Lt 6. Jl MH Thamrin Kav 22 Jakarta 10350. Perusahaan ini didirikan tahun 1959. Terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1989 dan menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia. PT Bank Mayapada Internatioanl Tbk bertempat di Gedung Arthaloka Ground Lt 1. Jl Jend. Sudirman Kav 2 Jakarta 10220. Perusahaan ini

didirikan di Jakarta pada tahun 1989. Bank ini membuka kantor cabangnya di Surabaya, Semarang, Solo dan Denpasar. Untuk memudahkan para nasabahnya bank ini juga membuka homepage di www.bankmayapada.com PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk bertempat di Gedung BNI Lt 29 Jl Jend. Sudirman Kav. 1 Jakarta 10220. Perusahaan ini didirikan pada Juli 1946. Pada mulanya bank ini difungsikan sebagai bank sentral. Namun pada tahun 1949 di Konferensi Meja Bundar, pemerintah Indonesia dan Belanda setuju untuk mengubah fungsi bank ini menjadi bank umum. Pada tanggal 25 November 1996 Bank BNI menjadi bank pertama yang dimiliki public ketika terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Pada

57

pertengahan tahun 1997 Bank BNI tidak mampu menghindari efek negative dari krisis ekonomi Asia. Hal ini dapat dilihat dari kerugian yang signifikan pada tahun 1998 dan tahun 1999 dengan faktor utama adalah masalah pinjaman dan negative spread. PT Bank Niaga Tbk bertempat di Gedung Graham Niaga Lt 10 Jl. Jend. Sudirman Kav 58 Jakarta 12190. Perusahaan ini mulai beroperasi sebagai bank tunggal tahun 1955 dan mendapat ijin untuk beroperasi dalam transaksi asing pada tahun 1974. Akhir tahun 1995 perusahaan ini memiliki 57 kantor cabang di seluruh Indonesia. PT Bank NISP Tbk bertempat di Jl Cibeunying Selatan No 31 Bandung 40114. Bank ini berdiri pada tahun 1941 di Bandung. Pertama kali sebagai bank tabungan. Menerima status sebagai bank umum pada tahun 1967. Pada tahun 1972 bergabung secara keuangan dengan Daiwa Bank Jepang. PT Bank Pikko Tbk bertempat di kompleks Mangga Dua Plaza Blok H 1-3 Jl Mangga Dua Raya Jakarta 10730. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1968 dengan nama PT Bank Maharaja Makmur. Pada tahun 1996 bank ini mendapat ijin dalam foreign exchange transaction dan tiga bulan kemudian berganti nama menjadi nama yang sekarang. Bank ini beroperasi dengan memiliki 15 kantor cabang yang tersebar di Jakarta, Palembang, Sungailiat, Surabaya dan Makasar. PT Bank Pan Indonesia Tbk bertempat di Gedung Bank Panin Pusat Jl Jend. Sudirman Kav 1 Senayan Jakarta 10270 PO BOX 4413 Jakarta 11044. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1971 sebagai merger dari tiga bank swasta yaitu PT Bank Industri dan Dagang Indonesia, PT Bank

58

Kemakmuran dan PT Industri Djaja Indonesia. Pada tahun 1972 mendapat ijin beroperasi sebagai bank devisa. PT Bank Victoria International Tbk bertempat di Gedung Bank Panin Senayan Lantai Dasar Jl. Jend Sudirman No 1 Jakarta 10270. Perusahaan ini dibangun di Jakarta pada tahun 1992 dan sampai sekarang masih tidak memiliki branch office dan akan membuka di beberapa wilayah seperti Surabaya, Bandung, Medan, Semarang dan Ujung Pandang. PT Bank InterPasific Tbk bertempat di Wisma Metropolitan II Lt. 9 Jl Jend. Sudirman KAv 31 Jakarta 12920. PT Bank Inter-Pasific (Interpac Bank) adalah bank umum gabungan antara Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan The Sanwa Bank Limited dan Credit Commercial de France. Sebelum dikenal sebagai PT Bank Inter-Pasific, bank ini bernama PT Inter-Pasific Financial Corporation pada 24 Februari 1993. Perusahaan menjadi go public pada bulan Agustus 1990 dengan mendaftar di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya dengan lima juta sahamnya. PT Bank Lippo Tbk bertempat di Gedung Menara Asia Jl Diponegoro No. 101 Lippo Karawaci Tangerang 15810. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1948 dengan nama NV Bank Perniagaan Indonesia. Pada tahun 1987 bank ini merger dengan PT Central Commercial Bank dan pada tahun 1989 merger dengan PT Bank Umum Asia. Pada tahun yang sama bank ini diijinkan untuk beroperasi sebagai foreign exchange bank. Pada tahun 1999 mendapatkan sertifikat ISO 9002 untuk jasa dan operasi kartu kredit. Perusahaan ini juga sukses mengeluarkan produk kartu debit yang disebut Visa Electron pada tahun 2000.

59

4.2 Deskripsi Variabel Penelitian 4.2.1 Altman Z-Score

Variabel pertama dari penelitian ini adalah menggunakan variabel dari Altman pada penelitiannya pada tahun 1983 yaitu :

Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,10X3 +0,420X4+ 0,998X5

Z-score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan bank. Formula Z-score ini terdiri dari beberapa variabel yaitu X1 sampai dengan X5. Adapun uraian dari variabel variabel tersebut adalah sebagai berikut a. X1 yaitu Working Capital/ Total Assets Working capital disini dihitung dari selisih antara current assets dan current liabilities. Sedangkan current assets pada

perusahaan-perusahaan perbankan disini adalah terdiri dari cash on hand and banks, placement in other banks,notes and securities, loans dan investment (Santoso,1997:90). Dan current liabilities disini terdiri dari demand deposit, time deposit, dan saving deposit. Sedangkan total assest adalah semua assets yang ada di dalam perusahaan tersebut.

60

b. X2 yaitu Retained Earning/Total Assets Retained earning adalah laba ditahan dan total assest adalah semua assets yang ada di dalam perusahaan tersebut. c. X3 yaitu Earning Before Interest and Tax/Total Assets EBIT (Earning Before Interest and Tax) adalah operating income yang diperoleh perusahaan tersebut. Sedangkan total assest adalah semua assets yang ada di dalam perusahaan tersebut. d. X4 yaitu Market Value of Equity/Book Value of Total Debt Market Value of Equity disini adalah closing price tahunan dikali dengan total share tahunan dan Book Value of Total Debt adalah keseluruhan utang baik lancar maupun jangka panjang. e. X5 yaitu Sales/Total Assets Sales disini yang dipakai pada perusahaan perbankan adalah revenue. Sedangkan total assest adalah semua assets yang ada di dalam perusahaan tersebut. Pada tahun 1999 total asset tertinggi dipegang oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) dengan jumlah total assetsnya sebesar 97.717.803 (dalam jutaan rupiah), dan total assets terendah diperoleh PT Bank Danpac Tbk yaitu sebesar 312.542 (dalam jutaan rupiah). Pada tahun 2000 total assets tertinggi masih dipegang oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 117.880.337 (dalam jutaan rupiah) dan total assets terendah diperoleh PT Bank Danpac Tbk yaitu sebesar 540.847 (dalam jutaan rupiah). Sedang

61

pada tahun 2001 total assets tertinggi diperoleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 129.053.150 (dalam jutaan rupiah) dan total assets terendah dimiliki PT Bank Inter-Pasific Tbk sebesar 719.622 (dalam jutaan rupiah). PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk memperoleh total assets tertinggi pada tahun 2002 sebesar 125.623.157 (dalam jutaan rupiah) dan PT Bank Inter-Pasific Tbk memperoleh total assets terendah sebesar 528.859 (dalam jutaan rupiah). Dan pada tahun 2003 total asset tertinggi diperoleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 131.486.870 (dalam jutaan rupiah) dan total assets terendah diperoleh PT Bank Inter Pasific Tbk sebesar 457.106 (dalam jutaan rupiah). Untuk lebih jelasnya lihat lampiran 1. Working capital tertinggi pada tahun 1999 diperoleh PT Bank Panin Tbk yaitu sebesar 4.203.545 (dalam jutaan rupiah). Untuk working capital terendah pada tahun tersebut diperoleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yaitu sebesar (36.804.685) (dalam jutaan rupiah). Pada tahun 2000 working capital tertinggi diperoleh PT Bank CIC Tbk sebesar 2.981.680 (dalam jutaan rupiah). Working capital terendah dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar (38.762.316) (dalam jutaan rupiah). Untuk tahun 2001 working capital tertinggi dimiliki oleh PT Bank Danamon Tbk sebesar 9.620.292 (dalam jutaan rupiah). Dan terendah dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

62

sebesar (38.910.058) (dalam jutaan rupiah) Untuk tahun 2002 working capital tertinggi dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 22.201.527 (dalam jutaan rupiah) Untuk working capital terendah di tahun 2002 sebesar (23.458.521) (dalam jutaan rupiah) dimiliki PT Bank International Indonesia (Persero) Tbk. Dan pada tahun 2003 PT Bank Negara Indonesia Tbk memperoleh working capital tertinggi sebesar 16.473.072 (dalam jutaan rupiah). Sedangkan working capital terendah tahun 2003 dimiliki oleh PT Bank International Indonesia Tbk sebesar (13.468.797) (dalam jutaan rupiah). Untuk lebih jelasnya lihat lampiran 7. Pada tahun 1999 retained earning tertinggi diperoleh PT Bank Pan Indonesia Tbk yaitu sebesar 348.683 (dalam jutaan rupiah). Dan PT Bank Danamon Tbk memperoleh retained earning terendah untuk dua tahun berturut-turut yaitu sebesar (48.542.129 (dalam jutaan rupiah). untuk tahun 1999 dan (58.424.547) (dalam jutaan rupiah) untuk tahun 2000. Pada tahun 2000 retained earning tertinggi dimiliki oleh PT Bank Panin dengan nilai sebesar Rp 142.254 (dalam jutaan rupiah). Untuk tahun 2001 retained earning tertinggi dimiliki oleh PT Bank Pan Indonesia Tbk dengan nilai sebesar 959.135 (dalam jutaan rupiah), terendah dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dengan nilai sebesar (58.328.903) (dalam jutaan rupiah). Pada tahun 2002 retained

63

earning tertinggi dimiliki oleh PT Bank Danamon Tbk sebesar 4.064.950 (dalam jutaan rupiah) terendah dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk dengan nilai sebesar (56.895.697) (dalam jutaan rupiah). Pada tahun 2003 retained earning tertinggi dimiliki oleh PT Bank Danamon Tbk dengan nilai sebesar 3.234.337 (dalam jutaan rupiah ) dan terendah dimiliki oleh PT Bank International Indonesia Tbk dengan nilai sebesar (14.517.466) (dalam jutaan rupiah). Untuk lebih jelasnya lihat lampiran 2 Pada tahun 1999 PT Bank Unibank Tbk memperoleh EBIT tertinggi sebesar 54.236 (dalam jutaan rupiah) dan EBIT terendah pada tahun tersebut diperoleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar (15.228.246) (dalam jutaan rupiah). Pada tahun 2000 EBIT tertinggi diperoleh PT Bank Danamon Tbk sebesar 284.646 (dalam jutaan rupiah) dan EBIT terendah sebesar (958.520) (dalam jutaan rupiah) diperoleh PT Bank Bali Tbk. Pada tahun 2001 EBIT tertinggi diperoleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 15.604.462 (dalam jutaan rupiah) EBIT terendah untuk tahun 2001 sebesar (121.677) (dalam jutaan rupiah) diperoleh PT Bank CIC Tbk. Pada tahun 2002 EBIT tertinggi diperoleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 16.230.211 (dalam jutaan rupiah) dan PT Bank CIC Tbk memperoleh (628.858) (dalam jutaan rupiah) untuk EBIT terendah. Pada tahun 2003 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk memperoleh EBIT tertinggi sebesar 15.327.159

64

(dalam jutaan rupiah). Dan PT Bank CIC Tbk memperoleh EBIT terendah sebesar (1.601) (dalam jutaan rupiah). Untuk lebih jelasnya lihat lampiran 3. Revenue tertinggi selama 5 tahun berturut turut dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero ) Tbk dengan nilai sebesar 9.736.761 (dalam jutaan rupiah ) pada tahun 1999, 11.353.487 (dalam jutaan rupiah ) pada tahun 2000, 15.604.462 (dalam jutaan rupiah) pada tahun 2001, 16.230.211 (dalam jutaan rupiah ) pada tahun 2002 dan 15.317.159 (dalam jutaan rupiah) pada tahun 2003. PT Bank Danpac Tbk memperoleh revenue terendah dua tahun

berturut-turut yaitu sebesar 63.102 (dalam jutaan rupiah) untuk tahun 1999 dan sebesar 59.964 (dalam jutaan rupiah) untuk tahun 2000. Di tahun 2001 revenue terendah diperoleh PT Bank Pikko Tbk sebesar 75.73 (dalam jutaan rupiah). Dan PT Bank Inter-Pasific memperoleh revenue terendah dua tahun berturut-turut sebesar 64.006 (dalam jutaan rupiah) untuk tahun 2002 dan sebesar 37.885 (dalam jutaan rupiah) untuk tahun 2003. (Lihat lampiran 4) PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk lima tahun berturut-turut memiliki total liabilities tertinggi yaitu sebesar 98.744.261 (dalam jutaan rupiah) untuk tahun 1999 dan sebesar 109.382.728 (dalam jutaan rupiah) untuk tahun 2000. Tahun 2001 sebesar 122.248.444 (dalam jutaan rupiah), Tahun 2002 sebesar 117.385.663 (dalam jutaan rupiah) dan tahun 2003 sebesar

65

121.464.909 (dalam jutaan rupiah). Sedangkan total liabilities terendah pada tahun 1999 sebesar 212.929 (dalam jutaan rupiah) diperoleh PT Bank Danpac Tbk. Pada tahun 2000 PT Bank Danpac Tbk memperoleh total liabilities terendah lagi yaitu sebesar 453.236 (dalam jutaan rupiah). Pada tahun 2001 PT Bank Danpac kembali memiliki total liabilities terendah yaitu sebesar 604.165 (dalam jutaan rupiah). Sementara PT Bank Inter-Pasific memperoleh total liabilities terendah juga dalam dua tahun berturut-turut yaitu sebesar 456.263 (dalam jutaan rupiah) untuk tahun 2002, sebesar 380.224 (dalam jutaan rupiah) di tahun 2003. (Lihat lampiran 9) Hasil perhitungan Altman Z-Score pada perusahaan perbankan pada umumnya berpotensi mengalami kebangkrutan selama lima tahun berturut-turut. Pada tahun 1999 nilai Z-Score tertinggi dimiliki oleh PT Bank Danpac Tbk dengan nilai 1,208 dengan prediksi berada di wilayah grey area. Untuk nilai Z-Score terendah pada tahun 1999 dimiliki oleh PT Bank Niaga Tbk dengan nilai (3,919) dengan prediksi bangkrut. Pada tahun 2000 nilai ZScore tertinggi sebesar 0,556 dimiliki oleh PT Bank Global International Tbk dengan prediksi bangkrut. PT Bank Inter Pasific Tbk memiliki nilai Z-Score terendah pada tahun 2000 dengan nilai (0,954) dengan prediksi bangkrut. (Lihat lampiran 15 dan 16) Pada tahun 2001 PT Bank Pikko Tbk memiliki nilai ZScore tertinggi dengan nilai 2,704 dengan prediksi masuk wilayah

66

grey area. Sedangkan nilai Z-Score terendah dimiliki oleh PT Bank International Indonesia Tbk (0,308) dengan prediksi bangkrut. Pada tahun 2002 PT Bank Panin Tbk memiliki nilai Z-Score tertinggi yaitu 1,072 dengan prediksi bangkrut. Sedangkan PT Bank International Indonesia memiliki nilai Z-Score terendah yaitu (0,363) dengan prediksi bangkrut. (Lihat lampiran 15 dan 16) Pada tahun 2003 nilai Z-Score tertinggi dimiliki oleh PT Bank Danamon Tbk dengan nilai 0,870 dengan prediksi bangkrut. Sedangkan nilai Z-Score terendah dimiliki oleh PT Bank International Indonesia dengan nilai (0,439) dengan prediksi bangkrut. Namun dari keseluruhan nilai Z-Score dapat dilihat bahwa nilai Z-Score dari tahun ke tahun mengalami peningkatan walaupun masi tetap berada di wilayah yang diprediksi bangkrut. (Lihat lampiran 15 dan 16) Secara keseluruhan, selama lima tahun (1999-2003) ada dua perusahaan yang berada dalam kategori grey area yaitu PT Bank Danpac Tbk pada tahun 1999 dengan nilai Z-Score 1,208 dan PT Bank Pikko Tbk pada taun 2001 dengan nilai Z-Score 2,704. Untuk lebih jelasnya liat lampiran 16
4.2.2 Harga Saham

Harga saham yang dipergunakan peneliti dalam penelitian ini adalah harga saham setelah laporan keuangan dipublikasikan kepada masyarakat selama bulan Januari sampai dengan bulan Juni

67

pada tahun berikutnya. Hal ini untuk mengetahui bagaimana reaksi pasar dalam pengambilan keputusannya untuk melakukan pembelian atau penjualan sahamnya. Pada tahun 1999 rata-rata harga saham tertinggi selama satu semester setelah publikasi diperoleh PT Bank Danpac Tbk pada harga Rp 761,00 per lembarnya . Sedangkan yang terendah dipegang oleh PT Bank Victoria International Tbk dengan harga saham ratarata Rp 88.33 per lembarnya. Pada dua tahun berikutnya PT Bank Danpac Tbk masih menduduki peringkat tertinggi dalam perolehan harga saham pada tahun 2000 dan 2001 dengan harga Rp 737,50 dan Rp 683,33 per lembarnya. Namun harga saham tersebut bagi PT Bank Danpac Tbk merupakan suatu penurunan selama tiga tahun ini. (Lihat lampiran 22) Pada tahun 2000 dan 2001 harga saham terendah diperoleh PT Bank International Indonesia Tbk yaitu Rp 27,5 dan Rp 39,17 per lembarnya. PT Bank Danamon Tbk mencapai harga saham tertinggi pada tahun 2002 dan tahun 2003 dengan nilai Rp 8,54 per lembarnya dan Rp 2.816,67 per lembar untuk tahun 2003. PT Bank International Pasific memperoleh harga saham terendah untuk tahun 2002 dengan nilai sebesar Rp 17,50. Pada tahun berikutnya tahun 2003 PT Bank Permata memiliki harga saham terendah yaitu sebesar Rp 50,00 per lembarnya. (Lihat lampiran 22)

68

4.3

Ketepatan Prediksi Altman Z-Score

Sampai sekarang perusahaan-perusahaan perbankan tersebut masih aktif beroperasi menjalankan kegiatan usahanya. Hal ini bukan berarti

penggunaan alat prediksi potensi kebangkrutan Altman Z-score tidak cocok digunakan di Indonesia tetapi karena adanya kebijakan dari pihak pemerintah dalam melikuidasi atau menutup suatu bank didasarkan pada kriteria bahwa bank tersebut telah menggunakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sama atau melebihi 75 % dari total assets dan menggunakan BLBI melampaui 500 % dari modal disetor. Demikian pula jika rasio kecukupan modalnya (CAR) jauh dibawah ketentuan minimum 4 % (berdasarkan ketentuan CAR sebelum tahun 2001) maka suatu bank terpaksa harus ditutup. Hanya ada beberapa perusahaan yang mengalami financial distress yang parah yang akhirnya harus merger dengan perusahaan perbankan lain yang lebih kuat. Diantaranya adalah PT Bank Unibank Tbk, PT Bank Universal Tbk, PT Bank CIC Tbk dan PT Bank Bali Tbk. Dari keempat bank tersebut tiga diantaranya merger menjadi satu bank yaitu PT Bank Permata Tbk. Perusahaan perbankan tersebut adalah PT Bank Unibank Tbk, PT Bank Universal Tbk dan PT Bank Bali Tbk. Nilai Z-Score yang dimiliki oleh PT Bank Unibank Tbk adalah pada tahun 1999 sebesar 0,113 dan tahun 2000 menurun menjadi -0,012.

Indikator-indikator kebangkrutan pada PT Bank Unibank tahun 1999 diantaranya adalah working capital/total asset bernilai negative yaitu sebesar -0,172 dan menurun kembali di tahun 2000 yaitu sebesar -0,038. Hal ini

69

berarti bahwa PT Bank Unibank Tbk tidak mampu melunasi utang-utang jangka pendeknya dengan asset lancar yang dimilikinya. Pada indikator kedua yaitu retained earning/total asset yang dimiliki PT Bank Unibank Tbk sebesar -0,504 pada tahun 1999 dan -0,436 pada tahun 2000. Hal ini berarti bahwa kemampuan perolehan laba pada perusahaan ini masih bernilai negative. Hal ini berarti pula bahwa perusahaan ini tingkat efisiensi usahanya masih kurang bagus. Pada indikator ketiga yaitu earning before interest and tax/total assets bernilai 0,027 pada tahun 1999 dan menurun pada tahun 2000 yaitu sebesar -0,002. Ini berarti ada masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan. Dalam laporan keuangan disebutkan bahwa PT Bank Unibank mengalami kerugian pada tahun 1998 sebesar 450.965 (dalam jutaan rupiah) namun pada tahun berikutnya meningkat menjadi 54.236 (dalam jutaan rupiah) dan pada tahun 2000 mengalami kerugian kembali sebesar 8.876 (dalam jutaan rupiah). Berikut adalah profil dari beberapa perusahaan yang harus merger dengan perusahaan lain. Nilai Z-score pada PT Bank Universal Tbk pada tahun 1999 adalah sebesar 0,099 dan meningkat pada tahun 2000 yaitu sebesar 0,116. Indikator-indikator kebangkrutan terlihat pada nilai working capital/total assets yang negative yaitu sebesar -0,356 tahun 1999 dan -0,322 tahun 2000. Selama tiga tahun berturut-turut PT Bank Unibank mengalami kerugian yaitu 3.884.210 pada tahun 1998, 1.480.167 pada tahun 1999 dan 52.553 pada tahun 2000. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan profitabilitas perusahaan masih kurang baik.

70

Nilai Z-Score PT Bank Bali Tbk pada tahun 1999 adalah sebesar -2,180 di tahun 1999 dan -0.648 di tahun 2000. Indikator utama penyebab rendahnya nilai Z-score adalah working capital/total assets. PT Bank Bali Tbk memiliki utang jangka pendek sebesar 8.282.845 (dalam jutaan rupiah) pada tahun 1999 yang tidak mampu dilunasi dengan asset lancarnya sebesar 523.269. Pada tahun berikutnya pun masih sama yaitu utang jangka pendek sebesar 9.776.093 (dalam jutaan rupiah) tidak mampu terbayar dengan asset lancarnya sebesar 4.951.167 (dalam jutaan rupiah). Dari hasil tersebut diatas dapat dipahami bahwa merger diantara ketiga bank tersebut merupakan langkah yang cukup baik yang dilakukan oleh pemerintah. Pada tahun 2005 PT Bank Global International Tbk mengalami pencabutan izin usaha terhitung sejak tanggal 13 Januari 2005 dengan Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.7/2/KEP-6BI/2005 dan masuk delist pada tanggal 18 Januari 2005. Nilai Z-Score PT Bank Global International selama tahun 1999 sampai dengan 2003 temasuk wilayah yang diprediksi bangkrut. Dengan nilai Z-Score 0,739 pada tahun 1999 mengalami penurunan menjadi 0,556 di tahun 2000 kemudian selama tiga tahun berikutnya mengalami kenaikan yaitu 0,767 pada tahun 2001 menjadi 0,776 di tahun 2002 dan menjadi 0,807 di tahun 2003. Pada tahun 2004 terhitung sejak tanggal 15 Desember 2004 PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank Pikko Tbk masuk delist karena merger dengan PT Bank CIC Tbk. Nilai Z-Score PT Bank Danpac Tbk selama tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 mengalami fluktuasi yang cukup beragam. Hasil

71

nilai Z-Score PT Bank Danpac tahun 1999 adalah 1,208 sempat masuk wilayah grey area namun empat tahun kemudian masuk wilayah yang diprediksi bangkrut. Tahun 2000 nilai Z-Score mengalami penurunan menjadi 0,271 kemudian mengalami peningkatan kembali tahun 2001 menjadi 0,674. Pada tahun 2002 meningkat menjadi 0,900 dan mengalami penurunan kembali menjadi 0,815 pada tahun 2003. Sedangkan PT Bank Pikko Tbk juga memiliki nilai Z-Score yang cukup fluktuatif selama tahun 1999 sampai dengan tahun 2003. Pada tahun 1999 nilai Z-Score yang dimiliki PT Bank Pikko Tbk adalah sebesar 0,306 kemudian mengalami penurunan yang cukup besar di tahun 2000 menjadi (0,905). Pada tahun 2001 malah mengalami kenaikan yang cukup besar menjadi 2,704 pada level ini PT Bank Pikko Tbk masuk wilayah grey area dan hampir menjadi bank yang sehat. Namun PT Bank Pikko Tbk tidak mampu mempertahankan kinerjanya sehingga tahun 2002 nilai Z-Score mengalami penurunan yang cukup besar yaitu menjadi 0,331 dan di tahun 2003 juga mengalami penurunan menjadi 0,324.
4.4 Hasil Analisis Data 4.4.1 Uji Normalitas Data Kolmogorov Smirnov

Perumusan hipotesis adalah : Ho = data sampel berdistribusi normal HA = data sampel tidak berdistribusi normal Dengan daerah kritis : Ho Ditolak jika Sig < Dari hasil pengolahan dengan SPSS diperoleh sign = 0,086

72

Karena sign. > ( 0,086 > 0,05) maka Ho diterima. Maka kesimpulannya adalah data sampel Z-score berdistribusi normal
4.4.2 Korelasi Product Moment

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi diperoleh r = 0,226 dengan n = 85 pada taraf signifikan 5 %. Ini berarti ada hubungan signifikan antara variable Z-Score dan variabel harga saham karena r > 0. Hubungan ini merupakan hubungan linier yang positif sehinggga dapat disimpulkan bahwa kenaikan Z-Score akan diikuti kenaikan harga saham. Hubungan atau korelasi antara variable Z-Score dan harga saham yang bernilai 0,226 adalah rendah setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r. Harga korelasi adalah tidak signifikan karena 0,213 < 0,226 < 0,278. Hal ini terjadi setelah dikonsultasikan dari tabel harga kritik dari r Product Moment dengan n = 85, harga kritik untuk r pada taraf kepercayaan 1 % = 0,213 dan pada taraf kepercayaan 5 % = 0,278.
4.4.3 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi ditentukan dari besarnya koefisien korelasi. Jadi nilai koefisien determinasi (r2) adalah : r2 = (0,226)2 = 0,051 Maka besarnya tingkat keeratan hubungan antara Z-Score (variabel X) dan harga saham (variabel Y) adalah 0,051 atau 5,1 %.

73

Jadi 5,1 % variabel Y dapat dijelaskan oleh variabel X dan sisanya sebesar 49 % berhubungan faktor lain yang tidak diteliti.
4.4.4 Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam korelasi product moment adalah menggunakan Uji t dengan rumus : t= r n2
2

(1 r )

dengan dk = n - 2

Dari hasil pengujian didapat t hitung = 2,11 Dengan dk = n-2 = 83 dan = 0,05 didapat nilai t Oleh karena t
hitung tabel

= 1,645

> t

tabel

maka Ho diterima, jadi korelasi yang

terjadi mempunyai arti.


4.5 Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan Altman Z-Score kita dapat melihat bahwa pada tahun 1999 potensi perusahaan-perusahaan perbankan masih dalam posisi dikhawatirkan mengalami kebangkrutan. Hal ini bisa dipahami bahwa tahun 1999 perusahaan masih belum bisa lepas dari dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Bahkan beberapa diantara perusahaan perbankan harus mengalami merger dengan bank lain. Bank-bank tersebut antara lain PT Bank Bali Tbk dan PT Bank Universal Tbk yang merger menjadi PT Bank Permata Tbk bersama PT Bank Unibank Tbk dan bank lain. Penyebab utama dari memburuknya kinerja perbankan ini adalah bertumpuknya utang yang tidak bisa dibayar, terutama utang-utang jangka pendeknya, sehingga mempengaruhi working capital perusahaan. Mayoritas

74

perusahaan mengalami working capital negatif. Hal ini bisa menjadi salah satu indikator kebangkrutan karena working capital negatif menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu membayar utang-utang jangka pendeknya. Nilai yang ikut mempengaruhi rendahnya nilai Z-Score adalah nilai retained earning yang menurun dalam dua tahun terakhir. Sedang harga saham ketiga bank tersebut terus mengalami penurunan drastis. PT Bank Bali Tbk pada tahun 1999 memiliki harga saham sebesar Rp 450,00 per lembar dengan rata-rata semester harga saham pertama tahun berikutnya senilai Rp 437,00 menjadi Rp 75,00 per lembar pada tahun 2000 dengan rata-rata harga saham semester pertama tahun berikutnya senilai Rp 53,33 . PT Bank Unibank memiliki harga saham pada tahun 1999 sebesar Rp 125,00 menjadi Rp 40,00 per lembar di tahun 2000 dengan harga saham rata-rata semester pertama tahun berikutnya senilai Rp 166,67 menjadi Rp 36,67 pada tahun berikutnya. Dan PT Bank Universal pada tahun 1999 memiliki harga saham Rp 125,00 menjadi Rp 45,00 per lembar pada tahun 2000 dan pada tahun 1999 rata-rata harga saham semester pertama tahun berikutnya senilai Rp112,5 menjadi Rp 26,6 pada semester pertama pada tahun 2001. Hal ini menunjukkan reaksi pasar yang negative terhadap harga saham yang beredar di masyarakat. Walaupun pemerintah telah menyuntikkan dana BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) namun tetap membuat bank-bank merasa kesulitan karena pengenaan suku bunga BLBI yang tinggi pula. Hal ini diperparah dengan adanya masyarakat yang menarik semua simpanannya di

75

bank secara besar-besaran (rush) yang menyebabkan aset perbankan kosong melompong. Tahun 2000 gelombang dampak krisis ekonomi di bidang perbankan belum juga pulih. Hal ini nampak pada nilai Z-Score yang masih sama seperti tahun 1999. Mayoritas perusahaan memperoleh nilai Z-Score di bawah 1,2 yang berarti potensi kebangkrutan masih relatif besar .Rata-rata harga saham pada perusahaan-perusahaan perbankan di tahun 2000 mengalami penurunan dari Rp 8.276,00 menjadi Rp 4.925,00 per lembarnya dan reaksi pasar terhadap harga saham-saham tersebut yang dihitung dari rata-rata harga saham semester pertama tahun berikutnya juga mengalami penurunan dari Rp 262,21 menjadi Rp 143,3 per lembarnya Di tahun 2000 muncul kasus Bank BNI yang mengalami

pengenaan Bank Dalam Pengawasan (BDP) berkaitan dengan adanya kredit macet Grup Texmaco yang mencapai Rp 10 Trilyun. Hal ini menyebabkan nilai Z-Score turun lagi di bawah 1,2 menjadi -0,481 yang mulanya di tahun 1999 dengan nilai Z-Score sebesar -0,448. Setelah BNI masuk dalam

kategori BDP maka oleh BPPN kredit macet tersebut dilucuti sehingga tingkat profitabilitas BNI bisa meningkat walaupun sedikit menjadi 0.25 %. Sedangkan harga saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) menurun drastis dari Rp 300,00 per lembar menjadi Rp 95,00 per lembarnya. Dan rata-rata harga saham semester pertama tahun berikutnya juga mengalami penurunan yaitu dari Rp 216,67 menjadi Rp 76,67 per lembarnya.

76

Pada tahun 2001 masih banyak perusahaan perbankan yang mempunyai nilai Z-Score kurang dari 1,2 masih relatif sama dengan tahun sebelumnya. Mayoritas harga saham pada tahun ini masih mengalami

penurunan. Hal ini bisa kita lihat pada rata-rata harga saham yang menurun dari Rp 7.925,00 per lembar menjadi Rp 7.325,00 per lembarnya. Namun reaksi pasar yang tercermin dari harga saham selama 6 bulan setelah pubilkasi malah mengalami kenaikan dari Rp 143,3 pada tahun 2000 menjadi Rp 188,75 per lembarnya. Bahkan di tahun 2001 ini muncul kasus BII yang melibatkan pihak BPPN (Bank Penyehatan Perbankan Nasional). Dalam lampiran 15 jelas terlihat bahwa nilai Z-Score selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 1999, 2000 dan 2001 masih dibawah 1,2. Hal ini terjadi karena utang luar negeri yang jatuh tempo tidak bisa terbayar sehingga menyeret BPPN untuk turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut. Hal ini terjadi karena Grup Sinar Mas yang merupakan pemegang saham 18 % mempunyai ketidakmampuan dalam membayar surat utang di luar negeri. Sedangkan harga saham PT Bank International Indonesia Tbk pada tahun terakhir terus mengalami penurunan dari Rp 100,00 pada tahun 1999 menjadi Rp 40,00 pada tahun 2000 dan di tahun 2001 menjadi Rp 25,00 per lembarnya. Seiring dengan rendahnya nilai ZScore selama tiga tahun berturut turut dari -0,105 tahun 1999, -0,125 di tahun 2000 dan -0,308 di tahun 2001. Untuk harga saham rata-rata semester pertama PT Bank International Indonesia Tbk mengalami kenaikan dan

77

penurunan, harga saham rata-rata semester pertama setelah publikasi pada tahun 1999 senilai Rp 95,83 dan menurun pada tahun 2000 menjadi Rp 27,5 sedangkan pada tahun 2001 naik menjadi Rp 39,17 per lembar. Pada tahun 2002 nilai Z-Score perusahaan-perusahaan perbankan masih saja sama dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu masih berada di wilayah yang diprediksi bangkrut. Hal ini terutama dipengaruhi indikator yang pertama yaitu working capital /total assets. Working capital tahun ini meningkat sedikit dibanding tahun sebelumnya. Seperti terlihat pada lampiran 10. Harga saham pada tahun ini rata-rata naik dari Rp 7,325,00 per lembar pada tahun 2001 menjadi Rp 11.985,00 per lembar pada tahun 2002. Rata-rata harga saham 6 bulan setelah pubilkasi yang mencerminkan reaksi pasar yang terjadi pada tahun ini mengalami peningkatan yang semula Rp 188,75 pada tahun 2001 menjadi Rp 251,67 pada tahun 2002. Pada tahun 2003 kondisi perusahaan-perusahaan perbankan masih juga sama dengan tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya nilai Z-Score yang masih dibawah 1,2. Nilai z-score yang diperoleh perusahaan-perusahaan perbankan tersebut memang mengalami peningkatan namun hanya beberapa persen saja. Sehingga tidak merubah keadaan dan kondisi.Untuk harga saham pada tahun ini semakin meningkat seiring meningkatnya nilai Z-Score. Rata-rata harga saham pada tahun ini meningkat menjadi Rp 15.676,00 per lembarnya. Demikian pula rata-rata harga saham bulan Januari sampai bulan Juni setelah publikasi meningkat dari Rp 251,7 menjadi Rp 421,18 pada tahun ini.

78

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan

Dari hasil yang diperoleh pada pembahasan di atas maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis di atas pada tahun 2001 bank-bank yang diprediksi bisa mengalami kebangkrutan dan harus merger menjadi satu bank (PT Bank Permata Tbk) adalah PT Bank Unibank Tbk, PT Bank Universal dan PT Bank Bali Tbk.. Pada bulan Desember 2004 PT Bank Piiko Tbk dan PT Bank Danpac Tbk merger dengan PT Bank CIC Tbk. Dan pada tahun 2005 PT Bank Global International dicabut izin usahanya terhitung sejak 13 Januari 2005. Untuk bank-bank lain pada kenyataannya sampai sekarang masih aktif beroperasi menjalankan

kegiatan usahanya. Hal ini bukan berarti penggunaan alat prediksi potensi kebangkrutan Altman Z-score tidak cocok digunakan di Indonesia tetapi karena adanya kebijakan dari pihak pemerintah dalam melikuidasi atau menutup suatu bank.

79

2. Hal utama yang mempengaruhi naik turunnya nilai Z-Score adalah faktor X1 dari Altman Z-Score yaitu working capital yang diperoleh dari selisih antara current assets dan current liabilities. 3. Nilai korelasi product moment yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebesar 0,226 atau 22,6 % berarti bahwa nilai z-score yang dimiliki oleh perusahaan perbankan untuk memprediksi potensi kebangkrutan berhubungan dengan harga saham yang dimiliki perusahaan tersebut, walaupun nilai keeratan hubungan antara dua variable tersebut kecil.
5.2 Keterbatasan

Keterbatasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini menggunakan data-data dari perusahaan yang sudah bangkrut dan belum bangkrut. Sebaiknya pada penelitian lanjutan, datadata yang diambil adalah data-data perusahaan yang sudah dilikuidasi atau bangkrut agar ketepatan penggunaan Altman Z-Score lebih akurat. 2. Untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank, Bank Indonesia mempunyai alat ukur sendiri yaitu analisis CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning dan Likuidity). Maka untuk penelitian lanjutan sebaiknya penggunaan Altman Z-Score dibandingkan dengan CAMEL
5.3 Saran

1. Bagi manajemen perusahaan setelah mengetahui seberapa besar potensi kebangkrutan yang dimiliki sebaiknya mengadakan evaluasi dan

meningkatkan kinerja perusahaan agar minimal potensi kebangkrutan dapat dikurangi atau bahkan dihindari.

80

2. Dan bagi pihak pemerintah selaku pembuat kebijakan setelah mengetahui seberapa besar potensi kebangkrutan perusahaan perbankan akan terus mengawasi perusahaan-perusahaan yang berada dalam grey area agar tidak mengalami kebangkrutan yang lebih parah lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Tarmidzi Dan Williyanto Kartiko Kusuno.2003.Analisis Rasio-Rasio Keuangan Sebagai Indikator Dalam Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perbankan Di Indonesia. Dalam Media Ekonomi Dan Bisnis vol XV No 1 Juni Adnan, Muhammad Akhyar Dan Muhammad Imam Taufiq.2001.Analisis Ketepatan Prediksi Metode Altman Terhadap Terjadinya Likuidasi Pada Lembaga Perbankan (Kasus Likuidasi Perbankan Di Indonesia).Dalam Jurnal Akuntansi Dan Auditing Vol 5 No 2 Desember Algifari. 1997. Statistik Induktif Untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta : UPP AMP YKPN Anoraga, Pandji dan Pakarti. 2001. Pengantar Pasar Modal Indonesia. Jakarta : Mediasoft Indonesia Arikunto,Suharsimi.1998.Prosedur Penelitian.Jakarta :Rineka Cipta Baridwan, Zaki. 1992. Intermediate Accounting. Yogyakarta : BPFE Basri, Faisal. 2003. Kasus Bank Lippo : Momentum Pembenahan Institusi Korporasi Dan Birokasi. Jakarta Gitosudarmo, Indriyo Dan Basri. 2002. Manajemen Keuangan Edisi 4. Yogyakarta : BPFE ICMD : Indonesian Capital Market Directory 2004. Jakarta : Institute For Economics And Financial Research

81

Mamduh M,Hanafi . 2003. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta :UPP AMP YKPN Munawir,1979.Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta : Liberty Murtanto.2002. Analisis Laporan Keuangan Dengan Menggunakan Rasio CAMEL Dan Metode Altman Sebagai Alat Untuk Memprediksi Tingkat Kegagalan Usaha Bank. Dalam Media Riset Akuntansi, Auditing Dan Informasi Vol 2 No 2 Agustus Pedoman Penulisan Skripsi.2003 Fakultas Ilmu Sosial. Semarang : Unnes Press Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12.2004. Yogyakarta : Penerbit ANDI dan Wahana Komputer Semarang. Riyanto, Bambang.1995. Dasar Dasar Pembelanjaan Yogyakarta: Yayasan Penerbit Gajah Mada Perusahaan.

Santoso, Rudy Tri. 1997. Prinsip Akuntansi Perbankan. Yogyakarta : Penerbit ANDI Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung : Penerbit Tarsito Supardi. 2003. Validitas Penggunaan Z-Score Altman Untuk Menilai Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go Public Di Bursa Efek Jakarta. Dalam KOMPAK Nomor 7 Januari-April Umar, Husein. 2001. Riset Akuntansi Dilengkapi Dengan Panduan Membuat Skripsi dan Empat Bahasan Kasus Bidang Akuntansi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Undang-Undang Perbankan 1998 (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998). Jakarta : Sinar Grafika Wilopo. Prediksi Kebangkrutan Bank. Dalam Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol 4 No 2 Mei www.jsx.co.id www.faisalbasri.com www.kompas.com

82

You might also like