You are on page 1of 16

TUGAS KLIMATOLOGI REGIONAL

DESKRIPSI IKLIM DI INDONESIA


Dosen Pengampu : Dr. CH. Muryani,

Disusun Oleh : Yuwono Mukti Wibowo K5409068 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

A. Pengertian Cuaca dan Iklim Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer bumi atau sebuah planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena ini dalam waktu beberapa hari. Cuaca rata-rata dengan jangka waktu yang lebih lama sebagai iklim. Aspek cuaca ini diteliti lebih lanjut oleh ahli klmatologi untuk tanda-tanda perubahan iklim. Cuaca (weather) dan iklim (climate) dinyatakan dengan besaran unsur fisika atmosfer yang selanjutnya disebut unsur cuaca atau unsur iklim yang terdiri dari penerimaan radiasi matahari (kerapatan fluks pada permukaan datar di ermukaan bumi) lama penyinaran matahari suhu udara kelembaban udara tekanan udara kecepatan dan arah angin penutupan awan, presipitasi (embun, hujan, salju) evaporasi/evapotranspirasi. Cuaca adalah kondisi sesaat dari keadaan atmosfer, serta perubahan dalam jangka pendek (kurang dari satu jam hingga 24 jam) di suatu tempat tertentu di bumi. Nilai cuaca dapat dinyatakan dalam bentuk kualitatif (tanpa besaran angka) dan kuantitaif. Nilai unsur-unsur cuaca saat demi saat selama 24 jam di suatu tempat akan menunjukkan pola siklus yang disebut perubahan cuaca diurnal (pukul 00:00 hingga 24:00). Nilai tiap unsur cuaca tersebut dapat dirata-ratakan dan menghasilkan cuaca pada tanggal tersebut. Cuaca dicatat terus menerus pada jam-jam pengamatan tertentu secara rutin, menghasilkan suatu seri data cuaca yang selanjutnya dapat diolah secara statistika menjadi data iklim. Jadi dapat disimpulkan bahwa iklim adalah nilai statistika dari cuaca jangka panjang di wilayah luas. Data cuaca terdiri dari data discontinue karena mudah kembali bernilai nol (0) dan data continue karena tidak mudah turun mencapai nol. Data unsur cuaca yang sifatnya diskontinyu antara lain penerimaan radiasi matahari dan lama penyinarannya, presipitasi (curah hujan, embun, dan salju) dan

penguapan. Penyajian dan analisisnya dalam bentuk nilai akumulasi sedangkan penyajian grafiknya dalam bentuk kurva histogram. Data cuaca yang bersifat kontinyu antara lain: suhu, kelembaban dan tekanan udara serta kecepatan angin. Analisis dan penyajiannya dalam bentuk angka rata-rata atau angka sesaat (instantaneous) sedangkan grafiknya dalam bentuk garis/kurva. Iklim adalah sintesis atau kesimpulan atau rata-rata perubahan unsurunsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat atau pada suatu wilayah. Sintesis tersebut dapat diartikan pula sebagai nilai statistik yang meliputi antara lain nilai rata-rata, maksimum, minimum, frekuensi kejadian, atau peluang kejadian dari cuaca. Iklim dapat pula diartikan sebagai pola kebiasaan serta perubahan cuaca di suatu tempat atau wilayah. B.Posisi Geografis Indonesia Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk republik, terletak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia memiliki batas-batas sebagai berikut :

Utara : Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan. Selatan : Negara Australia, Samudera Hindia Barat : Samudera Hindia Timur : Negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik

Posisi geografis Indonesia terdiri atas letak astronomis dan letak geografis yang berbeda pengertian dan pandangannya.

1. Letak Astronomis Letak astronomis suatu negara adalah posisi letak yang berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Garis lintang adalah garis khayal yang melingkari permukaan bumi secara horizontal, sedangkan garis bujur adalah garis khayal yang menghubungkan Kutub Utara dan Kutub Selatan. Letak astronomis Indonesia Terletak di antara 6oLU 11oLS dan 95oBT 141oBT Berdasarkan letak astrono- misnya Indonesia dilalui oleh garis equator, yaitu garis khayal pada peta atau globe yang membagi bumi menjadi dua bagian sama besarnya. Garis equa- tor atau garis khatulistiwa terletak pada garis lintang 0o. 2. Letak geografis Letak geografis adalah letak suatu daerah atau wilayah dilihat dari kenyataan di permukaan bumi. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan demikian, wilayah Indonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian. 3. Letak Geologis Letak geologis adalah letak suatu wilayah dilihat dari jenis batuan yang ada di permukaan bumi. Secara geologis wilayah Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan Sirkum Pasifik di sebelah timur. Adanya dua jalur pegunungan tersebut menyebabkan Indonesia banyak memiliki gunung api yang aktif dan rawan terjadinya gempa bumi.

C. Klasifikasi Iklim di Indonesia Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002). Thornthwaite (1933) dalam Tjasyono (2004) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus. Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia sering ditekankan pada pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian. Pada daerah tropik suhu udara jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi pertanian, sedangkan ketersediaan air merupakan faktor yang paling menentukan dalam kegiatan budidaya pertanian khususnya budidaya padi. Variasi suhu di kepulauan Indonesia tergantung pada ketinggian tempat (altitude/elevasi), suhu udara akan semakin rendah seiring dengan semakin tingginya ketinggian tempat dari permukaan laut. Suhu menurun sekitar 0.6 oC setiap 100 meter kenaikan ketinggian tempat. Keberadaan lautan disekitar kepulauan Indonesia ikut berperan dalam menekan gejolak perubahan suhu udara yang mungkin timbul (Lakitan, 2002). Menurut Hidayati (2001) karena Indonesia berada di wilayah tropis maka selisih suhu siang dan suhu malam

hari lebih besar dari pada selisih suhu musiman (antara musim kemarau dan musim hujan), sedangkan di daerah sub tropis hingga kutub selisih suhu musim panas dan musim dingin lebih besar dari pada suhu harian. Kadaan suhu yang demikian tersebut membuat para ahli membagi klasifikasi suhu di Indonesia berdasarkan ketinggian tempat. Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Tjasyono (2004) mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim. Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah:

Sistem Klasifikasi Koppen Koppen membuat klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan temperatur dan curah hujan. Koppen memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka bumi yang didasarkan kepada lima prinsip kelompok nabati (vegetasi). Kelima kelompok iklim ini dilambangkan dengan lima huruf besar dimana tipe iklim A adalah tipe iklim hujan tropik (tropical rainy climates), iklim B adalah tipe iklim kering (dry climates), iklim C adalah tipe iklim hujan suhu sedang (warm temperate rainy climates), iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin (cold snowy forest climates) dan iklim E adalah tipe iklim kutub (polar climates) (Safii, 1995).

Sistem Klasifikasi Mohr Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan, dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun dimana keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan lembab bila curah hujan bulan berkisar antara 100 60 mm dan bulan kering bila curah hujan < 60 mm per bulan.

Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000) penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut SchmidtFerguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klsifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah (X) dalam klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan ( f ) dengan banyaknya tahun pengamatan (n) (Anon, ? ; Safii, 1995). Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang (Syamsulbahri, 1987).

Tipe Iklim Sangat Bersih Basah Agak basah sedang Agak kering Kering Sangat kering Luar biasa kering

Kriteria 0 < Q < 0.143 0.143 < Q < 0.333 0.333 < Q < 0.600 0.600 < Q < 1.000 1.000 < Q < 1.670 1.670 < Q < 3.000 3.000 < Q < 7.000 7000 < Q

Sistem Klasifikasi Oldeman Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara berturutturut. Oldeman, et al (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm. Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh

jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9

bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Tjasyono, 2004). Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5. Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman, et al., 1980) Iklim bisa diartikan sebagai kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Studi tentang iklim dipelajari dalam meterologi sedangkan ilmu mempelajari tentang iklim adalah klimatologi. Iklim dibumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi. Terdapat beberapa klasifikasi iklim dibumi yang ditentukan oleh letak geografis. Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang menengah dan lintang tinggi. Iklim yang dikenal di Indonesia ada tiga iklim antara lain terdiri dari iklim musmi (muson), iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut. Iklim Musim (Iklim Muson)

Iklim jenis ini sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubahubah setiap periode tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Tumur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan Oktober hingga April yang basah sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup sekitar bulan April hingga bulan Oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau. Iklim Tropis/Tropika (Iklim Panas) Wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan mengalami iklim tropis yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika. Iklim Laut Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang tinggi. Indonesia merupakan negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa dan masuk ke dalam pengaruh kawasan laut pasifik. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan sirkulasi meridional (Hadley) dan sirkulasi zonal (Walker), dua sirkulasi yang sangat mempengaruhi keragaman iklim Indonesia. Selain itu posisi matahari berpindah dari 23.5 LS ke 23.5 LU sepanjang tahun, aktifitas moonson juga ikut berperanan dalam mempengaruhi keragaman iklim. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan bentuk topografi yang sangat beragam maka sistem golakan lokal

juga cukup dominan dan pengaruhnya terhadap keragaman iklim di Indonesia tidak dapat diabaikan. Faktor lain yang diperkirakan ikut berpengaruh terhadap keragaman iklim Indonesia ialah gangguan siklon tropis. Semua aktifitas dan sistem ini berlangsung secara bersamaan sepanjang tahun. Yang menjadi permasalahan sampai saat ini faktor mana yang paling dominan mempengaruhi iklim di Indonesia Berdasarkan pola hujan, wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pola Monsoon, pola ekuatorial dan pola lokal. Pola Moonson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan yaitu sekitar Desember). Selama enam bulan curah hujan relatif tinggi (biasanya disebut musim hujan) dan enam bulan berikutnya rendah (bisanya disebut musim kemarau). Secara umum musim kemarau berlangsung dari April sampai September dan musim hujan dari Oktober sampai Maret. Pola equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal, yaitu dua puncak hujan yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober saat matahari berada dekat equator. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal (satu puncak hujan) tapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe moonson. Wilayah Indonesia disepanjang garis khatulistiwa sebagian besar mempunyai pola hujan equatorial, sedangkan pola hujan moonson terdapat di pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, dan sebagian Sumatera. Sedangkan salah satu wilayah mempunyai pola hujan lokal adalah Ambon (Maluku). D. Perubahan Iklim di Indonesia Salah satu penyebab terjadinya gangguan pada sirkulasi Walker ialah fenomena ENSO. ENSO merupakan istilah yang mendeskripsikan secara keseluruhan osilasi selatan (fenomena atmosfer) beserta peningkatan suhu muka laut dan juga penurunan suhu muka laut (fenomena lautan). Namun seringkali istilah ini digunakan oleh banyak pakar untuk merujuk kepada kejadian El-Nino (warm event) saja, yaitu meningkatnya suhu muka laut di kawasan tengah dan timur ekuator laut pasifik. Osilasi selatan (southern

oscillation) adalah osilasi tekanan atmosfer kawasan laut pasifik dan atmosfer laut Indonesia-Australia. Untuk memonitor osilasi selatan ini dibuatkan indeks osilasi selatan (SOI) yaitu nilai perbedaan antara tekanan atmosfer di atas permukaan laut di Darwin (Australia) dan Tahiti (Pasifik Selatan), dimana semakin negatif nilai SOI berarti semakin kuat kejadian panas (warm event atau El-Nino) dan sebaliknya semakin positif nilai SOI semakin kuat kejadian dingin (cold event atau La-Nina) Sejak tahun 1844, Indonesia telah mengalami kejadian kekeringan tidak kurang dari 43 kali. Dari 43 kejadian tersebut, hanya 6 kali yang kejadiannya tidak bersamaan kejadian fenomena ENSO (Boer dan Subbiah, 2003 dalam Boer, 2003). Hal ini menunjukkan, bahwa keragaman hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena ini. Pada saat fenomena ENSO berlangsung, hujan pada sebagian besar wilayah Indonesia umumnya di bawah normal. Selama kurun waktu 20 tahun terakhir, kejadian fenomena Elnino terkuat terjadi pada tahun 1982/1983, 1986/1987, 1991/1995, dan 1997/1998 (Koesmaryono, 2000). Berdasarkan kajian menunjukkan bahwa besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kejadian El-Nino terhadap keragaman hujan di Indonesia beragam antar wilayah. Menurut Tjasyono (1997) pengaruh El-nino kuat pada daerah yang dipengaruhi oleh sistim moonson, lemah pada daerah dengan sistem equatorial dan tidak jelas pada daerah dengan sistim lokal. Selain itu, pengaruh El-Nino lebih kuat terhadap hujan pada musim kemarau daripada hujan pada musim hujan (Gambar 2). Berbeda dengan tahun El Nino, tahun La-Nina seringkali dicirikan oleh meningkatnya curah hujan di Indonesia. Pengaruhnya juga lebih kuat pada hujan musim kemarau dari pada musim hujan. Pengaruhnya pada peningkatan curah hujan pada musim hujan tidak begitu jelas. Secara rata-rata penurunan hujan dari normal akibat terjadinya El-Nino dapat mencapai 80 mm per bulan sedangkan peningkatan hujan dari normal akibat terjadinya La-Nina tidak lebih dari 40 mm.

Dampak dan upaya antisipasi Untuk menekan dampak yang negatif akibat kejadian ekstrim atau penyimpangan iklim, maka peningkatan kemampuan antisipasi sangat diperlukan. Menurut Boer (2003) pengamatan terhadap data anomali produksi padi nasional dari tahun 1979-1997 menunjukkan bahwa penurunan produksi akibat iklim ekstrim (penyimpangan iklim) cendrung meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh semakin melebarnya perbedaan antara anomali produksi tahun-tahun ekstrim dengan tahun-tahun normal. a. Di bidang Kesehatan Dampak yang disebabkan karena penyimpangan iklim yaitu semakin meningkatnya peluang mewabahnya penyakit demam berdarah, infeksi saluran pernapasan (ISPA), dan diare. Penyakit demam berdarah setiap tahun selalu dijumpai terutama terjadi dalam fase pergantian musim. Pergantian musim yang ekstrim akan berakibat prevalensi penyakit ini meningkat secara tajam. Saat pergantian musim penghujan ke musim kemarau ,serta kondisi suhu udara sebagian besar kota-kota di Jawa Timur (Jatim) 23-31 derajat Celsius, merupakan saat yang tepat munculnya nyamuk Aedes aegipty, penyebab penyakit demam berdarah (DB). Nyamuk ini berkembang biak pada suhu 24-28 derajat Celcius. Wajar, bila saat ini angka kejadian penyakit DB meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan laporan RSUD dr Soetomo, bulan April 2002 jumlah penderita DB mencapai lima sampai enam orang per hari. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah penderita pada bulan-bulan sebelumnya. Pada bulan Januari penderitanya nol sampai satu orang, bulan Februari hingga Maret dua sampai tiga orang. Jumlah penderita diperkirakan akan meningkat terus hingga bulan Agusutus 2002. Bila kondisi ini tidak dikendalikan, maka yang dikhawatirkan adalah munculnya wabah penyakit DB. Begitu pula

pada periode 2003-2004 terdapat kejadian luar biasa (KLB) dari wabah demam berdarah yang meliputi 12 propinsi di Indonesia. Dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk mengantisipasi penyimpangan iklim, langkah-langkah umum yang dapat dilakukan diantaranya:

melakukan

pemetaan

daerah-daerah

yang

sensitif

terhadap

penyimpangan iklim terutama akibat fenomena ENSO,

meningkatkan kemampuan peramalan sehingga langkah-langkah antisipasi dapat dilakukan lebih awal, khususnya pada daerahdaerah yang rawan, dan

menerapkan teknologi budidaya (dalam bidang pertanian) yang dapat menekan risiko terkena dampak kejadian puso. b. Sektor pertanian Berbagai upaya untuk mengantisipasi dampak penyimpangan iklim terhadap bencana banjir dan kekeringan pada sektor pertanian telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Secara umum upaya antisipasi dikelompokkan menjadi antisipasi secara teknis dan antisipasi sosial-kelembagaan. Antisipasi secara teknis antara lain: Pembuatan waduk untuk menampung air hujan, sehingga tidak terjadi banjir dan memanfaatkannya untuk irigasi atau lainnya pada saat kekurangan air (kekeringan). Pembuatan embung mulai dari hulu hingga hilir. Memanfaatkan informasi dan prakiraan iklim untuk memberikan peringatan dini dan rekomendasi pada masyarakat. Mempelajari sifat-sifat iklim dan memanfaatkan hasilnya untuk menyesuaikan pola tanam agar terhindar dari puso. Meningkatkan sistem pengamatan cuaca sehingga antisipasi penyimpangan iklim dapat diketahui lebih awal.

Memetakan daerah rawan bencana alam banjir dan kekeringan untuk penyusunan pola tanam dan memilih jenis tanaman yang sesuai.

Memilih tanaman yang sesuai dengan pola hujan, misal: menggunakan tanaman atau varietas yang tahan genangan, tahan kering, umur pendek dan persemaian kering; kombinasi tanaman, sehingga kalau sebagian tanaman mengalami puso, yang lainnya tetap bertahan dan memberikan hasil.

Melakukan

sistem

pertanian

konservasi

seperti

terasering,

menanam tanaman penutup tanah, melakukan pergiliran tanaman dan penghijauan DAS (Daerah Aliran Sungai) Pompanisasi dengan memanfaatkan air tanah, air permukaan, air bendungan atau checkdam, dan air daur ulang dari saluran pembuangan. Efisiensi penggunaan air seperti gilir iring dan irigasi hemat air.

Upaya-upaya antisipasi sosial kelembagaan meliputi: Meningkatkan kesiapan dan peran serta masyarakat dalam upaya antisipatif bencana alam banjir sehingga mereka beranggapan bahwa upaya itu dengan pihak lain. Memanfaatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan masyarakat petani, instansi pemerintah maupun swasta dalam pemakaian teknologi perkreditan persediaan saran produksi, penyediaan peralatan dan mesin, peitaman serta pengolahan dan pemasaran hasil. adalah untuk kepentingan mereka dan dilaksanakan secara bersama-sama dalam koordinasi yang baik

c. Bidang Kesehatan Di bidang kesehatan upaya antisipasi penyimpangan iklim lebih sering bersifat kuratif. Seperti bencana kebanjiran (wabah diare), yaitu memberikan informasi kemungkinan akan terjadinya kondisi luar biasa (KLB) / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, yaitu meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik, membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas. Selain itu mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat, memperbaiki kerja laboratorium, dan meningkatkan kerjasama dengan instansi lain. Untuk wabah demam berdarah upaya preventif jangka panjang yaitu melakukan penghijauan kota sebagai fungsi ekologis, yaitu menyerap gas-gas rumah kaca sehingga dapat mengendalikan suhu udara. Sedangkan upaya jangka pendek yaitu memberantas larva nyamuk pra dewasa dan dewasa. Upaya antisipasi secara sosial - kelembagaan diantaranya:

penyuluhan kesehatan terhadap masyarakat melalui instansi terkait seperti PKK, Camat, Lurah, dan LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) dapat melakukan pembinaan kepada warga di setiap desa, memberikan pelayanan pengobatan kepada masyarakat yang dilakukan di Puskesmas ataupun di pos-pos tertentu, tergantung kondisi yang ada, mengoptimalkan hubungan lintas sektoral, dan yang tidak dapat ditanggulangi di puskesmas.

memberikan rujukan dan laporan terutama untuk kasus penyakit

You might also like