You are on page 1of 20

STUDI IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BETON PRACETAK BAGI BANGUNAN GEDUNG

Wulfram I. Ervianto, Ir. M.T.* Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta ervianto@mail.uajy.ac.id

Pemakaian teknologi beton pracetak dikenal di Indonesia beberapa dekade yang lalu, dan hanya dimanfaatkan oleh produsen beton pracetak dalam skala industri. Komponen beton pracetak digunakan oleh pengguna jasa dan kontraktor sebatas komponen yang diproduksi oleh produsen. Tujuan dari penelitian ini adalah identifikasi dan evaluasi dari struktur beton pracetak yang ada saat ini dan peningkatan/pengembangan jenis komponen beton pracetak yang dapat diaplikasikan dalam bangunan gedung di Indonesia. Hasil dari penelitian ini berupa kerangka kerja yang dapat digunakan sebagai acuan bagi kontraktor, konsultan dan pengguna jasa untuk mengevaluasi dan menggali jenis komponen lain yang mungkin diaplikasikan sebagai elemen struktural. Pengumpulan data dilakukan terhadap konsultan, kontraktor dan produsen di Indonesia dengan alat bantu kuesioner. Kuesioner terdiri dari tiga bagian, bagian satu berisi identifikasi perusahaan, bagian dua berisi kelayakan ekonomis dan bagian tiga berisi kelayakan teknis. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa penggunaan teknologi beton pracetak di Indonesia masih sebatas komponen pelat lantai dan sebagian kecil berupa komponen kolom struktural. Hal ini disebabkan kemampuan produsen sangat terbatas serta belum diyakininya sistem sambungan yang menyatukan komponen beton pracetak Kata kunci : Potensi, aspek teknis, aspek ekonomis, pracetak, bangunan gedung

LATAR BELAKANG
Pihak yang berperan dalam kegiatan membangun adalah pengguna jasa dan penyedia jasa, dimana masing-masing mempunyai tanggung jawab berbeda tetapi mempunyai tujuan yang sama yaitu mewujudkan bangunan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Gambar rencana yang merupakan salah satu komponen dari dokumen perencanaan merupakan panduan yang harus diikuti oleh penyedia jasa dalam merealisasikan bangunan. Cara penyedia jasa merealisasikan bangunan dikenal dengan metoda konstruksi, dimana ketepatan pemilihan metoda konstruksi akan berakibat positif bagi penyedia jasa. Sejarah perkembangan cara membangun ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa terminologi. Dari waktu ke waktu selalu terjadi perkembangan bentuk, jenis material dan metoda. Mengutip tulisan dari Widodo (1991), menyatakan bahwa sejarah perkembangan arsitektur adalah sebagai berikut : Industri Bangunan Generasi I (1945-1960) dikenal dengan Elemen Building. Pada jaman ini metoda membangun ditujukan untuk meningkatkan produktivitas tenaga tidak terampil; menurunkan harga bangunan; meningkatkan kualitas bangunan. Pada jaman ini telah
*

Staf pengajar Jurusan Teknik Sipil UAJY, Jl Babarsari No. 44 Yogyakarta, Ph (0274)-487711; e-mail : ervianto@mail.uajy.ac.id; aktif sebagai penulis buku.

dilakukan pracetak untuk komponen dinding dalam, panel muka dan plat lantai. Industri Bangunan Generasi II (1955 1965) dikenal dengan RATRAD. Pada jaman ini terjadi rasionalisasi dari metoda membangun tradisional atau Rationalized Traditional Building disingkat RATRAD. Pada jaman ini pracetak dilakukan pada bagian bangunan yang berdimensi kecil dan lebih bersifat padat karya. Industri Bangunan Generasi III (1960 1970) dikenal dengan Building Site. Perkembangan terakhir (1970 sekarang) . Menilik perkembangan arsitektur tersebut diatas, sedikit banyak biaya bangunan cukup berpengaruh dalam perkembangan metoda konstruksi. Biaya dalam sebuah bangunan digunakan untuk kepentingan pembelian material, pembayaran upah pekerja, penggunaan alat, biaya overhead dan keuntungan bagi penyedia jasa. Komposisi biaya untuk pembayaran upah kurang lebih sebesar 35% dari total biaya proyek, sisanya untuk keperluan material, alat, overhead dan lainnya. Kecenderungan biaya konstruksi akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan. Bila dibandingkan dengan biaya pada industri manufaktur, biaya konstruksi melesat jauh ke depan. Salah satu penyebab terjadinya hal tersebut adalah tingginya upah tenaga lapangan dan proses konstruksi secara tradisional (Winter & Nilson, 1979).

INDUSTRI JASA VS MANUFAKTUR


Salah satu karakteristik industri jasa adalah transaksi harga terjadi diawal proyek sedangkan proses konstruksi terjadi kemudian. Para penyedia jasa harus memberikan penawaran lebih dahulu sebelum melaksanakan pekerjaan sehingga kemungkinan terjadinya ketidaktepatan biaya menjadi semakin besar. Karena proses konstruksi terjadi setelah penetapan harga maka selama proses konstruksi tersebut dibutuhkan pihak yang selalu mengawasi pelaksanaan di lapangan. Berbeda dengan industri jasa, karakteristik industri manufaktur adalah transaksi harga terjadi setelah proses produksi terjadi sehingga risiko terjadinya kerugian jauh lebih kecil dibanding industri jasa konstruksi. Dengan demikian biaya yang dikeluarkan lebih mudah diprediksikan dan lebih mudah dikontrol. Sedangkan pengawasan dilakukan oleh pihak internal selama proses produksi. Melihat karakteristik industri jasa dan manufaktur tersebut diatas, kiranya industri manufaktur dapat diposisikan lebih pasti dalam penggunaan biaya jika dibandingkan dengan industri jasa konstruksi. Pertanyaan yang timbul adalah sejauh mana industri jasa konstruksi dapat diubah untuk mengikuti pola-pola industri manufaktur. Kemungkinan terbesar untuk memanufakturisasi industri jasa konstruksi adalah melakukan pabrikasi pada sebagian komponen bangunan yang kemudian dikenal dengan komponen pracetak. Di Indonesia tahapan penggunaan pracetak masih pada tahap komponen bangunan, dan masih dilakukan evaluasi terus menerus terhadap efisiensi dan efektifitasnya. Tujuan utama pelaksanaan pekerjaan pada proses membangun adalah tercapainya target biaya, mutu dan waktu. Salah satu komponen pracetak yang sudah digunakan adalah plat pracetak, dengan berbagai ukuran dan bentuk. Para produsen memproduksi dan memasarkan dengan keyakinan bahwa metoda ini baik dan efisien. Untuk menjawab tantangan tersebut maka dikembangkan sistem yang pengembangannya mengarah pada industrialisasi, dimana produk yang dihasilkan dicapai dengan produksi massal dan sifatnya adalah pengulangan. Dalam pabrik komponen beton pracetak, tenaga yang digunakan adalah tenaga kasar yang dididik agar dapat mengoperasikan mesin-mesin yang digunakan untuk proses produksi sehingga upah yang diterima oleh pekerja adalah upah tenaga kasar. Dengan mengaplikasikan teknologi beton pracetak, dengan sendirinya akan mengurangi
2

pemakaian jumlah tenaga kerja di lokasi proyek. Salah satu karakteristik tenaga kerja lapangan adalah harus mempunyai ketrampilan tertentu sehingga upah yang diterimanya akan lebih besar dibandingkan dengan tenaga kasar di pabrik (dengan produk sejenis). Hal lain yang menonjol dari penggunaan beton pracetak adalah pengaruh sumberdaya manusia terhadap mutu pekerjaan menjadi lebih baik dan seragam. Salah satu material yang digunakan dalam teknologi pracetak adalah beton, dapat berupa komponen struktural, seperti : unit tangga, balok, kolom, kerbs, kolom lampu, bantalan rel kereta api, konsol, plat lantai, plat atap, penutup dinding, dan lain-lain. Produksi dari komponenkomponen ini dapat dilaksanakan di lokasi lingkungan pabrik yang kemudian ditransportasikan ke lokasi proyek atau bila produksi dalam jumlah yang besar serta pertimbangan lain produksi dapat dilaksanakan di lingkungan lokasi proyek. Manfaat pabrikasi beton di lapangan ini harus jelas, terutama sehubungan dengan kemudahan pengawasan dan pengontrolannya. Pemadatan dapat dilaksanakan dengan lebih efisien, demikian juga upaya untuk perawatan beton pada masa pemeliharaan. Meskipun demikian sering terjadi pertentangan akan manfaat dari metoda ini, dan pihak si pemakai harus memeriksa dan menguji produk beton pracetak dengan memperlakukannya seperti bilamana dipakai beton yang dicetak di tempat. Dalam mengaplikasikan sistem pracetak, kunci keberhasilan pelaksanaannya sedikit banyak dipengaruhi oleh aspek manajemen. Akibat berbagai faktor yang berpengaruh dalam penggunaan beton pracetak maka sangat mungkin bahwa penerapan teknologi ini belum tentu memberikan hasil yang terbaik. Beberapa faktor dari aspek manajemen yang harus diperhatikan adalah : teknologi, bahan, sumberdaya manusia, perencanaan, logistik, produksi, pengangkutan dan distribusi, instalasi dan perbaikan. Tak kalah pentingnya masalah perbaikan komponen yang telah terpasang, apakah sistem telah menyiapkan cara perbaikan di tempat (tanpa menurunkan unit komponen beton pracetak) atau setiap terjadi kerusakan maka satu unit komponen harus diturunkan dan diperbaiki dikerek kebawah dan dikerek ulang ke atas dikembalikan pada posisinya. Jika demikian maka akan menimbulkan kesulitan saat pekerjaan telah diserahkan kepada pengguna jasa (owner), karena pengguna jasa (owner) harus memiliki peralatan khusus serta tenaga kerja untuk melaksanakan perbaikan. Peran dari produsen adalah memproduksi komponen beton pracetak dan mengirimkan ke lokasi proyek, sedangkan instalator adalah mengatur penyusunan komponen sesuai permintaan termasuk penyiapan peralatan instalasi sampai dengan pemasangan komponen pada tempatnya. Koordinasi dari keempat pihak tersebut harus selalu terjadi karena jika terjadi keterlambatan dari salah satu pihak tersebut berarti akan terjadi keterlambatan pula pada penyelesaian proyek. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor (teknis dan non teknis) yang berpengaruh terhadap pengaplikasian beton pracetak. Hasil kajian berupa kerangka kerja yang berisi informasi teknis dan ekonomis serta pengembangan sistem pracetak.

TINJAUAN PUSTAKA
Sebenarnya beton pracetak tidak berbeda dengan beton biasa. Namun yang menjadikan berbeda adalah metoda pabrikasinya. Pada umumnya dianggap bahwa penggunaan beton pracetak lebih ekonomis dibandingkan dengan pengecoran ditempat dengan alasan mengurangi biaya pemakaian bekisting, mereduksi biaya upah pekerja karena jumlah pekerja relatif lebih sedikit, mereduksi durasi pelaksanaan proyek sehingga overhead yang dikeluarkan menjadi lebih kecil (Dunham,1984). Selain itu, bekerja di permukaan tanah jauh lebih mudah dan lebih aman
3

dilakukan, seperti persiapan cetakan, pengecoran, perapihan permukaan, perawatan dan penggunaan bekisting yang dapat berulang kali. Sampai saat ini pro dan kontra penggunaan beton pracetak masih berlangsung. Masing-masing pihak pendukung ataupun penentang metoda ini mempunyai argumen tersendiri. Dibandingkan cast in-situ teknologi beton pracetak mempunyai beberapa keunggulankeunggulan (Tihamer Koncs ,1979) : Kemudahan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian biaya serta jadwal pekerjaan. Tenaga yang dibutuhkan tiap unit komponen lebih kecil dikarenakan pelaksanaan pekerjaan dimungkinkan secara seri. Menggunakan tenaga buruh kasar sehingga upah relatif lebih murah. Waktu konstruksi yang relatif lebih singkat karena pekerja lapangan (di lokasi proyek) hanya mengerjakan cast in-situ dan kemudian menggabungkan dengan komponen-komponen beton pracetak. Beton dengan mutu prima dapat lebih mudah dicapai di lingkungan pabrik. Produksinya hampir tidak terpengaruh cuaca . Biaya yang dialokasikan untuk supervisi relatif lebih kecil, hal ini disebabkan durasi proyek yang lebih singkat. Kontinuitas proses konstruksi dapat terjaga sehingga perencanaan kegiatan dapat lebih akurat. Dibandingkan cast in-situ teknologi beton pracetak mempunyai kelemahan-kelemahan (Tihamer Koncs ,1979) sebagai berikut : Kerusakan yang mungkin ditimbulkan selama proses transportasi. Dibutuhkan peralatan di lapangan dengan kapasitas angkat yang cukup untuk mengangkat komponen konstruksi dan menempatkan pada posisinya. Biaya tambahan yang dibutuhkan untuk proses transportasi. Munculnya permasalahan teknis dan biaya yang dibutuhkan untuk menyatukan komponenkomponen beton pracetak. Gudang yang luas dan fasilitas curing. Perencanaan yang detil pada bagian sambungan. Lapangan yang luas untuk produksi dalam jumlah yang besar. Dengan kondisi yang demikian tidak mudah untuk menentukan mana yang lebih ekonomis, menggunakan proses konstruksi tradisional atau menggunakan teknologi beton pracetak. Ditinjau dari pengalokasian dana dalam suatu proyek, distribusi biaya proyek sipil dan gedung dapat diperkirakan seperti yang ditunjukkan pada tabel 1 berikut :
Tabel 1 : Distribusi biaya proyek sipil dan gedung BUTIR ANGGARAN PERSEN TERHADAP TOTAL Kantor pusat 6% - 8% Konstruksi 65% - 70% Mekanikal 10% - 15% Listrik 10% - 15% Kontingensi 10% - 15% Sumber : Iman Soeharto, 1995

Dari tabel 1 ditunjukan bahwa distribusi pemakaian biaya yang terbesar adalah anggaran untuk konstruksi bangunan. Sehingga bila akan mereduksi biaya proyek maka harus dilakukan evaluasi pada bagian konstruksi. Salah satu metoda yang mampu mereduksi pemakaian biaya konstruksi adalah pengaplikasian teknologi beton pracetak. Biaya konstruksi antara lain digunakan untuk hal-hal sebagai berikut :
4

Upah tenaga lapangan yang relatif lebih mahal dibandingkan tenaga pabrik (produktifitas di pabrik lebih konsisten). Pemakaian bekisting yang lebih hemat. Pemakaian bekisting yang relatif lebih sedikit. Waktu penyelesaian proyek yang lebih cepat. Produktifitas yang lebih besar dari pekerja karena sebagian besar bekerja di permukaan tanah. Tidak terpengaruh cuaca. Berdasarkan hal tersebut diatas pemakaian beton pracetak akan mengurangi pemakaian dana pada pos konstruksi.

ASPEK TEKNIS DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI BETON PRACETAK


Meskipun teknologi beton pracetak telah berkembang dan digunakan sejak lama, khususnya di Indonesia, efektifitas aplikasi tersebut perlu dikaji dengan seksama. Kajian tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui dengan benar manfaat dan keuntungan dari aplikasi beton pracetak bagi industri konstruksi di Indonesia. Berbagai faktor yang harus ditinjau dengan cermat agar dapat diyakinkan keuntungan yang akan diperoleh adalah : perencanaan, sistem struktur, sumberdaya manusia, produksi, transportasi, pemasangan, connection dan perbaikan. Teknologi beton pracetak layak digunakan jika permasalahan yang ditimbulkan dari semua faktor tersebut diatas dapat diatasi/diselesaikan. 1. FAKTOR PERENCANAAN Perencanaan struktur dengan teknologi beton pracetak dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah perencanaan yang dilaksanakan oleh arsitek. Tahap yang kedua, perencanaan dilakukan oleh structure engineer. Tahap yang ketiga perencanaan dilakukan oleh produsen/instalator, yang ditekankan pada kemudahan pelaksanaan di lapangan. Struktur organisasi dari tim proyek sangat menentukan keberhasilan pengaplikasian teknologi beton pracetak. Koordinasi dari pengguna jasa (owner), arsitek, ahli struktur dan dari disiplin ilmu yang lain merupakan hal yang penting sehingga dibutuhkan kesinambungan informasi pada setiap tahap pelaksanaan. 2. FAKTOR SISTEM STRUKTUR Sistem struktur yang dapat digunakan pada bangunan gedung bertingkat lebih ditentukan oleh proses produksi di pabrik, proses transportasi dan proses pelaksanaan konstruksi di lapangan. Dalam memproduksi komponen beton pracetak untuk bangunan gedung yang perlu diperhatikan adalah berat serta dimensi komponen, hal ini dipengaruhi oleh : Ketinggian dan jumlah lantai bangunan. Kapasitas angkat crane. Lokasi pabrikasi komponen beton pracetak. Bentang portal dan jarak antar portal. Beban yang didukung oleh komponen beton pracetak. Jenis-jenis sistem struktur teknologi beton pracetak yang dapat dilaksanakan dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu (Tihamer Koncs,1979) : Struktur rangka dengan kolom tanpa sambungan (menerus). Struktur rangka dengan kolom sambungan (tidak menerus). Struktur rangka dengan unit rangka berbentuk portal.

3. FAKTOR SUMBERDAYA MANUSIA Karakteristik pekerja yang bekerja dalam lingkungan pabrik berbeda dengan mereka yang bekerja pada kondisi lingkungan kerja di lapangan terbuka. Kondisi ini akan mempengaruhi produktifitas pekerja sehingga kontinuitas hasil produksi tidak dapat diprediksi dengan tepat. Dalam lingkungan pabrik, pekerjaan yang dilakukan merupakan suatu pengulangan sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kegagalan yang disebabkan oleh pekerja. Keberhasilan produk dari hasil produksi industri konstruksi sangat tergantung dari kejelian dan kemampuan manager konstruksi dalam membuat perencanaan serta penggunaan metoda yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Secara umum perbedaan antara industri konstruksi dengan industri manufaktur adalah sebagai berikut (Oglesby C.H.,1989) : Pada proyek konstruksi waktu yang disediakan sangat terbatas, konsekuensi dari hal ini adalah team manajemen harus dibentuk secara cepat dan tepat. Juga pemilihan metoda konstruksi serta penggunaan alat untuk operasional hanya terjadi satu kali. Sifat dari lokasi proyek adalah tidak tetap, pada industri manufaktur lokasi kerja berada dalam satu lokasi dan bersifat tetap. Kadang-kadang pekerja proyek harus melaksanakan pekerjaannya dalam ruang yang terbatas sehingga akan memepengaruhi produktifitasnya, sedangkan pekerja pabrik ruang geraknya dapat direncanakan sebaik mungkin agar dapat bekerja dengan nyaman dengan harapan produktifitasnya tidak terganggu. Hasil produksi biasanya unik dan selalu berbeda dari lokasi proyek yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dibuat standarisasi penggunaan alat bantu dan metoda konstruksi untuk berbagai proyek. Dalam industri konstruksi lebih banyak dibutuhkan pekerja dengan ketrampilan yang cukup dibandingkan dengan pekerja tidak mempunyai ketrampilan. Pemilihan pekerja yang cakap akan sangat mempengaruhi ketepatan rencana pekerjaan sesuai dengan jadwal. Pelaksanaan pekerjaan biasanya berada diluar/dilapangan terbuka dengan variasi yang ditimbulkan oleh hujan, panas serta kondisi geografis lokasi proyek. Proyek konstruksi biasanya berskala besar, tidak praktis dan pemasangan peralatan besar dan berat sehingga tidak mudah untuk melaksanakannya. Dalam proyek konstruksi owner selalu terlibat dalam melakukan pengawasan proses konstruksi sedangkan untuk industri manufaktur pembeli hanya melihat hasil akhir dari proses produksi. Karakteristik pekerja pabrik adalah : Tidak terpengaruh perubahan cuaca. Pola kerja selalu sama. Perubahan teknologi hanya terjadi sesaat yaitu pada masa transisi penerapan teknologi baru di pabrik kemudian pekerja akan menyesuaikan. Produktifitas relatif konstan. Pekerja tidak memerlukan bekal ketrampilan yang tinggi, pada awalnya adalah buruh kasar yang kemudian dilatih sehingga upahnya relatif rendah. Karakteristik pekerja lapangan adalah : Sangat dipengaruhi perubahan cuaca. Setiap lokasi pekerjaan berpindah menyebabkan terjadi perubahan pola kerja di lapangan. Perubahan teknologi sering terjadi sehingga sangat berpengaruh terhadap pekerja. Produktifitas pekerja tidak kontinu. Diperlukan pekerja dengan bekal ketrampilan yang cukup sehingga upahnya lebih tinggi dibanding pekerja pabrik. Dengan mengarahkan pelaksanaan proyek konstruksi menjadi industrialisasi maka sangat terbuka kemungkinan untuk mereduksi biaya konstruksi serta waktu pelaksanaannya.
6

4. FAKTOR PRODUKSI Produksi mutlak merupakan peran pabrikator. Sepanjang tidak terdapat halangan yang berkaitan dengan logistik, maka masalah yang ada biasanya berkaitan dengan hal-hal teknis, sehingga dengan menyerahkan pekerjaan tersebut pada pabrikator yang profesional hambatan teknis dapat diredam. Penting dalam faktor produksi adalah menentukan prioritas, mana yang lebih dahulu dipabrikasi, sehingga dibutuhkan koordinasi antara pabrikator dengan instalator. Area produksi harus tertata dengan baik, mulai dari tempat penumpukan material dasar, proses pengecoran, proses rawatan beton serta penyimpanan komponen beton pracetak. Konsekuensi dari unit ini menyediakan lahan kerja yang cukup luas, karena lahan penumpukan bahan dan komponen beton pracetak yang diproduksi berukuran dan berkuantitas besar. Hakekat dari pabrikasi beton pracetak adalah : Kebutuhan akan tenaga kerja relatif lebih sedikit. Kecepatan proses produksi. Perbaikan kualitas produk. Dibandingkan dengan proses konstruksi tradisional, hal yang menonjol dalam produksi beton pracetak adalah penggunaan mesin dalam pabrik untuk menghasilkan komponen beton pracetak. Selain membutuhkan tenaga kerja lebih sedikit penggunaan mesin akan mengurangi kesalahan yang diakibatkan oleh faktor manusia sehingga akan dihasilkan produk dengan kualitas lebih seragam. 5. FAKTOR TRANSPORTASI Produsen beton pracetak pada umumnya tidak hanya bertanggung jawab dalam masalah produksi saja tetapi juga bertanggung jawab pada masalah transportasi atau bahkan masalah pemasangan dari komponen beton pracetak. Pada umumnya produsen mempunyai moda transportasi sendiri untuk mentransportasikan produknya ke lokasi pekerjaan, atau mensubkontrakkan masalah transportasi kepada perusahaan transportasi. Pengiriman komponen biasanya digunakan truk, dengan konsekuensi bahwa jalur transportasi harus sudah disurvey untuk memastikan bahwa jalur tersebut dapat dilewati truk dengan muatannya. Komponen beton pracetak biasanya didukung pada dua tumpuan untuk menghindari timbulnya tegangan yang tidak semestinya yang ditimbulkan selama proses transportasi ke lokasi pekerjaan. Komponen beton pracetak juga harus dirancang titik-titik pengangkatan yang digunakan pada saat pemasangan maupun handling. Untuk keperluan pemasangan , sistem dua titik angkat digunakan jika komponen beton pracetak berupa double T, inverted T, L beam, hollow-core slab (Sheppard & Phillips,1989). Terhadap jalur jalan yang akan dilalui harus dilakukan pengecekan mengenai kemampuan dukungnya serta berat maksimum yang diijinkan. Hal serupa juga dilakukan terhadap jembatanjembatan yang akan dilewati. Sistem pengangkutan yang dapat dilakukan dalam mentransportasikan komponen beton pracetak dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu secara horizontal dan secara vertikal (Lewicki B.,1966). 6. FAKTOR PEMASANGAN Salah satu kunci keberhasilan pengaplikasian teknologi beton pracetak adalah faktor pemasangan. Pemahaman mengenai masalah yang timbul serta penanganannya harus benarbenar diperhitungkan secara matang agar tujuan utama penggunaan komponen pracetak
7

tercapai, yaitu dapat mereduksi waktu pelaksanaan pekerjaan. Perencanaan yang matang pada setiap tahap proses konstruksi sangat penting untuk mencapai pemasangan yang efisien, juga harus didukung koordinasi yang baik antara erector dengan kontraktor. Setiap orang yang terlibat dalam proyek harus memahami benar tentang pentingnya pemasangan dan pengaruhnya terhadap faktor lainnya. Perancang menentukan dimensi dan berat dari komponen beton pracetak pada awal proyek. Berat komponen disarankan untuk tidak lebih dari 11 ton, termasuk komponen arsitektur dan strukturnya (Tihamer Koncs,1979). Jika melebihi berat tersebut harus dikonfirmasikan dengan ahli untuk mempertimbangkan pelaksanaan transportasi dan pemasangan. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk satu team pemasangan umumnya berkisar 5 (lima) orang : 2 (dua) orang berada dibawah, 2 (dua) orang berada diatas untuk melakukan penyetelan unit pracetak, dan satu orang sebagai pengendali crane. Jumlah tersebut akan bertambah dengan pekerja las dan grouting. Proses penyatuan komponen beton pracetak menjadi satu kesatuan bangunan yang utuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah : Sistem struktur bangunan. Jenis alat sambung yang akan digunakan. Kapasitas angkat crane yang tersedia. Kondisi lapangan. Metoda yang dapat digunakan dibedakan menjadi dua, yaitu vertical method dan horizontal method (Tihamer Koncs,1979). Vertical Method, pemasangan dengan metoda vertikal adalah pengangkatan dan penyatuan komponen beton pracetak yang dilaksanakan pada arah vertikal pada struktur bangunan yang mempunyai kolom menerus dari lantai dasar hingga lantai paling atas. Dengan cara demikian sambungan-sambungan pada lantai di atasnya harus dapat segera berfungsi secara efisien. Pada bangunan yang mempunyai ketinggian tertentu selama proses pemasangan harus ditambah/ditopang oleh struktur sementara (bracing) yang berfungsi untuk menahan gaya-gaya yang ditimbulkan selama pemasangan. Pemasangan bracing ini pada umumnya tidak mengalami kesulitan namun demikian hal ini membutuhkan waktu untuk pelaksanaannya sehingga akan menambah siklus waktu pemasangan. Komponen beton pracetak yang berbentuk panel/dinding disebut dengan tilt-up construction. Pelaksanaan pemasangan komponen ini dengan cara memiringkannya kemudian ditegakkan dan ditopang oleh steel support. Pemasangan komponen ini termasuk dalam vertical method karena sambungan-sambungannya harus segera dapat berfungsi secara efektif. Horizontal Method, penyatuan komponen beton pracetak dengan metoda horisontal adalah proses pemasangan yang pelaksanaannya dilakukan tiap satu lantai (arah horisontal bangunan). Metoda ini digunakan untuk struktur bangunan yang terdiri dari komponen kolom pracetak dengan sambungan pada tempat-tempat tertentu. Sambungan pada metoda ini tidak harus segera dapat berfungsi sehingga tersedia waktu yang cukup untuk pengerasan beton, sambungan yang cocok untuk metoda ini adalah in-situ concrete joint. 7. FAKTOR CONNECTION Proses penyatuan komponen-komponen struktur beton pracetak menjadi sebuah struktur bangunan yang monolit merupakan hal yang amat penting dalam mengaplikasikan teknologi beton pracetak. Material yang harus disatukan terdiri dari dua jenis. Yang pertama adalah penyatuan material beton dan yang kedua adalah penyatuan material baja (tergantung dari
8

sistem connection). Sambungan antar komponen pracetak tidak hanya berfungsi sebagai penyalur beban tetapi harus mampu secara efektif mengintegrasikan komponen-komponen tersebut, sehingga secara keseluruhan struktur dapat berperilaku monolit (Suprobo P.,1996). Gaya-gaya yang harus disalurkan dalam struktur bangunan adalah gaya horisontal, yaitu gaya yang ditimbulkan akibat beban horisontal (beban angin, beban gempa), dan gaya vertikal, yaitu gaya yang ditimbulkan akibat beban gravitasi (berat sendiri komponen). Metoda yang digunakan dalam usaha menyatukan komponen-komponen beton pracetak dibedakan menjadi dua cara (Tihamer Koncs,1979), yaitu cara yang pertama adalah dengan menggunakan sambungan kering sedangkan cara yang kedua adalah dengan sambungan basah. Metoda sambungan kering adalah metoda penyambungan komponen beton pracetak dimana sambungan tersebut dapat segera berfungsi secara efektif. Yang termasuk dalam metoda ini adalah alat sambung berupa las dan baut. Sambungan basah adalah metoda penyambungan komponen beton pracetak dimana sambungan tersebut baru dapat berfungsi secara efektif setelah beberapa waktu tertentu. Yang termasuk dalam jenis ini adalah sambungan in-situ concrete joints. 1. In-Situ Concrete Joints Penempatan sambungan antara kolom lantai bawah, kolom lantai diatasnya dengan balok dapat terjadi pada satu titik yang sama atau pada titik yang berbeda. Pada penyambungan komponenkomponen beton pracetak sebaiknya dihindari penyambungan dengan jumlah komponen yang besar pada satu titik, hal ini dapat diatasi dengan cara menempatkan sambungan antar kolom diatas titik sambungan antara kolom dengan balok. Pelaksanaan penyambungan in-situ concrete joints dapat dibedakan berdasarkan tahap pelaksanaannya menjadi dua yaitu pelaksanaan satu tahap dan pelaksanaan dua tahap (Tihamer Koncs,1979). 2. Welded & Bolted Connection Alat sambung kering dalam menyatukan komponen beton pracetak digunakan plat baja yang ditanamkan dalam beton dan ditempatkan pada ujung-ujung yang akan disatukan. Fungsi dari plat baja ini adalah meneruskan gaya-gaya sehingga plat baja ini harus benar-benar menyatu dengan material beton. Dalam penyatuan komponen-komponen beton pracetak dapat digunakan alat sambung berupa baut atau las. Untuk menghindari terjadinya korosi pada plat baja, setelah proses penyambungan selesai maka lubang sambungan tersebut harus di-grouting. 3. Prestressed Connection Sambungan komponen beton pracetak dapat dilaksanakan dengan cara prestressed (Allen,1985). Dengan cara penyambungan seperti ini dihasilkan struktur yang monolit. Berbagai cara penyambungan komponen pracetak dengan berbagai alat sambung disajikan dalam tabel 2
Tabel 2 : Perbandingan metoda penyambungan komponen beton pracetak Deskripsi Keutuhan Struktur Waktu yang dibutuhkan agar sambungan dapat berfungsi secara efektif Metoda pemasangan yang In-Situ Concrete Joints Monolit Perlu setting time Bolted & Welded Connection Kurang Monolit Segera dapat berfungsi Prestressed Connection Monolit Perlu setting time

Horisontal Method
9

Vertical Method

Horisontal Method

Deskripsi sesuai Jenis Sambungan Ketinggian bangunan Waktu pelaksanaan

In-Situ Concrete Joints Basah Lebih lama karena membutuhkan waktu untuk setting

Bolted & Welded Connection Kering Max. 25 meter Lebih cepat 25%40% bila dibandingkan dengan Rendah, sehingga dibutuhkan akurasi yang tinggi selama proses produksi dan pemasangan. Terbatas

Prestressed Connection

time.
Toleransi dimensi

in-situ concrete joints

Basah Lebih lama karena membutuhkan waktu untuk setting time. Lebih tinggi bila dibandingkan dengan sambungan baut dan las. Bentang lebar

Lebih tinggi bila dibandingkan dengan sambungan baut dan las.

Bentang dari struktur yang Terbatas mampu didukung Sumber : Tihamer Koncs, 1979

8. FAKTOR PERBAIKAN Jika terjadi kerusakan pada komponen beton pracetak, sebaiknya komponen tersebut tidak digunakan lagi. Pada batas-batas tertentu kerusakan yang terjadi dapat diperbaiki, tetapi hal ini harus mendapat rekomendasi dari tenaga ahli. Jika kerusakan terjadi setelah komponen beton pracetak terpasang pada posisinya, tindakan yang dilakukan adalah mengevaluasi apakah komponen tersebut masih layak diigunakan. Salah satu cara untuk mengevaluasi hollow core slab yang retak setelah terpasang adalah dengan dilakukan pengujian beban sederhana, yaitu dengan memberikan beban pada plat tersebut kemudian dicek lendutan yang terjadi. Jika dari hasil uji beban disimpulkan tidak layak maka plat tersebut harus dilepas dan diganti dengan plat yang baru, dengan kata lain plat yang rusak tidak dapat digunakan lagi dan harus dibuang.

ASPEK EKONOMIS DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI BETON PRACETAK


Faktor-faktor ekonomis yang mempengaruhi aplikasi teknologi beton pracetak : Faktor biaya, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk mewujudkan rencana bangunan tersebut. Faktor waktu, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pelaksanaan konstruksi bangunan sampai dengan bangunan tersebut dapat berfungsi sesuai dengan rencana penggunaannya. Faktor mutu, yaitu hasil yang dicapai dari proses pelaksanaan konstruksi. Faktor Biaya, faktor-faktor yang mempengaruhi ekonomis tidaknya aplikasi teknologi beton pracetak dapat diidentifikasi sebagai berikut : Kebutuhan material untuk seluruh bangunan. Biaya produksi, yang ditentukan oleh waktu pelaksanaan serta investasi peralatan yang diperlukan. Biaya yang dibutuhkan untuk transportasi. Biaya yang dibutuhkan untuk pemasangan. Biaya untuk penyelesaian. Contoh pelaksanaan pembangunan gedung dengan menggunakan dua metoda, yaitu satu gedung dengan teknologi beton pracetak sedangkan yang lainnya menggunakan proses konstruksi tradisional. Perbandingan biaya yang dibutuhkan antara dua metoda tersebut adalah biaya total pelaksanaan dengan teknologi beton pracetak sebesar 10.302 sedangkan dengan metoda site build dibutuhkan biaya 11.318, sehingga didapatkan penghematan sebesar 9,9% (Bengt H., 1996)
10

Pada gambar 1 diperlihatkan diagram perbandingan biaya pada beberapa system yang berbeda dalam satuan tiap meter persegi lantai bangunan. Keuntungan penggunaan teknologi beton pracetak dapat terlihat dengan jelas, yaitu biaya yang dibutuhkan setiap meter persegi lantai bangunan lebih kecil daripada in-situ concrete system terutama pada bangunan tingkat tinggi.

Comparative cost of industrialised system for high, medium and low rise building
Average cost/square metre of floor area (pounsterling)

60 50 40 30 20 10 0

51 41 32 47 39 31 39 29 30

high rise medium rise low rise

insitu concrete system

precast concrete system

timber system

steel system

Gambar 1 : Comparative cost of industrialised system for high, medium and low rise building. (Sumber : Seeley I.H.,1972)

Faktor Waktu, dari segi waktu pelaksanaan konstruksi, penggunaan teknologi beton pracetak akan lebih singkat bila dibandingkan dengan pelaksanaan konstruksi secara tradisional. Sebagai gambaran tahapan penggunaan teknologi beton pracetak dibandingkan dengan proses konstruksi tradisional dapat diperlihatkan dalam gambar 2.

PROSES KONSTRUKSI TRADISIONAL

persiapan pondasi

sloof kolom

balok plat
WAKTU

persiapan pondasi

sloof

erection balok selisih erection plat

erection kolom

PROSES KONSTRUKSI TEKNOLOGI PRECAST CONCRETE

Gambar 2 : Perbandingan tahapan konstruksi antara proses konstruksi tradisional dengan penggunaan teknologi beton pracetak.

Dari gambar 2 terlihat selisih waktu yang didapatkan dari penggunaan beton pracetak, meskipun demikian perlu diperhatikan waktu yang dibutuhkan untuk pemasangan kolom, pemasangan balok, pemasangan plat lantai. Bila waktu pemasangan dari tiap item pekerjaan tersebut dapat dimunculkan maka akan dapat diketahui dengan pasti berapa banyak waktu yang dapat dihemat/dipercepat.
11

Satu proyek percobaan yang dilaksanakan pada pembangunan hotel dengan jumlah kamar sebanyak 40 buah. Dalam proyek ini terdapat dua buah bangunan yang sama, salah satu bangunan menggunakan teknologi beton pracetak dan yang lainnya menggunakan proses konstruksi tradisional. Hasil perbandingan dari kedua metoda tersebut ditunjukkan seperti dalam gambar 3

Grafik Perbandingan
100 80
Progress(%)

Precast concrete box units

60 40 20 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Time(month) Designing On site construction

Gambar 3 : Perbandingan penggunaan teknologi beton pracetak dengan proses konstruksi tradisional. (Sumber : Hansson B., Lund University, Sweden,1996)

Dalam tabel 4 ditunjukkan pelaksanaan dua bangunan yang hampir sama luasnya, salah satu menggunakan teknologi precast concrete dan yang lainnya menggunakan proses konstruksi tradisional, dalam proyek tersebut didapatkan data sebagai berikut (Cervenka V., 1971) : Dengan teknologi beton pracetak pemakaian tenaga kerja akan berkurang 40% bila dibandingkan dengan proses konstruksi tradisional. Durasi waktu yang dibutuhkan lebih cepat 40% dibandingkan proses tradisional. Biaya transportasi komponen beton pracetak dalam jarak rata-rata antara 30 km - 50 km lebih tinggi sebesar 8 - 18% dibandingkan proses tradisional.
Tabel 3 : Time of construction of building with an average volume of 9500 cubic meters Technology Bricks and cement blocks Completely Assembled Sumber : Cervenka V., 1971 Useful Area of Flat (Square meters) 54,4 61 Number of Construction Days per Flat 11,3 6,5 Percent (%) 100 58

Faktor Mutu, dalam industri manufaktur masalah pengendalian kualitas produk yang dihasilkan dapat terpantau dengan jelas, metoda statistik dan teknik pengendalian yang tepat dapat memberikan informasi dini bagi manajemen tentang produk yang dihasilkan. Jika terjadi penyimpangan kualitas dari produk maka dengan segera dapat dilakukan tindakan sehingga kualitas produk dapat sesuai dengan standar yang disyaratkan. Produk yang dihasilkan mempunyai akurasi dimensi yang tinggi sehingga dalam pelaksanaan di lapangan relatif lebih mudah serta mempunyai kenampakan yang lebih baik.

12

Komparasi pengaplikasian sistem pracetak dengan konvensional dapat dilakukan terhadap beberapa aspek, diantaranya adalah aspek biayanya. Bangunan yang digunakan untuk komparasi seperti pada tabel 5.
Tabel 4 : Perbandingan biaya sistem konvensional dengan pracetak Gedung IUCLab. Pentarikhan ITB Geologi 2 Luas Lantai 13.400 m 3700 m2 Jumlah Lantai 8 lantai 4 lantai Penghematan antara konvensional pracetak : Terhadap Struktur 5.99 % 5.38 % Total Terhadap Pelat 14.92 % 18.9 % Pracetak Sumber : Pribadi K.S, Fatima, Thomas S.,1991 Nama Proyek Mesjid Raya Samarinda 1575 m2 2 lantai 1.52 % 18.9 % Gedung PT.BEP 1700 m2 2 lantai 9.32 % 12.01 %

METODOLOGI PENELITIAN
Obyek penelitian adalah kalangan praktisi yang berkaitan dengan penggunaan sistem pracetak, seperti produsen beton pracetak, Konsultan, Kontraktor, Arsitek, Instalator. Pengumpulan data dilakukan dengan alat bantu kuesioner dan wawancara. Rancangan kuesioner terdiri dari tiga bagian yaitu bagian 1 : berisi informasi umum mengenai identifikasi responden dan fungsi, serta informasi yang berkaitan dengan kemampuan penguasaan pengalaman dalam sistem pracetak. Sasaran pengambilan data bagian ini adalah untuk mengetahui seberapa dalam pengalaman responden dan kapasitas responden (profil industri); bagian 2 : kuesioner yang berisi berbagai aspek seperti : teknis pelaksanaan, lingkungan kerja, kemudahan yang didapat, peralatan, permasalahan yang timbul, produktifitas pekerja. Sasaran pengambilan data bagian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesulitan/kemudahan pelaksanaan metoda beton pracetak (memberikan gambaran tentang teknologi yang ada dan penerapannya di Indonesia); bagian 3 : kuesioner yang berisi kelayakan ekonomi : penghematan yang didapat (bekisting, finishing), penghematan overhead, tambahan biaya alat, tambahan biaya alat penyambung. Sasaran pengambilan data bagian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar biaya yang digunakan untuk mengaplikasikan metoda beton pracetak. Disamping pelaksanaan dengan wawancara dan kuesioner akan dilakukan pula tinjauan lapangan dengan tujuan untuk mengetahui lebih jelas hal-hal yang berkaitan dengan produksi beton pracetak, serta untuk menginventarisasi teknologi yang sedang digunakan dan yang akan digunakan di industri beton pracetak di Indonesia.

ANALISIS DATA
Pengumpulan data mengenai jenis, bentuk, berat, dimensi dari sistem pracetak yang saat ini sudah dan sedang diaplikasikan dimulai dari survey ke produsen/pabrik industri konstruksi. Pencarian data dilakukan dengan mendatangi langsung, company profil maupun memanfaatkan fasilitas internet. Pengolahan data kuantitatif diolah secara deskriptif. Setelah dilakukan pengumpulan data diperoleh berbagai jenis komponen sistem pracetak yang diproduksi pabrik dan diaplikasikan di lapangan adalah sebagai berikut : kansteen (landscape); tiang pancang beton segitiga (struktur bawah); pagar beton (pagar); plat lantai/HCS (struktur atas); tangga pracetak (struktur); GRC (ornamen bangunan arsitektural); u-shell; pelat double tee (struktur atas); pipa beton; u-ditch; wall; floor plank; beam (struktur atas).

13

Secara umum komparasi dilakukan terhadap aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan dan hasil kerja dari kedua sistem. Terlihat dalam tabel 7 berbagai keunggulan dan kekurangan dari kedua sistem.
Tabel 5 : Komparasi sistem konvensional dengan sistem pracetak DESKRIPSI PERANCANGAN Kompleksitas KONVENSIONAL PRACETAK

lebih sederhana

BENTUK DAN UKURAN GEDUNG Bentuk bangunan efisien untuk bentuk bangunan yang tidak teratur Volume dan sifat kecil, tidak berulang pekerjaan PELAKSANAAN Waktu lebih lama Biaya lebih murah jika : bentuk bangunan tidak teratur, volume kecil dan tidak repetitif. teknologi konvensional lebih banyak lebih kompleks karena struktur organisasi lapangan lebih rumit lebih kompleks karena jumlah item pekerjaan lebih banyak jumlah dan komposisi lebih banyak memerlukan ruang kerja lebih luas untuk bekerja dan penumpukan material pengaruh cuaca terhadap pelaksanaan dilapangan besar harus menunggu proses pelaksanaan selesai hasil kerja sangat dipengaruhi oleh skill pekerja. tergantung pekerja dan pengawasan sangat bervariasi (tergantung skill pekerja); memerlukan penyempurnaan; resiko biaya tak terduga tinggi

memerlukan pemikiran yang lebih luas, menyangkut sistem produksi, transportasi, erection dan connection efisien untuk bentuk bangunan yang teratur/typical, lebih besar dari titik impas, berulang (repetitif) lebih cepat 25% karena pekerjaan dapat dilaksanakan secara paralel. Lebih murah jika : bentuk bangunan teratur (maksimum 6 type komponen), volume pekerjaan 2200 m3. keahlian khusus lebih sedikit (lebih dari 10%) karena sebagian pekerjaan dilaksanakan di pabrik. lebih sederhana lebih sederhana, sebagian pekerjaan dilakukan di pabrik dengan pengendalian mutu yang konsisten jumlah dan komposisi lebih sedikit relatif lebih kecil karena produksi dilakukan di pabrik relatif kecil karena produksi komponen di pabrik dapat dilaksanakan di pabrik (misal :keramik) Sistem dan metoda produksi dibuat sedemikian rupa sehingga ketepatan dimensi tidak tergantung skill pekerja. lebih terjamin variasi lebih sedikit; resiko biaya tak terduga relatif mudah dikendalikan

Teknologi Tenaga kerja Koordinasi pelaksanaan Pengawasan pengendalian Sarana kerja Kondisi lapangan Kondisi cuaca Pekerjaan finishing

dan

HASIL PEKERJAAN Ketepatan dimensi

Mutu Finishing

Keterkaitan antar aspek yang dipertimbangkan dalam pengaplikasin sistem pracetak dapat dilihat pada gambar 4, sedangkan penjelasannya seperti pada tabel 8 sampai dengan tabel 15.

14

TRANSPORTASI

CONNECTION

TEKNOLOGI K K K K K K K K K K K

PRODUKSI

ERECTION

Berat dan dimensi komponen Kapasitas angkut Jalur transportasi Metoda vertikal Metoda horisontal Kapasitas tower crane Sambungan basah Sambungan kering Open frame dan plat pracetak Skill

PRODUKSI TRANSPORTASI ERECTION CONNECTION SISTEM STRUKTUR SDM TEKNOLOGI MATERIAL K K K K K K K K K K K

K K K

K K K L L K K K K

K L L K K K

K K K K K K

K K K K K K K K K K K

K K K K

K K K K K K K K K K K

Gambar 4 : Perbandingan penggunaan teknologi beton pracetak dengan proses konstruksi tradisional. Tabel 6 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh produksi Terpengaruh Pengaruh Transportasi Item Pertimbangan Hubungan kuat Keterangan komponen beton pracetak harus dapat ditransportasikan ke lokasi proyek komponen harus dapat dipasang pada tempatnya dengan crane yang tersedia komponen diproduksi sesuai dengan jenis alat sambung serta sistem sambungan komponen diproduksi sesuai dengan sistem yang digunakan pabrikasi harus didukung pekerja agar dihasilkan produk yang sesuai komponen hasil produksi sangat dipengaruhi oleh teknologi mutu komponen beton pracetak tergantung dari material

bentuk komponen ukuran komponen berat komponen bentuk komponen ukuran komponen berat komponen sistem sambungan jenis alat
sambung

Pemasangan

kuat

Connection Produksi

kuat

Sistem Struktur Sumber Daya Manusia

kolom menerus kolom sambungan unit portal pengendalian


mutu

kuat

kuat

Teknologi

teknik produksi mesin produksi sumber material komposisi material

kuat

Material

kuat

15

MATERIAL K K K K K K K K K K K

Keterangan : K : korelasi kuat L : korelasi lemah

SISTEM STRUKTUR

SDM

Tabel 7 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh transportasi Terpengaruh pengaruh Produksi Item Pertimbangan Hubungan kuat Keterangan produksi harus disesuaikan agar komponen dapat ditransportasikan jadwal harus ditepati agar tidak terjadi keterlambatan alat sambung harus terikat dengan baik. komponen beton pracetak harus didisain agar layak ditransportasikan pekerja harus memahami perilaku komponen pada saat ditransportasikan cara mentransportasikan komponen agar aman sampai tujuan hal ini akan mempengaruhi kemampuan transportasi komponen ke lokasi.

bentuk komponen ukuran komponen berat komponen jadwal pengiriman sistem penataan
alat sambung

Pemasangan Connection Transportasi

kuat lemah

Sistem Struktur

bentuk komponen ukuran komponen berat komponen pengalaman pengetahuan

kuat

Sumber Daya Manusia

tentang beton pracetak transportasi

kuat

Teknologi

sistem

kuat

Material

jenis komponen
(berat yang berbeda)

kuat

Tabel 8 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh pemasangan Terpengaruh Pengaruh Item Pertimbangan Hubungan Keterangan dapat/tidaknya pelaksanaan pemasangan tergantung dari produksi pemasangan dapat dilaksanakan jika komponen telah ditransportasikan pemakaian alat sambung sangat menentukan metoda pemasangan komponen beton pracetak jenis komponen pracetak sangat menentukan metoda pemasangan tepat

Produksi

bentuk komponen ukuran komponen berat komponen

kuat

Pemasangan

Transportasi

jadwal pengiriman jenis alat

kuat

Connection

sistem connection metoda


pemasangan pracetak

sambung

kuat

Sistem Struktur

jenis komponen

kuat

16

Terpengaruh

Pengaruh

Item Pertimbangan

Hubungan

ketrampilan pengetahuan
Sumber Daya Manusia

tentang beton pracetak teknik penyimpanan teknik pengangkatan

Keterangan ketrampilan seseorang berpengaruh terhadap durasi pelaksanaan

kuat

Teknologi Material

peningkatan

kapasitas alat sambung

kuat lemah

pemasangan komponen sangat tergantung dari kemampuan crane

jenis bahan alat

Tabel 9 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh connection


Terpengaruh Pengaruh Produksi Transportasi Pemasangan Item Pertimbangan Hubungan kuat lemah kuat sistem sambungan sangat dipengaruhi oleh metoda pemasangan posisi sambungan menentukan jenis connection yang tepat dengan pekerja yang berpengalaman tingkat kesulitan dapat direduksi alat sambung yang memenuhi persyaratan dan kemudahan pelaksanaan sangat mempengaruhi biaya serta waktu pelaksanaan konstruksi Keterangan jika digunakan alat sambung baut maka faktor produksi sangat berarti

faktor ketepatan
ukuran/dimensi -

metoda pemasangan letak titik

Sistem Struktur Connection

sambungan

kuat

Sumber Daya Manusia

pengalaman

kuat

Teknologi

murah mudah dilaksanakan kuat cepat dilaksanakan

kuat

Material

murah kuat

kuat

Tabel 10 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh sistem struktur Terpengaruh Sistem Struktur Pengaruh Produksi Item Pertimbangan Hubungan kuat Keterangan sistem struktur dapat diaplikasikan jika produsen mampu memproduksi sistem struktur sangat tergantung transportasi kapasitas angkat crane sangat dominan

kemampuan
produksi

Transportasi Pemasangan

kemampuan
transportasi

kuat kuat

kemampuan crane

17

Terpengaruh

Pengaruh Connection

Item Pertimbangan

Hubungan kuat

jenis alat

sambung produksi

pengalaman
Sumber Daya Manusia

pengalaman mentransportasikan pengalaman memasang

kuat

Keterangan kemampuan alat sambung mempengaruhi sistem struktur sumberdaya manusia sangat berpengaruh terhadap jenis sistem struktur pengembangan teknologi pracetak mempengaruhi pengembangan sistem struktur

Teknologi

riset jenis material

kuat

Material

kuat

Tabel 11 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh sumberdaya manusia Terpengaruh Pengaruh Produksi Item Pertimbangan Hubungan kuat Keterangan kemampuan sumberdaya manusia dalam melaksanakan proses produksi pengetahuan serta pengalaman dalam mentransportasikan komponen beton pracetak kesiapan sumberdaya manusia dalam memasang komponen pracetak kesiapan sumberdaya manusia dalam menyatukan komponen pracetak dituntut pengalaman dan pengetahuan tentang berbagai sistem yang ada peningkatan dan pengembangan komponen beton pracetak pengingkatan teknologi pracetak

teknik produksi

Transportasi

cara-cara

transportasi

kuat

Sumberdaya Manusia

Pemasangan

metoda konstruksi

kuat

Connection

sistem

sambungan

kuat

Sistem Struktur

jenis struktur

kuat

Teknologi

penelitian dan

pengembangan

kuat

Material

penelitian tentang
material pracetak

kuat

18

Tabel 12 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh teknologi Terpengaruh Pengaruh Produksi Item Pertimbangan Hubungan kuat Keterangan kebutuhan komponen baru akan memacu teknik/cara produksi. penemuan komponen baru memacu menemukan teknik transportasi yang baik sistem ini masih harus dikaji lebih lanjut diharapkan dihasilkan sistem yang benarbenar efisien perkembangan teknologi menuntut kesiapan sumber daya manusia dapat meningkatkan teknologi pracetak

jenis komponen bentuk komponen jenis komponen


baru

Transportasi Pemasangan Teknologi Connection Sistem Struktur Sumberdaya manusia Material

kuat kuat kuat kuat

metoda

pemasangan sistem sambungan pengembangan jenis sistem struktur

kesiapan dan

kemampuan melakukan inovasi komposisi yang lebih baik

kuat

jenis dan

kuat

Tabel 13 : Rekomendasi terhadap faktor terpengaruh material Terpengaruh Pengaruh Produksi Transportasi Pemasangan Material Connection Sistem Struktur Sumberdaya Manusia Teknologi Item Pertimbangan Hubungan kuat kuat kuat kuat kuat kuat kuat Keterangan penemuan jenis material baru pemilihan jenis material pemilihan jenis material penemuan material alat sambung yang baru pemilihan jenis material penelitian material alternatif penemuan jenis material yang lebih sesuai

berat komponen sistem baru kapasitas crane sistem


sambungan kekuatan

riset riset

KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil kajian melalui survey dan wawancara yang dilakukan terhadap kontraktor, konsultan dan produsen dapat dinyatakan bahwa baru sebagian kecil dari komponen bangunan yang diproduksi secara pracetak, diantaranya adalah tiang pancang, kansteen, pagar, pelat, kolom, balok, ornamen arsitektural. 2. Komparasi antara kedua sistem, masing-masing sistem mempunyai keunggulan dan kelemahan sendiri. Pada bangunan tertentu akan lebih murah dan cepat bila menggunakan sistem konvensional akan tetapi bangunan yang lain lebih murah menggunakan sistem pracetak. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk bangunan, volume pekerjaan, variasi komponen bangunan.

19

3. Kunci keberhasilan pengaplikasian sistem pracetak adalah pada tahap perencanaan, bila akan mengaplikasikan sistem ini hendaknya direncanakan secara matang mulai dari disain, produksi, transportasi dan koneksi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Allen E.,1985, The Professional Handbook of Building Construction, John Wiley & Sons,New York. 2. Dunham.C.W, 1984, The Theory and Practice of Reinforced Concrete , McGraw-Hill Book Company, New York. 3. Hansson B., 1996, Precast Concrete Box Units- A Case Study, Departement of Construction Management, Lund University, Lund, Sweden. 4. Koncs T.,1979, Manual of Precast Concrete Construction,Berlin. 5. Lewicki B.,1966, Building with Large Prefabricates,Elsevier Publishing Company,Amsterdam. 6. Oglesby,1989, Productivity Improvement in Construction,McGraw-Hill Book Company,New York. 7. Pribadi K.S., Fatima I., Thomas S.,1991, Penerapan Pelat Berongga Prategang Pracetak Dalam Rangka Usaha Rasionalisasi Dan Standarisasi Pembangunan di Indonesia , Seminar Universitas Parahyangan, Bandung. 8. Seeley I.H.,1972, Building Economics, McMillan. 9. Sheppard, Phillips, 1989, Plant-Cast Precast and Prestressed Concrete, McGraw-Hill Book Company,New York. 10. Soeharto Iman,1995, Manajemen Proyek,penerbit Erlangga,Jakarta. 11. Winter,Nilson,1979, Design of Concrete Structure,Tokyo.

20

You might also like