You are on page 1of 4

DIREKTORAT TATA LINGKUNGAN GEOLOGI DAN KAWASAN PERTAMBANGAN

Air Tanah
Air
tanah adalah semua air yang terdapat pada lapisan

pengandung air (akuifer) di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul di permukaan tanah. Peranan air tanah semakin lama semakin penting karena air tanah menjadi sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak (common goods), seperti air minum, rumah tangga, industri, irigasi, pertambangan, perkotaan dan lainnya, serta sudah menjadi komoditi ekonomis bahkan dibeberapa tempat sudah menjadi komoditi strategis. Diperkirakan 70% kebutuhan air bersih penduduk dan 90% kebutuhan air industri berasal dari air tanah.

Air tanah tersimpan dalam suatu wadah (akuifer) yaitu suatu formasi geologi yang jenuh air yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan meluluskan air dalam jumlah cukup dan ekonomis serta bentuk dan kedalaman terbentuk ketika terbentuknya cekungan air tanah.

Air tanah merupakan komponen dari suatu daur hidrologi (hydrology cycle) yang melibatkan banyak aspek bio-geo-fisik, bahkan aspek politik dan sosial budaya yang sangat menentukan keterdapatan air tanah di suatu daerah. Sumber air tanah berasal dari air yang ada di permukaan tanah (air hujan, air danau dan sebagainya) kemudian meresap ke dalam

tanah/akuifer di daerah imbuhan (recharge area) dan mengalir menuju ke daerah lepasan (discharge area). Aliran air tanah di dalam akuifer dari daerah imbuhan ke daerah lepasan cukup lambat, memerlukan waktu lama bisa puluhan sampai ribuan tahun tergantung dari jarak dan jenis batuan yang dilaluinya. Pada dasarnya air tanah termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui akan tetapi jika dibandingkan dengan waktu umur manusia air tanah bisa digolongkan kepada sumber daya alam yang tidak terbaharukan.

Potensi air tanah di suatu cekungan sangat tergantung kepada porositas dan kemampuan batuan untuk meluluskan (permeability) dan meneruskan (transmissivity) air. Di Indonesia telah terindentifikasi 263 cekungan air tanah dengan total kandungan 522,2 milyar m/tahun, 72 cekungan air tanah terletak di Pulau Jawa dan Madura dengan kandungan 43,314 milyar m/tahun. Pengambilan air tanah cukup tinggi dan melampaui jumlah rata-rata imbuhannya akan menyebabkan penurunan muka air tanah terus-menerus dan pengurangan potensi air tanah di dalam akuifer. Hal ini akan memicu terjadinya dampak negatif seperti instrusi air laut, penurunan kualitas air tanah, dan amblesan tanah.

Berdasarkan UUD 1945, Pasal 33 Ayat (3), Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan kata lain air tanah yang merupakan bagian dari sumber daya air menjadi milik bersama yang harus diatur pemanfaatannya secara adil dan berkelanjutan (sustainable).

Dengan diberlakukannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah jo PP No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka kewenangan pengelolaan air tanah lebih banyak dilakukan dan menjadi wewenang daerah. Kebijakan pengelolaan air tanah pada prinsipnya seharusnya tidak merubah dari pengelolaan sebelumnya yaitu tetap memperhatikan aspek kelestarian dan perlindungan sumber daya air tanah, pengendalian dan pemulihan kerusakan lingkungan.

Dampak Negatif Pengambilan Air Tanah

Pemanfaatan air tanah dibanyak daerah di Indonesia untuk berbagai sektor pembangunan terus meningkat. Pada saat ini hampir 70% kebutuhan akan air bersih untuk masyarakat berikut air irigasi masih mengandalkan air tanah. Demikian halnya untuk sektor industri, hampir 90% masih harus dipenuhi dari pemanfaatan air tanah.

Sebagai contoh, pengambilan air tanah dari sistem akuifer dalam (deep- seated aquifer system) untuk keperluan industri di wilayah Bogor-Tangerang-Bekasi serta Bandung-Sumedang, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada 1995 total pengambilan air bawah tanah di kedua wilayah tersebut masing-masing mencapai 30,6 juta m dan 50 juta m, selanjutnya pada tahun 1998 60,8 juta m dan 41,7 juta m, dan pada tahun 1999 pengambilannya tercatat 58,4 juta m dan 45,4 juta m.

Meningkatnya pengambilan air tanah telah menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi dan lingkungan sumberdaya air tersebut. Perubahan kondisi yang langsung terjadi akibat pengambilan air tanah adalah penurunan jumlah atau volume ketersediaannya, ditandai dengan penurunan muka air tanah serta perubahan fisik dan kimia air yang dapat berlanjut pada penurunan kualitas dari sumber daya air tersebut. Dampak negatif lingkungan ditunjukkan oleh terjadinya penurunan potensi air tanah pada unit akuifer lain di sekitar lapisan yang disadap, perubahan struktur tanah atau batuan yang berlanjut terjadinya amblesan tanah.

a. Penurunan Muka Air Tanah

Pengambilan air tanah yang terus meningkat menyebabkan penurunan muka air tanah. Hasil pemantauan muka air tanah pada sumur-sumur produksi terpilih dan pantau di daerah-daerah pengambilan air tanah yang intensif di wilayah ini menunjukkan muka air tanah telah mengalami penurunan yang berarti.

b. Penurunan Kualitas Air Tanah

Penurunan muka air tanah pada akuifer karena pengambilan atau pemompaan dapat mencapai posisi di bawah muka air tanah pada akuifer bebas yang terletak di atasnya. Akibatnya akan terjadi migrasi air tanah dari akuifer tersebut masuk kedalam akuifer yang disadap. Apabila kualitasnya jelek dapat mencemari air tanah pada akuifer tersebut.

c. Instrusi Air Laut

Adanya instrusi air laut ini merupakan permasalahan dalam pemanfaatan air tanah di daerah pantai, karena berakibat langsung pada mutu air tanah. Air tanah yang tadinya layak digunakan untuk air minum karena adanya intrusi air laut, mutunya mengalami penurunan sehingga tidak layak lagi digunakan untuk keperluan tersebut. Keadaan ini cenderung menimpa sumur-sumur produksi di daerah pantai setelah muka air tanah turun mencapai kedudukan di bawah muka laut.

d. Amblesan Tanah

Permasalahan amblesan tanah (land subsidence) timbul menyusul pengambilan air tanah yang berlebihan dari lapisan akuifer tertekan (confined aquifers). Akibatnya air tanah yang tersimpan dalam pori-pori lapisan penutup akuifer (confining layers) akan terperas ke luar diikuti penyusutan lapisan tersebut dan disusul penurunan tanah di permukaan tanah.

- Situs : http://www.dgtl.esdm.go.id/air%20tanah/airtanah.htm - Sumber DIREKTORAT TATA LINGKUNGAN GEOLOGI DAN KAWASAN


PERTAMBANGAN Alamat : Jalan Diponegoro No. 57, Bandung-40122 Telepon : +62 22 7274676-7, 7274705, Fax. +62 22 7206167 Email : info@dgtl.dpe.go.id

- Didownload tanggal 20 september 2004 oleh Syamsul Bahri

You might also like