You are on page 1of 27

Menimbang :

DRAFT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR ......... TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PINRANG TAHUN 2011 - 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PINRANG, bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Pinrang dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah; bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. bahwa penyesuaian dan penataan kembali tata ruang dan wilayah kabupaten dilakukan untuk penyesuaian dengan ketentuan perundangan dan untuk sinkronisasi dengan visi dan misi Kabupaten Pinrang sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Pinrang; bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pinrang sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pinrang Tahun 2006-2016 tidak sesuai lagi dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tersebut,; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pinrang dengan Peraturan Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

Konsep ranperda RTRW Kabupaten Pinrang

68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725; Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PINRANG dan BUPATI PINRANG MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PINRANG TAHUN 2011 - 2031 KETENTUAN UMUM Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: Daerah adalah Kabupaten Pinrang. Bupati adalah Bupati Pinrang. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan

ruang. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirearki keruangan suatu sistem permukiman dan sistem agrobisnis. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan atau kegiatan pendukung lainnya. Pesisir adalah daerah pertemuan antara pengaruh ekosistem darat dan ekosistem laut. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan; Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk menjadi PKL. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Tata Cara Pelaksanaan Peran Masyarakat adalah system, mekanisme, dan/atau prosedur pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas

fungsonal sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Pinrang dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah. TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG Bagian Kesatu Tujuan Penataan Ruang Penataan ruang Kabupaten Pinrang bertujuan untuk mewujudkan tata ruang yang aman, nyaman, efisien dan produktif secara berkelanjutan dalam tatanan kawasan ekonomi terpadu nasional dan daerah yang didukung oleh kawasan agropolitan, minapolitan dan kawasan wisata, serta peningkatan kualitas lingkungan dataran, pesisir pantai, perbukitan dan daerah irigasi secara sinergis antar sektor dan wilayah, partisipatif, demokratis, adil dan seimbang melalui pengembangan agribisnis dan agroindustri. Bagian Kedua Kebijakan Penataan Ruang Kebijakan penataan ruang Kabupaten Pinrang, terdiri atas: peningkatan akses pelayanan perkotaan, dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhirearki; peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi dan sumber daya air secara terpadu dan merata pada semua wilayah; pengendalian, pemulihan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; pengembangan kawasan budidaya secara berkelanjutan; peningkatan pengelolaan kawasan yang berpengaruh positif terhadap kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan ilmu pengetahuan; dan peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. Bagian Ketiga Strategi Penataan Ruang Strategi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, terdiri atas: meningkatkan interkoneksi antara kawasan perkotaan yang meliputi Pusat Kegiatan Lokal (PKL), Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp), Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), maupun Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), antara kawasan perkotaan dengan pusat-pusat kegiatan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dengan wilayah sekitarnya; mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang potensil dan belum terlayani oleh pusat pertumbuhan eksisting; mendorong kawasan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam mendorong pengembangan wilayah sekitarnya; dan mengendalikan pengembangan kawasan perkotaan, khususnya daerah pantai dan daerah irigasi teknis. Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi dan sumberdaya air secara terpadu dan merata pada semua wilayah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, terdiri atas: meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat;

mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan yang masih terisolir; meningkatkan jaringan energi dengan lebih menumbuhkembangkan pemanfaatan sumberdaya terbarukan yang ramah lingkungan dalam sistem kemandirian energi area mikro, dibanding pemanfaatan sumberdaya yang tak terbarukan, serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik; meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumberdaya air; dan meningkatkan kualitas jaringan prasarana pengelolaan lingkungan dan penyediaan air bersih. Strategi pengendalian, pemulihan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, terdiri atas: mewujudkan kawasan berfungsi lindung, dalam wilayah Kabupaten Pinrang dengan luas paling sedikit 30% dari luas wilayah Kabupaten Pinrang sesuai dengan kondisi ekosistemnya; merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar kawasan; menyelesaikan kegiatan budidaya yang terdapat di dalam kawasan lindung melalui konversi atau rehabilitasi lahan, pembatasan kegiatan serta pemindahan kegiatan pemukiman penduduk atau kegiatan budidaya terbangun yang mengganggu, secara bertahap ke luar kawasan lindung; mengembalikan fungsi areal penggunaan lain untuk ditetapkan menjadi hutan rakyat dengan fungsi kawasan konservasi, kawasan lindung dan kawasan produksi; mengembangkan ruang terbuka hijau, dengan luas paling sedikit 30% dari luas kawasan perkotaan; dan menyediakan informasi yang bersifat terbuka kepada masyarakat mengenai batas-batas kawasan lindung, kawasan budidaya, serta syarat-syarat pelaksanaan kegiatan budidaya dalam kawasan lindung. Strategi pengembangan kawasan budidaya secara berkelanjutan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, terdiri atas: menetapkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis kabupaten; mengembangkan kegiatan budidaya unggulan; mengembangkan kegiatan budidaya untuk menunjang aspek sosial budaya serta ilmu pengetahuan dan teknologi; mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan Kabupaten Pinrang; membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana; dan mengembangkan kegiatan budidaya laut secara lestari demi mempertahankan keberadaan ekosistem wilayah laut dan pesisir. Strategi peningkatan pengelolaan kawasan yang berpengaruh positif terhadap kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan ilmu pengetahuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, terdiri atas: mengembangkan kawasan agropolitan yang memadukan agrobisnis, agroindustri, agroedukasi, agrowisata pada sentra-sentra produksi komoditas pertanian unggulan; menumbuhkembangkan kawasan minapolitan sebagai sentra produksi, pengolahan, pelayanan jasa, serta pemasaran komoditas perikanan pada klaster yang memiliki komoditas perikanan unggulan; mencegah atau membatasi pemanfaatan ruang di kawasan strategis yang berpotensi mengurangi daya lindung kawasan; mengendalikan pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar kawasan strategis yang dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya; mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budidaya terbangun; merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan strategis; mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan energi secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; dan mendorong kegiatan pengelolaan kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk koleksi jenis tumbuhan dan satwa untuk pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pariwisata.

Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, terdiri atas: mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan; mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan; mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan; dan turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan negara. BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pinrang meliputi: pusat-pusat kegiatan; sistem jaringan prasarana utama; dan sistem jaringan prasarana lainnya. Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Pusat-pusat Kegiatan Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Pinrang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri atas: Pusat Kegiatan Lokal (PKL); Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp); Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) ; dan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Kota Pinrang. PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: Kawasan Perkotaan Manarang di Kecamatan Mattiro Bulu; dan Kawasan Perkotaan Lampa dan Pekkabata di Kecamatan Duampanua. PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas: Watang Suppa di Kecamatan Suppa; Langnga di Kecamatan Mattiro Sompe; Lanrisang di Kecamatan Lanrisang; Mattiro Deceng di Kecamatan Tiroang; Teppo di Kecamatan Patampanua; Cempa di Kecamatan Cempa; Taddokkong di Kecamatan Lembang; dan Kassa di Kecamatan Batulappa. PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas: Ulu Saddang di Kecamatan Lembang; Malimpung di Kecamatan Patampanua; Leppangang di Kecamatan Patampanua; Bungi di Kecamatan Duampanua; Lero di Kecamatan Suppa; Tadang Palie di Kecamatan Cempa; Wae Tuoe di Kecamatan Lanrisang; Patobong di Kecamatan Mattiro Sompe; dan Pananrang di Kecamatan Mattiro Bulu. Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Pinrang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas: sistem jaringan transportasi darat; sistem jaringan transportasi laut; sistem jaringan transportasi udara; dan sistem jaringan perkeretaapian. Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.1, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 1 Sistem Jaringan Transportasi Darat Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, terdiri atas: jaringan jalan; jaringan prasarana lalu lintas; dan jaringan layanan lalu lintas. Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: jaringan jalan nasional arteri primer yang ada di Kabupaten Pinrang, terdiri atas: ruas jalan Batas Sulawesi Barat - Pinrang sepanjang 55,19 km; ruas jalan Sultan Hasanuddin sepanjang 0,98 km; ruas jalan Jenderal. Ahmad Yani sepanjang 11,65 km; ruas jalan Jenderal Sudirman sepanjang 2,44 km; dan ruas jalan Pinrang - Parepare sepanjang 21,78 km. jaringan jalan provinsi kolektor primer (K2) yang ada di Kabupaten Pinrang, terdiri atas: ruas jalan Bau Massepe sepanjang 1,88 km; ruas jalan Rappang sepanjang 1,00 km; ruas jalan Pinrang - Rappang sepanjang 16,79 km; dan ruas jalan Tuppu - Bakaru - Surakan (Batas Kabupaten Enrekang) sepanjang 56 km. jaringan jalan kabupaten lokal primer yang ada di Kabupaten Pinrang, terdiri atas: ruas jalan Kota Pinrang - Jampue sepanjang 19 km; ruas jalan Kota Pinrang - Langnga sepanjang 17 km; ruas jalan Kota Pinrang - Benteng sepanjang 14 km; ruas jalan Kota Pinrang - Cempa - Sikkuala sepanjang 12 km; ruas jalan Kota Pinrang - Malimpung sepanjang 13 km; ruas jalan Lome - Batulappa sepanjang 20 Km; ruas jalan Lappa lappae - (Marabombang) - Paladang sepanjang 12 km; ruas jalan Kariango - Lawawoi (Batas Kabupaten Sidrap) sepanjang 8 km; ruas jalan Sulili Timur - Kampung Pisang sepanjang 8 km; ruas jalan Langnga - Barang - Karangan Timur sepanjang 12 km; ruas jalan Benteng - Malimpung - Batas Kabupaten Enrekang sepanjang 14 km; ruas jalan Sengae - Cempa sepanjang 6 km; ruas jalan Cempa - Labolong - Katteong - Patobong sepanjang 8 km; ruas jalan Tuppu - Pelabuhan Kajuangin sepanjang 3 km; ruas jalan Tiroang - Boki - Alitta sepanjang 10 km; ruas jalan Kampung Coka - Jampue sepanjang 7 km; ruas jalan Teppo - Pincara sepanjang 5 km; ruas jalan Bungi - Rajang - Kalidong - Tarokko - Baruppu - Cemba (batas Kab.Enrekang) sepanjang 20 km; ruas jalan lingkar timur Suppa - Mattiro Bulu - Tiroang - Sulili; dan Ruas jalan lingkar Lanrisang - Mattiro Sompe - Cempa. jaringan jalan kabupaten sejumlah 265 ruas dengan panjang 786 km, sebagaimana tercantum dalam lampiran VI, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:

terminal penumpang tipe B terdapat di Kecamatan Paleteang; terminal penumpang tipe C terdapat di Kecamatan Watang Sawitto, yang terpadu dengan Pusat Perdagangan Pasar Sentral Pinrang; terminal penumpang tipe C terdapat di Kecamatan Mattiro Bulu, yang terpadu dengan Pasar Kariango; terminal penumpang tipe C terdapat di Kecamatan Duampanua, yang terpadu dengan Pasar Pekkabata; penyediaan pangkalan angkutan penumpang umum yang terpadu dengan pasar dan halte pada pusat kegiatan masyarakat atau kawasan strategis. Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yakni trayek angkutan penumpang, terdiri atas: Kota Pinrang - Parepare; Kota Pinrang - Rappang; Kota Pinrang - Kabupaten Polman; Kota Pinrang - Langnga; Kota Pinrang - Jampue; Kota Pinrang - Cempa; Kota Pinrang - Benteng; dan Kota Pinrang - Malimpung. Paragraf 2 Sistem Jaringan Transportasi Laut Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, meliputi: tatanan kepelabuhanan; dan alur pelayaran. Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Pinrang, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: pelabuhan pengumpul, yakni Pelabuhan Kajuangin di Kecamatan Lembang; pelabuhan pengumpan regional, yakni Pelabuhan Marabombang di Kecamatan Suppa; pelabuhan pengumpan lokal Ujung Lero Kecamatan Suppa; pelabuhan pengumpan lokal Langnga Kecamatan Mattiro Sompe; dermaga Pos Angkatan Laut di Tana MiliE Kecamatan Suppa; dermaga DITPOLAIR POLDA SULSELRA di Karaballo Kecamatan Suppa; dan dermaga PLTD Suppa di Tellumpanua Kecamatan Suppa. Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yakni: alur pelayaran nasional, terdiri atas: Pinrang - Pantoloan/Batulicin; Pinrang - Balikpapan; Pinrang - Samarinda; Pinrang - Tarakan; dan Pinrang - Nunukan. Alur pelayaran lokal, terdiri atas: Ujung Lero - Kota Parepare; Marabombang - Pulau Kamerrang. Lero Minralo - Kota Pare pare; dan Lero Minralo - Pulau Kamerrang. Paragraf 3 Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 10 Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, terdiri atas: tatanan kebandarudaraan; dan ruang udara untuk penerbangan. Tatanan kebandarudaraan di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yakni Bandar Udara Pengumpan Malimpung (sekitar lapangan Kopsau II TNI AU) di

Kecamatan Patampanua. Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur lebih lanjut dalam rencana induk bandar udara. Paragraf 4 Sistem Jaringan Perkeretaapian Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d, terdiri atas: jalur kereta api; dan stasiun kereta api. Jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yakni Jaringan Kereta Api Nasional Lintas Utama di provinsi meliputi Makassar - Parepare - Pinrang - batas Kabupaten Polman Sulawesi Barat. Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yakni Stasiun Kereta Api Pengumpul PKL Pinrang. Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, terdiri atas: sistem jaringan energi; sistem jaringan telekomunikasi; sistem jaringan sumber daya air; dan sistem prasarana pengelolaan lingkungan. Sistem jaringan prasarana lainnya digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.2, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 1 Sistem Jaringan Energi Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, meliputi: pembangkit listrik; dan jaringan prasarana energi. Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), terdapat di Bakaru Kecamatan Lembang; Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), terdapat di Lappa-lappaE Kelurahan Tellumpanua Kecamatan Suppa; Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Sawitto di Palirang Kecamatan Patampanua; Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Surya terpusat di Tanah Milie Kecamatan Suppa, Kecamatan Lembang, Kecamatan Batulappa, dan Kecamatan Duampanua; dan Rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: sumber-sumber Panas Bumi yang potensil dijadikan sumber energi terdapat 1 (satu) titik dengan Kapasitas 25 Mwe di Kecamatan Patampanua; jaringan transmisi tenaga listrik, terdiri atas: Gardu Induk Bakaru di Kecamatan Lembang dan Gardu Induk Pinrang di Kecamatan Watang Sawitto; jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), yaitu menghubungkan Pinrang dengan Parepare, Pinrang dengan Polewali; dan jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM), yaitu menghubungkan Pinrang dengan Enrekang, Pinrang dengan Parepare.

Paragraf 2 Sistem Jaringan Telekomunikasi Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, terdiri atas: sistem jaringan kabel; sistem jaringan seluler; dan sistem jaringan satelit. Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas Jaringan Saluran Tetap Lokal, Stasiun Telepon Otomat (STO) Lokal. Sistem jaringan seluler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: desa-desa yang letaknya berada di daerah tidak terjangkau sinyal telepon genggam/handphone (daerah blank spot); desa-desa yang jaraknya jauh dari jaringan kabel telepon dan kondisi topografi alamnya sulit untuk dilalui jaringan teresterial telekomunikasi; dan rencana telepon nirkabel berupa lokasi menara Base Transceiver Station (BTS) dikembangkan penggunaanya secara bersama. Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, direncanakan menjangkau sampai pusat-pusat permukiman dan sentra-sentra produksi, yang akan mendukung arus informasi dari dan ke wilayah hinterlandnya. Paragraf 3 Sistem Jaringan Sumber Daya Air Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c, terdiri atas: Wilayah Sungai (WS); Daerah Irigasi (DI); prasarana air baku untuk air bersih; dan sistem pengendalian banjir. WS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah WS lintas provinsi yaitu WS Sadang mencakup DAS Sadang, Mamasa, Rapang, Libukang, Kariango, Pangkajene. DI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: DI kewenangan Pemerintah Lintas Kabupaten, terdiri atas DI Sadang Pinrang dengan luas cakupan 42.931 Ha dan DI Sadang Sidrap dengan luas cakupan 15.295 Ha; DI kewenangan Pemerintah Provinsi, terdiri atas : rencana pengembangan jaringan irigasi provinsi yaitu Pengembangan Bendung Taccipi Kecamatan Patampanua, dengan luas cakupan 1.568 Ha; dan rencana pengembangan jaringan irigasi Saddang - Malaga Kecamatan Patampanua, dengan luas cakupan 1.350 Ha. DI kewenangan Pemerintah Kabupaten, terdiri atas: Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah Kabupaten terdiri dari 88 DI meliputi total luas 11.346 Ha. Rincian DI sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini; Prasarana air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas: jaringan air baku sumur artesis Suppa; jaringan air baku di Bendung Benteng Kecamatan Patampanua; jaringan air baku di Lasape Kecamatan Patampanua; jaringan air baku di Saluran Labolong Kecamatan Mattiro Sompe; jaringan air baku di Saluran Irigasi Sekunder Langnga Kecamatan Mattiro Sompe; jaringan air baku di Saluran Kariango Kecamatan Mattiro Bulu; jaringan air baku mata air di Pakeng Kecamatan Lembang; jaringan air baku mata air di Tuppu Kecamatan Lembang; jaringan air baku mata air di Benteng Paremba Kecamatan Lembang; Jaringan air baku mata air di Rajang Kecamatan Duampanua; dan jaringan air baku mata air di Tapporang Kecamatan Batulappa. Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d, meliputi:

10

pelestarian dan pengelolaan daerah aliran sungai secara lintas wilayah; pembuatan tanggul pada kawasan daerah aliran sungai dengan prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir; dan mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air. Paragraf 4 Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d, terdiri atas: sistem jaringan persampahan; sistem penyediaan air minum; sistem jaringan drainase; jalur evakuasi bencana; dan sistem prasarana lainnya. Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, terdiri atas: Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Kabupaten Pinrang dengan metode controlled landfill berlokasi di Malimpung Kecamatan Patampanua; Tempat Penampungan Sementara (TPS) tersebar di sekitar kawasan permukiman perkotaan; dan Pengolahan sampah di luar kawasan perkotaan dilakukan dengan pengelolaan sampah setempat. Sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, terdiri atas: Sistem jaringan perpipaan, meliputi: SPAM (IPA) Zona I, meliputi Kecamatan Watang Sawitto, Kecamatan Paleteang, Kecamatan, Kecamatan Patampanua, Kecamatan Tiroang, Kecamatan Cempa dan Kecamatan Batulappa, mengambil air baku dari Bendungan Benteng/Sungai Saddang atau Sungai Lasape, dengan kapasitas 432 liter/detik. SPAM (IPA) Zona II, meliputi Kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Mattiro Bulu dan Kecamatan Mattiro Sompe, mengambil air baku dari Sungai Kariango, dengan kapasitas 276 liter/detik; SPAM Zona III, meliputi Kecamatan Lembang dan Duampanua, mengambil air baku dari Mata Air Pakeng, dengan kapasitas 241 liter/detik; SPAM kawasan perdesaan, agropolitan/minapolitan yang memenuhi persyaratan air baku. Sistem bukan jaringan perpipaan untuk kawasan perdesaan yang belum terjangkau jaringan perpipaan, dengan bak penampungan air hujan, sumur dalam, bangunan perlindungan mata air serta Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) sederhana. Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, terdiri atas: drainase lokal, dengan pelayanan pada areal pemukiman kawasan perkotaan/perdesaan; dan drainase utama, meliputi drainase primer, drainase sekunder, drainase tersier beserta kelengkapannya. Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d, terdiri atas: jalur evakuasi bencana di Kecamatan Suppa, meliputi: ruas jalan Ujung Lero - Tana Milie dengan tujuan Pos Angkatan Laut; ruas jalan Sabangparu - Ladea - Tonronge dengan tujuan SD 230 Majjakka B; dan ruas jalan Bonging Ponging - Garessi - Sangkasangkae - Tonrongnge dengan tujuan SD 230 Majjakka B. jalur evakuasi bencana di Kecamatan Lanrisang, meliputi: ruas jalan Jampue - Benrangnge menuju ke SD Benrangnge Kecamatan Mattiro Bulu; dan ruas jalan Kampung Baru - Soroe - Kampung Coka - Benrangnge dengan tujuan SD 238 Benrangnge Kecamatan Mattiro Bulu. jalur evakuasi bencana di Kecamatan Mattiro Sompe, meliputi: ruas jalan Langnga - Patobong - Tassokkoe dengan tujuan SMK Negeri 1/SMK Negeri 2 Pinrang; dan ruas jalan Wangnge/Tokke - Labolong Utara - Cempa Tonrong dengan tujuan Kantor Camat Cempa.

11

jalur evakuasi bencana di Kecamatan Cempa, meliputi: ruas jalan Wakka - Akkajang - Cempa Pasar dengan tujuan Kantor Camat; dan ruas jalan Cilallang - Salipolo - Tanacicca - Cempa Pasar dengan tujuan Kantor Camat. jalur evakuasi bencana di Kecamatan Duampanua, meliputi: ruas jalan Paria - Pekkabata dengan tujuan Lapangan Sepakbola Pekkabata; ruas jalan Serang - Kappe - Data - Bulu Poncing dengan tujuan lahan terbuka; ruas jalan Maroneng - Bungi - Rajang dengan tujuan Lapangan Sepak Bola Rajang; dan ruas jalan Sulengka - Lampa dengan tujuan Lapangan Sepak Bola Lampa. jalur evakuasi bencana di Kecamatan Lembang, meliputi : ruas jalan Kajuanging - Tuppu dengan tujuan SD 141 Tuppu; ruas jalan Pajalele - Teppo - Cenrana dengan tujuan Halaman Mesjid Cenrana; dan ruas jalan Kanipang - Buttu Sappa - Tuppu dengan tujuan Kantor Camat Lembang. Sistem prasarana lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e, terdiri atas: Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Kabupaten diarahkan ke Sistem Kluster yang berada di Kawasan Perkotaan; Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kabupaten diarahkan ke sistem komunal yang berada di Kawasan Perkotaan; dan Instalasi pengolahan limbah cair dan padat (biogas). BAB IV RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya. Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Kawasan Lindung Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), terdiri atas: kawasan hutan lindung; kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; kawasan perlindungan setempat; kawasan rawan bencana alam; kawasan lindung geologi; dan kawasan lindung lainnya. Paragraf 1 Kawasan Hutan Lindung Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a, dengan luas 46.782 Ha terdiri atas: kawasan hutan lindung di Kecamatan Patampanua dengan luas kurang lebih 1.056 Ha; kawasan hutan lindung di Kecamatan Duampanua dengan luas kurang lebih 2.432 Ha; kawasan hutan lindung di Kecamatan Batulappa dengan luas kurang lebih 7.905 Ha; dan kawasan hutan lindung di Kecamatan Lembang dengan luas kurang lebih 35.389 Ha. Paragraf 2 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b, yaitu kawasan resapan air.

12

Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup seluruh kawasan hutan dan kawasan daerah aliran sungai. Paragraf 3 Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c, terdiri atas: kawasan sempadan pantai; kawasan sempadan sungai; kawasan sekitar danau/waduk; kawasan sekitar mata air; dan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan. Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di Kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Duampanua, dan Kecamatan Lembang, sepanjang 102 km, dengan ketentuan : daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai. Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di DAS Sadang dengan ketentuan : daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar 100 (seratus) meter dari tepi sungai; daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai; dan untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 - 15 meter. Kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terletak di Bendung Benteng Kecamatan Patampanua, dengan ketentuan daratan sepanjang tepian waduk/bendungan yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik bendungan/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdapat di Kecamatan Batulappa, Kecamatan Lembang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Patampanua, dengan ketentuan perlindungan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas RTHKP publik dan RTHKP privat dengan luas minimal 30% dari luas kawasan perkotaan, yang meliputi: taman kota, taman rekreasi, taman lingkungan perumahan dan pemukiman, taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial; hutan kota dan bentang alam; pemakaman umum; lapangan olah raga dan lapangan upacara; lahan pertanian perkotaan; jalur di bawah SUTT, sempadan sungai, jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api dan pedestrian; dan kawasan dan jalur hijau. Paragraf 5 Kawasan Rawan Bencana Alam Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d, terdiri atas: kawasan rawan tanah longsor; kawasan rawan gelombang pasang air laut dan badai angin; dan kawasan rawan banjir. Kawasan rawan tanah longsor, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Kecamatan Lembang, Kecamatan Batulappa, dan Kecamatan Duampanua. Kawasan rawan gelombang pasang air laut dan badai angin, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di sekitar wilayah pesisir Kabupaten dengan panjang 101 km.

13

Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat di Kecamatan Duampanua kurang lebih 5.465 Ha, Kecamatan Suppa kurang lebih 359 Ha, Kecamatan Cempa kurang lebih 658 Ha, Kecamatan Mattiro Sompe kurang lebih 1.741 Ha dan Kecamatan Lembang kurang lebih 97 Ha. Paragraf 6 Kawasan Lindung Geologi Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e, yakni kawasan rawan bencana alam geologi. Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: kawasan rawan gempa bumi, terdapat di sekitar pantai Daerah; kawasan rawan gerakan tanah, terdapat di Kecamatan Lembang perbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja; kawasan rawan tsunami adalah kawasan pantai yang berada pada zona kerawanan tinggi dengan daerah topografi yang landai dengan ketinggian kurang dari 10 meter di atas permukaan laut di wilayah pesisir Kabupaten Pinrang; dan kawasan rawan abrasi dan sedimentasi terdapat di wilayah pesisir Kabupaten Pinrang dan muara sungai. Paragraf 7 Kawasan Lindung Lainnya Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf f, terdiri atas kawasan terumbu karang dan kawasan hutan mangrove serta tanaman padang lamun. Kawasan terumbu karang dan kawasan hutan mangrove serta tanaman padang lamun sebagaimana dimaksud ayat (1) mencakup wilayah perairan Kabupaten Pinrang. Bagian Ketiga Kawasan Budidaya Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), terdiri atas: kawasan peruntukan hutan produksi; kawasan peruntukan hutan rakyat; kawasan peruntukan pertanian; kawasan peruntukan perikanan; kawasan peruntukan pertambangan; kawasan peruntukan industri; kawasan peruntukan pariwisata; kawasan peruntukan permukiman; dan kawasan peruntukan lainnya. Paragraf 1 Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, adalah kawasan hutan produksi terbatas dengan luas kurang lebih 26.049 Ha. Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di: Kecamatan Suppa dengan luasan kurang lebih 300 Ha; Kecamatan Mattiro Bulu dengan luasan kurang lebih 3.750 Ha; Kecamatan Duampanua dengan luasan kurang lebih 6.830 Ha; Kecamatan Batulappa dengan luasan kurang lebih 1.971 Ha; dan Kecamatan Lembang dengan luasan kurang lebih 13.198 Ha. Paragraf 2

14

Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b terdapat di Kecamatan Patampanua, Kecamatan Duampanua, Kecamatan Batulappa, Kecamatan Paleteang dan Kecamatan Lembang. Paragraf 3 Kawasan Peruntukan Pertanian Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, terdiri atas: kawasan peruntukan tanaman pangan; kawasan peruntukan hortikultura; kawasan peruntukan perkebunan; dan kawasan peruntukan peternakan. Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: kawasan peruntukan padi sawah dan palawija terdapat di Kecamatan Watang Sawitto, Kecamatan Patampanua, Kecamatan Mattiro Bulu, Kecamatan Cempa, Kecamatan Tiroang, Kecamatan Duampanua, Kecamatan Mattiro Sompe; dan kawasan peruntukan jagung terdapat di Kecamatan Paleteang, Kecamatan Duampanua, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Suppa, Kecamatan Lembang Kecamatan Patampanua, Kecamatan Batulappa. Kawasan peruntukan holtikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di Kecamatan Lembang, Kecamatan Paleteang, Kecamatan Mattiro Bulu, Kecamatan Patampanua. Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas: kawasan peruntukan perkebunan Kakao, terdapat di Kecamatan Mattiro Bulu, Kecamatan Paleteang, Kecamatan Duampanua , Kecamatan Batulappa, Kecamatan Patampanua, Kecamatan Lembang, Kecamatan Tiroang; kawasan peruntukan perkebunan sawit, terdapat di Kecamatan Patampanua; kawasan peruntukan perkebunan Kopi, terdapat di Kecamatan Lembang dan Kecamatan Batulappa; kawasan peruntukan perkebunan Mete, terdapat di Mattiro Bulu, Lembang, Patampanua, Suppa, Duampanua, Batulappa; dan kawasan peruntukan perkebunan Kelapa, terdapat di Kecamatan Patampanua, Suppa dan Lembang. Kawasan peruntukan peternakan sapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdapat di Kecamatan Suppa, Kecamatan Mattiro Bulu, Kecamatan Patampanua , Kecamatan Duampanua , Kecamatan Batulappa dan Kecamatan Lembang. Paragraf 4 Kawasan Peruntukan Perikanan Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d, terdiri atas: kawasan peruntukan perikanan tangkap; kawasan peruntukan budidaya perikanan; dan kawasan pengolahan ikan. Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, terdiri atas: perikanan tangkap di Selat Makassar dengan jalur penangkapan ikan dengan batas 0 sampai 4 mil laut, yaitu : jalur penangkapan ikan IA, meliputi perairan pantai sampai dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah dan untuk kapal/perahu tanpa motor dengan panjang keseluruhan tidak lebih dari 10 meter dengan alat penangkap ikan yang menetap; dan jalur penangkapan ikan IB, meliputi perairan pantai diluar 2 (dua) mil laut sampai dengan 4 mil laut dan untuk kapal/perahu motor tempel berukuran dibawah 5 GT dengan alat penangkap ikan yang tidak menetap yang dimodifikasi. pemantapan kegiatan perikanan tangkap terdiri atas, fasilitas operasional Pusat

15

Pendaratan Ikan di Kecamatan Suppa, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Lembang. Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, terdiri atas: kawasan potensil budidaya udang dan ikan bandeng terletak di Kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Cempa, Kecamatan Duampanua dan Kecamatan Lembang; kawasan potensil budidaya kolam air tawar terletak di Kecamatan Patampanua, Kecamatan Paleteang, Kecamatan Cempa, Kecamatan Duampanua, Kecamatan Tiroang, Kecamatan Mattiro Bulu dan Kecamatan Watang Sawitto; dan kawasan potensil budidaya rumput laut meliputi wilayah perairan pantai di Kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Cempa, dan Kawasan Teluk Mandar meliputi Kecamatan Duampanua dan Kecamatan Lembang. Kawasan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, terletak di Kecamatan Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe, Cempa, Duampanua dan Kecamatan Mattiro Bulu. Paragraf 5 Kawasan Peruntukan Pertambangan Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e, yakni kawasan pertambangan mineral dan batubara, terdiri atas: kawasan tambang batuan meliputi : tambang batu gamping di Lappa-lappae Kelurahan Tellumpanua Kecamatan Suppa; tambang pasir kuarsa di Desa Malimpung Kecamatan Patampanua; tambang tanah urug di Labili-bili Kecamatan Suppa dan di Lome Kecamatan Duampanua; tambang Andesit di Balikajang Kecamatan Suppa; dan tambang pasir batu (sirtu) di Sungai Lasape Kecamatan Duampanua dan Sungai Tadokkong Kecamatan Lembang. kawasan tambang mineral bukan batuan, yakni potensi tambang belerang di Sulili Kecamatan Paleteang. Paragraf 6 Kawasan Peruntukan Industri Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf f, terdiri atas: kawasan peruntukan industri besar; kawasan peruntukan industri menengah; dan kawasan peruntukan industri kecil dan rumah tangga. Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, terdapat di Kecamatan Suppa dan Mattiro Bulu. Kawasan peruntukan industri menengah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, terdapat di Kecamatan Suppa dan Mattiro Bulu. Kawasan peruntukan industri kecil dan rumah tangga sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, tersebar di seluruh kecamatan. Paragraf 7 Kawasan Peruntukan Pariwisata Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf g, terdiri atas: kawasan peruntukan pariwisata budaya; kawasan peruntukan pariwisata alam; kawasan peruntukan pariwisata bahari; dan kawasan peruntukan pariwisata buatan. Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, meliputi: kawasan peruntukan pariwisata budaya wilayah barat, yakni Makam Pallipa Putee dengan Pesta adat Pallipa Pute di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe; kawasan peruntukan pariwisata budaya wilayah utara terdiri atas :

16

Benteng Paremba Desa Benteng Paremba Kecamatan Lembang; dan Makam Kaballangan Desa Kaballangan di Kecamatan Duampanua. kawasan peruntukan pariwisata budaya wilayah selatan terdiri atas : Sumur Bidadari Desa Alitta Kecamatan Mattiro Bulu; Masjid Tua At Taqwa Jampue dan Istana Datu Lanrisang di Kecamatan Lanrisang; dan Pengrajin Sarung Sutra Mandar dan Masjid Tua Ujung Lero Desa Lero, Istana Datu Suppa dan Makam Besse Kajuara di Kelurahan Watang Suppa Kecamatan Suppa. kawasan peruntukan pariwisata budaya wilayah timur terdiri atas: Makam Lasinrang di Kelurahan Laleng Bata, Makam Petta Malae di Kelurahan Temmasarangnge, Arajang Sawitto di Kelurahan Benteng Sawitto, Pusara (bekas Benteng Sawitto) di Kelurahan Benteng Sawitto, Makam Addatuang Sawitto Matinro Langkarana Kecamatan Paleteang; dan Saoraja (Rumah Adat) Desa Liang Garessi, Monumen Lasinrang, Istana Addatuang Sawitto Kelurahan Sawitto, Kompleks Makam Raja-raja Sawitto di Kecamatan Watang sawitto. Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, yakni wilayah utara terdiri atas: kawasan peruntukan pariwisata alam wilayah utara, meliputi : Sungai Lue dan Sumber Air Panas Rajang Balla Desa Benteng Paremba Kec. Lembang; Permandian Air Panas Lemo Susu Kec. Lembang, Air Terjun Karawa, Kali Jodoh, Permandian Batu Pandan Kelurahan Betteng Kec. Lembang; Permandian Balaloang Permai Desa Pakeng Kec. Lembang,; Goa Paniki Desa Binanga Karaeng Kecamatan Lembang; Goa Batu Lappa Desa Batu Lappa Kecamatan Batulappa; Bukit Tirasa Kelurahan Lampa Kecamatan Duampanua; Air Terjun Lamoro Desa Massewae Kecamatan Duampanua; dan Permandian Pasandorang Desa Kaballangang Kecamatan Duampanua. kawasan peruntukan pariwisata alam wilayah timur, meliputi : Bulu Paleteang di Kelurahan Temmassaarangnge dan Permandian Air Panas Sulili Kelurahan Mamminasae Kecamatan Paleteang; dan Batu Moppangnge Desa Malimpung Kecamatan Patampanua. kawasan peruntukan pariwisata bahari sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, meliputi: kawasan peruntukan pariwisata bahari wilayah barat terdiri atas: Pantai Ammani Desa Mattirotasi, Pantai Ujung Tape Kelurahan Pallameang Kecamatan Mattiro Sompe; dan Pantai Wakka Desa Tadangpalie Kecamatan Cempa; kawasan peruntukan pariwisata bahari wilayah utara terdiri atas: Pelabuhan/pantai Kajuanging dan Pantai Kanipang Desa Sabbangparu Kecamatan Lembang; dan Pantai Kappe dan Pantai Maroneng di Kelurahan Data Kecamatan Duampanua. kawasan peruntukan pariwisata bahari wilayah selatan terdiri atas: Pantai Wiring Tasi Desa Wiring Tasi, Pantai Ujung Lero Desa Lero, Pantai Ujung Labuang Desa Ujung Labuang, Pantai Sinar Bahari Sabbang Paru Desa Tasiwalie, Pantai Bonging Ponging Desa Lotang Salo, Pantai/Pelabuhan Marabombang Kecamatan Suppa; Pantai Wae Tuwoe Desa Wae Tuwoe Kecamatan Lanrisang; dan Pulau Kamarrang Kecamatan Suppa. kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d, meliputi: kawasan peruntukan pariwisata buatan wilayah utara terdiri atas: Danau Buatan PLTA Bakaru di Desa Ulusaddang Kecamatan Lembang; dan Bendungan Benteng di Kelurahan Benteng dan Rumah Makan Terapung di Desa Malimpung Kecamatan Patampanua. kawasan peruntukan pariwisata buatan wilayah selatan terdiri atas: pengasapan ikan, pembuatan perahu tradisional, perkebunan Kelapa Dalam dan pelabuhan nelayan di Desa Lero Kecamatan Suppa. Paragraf 8

17

Kawasan Peruntukan Permukiman Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf h terdiri atas: kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan kawasan peruntukan permukiman perdesaan. Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, meliputi: kawasan permukiman yang didominasi oleh kegiatan non agraris dengan kondisi kepadatan bangunan, penduduk serta prasarana dan sarana yang lebih tinggi; kawasan permukiman perkotaan dikembangkan di wilayah pesisir meliputi Kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Cempa, Kecamatan Duampanua dan Kecamatan Lembang; kawasan pemukiman perkotaan dikembangkan di daerah non pesisir meliputi Kecamatan Mattiro Bulu, Kecamatan Tiroang, Kecamatan Patampanua dan Kecamatan Batulappa; bangunan permukiman di tengah kota terutama di PKL yang padat penduduknya diarahkan pembangunan perumahannya vertikal; dan kawasan permukiman perkotaan yang paling rawan terhadap tsunami harus menyediakan tempat evakuasi pengungsi bencana alam baik berupa lapangan terbuka di tempat ketinggian 30 meter di atas permukaan laut atau berupa bukit penyelamatan. Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, meliputi: kawasan permukiman yang didominasi oleh kegiatan agraris dengan kondisi kepadatan bangunan, penduduk serta prasarana dan sarana perkotaan yang rendah dan kurang intensif dalam pemanfaatan lahan untuk keperluan non agraris; bangunan-bangunan perumahan diarahkan menggunakan nilai kearifan lokal seperti pola rumah kebun dengan bangunan berlantai panggung; dan kawasan permukiman perdesaaan dikembangkan di pusat-pusat kegiatan perdesaan. Paragraf 9 Kawasan Peruntukan Lainnya Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf i, yakni kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan, dengan RRTR merupakan dokumen khusus yang bersifat rahasia. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi: kawasan Batalyon 721 Makkasau Kompi Markas Benteng dan Kompi Bantuan Ambo Alle di Kecamatan Patampanua; kawasan POLAIRUD POLDA Sulselra di Karaballo Kecamatan Suppa; kawasan Pos Angkatan Laut di Tana Milie Kecamatan Suppa; kawasan Angkatan Udara (Koopsau II TNI AU) di Malimpung Kecamatan Patampanua. kawasan Perkantoran Komando Distrik Militer beserta rayonnya; dan kawasan Perkantoran Kepolisian Resort Pinrang beserta sektornya. Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lainnya selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 - 34 dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya mengkoordinasikan penataan ruang di Daerah. BAB V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

18

Kawasan strategis yang ada di Daerah, terdiri atas: Kawasan Strategis Nasional; Kawasan Strategis Provinsi; dan Kawasan Strategis Kabupaten. Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Kawasan Strategis Nasional yang ada di Kabupaten Pinrang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a, adalah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare, meliputi Kota Parepare, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Barru yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi. Kawasan Strategis Provinsi yang ada di Kabupaten Pinrang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b, terdiri atas: kawasan lahan pangan berkelanjutan khususnya beras dan jagung yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; kawasan pengembangan budidaya alternatif komoditi unggulan kakao, kelapa sawit, kopi robusta, jambu mete, dan jarak yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; kawasan pengembangan budidaya udang yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; kawasan migas blok Enrekang meliputi Kabupaten Enrekang, Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Tana Toraja, yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan atau teknologi tinggi; Pusat Pembangkit Listrik PLTA Bakaru, yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan atau teknologi tinggi; dan Hutan Lindung Pinrang, yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c, terdiri atas: kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi; kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya; kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: Kawasan Strategis Kota Pinrang sebagai pusat pemerintahan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan perdagangan/jasa; Kawasan Strategis Agropolitan, meliputi: Kawasan Agropolitan Batulappa di Kecamatan Batulappa yang berbasis agrobisnis kakao, jagung dan sapi; Kawasan Agropolitan Bakaru di Kecamatan Lembang yang berbasis agrobisnis kopi, kakao dan holtikultura; Kawasan Agropolitan WALIMA (Watang Pulu, Alitta, Makkawaru) di Kecamatan Suppa dan Mattiro Bulu yang berbasis agrobisnis peternakan sapi dan unggas dengan penunjang holtikultura dan buah-buahan; Kawasan Agropolitan SIPUNDANG (Sipatuo, Malimpung, Padang Loang) di Kecamatan Patampanua yang berbasis agrobisnis kelapa, kakao, dengan penunjang holtikultura dan palawija, ikan air tawar, sapi dan unggas; Kawasan Agropolitan Tiroang yang berbasis agrobisnis padi dan holtikultura; dan Kawasan Agropolitan Cempa Sawitto yang berbasis agrobisnis padi sawah dan sapi. Kawasan Strategis Minapolitan meliputi :

19

Kawasan Minapolitan/Agropolitan PADABIMA (Paria, Data, Bittoeng, Maroneng) di Kecamatan Duampanua berbasis agrobisnis budidaya udang dan bandeng, ditunjang Tempat Pendaratan Ikan Kajuangin atau Dermaga Serang; Kawasan Minapolitan Suppa di Kecamatan Suppa berbasis agrobisnis budidaya udang dan bandeng, rumput laut tambak, ditunjang Tempat Pendaratan Ikan Pelabuhan Ujung Lero; Kawasan Minapolitan Ujung Tape di Kecamatan Mattiro Sompe berbasis agrobisnis udang, bandeng, rumput laut dengan rencana pengembangan di Kecamatan Mattiro Sompe, ditunjang Tempat Pendaratan Ikan Pelabuhan Langnga; Kawasan Minapolitan Waetuo di Kecamatan Lanrisang berbasis agrobisnis udang, bandeng, rumput laut dengan rencana pengembangan di Kecamatan Lanrisang; dan Kawasan Minapolitan Pantai Dewata di Kecamatan Cempa yang berbasis agribisnis udang, bandeng dan ekowisata . Kawasan Strategis peruntukan industri besar dan menengah di Kecamatan Suppa dan Kecamatan Mattiro Bulu; Kawasan Strategis Pariwisata, meliputi : Kawasan Pariwisata di Kecamatan Lembang meliputi pariwisata Pantai Kanipang, Gua Panniki, Sungai-sungai, Air Terjun Karawa, Kali Jodoh, Lamero, Air Panas Lemosusu, Lembah Tirasa, Agrowisata Benteng Paremba dan budaya; Kawasan Strategis Pariwisata Pulau Kamarrang di Kecamatan Suppa; Kawasan Strategis Pariwisata Pantai Ujung Tape di Kecamatan Mattiro Sompe, Ujung Lero dan Wiring Tasi di Kecamatan Suppa, Waetuoe di Kecamatan Lanrisang, Kappe di Kecamatan Duampanua dan Ammani di Kecamatan Cempa; dan Kawasan Strategis Pariwisata Alam Air Panas Sulili di Kecamatan Paleteang. Kawasan Strategis Daerah Tertinggal, meliputi : Desa Sali Sali, Desa Letta, Desa Lembang Mesakada, Desa Kariango, Desa Suppirang dan Desa Basseang di Kecamatan Lembang; Desa Maroneng, Desa Baba Binanga, dan Desa Katomporang di Kecamatan Duampanua; Desa Kaseralau dan Desa Batulappa di Kecamatan Batulappa; Desa Padang Loang di Kecamatan Patampanua; Desa Salipolo di Kecamatan Cempa; Desa Lerang di Kecamatan Lanrisang; dan Desa Lotang Salo, Desa Ujung Labuang di Kecamatan Suppa. Kawasan Strategis Daerah Perbatasan Kabupaten dan Provinsi Sulawesi Barat, meliputi Kecamatan Suppa, Kecamatan Tiroang, Kecamatan Lembang, Kecamatan Patampanua dan Kecamatan Batulappa. Kawasan Strategis dari sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas: Istana Addatuang Sawitto di Kecamatan Watang Sawitto, makam dan pesta adat Pallipa Pute di Kecamatan Mattiro Sompe, yang merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya, dan perlindungan peninggalan budaya; dan Monumen dan Makam Raja Lasinrang, yang merupakan aset nasional yang harus dilindungi dan dilestarikan. Kawasan Strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, yaitu Kawasan Bendungan Benteng Kecamatan Patampanua. Kawasan Strategis dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d terdiri atas: kawasan jalur hijau hutan mangrove pesisir pantai di Kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Cempa, Kecamatan Duampanua dan Kecamatan Lembang; kawasan DAS Saddang; kawasan rawan banjir di Kecamatan Suppa, Mattiro Sompe, Cempa, Duampanua dan Lembang; dan rawan tanah longsor di Desa Sali-Sali dan Desa Benteng Paremba di Kecamatan Lembang.

20

BAB VI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Pinrang, berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola ruang. Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Pinrang dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya. Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan kerjasama pendanaan. Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Pinrang, digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Pinrang. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas : ketentuan umum peraturan zonasi; ketentuan perizinan; ketentuan insentif dan disinsentif; dan arahan sanksi. Bagian Kedua Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten Pinrang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a, digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi. Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas: ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung; ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana nasional dan wilayah, terdiri atas: kawasan sekitar prasarana transportasi; kawasan sekitar prasarana energi; kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan kawasan sekitar prasarana sumber daya air. Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut pada Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan

21

Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini. Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya. Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten Pinrang, sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (2) huruf b, terdiri atas: izin prinsip; izin lokasi; izin penggunaan pemanfaatan tanah; izin perubahan penggunaan tanah; izin mendirikan bangunan; izin lingkungan; dan izin lain berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Keempat Ketentuan Insentif dan Disinsentif Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif. Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini. Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya. Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), yaitu dalam bentuk: pembebasan atau pemberian keringanan pajak; pemberian kompensasi atau ganti rugi; pemberian imbalan, santunan, atau bantuan; dukungan rekomendasi untuk pengembangan akses permodalan, kelembagaan, atau usaha; pengumuman kepada publik; penyediaan infrastruktur tertentu; dan pemberian penghargaan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur dengan Peraturan Bupati.

Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), yaitu dalam bentuk: pajak daerah dengan kelipatan tinggi;

22

pembatasan penyediaan insfrastruktur; pencabutan izin, penghentian atau penutupan usaha/kegiatan; pembongkaran atau pemusnahan aset tertentu; relokasi paksa; pengumuman kepada publik; pelaksanaan kegiatan atau tindakan tertentu; dan pelarangan dan penuntutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Kelima Arahan Sanksi Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan sanksi administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang. Pengenaan sanksi dilakukan terhadap: pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang; pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi; pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten; pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten; pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten; pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar. Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi administratif berupa: peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan; penghentian sementara pelayanan umum; penutupan lokasi; pencabutan izin; pembatalan izin; pembongkaran bangunan; pemulihan fungsi ruang; dan/atau denda administratif. Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c dikenakan sanksi administratif berupa: peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan; penghentian sementara pelayanan umum; penutupan lokasi; pembongkaran bangunan; pemulihan fungsi ruang; dan/atau denda administratif. Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. BAB VIII KELEMBAGAAN Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah, dibentuk Badan

23

Koordinasi Penataan Ruang Daerah. Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati. BAB IX HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG Bagian Kesatu Hak Masyarakat Dalam kegiatan mewujudkan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak: mengetahui rencana tata ruang; menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat Dalam pemanfaatan ruang, masyarakat wajib: menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundangundangan. Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang. Bagian Ketiga Peran Masyarakat Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara lain melalui: partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Bentuk peran masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, pada tahap perencanaan tata ruang dapat berupa: masukan mengenai:

24

persiapan penyusunan rencana tata ruang; penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan; pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau kawasan; perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau penetapan rencana tata ruang. kerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf b, dapat berupa: masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang; kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang; kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf c, dapat berupa: masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi; keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi; pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada Bupati dan/atau unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati. Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah Daerah membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN RTRW Kabupaten sebagaimana dimaksud dilengkapi dengan lampiran berupa buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pinrang Tahun 2011 - 2031 dan album peta skala 1:50.000.
25

Buku RTRW KabupatenPinrang dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Pinrang, menjadi pedoman untuk: penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor; penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten. Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pinrang adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pinrang dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah. Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan terhadap bagian wilayah kabupaten yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan, rencana dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil kesepakatan Menteri Kehutanan. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penatan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini. Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka: izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan: untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin dan bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, agar dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan. BAB XII KETENTUAN PENUTUP

26

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pinrang. Ditetapkan di Pinrang pada tanggal BUPATI PINRANG, 2011

ASLAM PATONANGI Diundangkan di Pinrang pada tanggal 2011

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PINRANG,

SYARIFUDDIN SIDE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PINRANG TAHUN 2011 NOMOR

27

You might also like