You are on page 1of 15

TOKOH – TOKOH WAYANG

1. DEWI KUNTI TALIBRATA

Dewi Kunti (Sansekerta: कुंती ) dalam kisah Mahabharata adalah puteri dari Prabu Kuntiboja.
Ia adalah saudara dari Basudewa yang merupakan ayah dari Baladewa, Kresna dan Sumbadra. Ia
juga adalah ibu daripada Yudistira, Werkodara, dan Arjuna dan juga adalah istri pertama Pandu
Dewanata. Selain itu Kunti juga ibu dari Karna. Kelahiran Karna ini disebabkan karena
kelalaiannya dalam menggunakan ilmu Druwasa yang seharusnya tidak boleh diucapkan di
tempat yang terkena cahaya matahari. Pada akhirnya ia pun mengandung anak dari Batara Surya
yang dilahirkan melalui telinga. Itulah asal usul nama Karna.
Sepeninggal Pandu Dewanata, ia mengasuh Nakula dan Sadewa, anak Pandu Dewanata dari
Dewi Madrim. Seusai Bharatayuda, ia dan iparnya Destarata, Siti Gendari, dan Yamadipura pergi
bertapa sampai akhir hayatnya

2. KRESNA
Kresna, atau Krishna (Sansekerta कृषण , Dewanagari: कृषण ) adalah salah seorang tokoh
terpenting dalam wiracarita Mahabharata. Dalam cerita Mahabharata, ia dikenal sebagai tokoh
raja yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Dalam ajaran agama Hindu, ia dikenal sebagai
awatara Dewa Wisnu yang kedelapan. Dalam Bhagawad Gita, beliau adalah perantara
kepribadian Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) yang menjabarkan ajaran kebenaran mutlak
(dharma) kepada Arjuna. Beliau mampu menampakkan secercah kemahakuasaan Tuhan yang
hanya disaksikan oleh tiga orang pada waktu perang keluarga Bharata akan berlangsung. Ketiga
orang tersebut adalah Arjuna, Sanjaya putra Widura, dan Vyasa. Namun Sanjaya dan Vyasa tidak
melihat secara langsung, melainkan melalui mata batin mereka yang menyaksikan perang
Bharatayuddha.
Prabu Kresna merupakan raja Dwarawati, kerajaan para Yadu dan merupakan titisan Dewa
Wisnu. Kresna adalah anak Wasudewa, raja Mandura. Ia dilahirkan sebagai 3 bersaudara dengan
kakaknya dikenal sebagai Baladewa dan adiknya dikenal sebagai Sumbadra, yang tak lain adalah
isteri dari Arjuna. Ia memiliki 3 orang isteri dan 3 orang anak. Isteri isterinya adalah Dewi
Jembawati, Dewi Rukmini, dan Dewi Setyaboma. Anak anaknya adalah Raden Boma
Narakasura, Raden Samba, dan Siti Sundari.
Pada perang Bharatayuddha, beliau adalah sais atau kusir Arjuna. Ia juga merupakan salah satu
penasihat utama Pandawa. Sebelum perang melawan Karna,atau dalam babak yang dinamakan
Karna Tanding sebagai sais Arjuna beliau memberikan wejangan panjang lebar kepada Arjuna.
Wejangan beliau dikenal sebagai Bhagawad Gita.
Kresna dikenal sebagai seorang yang sangat sakti. Ia memiliki kemampuan untuk meramal,
mengubah bentuk menjadi raksasa, dan memiliki bunga wijaya kusuma yang dapat
menghidupkan kembali orang yang mati. Ia juga memiliki senjata yang dinamakan cakrabaswara
yang mampu digunakan untuk menghancurkan dunia, pusaka-pusaka sakti, antara lain; Senjata
Cakra, Kembang Wijayakusuma, Terompet/Sangkala Pancajahnya, Kaca paesan, Aji Pameling
dan Aji Kawrastawan.
Setelah meninggalnya Prabu Baladewa/Resi Balarama, kakaknya, dan musnahnya seluruh
Wangsa Yadawa, Prabu Kresna menginginkan moksa. Ia wafat dalam keadaan bertapa dengan
perantaraan panah seorang pemburu bernama Ki Jara yang mengenai kakinya.

Asal usul nama "Krishna"


Dalam bahasa Sansekerta, kata Krishna berarti "hitam" atau "gelap", dan kata ini umum
digunakan untuk menunjukkan pada orang yang berkulit gelap. Dalam Brahma Samhita
dijabarkan bahwa Krishna memiliki warna kulit gelap bersemu biru langit.[1] Dan umumnya
divisualkan berkulit gelap atau biru pekat. Sebagai Contoh, di Kuil Jaganatha, di Puri, Orissa,
India (nama Jaganatha, adalah nama yang ditujukan bagi Krishna sebagai penguasa jagat raya) di
gambarkan memiliki kulit gelap berdampingan dengan saudaranya Baladewa dan Subadra yang
berkulit cerah.
Kresna sebagai Awatara sekaligus orang bijaksana memiliki banyak sekali nama panggilan
sesuai dengan kepribadian atau keahliannya. Nama panggilan tersebut digunakan untuk memuji,
mengungkapkan rasa hormat, dan menunjukkan rasa persahabatan atau kekeluargaan. Nama
panggilan Kresna di bawah ini merupakan nama-nama dari kitab Mahabarata dan Bhagawad Gita
versi aslinya (versi India). Nama panggilan Kresna adalah:
1. Achyuta (Acyuta, yang tak pernah gagal)
2. Arisudana (penghancur musuh)

3. Bhagavān (Bhagawan, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa)

4. Govinda (Gowinda, yang memberi kebahagiaan pada indria-indria)

5. Hrishikesa (Hrisikesa, penguasa indria)

6. Janardana (juru selamat umat manusia)

7. Kesava (Kesawa, yang berambut indah)

8. Kesinishūdana (Kesi-nisudana, pembunuh raksasa Kesi)

9. Mādhava (Madawa, suami Laksmi Dewi)

10. Madhusūdana (Madu-sudana, penakluk raksasa Madhu)

11. Mahābāhu (Maha-bahu, yang berlengan perkasa)

12. Mahāyogi (Maha-yogi, rohaniawan besar)

13. Purushottama (Purusa-utama, manusia utama, yang berkepribadian paling baik)

14. Varshneya (Warsneya, keturunan bangsa Wresni)

15. Vāsudeva (Wasudewa, putera Vāsudewa)

16. Vishnu (Wisnu, penitisan Batara Wisnu)

17. Yādava (Yadawa, keturunan dinasti Yadu)

18. Yogesvara (Yoga-iswara, penguasa segala kekuatan batin)

3. WERKUDARA/BIMA
Bima

Dalam kisah Mahabharata, Bhima (Dewanagari: भीम , bhīma) atau Bhimasena (Dewanagari:

भीमसेन , bhīmaséna) atau Bratasena, Balawa, Birawa, Dandunwacana, Nagata,


Kusumayuda,Kowara, Kusumadilaga, Pandusiwi, Bayusuta, Sena, Wijasena, Jagal Abilowo atau
Werkodara adalah seorang tokoh heroik. Ia adalah putra Dewi Kunti dan dikenal sebagai
Pandawa yang kuat, selalu kasar dan menakutkan bagi musuh, walaupun sebenarnya hatinya
lembut. Ia bagian Pundawa di urutan yang kedua, dari lima bersaudara. Saudara se'ayah'-nya
ialah Wanara yang terkenal dari epos Ramayana yaitu Hanoman atau Anoman/Anuman.
Sifat
Bima memililki sifat dan perwatakan; gagah berani, teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur. Ia
memiliki keistimewaan ahli bermain ganda dan memiliki berbagai senjata antara lain; Kuku
Pancanaka, Gada Rujakpala, Alugara, Bargawa (kapak besar) dan Bargawasta, sedangkan ajian
yang dimiliki adalah ; Aji Bandung Bandawasa, Aji Ketuklindu, Aji Bayubraja dan Aji
Blabakpangantol-antol.
Bima juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran yaitu; Gelung Pudaksategal, Pupuk
Jarot Asem, Sumping Surengpati, Kelatbahu Candrakirana, ikat pinggang Nagabanda dan Celana
Cinde Udaraga. Sedangkan beberapa anugerah Dewata yang diterimanya antara lain;
Kampuh/kain Poleng Bintuluaji, Gelang Candrakirana, Kalung Nagasasra, Sumping Surengpati
dan pupuk Pudak Jarot Asem.
Bima tinggal di kadipaten Jodipati, wilayah negara Amarta. Ia mempunyai tiga orang isteri dan 3
orang anak, yaitu:
1. Dewi Nagagini, berputra Arya Anantareja,
2. Dewi Arimbi, berputra Raden Gatotkaca dan
3. Dewi Urangayu, berputra Arya Anantasena

Akhir riwayat Bima diceritakan, mati sempurna (moksa) bersama ke empat saudaranya setelah
akhir perang Bharatayuda.
Arti nama Bima adalah setia pada satu sikap, ia tidak suka berbasa basi tak pernah bersikap
mendua dan tak pernah menjilat ludahnya sendiri.

4. DEWA RUCI

Sang Hyang Tunggal adalah ayah dari Batara Ismaya (Semar), Batara Antaga (Togog) dan
Batara Manikmaya (Guru).
Pada episode Dewa Ruci, dia muncul sebagai Dewa Ruci dan bertemu Bima di dasar Laut
Selatan. Bentuk wayangnya (dalam wayang kulit) termasuk kecil, seukuran wayang kulit tokoh-
tokoh perempuan. Tokoh ini jarang dimainkan dalam pertunjukkan wayang kulit, karena episode
yang memunculkannya memang sangat sedikit. Konon tidak sembarang dalang berani
memainkan tokoh ini. Sang Hyang Tunggal adalah anak dari Sang Hyang Wenang.
Kisah mistis perjalanan batin yang dialami oleh Bima sehingga bertemu dengan Sang Hyang
Tunggal dalam Dewa Ruci sangat baik untuk diambil pelajarannya.

5. BATARA GURU

Batara Guru merupakan Dewa yang merajai kahyangan. Dia yang mengatur wahyu kepada para
wayang, hadiah, dan ilmu-ilmu. Batara Guru mempunyai sakti (istri) Dewi Uma, dan mempunyai
beberapa anak.

Berikut adalah urutan anak-anak Batara Guru, dimulai dari yang paling sulung (menurut tradisi
wayang Jawa):
1. Batara Sambu

2. Batara Brahma

3. Batara Indra

4. Batara Bayu

5. Batara Wisnu

6. Batara Ganesha

7. Batara Kala
8. Hanoman
Betara Guru (Manikmaya) diciptakan dari cahaya yang gemerlapan oleh Hyang Tunggal.
Diciptakannya bersamaan dengan cahaya yang berwarna kehitam-hitaman yang merupakan asal
jadinya Ismaya (Semar). Oleh Hyang Tunggal kemudian diputuskan kalau Manikmaya yang
berkuasa di Suryalaya, sedangkan Ismaya turun ke bumi untuk mengasuh para Pandawa. Adapun
saat Batara Guru diciptakan, ia merasa paling sempurna dan tiada cacatnya. Oleh Hyang Tunggal
diketahuinya perasaan Manikmaya itu, lalu Hyang Tunggal bersabda kalau Manikmaya akan
memiliki cacad berupa lemah di kaki, belang di leher, bercaling, dan berlengan empat. Batara
Guru amat menyesal mendengar perkataan Hyang Tunggal itu, dan sabdanya itu betul-betul
terjadi. Suatu ketika Manikmaya merasa sangat dahaga, dan ia menemukan telaga. Saat
meminum air telaga itu, yang ternyata airnya beracun, lantas dimuntahkannya kembali, maka ia
mendapat cacad belang di leher. Saat lahirnya Nabi Isa, Manikmaya juga datang untuk
menyaksikan. Diperhatikannya kalau manusia ketika lahir amatlah lemah kakinya. Seketika,
kakinya terkena tulah, dan menjadi lemahlah kaki kiri Manikmaya. Saat ia bertengkar dengan
istrinya Dewi Uma, dikutuknya Manikmaya oleh Dewi Uma, agar ia bercaling seperti raksasa,
maka bercalinglah Manikmaya. Sewaktu Manikmaya melihat manusia yang sedang sembahyang
yang bajunya menutupi tubuhnya, maka tertawalah Manikmaya karena dikiranya orang itu
berlengan empat. Maka seketika berlengan empatlah Manikmaya. Betara Guru merupakan satu-
satunya wayang kulit yang digambarkan dalam posisi menghadap ke depan, ke arah manusia.
Hal ini apat dilihat dari posisi kakinya. Hanya saja karena berbentuk wayang, maka ia
menghadap ke samping. Wahana (hewan kendaraan) Batara Guru adalah sang lembu Nandini.
Batara Guru adalah nama lain Siwa.
Selain dikenal dalam kisah wayang, nama Batara Guru juga dikenal dalam mitologi Batak
sebagai dewa yang tinggal di Banua Ginjang.

6. BATARA BAYU
Batara Bayu atau Bayu (Sansekerta: वाय ु ; Vayu, baca: Wayu, disebut juga Waata

( वात : Vāta) Pawana ( पवन : Pavana) atau Prāna) dalam agama Hindu adalah Dewa
utama, bergelar sebagai Dewa angin. Udara (Vāyu) atau angin (Pāvana) merupakan salah satu
unsur dalam Panca Maha Bhuta, lima elemen dasar dalam ajaran agama Hindu.
Dewa dalam agama Hindu ini diadaptasi ke dalam dunia pewayangan sebagai dewa penguasa
angin yang bertempat tinggal di khayangan Panglawung. Batara bayu ditugaskan untuk mengatur
/ menguasai angin. Batara Bayu pada zaman kelahiran Hanoman menjadi guru Hanoman atau
Anoman sehingga menjadi sakti. Pada zaman Pandawa, Batara Bayu menurunkan Werkudara
(Bima). Ciri dari murid ataupun keturunan bayu ini adalah mempunyai kuku (Pancanaka).

Ajian
Dalam dunia wayang Jawa, Dewa ini dikatakan memiliki Ajian. Hal tersebut merupakan adaptasi
budaya dan tak terdapat dalam mitologi Hindu India. Ajian yang terkenal dari Batara Bayu
adalah Sepiangin, Bayubraja dan lain-lain

7. BATARA WISNU
Batara Wisnu (Devanagari: िवषण ु ; Vishnu) adalah Dewa kebajikan dan Dewa pemelihara.
Dalam wiracarita Mahabharata batara Wisnu menitis kepada Kresna.
Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Wisnu adalah manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa yang
bergelar sebagai shtiti(pemelihara) yang bertugas memelihara dan melindungi segala ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa. Beliau pula yang menjelma sebagai Awatara yang turun ke dunia untuk
menyelamatkan dunia dari kejahatan dan kehancuran.
Untuk memudahkan penghayatan dan pemujaan terhadapnya, Dewa Wisnu memiliki ciri-ciri
sesuai dengan karakter yang dimilikinya, yakni:
1. bertangan empat, masing-masing membawa: sangka(terompet dari kulit kerang), teratai,
gada, cakra
2. kulitnya berwarna abu-abu kebiru-biruan

3. menunggangi burung garuda


Oleh orang bijaksana, Dewa Wisnu diberi gelar Dewa air. Dewa Wisnu memiliki istri Dewi Sri
dan Laksmi. Di Bali, Beliau dipuja di Pura Puseh.
Dewa Wisnu bagian dari Tri Murti. Dalam Tri Murti, Beliau bergelar sebagai Dewa
pelindung(shtiti).
Dalam pengider dewata nawa sanga, Beliau menempati arah utara. Kendaraannya Garuda dan
senjatanya cakra. Warna hitam dan aksara sucinya U. Beliau dipuja di Pura Ulun Danu.

8. BATARA KAMAJAYA

Batara Kamajaya adalah Dewa Cinta dan istrinya bernama Dewi Kamaratih. Batara Kamajaya
sendiri putra dari Semar dan Dewi Sanggani Putri. Batara Kamajaya dan istri dalam masyarakat
Jawa di simbolkan sebagai lambang kerukunan suami istri.
Pada acara mitoni atau tujuh bulan (kandungan istri berusia 7 bulan), kelapa muda yg hendak
dipecahkan ayah calon bayi sering dilukiskan atau dituliskan nama Kamajaya. Sebagai wujud
dari buah cinta.

9. BATARA INDRA
Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Indra (Sansekerta: इनद atau इं द , Indra) adalah
manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang bergelar sebagai Dewa cuaca dan raja kahyangan.
Oleh orang-orang bijaksana, Dewa Indra diberi gelar Dewa petir, Dewa hujan, Dewa perang, raja
surga, pemimpin para Dewa, dan banyak lagi sebutan untuk Dewa Indra sesuai dengan karakter
yang dimilikinya.
Dewa Indra tinggal di Swargaloka (kahyangan Tinjomoyo/ Kaindran) yang terletak di puncak
Gunung mahameru. Disana, Beliau memimpin para Dewa. Beliau adalah Dewa yang memimpin
delapan Wasu.
Dewa Indra juga terkenal dalam kitab-kitab Purana dan Itihasa. Dalam kitab-kitab tersebut
posisinya lebih menonjol sebagai raja kahyangan dan pemimpin para Dewa. Dewa Indra juga
disebut Dewa perang, karena Beliau dikenal sebagai Dewa yang menaklukkan tiga benteng
musuh (Tri Puramtaka). Beliau memiliki senjata yang disebut Bajra. Kendaraan Beliau adalah
seekor gajah yang bernama Airavata. Istri Beliau Dewi Sachi.
Dewa Indra muncul dalam kitab Mahabarata. Beliau menjemput Yudistira bersama seekor
anjing, yang mencapai puncak gunung Mahameru untuk mencari Swargaloka.
Kadangkala Dewa Indra disamakan dengan Zeus dalam Mitologi Yunani. Dalam agama Buddha,
beliau disamakan dengan Sakra.

Nama lain Dewa Indra


Dewa Indra memiliki nama lain sesuai dengan karakter dan berbagai pengalamannya. Nama lain
tersebut juga mengandung suatu pujian. Nama lain Dewa Indra yakni:
o Sakra (yang berkuasa)
o Svargapati (raja surga)
o Divapati (raja para Dewa)
o Meghavahana (yang mengendarai awan)
o Vasava (pemimpin para Wasu)
Menurut ajaran agama Hindu, Dewa Brahma (Devanagari: बहा ; Brahmā ) adalah
manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa yang bergelar sebagai Dewa pencipta. Dewa Brahma
sering disebut-sebut dalam kitab-kitab Upanishad dan Bhagavad Gītā.

10. BATARA BRAHMA

Dewa Brahma dalam Bhagawad Gita


Dalam kitab suci Bhagavad Gītā, Dewa Brahma muncul dalam bab 8 sloka ke-17 dan ke-18; bab
14 sloka ke-3 dan ke-4; bab 15 sloka ke-16 dan ke-17. Dalam ayat-ayat tersebut, Dewa Brahma
disebut-sebut sebagai Dewa pencipta, yang menciptakan alam semesta atas berkah dari Tuhan
Yang Maha Esa. Dalam Bhagavad Gītā juga disebutkan, siang hari bagi Brahma sama dengan
satu Kalpa, dan Brahma hidup selama seratus tahun Kalpa, setelah itu beliau wafat dan
dikembalikan lagi ke asalnya, yakni Tuhan Yang Maha Esa.

Brahma, Dewa pencipta


Dewa Brahma adalah salah satu di antara Trimurti (Brahma, Wisnu, Çiwa). Dewa Brahma juga
bergelar sebagai Dewa pengetahuan dan kebijaksanaan. Beberapa orang bijaksana memberinya
gelar sebagai Dewa api. Dewa Brahma saktinya Dewi Saraswati, yang menurunkan segala ilmu
pengetahuan ke dunia.
Menurut mitologi Hindu, Dewa Brahma lahir dengan sendirinya (tanpa Ibu) dari dalam bunga
teratai yang tumbuh di dalam Dewa Wisnu pada saat penciptaan alam semesta. Legenda lain
mengatakan bahwa Dewa Brahma lahir dari air. Di sana Beliau menaburkan benih yang menjadi
telur emas. Dari telur emas tersebut, lahirlah Dewa Brahma Sang pencipta. Material telur emas
yang lainnya menjadi Brahmanda, atau telur alam semesta.
Menurut cerita kuno, pada saat penciptaan alam semesta, Brahma menciptakan sepuluh Prajapati,
yang konon merupakan ayah-ayah (kakek moyang) manusia pertama. Menurut Manusmrti,
sepuluh Prajapati tersebut adalah: Marichi, Atri, Angirasa, Pulastya, Pulaha, Kratu, Vasishtha,
Prachetas atau Daksha, Bhrigu, dan Narada. Beliau juga konon menciptakan tujuh pujangga
besar yang disebut Sapta Rsi untuk menolongnya menciptakan alam semesta.
Menurut kisah di balik penulisan Ramayana, Dewa Brahma memberkati Rsi Walmiki untuk
menulis kisah Ramayana yang menceritakan riwayat Ramachandra yang pada masa itu sedang
memerintah di Ayodhya.

Ciri-ciri Dewa Brahma

Dewa Brahma
Dewa Brahma memiliki ciri-ciri sesuai dengan karakter yang dimilikinya. Ada ciri-ciri umum
yang dimiliki Dewa Brahma, yakni:
• bermuka empat yang memandang ke empat penjuru mata angin (catur muka), yang mana
pada masing-masing wajah mengumandangkan salah satu dari empat Veda.
• bertangan empat, masing-masing membawa:
1. teratai, kadangkala sendok (Brahma terkenal sebagai Dewanya yajña)
2. Weda / kitab suci
3. kendi / teko / tempat air
4. genitri
• menunggangi angsa atau duduk di atas teratai
Siklus Dewa Brahma
Brahma hidup selama seratus tahun Kalpa. Satu tahun Kalpa sama dengan 3.110.400.000.000
tahun. Setelah seratus tahun Kalpa, maka Dewa Çiwa sebagai Dewa pelebur mengambil
perannya untuk melebur alam semesta beserta isinya untuk dikembalikan ke asalnya. Setelah itu,
Brahma sebagai pencipta tutup usia, dan alam semesta bisa diciptakan kembali oleh kehendak
Tuhan.
11. BATARA NARADA

Batara Narada ialah batara pengadil dan penyampai berita ke pandawa. Batara Narada tadinya
bernama Kanekaputra. Saat ia itu ia masih berupa dewa yang bagus rupanya. Untuk mengejar
kesaktiannya, maka Kanekaputra bersemadi di tengah samudera dengan tidak bergerak-gerak.
Oleh Betara Guru hal ini dianggapnya sebagai usaha Kanekaputra untuk menguasai Suryalaya.
Maka diperintahkannya semua dewa untuk menyerang Kanekaputra dengan segala macam
senjata agar gagallah semadinya. Namun Kanekaputra tetap pada semadinya, dan tetap tidak
bergerak. Akhirnya Betara Guru sendiri pergi ke hadapan Kanekaputra, dan terjadilah bantah-
membantah antara keduanya. Dalam hal ini, Betara Guru keluar sebagai pihak yang kalah-
bantah. Maka untuk seterusnya Betara Guru memanggil Kanekaputra dengan kakang, kanda,
karena merasa lebih muda.
Suatu ketika amat murkalah Betara Guru, hingga dikutuknya Kanekaputra sehingga berwuju
seperti sekarang, kemudian ia dipanggil dengan Narada.

12. BATARA SURYA

Batara Surya atau Dewa Surya (Devanagari: सूय य ; Surya) adalah nama dewa dari agama
Hindu yang diadaptasi ke dalam dunia pewayangan sebagai dewa yang menguasai atau mengatur
surya atau matahari, sumber kehidupan.
Dewa Surya dalam pewayangan
Batara Surya ini adalah Dewa yang menjadi tumpuan mahluk hidup dialam dunia ini terutama
tumbuhan dan hewan, Batara Surya terkenal sangat sakti mandraguna dan menjadi salah satu
Dewa andalan di khayangan. Batara Surya terkenal senang memberikan pusaka-pusaka atau
ajian-ajian yang dimilikinya terhadap orang-orang yang dipilihnya.
Dewa ini terkenal mempunyai banyak anak dari berbagai wanita (diantaranya dari Dewi Kunti
yang melahirkan Adipati Karnadalam kisah Mahabharata).
Batara Surya kena batunya ketika Anoman menyalahkan Batara Surya atas kejadian yang
menimpa Ibunya Dewi Anjani dan neneknya yang dikutuk menjadi tugu oleh suaminya sendiri.
Anoman merasa Batara Surya harus bertanggung jawab sehingga Anoman dengan ajiannya
mengumpulkan awan dari seluruh dunia untuk menutupi alam dunia sehingga sinar sang surya
tidak bisa mencapai bumi. Untungnya kejadian ini dapat diselesaikan secara baik-baik sehingga
Anoman dengan sukarela menyingkirkan kembali awan-awannya sehingga alam dunia terkena
sinar mentari kembali.

13. BATARI DURGA

Ketika Batara Guru dan istrinya, Dewi Uma terbang menjelajah dunia dengan mengendarai
Lembu Andini, dalam perjalanannya karena terlena maka Batara Guru bersenggama dengan
istrinya di atas kendaraan suci Lembu Andini, sehingga Dewi Uma hamil. Ketika pulang dan
sampai di kahyangan Batara Guru kaget dan tersadar atas tindakannya melanggar larangan itu.
Seketika itu Batara Guru marah pada dirinya dan Dewi Uma, dia menyumpah-nyumpah bahwa
tindakan yang dilakukannya seperti perbuatan "Buto" (bangsa raksasa). Karena semua
perkataannya mandi(bahasa indonesianya : cepat menjadi kenyataan) maka seketika itu juga
Dewi Uma yang sedang mengandung menjadi raksasa. Batara Guru kemudian mengusirnya dari
kahyangan Jonggringsalaka dan menempati kawasan kahyangan baru yang disebut Gondomayit.
Hingga pada akhirnya Dewi Uma yang berubah raksasa itu terkenal dengan sebutan Batari
Durga. Setelah itu ia melahirkan anaknya, yang ternyata juga berwujud raksasa dan diberi nama
Kala. Namun pada perkembangan selanjutnya Batara Kala justru menjadi suami Batari Durga,
karena memang di dunia raksasa tidak mengenal norma-norma perkawinan. Batara Kala dan
Batari Durga selalu membuat onar marcapada (bumi) karena ingin membalas dendam pada para
dewa pimpinan Batara Guru.
(Tambahan: disadur dari www.Merbabu.com )

14. BATARA KALA

Kayangan : kayangan Selamangumpeng


Ayah : Batara Guru
Istri : Batari Durga
Keterangan : Batara Kala lahir dari Kama salah yang jatuh di laut pada saat Batara Guru rekreasi
dengan Batari Uma (lihat hal Batari Uma). Batara Kala dilahirkan dalam wujud api yang
berkobar-kobar yang makin lama makin besar. Hal ini membuat gara-gara di Suralaya, sehingga
para dewa diperintahkan oleh Batara Guru untuk mematikan api yang berkobar-kobar tetapi tidak
mati, malah makin lama makin besar dan naik ke Suralaya menanyakan bapaknya.
Karena Hyang Guru kwatir kalau kayangan rusak maka Batara Guru mengakui kalau Kala
adalah anaknya. Maka diberi nama Batara Kala dan Batara Kala minta makanan, maka Batara
Guru memberi makanan tetapi ditentukan yaitu :
1.Orang yang mempunyai anak satu yang disebut ontang-anting
2.Pandawa lima anak lima laki-laki semua atau anak lima putri semua.
3.Kedono kedini, anak dua laki-laki perempuan jadi makanan Betara Kala.
Untuk menghindari jadi mangsa Batara Kala harus diadakan upacara ruwatan. Maka untuk
lakon-lakon seperti itu di dalam pedalangan disebut lakon Murwakala atau lakon ruwatan. Di
dalam lakon pedalangan Batara Kala selalu memakan para pandawa karena dianggapnya
Pandawa adalah orang ontang anting. Tetapi karena Pandawa selalu didekati titisan Wisnu yaitu
Batara Kresna. Maka Batara Kala selalu tidak berhasil memakan Pandawa.

15. PRABU RAMA

Rama atau Sri Rama; Ramachandra ( शीराम ) (disebut juga Ramawijaya, Raghawa,
Ramabhadra atau Bathara Rama) adalah seorang pangeran yang berasal dari Kerajaan Ayodya,
putra dari Prabu (Raja) Dasarata dan Dewi Raghu, cucu dari Prabu Banaputra.
Rama adalah Awatara dari Dewa Wisnu. Pada masa kecil dan remaja dididik tentang keutamaan
dan kesaktian oleh Bagawan Wasistha. Karena kepandaian, kesaktian dan kehalusan budinya, Sri
Rama mendapat anugrah sebagai titisan Sang Hyang Wisnu yang bertugas memusnahkan
angkara murka di muka bumi.
Sri Rama beristerikan Dewi Sita, setelah memenangkan sayembara menarik Busur Pusaka
Kerajaan Mantili (Mithiladiraja). Sri Rama memiliki anak yaitu Kusiya, dan Rama Batlawa.

16. JAYADRATA

Jayadrata adalah seorang jawara yang sangat sakti dari Kurawa. Misteri menyelubungi asal
usulnya. Kisahnya bermula ketika Wrekudara lahir; ari-ari yang membungkusnya dibuang.
Pertapa tua, Begawan Sapwani, secara kebetulan memungutnya, mendoakannya, dan
mengubahnya menjadi seorang bocah lelaki, yang tumbuh dewasa dengan nama Jayadrata. Dari
pandangan sekilas saja tampak jelas kemiripan kekerabatan dengan Wrekudara dan putra
Wrekudara, Raden Gatotkaca. Ketika Jayadrata beranjak dewasa, ia dibujuk untuk datang ke
Hastina oleh Sangkuni yang cerdik, yang memandang perlu seorang sekutu yang seperti itu
untuk melawan Pandawa. DI sana Jayadrata diberi suatu kedudukan yang tinggi dan dikawinkan
dengan saudara perempuan Suyudana, Dewi Dursilawati. Hal ini mengikatnya dengan kuat pada
pihak Kiri. Dalam Perang Baratayuda, dialah yang membunuh satria muda Abimanyu, dan
setelah itu pada gilirannya ia dibunuh oleh Arjuna yang kehilangan anaknya. Karakter Jayadrata
adalah jujur, setia, dan terus terang semacam Gatotkaca di antara Kurawa.
ARYA JAYADRATA nama sesungguhnya adalah Arya Tirtanata atau Bambang Sagara. Arya
Tirtanata kemudian dinobatkan sebagai raja negara Sindu, dan bergelar Prabu Sinduraja.
Karena ingin memperdalam pengetahuannya dalam bidang tata pemerintahan dan tata
kenegaraan, Prabu Sinduraja pergi ke negara Astina untuk berguru pada Prabu Pandu Dewanata.
Untuk menjaga kehormatan dan harga diri, ia menukar namanya dengan nama patihnya,
Jayadrata. Di negara Astina Jayadrata bertemu dengan Keluarga Kurawa, dan akhirnya diambil
menantu Prabu Drestarasta, dikawinkan dengan Dewi Dursilawati dan diangkat sebagai Adipati
Buanakeling. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra bernama; Arya Wirata
dan Arya Surata.
Jayadrata mempunyai sifat perwatakan; berani, penuh kesungguhan dan setia. Ia mahir
mempergunakan panah dan sangat ahli bermain gada. Oleh Resi Sapwani ia diberi pusaka gada
bernama Kyai Glinggang.
Jayadrata tewas oleh Arjuna di medan perang Bharatayuda sebagai senapati perang Kurawa.
Kepalanya terpangkas lepas dari badannya oleh panah sakti Pasopati

17. DESTARATRA
Dretarastra, adalah saudara tua Pandu dan sebenarnya yang berhak menjadi raja Hastina. Akan
tetapi beliau buta sehingga pemerintahan harus diserahkan adiknya.
Beliau adalah bapak dari para Korawa dan suami Dewi Gandari.

18. DURYUDANA

Duryodana/Duryudana/Druyudana, atau Suyodana/Suyudana adalah sang antagonis utama


dalam wiracarita Mahabharata, musuh utama para Pandawa. Duryudana memiliki nama lain
Detaputra (anak Drestaratra), Gendarisuta (anak dewi Gendari), Jakapitana, dan Kurupati.
Sosok ini merupakan putra tertua dari Kurawa, dan memproklamirkan dirinya menjadi raja di
Astina.
Duryudana menikah dengan Dewi Banowati, putri prabu Salya, dan mempunyai dua orang anak
yakni Leksmanamandrakumara dan Leksmanawati. Duryudana digambarkan sangat licik dan
kejam, meski berwatak jujur, ia mudah terpengaruh hasutan karena kedunguan dan terbiasa
dimanja oleh orangtuanya. Karena hasutan Sakuni, ia dan saudara-saudaranya senang memulai
pertengkaran dengan pihak Pandawa.
Dalam perang Bharatayuddha, ia dikalahkan oleh Bima. Menurut cerita pedalangan Yogyakarta,
ia gugur pada Baratayuda Babak 8 - Rubuhan/Duryudana Gugur.

19. DURSASANA

Dursasana merupakan adik dari Duryudana, salah seorang Kurawa yang cukup terkenal. Ia putra
Prabu Drestarata dengan Dewi Gendari. Namanya berarti tempat yang buruk (dur=buruk,
sasana=tempat). Badannya gagah, mulutnya lebar dan mempunyai sifat sombong, suka bertindak
sewenang-wenang, menggoda wanita dan senang menghina orang lain. Ia mempunyai seorang
istri bernama Dewi Saltani, dan berputra satu orang yakni Dursala. Ia berkediaman di wilayah
Banjarjungut, peninggalan mertuanya.
Dalam kisah "Pandawa Dadu", Yudistira kalah bermain dadu sehingga kekayaan, kraton,
saudara-saudara, dan istrinya telah berada dalam kekuasaan Kurawa sebagai pembayaran
taruhan. Dursasanalah yang paling bernafsu untuk menelanjangi Drupadi (istri Yudistira),
sehingga Drupadi bersumpah akan menggulung rambutnya yang panjang jika telah keramas
dengan darah dari Dursasana, begitu pula Bima bersumpah akan meminum darah Dursasana
sebelum mati.
Dursasana tewas di tangan Bima dalam perang Baratayuda. Menurut cerita pedalangan
Yogyakarta ia tewas dalam kisah Baratayuda Babak 5 - Timpalan/Burisrawa Gugur atau
Jambakan/Dursasana Gugur
Dalam wiracarita Mahabharata, Durmogati adalah seorang tokoh Kurawa yang barangkali
merupakan yang paling kocak apabila sedang dimainkan/dibawakan sifatnya oleh dalang.
Durmogati mempunyai badan yang lebih pendek dan gemuk dari kebanyakan saudara-
saudaranya. Dengan ciri khas lehernya yang sangat pendek dan kepala seperti tertekan ke bawah
sehingga wajahnya menengadah ke atas.
Bicaranya bindeng (seperti orang pilek, tidak jelas) dan kata-katanya justru selalu menyudutkan
Sakuni yang selalu mempengaruhi korawa untuk memusnahkan Pandawa. Jadi sebenarnya ia
tahu bahwa pihak Korawa bersalah karena hasutan-hasutan licik Sakuni. Namun semua kata-
katanya diucapkan dengan gayanya yang kocak sehingga tidak dianggap serius oleh Sakuni.

20. KARTAMARMA
Kartawarma atau Kertamarma, adalah seorang dari keluarga Kurawa yang keseratus, yang
menjadi raja di negara Banyutinalang. Ia tewas oleh Bima setelah perang Bharatayuda selesai,
bersama dengan tewasnya Acwattama.

21. CITRAKSA

Citraksa adalah seorang tokoh dari wiracarita Mahabharata yang berada di pihak Korawa. Citraksa
adalah adik Duryudana dan mempunyai saudara kembar, yaitu Citraksi. Sering dikisahkan dalam
cerita pedalangan, Citraksa dan Citraksi mempunyai sifat dan karakter yang sama, seperti gagap
dalam berbicara, tindakannya grusa-grusu. Dalam peperangan non-Bharatayuda, Citraksa dan
Citraksi sering menjadi bulan-bulanan anak-anak Pandawa seperti Antareja, Antasena, Gatotkaca,
Abimanyu dan lain-lain.

22. CITRAKSI
Citraksi, adalah seorang tokoh dari wiracarita Mahabharata.

You might also like