You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TUBERKULOSIS PARU

By; Ferdynandus Felix TL., S.Kep., Ners. PENGERTIAN Pangertian Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru. Yang biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999). Faktor Resiko Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia Tenggara. Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan penurunan status kesehatan. Bayi dan anak di bawah 5 tahun. Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi kanker. Tuberkolosis yang terjadi pada paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis, terjadi dalam 6 bulan pertama setelah terjadi infeksi sebagai akibat penyebaran limfogen dan atau hematogen, biasanya multipel. PATOGENESIS Tanpa infeksi Inflamasi disebar oleh limfe Fibrosis Timbul jar. Ikat sifat Elastik & tebal. Kalsifikasi Batuk Alaveolus tidak Spuntum purulen Exudasi kembali saat Hemoptisis ekspirasi BB menurun Nekrosis/perkejuan Gas tidak dapat Kavitasi berdifusi dgn. Baik. Sesak 95% 5% 5% Kuman

Infeksi primer Sembuh total Sembuh dgn. Sarang Komplikasi ghon Menyebar ke seluruh tubuh scr. Bronkhogen, limphogen, hematogen Infeksi post primer Kuman dormant Muncul bertahun kemudian Diresorpsi kembali/sembuh Membentuk jar. keju Sarang meluas Jika dibatukkan sembuh dgn. membentuk kavitas. Jar. Fibrotik . Kavitas meluas Memadat & membungkus diri Bersih & menyembuh Membentuk sarang tuberkuloma Patofisiological pathway TBC Virus/Bakteri masuk Jaringan Otak Peradangan Di Otak Edema Pembentukan Transudat & Eksudat Gangguan Perfusi Reaksi Kuman Iritasi Korteks Kerusakan Kerusakan Jaringan Cerebral Patogen Cerebral Area Saraf IV Saraf IX Fokal Seizure Suhu Tubuh Resiko Trauma Sulit Sulit Nyeri Mengunyah Makan Deficit Cairan Gangguan Pemenuhan Nutrisi Kesadaran Hipovolemik Stasis Cairan Tubuh Gangguan Mobilitas Fisik Gangguan Persepsi Sensori Penumpukan Sekret

Gangguan Bersihan Jalan Nafas LESI PADA TBC PARU Kelenjar limfe : hilus, parantrakeal, mediatinum Parenkhim : fokos primer, pnemonia, atelaktis, terkuloma, kavitas Saluran pernafasan : air traping penyakit endobronkhial , trakeobronkhial, stenosis, bronkhus, fistula bronkhopleura, bronkhopl, bronkhoektasis, fistula bronkhoesofagus. Pleura : efusi, emfisema, pneumothorak, hemothorak, fistula bronkhop;eura Pembuluh darah : milier, perdarahan paru. Bentuk klinis TBC Pada Anak PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Identitas klien: selain nama klien, juga orangtua; asal kota dan daerah, jumlah keluarga. 2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit. 3. Riwayat penyakit sekarang: Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula. 4. Riwayat penyakit dahulu: Pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Pernah berobat tapi tidak sembuh? Pernah berobat tapi tidak teratur? Riwayat kontak dengan penderita TBC. Daya tahan yang menurun. Riwayat imunisasi/vaksinasi. Riwayat pengobatan. 5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan. Riwayat keluarga. Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan. Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri. Biasanya pada keluarga yang kurang mampu. Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak. Tidak bersemangat dan putus harapan. Lingkungan: Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak. 6. Pola fungsi kesehatan.

1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan. Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi. 2) Pola nutrisi metabolik. Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek. 3) Pola eliminasi Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali. 4) Pola aktifitas latihan Sesak nafas, fatique, tachicardia,aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek). 5) Pola tidur dan istirahat Iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari. 6) Pola kognitif perseptual Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu. 7) Pola persepsi diri Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah. Pola peran hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain (ibu/ayah)/tidak mandiri. 9) Pola seksualitas/reproduktif Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah. 10) Pola koping toleransi stres Menarik diri, pasif. PEMERIKSAAN FISIK 1. Demam: sub fibril, fibril (40 41oC) hilang timbul. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum). Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru. Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari. Pada tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara limforik. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak) 2. Pembesaran kelenjar biasanya multipel. 3. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula. 4. Kadang terjadi abses.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENGOBATAN 1. Uji tuberkulin Infeksi TB imunitas seluler hipersensitifitas tipe lambat uji tuberkulin +. 2. Foto rontgent Rutin: foto pada R paru. Atas indikasi: tulang, sendi, abdomen. Rontgent paru tidak selalu khas. 3. Gambaran klinis: Tanpa gejala. Gejala umum/tidak spesifik. - Demam lama. - BB turun/tidak naik. - Malnutrisi. - Malaise. - Batuk lama. - Diare berlanjut/berulang. Gejala spesifik, sesuai organ yang terkena. Kelenjar: kelenjar membesar skrofulodivina. Respiratorik: batuk, sesak, mengi. Neurologik: kejang, kaku kuduk. Ortopedik: pincang, gibbus. GI: diare berlanjut. 4. Pemeriksaan mikrobiologis - Bakteriologis Memastikan TB. Hasil normal: tidak menyingkirkan diagnosa TB. Hasil +: 10 62% dengan cara lama. Cara : cara lama radio metrik (Bactec); PCK. 5. Pemeriksaan darah tepi Tidak khas. LED dapat meninggi. 6. Pemeriksaan patologik anatomik Kelenjar, hepar, pleura; atas indikasi. 7. Sumber infeksi Adanya kontak dengan penderita TB menambah kriteria diagnosa. 8. Lain-lain - Uji faal paru. - Bronkoskopi. - Bronkografi. - Serologi. - dll. PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN Penatalaksanaan

Penyuluhan Pencegahan Pemberian obat-obatan 1. OAT ( oabat anti tuberkulosa ) 2. Bronchodilator 3. Expectoran 4. OBH 5. Vitamin 6. Antibiotik Operasi untuk mengeluarkan kelenjar yang membesar. TAHAP TUMBUH KEMBANG ANAK Menurut Soetjiningsih: Masa pra sekolah usia 1-6 tahun. Menurut Donna L. Wong: Masa anak-anak awal 1-6 tahun. Pra sekolah: 3-6 tahun. Tahap pertumbuhan cepat: Pertumbuhan cepat pada masa pra-adolesen. Terdapat pertumbuhan fisik/jasmani yang sangat pesat, dimana tubuh anak menjadi cepat besar, BB naik dengan pesat serta panjang badan (PB) juga bertambah dengan cepat, anak makan dengan banyak serta aktifitas bertambah. Pertumbuhan tampaknya mengikuti satu irama tertentu dan berlangsung secara bergantian. Tahap pertumbuhan otak Umur 5 tahun: sangat lambat (Morley, D: 1986). Tahap perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud: Suatu proses pertambahan pematangan fungsi struktur tubuh serta kejiwaan yang menimbulkan dorongan untuk mencari stimulasi dan kesenangan secara umum termasuk didalamnya dorongan untuk menjadi dewasa. Fase oedipal/falik (3-5 tahun) - Mulai melakukan rangsangan autoerotik. - Bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda. - Aanak pasca oedipal berkelompok dengan sejenis. Oedipus komplek: anak lelaki dekat ibunya karena perasaan cinta/tertarik. Elektra komplek : anak perempuan dekat ayahnya karena perasaan cinta/ tertarik. Fase laten (5 12 tahun) - Masuk ke permulaan fase pubertas. - Periode terintegrasi. - Fase tenang. - Dorong libido mereda sementara. - Erotik zona berkurang. - Anak tertarik dengan per group (kelompok sebaya).

Tahap perkembangan manusia ditinjau dari aspek psikososial menurut Erik Erickson: Dibagi 8 tahap perkembangan mulai dari lahir sampai usia tua: - Tahap ke-3; krisis perkembangan : initiative vs guilt (inisiatif vs perasaan bersalah; nama tahap: pre school/usia pra sekolah. - 4 6 tahun: Kepercayaan yang diperoleh anak tidak diartikan bahwa ia diperbolehkan memiliki inisiatif dalam belajar mencari pengalaman-pengalaman baru secara aktif seperti bagaimana dan mengapa tentang sesuatu sehingga anak dapat memperluas aktifitasnya, jika anak dilarang dan diomeli/dicela untuk usaha itu yang mencari pengalaman baru, anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang, keterampilan motorik dan bahasanya. DIAGNOSA PERAWATAN 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya faktor resiko : Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis Kerusakan membran alveolar kapiler Sekret yang kental Edema bronchial 2. Resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan : Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar Malnutrisi Terkontaminasi oleh lingkungan Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman 3. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan dengan : Tidak ada yang menerangkan Interpretasi yang salah, tidak akurat Informasi yang didapat tidak lengkap Terbatasnya pengetahuan / kognitif 4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan : Kelelahan Batuk yang sering, adanya produksi sputum Dyspnoe Anoreksia Penurunan kemampuan finansial (keluarga). INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL Dx. I. Independen 1. Kaji dyspnoe, takipnoe, bunyi pernafasan abnormal. Meningkatnya respirasi,

keterbatasan ekspansi dada dan fatique. TB paru dapat menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural efusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. 2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku. Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan 3. Demontrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir disiutkan, terutama pada klien dengan fibrosis atau kerusakan parenkhim. Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan nafas dan mengurangi residu dari paru-paru 4. Anjurkan untuk bedrest/mengurangi aktivitas Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi Kolaborasi 5. Monitor BGA Menurunnya oksigen ( PaO2 ), saturasi atau meningkatnya PaCo2 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan therapi. 6. Memberikan oksigen tambahan Membantu mengoreksi hipoksemia yang secara sekunder mengurangi ventilasi dan menurunnya tegangan paru. Dx. II. Independen 1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi. Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi. 2. Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan. 3. Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. 4. Gunakan masker setap melakukan tindakan Untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi 5. Monitor temperatur Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi. 6. Ditekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani Periode menular dapat terjadi hanya 2 3 hari setelah permulaan kemoterapi tetapi dalam keadaan sudah terjadi kavitas atau penyakit sudah berlanjut sampai tiga bulan.

Kolaborasi 7. Pemberian terapi untuk anak a. INH, Etambutol, Rifampisin INH adalah obat pilihan bagi penyakit TB primer dikombinasikan dengan obatobat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan etambutol untuk 2 bulan pertama. b. Pyrazinamid ( PZA ) / aldinamide, Paraamino Salicyl ( PAS ), Sycloserine, Streptomysin Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten. c. Monitor sputum BTA Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas waktu yang ditentukan. Dx. III. Independen 1 Kaji kemampuan belajar klien misalnya : tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan yang memungkinkan klien untuk belajar, seberapa banyak yang telah diketahui, media yang tepat dan siapa yang dipercaya. Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada sebatasmana kemampuan klien. 2 Mengidentifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya : hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan nafas, kehilangan pendengaran, vertigo. Mengindikasikan perkembangan penyakit atau efek samping dari pengobatan yang membutuhkan evaluasi secepatnya. 3 Menekankan pentingnya asupan diet TKTP dan intake cairan yang adekuat. Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan yang memadai membantu mengencerkan dahak. 4 Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan untuk klien dan keluarga misalnya : jadwal minum obat. Informasi tertulis dapat mengingatkan klien tentang informasi yang telah diberikan. Pengulangan informasi dapat membantu mengingatkan klien. 5 Menjelaskan dosis obat, frekwensi, tindakan yang diharapkan dan perlunya therapi dalam jangka waktu lama. Mengulangi penyuluhan mengenai potensial interaksi antara obat yang diminum dengan obat / subtansi lain. Meningkatkan partisipasi klien dan keluarga untuk mematuhi aturan therapi dan mencegah terjadinya putus obat. 6 Jelaskan tentang efek samping dari pengobatan yang mungkin timbul, misalnya : mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah. Dapat mencegah keraguan terhadap pengobatan dan meningkatkan kemampuan klien untuk menjalani terapi. 7 Merujuk pemeriksaan mata saat memulai dan menjalani therpi etambutol. Efek samping utama etambutol adalah menurunkan ketajaman penglihatan dan juga mengurangi kemampuan untuk mempersepsikan warna hijau. 8 Memberikan dorongan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan

kecemasan/keprihatinannya serta memberikan jawaban yang jujur atas pertayaannya. Jangan berusaha menyangkal pernyataanya. Memberikan kesempatan untuk mengubah pandangannya yang salah dan meredakan kecemasannya. Penyangkalan terhadap perasaannya akan memperburuk mekanisme koping yang merugikan kesehatannya. 9 Review tentang cara penularan TB ( misalnya : umumnya melalui inhalasi udara yang mengandung kuman, tapi mungkin juga menular melalui urine jika infeksinya mengenai sistem urinaria ) dan resiko kambuh kembali. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan / kambuh kembali. Komplikasi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penyembuhan TB meliputi : formasi abses, empisema, pneumothorak, fibrosis, efusi pleura, empyema, bronkhiektasis, hemoptisis, ulcerasi GI, fistula bronkopleural, TB laring, dan penularan kuman. Dx. IV. Independen Kaji dan komunikasikan status nutrisi klien dan keluarga seperti yang dianjurkan : 1. Catat turgor kulit 2. Timbang berat badan 3. Integritas mukosa mulut, kemampuan dan ketidakmampuan menelan, adanya bising usus, riwayat nausea, vomiting atau diare. Digunakan untuk mendefinisikan tingkat masalah dan intervensi 4 Mengkaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien. 5 Meonitor intake dan output secara periodik. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan. 6 Catat adanya anoreksia, nausea, vomiting, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Monitor volume, frekwensi, konsistensi BAB. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi. 7 Anjurkan bedrest Membantu menghemat energi khususnya terjadinya metabolik saat demam. 8 Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. EGC. Jakarta. Doengoes, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta. IDAI dan PP IDAI UKK Pulmonologi. 2000. Tatalaksana Mutakhir Penyakit Respiratorik Pada Anak; Dalam Temu Ahli Respirologi Anak-Anak. Jakarta.

Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak; Volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta. Soeparman. 1999. Ilmu Penyakit Dalam; Jilid I. FKUI. Jakarta. Staf Pengajar Ilmu Keperawatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta. By nurse87 Posted in Keperawatan 1 Okt 9 2010

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS


By; Ferdynandus Felix TL., S.Kep., Ners. Defenisi Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis. Patofisiologi Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid. Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus. Etiologi Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.

Meningitis Bakteri Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark. Meningitis Virus Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat. Pencegahan Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang. Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius. Pengkajian Pasien dengan meningitis Riwayat penyakit dan pengobatan Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui adalah status kesehatan masa lalu untuk mengetahui adanya faktor presdiposisi seperti infeksi saluran napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll. Manifestasi Klinik Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku. Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor. Sakit kepala Sakit-sakit pada otot-otot Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata

pasien Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot. Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat pada virus meningitis. Nausea Vomiting Demam Takikardia Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia Pasien merasa takut dan cemas. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal. Pemeriksaan Radiografi CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah. Pengobatan Pengobatab biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai. Untuk setiap mikroorganisme penyebab meningitis : Antibiotik Organisme Penicilin G Gentamicyn Chlorampenikol Pneumoccocci Meningoccocci Streptoccocci Klebsiella Pseudomonas Proleus

Haemofilus Influenza Terapi TBC Streptomicyn INH PAS Micobacterium Tuber culosis Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah : Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial Tujuan Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris Kriteria hasil Tanda-tanda vital dalam batas normal Rasa sakit kepala berkurang Kesadaran meningkat Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat. Rencana Tindakan INTERVENSI RASIONALISASI Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi. Monitor intake dan output hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur. Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava Kolaborasi Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat. Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya

iskhemik serebral Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika. Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler. Menurunkan edema serebri Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang. Sakit kepala sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak Tujuan Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol Kriteria evaluasi Pasien dapat tidur dengan tenang Memverbalisasikan penurunan rasa sakit. Rencana Tindakan INTERVENSI RASIONALISASI Independent Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit / disconfort Kolaborasi Berikan obat analgesik Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji. Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran Tujuan: Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran Rencana Tindakan INTERVENSI RASIONALISASI Independent monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi. Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien. Melindungi pasien bila kejang terjadi Pertahankan bedrest total selama fae akut Mengurangi resiko jatuh / terluka jika

vertigo, sincope, dan ataksia terjadi Kolaborasi Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll. Untuk mencegah atau mengurangi kejang. Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi. DAFTAR KEPUSTAKAAN Donnad, Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991 Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Media Aesculapius, 1982 Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984 By nurse87 Posted in Keperawatan22f

You might also like