You are on page 1of 45

Pengertian politik luar negeri Indonesia bebas aktif Setiap negara tidak dapat melepaskan diri dari berhubungan

dengan negara lain. Hubungan internasional dilaksanakan guna kepentingan nasional masing-masing Negara. Politik luar negeri adalah kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional . Setiap bangsa di muka bumi ini tidak terlepas kerjasamanya dengan bangsa lainnya dalam upaya untuk mencapai kepentingan nasional dari bangsa tersebut. Kepentingan nasional merupakan kunci politik luar negeri suatu negara di bumi ini. Suatu negara dalam forum internasional akan selalu memperjuangkan dan mempertahankan kepentingan nasionalnya. Sebagai contoh: dalam rangka mengurangi pengangguran dan peningkatan devisa, negara kita telah melakukan kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam hal pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke luar negeri. Pengertian Politik Luar Negeri Politik luar negeri suatu negara merupakan suatu pola atau skema dari cara dan tujuan secara terbuka dan tersembunyi dalam aksi negara tertentu terhadap negara lain ataupun sekelompok negara lain, yang merupakan perpaduan dari tujuan dan kepentingan nasional suatu negara. Politik luar negeri merupakan strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain, atau dalam arti lebih luas politik luar negeri merupakan pola perilaku yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Politik luar negeri juga berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk menentukan pilihan tertentu. Politik Luar Negeri Republik Indonesia Politik luar negeri Republik Indonesia merupakan suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam hubungannya dengan dunia internasional. Kebijakan-kebijakan yang diamksud tentunya dalam upaya untuk perwujudan mencapaian tujuan nasional. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa. Adapun tujuan politik luar negeri Republik Indonesia adalah untuk mewujudkan tujuan dan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang diinginkan. Dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN, Bab IV Arah Kebijakan, huruf C angka 2 tentang Hubungan Luar Negeri, dirumuskan hal-hal sebagai berikut: 1. Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada kepentingan nasional, menitik beratkan pada solidaritas antar negara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan dalam segala bentuk, serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama internasional bagi kesejahteraan rakyat. 2. Dalam melakukan perjanjian dan kerjasama internasional yang menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak harus dengan persetujuan lembaga perwakilan rakyat. 3. Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan diplomasi proaktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia di dunia internasional,

memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara dan kepentingan Indonesia, serta memanfaatkan setiap peluang positif bagi kepentingan nasional. 4. Meningkatkan kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional, melalui kerjasama ekonomi regional maupun internasional dalam rangka stabilitas, kerjasama dan pembangunan kawasan. 5. Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC dan WTO. 6. Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negaranegara sahabat serta memperlancar prosedur diplomatik dalam upaya melaksanakan ekstradisi bagi penyelesaian perkara pidana. 7. Meningkatkan kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dan kerjasama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas, pembangunan dan kesejahteraan. Pengertian Politik Luar Negeri Bebas Aktif Republik Indonesia Rumusan yang ada pada alinea I dan alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri RI. Namun dari rumusan tersebut, kita belum mendapatkan gambaran mengenai makna politik luar negeri yang bebas aktif. Berikut ini kutipan beberapa pendapat mengenai pengertian bebas dan aktif. 1. B.A Urbani menguraikan pengertian bebas sebagai berikut : perkataan bebas dalam politik bebas aktif tersebut mengalir dari kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut : supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian ini, dapat diberi definisi sebagai berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok. 2. Mochtar Kusumaatmaja merumuskan bebas aktif sebagai berikut : Bebas, dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif, berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif. 3. A.W Wijaya merumuskan: Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain. Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2147789-pengertian-politik-luar-negeribebas/#ixzz1dJwJmaT5

Peran Indonesia dalam Era Globalisasi

Setiap negara mempunyai kebijakan atau politik luar negeri. Politik luar negeri Indonesia berbeda dengan politik luar negeri negara lain. Politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Hal itu sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD 1945 dan Pancasila. Apa arti politik luar negeri bebas aktif? Bagaimana peranan politik luar negeri Indonesia dalam percaturan internasional? Berikut ini kita akan mempelajarinya.

A. Politik Luar Negeri Indonesia Bebas dan Aktif


Perang Dunia II berakhir, keadaan dunia dikuasai oleh dua kekuatan yang berideologi berbeda, yaitu blok Barat dan blok Timur. Blok Barat dipimpin oleh Amerika Serikat yang berideologi liberal. Sebaliknya, blok Timur dipimpin oleh Uni Soviet yang berideologi komunis. Negaranegara dunia pun terpecah dalam kebijakan luar negerinya. Ada negara yang melaksanakan kebijakan luar negerinya beraliran liberal dan tidak sedikit pula yang melaksanakan kebijakan komunis. Walaupun demikian, muncul pula negara-negara yang tidak mengikuti kebijakan yang ada. Mereka bersifat netral, seperti yang dilakukan Indonesia. Oleh karena itu, bangsa Indonesia melaksanakan politik luar negerinya yang bersifat bebas aktif.

1. Pengertian Politik Luar Negeri


Apa yang dimaksud dengan politik luar negeri? Politik luar negeri adalah arah kebijakan suatu negara untuk mengatur hubungannya dengan negara lain. Politik luar negeri merupakan bagian dari kebijakan nasional yang diabdikan bagi kepentingan nasional dalam lingkup dunia internasional. Setiap negara mempunyai kebijakan politik luar negeri yang berbedabeda. Mengapa demikian? Karena politik luar negeri suatu negara tergantung pada tujuan nasional yang akan dicapai. Kebijakan luar negeri suatu negara dipengaruhi oleh faktor luar negeri dan faktor dalam negeri. a. Faktor Luar Negeri Faktor luar negeri, misalnya akibat globalisasi. Dengan globalisasi seakanakan dunia ini sangat kecil dan begitu dekat. Maksudnya dunia ini seperti tidak ada batasnya. Hubungan satu negara dengan negara lainnya sangat mudah dan cepat. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi

komunikasi seperti sekarang ini. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di negara lain dengan mudah diketahui oleh negara lain. b. Faktor Dalam Negeri Faktor dalam negeri juga akan mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara. Misalnya sering terjadinya pergantian pemimpin pemerintahan. Setiap pemimpin pemerintahan mempunyai kebijakan sendiri terhadap politik luar negeri. Bagaimana dengan politik luar negeri di Indonesia?

2. Politik Luar Negeri Bebas Aktif


Politik luar negeri Indonesia bersifat bebas aktif. Bagaimana maksudnya? Bebas, artinya bahwa Indonesia tidak akan memihak salah satu blok kekuatan-kekuatan yang ada di dunia ini. Aktif, artinya Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya selalu aktif ikut menyelesaikan masalahmasalah internasional. Misalnya, aktif memperjuangkan dan menghapuskan penjajahan serta menciptakan perdamaian dunia. Berdasarkan politik luar negeri bebas dan aktif, Indonesia mempunyai hak untuk menentukan arah, sikap, dan keinginannya sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Oleh karena itu, Indonesia tidak dapat dipengaruhi kebijakan politik luar negeri negara lain.

3. Tujuan Politik Luar Negeri Indonesia


Tujuan politik luar negeri setiap negara adalah mengabdi kepada tujuan nasional negara itu sendiri. Tujuan nasional bangsa Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat yang menyatakan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial Menurut Drs. Moh. Hatta, tujuan politik luar negeri Indonesia, antara lain sebagai berikut:

a. mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara; b. memperoleh barang-barang yang diperlukan dari luar negeri untuk memperbesar kemakmuran rakyat; c. meningkatkan perdamaian internasional; d. meningkatkan persaudaraan dengan semua bangsa.

Tujuan politik luar negeri tidak terlepas dari hubungan luar negeri. Hubungan luar negeri merupakan hubungan antarbangsa, baik regional maupun internasional, melalui kerja sama bilateral ataupun multirateral yang ditujukan untuk kepentingan nasional.

Politik luar negeri Indonesia oleh pemerintah dirumuskan dalam kebijakan luar negeri yang diarahkan untuk mencapai kepentingan dan tujuan nasional. Kebijakan luar negeri oleh pemerintah dilaksanakan dengan kegiatan diplomasi yang dilaksakan oleh para diplomat. Dalam menjalankan tugasnya para diplomat dikoordinasikan oleh Departemen Luar Negeri yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri. Tugas diplomat adalah menjembatani kepentingan nasional negaranya dengan dunia internasional. Inginkah kamu menjadi seorang diplomat? Seorang diplomat tinggal dan menetap di negara lain sebagai wakil dari negara yang menugaskan.

4. Landasan Politik Luar Negeri Indonesia


Politik luar negeri Indonesia berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Pancasila sebagai landasan ideal dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional. a. Pancasila sebagai Landasan Ideal Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus dijadikan sebagai pedoman dan pijakan dalam melaksanakan politik luar negeri Indonesia. b. Landasan Konstitusional Landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea pertama dan Alinea keempat, serta pada batang tubuh UUD 1945 Pasal 11 dan Pasal 13. 1) Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945 Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan 2) Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945

dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, 3) UUD 1945 Pasal 11 Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. 4) UUD 1945 Pasal 13 Ayat 1: Presiden mengangkat duta dan konsul. Ayat 2: Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Ayat 3: Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

5. Peranan Departemen Luar Negeri


Departemen Luar Negeri mempunyai tugas membantu presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang politik dan hubungan luar negeri. Dalam menjalankan tugasnya, Departemen Luar Negeri dibantu oleh badan-badan di bawahnya yang berada di luar negeri di negara-negara penerima atau pada organisasi-organisasi internaional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perwakilan pemerintah Indonesia di luar negeri, antara lain sebagai berikut. a. Perwakilan Diplomatik Setiap negara yang menjalin hubungan dengan negara lain ditandai dengan dilakukannya pertukaran perwakilan diplomatik. Bagamana pertukaran perwakilan diplomatik itu? Pertukaran perwakilan diplomatik, yaitu pertukaran perwakilan diplomatik antarnegara yang dilakukan dengan cara menempatkan pejabat di negara penerima. Pejabat perwakilan diplomatik disebut diplomat. Perwakilan diplomatik Indonesia di luar negeri merupakan perwakilan pemerintah Indonesia yang kegiatannya meliputi semua kepentingan negara Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh negara penerima. Seorang diplomat memiliki kekebalan diplomatik, antara lain sebagai berikut. 1) Kekebalan terhadap Alat Kekuasaan Negara Penerima Kekebalan seperti ini dibutuhkan dalam rangka melindungi seluruh peralatan yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan tugas. Contoh seorang pejabat Diplomatik Singapura di Indonesia bepergian menggunakan kendaraan dinas kedutaan. Di tengah perjalanan, ia menabrak mobil lain yang diparkir. Dengan kejadian itu, polisi Indonesia tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penilangan atau menahan SIM, kendaraan, atau menahan orangnya. Polisi hanya boleh mencatat kejadian tersebut kemudian melaporkannya ke Departemen Luar Negeri. Segala urusan dengan diplomat negara lain hanya Departemen Luar Negeri yang akan menyelesaikannya. 2) Berhak Mendapat Perlindungan

Seorang diplomat dalam menjalankan tugasnya berhak mendapat perlindungan dari gangguan atau serangan atas kebebasan dan kehormatannya. Yang dilindungi tidak hanya diplomatnya, tetapi juga keluarga dan harta bendanya. 3) Memiliki Wewenang untuk Menolak Bersaksi di Pengadilan Pejabat diplomatik mempunyai hak untuk menolak bersaksi di pengadilan, meskipun tidak mutlak. Dalam hal-hal tertentu, ia dapat menjadi saksi demi menjaga hubungan baik kedua negara. 4) Rumah Tinggal dan Gedung Kedutaan Bebas dari Penggeledahan Seorang duta besar bertempat tinggal di gedung kedutaan tempat melaksanakan tugasnya. Menurut perjanjian internasional rumah tinggal dan gedung kedutaan, halaman, tempat terpancang bendera dan lambang negara pengirim disebut ekstra teritorial. Artinya, meskipun tempat tersebut berada di negara lain dianggap sebagai wilayah negara pengirimnya. Siapa pun yang masuk wilayah tersebut harus izin pada perwakilan diplomatik. 5) Kekebalan Surat-Menyurat Diplomatik Kekebalan ini diberikan untuk melindungi segala dokumen atau arsip yang dimiliki dan untuk menjaga kerahasiaan surat-menyurat yang dikirim ataupun yang diterima. Kekebalan ini termasuk tas yang dibawa bepergian, baik melalui darat, laut, maupun udara. Seorang diplomat selain mempunyai kekebalan juga mempunyai keistimewaan diplomatik, seperti berikut ini. 1) Bebas dari kewajiban membayar pajak, misalnya pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan, pajak orang asing, pajak bumi dan bangunan, dan sebagainya. 2) Bebas dari kewajiban pabean atau bea masuk, bea keluar, cukai terhadap barang-barang yang masuk atau yang keluar untuk kepentingan dinas pejabat dilpomatik. Perwakilan diplomatik Indonesia di luar negeri dapat berupa kedutaan besar yang ditempatkan pada suatu negara dan perutusan tetap yang ditempatkan pada suatu organisasi internasional. 1) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kedutaan Besar Republik Indonesia dipimpin oleh seorang duta besar luar biasa dan berkuasa penuh. Duta besar diangkat oleh presiden. Duta besar Indonesia ditempatkan pada negara yang menjalin hubungan dengan Indonesia. Kantor kedutaan pada umumnya terletak di ibu kota negara penerima.

2) Perutusan Tetap Republik Indonesia Perutusan tetap Republik Indonesia ditempatkan pada suatu organisasi internasional. Perutusan tetap Republik Indonesia kedudukannya sama dengan duta besar luar biasa dan berkuasa penuh. Contohnya Duta Besar Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain duta besar dan perutusan tetap juga dikenal adanya kuasa usaha sementara yang merupakan Pejabat Dinas Luar Negeri yang ditunjuk oleh Menteri Luar Negeri. Mereka menjadi perwakilan diplomatik untuk sementara waktu karena mewakili duta besar yang tidak di wilayah kerjanya atau sama sekali berhalangan melaksanakan tugasnya. Dalam menjalankan tugasnya, duta besar dibantu oleh beberapa pejabat yang disebut atase dan terdiri atas berikut ini. 1) Atase Pertahanan Atase pertahanan dijabat oleh seorang perwira Tentara Nasional Indonesia dari Departemen Pertahanan dan Keamanan yang ditugaskan pada Departemen Luar Negeri. Atase pertahanan ditempatkan di perwakilan diplomatik dengan status diplomatik untuk melaksanakan tugas-tugas perwakilan dalam bidang pertahanan dan keamanan. 2) Atase Teknik Atase teknik adalah pegawai negeri Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan dan Keamanan atau lembaga nondepartemen yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri untuk melaksanakan tugastugas teknis sesuai dengan tugas departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Contohnya, atase perdagangan dan atase kebudayaan. Tugas seorang diplomat, antara lain sebagai berikut: 1) wakil negara Indonesia di negara penerima atau organisasi internasional dalam menjalin hubungan antardua negara; 2) melindungi warga negara Indonesia di negara tempat ia ditugaskan; 3) meningkatkan hubungan dengan negara lain; 4) melaksanakan pengamatan, penilaian, dan membuat laporan; 5) memberi bimbingan dan pengawasan terhadap warga negara Indonesia yang berada di negara tempat ia ditugaskan; 6) menyelenggarakan urusan pengamanan, penerangan, konsuler, protokol, komunikasi, dan persandian; 7) melaksanakan urusan rumah tangga perwakilan diplomatik. b. Perwakilan Konsuler Perwakilan konsuler tugas pokoknya tidak jauh berbeda dengan tugas pokok perwakilan diplomatik. Perwakilan konsuler merupakan wakil negara pengirim yang melaksanakan tugas dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan negara pengirim. Misalnya, mengurus bidang ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan, kebudayan, dan sebagainya. Perwakilan konsuler di negara lain, seperti berikut ini. 1) Konsulat jenderal yang dipimpin oleh seorang konsul jenderal. 2) Konsulat yang dipimpin oleh seorang konsul.

Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Hubungan Internasional di Era Globalisasi


26 Januari 2010 Agung Sirajuddin Vidianto Tinggalkan komentar Go to comments Politik Luar Negeri Indonesia dilaksanakan berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 khususnya alinea II dan IV menegaskan bahwa Negara Indonesia sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat berhak menentukan nasibnya sendiri serta berhak mengatur hubungan kerja sama dengan Negara lain. Pengertian Politik Luar Negeri Indonesia terdapat dalam UU No. 37 tahun 1999 Pasal 1 ayat (2) tentang hubungan luar negeri yang menjelaskan bahwa Politik Luar Negeri Indonesia adalah Kebijakan, sikap, dan langkah pemerintah RI yang diambil dalam melakukan hubungan dengan Negara lain. Organisasi Internasional dan subyek hukum Internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah Internasional guna mencapai tujuan Nasional. Prinsip Politik Luar Negeri Bebas Aktif Bebas berarti Bebas menentukan sikap dan pandangan terhadap masalah-masalah Internasional dan terlepas dari kekuatan raksasa dunia. Aktif berarti Ikut memberikan sumbangan baik dalam bentuk pemikiran maupun menyelesaikan bebagai konflik dan permasalahan dunia. Aktif menunjukkan adanya kewajiban pemerintah menunaikan instruksi UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dasar pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia antara lain: 1. 2. 3. 4. Menjalankan politik damai Sahabat dengan segala bangsa Saling menghormati dan tidak mencampuri urusan dalam negara lain Terus berusaha ikut mewujudkan keadilan sosial Internasional dengan berpedoman pada Piagam PBB

Tujuan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif menurut Drs. Muh. Hatta: 1. Mempertahankan kemerdekaan Bangsa dan menjaga keselamatan Negara 2. Memperoleh barang-barang yang diperlukan dari luar negeri untuk memperbesar kemakmuran rakyat apabila barang tersebut belum bias doproduksi di dalam negeri 3. Meningkatkan perdamaian Internasional karena hanya daam keadaan damai, Indonesia dapat membangun dan memperoleh syarat-syarat yang diperlukan untuk memperbesar kemakmuran rakyat

4. Meningkatkan kemakmuran segala bangsa sebagai pelaksanaan cita-cita yang tersimpul di dalam Pncasila sebagai dasar falsafah Negara RI. Pengaruh Globalisasi tidak akan menyurutkan bangsa Indonesia dalam urusan perdamaian dunia. Di era globaisasi adanya ketidakseimbangan hubungan antara Negara-negara berkembang dengan negara-negara maju. Beberapa Permasalahan di Indonesia: Perdagangan, kejahatan lintas batas (terorisme, pencuci uang, korupsi, penyelundupan orang), krisis ekonomi yang berkepanjangan, HAM, TKI, dll. Indonesia dalam globalisasi: 1. Meningkatnya peranan Indonesia dalam hubungan Internasional dalam menciptakan perdamaian dunia, serta pulihnya citra Indonesia dan kepercayaan masyarakat Internasional, mendorong terciptanya tatanan dan kerja sama ekonomi regional dan Internasional yang lebih baik dalam mendukung pembangunan Nasional merupakan sasaran dalam hubungan Internasional di era globalisasi bagi negara Indonesia. 2. Arah kebijakan dalam pemantapan Politik Luar Negeri dan peningkatan kerja sama Internasional dijabarkan dalam program-program pembangunan. 3. Program pemantapan Politik Luar Negeri dan optimalisasi Diplomasi Indonesia. Tujuan: Meningkatkan kapasitas dan kinerja politik luar negeri dalam memberikan kontribusi bagi proses demokralisasi, stabilitas politik, dan persatuan Nasional dan lebih memperkuat kinerja Diplomasi Indonesia. 4. Program peningkatan kerja sama Internasional. Tujuan: Memanfaatkan secara lebih optimal yang ada pada forum-forum kerja sama Internasional terutama melalui kerja sama ASEAN, APEC, dan kerja sama multilateral lainnya dan antara negara-negara yang memiliki kepentingan yang sejalan dengan Indonesia. 5. Program Penegasan Komitmen Perdamaian Dunia Tujuan: Menegaskan komitmen Indonesia terhadap perlakuan dan perumusan aturan-aturan serta hokum Internasional, mempertahankan pentingnya prinsip-prinsip multilateralisme dalam hubungan Internasional derta menentang unilateralisme, agresi, dan penggunaan segalabentuk kekerasan dalam menyelesaikan permasalahan Internasional.

Politik
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Artikel ini adalah bagian dari seri Politik

Politik

Daftar topik politik Politik menurut negara Politik menurut administrasi wilayah negara Ekonomi politik Sejarah politik Sejarah politik dunia Filsafat politik Ilmu politik Sistem politik o Komunisme o Negara kota o Kediktatoran o Direksional o Feodalisme o Kerajaan o Parlementer o Presidensial o Semi-presidensial Hubungan internasional (Teori) Ilmuwan politik Politik perbandingan Administrasi publik o Birokrasi (tingkat terendah) o Adhockrasi Kebijakan publik Pemisahan kekuasaan Legislatif Eksekutif Yudikatif

Kedaulatan Teori perilaku politik Sub-rangkaian

Pemilihan umum Sistem elektoral Pemungutan suara

Federalisme Bentuk pemerintahan Ideologi Kampanye politik Partai-partai politik Portal Politik
lbs

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles) politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan. Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya. Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu kelembagaan yang dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan negara. Dengan demikian kata politik menunjukkan suatu aspek kehidupan, yaitu kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut segi-segi kekuasaan dengan unsur-unsur: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy, beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation). Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang ada. Untuk bisa berperan aktif melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka. Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).

Pengertian politik dari para ilmuwan:

Johan Kaspar Bluntschli dalam buku The Teory of the State: Ilmu Politik adalah ilmu yang memerhatikan masalah kenegaraan, dengan memperjuangkan pengertian dan pemahaman tentang negara dan keadaannya, sifat-sifat dasarnya, dalam berbagai bentuk atau manifestasi pembangunannya. (The science which is concerned with the state, which endeavor to understand and comprehend the state in its conditions, in its essentials nature, in various forms or manifestations its development). Roger F. Soltau dalam bukunya Introduction to Politics: Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu; hubungan antara negara dengan warganegaranya serta dengan negara-negara lain. (Political science is the study of the state, its aims and purposes the institutions by which these are going to be realized, its relations with its individual members, and other states ). J. Barents dalam bukunya Ilmu Politika: Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, ilmu politik mempelajari negaranegara itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Joyce Mitchel dalam bukunya Political Analysis and Public Policy: Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh masyarakat. (Politics is collective decision making or the making of public policies for an entire society). Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam buku Power Society: Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan, dan dalam buku Who gets What, When and How, Laswell menegaskan bahwa Politik adalah masalah siapa, mendapat apa, kapan dan bagaimana. W.A. Robson dalam buku The University Teaching of Social Sciences: Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu. (Political science is concerned with the study of power in society its nature, basis, processes, scope and results. The focus of interest of the political scientist centres on the struggle to gain or retain power, to exercise power of influence over other, or to resist that exercise). Karl W. Duetch dalam buku Politics and Government: How People Decide Their Fate: Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum. (Politics is the making of decision by public means). David Easton dalam buku The Political System: Ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan umum. Menurutnya Kehidupan politik mencakup bermacam-macam kegiatan yang memengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang yang diterima oleh suatu masyarakat dan yang memengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu. Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jika aktivitas kita ada hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk suatu masyarakat. (Political life concerns all those varieties of activity that influence significantly the kind of authoritative policy adopted for a society and the way it is put

into practice. We are said to be participating in political life when our activity relates in some way to the making and execution of policy for a society). Ossip K. Flechtheim dalam buku Fundamentals of Political Science: Ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang dapat memengaruhi negara. (Political science is that specialized social science that studies the nature and purpose of the state so far as it is a power organization and the nature and purpose of other unofficial power phenomena that are apt to influence the state). Deliar Noer dalam buku Pengantar ke Pemikiran Politik: Ilmu Politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta sebelum negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah pula ada. Hanya dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara. Kosasih Djahiri dalam buku Ilmu Politik dan Kenegaraan: Ilmu politik yang melihat kekuasaan sebagai inti dari politik melahirkan sejumlah teori mengenai cara memperoleh dan melaksanakan kekuasaan. Sebenarnya setiap individu tidak dapat lepas dari kekuasaan, sebab memengaruhi seseorang atau sekelompok orang dapat menampilkan laku seperti yang diinginkan oleh seorang atau pihak yang memengaruhi. Wirjono Projodikoro menyatakan bahwa Sifat terpenting dari bidang politik adalah penggunaan kekuasaan oleh suatu golongan anggota masyarakat terhadap golongan lain. Dalam ilmu politik selalu ada kekuasaan atau kekuatan. Idrus Affandi mendefinisikan: Ilmu politik ialah ilmu yang mempelajari kumpulan manusia yang hidup teratur dan memiliki tujuan yang sama dalam ikatan negara. Masih banyak pengertian tentang politik dan atau ilmu politik yang disampaikan para ahli. Namun dari yang sudah terkutip kiranya dapat dipahami bahwa politik secara teoritis meliputi keseluruhan azas dan ciri khas dari negara tanpa membahas aktivitas dan tujuan yang akan dicapai negara. Sedangkan secara praktis, politik mempelajari negara sebagai suatu lembaga yang bergerak dengan fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan tertentu (negara sebagai lembaga yang dinamis).

Peristiwa 10 November
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa
Pertempuran Surabaya Bagian dari Perang Kemerdekaan Indonesia

Tentara India Britania menembaki penembak runduk Indonesia di balik tank Indonesia yang terguling dalam pertempuran di Surabaya, November 1945.

Tanggal Lokasi Hasil

27 Oktober - 20 November, 1945 Surabaya, Jawa Timur, Indonesia Inggris menguasai Surabaya

Pihak yang terlibat Britania Raya Indonesia Belanda Komandan Brigjen A. W. S. Mallaby Bung Tomo Mayjen Robert Mansergh Kekuatan 30,000 (puncak)[1] 20,000 tentara didukung tank, pesawat tempur, dan 100,000 sukarelawan[1] kapal perang Jumlah korban 6,000[2] - 16,000[1] tewas 600[3] - 2,000[1] tewas

Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme. [2]

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Kronologi penyebab peristiwa

1.1 Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia 1.2 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1.3 Kedatangan Tentara Inggris & Belanda 1.4 Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya 1.5 Kematian Brigadir Jenderal Mallaby 1.5.1 Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak 2 Ultimatum 10 November 1945 3 Referensi
o o o o o

4 Pranala luar

[sunting] Kronologi penyebab peristiwa


[sunting] Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati. Setelah penyerahan tanpa syarat tesebut, Indonesia secara resmi diduduki oleh Jepang.

[sunting] Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

[sunting] Kedatangan Tentara Inggris & Belanda


Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.

[sunting] Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Insiden Hotel Yamato

Hotel Oranye di Surabaya tahun 1911. Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya. Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.

Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di hotel Yamato

Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih. Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.

[sunting] Kematian Brigadir Jenderal Mallaby


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Aubertin Mallaby

Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokanbentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal

Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA. [sunting] Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak

Mobil Buick Brigadir Jenderal Mallaby yang meledak di dekat Gedung Internatio dan Jembatan Merah Surabaya Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party). Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons) meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi. Berikut kutipan dari Tom Driberg: "... Sekitar 20 orang (serdadu) India (milik Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-alun, telah terputus dari komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata. Mereka menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar dari diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan keberanian besar, dan berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka patuh kepadanya. Mungkin setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi bergolak lagi. Brigadir Mallaby, pada titik tertentu dalam diskusi, memerintahkan serdadu India untuk menembak lagi. Mereka melepaskan tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan lari untuk berlindung; kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa ketika Brigadir Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan gencatan senjata sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai setengah jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak benar-benar yakin apakah ia dibunuh oleh orang

Indonesia yang mendekati mobilnya; yang meledak bersamaan dengan serangan terhadap dirinya (Mallaby). Saya pikir ini tidak dapat dituduh sebagai pembunuhan licik... karena informasi saya dapat secepatnya dari saksi mata, yaitu seorang perwira Inggris yang benar-benar ada di tempat kejadian pada saat itu, yang niat jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan ... " [4]

[sunting] Ultimatum 10 November 1945


Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia. Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal maupun terluka.

Bung Tomo di Surabaya, salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak orang yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia mewakili jiwa perjuangan revolusi utama Indonesia saat itu.[5] Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris. Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris. Setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. [2]. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 2000 tentara. [3] Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.

Sejarah Indonesia (19451949)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Perang Kemerdekaan Indonesia

Soekarno dan Mohammad Hatta sedang memproklamasikan kemerdekaan

Tanggal Lokasi Hasil

19451949 Indonesia Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar

Pihak yang terlibat Belanda Indonesia Komandan Soekarno Ratu Juliana Soedirman Hubertus J. van Hamengkubuwan Mook, a IX Louis Joseph M. Soeharto Beel, Sjafruddin A.H.J. Lovink Prawiranegara Artikel ini bagian dari seri

Sejarah Indonesia

Lihat pula: Garis waktu sejarah Indonesia Sejarah Nusantara


Prasejarah

Kerajaan Hindu-Buddha
Kutai (abad ke-4) Tarumanagara (358669)

Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11) Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9) Kerajaan Medang (7521045) Kerajaan Sunda (9321579) Kediri (10451221) Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14) Singhasari (12221292) Majapahit (12931500) Malayapura (abad ke-14 sampai ke-15)

Kerajaan Islam
Kesultanan Ternate (1257sekarang) Kerajaan Pagaruyung (1500-1825) Kesultanan Malaka (14001511) Kerajaan Inderapura (1500-1792) Kesultanan Demak (14751548) Kesultanan Aceh (14961903) Kesultanan Banten (15271813) Kesultanan Mataram (15881681) Kesultanan Siak (1723-1945)

Kerajaan Kristen
Kerajaan Larantuka (1600-1904)

Kolonialisme bangsa Eropa


Portugis (15121850) VOC (1602-1800) Belanda (18001942)

Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional (1899-1942)

Pendudukan Jepang (19421945) Revolusi nasional (19451950)

Indonesia Merdeka
Orde Lama (19501959) Demokrasi Terpimpin (19591966) Orde Baru (19661998) Era Reformasi (1998sekarang)
lbs

Sejarah Indonesia selama 19451949 dimulai dengan masuknya Sekutu diboncengi oleh Belanda (NICA) ke berbagai wilayah Indonesia setelah kekalahan Jepang, dan diakhiri dengan penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Terdapat banyak sekali peristiwa sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi kabinet, Aksi Polisionil oleh Belanda, berbagai perundingan, dan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 1945
o

o o

1.1 Kembalinya Belanda bersama Sekutu 1.1.1 Latar belakang terjadinya kemerdekaan 1.1.2 Mendaratnya Belanda diwakili NICA 1.2 Pertempuran melawan Sekutu dan NICA 1.3 Ibukota pindah ke Yogyakarta

2 1946 2.1 Perubahan sistem pemerintahan 2.2 Diplomasi Syahrir 2.2.1 Penculikan terhadap PM Sjahrir 2.2.2 Kembali menjadi PM o 2.3 Konferensi Malino - Terbentuknya "negara" baru 3 1946-1947 o 3.1 Peristiwa Westerling o 3.2 Perjanjian Linggarjati o 3.3 Peristiwa yang terjadi terkait dengan hasil perundingan Linggarjati o 3.4 Proklamasi Negara Pasundan o 3.5 Agresi Militer I o 3.6 Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri 4 1948 o 4.1 Perjanjian Renville
o o

o 4.2 Runtuhnya Kabinet Amir dan naiknya Hatta sebagai Perdana Menteri 5 1948-1949 o 5.1 Agresi Militer II o 5.2 Perjanjian Roem Royen o 5.3 Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta o 5.4 Serangan Umum Surakarta o 5.5 Konferensi Meja Bundar o 5.6 Penyerahan kedaulatan oleh Belanda 6 Rujukan

7 Lihat pula

[sunting] 1945
[sunting] Kembalinya Belanda bersama Sekutu
[sunting] Latar belakang terjadinya kemerdekaan Sesuai dengan perjanjian Wina pada tahun 1942, bahwa negara-negara sekutu bersepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki Jepang pada pemilik koloninya masingmasing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya. Menjelang akhir perang, tahun 1945, sebagian wilayah Indonesia telah dikuasai oleh tentara sekutu. Satuan tentara Australia telah mendaratkan pasukannya di Makasar dan Banjarmasin, sedangkan Balikpapan telah diduduki oleh Australia sebelum Jepang menyatakan menyerah kalah. Sementara Pulau Morotai dan Irian Barat bersama-sama dikuasai oleh satuan tentara Australia dan Amerika Serikat di bawah pimpinan Jenderal Douglas MacArthur, Panglima Komando Kawasan Asia Barat Daya (South West Pacific Area Command/SWPAC). Setelah perang usai, tentara Australia bertanggung jawab terhadap Kalimantan dan Indonesia bagian Timur, Amerika Serikat menguasai Filipina dan tentara Inggris dalam bentuk komando SEAC (South East Asia Command) bertanggung jawab atas India, Burma, Srilanka, Malaya, Sumatra, Jawa dan Indocina. SEAC dengan panglima Lord Mountbatten sebagai Komando Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara bertugas melucuti bala tentera Jepang dan mengurus pengembalian tawanan perang dan tawanan warga sipil sekutu (Recovered Allied Prisoners of War and Internees/RAPWI). [sunting] Mendaratnya Belanda diwakili NICA Berdasarkan Civil Affairs Agreement, pada 23 Agustus 1945 Inggris bersama tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh. 15 September 1945, tentara Inggris selaku wakil Sekutu tiba di Jakarta, dengan didampingi Dr. Charles van der Plas, wakil Belanda pada Sekutu. Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J van Mook, ia dipersiapkan untuk membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio Ratu Wilhelmina tahun 1942 (statkundige

concepti atau konsepsi kenegaraan), tetapi ia mengumumkan bahwa ia tidak akan berbicara dengan Soekarno yang dianggapnya telah bekerja sama dengan Jepang. Pidato Ratu Wilhemina itu menegaskan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran yang di antara anggotanya ialah Kerajaan Belanda dan Hindia Belanda, di bawah pimpinan Ratu Belanda.

[sunting] Pertempuran melawan Sekutu dan NICA


Terdapat berbagai pertempuran yang terjadi pada saat masuknya Sekutu dan NICA ke Indonesia, yang saat itu baru menyatakan kemerdekaannya. Pertempuran yang terjadi di antaranya adalah:
1. 2. 3. 4.

Peristiwa 10 November, di daerah Surabaya dan sekitarnya. Palagan Ambarawa, di daerah Ambarawa, Semarang dan sekitarnya. Perjuangan Gerilya Jenderal Soedirman, meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur Bandung Lautan Api, di daerah Bandung dan sekitarnya.

[sunting] Ibukota pindah ke Yogyakarta


Karena situasi keamanan ibukota Jakarta (Batavia saat itu) yang makin memburuk, maka pada tanggal 4 Januari 1946, Soekarno dan Hatta dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus pula memindahkan ibukota. Meninggalkan Sutan Syahrir dan kelompok yang pro-negosiasi dengan Belanda di Jakarta.[1] Pemindahan ke Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan kereta api, yang disebut dengan singkatan KLB (Kereta Luar Biasa). Orang lantas berasumsi bahwa rangkaian kereta api yang digunakan adalah rangkaian yang terdiri dari gerbong-gerbong luar biasa. Padahal yang luar biasa adalah jadwal perjalanannya, yang diselenggarakan di luar jadwal yang ada, karena kereta dengan perjalanan luar biasa ini, mengangkut Presiden beserta Wakil Presiden, dengan keluarga dan staf, gerbong-gerbongnya dipilihkan yang istimewa, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA) untuk VVIP.[2]

[sunting] 1946
[sunting] Perubahan sistem pemerintahan
Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda. Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari sistem Presidensiil menjadi sistem Parlementer) memungkinkan perundingan antara pihak RI dan Belanda. Dalam pandangan Inggris dan Belanda, Sutan Sjahrir dinilai sebagai seorang moderat, seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang.

[sunting] Diplomasi Syahrir


Ketika Syahrir mengumumkan kabinetnya, 15 November 1945, Letnan Gubernur Jendral van Mook mengirim kawat kepada Menteri Urusan Tanah Jajahan (Minister of Overseas Territories, Overzeese Gebiedsdelen), J.H.A. Logemann, yang berkantor di Den Haag: "Mereka sendiri [Sjahrir dan Kabinetnya] dan bukan Soekarno yang bertanggung jawab atas jalannya keadaan". Logemann sendiri berbicara pada siaran radio BBC tanggal 28 November 1945, "Mereka bukan kolaborator seperti Soekarno, presiden mereka, kita tidak akan pernah dapat berurusan dengan Dr Soekarno, kita akan berunding dengan Sjahrir". Tanggal 6 Maret 1946 kepada van Mook, Logemann bahkan menulis bahwa Soekarno adalah persona non grata. Pihak Republik Indonesia memiliki alasan politis untuk mengubah sistem pemerintahan dari Presidensiil menjadi Parlementer, karena seminggu sebelum perubahan pemerintahan itu, Den Haag mengumumkan dasar rencananya. Ir Soekarno menolak hal ini, sebaliknya Sjahrir mengumumkan pada tanggal 4 Desember 1945 bahwa pemerintahnya menerima tawaran ini dengan syarat pengakuan Belanda atas Republik Indonesia. Tanggal 10 Februari 1946, pemerintah Belanda membuat pernyataan memperinci tentang politiknya dan menawarkan mendiskusikannya dengan wakil-wakil Republik yang diberi kuasa. Tujuannya hendak mendirikan persemakmuran Indonesia, yang terdiri dari daerah-daerah dengan bermacam-macam tingkat pemerintahan sendiri, dan untuk menciptakan warga negara Indonesia bagi semua orang yang dilahirkan di sana. Masalah dalam negeri akan dihadapi dengan suatu parlemen yang dipilih secara demokratis dan orang-orang Indonesia akan merupakan mayoritas. Kementerian akan disesuaikan dengan parlemen tetapi akan dikepalai oleh wakil kerajaan. Daerah-daerah yang bermacam-macam di Indonesia yang dihubungkan bersama-sama dalam suatu susunan federasi dan persemakmuran akan menjadi rekan (partner) dalam Kerajaan Belanda, serta akan mendukung permohonan keanggotaan Indonesia dalam organisasi PBB. Pada bulan April dan Mei 1946, Sjahrir mengepalai delegasi kecil Indonesia yang pergi berunding dengan pemerintah Belanda di Hoge Veluwe. Lagi, ia menjelaskan bahwa titik tolak perundingan haruslah berupa pengakuan atas Republik sebagai negara berdaulat. Atas dasar itu Indonesia baru mau berhubungan erat dengan Kerajaan Belanda dan akan bekerja sama dalam segala bidang. Karena itu Pemerintah Belanda menawarkan suatu kompromi yaitu: "mau mengakui Republik sebagai salah satu unit negara federasi yang akan dibentuk sesuai dengan Deklarasi 10 Februari". Sebagai tambahan ditawarkan untuk mengakui pemerintahan de facto Republik atas bagian Jawa dan Madura yang belum berada di bawah perlindungan pasukan Sekutu. Karena Sjahrir tidak dapat menerima syarat-syarat ini, konferensi itu bubar dan ia bersama teman-temannya kembali pulang. Tanggal 17 Juni 1946, Sjahrir mengirimkan surat rahasia kepada van Mook, menganjurkan bahwa mungkin perundingan yang sungguh-sungguh dapat dimulai kembali. Dalam surat Sjahrir yang khusus ini, ada penerimaan yang samar-samar tentang gagasan van Mook mengenai masa peralihan sebelum kemerdekaan penuh diberikan kepada Indonesia; ada pula nada yang lebih samar-samar lagi tentang kemungkinan Indonenesia menyetujui federasi Indonesia - bekas Hindia Belanda dibagi menjadi berbagai negara merdeka dengan kemungkinan hanya Republik

sebagai bagian paling penting. Sebagai kemungkinan dasar untuk kompromi, hal ini dibahas beberapa kali sebelumnya, dan semua tokoh politik utama Republik mengetahui hal ini. Tanggal 17 Juni 1946, sesudah Sjahrir mengirimkan surat rahasianya kepada van Mook, surat itu dibocorkan kepada pers oleh surat kabar di Negeri Belanda. Pada tanggal 24 Juni 1946, van Mook mengirim kawat ke Den Haag: "menurut sumber-sumber yang dapat dipercaya, usul balasan (yakni surat Sjahrir) tidak disetujui oleh Soekarno dan ketika dia bertemu dengannya, dia marah. Tidak jelas, apa arah yang akan diambil oleh amarah itu". Pada waktu yang sama, surat kabar Indonesia menuntut dijelaskan desas-desus tentang Sjahrir bersedia menerima pengakuan de facto Republik Indonesia terbatas pada Jawa dan Sumatra. [sunting] Penculikan terhadap PM Sjahrir Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penculikan Perdana Menteri Sjahrir Tanggal 27 Juni 1946, dalam Pidato Peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW, Wakil Presiden Hatta menjelaskan isi usulan balasan di depan rakyat banyak di alun-alun utama Yogyakarta, dihadiri oleh Soekarno dan sebagian besar pucuk pimpinan politik. Dalam pidatonya, Hatta menyatakan dukungannya kepada Sjahrir, akan tetapi menurut sebuah analisis, publisitas luas yang diberikan Hatta terhadap surat itu, menyebabkan kudeta dan penculikan terhadap Sjahrir. Pada malam itu terjadi peristiwa penculikan terhadap Perdana Menteri Sjahrir, yang sudah terlanjur dicap sebagai "pengkhianat yang menjual tanah airnya". Sjahrir diculik di Surakarta, ketika ia berhenti dalam perjalanan politik menelusuri Jawa. Kemudian ia dibawa ke Paras, kota dekat Solo, di rumah peristirahatan seorang pangeran Solo dan ditahan di sana dengan pengawasan Komandan Batalyon setempat. Pada malam tanggal 28 Juni 1946, Ir Soekarno berpidato di radio Yogyakarta. Ia mengumumkan, "Berhubung dengan keadaan di dalam negeri yang membahayakan keamanan negara dan perjuangan kemerdekaan kita, saya, Presiden Republik Indonesia, dengan persetujuan Kabinet dan sidangnya pada tanggal 28 Juni 1946, untuk sementara mengambil alih semua kekuasaan pemerintah". Selama sebulan lebih, Soekarno mempertahankan kekuasaan yang luas yang dipegangnya. Tanggal 3 Juli 1946, Sjahrir dibebaskan dari penculikan; namun baru tanggal 14 Agustus 1946, Sjahrir diminta kembali untuk membentuk kabinet. [sunting] Kembali menjadi PM Tanggal 2 Oktober 1946, Sjahrir kembali menjadi Perdana Menteri, Sjahrir kemudian berkomentar, "Kedudukan saya di kabinet ketiga diperlemah dibandingkan dengan kabinet kedua dan pertama. Dalam kabinet ketiga saya harus berkompromi dengan Partai Nasional Indonesia dan Masyumi... Saya harus memasukkan orang seperti Gani dan Maramis lewat Soekarno; saya harus menanyakan pendapatnya dengan siapa saya membentuk kabinet."

[sunting] Konferensi Malino - Terbentuknya "negara" baru

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konferensi Malino Bulan Juni 1946 suatu krisis terjadi dalam pemerintahan Republik Indonesia, keadaan ini dimanfaatkan oleh pihak Belanda yang telah mengusai sebelah Timur Nusantara. Dalam bulan Juni diadakan konferensi wakil-wakil daerah di Malino, Sulawesi, di bawah Dr. Van Mook dan minta organisasi-organisasi di seluruh Indonesia masuk federasi dengan 4 bagian; Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Timur Raya.

[sunting] 1946-1947
[sunting] Peristiwa Westerling
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pembantaian Westerling Pembantaian Westerling adalah sebutan untuk peristiwa pembunuhan ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh pasukan Belanda Depot Speciale Troepen pimpinan Westerling. Peristiwa ini terjadi pada Desember 1946-Februari 1947 selama operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan).

[sunting] Perjanjian Linggarjati


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perundingan Linggarjati Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu Van Mook dalam perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan di bulan Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus Inggris, Lord Killearn. Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah mengalami tekanan berat -terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal 15 November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut :

Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949, Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.

Untuk ini Kalimantan dan Timur Raya akan menjadi komponennya. Sebuah Majelis Konstituante didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yang dipilih secara demokratis dan bagianbagian komponen lain. Indonesia Serikat pada gilirannya menjadi bagian Uni Indonesia-Belanda bersama dengan Belanda, Suriname dan Curasao. Hal ini akan memajukan kepentingan bersama dalam hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan masalah ekonomi serta kebudayaan.

Indonesia Serikat akan mengajukan diri sebagai anggota PBB. Akhirnya setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan ini akan diselesaikan lewat arbitrase. Kedua delegasi pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman dua hari kemudian, pada tanggal 15 November 1946, di rumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung pemarafan secara resmi Perundingan Linggarjati. Sebenarnya Soekarno yang tampil sebagai kekuasaan yang memungkinkan tercapainya persetujuan, namun, Sjahrir yang diidentifikasikan dengan rancangan, dan yang bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.

[sunting] Peristiwa yang terjadi terkait dengan hasil perundingan Linggarjati

Parade Tentara Republik Indonesia (TRI) di Purwakarta, Jawa Barat, pada tanggal 17 Januari 1947. Pada bulan Februari dan Maret 1947 di Malang, S M Kartosuwiryo ditunjuk sebagai salah seorang dari lima anggota Masyumi dalam komite Eksekutif, yang terdiri dari 47 anggota untuk mengikuti sidang KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), dalam sidang tersebut membahas apakah Persetujuan Linggarjati yang telah diparaf oleh Pemerintah Republik dan Belanda pada bulan November 1946 akan disetujui atau tidak Kepergian S M Kartosoewirjo ini dikawal oleh para pejuang Hizbullah dari Jawa Barat, karena dalam rapat tersebut kemungkinan ada dua kubu yang bertarung pendapat sangat sengit, yakni antara sayap sosialis (diwakili melalui partai Pesindo), dengan pihak Nasionalis-Islam (diwakili lewat partai Masyumi dan PNI). Pihak sosialis ingin agar KNPI menyetujui naskah Linggarjati tersebut, sedang pihak Masyumi dan PNI cenderung ingin menolaknya Ketika anggota KNIP yang anti Linggarjati benar-benar diancam gerilyawan Pesindo, Sutomo (Bung Tomo) meminta kepada S M Kartosoewirjo untuk mencegah pasukannya agar tidak menembaki satuan-satuan Pesindo. DR H J Van Mook kepala Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang kemudian diangkat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda, dengan gigih memecah RI yang tinggal 3 pulau ini Bahkan sebelum naskah itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947, *28 ia telah memaksa terwujudnya Negara Indonesia Timur, dengan presiden Sukowati, lewat Konferensi Denpasar tanggal 18 - 24 Desember 1946

Pada bulan tanggal 25 Maret 1947 hasil perjanjian Linggarjati ditandatangani di Batavia Partai Masyumi menentang hasil perjanjian tersebut, banyak unsur perjuang Republik Indonesia yang tak dapat menerima pemerintah Belanda merupakan kekuasaan berdaulat di seluruh Indonesia 29 Dengan seringnya pecah kekacauan, maka pada prakteknya perjanjian tersebut sangat sulit sekali untuk dilaksanakan.

[sunting] Proklamasi Negara Pasundan


Usaha Belanda tidak berakhir sampai di NIT. Dua bulan setelah itu, Belanda berhasil membujuk Ketua Partai Rakyat Pasundan, Soeria Kartalegawa, memproklamasikan Negara Pasundan pada tanggal 4 Mei 1947. Secara militer negara baru ini sangat lemah, ia benar benar sangat tergantung pada Belanda, tebukti ia baru eksis ketika Belanda melakukan Agresi dan kekuatan RI hengkang dari Jawa Barat. Di awal bulan Mei 1947 pihak Belanda yang memprakarsai berdirinya Negara Pasundan itu memang sudah merencanakan bahwa mereka harus menyerang Republik secara langsung. Kalangan militer Belanda merasa yakin bahwa kota-kota yang dikuasai pihak Republik dapat ditaklukkan dalam waktu dua minggu dan untuk menguasai seluruh wilayah Republik dalam waktu enam bulan. Namun mereka pun menyadari begitu besarnya biaya yang ditanggung untuk pemeliharaan suatu pasukan bersenjata sekitar 100.000 serdadu di Jawa, yang sebagian besar dari pasukan itu tidak aktif, merupakan pemborosan keuangan yang serius yang tidak mungkin dipikul oleh perekonomian negeri Belanda yang hancur diakibatkan perang. Oleh karena itu untuk mempertahankan pasukan ini maka pihak Belanda memerlukan komoditi dari Jawa (khususnya gula) dan Sumatera (khususnya minyak dan karet).

[sunting] Agresi Militer I


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agresi Militer I Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam 14 hari, yang berisi: 1. Membentuk pemerintahan ad interim bersama; 2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama; 3. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerahdaerah yang diduduki Belanda; 4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah daerah Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama); dan 5. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui kedaulatan Belanda selama masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban ini mendapatkan reaksi keras dari kalangan parpol-parpol di Republik.

Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung tiba, Belanda terus "mengembalikan ketertiban" dengan "tindakan kepolisian". Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam (tepatnya 21 Juli 1947) mulailah pihak Belanda melancarkan 'aksi polisionil' mereka yang pertama. Aksi Belanda ini sudah sangat diperhitungkan sekali dimana mereka telah menempatkan pasukan-pasukannya di tempat yang strategis. Pasukan yang bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan-dalam di Jawa Di Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi- instalasi minyak dan batubara di sekitar Palembang, dan daerah Padang diamankan. Melihat aksi Belanda yang tidak mematuhi perjanjian Linggarjati membuat Sjahrir bingung dan putus asa, maka pada bulan Juli 1947 dengan terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, karena sebelumnya dia sangat menyetujui tuntutan Belanda dalam menyelesaikan konflik antara pemerintah RI dengan Belanda. Menghadapi aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya bisa bergerak mundur dalam kebingungan dan hanya menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dan bagi Belanda, setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini menimbulkan keinginan untuk melanjutkan aksinya kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook, berkeinginan merebut Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris yang menjadi sekutunya tidak menyukai 'aksi polisional' tersebut serta menggiring Belanda untuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap Republik.

[sunting] Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri


Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda I pada bulan Juli, pengganti Sjahrir adalah Amir Syarifudin yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Dalam kapasitasnya sebagai Perdana Menteri, dia menggaet anggota PSII yang dulu untuk duduk dalam Kabinetnya. Termasuk menawarkan kepada S.M. Kartosoewirjo untuk turut serta duduk dalam kabinetnya menjadi Wakil Menteri Pertahanan kedua. Seperti yang dijelaskan dalam sepucuk suratnya kepada Soekarno dan Amir Syarifudin, dia menolak kursi menteri karena "ia belum terlibat dalam PSII dan masih merasa terikat kepada Masyumi". S.M. Kartosoewirjo menolak tawaran itu bukan semata-mata karena loyalitasnya kepada Masyumi. Penolakan itu juga ditimbulkan oleh keinginannya untuk menarik diri dari gelanggang politik pusat. Akibat menyaksikan kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi Indonesia disebabkan berbagai perjanjian yang diadakan pemerintah RI dengan Belanda. Di samping itu Kartosoewirjo tidak menyukai arah politik Amir Syarifudin yang kekiri-kirian. Kalau dilihat dari sepak terjang Amir Syarifudin selama manggung di percaturan politik nasional dengan menjadi Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan sangat jelas terlihat bahwa Amir Syarifudin ingin membawa politik Indonesia ke arah Komunis.

[sunting] 1948
[sunting] Perjanjian Renville

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perjanjian Renville Sementara peperangan sedang berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas desakan Australia dan India, mengeluarkan perintah peletakan senjata tanggal 1 Agustus 1947, dan segera setelah itu mendirikan suatu Komisi Jasa-Jasa Baik, yang terdiri dari wakil-wakil Australia, Belgia dan Amerika Serikat, untuk menengahi perselisihan itu . Tanggal 17 Januari 1948 berlangsung konferensi di atas kapal perang Amerika Serikat, Renville, ternyata menghasilkan persetujuan lain, yang bisa diterima oleh yang kedua belah pihak yang berselisih. Akan terjadi perdamaian yang mempersiapkan berdirinya zone demiliterisasi Indonesia Serikat akan didirikan, tetapi atas garis yang berbeda dari persetujuan Linggarjati, karena plebisit akan diadakan untuk menentukan apakah berbagai kelompok di pulau-pulau besar ingin bergabung dengan Republik atau beberapa bagian dari federasi yang direncanakan Kedaulatan Belanda akan tetap atas Indonesia sampai diserahkan pada Indonesia Serikat. Pada tanggal 19 Januari ditandatangani persetujuan Renville Wilayah Republik selama masa peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi ketimbang persetujuan Linggarjati : hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Jogja dan delapan Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa -Banten tetap daerah Republik Plebisit akan diselenggarakan untuk menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer. Perdana menteri Belanda menjelaskan mengapa persetujuan itu ditandatangani agar Belanda tidak "menimbulkan rasa benci Amerika". Sedikit banyak, ini merupakan ulangan dari apa yang terjadi selama dan sesudah perundingan Linggarjati. Seperti melalui persetujuan Linggarjati, melalui perundingan Renville, Soekarno dan Hatta dijadikan lambang kemerdekaan Indonesia dan persatuan Yogyakarta hidup lebih lama, jantung Republik terus berdenyut. Ini kembali merupakan inti keuntungan Seperti sesudah persetujuan Linggarjati, pribadi lain yang jauh dari pusat kembali diidentifikasi dengan persetujuan -dulu Perdana Menteri Sjahrir, kini Perdana Menteri Amir- yang dianggap langsung bertanggung jawab jika sesuatu salah atau dianggap salah.

[sunting] Runtuhnya Kabinet Amir dan naiknya Hatta sebagai Perdana Menteri
Dari adanya Agresi Militer I dengan hasil diadakannya Perjanjian Renville menyebabkan jatuhnya Kabinet Amir. Seluruh anggota yang tergabung dalam kabinetnya yang terdiri dari anggota PNI dan Masyumi meletakkan jabatan ketika Perjanjian Renville ditandatangani, disusul kemudian Amir sendiri meletakkan jabatannya sebagai Perdana Menteri pada tanggal 23 Januari 1948. Dengan pengunduran dirinya ini dia mungkin mengharapkan akan tampilnya kabinet baru yang beraliran komunis untuk menggantikan posisinya. Harapan itu menjadi buyar ketika Soekarno berpaling ke arah lain dengan menunjuk Hatta untuk memimpin suatu 'kabinet presidentil' darurat (1948-1949), dimana seluruh pertanggungjawabannya dilaporkan kepada Soekarno sebagai Presiden. Dengan terpilihnya Hatta, dia menunjuk para anggota yang duduk dalam kabinetnya mengambil dari golongan tengah, terutama orang-orang PNI, Masyumi, dan tokoh-tokoh yang tidak berpartai. Amir dan kelompoknya dari sayap kiri kini menjadi pihak oposisi. Dengan mengambil

sikap sebagai oposisi tersebut membuat para pengikut Sjahrir mempertegas perpecahan mereka dengan pengikut-pengikut Amir dengan membentuk partai tersendiri yaitu Partai Sosialis Indonesia (PSI), pada bulan Februari 1948, dan sekaligus memberikan dukungannya kepada pemerintah Hatta. Memang runtuhnya Amir datang bahkan lebih cepat ketimbang Sjahrir, enam bulan lebih dulu Amir segera dituduh -kembali khususnya oleh Masyumi dan kemudian Partai Nasional Indonesia- terlalu banyak memenuhi keinginan pihak asing. Hanya empat hari sesudah Perjanjian Renville ditandatangani, pada tanggal 23 Januari 1948, Amir Syarifudin dan seluruh kabinetnya berhenti. Kabinet baru dibentuk dan susunannya diumumkan tanggal 29 Januari 1948. Hatta menjadi Perdana Menteri sekaligus tetap memangku jabatan sebagai Wakil Presiden. Tampaknya kini lebih sedikit jalan keluar bagi Amir dibanding dengan Sjahrir sesudah Perundingan Linggarjati; dan lebih banyak penghinaan. Beberapa hari sesudah Amir berhenti, di awal Februari 1948, Hatta membawa Amir dan beberapa pejabat Republik lainnya mengelilingi Provinsi. Amir diharapkan menjelaskan Perjanjian Renville. Pada rapat raksasa di Bukittinggi, Sumatra Barat, di kota kelahiran Hatta -dan rupanya diatur sebagai tempat berhenti terpenting selama perjalanan- Hatta berbicara tentang kegigihan Republik, dan pidatonya disambut dengan hangat sekali. Kemudian Amir naik mimbar, dan seperti diuraikan Hatta kemudian: "Dia tampak bingung, seolah-olah nyaris tidak mengetahui apa ayang harus dikatakannya. Dia merasa bahwa orang rakyat Bukittinggi tidak menyenanginya, khususnya dalam hubungan persetujuan dengan Belanda. Ketika dia meninggalkan mimbar, hampir tidak ada yang bertepuk tangan" Menurut peserta lain: "Wajah Amir kelihatannya seperti orang yang sudah tidak berarti". Sjahrir juga diundang ke rapat Bukittinggi ini; dia datang dari Singapura dan berpidato. Menurut Leon Salim -kader lama Sjahrir- "Sjahrir juga kelihatan capai dan jarang tersenyum". Menurut katakata saksi lain, "Seolah-olah ada yang membeku dalam wajah Sjahrir" dan ketika gilirannya berbicara "Dia hanya mengangkat tangannya dengan memberi salam Merdeka dan mundur". Hatta kemudian juga menulis dengan singkat tentang pidato Sjahrir: "Pidatonya pendek". Dipermalukan seperti ini, secara psikologis amat mungkin menjadi bara dendam yang menyulut Amir untuk memberontak di kemudian hari. Perjanjian Renville tidak lebih baik daripada perundingan di Linggarjati. Kedua belah pihak menuduh masing-masing melanggar perdamaian, dan Indonesia menuduh Belanda mendirikan blokade dengan maksud memaksanya menyerah. Bulan Juli 1948, Komisi Jasa-jasa Baik, yang masih ada di tempat mengawasi pelaksanaan persetujuan itu, melaporkan bahwa Indonesia mengeluh akan gencatan senjata yang berulang-ulang.

[sunting] 1948-1949
[sunting] Agresi Militer II
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agresi Militer II

Agresi Militer II terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

[sunting] Perjanjian Roem Royen


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perjanjian Roem Royen Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda, terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem Royen.

[sunting] Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Serangan Umum 1 Maret Serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III -dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempatberdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI -berarti juga Republik Indonesia- masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.

[sunting] Serangan Umum Surakarta


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Serangan Umum Surakarta Serangan Umum Surakarta berlangsung pada tanggal 7-10 Agustus 1949 secara gerilya oleh para pejuang, pelajar, dan mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa yang berjuang tersebut kemudian dikenal sebagai tentara pelajar. Mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markasmaskas Belanda di Solo dan sekitarnya. Serangan itu menyadarkan Belanda bila mereka tidak akan mungkin menang secara militer, mengingat Solo yang merupakan kota yang pertahanannya terkuat pada waktu itu berhasil dikuasai oleh TNI yang secara peralatan lebih tertinggal tetapi didukung oleh rakyat dan dipimpin oleh seorang pemimpin yang andal seperti Slamet Riyadi.

[sunting] Konferensi Meja Bundar


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949. Yang menghasilkan kesepakatan:

Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat. Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan.

[sunting] Penyerahan kedaulatan oleh Belanda

Bung Hatta di Amsterdam, Belanda menandatangani perjanjian penyerahan kedaulatan. Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, selang empat tahun setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Pengakuan ini dilakukan ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Di Belanda selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (Aksi Polisionil) pada 1945-1949 adalah ilegal.

5 Tokoh Indonesia yang Diabadikan di Belanda


Oleh: Jalaksana Winangoen [UNIKNYA.COM]: Tak hanya di negeri sendiri saja nama-nama berikut di kenang. Nun jauh dei Barat sana, sederet nama tokoh, pahlawan dan pejuang tanah air Indonesia, turut pula diabadikan namanya oleh bekas negeri penjajah, Belanda. Kesemua tokoh tersebut, dipandang pemerintah Belanda, memiliki andil yang besar dalam perjuangan Indonesia dan berkontribusi besar pula terhadap negeri Belanda. Tak heran, pengaruh tokoh Indonesia di bawah ini, diapresiasi dan dihargai dengan menjadikan nama tokoh ini menjadi nama-nama jalan di Belanda. Berikut uniknya.com tampilkan 5 Tokoh Indonesia yang namanya Diabadikan di Belanda:

1. Mohammad Hattastraat Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah seorang proklamator kemerdekaan Indonesia.

Mohammad Hattastraat (Sumber: blogspot.com,uniknya.com)

Selain di kenang di Indonesia, nama Mohammad Hatta juga turut diabadikan menjadi nama sebuah ruas jalan di kawasan Haarlem (Mohammed Hattastraat), Belanda. Nama Mohammed Hattastraat terpampang di papan nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder yang dibangun pada tahun 1987. Pemberian nama ini ditetapkan oleh pejabat Walikota R.H Claudius dengan

alasan bahwa Hatta merupakan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia yang pernah menimba ilmu di Belanda serta merupakan aktivis Indonesia.

2. R.A Kartinistraat Raden Adjeng Kartini atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Karenanya Raden Ajeng Kartini dikenal sebagai pejuang hak perempuan baik di Indonesia maupun di negeri Belanda. Masyarakat di Belanda umumnya mengenal Kartini sebagai wanita pejuang hak perempuan yang berasal dari Jawa. Tak heran jika nama R.A Kartinistraat dapat ditemukan di kota Utrech yang terletak dikawasan hunian yang ditinggali oleh kalangan menengah. Selain di kota Utrech, nama Kartini juga terdapat dibeberapa kota lainnya seperti; di kota Venlo, Amsterdam dan Haarlem.

R.A Kartinistraat (Sumber: koranbanten.com,uniknya.com)

3. Sjahrirstraat Sutan Syahrir adalah seorang politikus dan perdana menteri pertama Indonesia. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia dari 14 November 1945 hingga 20 Juni 1947. Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia pada tahun 1948. Ia meninggal dalam pengasingan sebagai tawanan politik dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Sebelum menjadi Perdana Menteri Indonesia, dulu ia pernah menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Amsterdam dan kemudian pindah kuliah ke Leiden School Of Indology. Pergaulan Sjahrir saat itu sangat luas terutama di kalangan cendikiawan dan aktivis politik Leiden. Hal ini, mencuatkan nama Syahrir hingga namanya ikut diabadikan sebagai nama jalan di Kota Leiden (Sjahrirstraat), tempat dimana dirinya menimba ilmu di Belanda.

Sjahrirstraat (Sumber: wordpress.com,uniknya.com)

4. Irawan Soejonostraat Irawan Soejono adalah seorang mahasiswa Indonesia yang diakui oleh Belanda sebagai pahlawan negara tersebut karena perjuangannya melawan Jerman Nazi di bawah Hitler. Untuk mengenang jasa-jasanya, namanya diabadikan sebagai nama salah satu ruas jalan di kota Amsterdam (Irawan Soejonostraat). Pada masa Perang Dunia II, Irwan Soejono adalah anggota Perhimpunan Indonesia di Belanda. Ayahnya adalah Adipati Ario Soejono, orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Belanda. Irawan Soejono gugur ditembak sebagai pejuang perlawanan bawah tanah Belanda melawan Jerman. Di kalangan pejuang-pejuang perlawanan Belanda Irawan dikenal dengan nama Henk van de Bevrijding. Ia ditugasi menangani alat-alat percetakan bawah tanah dan radio untuk menangkap siaran-siaran Sekutu. Selain itu, ia juga menjadi anggota kelompok bersenjata perjuangan perlawanan Indonesia.

Irawan Soejonostraat (Sumber: bagusjuga.com)

Irawan Soejono gugur di Leiden pada bulan Januari 1945. Saat itu ia sedang mengangkut sebuah mesin stensil yang digunakan untuk penerbitan perlawanan di bawah tanah. Hal ini diketahui oleh pihak tentara Jerman yang kemudian berusaha menangkapnya. Irawan berusaha meloloskan diri, namun ia ditembak hingga tewas. Setelah gugurnya Irawan Soejono, kelompok bersenjata di bawah tanah Indonesia ini diberi nama Grup Irawan Soejono.

5. Munirstraat

Nama lengkapnya Munir Said Thalib. Namun banyak orang mengenalnya dengan nama Munir. Dia adalah pria keturunan Arab yang juga seorang aktivis HAM Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial. Saat menjabat Dewan Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.

Munirstraat (Sumber: wordpress.com,uniknya.com)

Munir diketahui meninggal di dalam pesawat sewaktu beliau melakukan perjalanan dari Indonesia menuju Belanda. Dokter Belanda menemukan racun arsenik dalam tubuh pria yang gencar membongkar kasus penculikan aktivis 1997-1998 itu. Jenazah Munir dimakamkan di

Taman Pemakaman Umum Kota Batu, Malang. Tak lama lagi, nama Pejuang Hak Azasi Manusia ini rencananya akan diabadikan menjadi nama salah satu jalan oleh pemerintah Belanda atas kiprahnya memperjuangkan HAM di Indonesia. Munirstraat akan berada di kota Den Haag, Belanda.(**)

Kenapa Hari Pahlawan Ditetapkan 10 November?


Dede Suryana - Okezone Kamis, 10 November 2011 06:51 wib 18 604 Email0

Ilustrasi (Foto: Istimewa)

JAKARTA - Hari Pahlawan diperingati setiap tanggal 10 November. Hari dimana terjadi pertempuran hebat antara arek-arek Suroboyo dengan serdadu NICA yang diboncengi Belanda. Menjelang tahun 1950-an, Presiden Soekarno menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Pahlawan. Sebagaimana diusulkan Sumarsono, mantan pimpinan tertinggi gerakan Pemuda Republik Indonesia (PRI) yang ikut ambil bagian dalam peperangan sengit itu.

Lantas kenapa Bung Karno memilih peristiwa itu sebagai simbol kepahlawanan yang setiap tahun diperingati? Menurut sejarawan Universitas Indonesia (UI) JJ Rizal, Bung Karno sengaja memanfaatkan momentum itu untuk melegitimasi peran militer dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Sehingga nilai kepahlawanan tersemat dalam sebuah perjuangan melawan agresi militer. Untuk memobilasi kepahlawanan secara militeristik, makanya 10 November dijadikan Hari Pahlawan, katanya saat berbincang dengan okezone, Rabu (9/11/2011) malam. Setelah Hari Pahlawan ditetapkan, figur-figur yang secara historis ikut berjuang pun diberi gelar kepahlawanan. Meskipun, kata Rizal, pada perjalanannya tolok ukur kepahlawanan ini tidak mutlak dilihat dari sisi sejarah, melainkan dicampuri kepentingan rezim penguasa. Pada masa Soekarno, tokoh-tokohnya 50 persen masih bisa dipertanggungjawabkan. Tapi mulai zaman Soeharto. Indonesia menjadi negara yang terus memproduksi pahlawan dengan penilaian yang lebih cenderung pada pertimbangan politik, ujarnya. Dimana pahlawan lebih banyak berasal dari lembaga Kemiliteran atau Kepolisian. Mengenai makna Hari Pahlawan sendiri, Rizal menilai, saat ini lebih mengedepankan unsur seremoni belaka, tanpa menghayati nilai-nilai perjuangan yang dipesankan oleh para pahlawan ini. Padahal, kata dia, yang terpenting adalah mengambil tauladan dari nilai-nilai perjuangan untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Akan menjadi ironi jika memperingati hari pahlawan sebatas seremoni. Saat ini kita sudah kehilangan warisan nilai-nilai perjuangan yang dibawa oleh para pahlawan. Semua sekarang penuh dengan kepentingan, ujarnya. Pas banget rasanya kami menulis artikel ini, karena sekarang tanggal 28 oktober tepat dengan peringatan hari Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 Oktober 1928 Bangsa Indonesia dilahirkan, oleh karena itu seharusnya seluruh rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia, proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas

dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945. Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.

Isi Text Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928


Sumpah Pemuda versi original
Pertama Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoea Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Sumpah Pemuda versi Ejaan Yang Disempurnakan


Pertama Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

You might also like