You are on page 1of 5

Pemungutan Pajak Secara Adil sebagai Sumber Pendapatan Negara dan Sensus Pajak 2011

Oleh : Adelia Ong / 3341006 Stefani Susiany / 3341094 Cicilia Steffi H / 33410096

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Dengan posisi yang demikian itu, pajak merupakan sumber penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik agar keuangan negara dapat berjalan dengan lancar dan baik. Dalam struktur keuangan negara, tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia. Jenis-jenis pajak yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu: Fungsi anggaran (budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaranpengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. Fungsi mengatur (regulerend) Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. Fungsi stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Berdasarkan fungsi pajak di atas dapat dilihat bahwa pajak adalah penghasilan bagi sebuah negara. Setiap tahun pemerintah menyiapkan anggaran keuangan yang disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja yang mempunyai fungsi sebagai kebijakan keuangan pemerintahan dalam memperoleh dan mengeluarkan uang yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan. Anggaran ini memperlihatkan jumlah pendapatan dan belanja yang diantisipasikan dalam tahun berikut. Dalam unsur pendapatan yang paling utama dan penting adalah pendapatan yang berasal pajak, selain dari pada itu berasal dari sumber lain yang dinamakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan hibah. Sebagian besar negara memperoleh pendapatan untuk melangsungkan kehidupan negara berasal dari pajak. Pada awalnya di tahun-tahun permulaan kemerdekaan Indonesia, pajak relatif kecil. Tetapi lambat laun jumlah penerimaan pajak secara relatif dan ablsolut bertambah besar. Komposisi pajak di berbagai negara menunjukkan variasi bila ditinjau dari jumlahnya. Di beberapa negara pajak penghasilan merupakan jumlah yang paling besar sedangkan dibeberapa negara pajak penjulan atau pajak pertambahan nilai lebih berperan. Di Indonesia pajak penghasilan masih mendominasi jumlah penerimaan pajak. Bila penerimaan pajak dirinci lagi maka akan terlihat komposisi pajak yang sangat bervariasi. Jenis pajak jumlahnya sangat banyak dan setiap daerah memungut pajak yang beragam. Penggunaan pajak sebagai pendapatan Negara ini bermacam-macam. Pajak digunakan sebagai dan untuk pembayaran gaji sampai dengan berbagai proyek pembangunan, pembangunan saran umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas dan kantor polisi, dan pembiayaan lainnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa penerimaan suatu Negara bersumber pada penerimaan pajak. Oleh karena itu pemungutan pajak dari masyarakat juga harus diatur sehinga menjadi adil bagi setiap masyarakat karena pajak digunakan untuk kepentingan rakyat dan bersumber dari rakyat itu sendiri. Dalam melaksanakan pemungutan itu tidak boleh asal pungut melainkan harus diberlakukan prinsip yaitu Prinsip keadilan dan pemerataan. Menurut Adam Smith, prinsip yang paling utama dalam pemungutan pajak adalah keadilan dalam perpajakan yang dinyatakan dalam suatu pernyataan bahwa setiap warga hendaknya berpartisipasi dalam pembiayaan pemerintah, sedapat mungkin secara proposional sesuai dengan kemampuan masing-masing, yaitu dengan cara membandingkan penghasilan yang diperolehnya dengan perlindungan yang dinikmati dari negara. Masalah yang muncul kemudian adalah keadilan bagi siapa dan terhadap apa. Apakah keadilan dimaksud dilihat dari segi penghasilannya, segi pengeluarannya, segi kebutuhannya atau segi fasilitas perpajakan atau kombinasi beberapa faktor tersebut. Pada hakikatnya masalah keadilan pajak, seperti apa yang dikemukakan oleh John F. Due, adalah masalah pertimbangan nilai (value judgement) dan tidaklah mungkin untuk melakukan pendekatan ilmiah guna merumuskan konsep keadilan tersebut. Ukuran keadilan dalam perpajakan ditentukan semata-mata oleh pandangan atau konsensus yang terdapat dalam masyarakat itu sendiri, sehingga kecenderungan untuk memberikan keabsahan ilmiah (scientific validity) terhadap ukuran keadilan merupakan hal yang diragukan. Keadilan bukan hanya masalah sama rata antara yang satu dengan yang lain melainkan berdasarkan berbagai faktor pajak itu sesuai dengan keadaan dari pembayar.

Sistem yang adil bukanlah merupakan persoalan teknis ekonomi, melainkan falsafah pribadi, namun beberapa prinsip telah berhasil dikembangkan sehingga memberikan beberapa kerangka acuan yang dapat digunakan seperti benefit principle dan ability to pay principle. Sistem perpajakan yang adil ialah adanya perlakuan yang sama terhadap orang atau badan yang berada dalam situasi ekonomi yang sama ( misalnya mempunyai penghasilan tahunan yang sama) dan memberikan perlakuan yang berbeda-beda terhadap orang atau badan yang berada dalam keadaan ekonomi yang berbeda-beda. Keadaan pertama yaitu perlakuan yang sama terhadap penghasilan yang sama dapat kita definisikan sebagai keadilan horizontal. Keadilan horizontal menganjurkan bahwa terhadap objek pajak yang sama dan terhadap WP yang mempunyai kemampuan yang sama harus dibebani pajak yang sama pula. Sedangkan ada yang kita sebut sebagai keadilan vertical yaitu pajak yang dibebankan pada tiap masyarakat dengan penghasilan yang berbeda-beda. Sedangkan keadilan vertical memandang suatu pembebanan pajak yang adil bilaman terhadap WP yang mempunyai yang mempunyai kekayaan dan kemampuan lebih besar harus dibebani pajak lebih daripada WP pada umumnya. Walaupun kelihatanya sangat sederhana tapi dalam prakteknya prinsip keadilan ini sulit diterapkan. Jalan menuju keadilan dalam perpajakan dimulai dari penentuan objeknya serta ukuran yang cukup jelas mengenai apa yang disebut sebagai kemampuan membayar pajak, akan tetapi di lain pihak para ahli perpajakan banyak berbeda pendapat mengenai cara pengukuran yang akan dilakukan terhadap apa yang disebutnya sebagai kemampuan membayar pajak itu. Memperbaiki prinsip keadilan dan pemerataan yang terdapat dalam sistem perpajakan yang baru dibandingkan dengan keadaan sebelumnya, diharapkan akan mampu memperbaiki dan mengembalikan kepercayaan masyarakat pembayar pajak akan adanya keadilan dalam perpajakan akibat perbaikan sistem tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan hilangnya kepercayaan atau indikator yang menunjukkan hilangnya kepercayaan tersebut, antara lain : Adanya diskriminasi pajak Pelaksanaan perundang-undangan yang belum tuntas Tindakan yang tidak tegas terhadap ketidak patuhan pajak atau penyelundupan pajak Penyusunan Surat Pembertiahuan yang tidak lengkap,tidak jelas dan tidak benar. Penagihan yang tidak menghasilkan penerimaan atau pelunasan pajak. Hal-hal di atas menyebabkan terjadinya kehilangan kepercayaan masyarakat yang menyebabkan masyarakat menolak untuk membayar pajak. Keadilan dalam perpajakan menghendaki penerapan suatu standar yang berpegang kepada kebebasan atau ketentuan khusus dan tidak memihak, misalnya standar atau kinerja apa yang digunakan untuk menetapkan besarnya pajak penghasilan, apakah akan dikenakan presentase yang sama terhadap semua tingkatan penghasilan (proportional taxation) atau presentasenya meningkat apabila penghasilannya bertambah tinggi (progressive taxation) atau presentasenya menurun apabila penghasilannya bertambah tinggu (degresive taxation). Apakah akan diadakan perbedaan pengenan beban pajak penghasilan antara wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi untuk mengurangi beban pajak berganda. Menetapkan dasar yang fundamental berbentuk standar tersebut, hanyalah merupakan langkah awal dari keadilan dalam perpajakan, akan tetapi begitu dilaksanakan dasar yang fundamental tersebut akan muncul pula segudang permasalahan. Secara umum, keadilan juga ditafsirkan sebagai keharusan adanya pajak progresif dalam struktur pajak.pada praktiknya, penyusunan kembali struktur pajak dapat menimbulkan berbagi permasalahan di dalamnya seperti konflik mengenai ukuran atau standar apa yang akan diterapkan. Apabila masyarakat menginginkan suatu tingkat pajak progresif yang tinggi karena pertimbangan keadilan, maka mungkin sekali akan muncul pengurangan-pengurangan yang berarti dalam tingkat tabungan, investasi dan pertumbuhan ekonomi. Di samping itu,

syarat-syarat untuk meningkatkan keadilan dalam perpajakan, dapat pula mengakibatkan administrasi dan pelaksanaanya semakin kompleks, sehingga meninggalkan unsur kesederhanaan serta dilain pihak kemungkinan meninkatnya penghindaran pajak dan penyelundupan pajak. Prinsip dalam pajak, selain harus adil, pajak juga harus merata artinya pembayar pajak bukan hanya berasal dari kelompok atau golongan tertentu melainkan semua orang yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak. Untuk menjamin tercapainya pemerataan pajak inilah pada September 2011, Direktorat Jenderal Pajak akan mengadakan sensus pajak. Alasan utamanya adalah karena masih banyaknya wajib pajak baik badan maupun orang pribadi yang belum memenuhi kewajiban pajaknya. Hal ini sebagai bentuk program ekstensifikasi dalam menjaring wajib pajak dan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Tahunan sebanyak-banyaknya. Menurut Kepala DJP Bapak Fuad Rahmany, sensus pajak adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak, artinya melakukan ekstensifikasi dengan mendatangi wajib pajak (WP) di seluruh Indonesia. Jadi kali ini Dirjen Pajak yang proaktif, kalau sebelumnya memakai iklan untuk sosialisasi dan penyuluhan, kali ini Dirjen Pajak akan secara langsung mendatangi masyarakat satu per satu. Dengan sensus ini, petugas pajak akan melakukan kunjungan, dimana tidak hanya pengumpulan data saja yang dilakukan tetapi juga melakukan sosialisasi pelayanan pajak, seperti bagaimana mengisi SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) hingga cara pembayaran pajak agar masyarakat dapat dengan tertib melakukan pembayaran pajak. Tujuan diadakanya sensus pajak ini adalah untuk menjaring seluruh potensi perpajakan dalam rangka memenuhi Tri Dharma Perpajakan, yaitu: 1. Seluruh Wajib Pajak (WP) terdaftar; 2. Seluruh Objek Pajak dipajaki; 3. Pelaksanaan kewajiban perpajakan tepat waktu dan tepat jumlah sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Fungsi diadakanya sensus pajak ini adalah untuk menyiapkan data yang akurat atas potensi pajak dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak. Meningkatkan pelayanan yang berkeadilan bagi masyarakat (WP) dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan. Meningkatkan peran serta masyarakat (WP) dalam mendukung kelangsungan pembangunan sehingga bangga menjadi warga negara. Sasaarn dari sensus pajak ini adalah orang pribadi dan badan yang berada di lokasi sentra bisnis, high rise building, dan kawasan pemukiman. Berikut adalah hal-hal yang perlu disiapkan responden untuk sensus pajak. Responden Subjek Pajak Badan: 1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 2. Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), jika PKP; 3. Akta Pendirian; 4. Nomor Pelanggan PLN; 5. SPPT PBB; 6. KTP/Paspor/KITAS Penanggung Jawab/Pengurus. Responden Subjek Pajak Orang Pribadi: 1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 2. Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), jika PKP; 3. Kartu Tanda Penduduk (KTP)/Paspor/KITAS; 4. SPPT PBB; 5. Nomor Pelanggan PLN. Selain itu sensus pajak memiliki beberapa manfaat. Manfaat dari sensus yang pertama adalah, dengan adanya sensus, wajib pajak akan diingatkan untuk membayar pajak. Membayar pajak indikasinya adalah adanya SPT bukan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

Menurut data DJP sekarang ini sudah lebih dari 15 juta orang pribadi yang mempunyai NPWP. Persoalannya, masih banyak masyarakat yang mempunyai NPWP tetapi tidak membayar pajak dan tidak melaporkan SPT. Dengan diadakannya sensus pajak ini diharapkan bagi mereka yang telah memiliki NPWP dapat menjadi lebih aktif membayar pajak sesuai dengan yang telah ditetapkan. Manfaat kedua dari pelaksanan sensus ini adalah Ditjen Pajak dapat melakukan pembaharuan dan melengkapi database wajib pajak. Karena jika sudah bagus database-nya, Dirjen Pajak dapat melihat potensi pembayar pajak yang kemudian akan dilakukan enforcement atau penegakan supaya lebih kuat. Enforcement tersebut bisa berbentuk himbauan, pemeriksaaan sampai penyitaan sehingga prinsip keadilan dan pemerataan pajak dapat ditegakkan. Selain mendapatkan manfaat itu, sensus ini juga sebenarnya merupakan bagian dari upaya penegakkan keadilan. Karena faktanya sekarang yang belum bayar pajak masih banyak sekali. Ini tidak adil. Sedangkan masyarakat yang berpendapatan rendah pun sudah banyak yang membayar pajak, yaitu melalui PPh (Pajak Penghasilan) pasal 21 dan Pajak Pertambahan Nilai. Dalam manfaat yang terakhir ini dapat dilihat bagaimana hubungan prinsip keadilan pajak dengan pelaksanaan sensus pajak tahun 2011. Dengan adanya sensus ini dapat dilihat apakah prinsip keadilan telah berjalan di lapangan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Hasil dari sensus dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi pelaksanaan pemungutan pajak sudahkan sesuai dengan ketetapan yang ada. Sejauh ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, disebutkan bahwa WP orang pribadi yang melaporkan SPT baru 8,5 juta WP. Padahal jumlah orang yang bekerja secara aktif ada 110 juta orang. Artinya, rasio SPT terhadap kelompok pekerja aktif hanya 7,73 persen. Sementara, untuk WP badan usaha, pembayaran pajak yang dilaporkan melalui SPT hanya 466 ribu. Padahal jumlah badan usaha aktif, tanpa usaha mikro, sekitar 12,9 juta WP. Sensus pajak ini sudah berlangsung sejak September 2011 dan terdapat beberapa tahap selanjutnya. Secara garis besar sensus dimulai dengan para petugas sensus akan dikirim juga ke daerah-daerah yang tersebar di 299 KPP (Kantor Pelayanan Pajak). Target Wajib Pajak yang akan didatangi adalah sekitar 1,5 juta WP, baik badan dan orang pribadi. Sensus akan berlangsung hingga akhir tahun 2012. Kesuksesan pelaksanaan sensus pajak akan tergantung bagaimana Ditjen Pajak mengorganisirnya, dukungan masyarakat serta sosialisasi melalui media. Teknis pelaksanaan sensus pajak 2011 ini diatur berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-30/PJ/2011 Pedoman Teknis Sensus Pajak Nasional. Pedoman teknis Sensus Pajak Nasional meliputi : 1. pedoman teknis persiapan; 2. pedoman teknis pelaksanaan;dan 3. pedoman teknis monitoring dan evaluasi. Pedoman teknis persiapan meliputi : 1. proses pembentukan Tim Sensus Pajak Nasional; 2. proses pembuatan rencana kerja; 3. proses penyediaan data;dan 4. proses koordinasi internal dan eksternal. Pedoman teknis pelaksanaan meliputi : 1. proses pencacahan; 2. proses pelaporan;dan 3. proses asistensi.

You might also like