You are on page 1of 14

Jenis-Jenis Gunung Api

Indonesia merupakan negara yang memiliki koleksi gunung api terbanyak, karena letaknya yang berada di jalur subdaksi lempeng bumi. Oleh karena itu, kita sering sekali mendengar berita tentang gunung-gunung api aktif yang saling bergantian update status. Misalnya, hari ini Merapi di Jawa update status dari siaga jadi waspada, besoknya gunung ibu nun jauh di Halmahera update status dari siaga menjadi awas. Sebenarnya, apa sih gunung api itu ? terus, apakah semua gunung api itu sama ? Kenalan sama yang namanya gunung api sama aja kayak kita kenalan sama temen kita, dari segi bentukan fisik bisa sama tapi masing masing individu memiliki karakter yang berbeda, begitu pula dengan gunung api. Gunungapi adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Matrial yang dierupsikan kepermukaan bumi umumnya membentuk kerucut terpancung. (Dongeng Geologi) Gunungapi diklasifikasikan ke dalam dua sumber erupsi, yaitu (1) erupsi pusat, erupsi keluar melalui kawah utama; dan (2) erupsi samping, erupsi keluar dari lereng tubuhnya; (3) erupsi celah, erupsi yang muncul pada retakan/sesar dapat memanjang sampai beberapa kilometer; (4) erupsi eksentrik, erupsi samping tetapi magma yang keluar bukan dari kepundan pusat yang menyimpang ke samping melainkan langsung dari dapur magma melalui kepundan tersendiri.

Proses terjadinya Gunungapi Berdasarkan tinggi rendahnya derajat fragmentasi dan luasnya, juga kuat lemahnya letusan serta tinggi tiang asap, maka gunungapi dibagi menjadi beberapa tipe erupsi:

1. Tipe Hawaiian,yaitu erupsi eksplosif dari magma basaltic atau mendekati basalt, umumnya berupa semburanlava pijar, dan sering diikuti leleran lava secara simultan, terjadi pada celah atau kepundan sederhana; 2. Tipe Strombolian, erupsinya hampir sama dengan Hawaiian berupa semburan lava pijar dari magma yang dangkal, umumnya terjadi pada gunungapi sering aktif di tepi benua atau di tengah benua; 3. Tipe Plinian, merupakan erupsi yang sangat ekslposif dari magma berviskositas tinggi atau magma asam, komposisi magma bersifat andesitik sampai riolitik. Material yang dierupsikan berupa batuapung dalam jumlah besar; 4. Tipe Sub Plinian, erupsi eksplosif dari magma asam/riolitik dari gunungapi strato, tahap erupsi efusifnya menghasilkankubah lava riolitik. Erupsi subplinian dapat menghasilkan pembentukan ignimbrit; 5. TipeUltra Plinian, erupsi sangat eksplosif menghasilkan endapan batuapung lebih banyak dan luas dari Plinian biasa; 6. Tipe Vulkanian, erupsi magmatis berkomposisi andesit basaltic sampaidasit, umumnya melontarkan bom-bom vulkanik atau bongkahan di sekitar kawah dan seringdisertai bom kerak-roti atau permukaannya retakretak. Material yang dierupsikan tidak melulu berasal dari magma tetapi bercampur dengan batuan samping berupa litik; 7. Tipe Surtseyan dan Tipe Freatoplinian, kedua tipe tersebut merupakan erupsi yang terjadi pada pulau gunungapi, gunungapi bawah laut atau gunungapi yang berdanau kawah. Surtseyan merupakan erupsi interaksi antara magma basaltic dengan air permukaan atau bawah permukaan, letusannya disebut freatomagmatik. Freatoplinian kejadiannya sama dengan Surtseyan, tetapi magma yang berinteraksi dengan air berkomposisi riolitik.

tipe-tipe letusan gunung api

Bentuklahan Asal Proses Solusional (Karst)


Bentuklahan solusional mempunyai karakteristik relief dan drainase alami yang spesifik karena proses solusi/pelarutan pada batuan yang mudah larut seperti batugamping. Beberapa ciri kenampakan solusional antara lain : alur-alur dan igir pelarutan yang banyak mengandung kapur (CaCO3), lapies, solusional pits, facets, flutes dan runnels berupa aliranaliran bawah tanah atau gua-gua kapur dengan stalagtit dan stalagmit.

Kasrt Tower di China Sebagai bentukan Eksokarst hasil proses solusional.

Profil Bentuklahan Karst Bentuklahan yang berkembang pada satuan ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik litologi dan kondisi iklimnya. Proses pelarutan akan meninggalkan bekas berupa kubah-kubah gamping yang membulat teratur dan seragam, dan terbentuk lubang-lubang drainase atau porositas berupa doline atau polye yang menyatu dengan aliran bawah tanah. Retakan yang intensif akan mengakibatkan konsentrasi infiltrasi dan kelurusan dari sinkhole sepanjang retakan. Karakteristik yang dapat dilihat dari foto udara umumnya berupa bentukan dengan topografi kasar, banyak bulatan-bulatan kubah sisa pelarutan yang mempunyai pola teratur, aliran-aliran sungai tidak teratur dan terpotong/menghilang akibat masuk dalam ponor infiltrasi menuju sungai bawah tanah, rona cerah dan banyak bercak-bercak kehitaman, vegetasi jarang dan lahan belum banyak dimanfaatkan. Sistem retakan dan patahan sering banyak dijumpai akibat pengangkatan material dari dasar laut ke permukaan membentuk perbukitan/ pegunungan (berdasar genesanya).

Kenampakan bentuklahan Karst dilihat dari Citra Google Earth

Contoh Peta Geomorfologi Untuk Bentuklahan Karst

Satuan Bentuklahan Asal Proses Fluvial/Aliran Sungai (F)

Bentuklahan asal proses fluvial terbentuk akibat aktivitas aliran sungai yang berupa pengikisan, pengangkutan dan pengendapan (sedimentasi) membentuk bentukan-bentukan deposisional yang berupa bentangan dataran aluvial (Fda) dan bentukan lain dengan struktur horisontal, tersusun oleh material sedimen berbutir halus. Bentukan-bentukan ini terutama berhubungan dengan daerah-daerah penimbunan seperti lembah-lembah sungai besar dan dataran aluvial. Bentukan-bentukan kecil yang mungkin terjadi antara lain dataran banjir (Fdb), tanggul alam (Fta), teras sungai (Fts), dataran berawa (Fbs), gosong sungai (Fgs) dan kipas aluvial (Fka). Asosiasi antara proses fluvial dengan marin kadang membentuk delta (Fdt) di muara sungai yang relatif tenang. Beberapa hal proses-proses fluvial seperti pengikisan vertikal maupun lateral dan berbagai macam bentuk sedimentasi sangat jelas dapat dilihat pada citra atau foto udara. Sungai-sungai yang terdapat pada satuan ini umumnya dikelompokkan dalam stadia dewasa, yaitu sungai yang telah mengalami gradasi dan berada dalam keadaan seimbang sehingga energinya hanya cukup untuk membawa dan memindahkan bebannya saja. Erosi dan pengendapan seimbang yang membentuk hamparan dataran yang luas ke arah pantai. Sungai peringkat dewasa membentuk dataran banjir dengan pengendapan sebagian bebannya. Pengendapan ini yang membentuk dataran banjir di kanan-kiri sungai yang disebabkan karena air sungai semasa banjir melimpah tebing dan tidak lagi tersalurkan karena terhambat dan dangkal. Jika pengendapan beban bertumpuk dan terakumulasi di kanan kiri sungai akan terbentuk tanggul alam (natural levees) yang lebih tinggi dari dataran banjir di sekitarnya. Ciri khusus dataran aluvial di bagian bawah adalah adanya pola saluran yang berkelok-kelok (meanders). Pola ini terbentuk akibat proses penimbunan pada bagian luar kelokan dan erosi secara bergantian, sementara kecepatan aliran berkurang akibat menurunnya kemiringan lereng. Pengendapan cukup besar, sehingga aliran kadang tidak mampu lagi mengangkut material endapan, yang akhirnya arah aliran membelok begitu seterusnya membentuk kelokan-kelokan tertentu.

Pola aliran sungai pada daerah datar yang penuh beban endapan pasir, kerikil dan bongkah-bongkah, dimana alirannya saling menyilang dan sering berpindah dan dipisahkan oleh igir lembah (levee ridge) membentuk pola sungai teranyam (braided stream). Sungai yang mengalami peremajaan akan membentuk undak-undakan di kanan-kiri sungai yang mempunyai struktur sama membentuk teras sungai (rivers terraces). Pada suatu mulut lembah di daerah pegunungan yang penyebarannya memasuki wilayah dataran, kadang terbentuk suatu bentukan kipas akibat aliran sungai yang menuruni lereng yang disebut kipas aluvial. Dari mulut lembah kemudian menyebar dan meluas dengan sudut kemiringan makin melandai. Fraksi kasar akan terakumulasi di mulut lembah dan fraksi halus akan tersebar semakin menjauhi mulut lembah di wilayah dataran. Berkurangnya kecepatan atau daya angkut material menyebabkan banyak material terakumulasi di bagian hilir, dan akan muncul pada saat air sungai menurun yang disebut gosong sungai. Hal ini umumnya dijumpai pada sungai-sungai besar dan meanders. Secara umum apabila dilihat dari foto udara, kenampakan bentuklahan hasil proses fluvial mempunyai struktur horisontal, menyebar dan meluas di kanan kiri sungai dengan tekstur halus dan seragam, rona agak gelap sampai gelap, material berupa endapan pasir dan kerikil yang relatif halus, pola aliran dendritik kompleks, ada cirikhas aliran meanders dan braided di bagian hilir, penggunaan lahan untuk sawah irigasi dan permukiman padat.

Satuan Bentuklahan Asal Proses Vulkanik (V)

Bentuklahan vulkanik secara sederhana dibagi menjadi 2, yaitu bentuk-bentuk eksplosif (krater letusan, ash dan cinder cone) dan bentuk-bentuk effusif (aliran lava/lidah lava, bocca, plateau lava, aliran lahar dan lainnya) yang membentuk bentangan tertentu dengan distribusi di sekitar kepundan, lereng bahkan

kadang sampai kaki lereng. Struktur vulkanik yang besar biasanya ditandai oleh erupsi yang eksplosif dan effusif, yang dalam hal ini terbentuk volkanostrato. Erupsi yang besar mungkin sekali akan merusak dan membentuk kaldera yang besar. Kekomplekkan terrain vulkanik akan terbentuk bila proses-proses yang non-vulkanik berinteraksi dengan vulkanisme. Proses patahan yang aktif akan menghasilkan erupsi linier dan depresi volkano-tektonik. Satuan bentuklahan vulkanik dapat dikelompokkan lagi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil, dan sebagai contoh penyimbulannya antara lain : satuan kepundan (VK), satuan kerucut parasiter (VKp), satuan lereng vulkan (VL), satuan kakilereng gunungapi (VLk) dan satuan dataran fluvial gunungapi (VDk). Proses erosi vertikal yang kuat pada bagian hulu akibat aliran lava/lahar dan curah hujan yang tinggi membentuk lembah-lembah sungai yang curam dan rapat serta dibatasi oleh igir-igir yang runcing dengan pola mengikuti aliran sungaisungainya. Proses erosi dan denudasional yang bekerjasama menyebabkan terbentuknya relief yang kasar dan topografi yang tinggi dengan kemiringan lereng yang curam pada bagian lereng atas, kemudian terdapat tekuk lereng (break of slope) yang mencirikan munculnya mataair membentuk sabuk mataair (spring belt). Pola aliran sungai terbentuk akibat proses geomorfologi yang bekerja pada batuan di permukaan, sehingga terbentuk pola yang relatif annular sentrifugal dengan anak-anak sungai utama relatif sejajar, kemudian bertemu pada tekuk lereng pertama. Beberapa sungai bertemu kembali pada tekuk lereng kedua, dan seterusnya. Kerapatan aliran umumnya tinggi pada lereng atas dan tengah, yang semakin menurun kerapatannya ke arah lereng bawah dan kaki lereng. Pola-pola kelurusan yang ada umumnya berupa igir-igir curam di kanan-kiri sungai, pola kelurusan kontur yang melingkar serta break of slope yang berasosiasi dengan spring belt. Vegetasi umumnya rapat berupa hutan lindung di bagian atas, hutan penyangga di tengah dan akhirnya menjadi lahan budidaya pertanian di bagian kaki lereng sampai dataran fluvialnya. Permukiman dapat dijumpai mulai pada lereng tengah dengan kerapatan jarang ke arah bawah yang mempunyai kerapatan semakin padat. Kenampakan dari foto udara, tekstur umumnya kasar tetapi seragam pada ketinggian atau klas lereng sama, semakin ke bawah semakin halus; rona agak gelap sampai gelap; pola agak teraturdan umumnya kenampakan fisik mempunyai pola yang kontinyu. Kenampakan yang khas adalah bahwa pada pusat

kepundan akan terlihat suatu kerucut yang di sekitarnya terdapat hamparan hasil erupsi tanpa vegetasi penutup sedikitpun. Bekas-bekas aliran lava cair akan tampak berupa garis-garis aliran di sekitar kepundan dan berhenti membentuk blok-blok dinding terjal akibat pembekuan di luar.

Morfometri DAS dan Bangkitan Hidrograf Satuan Sintetik


Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah dimana semua aliran airnya mengalir ke dalam suatu sungai dan dibatasi oleh topografi yang ditetapkan berdasarkan aliran permukaan bukan berdasarkan aliran bawah tanah (Sri Harto, 1993). Aliran permukaan yang dijadikan sebagai batas DAS ini didasari oleh aliran bawah permukaan tanah sulit ditetapkan karena sifatnya yang dinamis. (Putro, et al. 2003). Sherman (1932) dalam Sri Harto (1993) mengemukakan bahwa dalam suatu sistem DAS terdapat suatu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap suatu masukan tertentu. Yang dimaksud masukkan disini tentunya adalah air hujan yang jatuh di DAS. a. Morfometri DAS Sifat yang khas dari suatu DAS dapat dilihat dari morfometri DASnya. Morfometri DAS adalah pengukuran bentuk dan pola DAS yang dapat dilihat dari suatu peta. Gordon (1992) menjelaskan bahwa parameter dalam morfometri DAS saling berhubungan satu sama lain, sehingga seringkali salah satu parameter dapat dikadikan pewakil parameter lainnya. Parameter morfometri DAS terpilih yang saling berhubungan tersebut dapat digunakan untuk menduga respon hidrologi dari suatu DAS terhadap masukan curah hujan di kawasan tersebut. Respon hidrologi dari suatu DAS terhadap masukan curah hujan dijelaskan pula oleh Asdak (2001) yang menyatakan bahwa beberapa parameter morfometri DAS seperti luas,

kemiringan

lereng,

bentuk,

kerapatan

drainase

dapat

berpengaruh terhadap besaran dan timing dari hidrograf aliran yang dihasilkannya. Pengaruh luasan DAS terhadap bentuk hidrograf aliran adalah pada waktu konsentrasi aliran air di daerah outlet dimana semakin besar luas DAS maka semakin banyak pula curah hujan yang diterima namun semakin lama waktu konsentrasi aliran air untuk mencapai debit puncaknya. Sehingga bentuk hidrograf dari DAS yang mempunyai luasan yang besar cenderung menjadi lebih panjang. Kemiringan lereng DAS mempengaruhi cepat lambatnya laju run-off yang kemudian dapat mempercepat respon DAS terhadap curah hujan yang terjadi. DAS yang memiliki topografi relatif datar akan menghasilkan run-off yanng lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang memiliki topografi yang miring. Bentuk DAS mempengaruhi laju run-off dan waktu konsentrasi aliran di daerah outlet, sehingga dari faktor bentuk DAS ini dapat menghasilkan bentuk hidrograf yang berbeda antara DAS yang mempunyai bentuk yang memanjang dan sempit dengan DAS yang berbentuk cenderung membulat dan lebar. DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju run-off sehingga waktu konsentrasi untuk mencapai debit puncak di daerah outlet cenderung lebih lama daripada DAS yang membulat dan lebar. Kerapatan semakin tinggi drainase kerapatan sangat drainase berpengaruh maka semakin dalam besar menentukan kecepatan run-off di DAS. Hubungannya adalah kecepatan run-off untuk curah hujan yang sama di DAS. Oleh karena itu, DAS dengan kerapatan drainase tinggi, maka debit

puncaknya b.

akan

tercapai

dalam

waktu

yang

lebih

cepat

dibandingkan dengan DAS dengan kerapatan drainase rendah. Hidograf Satuan Sintetik (HSS ) GAMA I Berdasarkan parameter morfometri DAS yang dapat digunakan untuk melakukan pendugaan karakteristik hidrologi, Sri Harto (1993) memodifikasi metode hidrograf satuan sintetik Snyder (1938) yang memanfaatkan parameter morfometri DAS dengan asumsi bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik pengaruh translasi maupun tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh sistem DAS-nya. Modifikasi yang dilakukan oleh Sri Harto (1993) ini bertujuan untuk menemukan hidrograf satuan sintetik yang cocok untuk sungai-sungai di pulau jawa. Hasil modifikasinya adalah mendefinisikan parameter-parameter DAS yang dapat diukur langsung dari peta topografi yang secara hidrologik dapat mudah dijelaskan pengaruhnya terhadap hidrograf. Adapun parameter DAS yang dimaksudkan adalah sebagai berikut : 1. Faktor-sumber (SF), yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai-sungai orde semua orde. 2. Frekuensi-sumber (SN), yaitu perbandingan antara jumlah pangsa sungai-sungai orde 1 dengan jumlah pangsa sungaisungai semua orde. 3. Faktor-lebar (WF), yaitu perbandingan antara lebar DAS yang diukur di titik di sungai yang berjarak 0,75 L dengan lebar DASyang diukur di titik di sungai yang berjarak 0,25 L dari stasiun hidrometri. 4. Luas DAS di bagian hulu (RUA), yaitu perbandingan antara luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus hubung 1 dengan jumlahpanjang sungai-sungai

antar stasiun hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS, melewati titik tersebut. 5. 6. Faktor-simetri (SIM), yaitu hasil kali antara faktor-lebar (WF) dengan luas DAS di bagian hulu (RUA). Jumlah pertemuan sungai (JN), adalah jumlah semua pertemuan sungai di dalam DAS. Jumlah ini diperoleh dari jumlah sungai orde 1 dikurangi satu. 7. 8. Kerapatan-drainase (D) yaitu jumlah panjang sungai semua tingkat tiap satuan luas DAS. Kemiringan DAS rata-rata (S) yaitu perbandingan selisih antara ketinggian titik tertinggi dan titik keluaran (outlet) pada sungai utama, dengan panjang sungai utama yang terletak pada kedua titik tersebut. 9. 10. Panjang sungai utama (L) yaitu panjang sungai utama yang diukur mulai dari outlet sampai ke hulu. Luas total DAS (A) Hidrograf satuan sintetik (HSS) Gama I (Sri Harto, 1993) diperkirakan dengan menggunakan 4 variabel pokok yaitu : Waktu naik (TR) = 0,43 (L/100SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775 Debit-puncak (Qp) = 0,1836 A0,5886 TR-0,4008 JN0,2381 Waktu-Dasar (TB) = 27,4132 TR0,1457 S-0,0986 Koefiosien tampungan (K) = 0,5617 A0,1798 S-0,1446 SF-1,0897 D0,0452 dalam persamaan eksponensial sebagai berikut : Qt = Qp e-t/k Dengan : Qt = debit dihitung pada waktu t jam setelah Qp (m3/dtk) Qp = debit puncak (dengan waktu pada saat debit puncak dianggap t=0) (m3/dtk) K = koefisien tampungan

Dari keempat variabel pokok tersebut maka sisi resesi dinyatakan ke

Hidrograf satuan sintetik (HSS) dengan model HSS GAMA I dapat digunakan untuk analisis respon DAS terhadap hujan untuk jangka panjang. Bangkitan HSS GAMA I untuk merupakan salah datu cara untuk pendugaan kondisi hidrologi DAS jangka panjang. Dalam pembuatannya, diperlukan beberapa parameter yang harus diperhatikan, yaitu indeks infiltrasi (Phi Indeks) serta hujan efektif berbagai kala ulang. (Sri Harto, 1993). Penentuan indeks infiltrasi dapat dilakukan dengan pendekatan morfometri DAS (Barnes,1959). Persamaan pendekatannya sebagai berikut : Phi-Indeks = 10,4903 3,859 x 10-6 A2 + 1,6985 x 10-13 (A/SN)4 Dengan : A : Luas DAS SN : Frekuensi sumber Indeks infiltrasi ini berguna untuk penentuan besarnya hujan efektif, sehingga besarnya hujan efektif dapat disajikan dengan rumus : Hujan Efektif (P efektif) = P (hujan) Phi Indeks

Bentuklahan Asal Proses Marin

Perbedaan utama untuk kenampakan bentukan dalam klas ini adalah antara pantai yang berbatu, bila terdapat tebing laut dan permukaan abrasi dengan pantai dataran rendah yang dijumpai bukit-bukit

pantai dan swale atau denganpantai penghalang bar atau laguna. Pada zone yang berdelta, bentuk-bentuk marin berhubungan dengan bentukbentuk fluvial. Perubahan garis pantai yang berasal dari penimbunan dan abrasi dapat dipelajari dengan baik melalui interpretasi foto udara.

Proses yang terjadi di daerah pantai, seperti pengendapan dari daratan dan laut, arus laut, ombak/gelombang, tektonik dan sebagainya menyebabkan perubahan pantai dan bentuk pantai yang berbeda-beda. Asosiasi alami bahwa pantai selalu terletak di bagian tepi dari kontinental. Secara umum material penyusunnya berupa pasir dengan segala ukuran tergantung sumber material sekitar dengan struktur horisontal, rona cerah, tekstur halus dan pola teratur-seragam. Vegetasi jarang sebatas mintakat pantai seperti pandanus, bakau dan beberapa jenis lainnya, permukiman jarang kecuali telah dimanfaatkan untuk kawasan pariwisata, relief datar dan proses utama adalah pengendapan membentuk bentukan-bentukan khas pantai seperti swale, laguna, bar, bukit pantai dan dataran aluvial pantai (coastal aluvial plain). Beberapa bentang alam pantai antara lain : Dataran abrasi (Mda), yaitu suatu dataran hasil erosi gelombang laut yang menghancurkan dinding pantai; Split (Msp), yaitu endapan pantai dengan suatu bagian tergabung dengan daratan dan bagian lainnya menjorok ke laut; Tombolo (Mtb), yaitu suatau endapan tipis yang menghubungkan suatu pulau dengan daratan utama; Bars (Mbr), yaitu hampir sama dengan split, tetapi bars menghubungkan headland satu dengan lainnya yang biasa terbentuk di muara sungai. Apabila di belakang bars terakumulasi endapan lanau (silt), maka akan terbentuk mud flats ; Beach (Mbc), yaitu dataran pantai yang tersusun oleh endapan pasir dan kerikil; dan Gumuk pasir pantai yang terbentuk pada pantai berpasir dengan aktivitas angin yang kuat membentuk bukit-bukit pasir di depan pantai (biasanya dimasukkan sebagai hasil proses angin).

You might also like