You are on page 1of 33

Pengertian Pendidikan

Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, Pendidikan berasal dari kata “didik”, Lalu kata ini mendapat awalan
kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara
dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran.

Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.

Teori Pendidikan

Kurikulum memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum disusun
dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan
teori pendidikan tertentu.Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat ) teori pendidikan,
yaitu :

1.Pendidikan klasik,

Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti Perenialisme, Eessensialisme, dan
Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara,
mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari
pada proses.

Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan
para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik
mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif,
sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
2.Pendidikan pribadi

Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi
tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan
bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama
pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai
pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.

Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu
model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan
keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas
pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis),

3.Teknologi pendidikan,

Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan
klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang
berbeda. Dalam teknologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan
kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama.

Dalam teori pendidikan ini, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus, berupa data-data
obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vocational . Isi
disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan
bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual.

Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien
tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi
sebagai direktur belajar, lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman
bahan.

4.Pendidikan interaksional,
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia
sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya.
Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam
pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari
peserta didik kepada guru.

Lebih dari itu, dalam teori pendidikan ini, interaksi juga terjadi antara peserta didik dengan materi
pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi
terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar
mempelajari fakta-fakta.

Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan


interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang
melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.

Perjalanan Kurikulum Pendidikan Nasional

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan,
yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan direncanakan pada tahun 2004.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial
budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.

Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai
dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang
berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok
dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

Rentjana Pelajaran 1947, yang menjadi kurikulum pendidikan masa itu masih dipengaruhi sistem
pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan
sebelumnya.

Ia bisa dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan
berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan, maka pendidikan sebagai
development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang
merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.

Pada tahun 1952, kurikulum pendidikan mengalami penyempurnaan, dengan nama Rentjana Pelajaran
Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di


Indonesia, dengan nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran yang menjadi cirinya adalah
pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan
pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu
pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur
kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus.

Kurikulum ini merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen, bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia
Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral,
budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

Kurikulum pendidikan 1975 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut :

1. Berorientasi pada tujuan

2. Menganut pendekatan integratif

3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI).

5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon dan latihan.

Kurikulum ini kemudian dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan
tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan diubah kembali menjadi kurikulum pendidikan 1984
dengan ciri:

1. Berorientasi kepada tujuan instruksional.

2. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).

3. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral.

4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.

5. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa.

6. Menggunakan pendekatan keterampilan proses.

Sistem Pendidikan Islam Di Indonesia

Pendidikan Islam merupakan suatu upaya yang terstruktur untuk membentuk manusia yang berkarakter
sesuai dengan konsekuensinya sebagai seorang muslim. Dalam perjalanannya ada tiga jalan yang harus
ditempuh untuk mengupayakan hal tersebut, yaitu:
1. Penanaman akidah Islam berdasarkan pemikiran yang matang dan dijalankan dengan cara yang
damai.

2. Menanamkan sikap konsisten pada orang yang sudah memiliki akidah islam agar segala tindak tanduk
dan cara berpikirnya tetap berada di jalurnya sebagai seorang muslim.

3. Mengembangkan kepribadian islam pada mereka yang sudah memilikinya dengan cara mengajaknya
untuk bersungguh-sungguh menjalankan kehidupan secara islami, dalam artian semua pemikiran dan
amalannya sesuai dengan kodratnya sebagai seorang muslim.

Islam telah mewajibkan semua umatnya untuk menuntut ilmu. Segala macam ilmu yang bermanfaat
bagi dirinya dan juga semua umat. Begitu juga dengan Iptek. Hal ini juga penting untuk dipelajari karena
dengan cara ini umat islam dapat memperoleh kemajuan material untuk menjalankan fungsinya sebagai
khalifah Allah di muka bumi.

Islam menetapkan penguasaan sains sebagai fardlu kifayah, yaitu ilmu-ilmu yang sangat diperlukan
umat, seperti kedokteran, kimi, fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll.

Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian juga
merupakan tujuan pendidikan islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka melaksanakan
tugasnya sebagai khalifah Allah SWT.

Sebagaimana penguasaan IPTEK, rekayasa industri, penerbangan, pertukangan, dan lainnya juga sangat
diperlukan oleh umat manusia. Hal itu termasuk wajib hukumnya.

Lembaga pendidikan semestinya dapat menghasilkan calon-calon penerus yang tinggi secara sumber
daya manusianya. Oleh karena itu system pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsure
pembentuk pendidikan yang unggul.

Dalam hal ini, ada tiga hal penting yang harus kita perhatikan dengan baik, yaitu :
1. Kerjasama yang terpadu antara sekolah, masyarakat, dan keluarga. Ketiga hal ini menggambarkan
kondisi faktual obyektif pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di
samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar.

2. Kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. Kurikulum
sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi ketersambungan pendidikan setiap anak didik
pada setiap jenjangnya. Dengan adanya kurikulum yang sering gonta ganti akhir-akhir ini, pendidikan
kita jadi sedikit membingungkan, apalagi bagi masyarakat awam.

3. Orientasi pendidikan ditujukan pada kepribadian islam dan penguasaan ilmu pengetahuan yang
bermanfaat bagi umat. Ketiga hal ini merupakan goal yang kita tuju.berorientasi pada pembentukan
tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Dalam
implementasinya, ketiga hal di atas menjadi orientasi dan panduan bagi pelaksanaan pendidikan.

Bagi semua kaum muslim, system pendidikan yang sekarang ini tentunya masih perlu banyak perbaikan
disana-sini dan semestinya kita memperbaharui sistem yang ada untuk kebaikan kita semua. Berusaha
terus untuk menghasilkan generasi berkepribadian islam yang mampu mewujudkan kemakmuran dan
kemuliaan peradaban manusia di seluruh dunia.

Reformasi Pendidikan Indonesia? Pentingkah?

Pembangunan merupakan suatu proses yang berkelanjutan mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia termasuk aspek social, ekonomi, budaya, politik dan lainnya. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.

Dalam perjalanannya proses pembangunan ekonomi membutuhkan sumber daya pendidikan yang
berkualitas tinggi.

Oleh karena itu diputuskan untuk mengadakan pembaruan secara menyeluruh terhadap peranan
pendidikan. Tetapi sejauh ini, usaha yang mengarah kesana masih belum mencapai target yang tinggi.
Sebab dari belum seimbangnya peranan pendidikan Indonesia dalam proses pembangunan bangsa
adalah karena penentu kebijakan dalam hal ini pemerintah masih belum menyatu dalam mewujudkan
peranan pendidikan yang dapat mendongkrak kemajuan pembangunan ekonomi bangsa.

Problem-problem pendidikan kita semakin kompleks dan semakin sarat dengan tantangan. Kebijakan
dan program-program pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, nampak tidak memberi
jawaban solutif terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan yang berkembang.

Dibutuhkan suatu reformasi pendidikan untuk dapat memperbaharui semua system pendidikan dan
peranannya terhadap pembangunan bangsa ini. Waktu yang diperlukan tidaklah singkat.

Perlu pengorbanan dan kesediaan dari semua pihak yang terkait, seperti pemerintah, instansi
pendidikan, kementrian pendidikan dan pelaksana pendidikan Indonesia. Reformasi pendidikan juga
harus memberikan peluang bagi siapapun untuk mengembangkan langkah atau cara baru dalam
meningkatkan kualitas pendidikan.

Reformasi pendidikan pada dasarnya mempunyai tujuan agar pendidikan dapat berjalan lebih efektif
dan efisien dalam mencapai tujuan pendidikan nasional Indonesia.

Pemerintah dan masyarakat harus mau bekerjasama demi tercapainya kualitas pemberdayaan manusia
yang diinginkan. Agar sesuai dengan perkembangan jaman, system pendidikan harus disesuai pula
dengan tuntutan yang paling terkini.

Pendidikan Indonesia merupakan inti utama untuk menunjang pengembangan sumber daya manusia
yang peranannya sangat penting bagi pembangunan suatu bangsa. Diperlukan suatu strategi pendidikan
untuk membuat program pendidikan merata di seluruh tanah air, seperti :

Penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia

Pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan kembali pada masyarakat sebagai sumber daya utama
juga pengguna hasil pendidikan itu sendiri.
Pendidikan dilakukan secara transparan dan demokratis tanpa mengurangi mutu pendidikan

Penyelenggaraan pendidikan yang efisien

Peluang untuk belajar seluas-luasnya kepada masyarakat Indonesia sehingga kemampuan dasar
masyarakat kita pun akan meningkat.

Mengurangi kesulitan birokrasi pendidikan yang sering menjadi kendala kelancaran proses pendidikan
saat ini.

Dengan adanya reformasi besar-besaran di berbagai bidang sejak lengsernya era pemerintahan
Soeharto maka bidang pendidikan juga tidak mau kalah. Sistem pendidikan Indonesia diubah dan
disesuaikan secara otonomi yang diharapkan akan membawa angin segar dan perbaikan dalam sistem
pendidikan yang selama ini dipergunakan.

Namun karena sistem ini masih baru tentunya kita masih harus banyak belajar dan berjuang untuk
memecahkan berbagai kendala yang ada di depan.

Ada beberapa langkah baru untuk melakukan rekonstruksi pendidikan dalam rangka membangun
paradigma baru system pendidikan pasca reformasi, seperti berikut ini :

Membuat visi pendidikan Indonesia yang baru sehingga semua komponen masyarkat dapat
diberdayakan secara luas

Misi pendidikan yang jelas untuk membuat masyarakat ikut berpartisipasi aktif di dalamnya.

Mengembangkan potensi dan kreatifitas pembelajaran

Pengembangan system pembelajaran yang demokratis agar tidak terdapat suatu pengelompokkan
pengajaran.

Kebijakan kurikulum seharusnya disesuaikan dengan lingkungan serta komponen bangsa yang lain
seperti ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, seni, social dan agama.

Jika langkah-langkah ini dapat direalisasikan maka Pendidikan Indonesia akan mempunyai harapan
untuk menuju kehidupan berbangsa yang lebih berkualitas.

Inovasi Pendidikan
Inovasi sebagai suatu ide, gagasan, praktik atau obyek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu
hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Oleh sebab itu, inovasi pada dasarnya
merupakan pemikiran cemerlang yang bercirikan hal baru ataupun berupa praktik-praktik tertentu
ataupun berupa produk dari suatu hasil olah-pikir dan olah-teknologi yang diterapkan melalui tahapan
tertentu yang diyakini dan dimaksudkan untuk memecahkan persoalan yang timbul dan memperbaiki
suatu kedaan tertentu ataupun proses tertentu yang terjadi di masyarakat.

Sayangnya, inovasi pendidikan umumnya merupakan suatu gerakan yang bersifat top down, dalam arti,
inisiatif dalam melakukan inovasi selalu datang dari pihak pemerintah.

Misalnya, untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi, telah banyak dilontarkan model-
model inovasi pendidikan dalam berbagai bidang antara lain : usaha pemerataan pendidikan,
peningkatan mutu, peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan, dan relevansi pendidikan.

Kesemuanya dimaksudkan agar difusi inovasi yang dilakukan bisa diadopsi dan dimanfaatkan untuk
perbaikan dan pemecahan persoalan pendidikan di Indonesia. Beberapa contoh inovasi antara lain :
program belajar jarak jauh, manajemen berbasis sekolah, pengajaran kelas rangkap, pembelajaran
konstektual, pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Dalam bidang pendidikan, banyak usaha yang dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya pembaruan atau
inovasi pendidikan. Inovasi yang terjadi dalam bidang pendidikan tersebut, antara lain dalam hal
manajemen pendidikan, metodologi pengajaran, media, sumber belajar, pelatihan guru, implementasi
kurikulum, dsb.

Ciri-ciri inovasi pendidikan dapat dikenal dengan beberapa identifikasi, namun menurut ashby 1967 ada
empat hal, yaitu:

Ketika masyarakat/orang tua mulai sibuk dengan peran keluar sehingga tugas pendidikan anak sebagian
digeser dari orang tua pindah ke guru atau dari rumah ke sekolah.

Terjadi adopsi kata yang ditulis ke instruksi lisan

Adanya penemuan alat untuk keperluan percetakan yang mengakibatkan ketersediaan buku lebih luas.
Adanya alat elektronika yang bermacam-macam radio, telepon, TV, computer, LCD proyektor, perekan
internet, LAN, dsb ).

Keempat hal tersebut telah menimbulkan banyak masalah. Untuk itulah kelima teknologi yang dibahas
pada poin sebelumnya sangat membantu untuk solusi pemecahan. Perubahan pendidikan yang
dinginkan sekolah sesuai visi dan misinya tentunya sangat tergantung pada lima teknologi tersebut yaitu
sistem berfikir, sistem desain, ilmu pengetahuan yang berkualitas, manajemen.

Saat ini, sekolah negeri maupun swasta mulai berusaha keras untuk mengatur kembali sistem
pendidikan mereka. Banyak program yang ditawarkan pada masyarakat, baik itu jurusan maupun status
sekolah yaitu SSN, unggul, model, internasional, akselerasi dan sarana prasarananya.

Yang jelas, perubahan sekolah untuk menghadapi dunia global harus disiapkan dari unsur SDM yang
berkualitas sehingga mampu berfikir membuat desain pendidikan, mempunyai kiat manajemen yang
baik dan tidak gagap terhadap pendidikan. Jadi, dapat dikatakan bahwa antara inovasi pendidikan
dengan teknologi pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Inovasi merupakan obyek dan teknologi pendidikan merupakan subyeknya. Dalam inovasi pendidikan
butuh SDM dan peralatan yang menunjang, sebaliknya SDM dan alat tidak akan berfungsi tanpa
digunakan untuk tujuan yang pasti dan bermanfaat dimasa datang.

Tingkatkan Kualitas Guru dan Pendidikan

Bagi murid guru merupakan sosok yang sangat mulia, kehadirannya selalu menjadi penerang bagi semua
anak didiknya. Dulu, profesi guru tidak banyak diminati oleh masyarakat, mereka lebih tertarik menjadi
dokter, tentara maupun pengusaha.

Tapi sekarang, dengan adanya global crisis yang melanda semua negara di dunia, profesi ini menjadi
salah satu profesi yang cukup menjanjikan. Namun dengan perkembangan yang pesat ini seharusnya
kualitas guru pun jadi meningkat bersamaan dengan naiknya permintaan pasar.

Peran guru beberapa tahun yang lalu bukan hanya sekedar mengajarkan pengetahuan yang telah
dimiliki sebagai sebuah keahlian tetapi juga turut mendidik murid menjadi seorang yang cerdas, sopan
santun dan berakhlak mulia. Akhir-akhir ini sering terdengar banyak keluhan dari beberapa orangtua
murid mengenai peran guru sekolah yang kurang berkualitas.

Itu disebabkan dengan mendesaknya kebutuhan ekonomi keluarga sehingga mereka kurang
memperhatikan tanggung jawab guru yang sebebnarnya. Saya pikir hal seperti ini sangat menyedihkan.
Kata mengajar mempunyai arti memberikan pengetahuan yangmereka miliki terlebih dulu kepada para
muridnya sehingga mereka bisa mengerti.

Kata mendidik, mempunyai makna yang lebih dalam karena selain guru mempunyai tugas untuk
mengajar tapi mereka juga memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan anak muridnya menjadi
seorang manusia yang lebih berbudi luhur. Menurut saya hal itu adalah nilai tambah yang sangat mulia
untuk profesi guru.

Beberapa survey mengatakan bahwa banyak orang memilih profesi guru hanya sebagai pelampiasan
atau jalan alternative mencari nafkah saja. Hal ini juga lebih menyedihkan bagi kita sebagai orangtua
murid. Guru semacam inilah yang berbahaya, karena mereka tidak mampu membentuk karakter dan
mencerdaskan anak didiknya, tetapi mereka malah cenderung menguras harta negara.

Disamping itu, demi terisinya mata pelajaran, sekarang ini dari pihak sekolah sering kali salah kamar
dalam menempatkan posisi guru sebagai pemegang mata pelajaran. Hal itu menjadi sebab utama
rapuhnya pendidikan bangsa ini, karena kurangnya profesionalitas tenaga pengajar.

Bagaimana cara terbaik untuk meningkatkan kualitas guru demi tercapainya kualitas sumber daya
manusia yang tinggi, yang sedang mereka bimbing sekarang ini. Ada cara-cara sebagai berikut :

Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan perhatiannya pada masalah pendidikan bangsa ini, karena
tanpa bantuan pemerintah siapapun yang berusaha untuk mengubah keadaan tidak akan mendapatkan
hasil yang baik

Perbanyak program beasiswa yang berkualitas untuk mendapatkan guru yang berkualitas tinggi.

Pendapatan guru wajib ditingkatkan terutama mereka yang telah rela mengajar murid sekolah di
berbagai tempat terpencil
Penghargaan dan perhatian sekecil apapun pada para guru akan menyentuh hati mereka untuk lebih
menyayangi anak didiknya, sehingga secara otomatis guru akan memberikan perhatian lebih pada para
murid

Ada baiknya mulai sekarang kita sebagai orangtua mulai lebih memperhatikan keberadaan seorang guru,
karena merekalah anak kita bisa menjadi manusia yang lebih berguna di masa depan.

Pendekatan-Pendekatan dalam Teori Pendidikan

Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu: (1) pendidikan sebagai praktik dan (2) pendidikan sebagai
teori. Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan
disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan
perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara
sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai
gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan
(empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan
dalam konteks yang lebih luas.

Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya
berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari
praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori
pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik
pendidikan

Terkait dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan, diantaranya: (1) pendekatan sains; (2) pendekatan filosofi; dan (3) pendekatan religi. (Uyoh
Sadulloh, 1994).

1. Pendekatan Sains

Pendekatan sains yaitu suatu pengkajian pendidikan untuk menelaah dan dan memecahkan masalah-
masalah pendidikan dengan menggunakan disiplin ilmu tertentu sebagai dasarnya. Cara kerja
pendekatan sains dalam pendidikan yaitu dengan menggunakan prinsip-prinsip dan metode kerja ilmiah
yang ketat, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif sehingga ilmu pendidikan dapat diiris-iris
menjadi bagian-bagian yang lebih detail dan mendalam.

Melalui pendekatan sains ini kemudian dihasilkan sains pendidikan atau ilmu pendidikan, dengan
berbagai cabangnya, seperti: (1) sosiologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari
sosiologi dalam pendidikan untuk mengkaji faktor-faktor sosial dalam pendidikan; (2) psikologi
pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi untuk mengkaji perilaku dan
perkembangan individu dalam belajar; (3) administrasi atau manajemen pendidikan; suatu cabang ilmu
pendidikan sebagai aplikasi dari ilmu manajemen untuk mengkaji tentang upaya memanfaatkan
berbagai sumber daya agar tujuan-tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien; (4)
teknologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sains dan teknologi untuk
mengkaji aspek metodologi dan teknik belajar yang efektif dan efisien; (5) evaluasi pendidikan; suatu
cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi pendidikan dan statistika untuk menentukan
tingkat keberhasilan belajar siswa; (6) bimbingan dan konseling, suatu cabang ilmu pendidikan sebagai
aplikasi dari beberapa disiplin ilmu, seperti: sosiologi, teknologi dan terutama psikologi.

Tentunya masih banyak cabang-cabang ilmu pendidikan lainnya yang terus semakin berkembang yang
dihasilkan melalui berbagai kajian ilmiah.

2. Pendekatan Filosofi

Pendekatan filosofi yaitu suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah
pendidikan dengan menggunakan metode filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah
pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada
pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks dan lebih
mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual, yang tidak
mungkin dapat dijangkau oleh sains. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan
yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup. Nilai dan tujuan hidup
memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan menggunakan cara-cara yang
dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.

Cara kerja pendekatan filsafat dalam pendidikan dilakukan melalui metode berfikir yang radikal,
sistematis dan menyeluruh tentang pendidikan, yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga model: (1)
model filsafat spekulatif; (2) model filsafat preskriptif; (3) model filsafat analitik. Filsafat spekulatif
adalah cara berfikir sistematis tentang segala yang ada, merenungkan secara rasional-spekulatif seluruh
persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat raya ini dengan asumsi manusia memliki kekuatan
intelektual yang sangat tinggi dan berusaha mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan
alam berfikir dan keseluruhan pengalaman Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu
ukuran (standar) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia, penilaian tentang
seni, menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan salah, bagus dan jelek. Nilai suatu benda pada
dasarnya inherent dalam dirinya, atau hanya merupakan gambaran dari fikiran kita. Dalam konteks
pendidikan, filsafat preskriptif memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang
bermanfaat. Filsafat analitik memusatkan pemikirannya pada kata-kata, istilah-istilah, dan pengertian-
pengertian dalam bahasa, menguji suatu ide atau gagasan untuk menjernihkan dan menjelaskan istilah-
istilah yang dipergunakan secara hati dan cenderung untuk tidak membangun suatu mazhab dalam
sistem berfikir (disarikan dari Uyoh Sadulloh, 1994)

Terdapat beberapa aliran dalam filsafat, diantaranya: idealisme, materialisme, realisme dan
pragmatisme (Ismaun, 2001). Aplikasi aliran-aliran filsafat tersebut dalam pendidikan kemudian
menghasilkan filsafat pendidikan, yang selaras dengan aliran-aliran filsafat tersebut. Filsafat pendidikan
akan berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan, menafsirkannya dengan konsep-konsep
umum, yang akan membimbing kita dalam merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan. Dari kajian
tentang filsafat pendidikan selanjutnya dihasilkan berbagai teori pendidikan, diantaranya: (1)
perenialisme; (2) esensialisme; (3) progresivisme; dan (4) rekonstruktivisme. (Ella Yulaelawati, 2003).

Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan
budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan
kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut ,
kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan


keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika,
sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk
hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa
lalu.

Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan :
bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?

Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta
didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan
belajar peserta didik aktif.

Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme,


peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan
individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan
masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis,
memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari
pada proses.

3. Pendekatan Religi
Pendekatan religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber
dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan
yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-
jenis pendidikan.

Cara kerja pendekatan religi berbeda dengan pendekatan sains maupun filsafat dimana cara kerjanya
bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio, dalam pendekatan religi, titik tolaknya adalah
keyakinan (keimanan). Pendekatan religi menuntut orang meyakini dulu terhadap segala sesuatu yang
diajarkan dalam agama, baru kemudian mengerti, bukan sebaliknya.

Terkait dengan teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam bukunya “ Ilmu Pendidikan dalam
Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran
diletakkan sebagai dasar pertama dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal
digunakan untuk membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber
utamanya (Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan demikian, teori
pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat
kebenarannya.

Berkenaan dengan tujuan pendidikan Islam, World Conference on Muslim Education (Hasan Langgulung,
1986) merumuskan bahwa : “ Education should aim at balanced growth of the total personality of man
through Man’s spirit, intelellect the rational self, feelings and bodily senses. Education should therefore
cater for the growth of man in all its aspects, spirituals, intelectual, imaginative, physical, scientific,
linguistic, both individually and collectively, and motivate all these aspects toward goodness and
attainment of perfection. The ultimate aim of Muslim Education lies in the realization of complete
submission to Allah on the level of individual, the community and humanity at large.”

Sementara itu, Ahmad Tafsir (1992) merumuskan tentang tujuan umum pendidikan Islam yaitu muslim
yang sempurna dengan ciri-ciri : (1) memiliki jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan; (2) memiliki
kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu
menyelesaikan secara ilmiah dan filosofis; memiliki dan mengembangkan sains; memiliki dan
mengembangkan filsafat dan (3) memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan sukarela
melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati memiliki hati yang
berkemampuan dengan alam gaib.

Dalam teori pendidikan Islam, dibicarakan pula tentang hal-hal yang berkaitan dengan substansi
pendidikan lainnya, seperti tentang sosok guru yang islami, proses pembelajaran dan penilaian yang
islami, dan sebagainya. (selengkapnya lihat pemikiran Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan
dalam Persfektif Islam)

Mengingat kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan, maka untuk menghasilkan teori pendidikan
yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan holistik dengan memadukan ketiga pendekatan di atas yang
terintegrasi dan memliki hubungan komplementer, saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Pendekatan semacam ini biasa disebut pendekatan multidisipliner

Sumber:

Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. Bandung: Rosda Karya

Ali Saifullah.HA. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan: Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional

Hasan Langgulung, 1986. Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta:
Pustaka Al-Husna

Ismaun. 2001. Filsafat Ilmu I. (Diktat Kuliah). Bandung: UPI Bandung.

Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek

Gambaran Pendidikan Islam

Pendekatan filosofi terhadap pendidikan adalah suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan
masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan methode filsafat. Pandangan mengenai
pengetahuan atau teori pendidikan yang dihasilkan dengan pendekatan Filosofi disebut filsafat
pendidikan. Menurut Henderson (1995), filsafat pendidikan adalah filsafat yang diterapkan/diaplikasi
untuk menelaah dan memecahkan mesalah-masalah pendidikan.

Cara kerja dan hasil-hasil filsafat dapat dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah dalam
kehidupan, dimana pendidikan merupaka salah satu kebutuhan paling penting dalam kehidupan
manusia. Pendidikan membutuhkan filsafat disebabkan oleh pendidikan tidak hanya menyangkut
pelaksanaan saja, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah yang
lebih luas, kompleks, dan lebih mendalam, yang tidak tebatas ole pengalaman indrawi maupun fakta-
fakta faktual, yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh sains pendidikan (science 0f education).

Kalu kita kembali ke filsafat pendidikan islam disitu jelas digambarkan bahwa ajaran religi yang dijadikan
nilai-nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan pendidikan, metode,
bahkan sampai pada jenis-jenis pendidikan untuk menncapai tujuan yang diinginkan.
Methode yang dipergunakan dalam menyusun teori/konsep pendidikan adalah tesis deduktif. Dikatakan
tesis deduktif, karena bertolak dari dalil-dalil atau aksioma-aksioma agama yang tidak dapat kita tolak
kebenaranya. Dikatakan deduktif, karena teori pendidikan disusun dari prinsip-prisip yang berlaku
umum, diterapakan untuk memikikan masala-masalah khusus. Ajaran agama yang berlaku umum
dijadikan sebagai pangkal untuk memikirkan prinsip-prinsp pendidikan yang khusus.

Sebagai contoh teori pendidikan Islam akan berangkat dari Al-Quran, sehingga ayat-ayat Al-Quran akan
dijadikan landasan dalam keseluruhan sistem pendidikan. Abdurrahman Saleh (1991) membandingkan
teori pendidikan islam dengan teori sains. Ia mengatakan bahwa teori sains bersifat deskriptif untuk
membantu para pendidik dalam mengasuh siswanya. Tetapi tidak dapat menjadi paradigma bagi teori
pendidikan, kerana dalam pendidikan, teori tidak sekedar menerangkan bagaimanan atau mengapa
suatu peristiwa terjadi. Fungsi teori dalam pendidikan adalah menjadi petunjuk prilaku peserta didik
dalam mengajar. Dalam pendidikan islam, nilai-nilai Qurani merupakan pembentukan elemen dasar
kurikulum, dan sekolah berkepentingan membawa siswa-siswanya agar mematuhi dan menjalankan
nilai-nilai tersebut. Praktik prilaku harus dinilai para pendidik, dan dalam pemberian nilai tidak bisa
dibatasi pada penemuan-penemuan ilmiah.

Lebih jauh Salih Abdullah mengemukakan bahwa, jika kita menerima teori sains sebagai paradigma bagi
pendidikan, berarti kita harus meninggalkan seluruh fakta-fakta metafisik (ghaib) Al-Quran. Sains hanya
menerangkan kepentingan-kepentingan fakta yang dapat diliat. Sains tidak dapat menyentuh elemen-
elemen yang tidak dapat di observasi dan diukur. Seperti yang kita ketahui bahwa indra dan rasa bukan
satu-satunya alat yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan. Al-Quran yang merupaka
kitab wahyu dari Allah, sains tidak akan mampu mengujinya secara empiris, dan secara keseluruhan.
Dalam surat Al-Baqarah dijelaskan kalau tidak salah ayat 3 secara umum dapat kita golongkan bahwa
kepercayaan orang mukmin terhadap terhadap segala yang ghaib, mendahului referensi terhadap
perilaku yang dapat diobservasi. Orang -orang islam menerima sistem etika islam yang bersumber dari
Al-Quran, karena datang dari Allah Yang Maha Ghaib, yang diyakini sebagai sistem etika terbaik, bukan
hasil temuan empiris, juga bukan hasil eksperimentasi sains.

Teori pendidikan Islam merupakan teori yang terintegratif yang berdasrkan pada prinsip-prinsip Qurani.
Jadi teori pendidikan Islam tidak akan bertentangan dengan hasil-hasil sains bahkan dapat menerima
dan memamfaatkan bagian-bagian dari sains bagi pelkasanaan operasional pendidikan.

Sebagai contoh konsep tentang kejadian manusia sudah dijelaskan dalam Al-quran misalnya dari surat
yasin dimana dasar pengetahuan ini bisa dijadikan pijakan untuk membuktikakanya secara empiris yang
pada akhirnya apa yang dijelaskan oleh Al-Quran sesuai denga apa yangdibuktikan oleh sains. Dan masih
banyak lagi contoh-contoh gambaran ilmu yang disebutkan dalam Al-Quran yang kebenarannya
dibuktikan oleh sains.

Jadi apa yang penulis maksudkan disini adalah mari kita mengkaji ilmu dari segala aspek dan tempat
dengan tetap berpijak pada Ilmu Al-Quran, sebab masih sangat banyak kandungan-kandungan Al-Quran
yang belum mampu kita buktikan dengan ilmu pengetahuan kerana keterbatasan ilmu kita.

Wallahu a’lam

skip to main | skip to sidebar

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM: Mengembangkan Pemikiran

Aktivitas kependidikan Islam di Indonesia pada dasarnya sudah berlangsung dan berkembang sejak
sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang. Hal ini dapat dilihat dari fenomena tumbuh kembangnya
program dan praktek pendidikan Islam yang dilaksanakan di Nusantara; Pesantren, Madrasah,
pendidikan umum yang bernafaskan Islam, dan beberapa model pendidikan baik informal maupun
nonformal lainnya.

Fenomena tersebut menggaris bawahi adanya pemikiran tentang pengembangan pendidikan Islam di
Indonesia dalam berbagai jenis dan bentuknya. Hanya saja, dikalangan para ahli masih terdapat
pendapat-pendapat yang kontroversial, terutama menyangkut kekokohan landasan filosofisnya. Di satu
pihak ada yang menyatakan bahwa adanya kegiatan pendidikan Islam, sistem pendidikan Islam yang
memiliki ciri-ciri tertentu, menunjukan adanya bangunan filosofis yang kokoh dari program dan praktek
pendidikan Islam.

Dalam mengkaji filsafat, permasalahan yang sering muncul adalah kita hanya membahasnya dari aspek
sejarah saja, sehingga kajian filsafat selalu ‘datar-datar aja’, tanpa mengambil substansi dari belajar
sejarah filsafat. Filsafat juga tidak dijadikan sebagai pisau analisis dalam membedah problem mendasar
manusia, sehingga kontribusi filsafat belum bisa dirasakan.
Dalam tulisan ini ingin mengkaji filsafat tidak hanya dari aspek sejarah saja, tetapi mengkaji kontribusi
filsafat dalam kerangka pemikiran pendidikan Islam. Topik ini sangat penting untuk dibahas mengingat
problem mendasar dalam pendidikan kita adalah ketidaktahuan dan ketidak konsistensian dalam
mengarahkan peserta didik kearah dasar tujuan dari pendidikan tersebut. Sehingga sepertinya kita
kehilangan orientasi, dan hal itu mengakibatkan ketidak maksimalan dalam proses pendidikan yang
selanjutnya berakibat kepada mutu lulusan.

Makna Filsafat Dan Filsafat Pendidikan Islam

Istilah “filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni: Segi semantik: kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa Arab
‘falsafah’, yang berasal dari bahasa Yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ artinya cinta, suka, dan
‘sophia’ artinya pengetahuan, hikmah. Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan, kearifan
atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang
yang cinta kepada pengetahuan disebut ‘philosopher’, dalam bahasa Arabnya ‘failasuf”.

Segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’.
Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir
secara mendalam, sungguh-sungguh, radikal, sistematis dan rasional Sebuah semboyan mengatakan
“setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi
secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf
hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam.
Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan
sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
hakikat kebenaran segala sesuatu.

Sedangkan filsafat pendidikan, menurut John Dewey adalah teori umum dari pendidikan, landasan dari
semua pemikiran umum mengenai pendidikan, falsafah pendidikan pada hakekatnya merupakan
jawaban dari pertayaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan dan merupakan penerapan suatu
analisa filosofis terhadap pendidikan. John Dewey juga memandang bahwa ada hubungan yang erat
antara filsafat dengan pendidikan. Oleh karena itu tugas filsafat dan pendidikan seiring yaitu sama-sama
memajukan hidup manusia. Ahli filsafat lebih memperhatikan tugas yang berkaitan dengan strategi
pembentukan manusia, sedang ahli pendidikan bertugas untuk lebih memperhatikan pada taktik (cara)
agar strategi itu terwujud. Manambahkan hal itu, Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, melihat
falsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafat dan kaidah falsafah dalam pengalaman
manusia yang disebut pendidikan. Secara rinci dikemukakan bahwa falsafat pendidikan merupakan
usaha untuk mencari konsep-konsep diantara gejala yang bermaacam-macam meliputi:

(1) Proses pendidikan sebagai rancangan yang terpadu dan meyeluruh;

(2) Menjelaskan berbagai makna yang mendasar tentang segala istilah pendidikan; dan

(3) Pokok-pokok yang menjadi dasar dari konsep pendidikan dalam kaitannya dengan bidang kehidupan
manusia.
Berbagai ahli mencoba merumuskan pengertian filsafat pendidikan Islam, Muzayyin Arifin, misalnya
mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya adalah konsep berfikir tentang hakikat
kemampuan manusia untuk dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang
seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam. Definisi ini memberi kesan bahwa filsafat pendidikan Islam
sama dengan filsafat pendidikan pada umumnya. Dalam arti bahwa filsafat Islam mengkaji tentang
berbagai masalah manusia sebagai subjek dan objek pendidikan, kurikulum, metode, lingkungan, guru,
dan sebagainya.

Perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan pada umumnya adalah bahwa di dalam
filsafat pendidikan Islam, semua masalah kependidikan tersebut selalu didasarkan pada ajaran Islam
yang bersumberkan al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan kata lain bahwa kata Islam yang mengiringi kata
falsafat pendidikan ini menjadi sifat, yakni sifat dari filsafat pendidikan tersebut. Dalam hubungan ini
Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam bukanlah filsafat pendidikan tanpa
batas. Selanjutnya ketika ia mengomentari kata ‘radikal’ yang menjadi salah satu ciri berpikir filsafat
mengatakan bahwa pandangan ini keliru. Radikal bukan berarti tanpa batas. Tidak ada di dunia ini
disebut tanpa batas, dan bukankah dengan menyatakan bahwa seorang muslim yang telah menyalini isi
keimannanya, akan mengetahui dimana batas-batas pikiran (akal) dapat dipergunakan, dan jika ia
berfikir, berfilsafat mensyukuri nikmat Allah, berarti ia radikal (konsekuen) dalam batas-batas itu.
Menurut Ahmad D Marimba, inilah sifat radikal dari filsafat Islam.

Hakikat dan Tujuan Falsafah Pendidikan Islam

Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung kontiniu/berkesinambungan,
berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan
manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi
pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh berkembang secara dinamis,
mulai dari kandungan sampai hayatnya.Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap sampai ke titik
kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan
tugas pendidikan berjalan dengan lancar. Secara garis besarnya pengertian itu mencakup tiga aspek,
yaitu:

(1) Seperangkat teknik atau cara untuk memberikan pengetahuan, keterampilandan tingkah laku.

(2) Seperangkat teori yang maksudnya untuk menjelaskan dan membernarkan penggunaan teknik dan
cara-cara tersebut.
(3) seperangkat nilai, gagasan atau cita-cita sebagai tujuan yang dijelmakan serta dinyatakan dalam
pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku, termasuk jumlah dan pola latihan yang harus diberikan.

Dasar dan tujuan filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan dasar dan tujuan ajaran Islam
atau tepatnya tujuan Islam itu sendiri. Dari kedua sumber ini kemudian timbul pemikiran-pemikiran
mengenai masalah-masalah keislaman dalam berbagai aspek, termasuk filsafat pendidikan. Lebih
lengkap kongres se-Dunia ke II tantang pendidikan Islam tahun 1980 di Islamabad, merumuskan bahwa:

Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia
secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (inteletual), diri
manusia yang rasional; perasaan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya menacakup pengembangan
seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spritual, intelektual, ianajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik
secara individual maupun kolektif; dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaiakn
dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan
yangsempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.

Pendidikan, Jika dipahami dari pengertiannya maka kita bisa menggolongkan sebagai satu disiplin
keilmuan yang mandiri, yaitu ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan merupakan sebuah sistem pengetahuan
tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset. Riset tersaji dalam bentuk konsep-konsep, maka ilmu
pendidikan dapat dibataskan sebagai sistem konsep pendidikan yang dihasilkan melalui riset.Disini kita
akan menentukan objek formal ilmu pendidikan yang maha luas, luas terbatas tetapi juga diartikan
sempit. Dalam pengertian maha luas, Pendidikan adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan seseorang, bisa berupa pengalaman belajar sepanjang hidup, tidak terbatas pada waktu,
tempat, bentuk sekolah, jenis lingkungan dan tidak terbatas pada bentuk kegiatannya. Pengertian
kemaha-luasan tersirat pada tujuan pendidikannya.

Dalam pengertian sempit, pendidikan adalah sekolah atau persekolahan (schooling). Pendidikan bisa
diartikan pengaruh yang diupayakan dan direkayasa sekolah terhadap peserta didik agar mempunyai
kemampuan sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
Dengan kata lain pendidikan memperlihatkan keterbatasan dalam waktu, tempat, bentuk kegiatan dan
tujuan dalam proses berlangsungnya pendidikan.

Dalam pengertian luas terbatas memberikan alternatif definisi pendidikan, yaitu dengan melihat
kelemahan dari definisi pendidikan maha luas yang tidak tegas menggambarkan batas-batas pengaruh
pendidikan dan bukan pendidikan terhadap pertumbuhan individu. Sedangkan kekuatannya terletak
pada menempatkan kegiatan atau pengalaman-pengalaman belajar sebagai inti dalam proses
pendidikan yang berlangsung dimanapun dalam lingkungan hidup, baik sekolah maupun di luar sekolah.
Selanjutnya kelemahan dalam definisi sempit pendidikan, antara lain terletak pada sangat kuatnya
campur tangan pendidikan dalam proses pendidikan sehingga proses pendidikan lebih merupakan
kegiatan mengajar daripada kegiatan belajar yang mengandung makna pendidikan terasing dari
kehidupan sehingga lulusannya ditolak oleh masyarakat. Adapun kekuatanya, antara lain terletak pada
bentuk kegiatan pendidikannya yang dilaksanakan secara terprogram dan sistematis.

Definisi alternatif adalah definisi dialektis yang memadukan pengertian-pengertian yang menjadi
kekuatan pada definisi maha luas dan definisi sempit, sekaligus menghilangkan kelemahan-
kselemahannya. Definisi alternatif merupakan definisi luas yang maknanya berisi berbagai macam
pengalaman belajar dalam keseluruhan lingkungan hidup, baik di sekolah maupun di luar sekolah yang
sengaja di selenggarakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam hal ini tujuan pendidikan.

Urgensi Bangunan Filsafat Pendidikan Islam

Para ahli telah menyoroti dunia pendidikan yang berkembang saat ini, baik dalam pendidikan Islam pada
khususnya mauapun pendidikan pada umumnya, bahwa pelaksanaan pendidikan tersebut kurang
bertolak dari atau belum dibangun oleh landasan filosofis yang kokoh, sehingga berimplikasi pada
kekaburan dan ketidakjelasan arah dan jalannya pelaksanaan pendidikan itu sendiri.Kegelisahan yang
dihadapai oleh Abdurrahman misalnya, yang dikutib dari Muhaimin, mengemukakan bahwa
pelaksanaan pendidikan agama Islam selama ini berjalan melalui cara dialektis metodis seperti halnya
pengejaran umum, dan lebih didasarkan pada basis pedagogis umum yang berasal dari filsafat penelitian
model Barat, sehingga lebih menekankan pada “transisi pengetahuan agama”. Untuk menemukan
pedagogis Islam diperlukan lebih dahulu rumusan filsafat pendidikan Islam yang kokoh.

Para ahli di bidang pendidikan telah meneliti secara teoritis mengenai kegunaan filsafat Islam. Misalnya
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany yang dikutip oleh Abudin Nata, mengemukakan tiga manfaat
dari mempelajari filsafat pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut;

Filsafat pendidikan dapat menolong para perancang pendidikan dan orang-orang yang melakukannya
dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran sehat terhadap proses pendidikan.

Filsafat pendidikan dapat menjadi asas yang terbaik untuk penilaian pendidikan dalam arti yang
menyeluruh.

Filsafat pendidikan Islam akan mendorong dalam memberikan pendalaman pikiran bagi faktor-faktor
spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, dan politik di negara kita.
Lebih lanjut Muzayyin Arifin menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan akan bertugas sebagai;

Mamberikan landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaan pendidikan yang
berdasarkan ajaran Islam

Melakukan kritik dan koreksi terhadapa proses pelaksanaan tersebut,

Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan tersebut.

Berdasarkan pada kutipan di atas timbul kesan bahwa kegunaan dan fungsi filsafat pendidikan Islam
ternyata amat strategis. Ia setidaknya menjadi acuan dalam memecahkan berbagai persoalan dalam
pendidikan. Filsafat akan membantu mencari akar dari setiap permasalahan pendidikan. Dengan
berdasarkan pada filsafat pendidikan ini setiap masalahn pendidikan akan dapat dipecahkan secara
komprehensip, integrated, dan tidak partial, tambang sulam atau sepotong-potong.Membangun Tradisi
Keilmuan Pendidikan Islam

Jika kita perhatikan masa kejayaan Islam, tentunya hal yang menarik kita perhatikan adalah tradisi
keilmuan masyarakat Islam pada waktu itu. Kesadaran akan ilmu dan kecintaan akan ilmu sangat tinggi,
tradisi yang berkembang pada waktu itu adalah tradisi membaca, menulis, berdiskusi,
keterbukaan/kebebasan berfikir, penelitian serta pengabdian mereka akan keilmuan yang meraka
kuasai.

Tradisi itu terlihat dari; kecintaan mereka akan buku-buku yang hal itu dibarengi dengan adanya
perpustakaan-perpustakaan baik atas nama pribadi yang diperuntukkan kepada khalayak umum atau
yang disponsori oleh khalifah, para ulama biasanya open hause bagi siapa aja yang mau datang
kerumahnya untuk membaca, kedudukan meraka juga dimata masyarakat sangat mulia. Sedemikian
cintanya masyarakat akan ilmu sampai-sampai khalifah pada waktu itu untuk merebut hati masyarakat
harus memberi perhatian kepada pengembangan ilmu. Kebebasan berpikir yang tinggi memicu tradisi
berdiskusi dan berdebat, meraka menjadikan perpustakaan dan masjid sebagai tempat bertemu untuk
berdiskusi. kebutuhan untuk berkarya, sehingga kemandekan pemikiran bisa diatasi.

Tradisi keilmuan ini juga telah berkembang di tradisi keilmuan barat; motivasi mereka sangat tinggi
untuk mencari ilmu, tradisi membaca dan berdiskusi tinggi, tradisi meneliti yang tinggi, keterbukaan
berfikir dan kebutuhan untuk berkarya juga sangat tinggi. Teknologi dan informasi kebanyakan dikuasai
oleh barat, banyak temuan dan peraih nobel pengetahuan bukan dari kalangan Islam. Inilah menurut
penulis kemajuan barat dan Islam abbasiyah dalam hal ilmu pengetahuan yang perlu kita kembangkan
dalam rangka kemajuan dibidang pendidikan Islam. Inilah yang harus kita lakukan untuk mengejar
ketertinggalan. Kita harus membangun tradisi keilmuan yang kondusif dalam lingkungan masyarakat
akademis. Menciptakan tradisi membaca, tradisi menulis, berdiskusi, meneliti, keberanian untuk berfikir
kreatif dan terbangunnya kebutuhan akan berprestasi dan berkarya.
Probem pendidikan Islam adalah problem sistemik, kita perlu melibatkan berbagai pihak untuk bisa
lepas dari keterpurukan. Mulai dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan besarbagi sistem pendidikan
nasional dan sebagai pengayom pelaksanaannya, lembaga pendidikan Islam, pendidik, peserta didik
sampai kepada orang tua pendidik (anak didik) .

Tradisi atau iklim akademis yang kondusif perlu didukung oleh berbagai pihak dari

mulai kebijakan pemerintah yang mampu menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai, fasilitas bisa
berupa sarana praktikum, buku dan gedung yang kondusif untuk sarana belajar dan akses pendidikan
untuk warga miskin. Pemerintah harus cermat dalam menentukan anggaran pendidikan serta
mengawalnya, sehingga tidak ada penyelewengwan anggaran pendidikan yang hal itu memperngaruhi
pelaksanaan program pendidikan.

Bagi lembaga sekolah dan pendidik harus mampu memberikan kebijakan dalam rangka membentuk
tradisi intelektul (membaca, menulis, meneliti dan berdikusi serta berkarya) di kampus atau disekolah,
misalnya dengan mengadakan lomba karya tulis ilmiah, lomba penelitian, lomba debat, memberikan
motivasi untuk membaca, menggunakan metode dan media yang bisa mengembangkan daya pikir,
kreatifitas, membuat program-program lainya untuk pengembangan diri dan menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk belajar.

Bagi orang tua membantu menciptakan suasana akademis dirumah, dengan mengarahkan meraka untuk
belajar dan selalu memotivasi meraka untuk maju. Orang tua juga berkewajiban mengawasi prilaku anak
didik, orang tua juga harus mengetahui program sekolah, sehingga kegiatan sekolah terbantu oleh orang
tua ketika mereka berada diluar sekolah. Antara sekolah (lembaga Pendidikan Islam), guru (pendidik)
dan orang tua anak didik harus saling komunikasi; Sekolah mengetahui kebutuhan masyarakat dan
masyarakat mengetahui kebutuhan sekolah, mengetahui problem anak didik dan sebagainya. Hal ini
memungkinan untuk mengetahui dan selanjutnya membicarkan problem-prolem pendidikan yang
sedang terjadi, sehingga ditemukan solusi yang tepat untuk berbagai pihakPengembangan tradisi-tradisi
keintelektualan seperti diatas harus dikembangkan mulai dari pendidikan dasar. Jika tradisi tersebut
tidak dikembangkan dari pendidkan dasar, maka pendidik akan kesulitan menciptakan tradisi keilmuan
untuk mereka, sehingga penciptaan tradisi itu selalu terlambat untuk diterapkan.

Learning Society; Upaya Memberdayakan Pendidikan Masyarakat.

Keprihatikan bangsa ini yang dilanda krisis multidimensi dalam berbagai aspek kehidupan menuntut
peran pendidikan Islam sebagai benteng sekaligus mencetak generasi penerus untuk memperbaiki
kondisi yang ada. Menjadi sangat wajar jika beban dari krisis ini seluruhnya dibebankan kepada
pendidikan. Baiknya suatu bangsa bisa dilihat dari baiknya pendidikannya, majunya suatu bangsa juga
dipengaruhi dari pendidikannya.
Persepsi masyarakat terhadap sekolah mewakili kondisi yang ada dalam masyrakat/negara. Kenyataan
ini, misalnya, telah pula mendapat perhatian para filosof sejak zaman Plato dan Aristoteles,
sebagaimana diungkapkan bahwa ‘as is the state, so is the shool’ (sebagaimana negara, seperti itulah
sekolah), atau ‘what you want in the state, you put into school’ (apa yang anda inginkan dalam negara,
harus anda masukkan dalam sekolah). Hal ini menunjukan, bahwa keberhasilan dari proses pendidikan
tidak hanya dipengaruhi oleh pihak sekolah saja, tetapi peran keluarga dan masyarakat juga
berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan. Berangkat dari hal inilah maka perlu diperhatikan
lingkungan di luar sekolah, baik secara formal maupun non formal, bahkan informasi sekaligus. Harus
ada upaya menciptakan lingkungan yang kondusif, yang mampu mengembangkan potensi masyarakat
guna mewujudkan tujuan pendidikan yang disepakati bersama.

Pengembangan pendidikan di Indonesia, hendaknya dilihat sebagai suatu proses kelangsungan


peradaban bangsa, maka faktor-faktor psiko sosial budaya perlu diikutsertakan dalam merancang
pendidikan, dan perlu diciptakan situasi yang kondusif dalam pembelajaran. Tranformasi sosial
psikologis dan budaya adalah suatu keniscayaan yang dihadapai bangsa ini, tetapi hal itu bisa
dikendalaikan, khususnya dalam sektor pendidikan. Transformasi ini memunculkan tatanan baru dalam
masyarakat, untuk itu perlu pendekatan sejenis sosial and culture engenering yang mampu
mengendalaikan perubahan dan pergeseran ke arah yang diinginkan.Dalam upaya menciptakan situasi
kondusif bagi keberhasilan belajar hanya dapat terjadi bila seluruh masyarakat kita menuju masyarakat
learning society. Artinya, proses mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang diamanatkan oleh UUD
1945 hendaknya diselenggarakan melalui tiga jalur institusi pendidikan, yaitu;

(1) lingkungan atau jalur sekolah dan jalur luar sekolah,

(2) dilaksanakan oleh berbagi pihak termasuk kerjasama masyarakat dengan pemerintah.

(3) merupakan kegiatan yang tidak terputus-putus higga dapat disebut sebagai pendidikan seumur hidup
(life long education). Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mewujudkan masyarakat belajar
adalah dengan memberdayakan keluarga agar menjadi keluarga yang gemar belajar. Dalam
memberdayakan pendidikan keluarga, relevan untuk ditampilakan beberapa fungsi keluarga, yaitu:

(a) fungsi keagamaan,

(b) fungsi cinta kasih,

(c) fungsi reproduksi,

(d) fungsi ekonomi,

(e) fungsi pembudayaan,

(f) fungsi perlindungan,

(g) fungsi pendidikan dan sosial, dan

(h) fungsi pelestarian lingkungan.


Disamping memberdayakan pendidikan keluarga, upaya mewujudkan learning society adalah dengan
menciptakan partisipasi masyarakat, mewujudkan pendidikan yang berasal dari masyarakat, oleh
masyarakat, untuk masyarakat. Dengan pendekatan demikian diharapkan akan mempertebal rasa self of
belonging yang akhirnya tumbuhnya rasa tanggung jawab atas kondisi yang ada. Sehingga dengan
learning society diharapkan akan terwujud masyarakat madani (civil society), hal ini sekaligus sebagai
alternatif dalam mengatasi masalah yang melanda negara ini.Semoga. Allahu a’lam bi showa

Filsafat Pendidikan Islam

Diskusi seputar dunia pendidikan dapat menggunakan ruang ini…

A. Pendahuluan

Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua
mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau
salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. 1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan
terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan
arti sebagai informal. 2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang
sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal. 3) Filsafat adalah usaha untuk
mendapatkan gambaran keseluruhan. 4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta
penjelasan tentang arti kata dan konsep. 5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang
langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran
dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena
ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-
sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa
ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat
atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme,
atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .

Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah
menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena
itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental
(mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.

B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam


Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu
atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap
pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan
cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan
menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti
mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat
berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka
(loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab
disebut failasuf.

Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-
perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang
menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian
fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan
demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau
kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.

Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan
dalam praktek pendidikan. Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad
D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.

Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu: (1)
Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar; (2)
Ada pendidik, pembimbing atau penolong; (3) Ada yang di didik atau si terdidik; dan (4) Adanya dasar
dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.

Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif
dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama
yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari
akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan
penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di
dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah
pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al
Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh
perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist,
sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah
pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life
education ).

Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al-
Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran.
Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat
kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang
menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan,
serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.

Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah : “ Dan
demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu
tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki
diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada
jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )”

Dan Hadis dari Nabi SAW : “ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang
senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal
pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh
kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”

Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :

1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang
lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.

2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan
ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.

3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk
kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi
petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam. Bagi umat Islam maka dasar
agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam
bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini.
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk
mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi
muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-
baiknya. Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak
penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki
lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan
memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan
menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat,
guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan
ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik. Kalau teori pendidikan hanyalah semata-
mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang
menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut
bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua
tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit
yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa
mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum
dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya.

Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang
penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yang ideal. Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan
dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari,
bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik
daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan
masalah yang sangat mendasar.

Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam
berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah
dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar
bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan
kemajuan.

Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan
Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :

1. Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta
tanggung jawab dalam kehidupannya.
2. Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya
terhadap ketertiban masyarakatnya.

3. Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya.

4. Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar
memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia
untuk mengambil manfaatnya.

Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan
suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang
didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para
filosof Muslim, sebagai sumber sekunder.

Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan
yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan
filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat
pada umumnya.

C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui
sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku
yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu,
mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya
atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan
Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal)
tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan
menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa
ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.

D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam


Prof. Mohammad Athiyah Abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5
tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha
“ yaitu :

1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak
adalah jiwa pendidikan Islam.

2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh
perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh
perhatian kepada keduanya sekaligus.

3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia
mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra,
kesenian, dalam berbagai jenisnya.

4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi
tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan
mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.

5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah
semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-
segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan
manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.

E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam

Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal
sebagai berikut :

Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini
dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para
filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek
kependidikan.

Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan
melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian
rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa
Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad
Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.

Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis,
yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara
induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.

Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan
pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam
analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan
fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan
dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu
fenomena.

F. Penutup

Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama
ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam
bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki
konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.

Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-
bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan
memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten. Namun
demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan
mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan
dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan. Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan
penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang
dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman
mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita
sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.

You might also like