You are on page 1of 7

KENYATAAN DAN TANTANGAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN FLORES TIMUR Oleh: Gusti Candra Larantuka, 13 Juli 2009

1. MEMBACA SITUASI PENDIDIKAN KITA 1.1. Hakikat, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional Pendidikan merupakan hak kodrati setiap makhluk insani, atau dalam ungkapan modern adalah hak asasi setiap manusia. Undang-Undang Dasar negara kita, dalam pasal 31 ayat 1 menandaskan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pengajaran atau pendidikan yang layak. Hal ini dipertegas lagi dalam UU RI No. 2, Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 5 UU ini ditekankan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Oleh karena itu, pengaturan pelaksanaan hak tersebut tidak boleh mengurangi arti keadilan dan pemerataan bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan merupakan usaha yang sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. UU yang sama di atas menggarisbawahi tujuan pendidikan nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Di sini, menurut UU ini, yang menjadi fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya perwujudan tujuan nasional di atas. Dalam fungsi seperti ini, pendidikan berusaha mengembangkan dan menjamin kelangsungan hidup, dengan berusaha mengembangkan kemampuan, mutu dan martabat kehidupan manusia, memerangi segala kekurangan, keterbelekangan, dan kebodohan. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan instrumen pembebasan dan pemberdayaan. Menelaah secara cermat hakikat, tujuan dan fungsi pendidikan di atas, pertanyaan penting yang patut diajukan: sungguhkan pendidikan telah membebaskan dan memberdayakan?

1.2. Membaca Kenyataan Pendidikan di Flores Timur Ada dua kenyataan yang kami pandang penting sehubungan dengan dunia pendidikan dewasa ini, khususnya di Flores Timur yakni kenyataan sumber daya manusia dan kenyataan tingkat perekonomian. 2.2.2.1. Sumber Daya Manusia Dunia pendidikan era globalisasi menuntut sebuah tanggung jawab profesional yang tinggi dari pendidik. Hal ini berkaitan erat dengan sumber daya manusia (SDM) seorang pendidik yang tidak sekadar memadai dalam kuantitas, tetapi harus memadai pula dalam kualitas persona. Artinya, pendidik yang yang profesional sangat bergantung juga pada kualitas-kualitas yang dimilikinya. Misalnya, demi mendukung dan memajukan suatu sistem penerapan pendidikan yang baik dan trampil, seorang pendidik harus bersedia bekerja sama, siap mendengarkan, dan berani menerima kritikan. Semua aspek ini perlu digalakkan dalam rangka memajukan pendidikan yang bermutu. Dalam hal sumber daya manusia (guru) di Flores Timur, masih ditemukan beberapa kendala seperti kekurangan tenaga guru di sekolah yang mengakibatkan meningkatnya beban mengajar, kurangnya semangat pengabdian dari guru terhadap sekolah (loyalitas guru lemah), sekolah dilihat sebagai lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, guru-guru bertindak diktator dan otoriter dalam mendidik anak-anak, individualitas yang menyata dalam lemahnya semangat kerja sama di antara para guru dan kecenderungan setiap guru untuk hanya mengandalkan kehebatan pribadi. Hal lain misalnya, kurang bahkan belum adanya regenerasi dan persiapan tenaga baru yang berkompeten di bidang karya tertentu dan minimnya profesionalisme karena kebanyakan tenaga yang direkrut pada umumnya kurang memiki pengetahuan dasar. Akibatnya, pendidikan yang diterapkan para pendidik belum diinternalisir dengan baik oleh peserta didik. 2.2.2.2. Tingkat Perekonomian Kenyataan lain yang ditemukan, yakni bahwa lembaga pendidikan di Flores Timur tidak dapat dilepas-pisahkan dari tuntutan ekonomi. Aspek ekonomi turut mempengaruh mutu pendidikan dengan memberikan sumbangannya dalam hal

3 sarana-prasarana. Dalam lembaga-lembaga pendidikan masih ditemukan

kurangnya sarana-prasarana pendidikan. Kita masih menemukan kekurangan bukubuku perpustakaan yang mengakibatkan kurang efektifnya penerapan Cara Belajar Siswa Aktif. Demikian pun masih minimnya persediaan ruangan-ruangan dan saranasarana praktik bagi para siswa-siswi. MEMBACA TANTANGAN SECARA BARU Berdasarkan kenyataan yang telah dikemukakan di atas, kami ingin melihat tantangan-tantangan yang ada dalam kenyataan tersebut dan membacanya secara baru, dalam arti secara lebih luas dan mendalam. Ada sekian banyak kenyataan yang berisikan tantangan yang patut mendapat perhatian berkenaan dengan dunia pendidikan. Kami akan menguraikan tantangan itu dalam dua hal penting, yakni tantangan personalitas dan profesionalitas seorang pendidik, dan tantangan ekonomi yang turut mempengaruhi perkembangan pendidikan kita. 1.3. Personalitas dan profesionalitas Dalam dunia pendidikan pada umumnya, setiap komponen yang menjalankan pendidikan sewajarnya memiliki kedua aspek penting di atas. Aspek personalitas sesungguhnya berkaitan dengan nilai-nilai, kualitas-kualitas, kebajikan-kebajikan manusiawi yang dibatinkan dan dihayati dalam kehidupan nyata. Aspek ini tertuju pada pembentukan manusia seutuhnya; membentuk pribadi yang integral dalam psiko-spiritual, psiko-emosional, humaniora lainnya. Sedangkan profesionalitas berkaitan dengan aspek sosialitas seorang manusia, dan aspek-aspek kemampuan

seseorang dalam menjalankan ataupun menerjemahkan keahlian ataupun kecakapan yang dimilikinya. Kedua aspek tersebut mesti dilihat sebagai satu-kesatuan yang tak terpisahkan. Satu ada untuk mendukung yang lain. Sebab bisa terjadi bahwa seseorang memiliki kepribadian yang baik (personalitas) tetapi tidak profesional dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya. Sebaliknya, bisa ditemukan bahwa seseorang memiliki kemampuan yang luar biasa (profesionalitas), namun rapuh dalam hal kepribadiannya. Yang menjadi soal, entahkan para pendidik kita telah memiliki aspek personalitas dan profesionalitas dalam arti yang sesungguhnya? Bila belum, di manakah letak persoalannya?

4 Kita bisa saksikan para pendidik di Kabupaten Flores Timur. Kita sering mendengar atau menyaksikan para pendidik kita yang tidak bermoral, yang tidak suka dikritik, yang egoistis, yang mementingkan diri sendiri, yang menutup diri terhadap pembaruan, serta sulit membangun kerja sama. Kita masih menjumpai para pendidik kita yang tidak disiplin dan tidak bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya. Ada para pendidik kita yang sulit menghargai pendapat siswa-siswinya, dan menjadikan ajarannya sebagai yang paling benar. Kita juga merasa prihatin dengan profesionalitas seorang pendidik. Ada pendidik kita yang lebih suka mengajar dari mimbar-mimbar kelas dan menjejal pikiran para murid dengan setumpuk diktat dan buku, tanpa atau kurang memberi peranan para murid untuk berpikir secara kritis. Hubungan yang dibangun lebih bersifat monologal. Guru mendominasi proses belajar-mengajar, sedangkan para murid diharuskan untuk siap menerima. Kesempatan para murid untuk mencari dan mendalami bahan-bahan pendidikan dibatasi bahkan ditiadakan. Murid diajar untuk menghafal dan mesti menjawab soal-soal ujian seperti yang diajarkan. Sementara itu, butir-butir pelajaran yang membutuhkan penelitian atau praktik lapangan membingungkan para pendidik kita diakibatkan oleh tidak adanya kecakapan/keahlian dalam bidang itu. Di daerah kita, kita masih menjumpai banyak pendidik yang asal jadi yang mendidik anak-anak bangsa ini dengan pengetahuan yang minim. Itulah sederetan keprihatinan terhadap sumber daya manusia seorang pendidik. Bila demikian halnya, lantas hendak menuju ke mana pendidikan kita dewasa ini? Mengapa SDM pendidik kita masih rendah? Persoalan tetap kita tempatkan dalam pribadi pendidik bersangkutan, lembaga penyelenggara pendidikan serta pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan formal kita. Soal personalitas pertama-tama mesti dikembalikan kepada pendidikan dasar dalam rumah. Kita bisa memprediksikan pribadi macam apa yang akan dihasilkan bila berasal dari sebuah rumah tangga yang menyepelekan kualitas-kualitas, kebajikan-kebajikan manusiawi. Lebih parah lagi bila sekolah acuh tak acuh terhadap peserta didiknya yang berasal dari rumah tangga yang demikian. Persoalan profesionalitas, bisa jadi, berakar pada sistem pendidikan kita yang umum, yang tidak memperhatikan spesialisasi yang berkualitas, tetapi lebih mementingkan ijazah, sebagai bukti akademik, sekalipun sesudah meraihnya ia tetap tinggal sebagai seorang yang bodoh dan menganggur. Boleh juga kita katakan bahwa persoalan ini berakar dan bertahan kuat karena pribadi yang bersangkutan tidak

5 menyadari pentingnya kedua aspek tersebut, dan dalam pendidikan tidak mempedulikan personalitas dan profesionalitas. Rapuhnya aspek personalitas dan rendahnya mutu profesionalitas dalam diri seorang pendidik berimplikasi pada pendidikan generasi muda Flores Timur. Masa depan generasi muda Flores Timur akan hancur hanya karena mereka salah dididik oleh pendidik yang tidak memiliki nilai-nilai kemanusiaannya dan yang tidak profesional. Dengan demikian, daerah yang sudah terbeban oleh aneka persoalan ini akan mendapat beban baru karena mempunyai banyak anaknya yang tidak bermutu dan tidak berguna. 3.2. Rendahnya Tingkat Perekonomian Salah satu faktor pendukung terselenggaranya pendidikan yang bermutu adalah hal finansial. Betapa pentingnya faktor ini sehingga kita sering berhadapan dengan masyarakat kita yang tidak berpendidikan, yang salah satu penyebabnya adalah keterbatasan keuangan untuk membiayai pendidikan. Kita juga sering menjumpai sekolah-sekolah yang kurang diminati oleh masyarakat karena selain mutu yang rendah, tetapi juga karena minimnya sarana prasarana yang dimiliki hanya karena keterbatasan dana untuk pengadaannya. Dalam cakupan Kabupaten Flores Timur, kita masih berhadapan dengan kondisi perekonomian rakyat kebanyakan yang masih berada pada atau di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan ini dapat merupakan akibat perekonomian global yang menciptakan struktur yang tidak adil, juga akibat krisis perekonomian nasional yang semakin memojokkan masyarakat, juga karena keterbatasan lahan usaha. Sebagian besar masyarakat memiliki penghasilan yang rendah sementara tuntutan hidup cukup tinggi. Memang masyarakat kita sudah mulai memahami pentingnya pendidikan sebagai sarana pembebasan dan pemberdayaan. Masyarakat melihat pentingnya pendidikan dalam rangka persiapan masa depan yang lebih baik bagi anggotanya. Namun, mereka tetap terkurung dalam ketakberdayaan karena sekolah yang bermutu terlampau mahal bagi mereka. Kalau pun ada sekolah yang menerima anak-anak mereka untuk dididik, itu hanya semata-mata agar anak mereka dapat memperoleh ijazah, sedangkan persoalan berkualitas dan memiliki ketrampilan tertentu itu bukan urusan mereka. Boleh jadi juga, sekolah seperti ini lebih mementingkan aspek ekonomi, dan bukannya pendidikan manusia yang bermutu.

6 Kita menyadari bahwa faktor ekonomi sangat mempengaruhi sumber daya manusia. Sekadar memandang ke lembaga-lembaga pendidikan pemerintahan, secara umum bahwa pemerintah menyediakan sarana-prasarana yang mendukung kegiatan pendidikan, meski sarana-prasarana itu tidak merata untuk setiap daerah. Secara umum pula, pendidikan ini menuntut biaya yang tidak terlalu mahal. Namun, yang menjadi soal: apakah para pendidiknya yang kebanyakan pegawai negeri sungguhsungguh mengabdi pada pendidikan? Selain itu, apakah sarana-sarana pendukung terselenggaranya sebuah pendidikan yang bermutu, seperti perpustakaan dan ruangruang dan peralatan praktik sungguh memadai? Kita dapat memprediksikan output yang dihasilkan dari lembaga pendidikan yang demikian, yakni output yang asal jadi, yang tidak bermutu, yang hanya mengejar selembar ijazah. Sementara itu dalam lembaga-lembaga pendidikan swasta, khususnya lembaga pendidikan yang dikelola oleh organisasi atau serikat religius Katolik, ada kesan yang muncul bahwa lembaga-lembaga itu terlampau mahal untuk masyarakat. Masyarakat kita sulit membiayai anak-anaknya dalam lembaga-lembaga pendidikan yang demikian. Agaknya, lembaga-lembaga pendidikan Katolik sulit menemukan cara yang tepat, yang di satu pihak tetap memperhatikan mutu pendidikannya yang tentu saja membutuhkan biaya yang besar dan di lain pihak tetap ber-option pada orang miskin. Memang ada kebijakan klasifikasi dalam biaya pendidikan. Akan tetapi, kita tetap saja menemukan bahwa rakyat kecil menjadi kelompok minoritas dalam lembaga-lembaga pendidikan Katolik. Bahkan justru dengan sistem seperti ini, dunia pendidikan justru memperkuat klasifikasi sosial masyarakat antara yang kaya dan yang miskin. Lebih memprihatinkan lagi, bila biaya pendidikan yang terlampau mahal itu tidak diimbangi dengan mutu para pendidik dan dukungan sarana-prasarana yang memadai. Kita menemukan mengakui cara bahwa pihak penyelenggara membantu pendidikan masyarakat Katolik miskin belum untuk yang terbaik untuk

mendapatkan pendidikan yang layak. Demikian pun pemerintah kita yang tampaknya kurang peduli dengan mutu pendidikan masyarakat. Pemerintah telah bersikap menganaktirikan lembaga-lembaga pendidikan swasta. Pengadaan sarana-prasarana lebih banyak ditujukan kepada sekolah-sekolah negeri. Pemerintah juga kurang memberi perhatian pada biaya pendidikan warganya yang kurang mampu. 4. PROYEKSI

7 Kita menyadari bahwa banyak persoalan yang sedang meliliti dunia pendidikan di Kabupaten Flores Timur. Berhadapan dengan persoalan-persoalan tersebut, tidak ada pilihan lain selain membenahi seluruh faktor yang mempengaruhi pendidikan, yang antara lain disebutkan dalam tulisan ini. Berkaitan dengan personalitas dan profesionalitas, hal ini harus dimulai dari diri guru bersangkutan. Guru harus mengembangkan potensi-potensi kepribadian dan kualitas kemampuan akademik. Para guru harus mulai dari dirinya sendiri, membiasakan diri untuk memiliki motivasi yang kuat mengembangkan pendidikan, semangat pengabdian yang tinggi, dan sikap disiplin kerja yang berkualitas. Sedangkan berkaitan dengan profesionalitas, perlu membuka diri untuk belajar dari pelbagai referensi yang didukung oleh pemerintah, misalnya lewat pelatihan-pelatihan. Sedangkan pemerintah berkaitan maupun dengan seluruh persoalan ekonomi, penyelenggara perlu pendidikan, bekerjasama stakeholder pendidikan

mengembangkan pendidikan yang berpihak kepada semua komponen masyarakat, termasuk masyarakat sesderhana.

You might also like