You are on page 1of 53

Letusan Gunung Tambora Bakal Terulang (2)

Oleh: Ellyzar Zachra PB Minggu, 25 April 2010 | 16:58 WIB INILAH.COM, Jakarta- Letusan Gunung Tambora di Sumbawa April 1815 menyebabkan malapetaka hebat hingga ke Eropa. Apakah letusan terhebat yang mengirim abu hingga seluruh dunia itu bisa terjadi lagi? Jawaban ya! Letusan Gunung Tambora menewaskan 92 ribu orang dan mengirim abu hingga ribuan mil jauhnya. Letusan di Sumbawa itu bahkan membawa dampak besar bagi sejarah di Eropa. Tahun 1816 dikenal dengan sebutan tahun tanpa musim panas setelah abu beredar di seluruh dunia dan menghalangi sinar matahari. Kelaparan, penyakit, dan kemiskinan menyebar di sepanjang Eropa dan utara Amerika. Sementara Italia mendapatkan salju merah secara teratur, yang disebabkan abu vulkanis. Lukisan matahari terbenam yang dramatis pada masa itu juga terinspirasi letusan ini. Letusan Tambora memiliki skala VEI yang menurut ilmuwan hanya terjadi sekali dalam 1,000 tahun. Lalu setelah tidur lebih dari 1.600 tahun, apakah gunung ini akan kembali memuntahkan kedahsyatannya? Menurut ahli geologi ITB Rudi Rubyandini, Tambora merupakan gunung api yang masih aktif dan memiliki kesempatan yang cukup besar untuk meletus kembali, meskipun kapan terjadinya tidak dapat dipastikan. Sebagian besar ahli melihat siklus. 100 hingga 150 tahun untuk Krakatau atau Galunggung. Lalu 200 hingga 300 tahun bagi Semeru. Kalau untuk Tambora sendiri, ini masih gunung api aktif, jadi masih punya kesempatan cukup tinggi untuk meletus lagi. Tapi untuk pastinya kapan belum dapat diketahui, ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (23/4). Menurut Rudi, letusan gunung Tambora di 1815 telah mengeluarkan energi yang begitu besar. Oleh karena itu butuh waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan energi kembali. Meskipun saat ini tidak tampak aktivitas signifikan dari Tambora, namun hal itu masih harus diwaspadai. Sebenarnya yang tidak banyak aktivitas itu yang kemungkinan akan mengeluarkan letusan begitu besar, karena gunung tersebut menyimpan energi tanpa dikeluarkan. Energi magma yang mereka simpan jadi besar, katanya. Rudi mengambil contoh peristiwa Tangkuban Perahu, 20 tahun silam. Gunung itu sebelumnya tidak tampak terlihat ada aktivitas namun tetap saja terjadi letusan. Padahal tidak ada yang mengira soal Tangkuban Perahu ini. Meskipun kita telah memiliki seismograf

yang dapat mengukur getaran sebagai tanda bahaya, namun tetap saja kita tidak boleh meremehkan gunung api aktif yang sudah lama tidak beraktivitas, karena sebenarnya mereka sedang menyimpan energi, kata Rudi. Kemungkinan Tambora untuk aktif kembali juga diyakini Andri Slamet Subandrio, dosen geologi bebatuan ITB. Pada dasarnya Gunung Tambora adalah gunung aktif. Oleh karena itu, sampai sekarang masih dipantau Direktorat Vulkanologi bagian mitigasi bencana. Namun masalahnya, belum ada teknologi apapun yang dapat memastikan dengan jelas kapan sebuah gunung akan meletus, ujarnya. Namun menurut Andri, untuk gunung besar semacam Tambora, butuh waktu yang cukup panjang untuk meletus setelah sebelumnya terjadi letusan besar. Ini bisa sampai puluhan atau ratusan tahun lagi, imbuhnya. Adri menjelaskan hal itu karena pengumpulan energi gunung api dari pergerakan magma di mantel bumi pada dasarnya lambat. Belum lagi jika terjadi bocoran energi ke gunung di sekitarnya, maka akan butuh waktu yang semakin lama, katanya. Namun Andri juga menegaskan bahwa siklus tidak dapat dipastikan sebagai patokan utama. Contohnya di 2002. Di Jawa Barat, awalnya yang diamati adalah Gunung Guntur, tapi ternyata Gunung Papandayan. Padahal sebelumnya banyak yang mengira gunung ini telah berada di masa istirahat karena masuk di fase vumarol di mana muncul sumber panas di bagian permukaan, jelas Andri. Andri menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah gunung yang paling banyak di Dunia. Indonesia memiliki 425 gunung api dimana 125 di antaranya adalah gunung aktif yang tersebar sepanjang pulau Sumatera, Jawa hingga pulau Banda. Indonesia terletak di zona penunjaman lempeng samudera dari wilayah utara Sumatera, terus ke Jawa, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat hingga ke Banda. Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki palung laut dalam di mulai dari ujung Sumatera hingga banda. Wilayah geologis Indonesia memang sangat potensial untuk terbentuknya gunung api, jelas Andri. Rudi mengatakan keberadaan gunung berapi patut disyukuri. Gunung api berfungsi sebagai sumber air, emas, perak, besi, granit serta sebagai sumber panas bumi. Tidak hanya itu, bagi pertanian sangat berfungsi karena menyebabkan tingginya kandungan hara serta temperatur yang dingin di mana cocok bagi pertumbuhan tanaman. [mdr/habis]

Ternyata Letusan Gunung Tambora 1:10.000 Lebih Dahsyat Dibanding Eyjafjallajokull

Letusan Gunung Eyjafjallajokull di Islandia menyemburkan abu vulkanik yang memusingkan, karena mengacaukan lalu lintas udara Eropa. Ribuan penumpang tertahan di bandara, perekonomian terganggu, barang-barang komoditas pertanian membusuk karena tak bisa dikirim. Namun, menurut laman Wall Street Journal, Sabtu 24 April 2010 dampak letusan Gunung Eyjafjallajkull tak sebanding dengan letusan Gunung Tambora di Sumbawa Indonesia. Pada 5 April 1815 sore, gunung berapi Tambora mulai bergemuruh dan 'batuk -batuk'. Kondisi ini terjadi dalam beberapa hari. Beberapa hari kemudian, pada 11 dan 12 April letusan Gunung Tambora mencapai klimaksnya. Gunung besar itu meletus, getarannya mengguncangkan bumi hingga jarak ratusan mil. Selama lebih dari 10 hari kemudian, Tambora mengeluarkan 24 kubik mil (1 mil = 1,6 kilometer) lava dan bebatuan gunung. Saking dahsyatnya, di puncak Tambora tercipta kawah selebar tiga mil dan dalamnya hampir 1 mil. Lelehan lava panas, batu yang berterbangan, dan gas mematikan yang keluar dari perut Tambora saat itu menewaskan puluhan ribuan orang. Jutaan ton abu dan debu memenuhi udara, mengubah siang hari menjadi gelap gulita. Debu tebal menyelimuti wilayah kaki gunung dan bahkan Bali. Debu menutup semua vegetasi di Pulau Bali dan menyelimuti lautan. Sekitar 117.000 orang di wilayah yang dulu dikenal sebagai Hindia Belanda tewas. Banyak dari mereka terkena imbas letusan, jadi korban kelaparan dan penyakit. Itu baru permulaan.

Letusan gunung di Islandia sama sekali bukan bandingan untuk Tambora. Badan Geologi Amerika Serikat atau US Geological Survey bahkan menobatkan letusan Tambora sebagai "yang terkuat sepanjang sejarah". Letusan Tambora bahkan lebih dahsyat dari Krakatau. Menurut data Volcanic Explosivity Index (VEI), indeks letusan gunung yang mirip skala Richter untuk mengukur kekuatan gempa. Perhitungan VEI ada pada skala 1 hingga 8, setiap satu angka adalah 10 lebih besar dari sebelumnya. Tambora ada di level tujuh, Krakatau enam. Ini berarti Tambora lebih kuat 10 kali lebih besar dari letusan Krakatau.

Bagaimana letusan gunung Islandia? Leel VEI-nya hanya dua atau tiga. Atau 10.000 kali lebih lemah dari Tambora. Letusan Eyjafjallajkull 'saja' bisa mempengaruhi atmoser dan membuat dunia penerbangan kalang kabut. Tak terbayang jika Tambora meletus di era ini. Seperti meriam raksasa, tambora menyemburkan abu, debu, dan setidaknya 400 juta ton gas sulfur ke udara, hingga 27 mil tegak lurus ke strastofer, jauh di atas awan cuaca. Ini mengakibatkan ledakan di lapisan troposfer lapisan terdekat dari permukaan Bumi, di mana awan, angin, dan hujan, serta 75 persen dari berat atmosfer berada. Semburan Tambora juga menyobek lapisan tipis ozon yang melindungi Bumi dari radiasi sinar matahari. Karena daya tarik grafitasi yang ringan di angkasa, abu dan debu Tambora melayang dan menyebar mengelilingi dunia. Debu Tambora menetap di lapisan troposfer selama beberapa tahun dan turun melalui angin dan hujan kembali ke Bumi. Letusan gunung Tambora berakibat luar biasa. Gagal panen di China, Eropa, dan Irlandia. Hujan tanpa henti selama delapan minggu memicu epidemi tifus yang menewaskan 65.000 orang di Inggris dan Eropa. Kelaparan melumpuhkan di Inggris. Kegelapan menyelimuti Bumi, menginspirasi novel-novel misteri legendaris misalnya, 'Darkness' atau 'Kegelapan' karya Lord Byron, 'The Vampir' atau 'Vampir' karya Dr John Palidori dan novel 'Frankenstein' karya Mary Shelley. Tambora juga jadi salah satu pemicu kerusuhan di Perancis yang warganya kekuarangan makanan. Juga mengubah sejarah saat Napoleon kalah akibat musim dingin berkepanjangan dan kelaparan pada 1815 di Waterloo.

Gunung Tambora (atau Tomboro) adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di pulau Sumbawa, Indonesia. Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara), Provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya pada 815' LS dan 118 BT. Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan kerak oseanik. Tambora terbentuk oleh zona subduksi di bawahnya. Hal ini meningkatkan ketinggian Tambora sampai 4.300 m[2] yang membuat gunung ini pernah menjadi salah satu puncak tertinggi di Nusantara dan mengeringkan dapur magma besar di dalam gunung ini. Perlu waktu seabad untuk mengisi kembali dapur magma tersebut. Aktivitas vulkanik gunung berapi ini mencapai puncaknya pada bulan April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index.[3] Letusan tersebut menjadi letusan

tebesar sejak letusan danau Taupo pada tahun 181.[4] Letusan gunung ini terdengar hingga pulau Sumatra (lebih dari 2.000 km). Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan gunung ini menyebabkan kematian hingga tidak kurang dari 71.000 orang dengan 11.00012.000 di antaranya terbunuh secara langsung akibat dari letusan tersebut.[4] Bahkan beberapa peneliti memperkirakan sampai 92.000 orang terbunuh, tetapi angka ini diragukan karena berdasarkan atas perkiraan yang terlalu tinggi.[5] Lebih dari itu, letusan gunung ini menyebabkan perubahan iklim dunia. Satu tahun berikutnya (1816) sering disebut sebagai Tahun tanpa musim panas karena perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora ini. Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada abad ke-19.[4] Selama penggalian arkeologi tahun 2004, tim arkeolog menemukan sisa kebudayaan yang terkubur oleh letusan tahun 1815 di kedalaman 3 meter pada endapan piroklastik.[6] Artifakartifak tersebut ditemukan pada posisi yang sama ketika terjadi letusan di tahun 1815. Karena ciri-ciri yang serupa inilah, temuan tersebut sering disebut sebagai Pompeii dari timur.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Geografi 2 Sejarah geologis o 2.1 Pembentukan o 2.2 Sejarah letusan 3 Letusan tahun 1815 o 3.1 Kronologi letusan o 3.2 Akibat o 3.3 Pengaruh global 4 Bukti arkeologi 5 Ekosistem 6 Pengamatan 7 Catatan kaki 8 Daftar pustaka 9 Pranala luar

[sunting] Geografi

Pemandangan gunung Tambora dan sekelilingnya dari udara.

Kawah di puncak gunung Tambora.

Gunung Tambora terletak di pulau Sumbawa yang merupakan bagian dari kepulauan Nusa Tenggara. Gunung ini adalah bagian dari busur Sunda, tali dari kepulauan vulkanik yang membentuk rantai selatan kepulauan Indonesia.[7] Tambora membentuk semenanjungnya sendiri di pulau Sumbawa yang disebut semenanjung Sanggar. Di sisi utara semenanjung tersebut, terdapat laut Flores, dan di sebelah selatan terdapat teluk Saleh dengan panjang 86 km dan lebar 36 km. Pada mulut teluk Saleh, terdapat pulau kecil yang disebut Mojo. Selain seismologis dan vulkanologis yang mengamati aktivitas gunung tersebut, gunung Tambora adalah daerah untuk riset ilmiah arkeolog dan biologi. Gunung ini juga menarik turis untuk mendaki gunung dan aktivitas margasatwa.[8][9] Dompu dan Bima adalah kota yang letaknya paling dekat dengan gunung ini. Di lereng gunung Tambora, terdapat beberapa desa. Di sebelah timur terdapat desa Sanggar. Di sebelah barat laut, terdapat desa Doro Peti dan desa Pesanggrahan. Di sebelah barat, terdapat desa Calabai. Terdapat dua jalur pendakian untuk mencapai kaldera gunung Tambora. Rute pertama dimulai dari desa Doro Mboha yang terletak di sisi tenggara gunung Tambora. Rute ini mengikuti jalan beraspal melalui perkebunan kacang mede sampai akhirnya mencapai ketinggian 1.150 m diatas permukaan laut. Rute ini berakhir di bagian selatan kaldera dengan ketinggian 1.950 m yang dapat dicapai oleh titik pertengahan jalur pendakian.[10] Lokasi ini biasanya digunakan sebagai kemah untuk mengamati aktivitas vulkanik karena hanya memerlukan waktu satu jam untuk mencapai kaldera. Rute kedua dimulai dari desa Pancasila di sisi barat laut gunung Tambora. Jika menggunakan rute kedua, maka kaldera hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki.[10]

[sunting] Sejarah geologis

[sunting] Pembentukan
Tambora terbentang 340 km di sebelah utara sistem palung Jawa dan 180-190 km diatas zona subduksi. Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan kerak oseanik.[11] Gunung ini memiliki laju konvergensi sebesar 7.8 cm per tahun.[12] Tambora diperkirakan telah berada di

bumi sejak 57.000 BP (penanggalan radiokarbon standar).[3] Ketika gunung ini meninggi akibat proses geologi di bawahnya, dapur magma yang besar ikut terbentuk dan sekaligus mengosongkan isi magma. Pulau Mojo pun ikut terbentuk sebagai bagian dari proses geologi ini di mana teluk Saleh pada awalnya merupakan cekungan samudera (sekitar 25.000 BP).[3] Menurut penyelidikan geologi, kerucut vulkanik yang tinggi sudah terbentuk sebelum letusan tahun 1815 dengan karakteristik yang sama dengan bentuk stratovolcano.[13] Diameter lubang tersebut mencapai 60 km.[7] Lubang utama sering kali memancarkan lava yang mengalir turun secara teratur dengan deras ke lereng yang curam. Sejak letusan tahun 1815, pada bagian paling bawah terdapat endapan lava dan material piroklastik. Kira-kira 40% dari lapisan diwakili oleh 1-4 m aliran lava tipis.[13] Scoria tipis diproduksi oleh fragmentasi aliran lava. Pada bagian atas, lava ditutup oleh scoria, tuff dan bebatuan piroklastik yang mengalir ke bawah.[13] Pada gunung Tambora, terdapat 20 kawah.[12] Beberapa kawah memiliki nama, misalnya Tahe (877 m), Molo (602 m), Kadiendinae, Kubah (1648 m) dan Doro Api Toi. Kawah tersebut juga memproduksi aliran lava basal.

[sunting] Sejarah letusan


Dengan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon, dinyatakan bahwa gunung Tambora telah meletus tiga kali sebelum letusan tahun 1815, tetapi besarnya letusan tidak diketahui.[14] Perkiraan tanggal letusannya ialah tahun 3910 SM 200 tahun, 3050 SM dan 740 150 tahun. Ketiga letusan tersebut memiliki karakteristik letusan yang sama. Masing-masing letusan memiliki letusan di lubang utama, tetapi terdapat pengecualian untuk letusan ketiga. Pada letusan ketiga, tidak terdapat aliran piroklastik. Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan puncak letusannya terjadi pada bulan April tahun 1815.[14] Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan jumlah semburan tefrit sebesar 1.6 1011 meter kubik.[14] Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama, aliran piroklastik, korban jiwa, kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera. Letusan ketiga ini memengaruhi iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora setelah letusan tersebut baru berhenti pada tanggal 15 Juli 1815.[14] Aktivitas selanjutnya kemudian terjadi pada bulan Agustus tahun 1819 dengan adanya letusan-letusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap sebagai bagian dari letusan tahun 1815.[4] Letusan ini masuk dalam skala kedua pada skala VEI. Sekitar tahun 1880 30 tahun, Tambora kembali meletus, tetapi hanya di dalam kaldera.[14] Letusan ini membuat aliran lava kecil dan ekstrusi kubah lava, yang kemudian membentuk kawah baru bernama Doro Api Toi di dalam kaldera.[15] Gunung Tambora masih berstatus aktif. Kubah lava kecil dan aliran lava masih terjadi pada lantai kaldera pada abad ke-19 dan abad ke-20.[1] Letusan terakhir terjadi pada tahun 1967,[14] yang disertai dengan gempa dan terukur pada skala 0 VEI, yang berarti letusan terjadi tanpa disertai dengan ledakan.

[sunting] Letusan tahun 1815

[sunting] Kronologi letusan

Daerah yang diperkirakan terkena abu letusan Tambora tahun 1815. Daerah merah menunjukan ketebalan abu vulkanik. Abu tersebut mencapai pulau Kalimantan dan Sulawesi (ketebalan 1 cm).

Gunung Tambora mengalami ketidakaktifan selama beberapa abad sebelum tahun 1815, dikenal dengan nama gunung berapi "tidur", yang merupakan hasil dari pendinginan hydrous magma di dalam dapur magma yang tertutup.[7] Didalam dapur magma dalam kedalaman sekitar 1,5-4,5 km, larutan padat dari cairan magma bertekanan tinggi terbentuk pada saat pendinginan dan kristalisasi magma. Tekanan di kamar makma sekitar 4-5 kbar muncul dan temperatur sebesar 700 C-850 C.[7] Pada tahun 1812, kaldera gunung Tambora mulai bergemuruh dan menghasilkan awan hitam.[2] Pada tanggal 5 April 1815, letusan terjadi, diikuti dengan suara guruh yang terdengar di Makassar, Sulawesi (380 km dari gunung Tambora), Batavia (kini Jakarta) di pulau Jawa (1.260 km dari gunung Tambora), dan Ternate di Maluku (1400 km dari gunung Tambora). Suara guruh ini terdengar sampai ke pulau Sumatera pada tanggal 10-11 April 1815 (lebih dari 2.600 km dari gunung Tambora) yang awalnya dianggap sebagai suara tembakan senapan.[16] Pada pagi hari tanggal 6 April 1815, abu vulkanik mulai jatuh di Jawa Timur dengan suara guruh terdengar sampai tanggal 10 April 1815. Pada pukul 7:00 malam tanggal 10 April, letusan gunung ini semakin kuat.[2] Tiga lajur api terpancar dan bergabung.[16] Seluruh pegunungan berubah menjadi aliran besar api.[16] Batuan apung dengan diameter 20 cm mulai menghujani pada pukul 8:00 malam, diikuti dengan abu pada pukul 9:00-10:00 malam. Aliran piroklastik panas mengalir turun menuju laut di seluruh sisi semenanjung, memusnahkan desa Tambora. Ledakan besar terdengar sampai sore tanggal 11 April. Abu menyebar sampai Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Bau "nitrat" tercium di Batavia dan hujan besar yang disertai dengan abu tefrit jatuh, akhirnya reda antara tangal 11 dan 17 April 1815.[2] Letusan pertama terdengar di pulau ini pada sore hari tanggal 5 April, mereka menyadarinya setiap seperempat jam, dan terus berlanjut dengan jarak waktu sampai hari selanjutnya.

Suaranya, pada contoh pertama, hampir dianggap suara meriam; sangat banyak sehingga sebuah detasemen tentara bergerak dari Djocjocarta, dengan perkiraan bahwa pos terdekat diserang, dan sepanjang pesisir, perahu-perahu dikirimkan pada dua kesempatan dalam pencarian sebuah kapal yang semestinya berada dalam keadaan darurat. Laporan Thomas Stamford Raffles.[16] Letusan tersebut masuk dalam skala tujuh pada skala Volcanic Explosivity Index.[17] Letusan ini empat kali lebih kuat daripada letusan gunung Krakatau tahun 1883. Diperkirakan 100 km piroklastik trakiandesit dikeluarkan, dengan perkiraan massa 1,41014 kg.[4] Hal ini meninggalkan kaldera dengan ukuran 6-7 km dan kedalaman 600-700 m.[2] Massa jenis abu yang jatuh di Makassar sebesar 636 kg/m.[18] Sebelum letusan, gunung Tambora memiliki ketinggian kira-kira 4.300 m,[2] salah satu puncak tertinggi di Indonesia. Setelah letusan, tinggi gunung ini hanya setinggi 2.851 m.[19] Letusan Tambora tahun 1815 adalah letusan terbesar dalam sejarah.[2][4] Letusan gunung ini terdengar sejauh 2.600 km, dan abu jatuh setidaknya sejauh 1.300 km.[2] Kegelapan terlihat sejauh 600 km dari puncak gunung selama lebih dari dua hari. Aliran piroklastik menyebar setidaknya 20 km dari puncak.

[sunting] Akibat
Semua tumbuh-tumbuhan di pulau hancur. Pohon yang tumbang, bercampur dengan abu batu apung masuk ke laut dan membentuk rakit dengan jarak lintas melebihi 5 km .[2] Rakit batu apung lainnya ditemukan di Samudra Hindia, di dekat Kolkata pada tanggal 1 dan 3 Oktober 1815.[4] Awan dengan abu tebal masih menyelimuti puncak pada tanggal 23 April. Ledakan berhenti pada tanggal 15 Juli, walaupun emisi asab masih terlihat pada tanggal 23 Agustus. Api dan gempa susulan dilaporkan terjadi pada bulan Agustus tahun 1819, empat tahun setelah letusan. Dalam perjalananku menuju bagian barat pulau, aku hampir melewati seluruh Dompo dan banyak bagian dari Bima. Kesengsaraan besar-besaran terhadap penduduk yang berkurang memberikan pukulan hebat terhadap penglihatan. Masih terdapat mayat di jalan dan tanda banyak lainnya telah terkubur: desa hampir sepenuhnya ditinggalkan dan rumah-rumah rubuh, penduduk yang selamat kesulitan mencari makanan. ... Sejak letusan, diare menyerang warga di Bima, Dompo, dan Sangir, yang menyerang jumlah penduduk yang besar. Diduga penduduk minum air yang terkontaminasi abu, dan kuda juga meninggal, dalam jumlah yang besar untuk masalah yang sama. Letnan Philips diperintahkan Sir Stamford Raffles untuk pergi ke Sumbawa.[16] Tsunami besar menyerang pantai beberapa pulau di Indonesia pada tanggal 10 April, dengan ketinggian di atas 4 m di Sanggar pada pukul 10:00 malam.[2] Tsunami setinggi 1-2 m dilaporkan terjadi di Besuki, Jawa Timur sebelum tengah malam dan tsunami setinggi 2 m terjadi di Maluku.

Tinggi asap letusan mencapai stratosfer, dengan ketinggian lebih dari 43 km.[4] Partikel abu jatuh 1 sampai 2 minggu setelah letusan, tetapi terdapat partikel abu yang tetap berada di atmosfer bumi selama beberapa bulan sampai beberapa tahun pada ketinggian 10-30 km.[2] Angin bujur menyebarkan partikel tersebut di sekeliling dunia, membuat terjadinya fenomena. Matahari terbenam yang berwarna dan senja terlihat di London, Inggris antara tanggal 28 Juni dan 2 Juli 1815 dan 3 September dan 7 Oktober 1815.[2] Pancaran cahaya langit senja muncul berwarna orange atau merah di dekat ufuk langit dan ungu atau merah muda di atas. Jumlah perkiraan kematian bervariasi, tergantung dari sumber yang ada. Zollinger (1855) memperkirakan 10.000 orang meninggal karena aliran piroklastik. Di pulau Sumbawa, terdapat 38.000 kematian karena kelaparan, dan 10.000 lainnya karena penyakit dan kelaparan di pulau Lombok.[20] Petroeschevsky (1949) memperkirakan sekitar 48.000 dan 44.000 orang terbunuh di Sumbawa dan Lombok.[21] Beberapa pengarang menggunakan figur Petroeschevsky, seperti Stothers (1984), yang menyatakan jumlah kematian sebesar 88.000 jiwa.[2] Tanguy (1998) mengklaim figur Petroeschevsky tidak dapat ditemukan dan berdasarkan referensi yang tidak dapat dilacak.[5] Tanguy merevisi jumlah kematian berdasarkan dua sumber, sumber dari Zollinger, yang menghabiskan beberapa bulan di Sumbawa setelah letusan dan catatan Raffles.[16] Tanguy menunjukan bahwa terdapat banyak korban di Bali dan Jawa Timur karena penyakit dan kelaparan. Diperkirakan 11.000 meninggal karena pengaruh gunung berapi langsung dan 49.000 oleh penyakit epidemi dan kelaparan setelah letusan.[5] Oppenheimer (2003) menyatakan jumlah kematian lebih dari 71.000 jiwa seperti yang terlihat di tabel dibawah.[4]

Perbandingan letusan gunung Tambora dan letusan gunung lainnya


Letusan Tahun Tinggi asap (km) VEI Perubahan musim panas Belahan bumi utara (C) Kematian

Taupo

181

51

tidak diketahui ? ? 1400 > 71.000 36.600

Baekdu Kuwae Huaynaputina Tambora Krakatau

969 1452 1600 1815 1883

25 ? 46 43 25

67 6 6 7 6

? 0,5 0,8 0,5 0,3

Santamara Katmai Gunung St. Helens El Chichn Nevado del Ruiz Pinatubo

1902 1912

34 32

6 6

tidak terdapat perubahan 0,4

7.000-13.000 2

1980

19

tidak terdapat perubahan

57

1982 1985 1991


[4]

32 27 34

45 3 6

? tidak terdapat perubahan 0,5


[22]

> 2.000 23.000 1202

Sumber: Oppenheimer (2003), dan Smithsonian Global Volcanism Program untuk VEI.

[sunting] Pengaruh global


Lihat pula: Tahun tanpa musim panas

Jumlah konsentrasi sulfat di inti es dari Tanah Hijau tengah, tarikh tahun dihitung dengan variasi isotop oksigen musiman. Terdapat letusan yang tidak diketahui pada tahun 1810-an. Sumber: Dai (1991).[23]

Letusan gunung Tambora tahun 1815 mengeluarkan sulfur ke stratosfer, menyebabkan penyimpangan iklim global. Metode berbeda telah memperkirakan banyaknya sulfur yang dikeluarkan selama letusan: metode petrologi, sebuah pengukuran berdasarkan pengamatan anatomi, dan metode konsentrasi sulfat inti es, menggunakan es dari Tanah Hijau dan Antartika. Perkiraan beragam tergantung dari metode, antara 10 Tg S hingga 120 Tg S.[4] Pada musim semi dan musim panas tahun 1816, sebuah kabut kering terlihat di timur laut Amerika Serikat. Kabut tersebut memerahkan dan mengurangi cahaya matahari, seperti bintik pada matahari yang terlihat dengan mata telanjang. Baik angin atau hujan tidak dapat menghilangkan "kabut" tersebut. "Kabut" tersebut diidentifikasikan sebagai kabut aerosol sulfat stratosfer.[4] Pada musim panas tahun 1816, negara di Belahan Utara menderita karena kondisi cuaca yang berubah, disebut sebagai Tahun tanpa musim panas. Temperatur normal dunia berkurang sekitar 0,4-0,7 C,[2] cukup untuk menyebabkan permasalahan pertanian di dunia. Pada tanggal 4 Juni 1816, cuaca penuh es dilaporkan di Connecticut, dan dan pada hari berikutnya, hampir seluruh New England digenggam oleh dingin. Pada tanggal 6 Juni 1816, salju turun di Albany, New York, dan Dennysville, Maine.[4] Kondisi serupa muncul untuk setidaknya tiga bulan dan menyebabkan gagal panen di Amerika Utara. Kanada mengalami musim panas yang sangat dingin. Salju setebal 30 cm terhimpun didekat Kota Quebec dari tanggal 6 sampai 10 Juni 1816. 1816 adalah tahun terdingin kedua di Belahan Bumi Utara sejak tahun 1400 Masehi, setelah letusan gunung Huaynaputina di Peru tahun 1600.[17] Tahun 1810-an adalah dekade terdingin dalam rekor sebagai hasil dari letusan Tambora tahun 1815 dan lainnya menduga letusan terjadi antara tahun 1809 dan tahun 1810. Perubahan temperatur permukaan selama musim panas tahun 1816, 1817 dan tahun 1818 sebesar -0,51, -0,44 dan -0,29 C,[17] dan juga musim panas yang lebih dingin, bagian dari Eropa mengalami badai salju yang lebih deras. Perubahan iklim disalahkan sebagai penyebab wabah tifus di Eropa Tenggara dan Laut Tengah bagian timur di antara tahun 1816 dan tahun 1819.[4] Banyak ternak meninggal di New England selama musim dingin tahun 1816-1817. Suhu udara yang dingin dan hujan besar menyebabkan gagal panen di Kepulauan Britania. Keluarga-keluarga di Wales mengungsi dan mengemis untuk makanan. Kelaparan merata di Irlandia utara dan barat daya karena gandum, haver dan kentang mengalami gagal panen. Krisis terjadi di Jerman, harga makanan naik dengan tajam. Akibat kenaikan harga yang tidak diketahui menyebabkan terjadinya demonstrasi di depan pasar dan toko roti yang diikuti dengan kerusuhan, pembakaran rumah dan perampokan yang terjadi di banyak kota-kota di Eropa. Ini adalah kelaparan terburuk yang terjadi pada abad ke-19.[4]

[sunting] Bukti arkeologi


Pada musim panas tahun 2004, tim dari Universitas Rhode Island, Universitas North Carolina di Wilmington, dan direktorat vulkanologi Indonesia, dipimpin oleh Haraldur Sigurdsson, memulai sebuah penggalian arkeologi di gunung Tambora.[6] Setelah enam minggu, tim tersebut menggali bukti adanya kebudayaan yang hilang yang musnah karena letusan gunung Tambora. Situs tersebut terletak 25 km sebelah barat kaldera, di dalam hutam, 5 km dari pantai. Tim tersebut harus melewati endapan batu apung vulkanik dan abu dengan tebal 3 m.

Tim tersebut menggunakan radar penembus tanah untuk mencari lokasi rumah kecil yang terkubur. Mereka menggali kembali rumah dan mereka menemukan sisa dua orang dewasa, dan juga mangkuk perunggu, peralatan besi dan artifak lainnya. Desain dan dekorasi artifak memiliki kesamaan dengan artifak dari Vietnam dan Kamboja.[6] Uji coba dilakukan menggunakan teknik karbonisasi memperjelas bahwa mereka terbentuk dari pensil arang yang dibentuk oleh panas magma. Semua orang, rumah dan kebudayaan dibiarkan seperti saat mereka berada tahun 1815. Sigurdsson menyebut kebudayaan ini sebagai Pompeii dari timur.[24][25] Berdasarkan artifak yang ditemukan, yang mayoritas benda perunggu, tim menyatakan bahwa orang-orang tersebut tidak miskin. Bukti sejarah menunjukan bahwa orang di pulau Sumbawa terkenal di Hindia Timur untuk madu, kuda, kayu sepang (caesalpinia sappan), memproduksi dye merah, dan cendana yang digunakan untuk dupa dan pengobatan.[6] Daerah ini diketahui produktif dalam bidang pertanian. Penemua arkeologi memperjelas bahwa terdapat kebudayaan yang hancur karena letusan tahun 1815. Sebutan Kerajaan Tambora yang hilang disebut oleh media.[26][27] Dengan penemuan ini, Sigurdsson bermaksud untuk kembali ke Tambora tahun 2007 untuk mencari sisa desa, dan berharap dapat menemukan istana.[6]

[sunting] Ekosistem
Tim penelitian yang dipimpin oleh ahli botani Swiss, Heinrich Zollinger, tiba di pulau Sumbawa tahun 1847.[28] Misi Zollinger adalah untuk mempelajari letusan dan pengaruhnya terhadap ekosistem lokal. Ia adalah orang pertama yang memanjat ke puncak gunung Tambora setelah letusan gunung tersebut. Gunung tersebut masih tertutup oleh asap. Ketika Zollinger memanjat, kakinya tenggelam beberapa kali melalui kerak permukaan tipis menuju lapisan hangat yang seperti sulfur. Beberapa tumbuh-tumbuhan kembali tumbuh dan beberapa pohon diamati di lereng yang lebih rendah. Hutan Casuarina dicatat pada 2.200-2.550 m.[29] Beberapa Imperata cylindrica juga dapat ditemukan. Penduduk mulai tinggal di gunung Tambora pada tahun 1907. Penanaman kopi dimulai pada tahun 1930-an di lereng bagian barat laut gunung Tambora, di desa Pekat.[30] Hutan hujan yang disebut Duabangga moluccana telah tumbuh dengan ketinggian 1.000-2.800 m.[30] Penanaman tersebut mencakupi daerah seluas 80.000 hektar (800 km). Hutan hujan ditemukan oleh tim Belanda, dipimpin oleh Koster dan De Voogd tahun 1933.[30] Mereka memulai perjalanan di "daerah hampir tandus, kering dan panas" dan mereka memasuki "hutam hebat" dengan "raksasa hutan yang besar dan megah". Pada ketinggian 1.100 m, mereka memasuki hutan montane. Pada ketinggian 1.800 m , mereka menemukan Dodonaea viscosa yang didominasi oleh pohon Casuarina. Di puncak, mereka menemukan sedikit Anaphalis viscida dan Wahlenbergia. 56 spesies burung ditemukan tahun 1896, termasuk Crested White-eye.[31] 12 spesies lainnya ditemukan pada tahun 1981. Beberapa penelitian ahli ilmu hewan menemukan spesies burung lainnya di gunung, menghasilkan ditemukannya lebih dari 90 spesies burung. Kakatua-kecil Jambul-kuning, Murai Asia, Tiong Emas, Ayam hutan Hijau dan Perkici Pelangi diburu untuk dijual dan dipelihara oleh penduduk setempat. Gosong berkaki-jingga diburu untuk dimakan. Eksploitasi burung menyebabkan berkurangnya populasi burung. Yellow-crested Cockatoo hampir punah di pulau Sumbawa.[31]

Sejak tahun 1972, perusahaan penebangan komersial telah beroperasi di daerah ini, yang menyebabkan ancaman terhadap hutan hujan. Perusahaan penebangan memegang izin untuk menebang kayu di daerah seluas 20.000 hektar (200 km), atau 25% dari jumlah luas daerah.[30] Bagian hutan hujan lainnya digunakan untuk berburu. Di antara tanah berburu dan tanah penebangan, terdapat cagar alam, temat rusa, kerbau, babi hutan, kelelawar, rubah terbang, dan berbagai spesies reptil dan burung dapat ditemukan.[30]

[sunting] Pengamatan
Populasi Indonesia meningkat dengan cepat sejak letusan tahun 1815. Pada tahun 2006, populasi Indonesia telah mencapai 222 juta jiwa,[32] dan 130 juta penduduk berada di pulau Jawa dan Bali.[33] Sebuah letusan gunung berapi sebesar letusan Tambora tahun 1815 akan menyebabkan kematian yang lebih besar, sehingga aktivitas vulkanik di Indonesia terus diamati, termasuk gunung Tambora. Aktivitas seismologi di Indonesia diamati oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Indonesia. Pos pengamatan untuk gunung Tambora terletak di desa Doro Peti.[34] Mereka memfokuskan aktivitas seismik dan tektonik dengan menggunakan seismometer. Sejak letusan tahun 1880, tidak terdapat peningkatan aktivitas seismik.[35] Pengamatan terus dilakukan di dalam kaldera, terutama di kawah Doro Api Toi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah menegaskan peta mitigasi bahaya gunung Tambora. Dua zona yang dinyatakan adalah zona bahaya dan zona waspada.[34] Zona bahaya adalah daerah yang secara langsung terpengaruh oleh letusan: aliran piroklastik, aliran lava dan jatuhnya piroklastik lainnya. Daerah ini, termasuk kaldera dan sekelilingnya, meliputi daerah seluas 58,7 km. Orang dilarang tinggal di zona berbahaya. Zona waspada termasuk daerah yang mungkin dapat secara langsung terpengaruh oleh letusan: aliran lahar dan batuan apung lainnya. Luas dari daerah waspada sebesar 185 km, termasuk desa Pasanggrahan, Doro Peti, Rao, Labuan Kenanga, Gubu Ponda, Kawindana Toi dan Hoddo. Sungai yang disebut sungai Guwu yang terletak di bagian selatan dan barat laut gunung Tambora juga dimasukan kedalam zona waspada.[34]

[sunting] Catatan kaki


1. ^ a b c "Tambora". Global Volcanism Program. Smithsonian Institution. http://www.volcano.si.edu/world/volcano.cfm?vnum=0604-04=. Diakses pada Kesalahan: waktu tidak valid. 2. ^ a b c d e f g h i j k l m n Stothers, Richard B. (1984). "The Great Tambora Eruption in 1815 and Its Aftermath". Science 224 (4654): 11911198. http://dx.doi.org/10.1126/science.224.4654.1191. 3. ^ a b c Degens, E.T. (1989). "Sedimentological events in Saleh Bay, off Mount Tambora". Netherlands Journal of Sea Research 24 (4): 399404. http://dx.doi.org/10.1016/00777579(89)90117-8. 4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Oppenheimer, Clive (2003). "Climatic, environmental and human consequences of the largest known historic eruption: Tambora volcano (Indonesia) 1815". Progress in Physical Geography 27 (2): 230259. http://dx.doi.org/10.1191/0309133303pp379ra.

5. ^ a b c Tanguy, J.-C. (1998). "Victims from volcanic eruptions: a revised database". Bulletin of Volcanology 60 (2): 137144. http://dx.doi.org/10.1007/s004450050222. 6. ^ a b c d e University of Rhode Island (2006-02-27). URI volcanologist discovers lost kingdom of Tambora. Rilis pers. Diakses pada 6 Oktober. 7. ^ a b c d Foden, J. (1986). "The petrology of Tambora volcano, Indonesia: A model for the 1815 eruption". Journal of Volcanology and Geothermal Research 27 (12): 141. http://dx.doi.org/10.1016/0377-0273(86)90079-X. 8. ^ "Hobi Mendaki Gunung - Menyambangi Kawah Raksasa Gunung Tambora", Sinar Harapan, 4 Agustus 2003. Diakses pada 14 November 2011. 9. ^ Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Timur. Potential Tourism as Factor of Economic Development in the Districts of Bima and Dompu. Rilis pers. Diakses pada 14 November. 10. ^ a b Aswanir Nasution. "Tambora, Nusa Tenggara Barat" (dalam bahasa dalam bahasa Indonesia). Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Indonesia. http://merapi.vsi.esdm.go.id/?static/volcano/tambora/main.html. Diakses pada 13 November 2006. 11. ^ Foden, J (1980). "The petrology and tectonic setting of QuaternaryRecent volcanic centres of Lombok and Sumbawa, Sunda arc". Chemical Geology 30 (3): 201206. http://dx.doi.org/10.1016/0009-2541(80)90106-0. 12. ^ a b Sigurdsson, H. (1983). "Plinian and co-ignimbrite tephra fall from the 1815 eruption of Tambora volcano". Bulletin of Volcanology 51 (4): 243270. http://dx.doi.org/10.1007/BF01073515. 13. ^ a b c "Geology of Tambora Volcano". Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. http://www.vsi.esdm.go.id/volcanoes/tambora/geology.html. Diakses pada Kesalahan: waktu tidak valid. 14. ^ a b c d e f "Tambora Eruptive History". Global Volcanism Program. Smithsonian Institution. http://www.volcano.si.edu/world/volcano.cfm?vnum=0604-04=&volpage=erupt. Diakses pada 13 November 2006. 15. ^ "Tambora Historic Eruptions and Recent Activities". Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. http://www.vsi.esdm.go.id/volcanoes/tambora/history.html. Diakses pada 13 November 2006. 16. ^ a b c d e f Raffles, S. 1830: Memoir of the life and public services of Sir Thomas Stamford Raffles, F.R.S. &c., particularly in the government of Java 18111816, and of Bencoolen and its dependencies 18171824: with details of the commerce and resources of the eastern archipelago, and selections from his correspondence. London: John Murray, cited by Oppenheimer (2003). 17. ^ a b c Briffa, K.R.. "Influence of volcanic eruptions on Northern Hemisphere summer temperature over 600 years". Nature 393: 450455. http://dx.doi.org/10.1038/30943. 18. ^ Stothers, Richard B. (2004). "Density of fallen ash after the eruption of Tambora in 1815". Journal of Volcanology and Geothermal Research 134: 343345. http://dx.doi.org/10.1016/j.jvolgeores.2004.03.010. 19. ^ Monk, K.A. (4 Agustus 1996). The Ecology of Nusa Tenggara and Maluku. Hong Kong: Periplus Editions Ltd.. hlm. hal. 60. ISBN 962-593-076-0. 20. ^ Zollinger (1855): Besteigung des Vulkans Tamboro auf der Insel Sumbawa und Schiderung der Eruption desselben im Jahren 1815, Wintherthur: Zurcher and Frber, Wurster and Co., cited by Oppenheimer (2003). 21. ^ Petroeschevsky (1949): A contribution to the knowledge of the Gunung Tambora (Sumbawa). Tijdschrift van het K. Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap, Amsterdam Series 2 66, 688 703, cited by Oppenheimer (2003).

22. ^ "Large Holocene Eruptions". Global Volcanism Program. Smithsonian Institution. http://www.volcano.si.edu/world/largeeruptions.cfm. Diakses pada 7 November 2006. 23. ^ Dai, J. (1991). "Ice core evidence for an explosive tropical volcanic eruption six years preceding Tambora". Journal of Geophysical Research (Atmospheres) 96: 17,36117,366. 24. ^ "'Pompeii of the East' discovered", BBC News, 28 Februari 2006. Diakses pada 9 Oktober. 25. ^ "Indonesian Volcano Site Reveals Pompeii of the East (Update1)", Bloomberg Asia, 28 Februari 2006. Diakses pada 9 Oktober. 26. ^ "Lost Kingdom Discovered on Volcanic Island in Indonesia", National Geographic, 27 Februari 2006. Diakses pada 9 Oktober. 27. ^ "'Lost kingdom' springs from the ashes", International Herald Tribune, 1 Maret 2006. Diakses pada 9 Oktober. 28. ^ "Heinrich Zollinger". Zollinger Family History Research. http://www.zollingergenealogy.com/FamousZollingers/heinrichzollinger.php. Diakses pada 14 November 2006. 29. ^ Zollinger (1855) cited by Trainor (2002). 30. ^ a b c d e de Jong Boers, B. (1995). "Mount Tambora in 1815: A Volcanic Eruption in Indonesia and its Aftermath". Indonesia 60: 3759. http://epublishing.library.cornell.edu:80/Dienst/UI/1.0/Summarize/seap.indo/1106964023. 31. ^ a b Trainor, C.R. (2002). "Birds of Gunung Tambora, Sumbawa, Indonesia: effects of altitude, the 1815 catalysmic volcanic eruption and trade". Forktail 18: 4961. http://www.orientalbirdclub.org/publications/forktail/18pdfs/Trainor-Tambora.pdf. 32. ^ Badan Pusat Statistik (1 September 2006). Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 20052006. Rilis pers. Diakses pada 26 September. 33. ^ Calder, Joshua (3 Mei 2006). "Most Populous Islands". World Island Information. http://www.worldislandinfo.com/POPULATV2.htm. Diakses pada 26 September 2006. 34. ^ a b c "Tambora Hazard Mitigation". Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. http://merapi.vsi.esdm.go.id/?static/volcano/tambora/bahaya.html. Diakses pada 13 November 2006. 35. ^ "Tambora Geophysics" (dalam bahasa dalam bahasa Indonesia). Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Indonesia. http://merapi.vsi.esdm.go.id/?static/volcano/tambora/geofisika.html. Diakses pada 13 November 2006.

[sunting] Daftar pustaka


C.R. Harrington (ed.). The Year without a summer? : world climate in 1816, Ottawa : Canadian Museum of Nature, 1992. ISBN 0-660-13063-7 Henry and Elizabeth Stommel. Volcano Weather: The Story of 1816, the Year without a Summer, Newport RI. 1983. ISBN 0-915160-71-4

Status Gunung Tambora Naik Menjadi Siaga


Tercatat 32 kali Gempa Vulkanik Dalam (VA) hanya dalam 6 jam.
Jum'at, 9 September 2011, 18:05 WIB Arry Anggadha

Foto gunung Tambora bidikan NASA (nasa.gov)

VIVAnews - Status Gunung Tambora yang terletak di Kabupaten Dompu dan Bima, Nusa Tenggara Barat, ditingkatkan dari waspada menjadi siaga. Peningkatan status dilakukan setelah aktivitas gunung setinggi 2.851 meter di atas permukaan laut itu mengalami kenaikan. "Berdasarkan hasil analisa data visual dan kegempaan, maka terhitung tanggal 8 September 2011, pukul 16.00 Wita, status kegiatan Gunung Tambora dinaikkan dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III)," tulis Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang dikutip VIVAnews.com, Jumat 9 September 2011. PVMBG menyatakan peningkatan aktivitas Gunung Tambora teramati dengan meningkatnya aktivitas kegempaan dan visual, terutama gempa vulkanik dalam dan vulkanik dangkal. Gempa vulkanik dalam terus mengalami peningkatan hingga 7 September 2011, tercatat 32 kali Gempa Vulkanik Dalam (VA) hanya dalam 6 jam. Peningkatan aktivitas vulkanik berupa Gempa Vulkanik Dalam dan Vulkanik Dangkal dikhawatirkan akan memicu peningkatan aktivitas vulkanik yang lebih besar. Sehubungan peningkatan status itu, maka PVMBG akan meningkatkan pemantauan guna evaluasi kegiatan Gunung Tambora. "Status kegiatan Gunung Tambora akan diturunkan, atau dinaikkan kembali jika terjadi penurunan atau peningkatan aktivitas vulkanik," jelasnya. PVMBG merekomendasikan agar masyarakat di sekitar gunung dan pengunjung atau wisatawan tidak melakukan aktivitas apapun di Gunung Tambora dalam radius 3 kilometer. Masyarakat di sekitar Gunung Tambora diharap tenang, tidak terpancing isu-isu tentang letusan Gunung Tambora.

Jejak Letusan Maut Gunung Tambora


Saat ini tercatat total ada 5 gunung berstatus "siaga" dan 16 lainnya berstatus "waspada".
Rabu, 31 Agustus 2011, 23:54 WIB Eko Priliawito, Ronito Kartika Suryani

Foto gunung Tambora bidikan NASA (nasa.gov)

VIVAnews - Akitvitas tiga gunung di Nusa Tenggara terus memperlihatkan kenaikan selama enam hari terakhir. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah menaikkan status ketiganya dari "normal aktif" menjadi "waspada" atau berada di level II. Ketiga gunung api tersebut adalah Gunung Anak Ranakah, Gunung Tambora, dan Lewotobi Perempuan. Hal itu antara lain disebabkan gempa vulkanik dan gempa vulkanik dangkal yang terjadi sejak Juni 2011 lalu. Dari data yang ada, tercatat letusan terakhir Gunung Anak Ranakah terjadi pada 11 Januari 1988, dengan ketinggian asap mencapai sekitar 8.000 meter, disertai luncuran awan panas yang mengarah ke Wae Reno dan Wae Teko di sebelah utara gunung api. "Dalam sejarahnya aktivitas vulkanik Gunung Tambora sempat mencapai puncaknya pada bulan April tahun 1815, ketika meletus dalam skala 7 pada Volcanic Explosivity Index," ujar Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nogroho, Rabu, 31 Agustus 2011. Abu vulkaniknya bahkan sampai di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan gunung ini menewaskan tak kurang 71 ribu orang--di mana 11 ribu sampai 12 ribu orang di antaranya meninggal secara langsung dihantam letusan dahsyat tersebut. Lebih dari itu, letusan gunung ini juga menyebabkan perubahan iklim dunia.

Adapun Gunung Lewotobi Perempuan, tercatat terakhir meletus pada tahun 1935, disertai awan panas. Dengan naiknya status gunung api tersebut, maka pendakian ke kawah dilarang. Sampai sekarang, belum perlu ada kebijakan mengungsikan warga. Namun, aparat pemerintah daerah dan warga masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan. Dengan perubahan status ketiga gunung ini, maka saat ini di seluruh Indonesia terdapat 21 gunung api dengan status di atas normal, yaitu: 5 gunung berstatus "siaga" dan 16 lainnya berstatus "waspada".

3 Gunung di Nusa Tenggara Naik Status Waspada


Ketiga gunung api itu adalah Gunung Anak Ranakah, Gunung Tambora, dan Lewotobi Perempuan.
Rabu, 31 Agustus 2011, 22:43 WIB Eko Priliawito, Ronito Kartika Suryani

Gunung Tambora (Google earth)

VIVAnews - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status tiga gunung api di Nusa Tenggara, dari semula "normal aktif" menjadi "waspada" atau level II. Akitvitas gunung ini naik selama enam hari terakhir. Tiga gunung tersebut adalah Gunung Anak Ranakah, Gunung Tambora, dan Lewotobi Perempuan. Ketiganya terus memperlihatkan peningkatan aktivitas. Gunung Anak Ranakan di Kabupatean Manggarai NTT, naik aktivitasnya sejak 26 Agustus 2011, sejak pukul 15.00 WITA. Dua hari sebelumnya, tercatat sebanyak 24 gempa vulkanik dan 10 gempa vulkanik dangkal.

Lima hari kemudian, Gunung Tambora yang berlokasi antara Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, NTB, dinaikkan statusnya menjadi "waspada" sejak 30 Agustus 2011, pukul 11:00 WITA. Aktivitas gunung ini telah meningkat sejak April lalu. "Awal Agustus 2011, secara visual teramati asap putih tebal setinggi 20 meter dari kawah Doro Api Toi, dalam kaldera Tambora. Pada 29 Agustus 2011 terekam 14 gempa vulkanik dalam," ujar Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nogroho, Rabu, 31 Agustus 2011. Gunung Lewotobi Perempuan, yang terletak di bagian tenggara Pulau Flores, NTT, juga menunjukkan peningkatan aktivitas dan dinaikkan statusnya menjadi "waspada" sejak hari ini, 31 Agustus 2011 pukul 15.00 WITA. Terekam gempa vulkanik yang biasanya rata-rata 5 kali, sekarang rata-rata menjadi 24 kali.

Sejarah Kelam Gunung Tambora


Status Gunung Tambora naik ke level 'waspada.' Tahun 1815, Tambora pernah meletus hebat.
Kamis, 1 September 2011, 10:30 WIB Anggi Kusumadewi

Foto gunung Tambora bidikan NASA (nasa.gov)

VIVAnews Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menaikkan status tiga gunung api di Nusa Tenggara pada level II atau waspada. Salah satunya adalah Gunung Tambora yang berlokasi di antara Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Aktivitas Gunung Tambora terus meningkat dalam seminggu terakhir. Awal Agustus 2011, secara visual teramati asap putih tebal setinggi 20 meter dari kawah Doro Api Toi dalam kaldera Tambora. Pada 29 Agustus 2011, terekam 14 gempa vulkanik dalam, kata Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Nusa Tenggara Barat, Eko Bambang Sutedjo, sempat mengatakan bahwa Gunung Tambora sebetulnya telah lama tidur. Maret 2011 lalu, ia bahkan mengatakan tidak ada gelagat bahwa Tambora akan meletus. Perkembangan terakhir terkait Gunung Tambora, kini tentu patut diwaspadai dan terus dipantau. Pasalnya, Tambora menyimpan sejarah kelam yang tak boleh diremehkan. Sejarah itu tercatat pada tanggal 11 dan 12 April 1815. Setelah Tambora mulai bergemuruh dan batuk-batuk sejak tanggal 5 April 1815, pada 11 April 1815 ia meletus. Getaran kibat letusannya mengguncang bumi hingga jarak ratusan mil, terasa sampai Eropa dan Amerika Utara. Jutaan ton abu dan debu memenuhi udara, mengubah siang menjadi gelap pekat. Selama lebih dari 10 hari, Tambora mengeluarkan 24 kubil mil lava dan bebatuan gunung. Dahsyatnya letusan itu memunculkan kawah selebar 3 mil dengan kedalaman hampir 1 mil di puncak Tambora. Lelehan lava panas, batu yang beterbangan, dan gas mematikan yang keluar dari perut Tambora, menewaskan puluhan ribu orang. Badan Geologi Amerika Serikat sampai menobatkan letusan Tambora sebagai letusan gunung yang terkuat sepanjang sejarah. Letusan Tambora bahkan 10 kali lipat lebih dahsyat dari letusan Krakatau, dan 10 ribu kali lebih besar dari letusan Gunung Eyjafjallajkull di Islandia tahun lalu yang mengacaukan lalu lintas penerbangan Eropa. Tahun 1815 itu, seperti meriam raksasa, Tambora menyemburkan abu, debu, dan setidaknya 400 juta ton gas sulfur ke udara, hingga 27 mil tegak lurus ke strastofer, jauh di atas awan. Hal ini mengakibatkan ledakan di lapisan troposfer. Semburan Tambora bahkan menyobek lapisan tipis ozon yang melindungi bumi dari radiasi sinar matahari. Daya tarik gravitasi yang ringan di angkasa, membuat abu dan debu Tambora melayang dan menyebar mengelilingi dunia. Debu Tambora menetap di lapisan troposfer selama beberapa tahun, sebelum turun kembali ke bumi melalui angin dan hujan. Letusan Tambora berakibat luar biasa. Terjadi gagal panen di China, Eropa, dan Irlandia. Terjadi hujan tanpa henti selama 8 minggu di Eropa, yang memicu epidemi tifus yang menewaskan 65 ribu orang di Inggris dan Eropa. Terjadi kepalaran yang melumpuhkan Inggris dan Prancis. Kelaparan di Prancis bahkan lebih jauh lagi, menyulut kerusuhan di negeri itu. Akibat letusan Tambora, kegelapan menyelimuti Bumi, menginspirasi novel-novel misteri legendaris seperti 'Darkness' karya Lord Byron, 'The Vampir' karya Dr. John Palidori dan 'Frankenstein' karya Mary Shelley. Mungkin tak banyak yang tahu bahwa Tambora juga ikut mengubah sejarah, saat Napoleon kalah akibat musim dingin berkepanjangan dan kelaparan pada tahun 1815 di Waterloo. Tahun 1815 itu, tak ada musim panas, sehingga terjadi kelaparan hebat di Eropa, kata Kepala

Pusat Vulkanologi dan Bencana Geologi, Surono. Tahun itu dikenal di Eropa dengan julukan The Year without Summer. Maka, jangan lelah dengan jejak kelam Tambora.

Status Gunung Tambora Turun ke Siaga Level III


Jumat, 09 September 2011 12:52 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, DOMPU - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, mengeluarkan pengumuman peningkatan status Gunung Tambora di Kabupaten Dompu dan Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat dari Status Waspada level II menjadi Siaga level III. Dalam surat kawat yang dikirim ke Pemerintah Kabupaten Dompu, bernomor 667/45.03/BGV/2011 merinci aktivitas gunung yang terkenal letusannya dengan korban terbanyak sepanjang sejarah itu, sudah tidak lagi ada hembusan asap kawah, kata Kepala Pos Pengamatan Gunung Aktif (PGA) Tambora, Abdul Haris, yang dihubungi dari Dompu, Jumat (9/9). "Meski tidak terdapat hembusan asap kawah, namun status itu belum kami cabut. Kita masih mengamati terus setiap aktivitas Gunung Tambora," kata Abdul Haris Kepala Pos Pengamatan Gunung Aktif (PGA) Tambora. Ia menambahkan pengamatan visual yang dilakukan sejak tanggal 30 Agustus hingga 8 September 2011, seluruhnya tidak teramati adanya hembusan asap kawah. Namun pada tanggal 31 Agustus lalu, terdapat 13 gempa dalam di lokasi Gunung Tambora. Ia meminta warga Kecamatan Pekat terutama di lima desa yang berada di kaki Gunung Tambora seperti Desa Doropeti, Pekat, Sorinomo, Pancasila dan Nangamiro untuk tidak mendekati gunung tersebut. "Jalur pendakian untuk sementara kami tutup, termasuk juga kami mengimbau warga yang melakukan aktivitas di lereng Gunung Tambora untuk mengurungkan niatnya," katanya. Setiap ada perubahan aktivitas Gunung Tambora selalu di cacat dan dilaporkan ke Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung. Laporan juga disampaikan kepada dua pemerintah kabupaten terdekat yakni Bima dan Dompu.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari Sumber: Antara

Letusan Tambora Dua Abad Lalu Lebih Dahsyat Ketimbang Merapi


Rabu, 24 November 2010 00:07 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Peneliti dari Puslitbang Arkeologi Nasional Kemenbudpar, Sonny Wibisono, mengatakan letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat satu abad lalu

lebih dahsyat dari letusan Merapi karena Tambora mampu menghilangkan peradaban tiga kerajaan di wilayah itu. "Tambora merupakan sebuah peristiwa alam letusan vulkanis yang terjadi lebih dari 150 tahun lalu, tepatnya pada 1815," kata Sonny Wibisono di Jakarta, Selasa. Ia telah meneliti dampak letusan Tambora yang berdampak pada musnahnya peradaban termasuk tiga kerajaan yaitu Tambora, Pekat, dan Sanggar yang sempat berkembang di wilayah Bima, Nusa Tenggara Barat. Ledakan terhebat Tambora terjadi pada 1815 menewaskan 92.000 orang dan abu vulkanik yang dilepaskan terlempar hingga lapisan stratosfer udara. "Akibat dari letusan itu masih bisa dirasakan sepanjang 1816 seperti perubahan iklim, tsunami kecil, dan hujan abu vulkanik," katanya. Volcanic Explosivity Index (VEI) Tambora dibandingkan 12 letusan gunung terdahsyat yang terjadi di permukaan bumi ini sejak ratusan tahun lalu adalah yang kedua terbesar dengan nilai indeks 7 setelah Toba yang memiliki nilai VEI 8. Namun dari sisi intensitas, letusan Tambora pada 1815 tercatat sebagai letusan paling kolosal. "Akibat letusannya menyisakan sebuah kaldera yang ada sampai saat ini," katanya. Penelitian tersebut difokuskan untuk merekonstruksi fase-fase letusan Tambora sekaligus membuktikan adanya peradaban pada lapisan terbawah yang merupakan permukaan tanah lama. Jejak peradaban itu diungkap melalui beberapa aspek seperti bentuk permukiman, konstruksi rumah, arah hadap rumah, dan peralatan keseharian masyarakat pada masanya. "Ada beberapa keramik asal China yang ditemukan, ini membuktikan ada kontak budaya masyarakat setempat dengan kebudayaan asing khususnya China," katanya. Penelitian arkeologi yang dilakukan di lereng barat Tambora itu diarahkan untuk mendapatkan gambaran cara-cara hidup melalui aneka ragam peninggalan arkeologi yang ditinggalkan dan menelusuri bukti-bukti yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan rentang kronologi dari pemukiman dan kerajaan-kerajaan itu. "Penelitian ini juga bertujuan untuk kepentingan konservasi," katanya.

NASA Bidik Gunung Tambora dari Luar Angkasa


NASA memotret kawah Tambora yang berubah menjadi danau air tawar sedalam 1.100 meter.
Selasa, 14 Desember 2010, 05:25 WIB Elin Yunita Kristanti

Gunung Tambora (Google earth)

VIVAnews -- Setelah sempat 'batuk-batuk' pada 10 April 1815, Gunung Tambora di Sumbawa meletus dahsyat. Terbesar dalam sejarah. Getarannya mengguncangkan bumi hingga jarak ratusan mil. Jutaan ton abu dan debu muncrat ke angkasa. Akibatnya sungguh dahsyat, tak hanya kehancuran dan kematian massal yang terjadi wilayah Hindia Belanda, efeknya bahkan mengubah iklim dunia. Petaka dirasakan di Eropa dan Amerika Utara. Tahun 1816 dijuluki 'The Year without Summer', tak ada musim panas di tahun itu. Letusan Tambora juga mengakibatkan gagal panen di China, Eropa, dan Irlandia. Hujan tanpa henti delama delapan minggu memicu epidemi tifus yang menewaskan 65.000 orang di Inggris dan Eropa. Kelaparan melumpuhkan di Inggris. Kegelapan menyelimuti Bumi, menginspirasi novel-novel misteri legendaris misalnya, 'Darkness' atau 'Kegelapan' karya Lord Byron, 'The Vampir' atau 'Vampir' karya Dr John Palidori dan novel 'Frankenstein' karya Mary Shelley. Tambora juga jadi salah satu pemicu kerusuhan di Perancis yang warganya kekurangan makanan. Juga mengubah sejarah saat Napoleon kalah akibat musim dingin berkepanjangan dan kelaparan pada 1815 di Waterloo Meski sudah tak lama aktif, Tambora masih menarik perhatian. Astronot Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), pada tahun 2009, NASA mengabadikan kaldera Tambora dari luar angkasa. Kaldera Tambora berdiameter 6 kilometer dan sedalam 1.100 meter. Kawah ini terbentuk saat Tambora yang saat itu tingginya sekitar 4.000 meter kehilangan puncaknya dan ruang magma dikosongkan dalam letusan dahsyat tahun 1815. Dalam foto NASA, tampak kawah Tambora menjadi danau air tawar, yang juga diisi aliran lava minor dan kubah dari abad ke-19 dan ke-20.

Deposit tephra -- material campuran letusan gunung berapi -- bisa dilihat dari sepanjang pinggiran kawah barat laut. Fumarol aktif atau ventilasi uap, masih eksis di kaldera Tambora. Pada tahun 2004, para ilmuwan menemukan sisa-sisa peradaban kuno dan kerangka dua orang dewasa yang terkubur abu Tambora di kedalaman 3 meter. Diduga, itu adalah sisa-sisa Kerajaan Tambora yang tragisnya 'diawetkan' oleh dampak letusan dahsyat itu. Penemuan situs itu membuat Tambora punya kesamaan dengan letusan Gunung Vesuvius di abad ke-79 Masehi. Peradaban di Tambora lantas sebagai "Pompeii di Timur." Pompeii adalah nama kota Romawi di dekat Naples, Italia yang disapu oleh letusan dahsyat Gunung Vesuvius. Kota tersebut terkubur di bawah timbunan abu raksasa dan lenyap selama 1.600 tahun sebelum ditemukan kembali secara tidak disengaja.

Baca juga: Kisah Nestapa Akibat Letusan Tambora 1815

Gunung Tambora
Posted by Yudi | | 02:44 Category : Gunung, Rute Pendakian

Gunung Tambora dengan ketinggian hanya 2.851 m.dpl mempunyai pesona alam yang sangat unik,
kawah Gunung Tambora mempunyai lebar 7 km, keliling kawah 16 km, dan kedalaman kawah dari puncak sampai dasar kawah mencapai 800 meter, sehingga kawah Gunung Tambora terkenal dengan The Greatest Crater in Indonesia (Kawah Terbesar di Indonesia), akibat dari letusan yang terkenal dengan The Largest Volcanic Eruption in History. Selain itu keindahan Gunung Tambora lainnya adalah padang pasir luas di sepanjang bibir kawah yang ditumbuhi bunga Edelweiss kerdil sekitar 0,5 meter sampai 1,5 meter, juga adanya lapisan batuan sepanjang tebing kawah yang berlapis-lapis.

Secara administratif Gunung Tambora terletak diantara dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut), dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, hingga puncak sisi timur hingga utara) Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan garis koordinat tepatnya pada 815' LS dan 118 BT. Disamping kalangan wisatawan dan pendaki gunung yang menikmati panorama dan pesona alam, Gunung Tambora juga masih dipantau aktifitasnya secara rutin oleh ahli gempa dan Vulcanologist, Gunung Tambora juga menarik minat untuk studi Arkeologi dan Biologi.

Kawasan Gunung Tambora terbagi menjadi dua lokasi konservasi yaitu: Tambora Utara Wildlife Reserve dengan luas 80.000 hektar dan Tambora Selatan Hunting Park dengan luas 30.000 hektar.

Tambora Utara Wildlife Reserve : Dengan ketinggian antara 1.000 sampai 2.281 mdpl sebagai kawasan yang penting karena berfungsi sebagai daerah tangkapan air Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, dan sangat berpotensial untuk menjadi tempat wisata karena ciri-ciri geologi-nya sangat berbeda dengan kawasan lainnya. Juga sebagai tempat perlindungan satwa (wildlife sanctuary). Tambora Selatan Hunting Park : Dengan ketinggian antara 500 sampai 2.820 m.dpl sebagai kawasan yang dikelola secara khusus untuk daerah berburu. Kawasan Gunung Tambora sangat kaya dengan kekayaan flora maupun fauna. Jenis-jenis flora yang paling banyak dijumpai, antara lain: alang-alang (Imperata cylindricca), Dendrocnide stimulans, Duabanga molluccana, Eugenia sp, Ixora sp, edelweiss (Anaphalis viscida), perdu, anggrek, jelatan/daun duri. Jenis-jenis fauna

yang banyak dijumpai, antara lain: menjangan/rusa timor (Cervus timorensis), babi hutan (Sus scrofa), kera berekor panjang (Macaca fascicularis), lintah (Hirudo medicinalis), agas. Gunung Tambora merupakan gunung berapi aktif yang berdiri tegak di Pulau Sumbawa, yang juga bagian dari kepulauan Nusa Tenggara. Karena bentukan Tambora oleh Zona Subduksi dibawahnya, sehingga bisa meningkatkan ketinggian puncaknya mencapai 4.300 m dpl, dan dipastikan sebagai salah satu puncak gunung tertinggi di seluruh nusantara setelah Puncak Jaya (Carstensz Piramid 4884 m.dpl), namun ini terjadi sebelum bulan April 1815 sebagai puncak meletusnya gunung Tambora dengan skala letusan mencapai angka tujuh, sebuah ukuran dengan diskripsi super kolosal menurut Volcanic Explosivity Index (VEI).

Dari puncak Gunung Tambora, anda akan dapat memandang lebih leluasa pemandangan kawah, padang pasir, samudra lautan, dan Pulau Satonda, pulau indah dengan pemandangannya yang masih alami, di tengah-tengah pulau tersebut terdapat danau yang jernih dan dikelilingi oleh tebing-tebing dari perbukitan yang masih alami. Pulau Satonda dengan ketinggian antara 0 sampai 300 mdpl merupakan taman rekreasi (recreation park) dengan wilayah seluas 1.000 Ha. Sekarang pulau tersebut telah menjadi kawasan yang dilindungi (strict nature reserve). Pulau Satonda sangat baik untuk riset/mempelajari hutan, karena hutan di pulau tersebut hancur akibat letusan Gunung Tambora pada tahun 1815. Juga banyak ditemukan jenis-jenis ikan yang baru dan hanya ditemukan di Danau Satonda saja. Pulau tersebut menjadi habitat sejumlah besar jenis-jenis burung yang dilindungi.

Jalur Pendakian
Ada tiga titik konsentrasi desa-desa yang berada di sekitar lereng Gunung Tambora. Disebelah timur adalah desa Sanggar, ke arah laut adalah desa Doro Peti dan desa Pesanggrahan, dan di barat adalah desa Calabai. Ada dua jalur pendakian untuk mencapai kaldera. Rute pertama dimulai dari desa Doro Mboha di tenggara gunung. Rute ini mengikuti jalan beraspal melalui mete perkebunan hingga mencapai 1.150 m.dpl. Akhir dari rute ini adalah bagian selatan kaldera pada 1.950 m.dpl, dapat dicapai melalui jalur hiking. Lokasi ini biasanya digunakan sebagai base camp untuk memantau aktivitas gunung berapi, karena hanya dalam waktu satu jam untuk mencapai kaldera. Rute kedua dimulai dari desa Pancasila di barat laut gunung. Dengan menggunakan rute kedua, maka kaldera hanya dapat diakses dengan berjalan kaki.

Jika ingin melakukan pendakian ke Gunung Tambora kami sarankan melalui jalur resmi, yaitu jalur yang kedua melewati Dusun Pancasila yang relatif lebih aman dari jalur lainnya. Untuk mencapai desa pancasila bisa dilakukan lewat kota Mataram atau kota Bima. Jika dari Mataram, dengan menggunakan bus Sari Rejeki dari terminal Bertais Mataram, dengan trayek Mataram-Calabai. Bus ini sehari hanya ada satu, berangkat setiap jam 9 pagi dan sampai di Calabai jam 6 pagi keesokan harinya. Dari Pasar Minggu (Calabai) anda bisa meneruskannya dengan naik ojek. Jika jumlah rombongan anda cukup banyak, biasanya supir bus Sari Rejeki ini tidak akan keberatan mengantarkan anda hingga ke Desa Pancasila. Jika anda ke Pancasila melewati Kota Bima, maka terlebih dahulu anda harus ke kota Dompu baru dari

Dompu anda berganti bus yang ke Calabai, bus trayek Dompu-Calabai ini hanya ada dua kali sehari berangkat setiap jam 6 pagi dan jam 2 siang. Anda harus mempersiapkan diri anda untuk naik bus ini karena merupakan hal yang wajar pada bus Dompu-Calabai ini menaikan penumpang melebihi kapasitas bangkunya. Jika anda mau nyaman anda juga bisa mencarter mobil dari Bima.

Jalur Dusun Pancasila


Dari Dusun Pancasila menuju ke Pos I dapat ditempuh selama satu jam, di Pos I tersebut terdapat sebuah pondok dan sekitar 20 meter terdapat mata air berbentuk sumur dengan airnya yang jernih, Kemudian dari Pos I menuju ke Pos II dapat di tempuh selama satu jam, di pos tersebut terdapat tempat datar untuk beristirahat dan sekitar lima meter dari tempat tersebut terdapat sungai kecil yang mengalirkan air jernih. Dari Pos II melanjutkan perjalanan kembali menuju ke Pos III dengan melalui hutan yang lebat dapat ditempuh selama tiga jam. Di Pos III tersebut ada tanah datar luas, terdapat pula pondok untuk tempat berteduh para pemburu rusa timor. Di Pos III tersebut merupakan mata air terakhir untuk mengambil air.

Dari Pos III menuju ke Pos IV melalui medan hutan lebat dan ditempuh selama satu jam, kemudian dari Pos IV menuju ke Pos V dapat ditempuh selama 30 menit, kemudian dari Pos V menuju ke Bibir Kawah dapat ditempuh selama dua jam, dengan melalui vegetasi yang beralih dari vegetasi hutan ke vegetasi Edelweiss dan dari vegetasi Edelweiss menuju padang pasir. Selama perjalanan kita akan menikmati keindahan alam yang menakjubkan dengan melalui jalur berpasir di kanan-kirinya melihat keunikan bunga Edelweiss yang berbeda dengan di gunung-gunung lain yaitu bunga tersebut sangat pendek sekitar 0,5 meter sampai 1,5 meter dengan letaknya masing-masing berjauhan sekitar dua meter sampai 100 meter. Juga adanya jenis rerumputan dengan tinggi sekitar satu meter sampai 1,5 meter membentuk barisan-barisan.

Setelah sampai di bibir kawah para pendaki dapat menikmati pemandangan yang indah kawah Doro Afi Toi (dari bahasa Bima), sebuah nama kawah Gunung Tambora yang terkenal dengan letusan dahsyat yang mengalahkan letusan dasyat Gunung Krakatau, juga dapat melihat lapisan batuan di sepanjang tebing kawah Doro Afi Toi. Perjalanan dari bibir kawah menuju ke Puncak Gunung Tambora ditempuh selama satu jam 30 menit dengan melalui hamparan padang pasir dan di kanan kiri terdapat bunga Edelweiss serta batuan berlapis. Sesampainya di Puncak Gunung Tambora dengan ketinggian 2.851 mdpl para kita akan lebih leluasa menikmati pesona kawahnya yang sangat lebar dengan adanya telaga hijau di dasar kawah akibat letusan dasyat dalam sejarah.

Sebaiknya pendakian Tambora dilakukan antara bulan Juli-September, diawal musim kemarau. Pada musim hujan, cuaca

Suara Kebebasan http://capsulx368.blogspot.com/2010/09/gunung-tambora.html#ixzz1XZWcL2yY Terima Kasih telah mengcopy artikel ini, semoga artikel ini bermanfaat untuk anda. Saya berterima kasih bila Link Artikel ini dicantumkan dalam blog Anda sebagai Referensi. Terima Kasih ttd. CapsulX

Kategori | Berita, Dompu


ASAL USUL NAMA GUNUNG TAMBORA
Ditulis pada 29 Agustus 2011. Tags: dengan, GUNUNG, gunung tambora, jejak kaki, mbojo, pulau sumbawa, strict nature reserve, tambora, untuk, yang

KM Manggelewa - ASAL muasal nama Tambora (GUNUNG TAMBORA) menurut cerita turun temurun ada dua versi, yaitu: Pertama, berasal dari kata lakambore dari bahasa Mbojo (Dompu/Bima) yang berarti mau ke mana, untuk menanyakan tujuan bepergian kepada seseorang. Kedua, dari kata ta dan mbora, dari bahasa Bima, kata ta yang berarti mengajak, dan kata mbora yang berarti menghilang, sehingga arti kata Tambora secara keseluruhan yaitu mengajak menghilang. Ini berasal dari cerita turun temurun, dahulu ada seseorang sakti yang pertama kali ke gunung tersebut (sekarang Gunung Tambora), bertapa dan tidak diketemukan lagi karena telah menghilang di gunung tersebut. Kalau istilah bahasa Jawa-nya moksa, yaitu menghilang jasadnya secara tiba-tiba dan bisa dilihat oleh orang-orang tertentu yang mempunyai kemampuan dalam melihat roh halus. Kemudian orang sakti yang menghilang tersebut pernah menampakkan diri di sebuah pulau yang terletak di sebelah barat laut Pulau Sumbawa juga dapat terlihat dari puncak Gunung Tambora. Maka pulau tersebut dinamai Pulau Satonda dari kata tonda yang berarti tanda/jejak kaki. Pulau tersebut dapat dilihat dari puncak Gunung Tambora, tampak dari atas berbentuk telapak kaki kanan manusia. Pulau Satonda sangat indah dengan pemandangannya yang masih alami, di tengah-tengah pulau tersebut terdapat danau yang jernih dan dikelilingi oleh tebing-tebing dari perbukitan yang masih alami. Diduga danau di Pulau Satonda tersebut mempunyai terowongan dari gua bawah laut menyambung dengan laut. Pulau Satonda dengan ketinggian antara 0 sampai 300 mdpl merupakan taman rekreasi (recreation park) dengan wilayah seluas 1.000 Ha mempunyai ciri-cirinya yang unik. Sekarang pulau tersebut telah menjadi kawasan yang dilindungi (strict nature reserve). Pulau Satonda sangat baik untuk menjadi tempat untuk mempelajari hutan, karena hutan di pulau tersebut hancur akibat letusan Gunung Tambora pada tahun 1815. Juga banyak ditemukan jenisjenis ikan yang baru dan hanya ditemukan di Danau Satonda saja. Pulau tersebut menjadi habitat sejumlah besar jenis-jenis burung yang dilindungi. Kesemua keindahan alam yang menjadi satu kesatuan menciptakan suatu fenomena indah, unik. Pesona alam di Gunung Tambora makin menambah keelokan panorama alam Indonesia. Kita semua wajib untuk mengenali dan melestarikannya. Alam Indonesia menjadi obyek penelitian yang sangat menarik oleh para ilmuwan.(Humas).

Gempa Bumi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari

Pusat-pusat gempa di seluruh dunia pada tahun 1963-1998.

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.

Tipe gempa bumi


1. Gempa bumi vulkanik ( Gunung Api ) ; Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut. 2. Gempa bumi tektonik ; Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba.

Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tectonic plate (lempeng tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik.

Peta penyebarannya mengikuti pola dan aturan yang khusus dan menyempit, yakni mengikuti pola-pola pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang menyusun kerak bumi. Dalam ilmu kebumian (geologi), kerangka teoretis tektonik lempeng merupakan postulat untuk menjelaskan fenomena gempa bumi tektonik yang melanda hampir seluruh kawasan, yang berdekatan dengan batas pertemuan lempeng tektonik. Contoh gempa vulkanik ialah seperti yang terjadi di Yogyakarta, Indonesia pada Sabtu, 27 Mei 2006 dini hari, pukul 05.54 WIB,
1. Gempa bumi tumbukan ; Gempa bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid yang jatuh ke bumi, jenis gempa bumi ini jarang terjadi 2. Gempa bumi runtuhan ; Gempa bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal. 3. Gempa bumi buatan ; Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi.

[sunting] Penyebab terjadinya gempa bumi


Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi. Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km. Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi

[sunting] Sejarah gempa bumi besar pada abad ke-20 dan 21

11 Maret 2011, Gempa bumi di Jepang, 373 km dari kota Tokyo berskala 9,0 Skala Richter yang sebelumnya di revisi dari 8,8 Skala Richter, gempa ini juga menimbulkan gelombang tsunami di sepanjang pesisir timur Jepang 26 Oktober 2010, Gempa bumi di Mentawai berskala 7.2 Skala Richter, korban tewas ditemukan hingga 9 November ini mencapai 156 orang. Gempa ini kemudian juga menimbulkan tsunami. 16 Juni 2010, Gempa bumi 7,1 Skala Richter menggguncang Biak, Papua. 7 April 2010, Gempa bumi dengan kekuatan 7.2 Skala Richter di Sumatera bagian Utara lainnya berpusat 60km dari Sinabang, Aceh. Tidak menimbulkan tsunami, menimbulkan kerusakan fisik di beberapa daerah, belum ada informasi korban jiwa. 27 Februari 2010, Gempa bumi di Chili dengan 8.8 Skala Richter, 432 orang tewas (data 30 Maret 2010). Mengakibatkan tsunami menyeberangi Samudera Pasifik yang menjangkau hingga Selandia Baru, Australia, kepulauan Hawaii, negara-negara kepulauan di Pasifik dan Jepang dengan dampak ringan dan menengah. 12 Januari 2010, Gempa bumi Haiti dengan episenter dekat kota Logne 7,0 Skala Richter berdampak pada 3 juta penduduk, perkiraan korban meninggal 230.000 orang, luka-luka 300.000 orang dan 1.000.000 kehilangan tempat tinggal. 30 September 2009, Gempa bumi Sumatera Barat merupakan gempa tektonik yang berasal dari pergeseran patahan Semangko, gempa ini berkekuatan 7,6 Skala Richter (BMG Indonesia) atau 7,9 Skala Richter (BMG Amerika) mengguncang Padang-Pariaman, Indonesia. Menyebabkan sedikitnya 1.100 orang tewas dan ribuan terperangkap dalam reruntuhan bangunan. 2 September 2009, Gempa Tektonik 7,3 Skala Richter mengguncang Tasikmalaya, Indonesia. Gempa ini terasa hingga Jakarta dan Bali, berpotensi tsunami. Korban jiwa masih belum diketahui jumlah pastinya karena terjadi Tanah longsor sehingga pengevakuasian warga terhambat.

Kerusakan akibat gempa bumi di San Francisco pada tahun 1906

Sebagian jalan layang yang runtuh akibat gempa bumi Loma Prieta pada tahun 1989

3 Januari 2009 - Gempa bumi berkekuatan 7,6 Skala Richter di Papua. 12 Mei 2008 - Gempa bumi berkekuatan 7,8 Skala Richter di Provinsi Sichuan, China. Menyebabkan sedikitnya 80.000 orang tewas dan jutaan warga kehilangan tempat tinggal. 12 September 2007 - Gempa Bengkulu dengan kekuatan gempa 7,9 Skala Richter 9 Agustus 2007 - Gempa bumi 7,5 Skala Richter 6 Maret 2007 - Gempa bumi tektonik mengguncang provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Laporan terakhir menyatakan 79 orang tewas [1]. 27 Mei 2006 - Gempa bumi tektonik kuat yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. United States Geological Survey melaporkan 6,2 pada skala Richter; lebih dari 6.000 orang tewas, dan lebih dari 300.000 keluarga kehilangan tempat tinggal. 8 Oktober 2005 - Gempa bumi besar berkekuatan 7,6 skala Richter di Asia Selatan, berpusat di Kashmir, Pakistan; lebih dari 1.500 orang tewas. 26 Desember 2004 - Gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,0 skala Richter mengguncang Aceh dan Sumatera Utara sekaligus menimbulkan gelombang tsunami di samudera Hindia. Bencana alam ini telah merenggut lebih dari 220.000 jiwa. 26 Januari 2004 - Gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,7 skala Richter mengguncang India dan merenggut lebih dari 3.420 jiwa. 26 Desember 2003 - Gempa bumi kuat di Bam, barat daya Iran berukuran 6.5 pada skala Richter dan menyebabkan lebih dari 41.000 orang tewas. 21 Mei 2002 - Di utara Afganistan, berukuran 5,8 pada skala Richter dan menyebabkan lebih dari 1.000 orang tewas. 26 Januari 2001 - India, berukuran 7,9 pada skala Richter dan menewaskan 2.500 ada juga yang mengatakan jumlah korban mencapai 13.000 orang. 21 September 1999 - Taiwan, berukuran 7,6 pada skala Richter, menyebabkan 2.400 korban tewas.

17 Agustus 1999 - barat Turki, berukuran 7,4 pada skala Richter dan merenggut 17.000 nyawa. 25 Januari 1999 - Barat Colombia, pada magnitudo 6 dan merenggut 1.171 nyawa. 30 Mei 1998 - Di utara Afganistan dan Tajikistan dengan ukuran 6,9 pada skala Richter menyebabkan sekitar 5.000 orang tewas. 17 Januari 1995 - Di Kobe, Jepang dengan ukuran 7,2 skala Richter dan merenggut 6.000 nyawa. 30 September 1993 - Di Latur, India dengan ukuran 6,0 pada skala Richter dan menewaskan 1.000 orang. 12 Desember 1992 - Di Flores, Indonesia berukuran 7,9 pada skala richter dan menewaskan 2.500 orang. 21 Juni 1990 - Di barat laut Iran, berukuran 7,3 pada skala Richter, merengut 50.000 nyawa. 7 Desember 1988 - Barat laut Armenia, berukuran 6,9 pada skala Richter dan menyebabkan 25.000 kematian. 19 September 1985 - Di Mexico Tengah dan berukuran 8,1 pada Skala Richter, meragut lebih dari 9.500 nyawa. 16 September 1978 - Di timur laut Iran, berukuran 7,7 pada skala Richter dan menyebabkan 25.000 kematian. 4 Maret 1977 - Vrancea, timur Rumania, dengan besar 7,4 SR, menelan sekitar 1.570 korban jiwa, diantaranya seorang aktor Rumania Toma Caragiu, juga menghancurkan sebagian besar dari ibu kota Rumania, Bukares (Bucureti). 28 Juli 1976 - Tangshan, Cina, berukuran 7,8 pada skala Richter dan menyebabkan 240.000 orang terbunuh. 4 Februari 1976 - Di Guatemala, berukuran 7,5 pada skala Richter dan menyebabkan 22.778 terbunuh. 29 Februari 1960 - Di barat daya pesisir pantai Atlantik di Maghribi pada ukuran 5,7 skala Richter, menyebabkan kira-kira 12.000 kematian dan memusnahkan seluruh kota Agadir. 26 Desember 1939 - Wilayah Erzincan, Turki pada ukuran 7,9, dan menyebabkan 33.000 orang tewas. 24 Januari 1939 - Di Chillan, Chili dengan ukuran 8,3 pada skala Richter, 28.000 kematian. 31 Mei 1935 - Di Quetta, India pada ukuran 7,5 skala Richter dan menewaskan 50.000 orang. 1 September 1923 - Di Yokohama, Jepang pada ukuran 8,3 skala Richter dan merenggut sedikitnya 140.000 nyawa.

[sunting] Akibat Gempa Bumi


Bangunan roboh Kebakaran Jatuhnya korban jiwa Permukaan tanah menjadi merekat dan jalan menjadi putus Tanah longsor akibat guncangan Banjir akibat rusaknya tanggul Gempa di dasar laut yang menyebabkan tsunami

[sunting] Tips Menghadapi Gempa Bumi


Bila berada didalam rumah:

Jangan panik dan jangan berlari keluar, berlindunglah dibawah meja atau tempat tidur.

Bila tidak ada, lindungilah kepala dengan bantal atau benda lainnya. Jauhi rak buku, almari dan jendela kaca. Hati-hati terhadap langit-langit yang mungkin runtuh, benda-benda yang tergantung di dinding dsb.

Bila berada di luar ruangan:


Jauhi bangunan tinggi, dinding, tebing terjal, pusat listrik dan tiang listrik, papan reklame, pohon yang tinggi, dsb. Usahakan dapat mencapai daerah yang terbuka. Jauhi rak-rak dan jendela kaca.

Bila berada di dalam ruangan umum:


Jangan panik dan jangan berlari keluar karena kemungkinan dipenuhi orang. Jauhi benda-benda yang mudah tergelincir seperti rak, almari dan jendela kaca dsb.

Bila sedang mengendarai kendaraan:


Segera hentikan di tempat yang terbuka. Jangan berhenti di atas jembatan atau dibawah jembatan layang/jembatan penyeberangan.

Bila sedang berada di pusat perbelanjaan, bioskop, dan lantai dasar mall:

Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan Ikuti semua petunjuk dari pegawai atau satpam

Bila sedang berada di dalam lift:


Jangan menggunakan lift saat terjadi gempabumi atau kebakaran. Lebih baik menggunakan tangga darurat Jika anda merasakan getaran gempabumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah semua tombol Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanannya dan mengungsilah Jika anda terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone jika tersedia

Bila sedang berada di dalam kereta api:


Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan terjatuh seandainya kereta dihentikan secara mendadak Bersikap tenanglah mengikuti penjelasan dari petugas kereta Salah mengerti terhadap informasi petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan

Bila sedang berada di gunung/pantai:

Ada kemungkinan lonsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah langsung ke tempat aman.

Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami. Jika anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah mengungsi ke dataran yang tinggi.

Beri pertolongan:

Sudah dapat diramalkan bahwa banyak orang akan cedera saat terjadi gempabumi besar. Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah sakit akan mengalami kesulitan datang ke tempat kejadian maka bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang berada di sekitar anda.

Evakuasi:

Tempat-tempat pengungsian biasanya telah diatur oleh pemerintah daerah. Pengungsian perlu dilakukan jika kebakaran meluas akibat gempabumi. Pada prinsipnya, evakuasi dilakukan dengan berjalan kaki dibawah kawalan petugas polisi atau instansi pemerintah. * * * Bawalah barangbarang secukupnya.

Dengarkan informasi:

Saat gempabumi besar terjadi, masyarakat terpukul kejiwaannya. Untuk mencegah kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang dan bertindaklah sesuai dengan informasi yang benar. Anda dapat memperoleh informasi yang benar dari pihak berwenang, polisi, atau petugas PMK. Jangan bertindak karena informasi orang yang tidak jelas.

Gunung Meletus
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari

Letusan gunung berapi St. Helens (AS), 22 Juli 1980

Gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km. Tidak semua gunung berapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus disebut gunung berapi aktif.

Berbagai Tipe Gunung Berapi


1. Gunung berapi kerucut atau gunung berapi strato (strato vulcano) 2. Gunung berapi perisai (shield volcano) 3. Gunung berapi maar

Ciri-ciri gunung berapi akan meletus


Gunung berapi yang akan meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain

Suhu di sekitar gunung naik. Mata air menjadi kering Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa) Tumbuhan di sekitar gunung layu Binatang di sekitar gunung bermigrasi

Hasil letusan gunung berapi


Berikut adalah hasil dari letusan gunung berapi, antara lain :
Gas vulkanik Gas yang dikeluarkan gunung berapi pada saat meletus. Gas tersebut antara lain Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida (H2S), Sulfur dioksida (S02), dan Nitrogen (NO2) yang dapat membahayakan manusia. Lava dan aliran pasir serta batu panas Lava adalah cairan magma dengan suhu tinggi yang mengalir dari dalam Bumi ke permukaan melalui kawah. Lava encer akan mengalir mengikuti aliran sungai sedangkan lava kental akan membeku dekat dengan sumbernya. Lava yang membeku akan membentuk bermacam-macam batuan. Lahar Lahar adalah lava yang telah bercampur dengan batuan, air, dan material lainnya. Lahar sangat berbahaya bagi penduduk di lereng gunung berapi. Hujan Abu Yakni material yang sangat halus yang disemburkan ke udara saat terjadi letusan. Karena sangat halus, abu letusan dapat terbawa angin dan dirasakan sampai ratusan kilometer jauhnya. Abu letusan ini bisa menganggu pernapasan. Awan panas Yakni hasil letusan yang mengalir bergulung seperti awan. Di dalam gulungan ini terdapat batuan pijar yang panas dan material vulkanik padat dengan suhu lebih besar dari 600 C. Awan panas dapat mengakibatkan luka bakar pada tubuh yang terbuka seperti kepala, lengan, leher atau kaki dan juga dapat menyebabkan sesak napas.

Gunung berapi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari

Gunung berapi Mahameru atau Semeru di belakang. Latar depan adalah Kaldera Tengger termasuk Bromo, Jawa Timur, Indonesia.

Letusan gunung berapi dapat berakibat buruk terhadap margasatwa lokal, dan juga manusia.

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari

kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus. Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung api es biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim dingin bersalju, sedangkan gunung api lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah yang populer sebagai Bledug Kuwu. Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik. Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya dari suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati. Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magmar di bawah gunung berapi meletus keluar sebagai lahar atau lava. Selain daripada aliran lava, kehancuran oleh gunung berapi disebabkan melalui berbagai cara seperti berikut:

Aliran lava. Letusan gunung berapi. Aliran lumpur. Abu. Kebakaran hutan. Gas beracun. Gelombang tsunami. Gempa bumi. Tingkat isyarat gunung berapi di Indonesia

Status

Makna

Tindakan Menandakan gunung berapi yang segera atau sedang meletus atau ada keadaan kritis yang menimbulkan bencana Letusan pembukaan dimulai dengan abu dan asap Letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam

AWAS

Wilayah yang terancam bahaya direkomendasikan untuk dikosongkan Koordinasi dilakukan secara harian Piket penuh

SIAGA

Menandakan gunung berapi yang sedang bergerak ke arah letusan atau menimbulkan bencana Peningkatan intensif kegiatan seismik Semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana Jika tren peningkatan berlanjut, letusan dapat terjadi dalam waktu 2 minggu Ada aktivitas apa pun bentuknya Terdapat kenaikan aktivitas di atas level normal Peningkatan aktivitas seismik dan kejadian vulkanis lainnya Sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan oleh aktivitas magma, tektonik dan hidrotermal Tidak ada gejala aktivitas tekanan magma Level aktivitas dasar

Sosialisasi di wilayah terancam Penyiapan sarana darurat Koordinasi harian Piket penuh

WASPADA

Penyuluhan/sosialisasi Penilaian bahaya Pengecekan sarana Pelaksanaan piket terbatas

NORMAL

Pengamatan rutin Survei dan penyelidikan

[sunting] Jenis gunung berapi berdasarkan bentuknya


Stratovolcano Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga membentuk suatu kerucut besar (raksasa), kadang-kadang bentuknya tidak beraturan, karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Gunung Merapi merupakan jenis ini. Perisai Tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair, sehingga tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam), bentuknya akan berlereng landai, dan susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh bentuk gunung berapi ini terdapat di kepulauan Hawai. Cinder Cone

Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya. Jarang yang tingginya di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya. Kaldera Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang melempar ujung atas gunung sehingga membentuk cekungan. Gunung Bromo merupakan jenis ini.

[sunting] Klasifikasi gunung berapi di Indonesia


Kalangan vulkanologi Indonesia mengelompokkan gunung berapi ke dalam tiga tipe berdasarkan catatan sejarah letusan/erupsinya.

Gunung api Tipe A : tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600. Gunung api Tipe B : sesudah tahun 1600 belum tercatat lagi mengadakan erupsi magmatik namun masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti kegiatan solfatara. Gunung api Tipe C : sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.

Kisah Nestapa Akibat Letusan Tambora 1815


Efek letusan mengubah iklim dunia. Orang-orang tewas membeku. Ada juga yang mengira kiamat
Jum'at, 20 Agustus 2010, 06:01 WIB Elin Yunita Kristanti

Foto lawas dampak letusan Tambora di Amerika Serikat (Maurice Morley | Saratogian.com)

VIVAnews - Sore itu, 5 April 1815, Gunung Tambora di Sumbawa sudah menunjukkan gejala tak beres. Tambora 'batuk -batuk' dan bergemuruh. Beberapa hari kemudian, pada 11 dan 12 April letusan Gunung Tambora mencapai klimaksnya. Gunung besar itu meletus, getarannya mengguncangkan bumi hingga jarak ratusan mil, memuntahkan lava dan batuan gunung. Jutaan ton abu dan debu muncrat ke angkasa. Akibatnya sungguh dahsyat, tak hanya kehancuran dan kematian massal yang terjadi wilayah Hindia Belanda, efeknya bahkan mengubah iklim dunia. Petaka dirasakan di Eropa dan Amerika Utara. Sebuah koran lokal di Amerika Serikat, The Saratogian, 15 Agustus 2010. memuat cerita sejarahwan, Maurice Morley tentang nestapa yang disebabkan meletusnya Gunung Tambora. Menurut Morley, salah satu untuk tetap tenang menghadapi panasnya cuaca, kondisi berkabut, lembabnya malam saat ini adalah mengingat 'The Year of Summer' atau 'tahun tanpa musim panas', ketika suhu sangat dingin, manusia dan hewan membeku, panen gagal, dan orang-orang ketakutan mengira saat itu akhir dunia akan segera tiba. Menurut sebuah artikel surat kabar lama, tumpukan salju hampir setinggi satu kaki turun di Ballston Spa, AS selama. Penduduk membundel tubuhnya dari kepala sampai kaki. Meski demikian, ada saja yang tewas membeku. Beberapa orang bahkan memilih bunuh diri karena yakin Matahari sedang membeku dan Bumi akan segera hancur. "Angin yang bertiup Juni, Juli, Agustus 1816 terus bertiup dari utara, keras, dan dingin," demikian dilaporkan surat kabar lawas tersebut. Meski tanaman mati, petani tetap bercocok tanam, dengan sarung tangan, mereka menebar benih jagung.

"Selama Juli-Agustus, tumpukan salju makin tinggi. Pada 30 Agustus bahkan ada badai besar. Hanya ada kesuraman sepanjang musim panas itu, tidak ada pemandangan hijau di manapun." Dikutip dalam koran itu, sebuah cerita bagaimana seorang wartawan, James Winchester menemukan pamannya tewas terkubur dan kaku di salju saat mencari dombanya. Meski suhu sempat menghangat di bulan September, rasa takut tetap mendera, bahkan di hati orang beriman sekalipun. Seorang pria tua, James Gooding, teramat sangat putus harapan. Dia membunuh semua sapinya, lalu menggantung diri. Dia bahkan menganjurkan hal yang sama pada istrinya. Alasannya, menghindari kematian karena dingin dan kelaparan, yang ia yakini tak terelakan. (umi)
VIVAnews

Ekspedisi Cincin Api, Kolaborasi Harian Kompas dan Kompas TV


R. Adhi Kusumaputra | Robert Adhi Ksp | Selasa, 6 September 2011 | 14:22 WIB Share:

Dok KOMPAS Ekspedisi Cincin Api JAKARTA, KOMPAS.com - Ekspedisi Cincin Api akan menjadi hasil kolaborasi pertama antara Harian Kompas dan Kompas TV. Berbeda dengan ekspedisi-ekspedisi yang pernah dibuat Kompas sebelumnya, Ekspedisi Cincin Api dilakukan selama satu tahun penuh.

Redaktur Pelaksana Harian Kompas Budiman Tanuredjo hari Selasa (6/9/2011) menjelaskan, Ekspedisi Cincin Api ingin menggambarkan hidup di Indonesia sangat rentan dengan bencana. Ekspedisi ini mengupas tuntas kegunungapian dan melacak jejak tsunami di Indonesia. "Ekspedisi ini mengungkapkan berbagai hal yang berkaitan dengan kegunungapian, cerita-cerita rakyat, kearifan lokal, tata ruang wilayah, dan kemampuan melakukan mitigasi bencana," jelas Budiman. "Ini bukan sekadar ekspedisi yang melintas wilayah seperti ekspedisi sebelumnya, tapi juga eksplorasi para ahli. Dan ahli yang diajak sudah menjadi langganan TV asing," lanjutnya. Ekspedisi Cincin Api akan diawali dengan peliputan mendalam di Gunung Tambora di Nusa Tenggara. Letusan gunung ini pada April tahun 1815 mengguncang dunia dan menyebabkan Eropa tanpa musim panas. "Liputan mendalam dan laporan khusus soal Ekspedisi Cincin Api akan dimuat di Harian Kompas mulai hari Rabu 14 September, dilanjutkan Kamis 15 September, Jumat 16 September, Sabtu 17 September. Laporan dokumenter soal Gunung Tambora akan ditayangkan di Kompas TV hari Minggu 18 September," jelas Budiman. Setelah lipuran soal Gunung Tambora, Ekspedisi Cincin Api akan mengupas Super Volcano Toba, Gunung Krakatau, Gunung Rinjani, Gunung Agung, Gunung Bromo. Laporan khusus ini selain dimuat di Harian Kompas dan ditayangkan di Kompas TV, juga akan dimuat di Kompas.com dan Kompas iPad, termasuk edisi bahasa Inggris yang berbayar. Setelah itu, laporan khusus Ekspedisi Gunung Api akan dibukukan. "Ini akan menjadi buku pertama berbahasa Indonesia yang mengupas kegunungapian di Indonesia. Selama ini riset dan literatur yang lengkap soal kegunungapian dilakukan orang asing," papar Budiman Tanuredjo. Studio Berita Kompas TV Diresmikan R. Adhi Kusumaputra | Robert Adhi Ksp | Selasa, 6 September 2011 | 11:48 WIB

Robert Adhi Ksp/KOMPAS Presiden Komisaris Kompas Gramedia Jakob Oetama saat meresmikan Studio Berita Kompas TV hari Selasa (6/9/2011) JAKARTA, KOMPAS.com - Studio berita (news) Kompas TV diresmikan oleh Presiden Komisaris Kompas Gramedia Jakob Oetama, Selasa (6/9/2011) pagi. Peresmian ini ditandai dengan pemotongan tumpeng. Jakob Oetama yang mengenakan seragam Kompas TV itu menyerahkan nasi tumpeng kepada Pemimpin Redaksi Harian Kompas Rikard Bagun dan Pemimpin Redaksi Kompas TV Taufik H Mihardja. Hadir antara lain CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo dan Direktur Kompas TV Bimo Setiawan. Dalam sambutannya, Jakob Oetama yang pada 27 September 2011 ini berusia 80 tahun mengatakan, ia bersyukur masih bisa menyerahkan Kompas TV, unit paling baru Kelompok Kompas Gramedia, kepada yang muda-muda. Jakob berharap kehadiran Kompas TV di kancah dunia pertelevisian Indonesia, tidak hanya menghibur masyarakat, tetapi juga memberikan pencerahan. Kompas TV akan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia negara yang kaya, indah, juga bangsa yang maju. Jakob Oetama yang merintis dan mendirikan Harian Kompas tahun 1965 bersama almarhum PK Ojong, berharap Kompas TV dapat memenuhi harapan masyarakat Indonesia.

KompasTV Mulai Dinikmati


Buyung Wijaya Kusuma | Robert Adhi Ksp | Rabu, 31 Agustus 2011 | 20:07 WIB

KompasTV Kompas TV, Inspirasi Indonesia Foto: JAKARTA, KOMPAS.com Program-program KompasTV kini hadir di layar televisi nasional melalui kerja sama dengan saluran berjaringan di beberapa wilayah Indonesia, mulai Selasa (30/8/2011).

Pada Jumat, 9 September 2011, KompasTV akan resmi mengudara. Ini ditandai dengan peluncuran KompasTV di Jakarta Convention Center, Jakarta. -- Bimo Setiawan

Pemirsa di Tanah Air sudah bisa menikmati konten KompasTV di saluran ktv (28 UHF) untuk wilayah Jabodetabek, stv (34 UHF) Bandung, btv (47 UHF) Semarang, atv (32 UHF) BatuMalang Raya, bctv (40 UHF) Surabaya, mostv (52 UHF) Palembang, khatulistiwatv (39 UHF) Pontianak, makassartv (23 UHF) Makassar, dan dewatatv (23 UHF) Bali. Direktur Pelaksana KompasTV Bimo Setiawan di Jakarta mengatakan, pada Jumat, 9 September 2011, KompasTV akan resmi mengudara. Ini ditandai dengan peluncuran KompasTV di Jakarta Convention Center, Jakarta. Tanggal 9 September menjadi tanda kehadiran kali pertama kerja sama KompasTV dengan lembaga penyiaran daerah, kata Bimo. Sejauh ini, berbagai persiapan untuk peluncuran KompasTV terus dilakukan.

Bimo mengatakan, mulai 30 Agustus 2011 hingga 8 September 2011, KompasTV sedang melakukan simulasi operasi on-air, simulasi operasi teknik, dan simulasi untuk fungsi lainnya. Kami akan mengudara secara penuh pada 9 September, kata Bimo. Sejauh ini, menurut Bimo, KompasTV sudah menjalin kerja sama dengan sembilan lembaga penyiaran daerah. Permintaan kerja sama terus mengalir, katanya. Komposisi siaran terbagi dalam 70 persen nasional dan 30 persen lokal. Adapun komposisi program KompasTV adalah 60 persen berita dan inspiring knowledge serta 40 persen hiburan (entertainment). Daftar program-program yang sudah siap tayang dapat dilihat di situs web http://www.kompas.tv.

Kompas TV Siap Menjadi Televisi Berjaringan


Maria Natalia | Erlangga Djumena | Kamis, 28 Juli 2011 | 23:39 WIB

KOMPAS IMAGES/WISNUBRATA Acara persemian Kompas TV JAKARTA, KOMPAS.com Sejumlah televisi lokal yang tergabung dalam Asosiasi Televisi Lokal Indonesia, termasuk Kompas TV, Kamis (28/7/2011) malam ini menandatangani deklarasi terbentuknya Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia. Asosiasi tersebut juga disaksikan langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring di Hotel Santika, Jakarta. Salah satu isi deklarasi itu adalah menjaga dan membela kepentingan industri penyiaran pada umumnya dan televisi lokal berjaringan khususnya. Menurut Managing Director Kompas TV Bimo Setiawan, organisasi ini juga berusaha untuk memadukan antara kemampuan nasional dan lokal yang bisa menjadi alternatif tontonan masyarakat.

"Dengan ini maka terbentuk sebuah tayangan televisi alternatif sehingga ada acara nasional dan ada acara lokal. Dengan berjaringan, kekuatan-kekuatan tiap-tiap televisi bisa dipadukan sehingga warna Indonesia menjadi lebih kelihatan, terlihat konten nasional dan ada konten lokal," ujar Bimo di Hotel Santika. Menurutnya, Kompas TV pun memiliki kepentingan terhadap model baru dari televisi berjaringan tersebut. Terlebih lagi, saat ini televisi dengan tagline "Inspirasi Indonesia" tersebut masih baru menapaki dunia penyiaran televisi lokal. "Kompas TV, sebagai sebuah kekuatan yang baru, memang sangat berkepentingan dengan model yang berjaringan ini. Ini karena kami akan membuat tayangan seperti yang dimaui oleh televisi berjaringan ini, yaitu kombinasi antara nasional dan lokal. Melalui asosiasi ini, kami mendorong agar televisi bisa semakin maju di daerah," sambung Bimo. Menurut Bimo, hal ini tentunya juga akan memberikan kesempatan secara positif bagi televisi lokal untuk bersaing dengan televisi nasional. "Ini akan mempunyai kesempatan untuk bersaing di nasional. Artinya, penonton akan punya alternatif, kan. Jadi, yang berjaringan ini akan membuat beberapa program bersama, dan ada beberapa program tiap-tiap daerah. Soal bersaing atau tidak, itu soal produksi kreativitas stasiun TV masing-masing," tuturnya. Bimo menekankan bahwa saat ini asosiasi tersebut memiliki pekerjaan rumah untuk memajukan televisi lokal karena masih banyak yang perlu diperbaiki dari televisi-televisi lokal. "Hari ini pekerjaan rumah dari Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia adalah membangun kemampuan lokal, baik dari sumber daya manusia, infrastruktur, konten, dan pemasaran. Kalau beberapa jaringan kan sudah jalan. Kalau untuk Kompas TV, kami mulai jalan bulan September," tuturnya.

You might also like