You are on page 1of 26

PEMANFAATAN PATI BERAS KETAN PRAGELATINASI SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT NATRIUM DIKLOFENAK DAN KAPTOPRIL

ARTIKEL

Oleh: ANITA LUKMAN 0921213009

PROGRAM STUDI FARMASI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

Pemanfaatan Pati Beras Ketan Pragelatinasi sebagai Matriks Tablet Lepas Lambat Natrium Diklofenak dan Kaptopril Tesis S2 oleh Anita Lukman Pembimbing : 1. Prof. Dr. Henny Lucida, Apt. 2. Prof. Dr. Elfi Sahlan Ben, Apt ABSTRAK Telah dilakukan studi tentang pemanfaatan pati beras ketan Indonesia yang dipragelatinasi sebagai matriks tablet lepas lambat dalam bentuk kombinasi dengan natrium karboksi metil selulosa dengan menggunakan natrium diklofenak dan kaptopril sebagai model obat. Hasil uji disolusi menunjukkan formula F1 dan F2 yang mengandung natrium diklofenak terdisolusi sebanyak 86,86% dan 80,16 % dalam waktu 8 jam, sedangkan formula F3 dan F4 yang mengandung kaptopril terdisolusi sebanyak 105,77 % dalam waktu 4 jam (F4) dan 103,26% dalam waktu 8 jam (F4). Hasil uji disolusi tersebut menunjukkan bahwa terjadi perbedaan kemampuan matriks dalam melepaskan obat dari sediaan tablet terhadap kelas biofarmasetika yang berbeda dimana natrium diklofenak merupakan BCS (Biopharmaceutics Classification System) kelas II, dan kaptopril merupakan BCS kelas III. Kinetika lepasnya zat aktif dari matriks pati beras ketan pragelatinasi dan natrium karboksi metil selulosa mengikuti persamaan Korsmeyer-Peppas dengan mekanisme yang berbeda antara kedua zat aktif.

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Tujuan dasar desain bentuk sediaan adalah untuk mengoptimumkan penyampaian obat, sehingga mencapai suatu ukuran kontrol dari efek terapi dalam menghadapi fluktuasi yang tidak tentu dalam lingkungan in vivo dimana penglepasan obat berlangsung (Lachman, Lieberman, Kanig, 1994). Tablet lepas lambat adalah tablet yang dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia dalam jangka waktu tertentu setelah obat diberikan (anonim, 1995). Salah satu tujuan pembuatan sediaan ini adalah untuk mengurangi frekuensi pemberian sehingga efek merugikan dari obat dapat ditekan karena tidak ada fluktuasi kadar obat dalam darah. Penggunaan matriks dalam sediaan lepas lambat merupakan teknik yang banyak digunakan saat ini, karena penerapannya yang sangat mudah. Suatu matriks dapat digambarkan sebagai pembawa padat inert yang didalamnya obat tercampur secara merata. Salah satu sistem matriks adalah matriks hidrofilik yang mampu mengembang dalam air dan diikuti oleh erosi dari bentuk gel sehingga obat dapat terdisolusi dalam media air (Lachman, Lieberman, Kanig, 1994). Sistem matriks hidrofilik merupakan sistem monolitik yang dibuat dengan cara mengempa campuran serbuk yang terdiri dari polimer hidrofilik dan senyawa obat. Jika sistem matriks ini dimasukkan ke dalam media air, matriks tidak pecah tetapi membentuk lapisan penghambat dengan viskositas tinggi yang mengontrol

pelepasan obat dan penetrasi cairan ke dalam pusat sistem matriks hidrofilik (Rao dan Devi, 1988). Pati adalah polisakarida alami dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari unit-unit glukosa. Umumnya pati mengandung dua tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer rantai lurus mengandung lebih dari 6000 unit glukosa yang dihubungkan dengan ikatan -1,4 glikosidik (Horton, Moran, Ochs, Rawn dan Scrimgeour, 2002). Amilosa bersifat tidak larut dalam air dingin tetapi menyerap sejumlah besar air dan mengembang. Amilopektin memiliki struktur bercabang dimana molekul-molekul glukosa dihubungkan dengan ikatan -1,6 glikosidik (Imeson, 1999). Amilopektin memiliki daya ikat yang baik, yang bisa memperlambat disolusi zat aktif (Schwartz dan Zelinski, 1978).

Gambar 1. Stuktur kimia amilosa (Horton et al, 2002)

Gambar 2. Struktur kimia amilopektin (Horton et al, 2002)

Beras ketan (Oryza sativa L var. glutinosa) banyak terdapat di Indonesia dengan jumlah produksi sekitar 42.000 ton pertahun, namun penggunaannya di Indonesia masih terbatas pada industri makanan, sedangkan penggunaan di bidang farmasi belum ada dipublikasikan. Beras ketan mengandung amilopektin sangat tinggi yaitu 99,7% dan bersifat tidak mengembang dalam air dingin (Kadan, Champagne, Ziegler dan Richard, 1997), dengan tingginya kadar amilopektin dalam beras ketan ini maka diduga dapat digunakan langsung sebagai matriks tablet lepas lambat yang potensial karena bisa menghambat desintegrasi dan disolusi dari zat aktif. Penelusuran literatur menunjukkan bahwa modifikasi pati beras ketan dalam bentuk pragelatinasi berhasil memperlambat lepasnya propanolol HCl dari matriks tablet yaitu sebesar 80% dalam waktu 14 jam dengan perbandingan 1:3 dan 1:4 untuk propanolol dan pati beras ketan pragelatinasi, namun pati beras ketan pragelatinasi yang dihasilkan ini mempunyai kelemahan yaitu sifat alirnya yang sangat jelek. (Perrapattana, Phuvarit, tattawasart, Preechagon dan srijesdaruk, 2009). Natrium diklofenak merupakan anti inflamasi non steroid yang mempunyai daya anti radang kuat dengan efek samping kurang keras dibanding antiinflamasi lain seperti indometasin dan piroxicam (Tan dan Raharja, 2002). Natrium diklofenak diserap secara cepat dan sempurna dalam lambung disamping itu sifat natrium diklofenak yang menunjang untuk dibuat sediaan lepas lambat yaitu waktu paruh di plasma pendek (1,5 jam), dan penggunaan dosis tidak terlalu besar.

Natrium diklofenak digunakan untuk mengobati nyeri akibat peradangan berbagai keadaan rematik dan kelainan degeneratif pada sistem rangka. Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pengobatan hipertensi karena efektif dan toksisitasnya rendah. Kaptopril memiliki waktu paruh yang singkat yaitu 1-3 jam sehingga cocok untuk dibuat sediaan tablet lepas lambat. Pengembangan tablet kaptopril lepas lambat akan memberikan beberapa keuntungan kepada pasien yang perlu mengkonsumsi obat ini secara

berkesinambungan dalam waktu yang cukup lama. Beberapa keuntungan tersebut antara lain pengurangan frekuensi pemberian obat dan mengurangi fluktuasi konsentrasi obat dalam darah sehingga menurunkan resiko efek samping (Kadin, H, 1982). Natrium diklofenak bersifat agak sukar larut dalam air, diserap 100% dan diklasifikasikan mempunyai permiabilitas yang tinggi sehingga data diatas mengklasifikasikan diklofenak pada BCS kelas II (Chuasuwan, 2008). Kaptopril mempunyai kelarutan yang baik (mudah larut dalam 250 ml air pada PH 1-8) dan permeabilitas yang rendah (absorpsinya kurang dari 90 %) sehingga termasuk BCS (Biopharmaceutics Classification System) kelas III (Shargel, 2005). Natrium diklofenak dan kaptopril dipilih sebagai model obat mewakili kelas biofarmasetika yang berbeda untuk melihat kemampuan matriks dalam melepaskan obat dari sediaan tablet lepas lambat.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pati beras ketan Indonesia yang dipragelatinasi dan pemanfaatannya sebagai matriks tablet lepas lambat dalam bentuk kombinasi dengan natrium karboksi metil selulosa dengan menggunakan natrium diklofenak dan kaptopril sebagai model obat.

1.2 Perumusan masalah Dari uraian latar belakang dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: Apakah kombinasi pati beras ketan pragelatinasi dan natrium karboksi metil selulosa bisa digunakan sebagai matriks tablet lepas lambat formula tunggal natrium diklofenak dan kaptopril?

1.3 Tujuan penelitian Memformulasi dan mengevaluasi tablet lepas lambat masing-masing dalam formula tunggal natrium diklofenak dan kaptopril menggunakan kombinasi pati beras ketan pragelatinasi dan natrium karboksi metil selulosa sebagai matriks.

1.4 Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi pendahuluan tentang pati beras ketan pragelatinasi sebagai matriks tablet lepas

lambat dan diperolehnya formula tablet lepas lambat natrium diklofenak dan kaptopril sebagai alternatif bentuk sediaan obat.

II.

BAHAN DAN METODA

2.1 Waktu dan tempat Penelitian telah dilakukan dari bulan Desember 2010 sampai bulan Mei 2011 di Laboratorium Tablet dan Laboratorium Farmasi Fisika Jurusan Farmasi FMIPA UNAND Padang dan Laboratorium Teknologi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau Pekanbaru

2.2 Peralatan dan bahan 2.2.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah spektrofotometer UV (Shimadzu), alat uji dissolusi (Hanson Research SR 8 plus), penangas air, oven (memmert), viskometer Stormer, timbangan analitik (Denver instrument), mesin cetak tablet Single punch, alat uji kekerasan (Stokes Monsato), desintegration tester (Pharma test), Roche friability tester, Mikroskop inverted (Carl zeiss), jangka sorong, Infrared moisture balance model F- 1B, tap density tester (electrolab ETD 1020), piknometer, alat enslin, dan alat-alat kaca yang biasa digunakan di laboratorium.

3.2.2 Bahan Bahan-bahan yang akan digunakan adalah natrium diklofenak (Kimia Farma), kaptopril (Kimia Farma), pati beras ketan, Na CMC (Brataco), Mg stearat, parafin cair, KI, larutan kanji, metanol, NaOH 1 N, HCl 0,1 N, dapar fosfat pH 6,8 dan aquadest.

2.3 Metoda 2.3.1 Pemeriksaan mutu bahan aktif dan eksipien Pemeriksaan bahan aktif kaptopril dilakukan sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi IV dan natrium diklofenak sesuai dengan USP edisi 27. Pemeriksaan bahan tambahan dilakukan sesuai dengan Handbook of

Pharmaceutical Excipient 2nd.

2.3.2 Pembuatan pati beras ketan pragelatinasi a. Penentuan temperatur gelatinasi pati beras ketan (Winarno, 1987, Belitz, 1986) Suspensi pati beras ketan dalam air dibuat dengan konsentrasi 5 % b/v lalu dipanaskan diatas penangas air pada berbagai temperatur yaitu 30, 40, 50, 60, 70 dan 80C selama 5 menit. Mucilago yang terbentuk ditentukan viskositasnya masing-masing menggunakan viskometer Stormer, kemudian dibuat kurva hubungan temperatur pemanasan terhadap viskositas. Temperatur gelatinasi merupakan titik potong antara kurva horizontal dan vertikal. b. Pembuatan pati beras ketan pragelatinasi Dibuat suspensi pati beras ketan dalam air dengan konsentrasi 5 % b/v lalu dipanaskan diatas penangas air pada temperatur 2C dibawah temperatur gelatinasi selama 5 menit. Kemudian didinginkan lalu keringkan dalam oven pada temperatur 50C dan terakhir diayak dengan ayakan no 70.

2.3.3 Pemeriksaan karakteristik pati beras ketan pragelatinasi a. Pemeriksaan pH Pemeriksaan pH ditentukan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi terlebih dahulu. Pati sebanyak 1 gram disuspensikan di dalam 10 mL air suling di dalam beker gelas, aduk dengan magnetic stirrer agar suspensi selalu homogen lalu ukur pH dengan menggunakan pH meter. b. Distribusi Ukuran partikel (Voight. 1994) Distribusi ukuran partikel ditentukan dengan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer okuler. Caranya dengan mendispersikan zat uji dalam parafin cair, kemudian diteteskan pada kaca objek. Zat uji ditutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop sebanyak 300 partikel. Partikel dikelompokkan pada ukuran tertentu (diameter ferret), masingmasing kelompok jumlahnya ditentukan. c. Kandungan air (Anonim, 1995) Botol timbang dikeringkan pada temperatur 105 C selama 30 menit, lalu dinginkan botol timbang di dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang (a). Sebanyak 1 gram serbuk dimasukkan ke dalam botol timbang, lalu ditimbang (b). Kemudian serbuk dikeringkan pada

temperatur 105 C hingga bebas air lebih kurang selama 60 menit, didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu timbang kembali (c).

Kandungan air = d. Daya pengembangan

100%

Pati sebanyak 1 gram dimasukkan masing-masing ke dalam tabung reaksi berskala yang masing-masing berisi aquadest dan alkohol. Campuran tersebut didiamkan selama 1 jam, sentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Kenaikan volume atau pengembangan pati dalam kedua tabung reaksi dihitung. Daya pengembangan = e. Kadar amilosa (Aliawati, 2003) Penetapan kadar dilakukan secara iodometri berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang menghasilkan warna. Sebelumnya dilakukan pembuatan kurva standar amilosa yang menunjukkan hubungan antara nilai penyerapan cahaya dengan penyerapan amilosa. Kurva standar dibuat dengan cara pati kentang sebanyak 40 mg dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkan dengan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 N. Larutan dipanaskan dalam penangas air bersuhu 100 C selama 10 menit. Larutan selanjutnya dipipet ke dalam labu ukur 100 mL masing-masing sebanyak 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 3,0; dan 4,0 mL. Masing-masing larutan kemudian ditambahkan dengan 1 mL asam asetat 1 N dan 2 mL larutan iod 2%, larutan diencerkan sampai volume 100%

100 mL, larutan dikocok dan didiamkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Zat uji sebanyak 100 mg ditempatkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 N. Campuran dipanaskan dalam air mendidih hingga terbentuk gel dan selanjutnya seluruh gel dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Gel ditambahkan dengan air lalu dikocok, kemudian dicukupkan hingga 100 mL dengan air. Sebanyak 5 mL larutan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL yang berisi 60 mL air dan ditambah dengan 1 mL asam asetat 1 N dan 2 mL larutan iod 2%, larutan diencerkan sampai volume 100 mL, larutan

dikocok dan didiamkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung berdasarkan persamaan kurva standar amilosa. f. Adsoprsi isoterm Sejumlah serbuk dimasukkan dalam botol timbang dan dikeringkan sampai bobot konstan didalam oven vacum, kemudian disimpan dalam desikator pada kelembaban relatif tertentu (0-100%) pada suhu konstan selama 5 hari. Untuk mendapatkan kelembaban relatif yang diinginkan digunakan metode desikator dengan menggunakan larutan asam sulfat pekat pada konsentrasi tertentu. Jumlah uap air yang diserap dapat ditentukan dari pertambahan berat serbuk setelah penyimpanan.

3.3.4

Orientasi matriks tablet Sebelum dilakukan pembuatan tablet lepas lambat, terlebih dahulu dilakukan

orientasi untuk mendapatkan perbandingan matriks yang paling baik dalam memperlambat pelepasan zat aktif. Matriks yang telah digunakan pada orientasi adalah pati beras ketan pragelatinasi, pati beras ketan, HPMC, Eudragit RL 100, Chitosan, Carbopol dan Na CMC dengan berbagai perbandingan.

2.3.5

Pembuatan tablet lepas lambat Tabel 1. Formula tablet lepas lambat


Komposisi (% b/b) F1 12,50 42,75 14,25 qs 0,5 100 F2 12,50 28,50 28,50 qs 0,5 100 F3 12,50 42,75 14,25 qs 0,5 100 F4 12,50 28,50 28,50 qs 0,5 100

Natrium Diklofenak Kaptopril Pati beras ketan pragelatinasi Na.CMC Pasta pati beras ketan 10% Mg stearat Total

Bobot 1 tablet = 600 mg

Pembuatan tablet: Matriks tablet dibuat dengan metoda granulasi basah, dimana zat aktif

(kaptopril atau natrium diklofenak) dan matriks (pati beras ketan pragelatinasi dan Na. CMC) dicampur. Lalu pasta pati beras ketan ditambahkan sebagai pengikat sampai diperoleh massa lembab yang dapat dikepal. Massa lembab dilewatkan ke ayakan 12 mesh untuk membentuk granul. Granul yang terbentuk dikeringkan pada temperatur 60 C selama 2 jam. Granul kering kemudian dilewatkan pada ayakan mesh 14 lalu dicampur dengan magnesium stearat 0,5% dan diaduk sampai homogen.

2.3.6

Evaluasi massa tablet

Evaluasi massa tablet yang dilakukan meliputi: a. Sudut istirahat (Aulton, 1988, Lachman, 1994) Sudut istirahat ditentukan dengan tabung silinder berukuran tertentu, diletakkan pada permukaan horizontal. Serbuk yang akan ditentukan dimasukkan ke dalam tabung. Permukaan serbuk diratakan. Tabung silinder perlahan-lahan diangkat sampai semua serbuk meninggalkan tabung. Kemudian diukur tinggi tumpukan serbuk dan diameternya. Sudut istirahat dihitung dengan persamaan : =

b. BJ nyata (Aulton, 1988 ) Sebanyak 10 gram serbuk ditimbang (Wo), dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml, lalu volume serbuk tersebut diukur (Vo). BJ nyata = c. BJ mampat (Aulton, 1988) Sebanyak 10 gram serbuk ditimbang (Wo), dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml. Permukaan serbuk diratakan, kemudian diketukkan sebanyak 1250 kali, dicatat volumenya (V1), kemudian diulangi pengetukan sebanyak 1250 kali dan catat volumenya (V2). Apabila selisih V2 dan V1 tidak lebih dari 2 ml maka dipakai V 1. BJ mampat = d. BJ benar (Ben, 2008) Piknometer kosong yang telah diketahui volumenya (a), ditimbang (b), kemudian diisi dengan parafin cair dan ditimbang (c). BJ parafin cair dihitung dengan persamaan : =

Serbuk sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam piknometer kemudian ditimbang (d). Parafin cair ditambahkan ke dalam piknometer sampai kirakira setengahnya, ditutup dan biarkan selama 5 menit sambil digoyanggoyang, kemudian ditambahkan parafin cair hingga piknometer penuh dan ditimbang kembali (e)

e. Porositas (Aulton, 1988 , Voight, 1994) = 1

( ) ( )+ ( )

f. Daya kompresibilitas (Aulton, 1988 ) % =

100% 100%

g. Faktor Hausner (Aulton, 1988 )

h. Daya penyerapan cairan

Alat Enslin disusun sedemikian rupa sehingga saringan pada corong Hirsch tepat sama tinggi dengan pipet ukur. Selang dan pipet ukur diisi dengan air hingga penuh, 1 gram zat uji yang telah dikeringkan hingga berat konstan dimasukkan ke dalam corong Hirsch. Jumlah air yang diserap diamati pada selang waktu tertentu dengan membaca skala pada alat. j. Kandungan air (Voigt, 1994) Serbuk ditimbang sebanyak 5 gram dan ditaburkan di atas permukaan piringan alat Moisture Balance. Suhu diatur 105 C, selanjutnya serbuk dikeringkan hingga bobot konstan. Persentase kandungan air dapat langsung dibaca pada skala yang terdapat pada alat.

2.3.7

Pencetakan tablet Pencetakan dilakukan dengan mesin cetak single punch. Kekuatan kempa

diatur sehingga menghasilkan tablet dengan kekerasan 5-7 kg/cm2.

2.3.8

Evaluasi tablet lepas lambat

a. Uji keseragaman bobot Dilakukan pengukuran terhadap 20 tablet yang diambil secara acak, kemudian masing-masing tablet ditimbang menggunakan timbangan digital. b. Uji keseragaman ukuran Dilakukan terhadap 10 tablet dengan mengukur diameter dan ketebalan masingmasing tablet menggunakan jangka sorong. c. Uji kekerasan Dilakukan terhadap 20 tablet menggunakan alat uji kekerasan Stokes Monsato. Skala dicatat pada saat tablet pecah. d. Uji kerapuhan Sebanyak 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu ditimbang (W1), kemudian kerapuhannya diuji di dalam alat uji friabilitas dengan putaran 25 rpm selama 4 menit. Tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari debu. Bobot akhir ditimbang (W2). % = 1 2 100 % 1

e. Uji desintegrasi Air dimasukkan secukupnya dalam alat desintegration tester, suhu diatur 3638oC. 6 tablet dimasukkan dalam tiap-tiap tabung, kemudian tabung dinaikturunkan 30 kali permenit, dicatat waktu pada saat tablet hancur dan melewati saringan pada bagian bawah tabung. f. Penetapan kadar kaptopril Tablet sebanyak 20 tablet diserbukkan lalu timbang serbuk setara dengan 50 mg kaptopril, serbuk dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan HCl 0,1 N sampai tanda batas. Larutan dikocok lalu 5 mL filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, lalu diencerkan dengan HCl 0,1 N sampai tanda batas. Pengenceran dilakukan hingga tiga kali dan serapannya diukur pada panjang gelombang serapan maksimum kaptopril dengan spektrofotometer UV. g. Penetapan kadar natrium diklofenak Tablet sebanyak 20 tablet diserbukkan lalu timbang serbuk setara dengan 50 mg natrium diklofenak, serbuk dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan larutkan dengan 50 ml metanol, disonikasi selama 15 menit, lalu tambahkan metanol sampai tanda batas. Larutan dikocok lalu disaring dengan kertas saring. Pipet 2 mL filtrat ini kedalam labu ukur 50 ml, larutan diencerkan dengan metanol sampai tanda batas. Serapannya diukur pada panjang gelombang serapan maksimum natrium diklofenak dengan spektrofotometer UV. h. Uji keseragaman kandungan (Anonim, 1995) Untuk masing-masing formula diambil 30 tablet. Dilakukan penetapan kadar satu persatu terhadap 10 tablet. Rentang kadar zat aktif berkisar antara 85% - 115%

dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%. Jika satu tablet terletak diluar rentang 85%-115% dan tidak ada yang terletak antara rentang 75%-125% atau jika simpangan baku relatif lebih dari 6,0% dilakukan uji terhadap 20 tablet tambahan. Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu dari 30 tablet terletak di luar rentang 85%-115 % dan tidak ada satu tablet yang terletak di luar rentang 75%-125% dan simpangan baku relatif dari 30 satuan sediaan tidak lebih dari 7,8%. i. Penetapan profil disolusi kaptopril Penetapan profil disolusi sediaan tablet lepas lambat kaptopril dilakukan dengan metode dayung dengan kecepatan dayung 50 rpm, medium HCl 0,1 N 900 ml dan suhu medium 37 0,5oC. Sampel diambil pada menit ke 5, 15, 30, 45, 60, 120, 180, 240, 360, 480, 600 dan 720. Kadar yang terdisolusi ditetapkan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan maksimum 203,4 nm. j. Penetapan profil disolusi natrium diklofenak Penetapan profil dissolusi sediaan tablet lepas lambat natrium diklofenak dilakukan dengan metode dayung dengan kecepatan dayung 75 rpm, medium dapar fosfat pH 6,8 sebanyak 900 mL dan suhu 37 0,5oC. Pengambilan sampel dilakukan pada menit ke 5, 15, 30, 45, 60, 120, 180, 240, 360, 480, 600 dan 720. Kadar yang terdisolusi ditetapkan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan maksimum 275,6 nm. 2.4 Analisis data Profil disolusi tablet lepas lambat kaptopril dan natrium diklofenak ditentukan dengan persamaan Korsmeyer-Peppas.

III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Kombinasi pati beras ketan pragelatinasi dan natrium karboksi metil selulosa dalam matriks tablet bersifat memperlambat laju disolusi kaptopril dan natrium diklofenak 2. Formula dengan zat aktif natrium diklofenak terdisolusi sebanyak 86,86% (F1) dan 80,16 % (F2) dalam waktu 12 jam, sedangkan formula dengan zat aktif kaptopril terdisolusi sebanyak 105,77% (F3) dalam waktu 4 jam dan 103,26 % (F4) dalam waktu 8 jam, dibanding tehadap tablet lepas segera merek X yang terdisolusi sebanyak 101, 79% untuk natrium diklofenak dan 99, 26% untuk kaptopril dalam waktu 1 jam. 3. Kinetika lepasnya zat aktif dari matriks pati beras ketan pragelatinasi dan natrium karboksi metil selulosa mengikuti persamaan Korsmeyer-Peppas dengan mekanisme yang berbeda antara kedua zat aktif. 3.2 Saran Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti penyebab perubahan fisika yang terjadi pada tablet dengan zat aktif kaptopril dan mencari formula yang lebih baik dan memenuhi syarat.

DAFTAR PUSTAKA

Aliawati G, 2003, Teknik Analisis Kadar Amilosa dalam Beras, Buletin Teknik Pertanian vol 8 nomor 2, 82-84. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV,Departemen Kesehatan RI, Jakarta Ansel, H, C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi , Edisi IV, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, UI Press, Jakarta Aulton, M.E., 1988, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, Churcill Livingstone, London, Melbourne & New York Ballard BE, An Overview of Prolonged Action Drug Dosage Forms. In Sustained and Controlled Release Drug Delivery Systems, Marcel Dekker, Inc., New York, 1978; pp 1-69 Bharate, S., Bharate, P. and Bajaj, N, 2010, Interactions and Incompatibilities of Pharmaceutical Excipients with Active Pharmaceutical Ingredients: A Comprehensive Review, Journal Excipients and Food Chemistry, 1 (3): 3-26. Belitz, H. D and W. Grosch, 1986, Food Chemistry, 2nd ed, Springer Verlag, Berlin. Ben, E.S., 2008, Teknologi Tablet, Andalas University Press, Padang. Chuasuwan, B. et al, 2008, Biowaiver monographs for immediate release solid oral dosage form: diclofenac sodium and diclofenac potassium, Journal of Pharmaceutical Sciences, 98 (4), 1209-1219. Collett J, Moreton C. 2002, Modified-release Peroral dosage forms: Aulton ME , Pharmaceutics the science of dosage form design, 2nd ed, Churchill Livinstone, London. Dollery, S, C, 1991, Therapeutic Drugs, Volume 2, Churchill Livingstone, Edinburg London, Melbourne, New York, Tokyo and Madrid. Gina Kennedy and Barbara Burlingame, 2003, Analysis of food composition data on rice from a plant genetics resources perspective, Food Chemistry, 80(4), 589596 Greenwood dan Munro, 1979, Carbohidrates didalam R.J. Priestley (ed) Effect of Heat on Foodstuffs, Apllied Sciences Publisher Ltd, London.

Gyogyszergyer E, 1997, Pharmaceutical Technology Pharmaceutical Hungaria, 67 (4): 113-21, Budapest

of

Tensiomin,

Acta

Heckman, 1977, Starch and its Modification for the Food Industry, didalam H. D. Graham (ed) Food Colloids, The Avi Publishing Company Inc., Wesport, Connecticut Heyne, K, 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I, diterjemahkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Jakarta, Sarana Wana Jaya, Jakarta Horton, H, R., Moran, L, A., Ochs, R, S., Rawn, J, D and Scrimgeour, K, G., 2002, Principles of Biochemistry, Prentice Hall, USA. Imeson, A, 1999, Thickening and Gelling Agent for Food, Aspen Publisher, Maryland Kadan, R, S., Champagne, E, T., Ziegler, G, M., and Richard, A, O., 1997, Amylose and protein contents of rice cultivars as related to texture of rice-based fries, Journal of Food Science, 62(4), 701-703. Kadin, H., 1982, Analytical Profiles of Druf Substances Volume 11, Academic Press, New York, 80-131. Lachman, I., H. A. Lieberman dan J. L., Kanig, 1994, Teori dan Praktek Farmasi, Industri edisi ke 3, UI Press. Lee,V. H. L. and J. R. Robinson, 1978, Sustained and Controlled Release Drug Delivery Systems, Marcel Dekker, New York. Mohammed, B., Isah, A.B. and Ibrahim, M.A., 2009, Influence of compaction pressures on modified cassava starch as a binder in paracetamol tablet formulation, Nigerian Journal of Pharmaceutical Sciences, vol 8 (1), 80-88. Mutschler, E., Dinamika Obat, edisi ke 5, diterjemahkan oleh Mathilda B.Widianto dan Anna Setiadi Ranti, ITB, Bandung, 1991. National Plant Data Center, 2006, NRSC, USDA, Baton Rouge, LA 70874-4490 USA, http:///plants.usda.gov NDT Resource, 2011, Elastic/plastic deformation, /www.ndted.org/EducationResources/CommunityCollege/Material/Structure/deformation .htm.

Parrot EL, 1971, Pharmaceutical Technology Fundamental pharmaceutics, 3rd ed, Burges Publishing Company, USA, 28, 73-85, 158-16 l.

Peerapattana, J., Phuvarit, P., Srijesdaruk, V., Preechagoon, D., and Tattawasart, A., 2009, Pregelatinized glutinous rice starch as a sustained release agent for tablet preparations, Carbohydrate Polymers 80 (2010), 453-459. Physicians, 1990, Drug Handbook, Springhouse Corporation, Pensylvannia. Rao, K, V, R., dan Devi, K, P., 1988, Swelling controlled-release systems: Recent developments and applications, Internal Journal of Pharmaceutics, 48, 1-13. Richana dan Suarni, 2009, http,balitsereal.litbang.deptan.go.id Teknologi Pengolahan Jagung,

Schwartz, J dan Zelinski, J, 1978, The binding and desintegrant properties of the corn starch fraction: Amylose and amylopectin, Drug Development and Industrial Pharmacy, 19 (9), 1037-1046. Shargel, L., Susanna W, P., Andrew, B,C, 2005, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 5th edition, McGraw Hill, Singapore. Siswanto dan Soebagyo, 2006, Optimasi formula sediaan tablet lepas lambat teofilin dengan bahan matrik HPMC, Na CMC dan Xanthan gum, Majalah Farmasi Indonesia, 17(3), 143-148. Suharno, 2005, Dinas Pertanian Provinsi DIY. http://www. distanpemda-diy.go.id. Diakses tanggal 28 Agustus 2010. Sweetman, S, 2007, Martindale: The Complete Drug Reference, The Pharmaceutical Press, London. Tester dan Karkalas, 1996, Swelling and Gelatinization of Oat Starches, Cereal Chemistry, 73: 271-273 Tjay, T.H., dan R. Kirana, 2002, Obat-Obat Penting, Alex Media Komputindo, Jakarta. The United States Pharmacopeial Convention, 2006, The United States Pharmacopeia 29th ed and The National Formulary 24th ed. Rockville. The United States Pharmacopeial Convention, 2009, The United States Pharmacopeia 30th ed and The National Formulary 27th ed. Rockville. Tobing, M.T., Opor, G., Sabar, G dan R. K. Damanik, 1995, Agronomi Tanaman Makanan. USU Press, Medan.

Voigt, R, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi , Edisi ke-5, diterjemahkan oleh Drs. Soendani Noerono, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wade, A, and P. J. Weller, 1994, Handbook of Pharmaceutical Excipientas, Second edition, The Pharmaceutical press, London. Wagner PO (1971). Biopharmaceutics and Relevant Pharmacokinetics, Hamilton Press, Hamilton III. Winarno, F. G., 1987, Kimia Pangan dan Gizi, Penerbit Gramedia, Jakarta.

BIODATA

Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Nopember 1980 di Bangkinang sebagai anak kedua dari Ayah Lukman Husin dan Ibu Ermayulis. Penulis menamatkan SD pada tahun 1992, SMP tahun 1995 di Bangkinang dan Sekolah menengah Farmasi 1998 di Pekanbaru. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang strata 1 dan memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Padang tahun 2004, dan gelar Profesi Apoteker pada tahun 2005. Sejak tahun 2006 sampai sekarang penulis bekerja sebagai dosen tetap Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau Pekanbaru. Penulis telah menikah dan mempunyai 2 orang putra dan putri. Pada tahun 2009 memperoleh kesempatan meneruskan pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang.

You might also like