You are on page 1of 13

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

HUBUNGAN PANCASILA DAN AGAMA AGAMA DI INDONESIA

Dosen Pengampu : Sri Harini Dwiyatmi, SH. M.S.


Kelompok 15 :
Nikolas Haryo W Bramandia Gilanglaksana A Gunawan Setiyana (212010059) (212010077) (292011006)

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA


2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan Sejarah perkembangan kehidupan beragama di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang panjang. Sebelum penyebaran agama Islam dan Kristen di nusantara, Hindu-Budha memiliki pengaruh kuat dalam sejarah masa lalu negeri ini. Bali masih memiliki nafas kuat pengaruh Hindu dalam masyarakat modern. Candi Borobudur bercerita dengan nafas Budha, sedang tak jauh dari situ ada Candi Prambanan yang melagukan ajaran Hindu. Keyakinan Hindu dan Budha melekat pada mayoritas penduduk Nusantara sebelum masuknya Islam lewat Walisongo. Lalu Katolik dan Kristen masuk lewat pendeta-pendeta Eropa. Pada waktu setelah merdeka, maka Pancasila diciptakan. Pemimpin-pemimpin negeri ini pada masa awal pembentukan Indonesia telah mengetahui bahwa Indonesia sangat majemuk oleh budaya, bahasa, dan kepercayaan (Agama). Untuk memupuk kesatuan bangsa diperlukan kaidah utama sebagai sumber hukum negara, maka diciptakanlah Pancasila. Berdasarkan Latar Belakang permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk menulis makalah yang berjudul HUBUNGAN PANCASILA DAN AGAMA AGAMA DI INDONESIA. Masalah pokok yang hendak dikemukakan di sini adalah kenyataan bahwa Pancasila tidak merupakan paham yang lengkap, Juga tidak merupakan kesatuan yang bulat. Kelengkapannya bergantung pada pemikiran lain yang dijabarkan ke dalam Pancasila; dan kesatuan bulatnya juga demikian. Dalam rangka ini, paham agama bisa pula masuk. B. Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: Apakah Pancasila memiliki peranan positif dalam hubungannya dengan AgamaAgama di Indonesia.

C. Tujuan 1. Memenuhi tugas dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. 2. Mencari hubungan antara Pancasila dan agama-agama yang ada di Indonesia yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

D. Batasan Masalah Pada makalah ini hanya dijelaskan Makna dan pentingnya Pancasila dan pandangan dari Agama di Indonesia terhadap Pancasila.

BAB II

ISI

2.1

KEBERADAAN PANCASILA DAN SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

A. ARTI PENTING KEBERADAAN PANCASILA Pancasila sebagai dasar negara memang sudah final. Menggugat Pancasila hanya akan membawa ketidakpastian baru. Bukan tidak mungkin akan timbul chaos (kesalahan) yang memecah-belah eksistensi negara kesatuan. Akhirnya Indonesia akan tercecer menjadi negara-negara kecil yang berbasis agama dan suku. Untuk menghindarinya maka penerapan hukum-hukum agama (juga hukum-hukum adat) dalam sistem hukum negara menjadi urgen untuk diterapkan. Sejarah Indonesia yang awalnya merupakan kumpulan Kerajaan yang berbasis agama dan suku memperkuat kebutuhan akan hal ini. Pancasila yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama dan suku-suku itu harus tetap mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap agama dan suku.

Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan pernyataan secara singkat bahwa nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.

B. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA Sebagai negara yang bermayoritas penduduk agama islam, Pancasila sendiri yang sebagai dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh agama yang tertuang dalam sila pertama yang berbunyi sila Ketuhanan yang Maha Esa. yang

pada awalnya berbunyi dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya yang sejak saat itu dikenal sebagai Piagam Jakarta. Namun dua ormas Islam terbesar saat itu dan masih bertahan sampai sekarang yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menentang penerapan Piagam Jakarta tersebut, karena dua ormas Islam tersebut menyadari bahwa jika penerapan syariat Islam diterapkan secara tidak langsung namun pasti akan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dan secara fair hal tersebut dapat memojokkan umat beragama lain. Yang lebih buruk lagi adalah dapat memicu disintegrasi bangsa terutama bagi provinsi yang mayoritas beragama nonislam. Karena itulah sampai detik ini bunyi sila pertama adalah ketuhanan yang maha esa yang berarti bahwa Pancasila mengakui dan menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun termasuk juga Kristen, Katolik, Budha dan Hindu sebagai agama resmi negara pada saat itu.

C. BUTIR-BUTIR PANCASILA SILA PERTAMA Atas perubahan bunyi sila pertama menjadi Ketuhanan yang Maha Esa membuat para pemeluk agama lain di luar islam merasa puas dan merasa dihargai. Searah dengan perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat dijabarkan dalam beberapa point penting atau biasa disebut dengan butir-butir Pancasila. Diantaranya: Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain. Dari butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia wajib memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling toleransi antara agama yang satu dengan agama yang lain. 2.2 BENTUK KOLABORASI PANCASILA DENGAN AGAMA

IDEOLOGI PANCASILA SEBAGAI PILIHAN : Hubungan Negara dengan Agama Menurut Pancasila. Menurut Pancasila negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan adil dan Beradab. Hal ini termuat dalam Penjelasan Pembukaan UUD 1945 yaitu Pokok Pikiran keempat. Rumusan yang demikian ini menunjukkan pada kita bahwa negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bukan negara sekuler yang memisahkan negara dengan agama, karena hal ini tercantum dalam pasal 29 ayat (1), bahwa negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa negara sebagai persekutuan hidup adalah Berketuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya segala aspek dalam pelaksanan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang derasal dari Tuhan. Nilai-nilai yang berasal dari Tuhan yang pada hakikatnya adalah merupakan Hubungan Tuhan adalah merupakan sumber material bagi segala norma, terutana bagi hukum positif di Indonesia. Demikian pula makna yang terkandung dalam Pasal 29 ayat (1) tersebut juga mengandung suatu pengertian bahwa negara Indonesia adalah negara yang bukan hanya mendasarkan pada suatu agama tertentu atau bukan negara agama dan juga bukan negara Theokrasi. Negara Pancasila pada hakikatnya mengatasi segala agama dan menjamin segala kehidupan agama dan umat beragama, karena

beragama adalah hak asasi yang bersifat mutlak. Dalam kaitannya dengan pengertian negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah darah. Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka. Dalam hal ini pada tahun 2006 ada kongres yang diadakan di Jakarta untuk meneguhkan Pancasila sebagai dasar hukum Indonesia oleh tokoh-tokoh lintas agama negeri ini. Kongres yang berlangsung sejak 22 Agustus 2006 itu diikuti 200 peserta dari lintas agama, Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu. Acara yang diselenggarakan Direktorat Bimas Islam Departemen Agama itu ditutup Menteri Agama Muhamad Maftuch Basyuni. Menurut Bachrul Hayat yang juga Sekjen Depag, rekomendasi ini ditandatangani perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) oleh Nazri Adlani, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) oleh Pendeta Weinata Sairin, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) oleh Romo Beny Susetyo, Parisada Pusat I Nyoman Suwanda, Perwakilan Umat Buddha Indonesia Rusli, dan Budi S Tanuwibowo mewakili Majelis Tinggi Agama Konghucu. Rekomendasi menyatakan Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika-nya dalam aktualisasinya hendaknya menyentuh pada internalisasi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dalam mengupayakan kesejahteraan bersama.

2.3

PANDANGAN AGAMA-AGAMA DI INDONESIA TERHADAP PANCASILA

A. PANDANGAN ISLAM Karena Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam, maka dalam contoh kali ini cukup dikemukakan oleh Tokoh Islam yang berpengaruh, yaitu Gus Dur. Gus Dur seorang (pemimpin) yang sangat menghargai keberagaman dalam berbagai hal, terutama keberagaman suku, agama, dan ras. Untuk itu, menyebut Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme sangatlah tidak berlebihan. Apalagi jika kita menilik pandangan dan pembacaannya tentang Pancasila, dan tentu saja pemahamannya yang dalam tentang islam. Gus Dur dalam bukunya Gus Dur dan negara pancasila Gus Dur merupakan segelintir tokoh muslim yang dengan lantang menolak adanya negara Islam dan mempertahankan ideologi Pancasila. Baginya, Pancasila tidak

hanya sebuah nama dan lambang, melainkan ia merupakan sistem tata nilai yang berlaku bagi masyarakat Indonesia. Gus Dur menafsirkan bahwa hal ini langsung tampak dalam upaya Pancasila menekankan sisi kelapangan dada dan toleransi dalam kehidupan antarumat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME. Bagi Gus Dur negara Pancasila adalah sebuah pilihan. Islam tidak bisa dibuat dasar dalam bernegara. Dalam bernegara, Islam tidak memiliki konsep bagaimana harus dibuat dan dipertahankan. Menurut Gus Dur konsep negara Islam itu tidak ditemukan dalam Al-Quran dan Islam. Jika ada yang mengatakan ada, itu tidak lebih dari hanya sekedar klaim. B. PANDANGAN KRISTEN Dalam Roma 13:1-2, disebutkan bahwa tiap tiap orang harus tunduk kepada pemerintah yang diatasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah;dan pemerintah pemerintah yang ada ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa yang melawan pemrintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya akan mendatangkan hukuman atas dirinya. Umat Kristen kita harus meyakini dan melakukannya dengan penuh tanggungjawab, hal ini bukan berarti kita menyerahkan diri kepada negara tetapi kita menyerahkan diri kepada Iman kita, yang mengajarkan kita untuk menjadi warga negara yang baik. Sebagai warga negara, maka gereja sadar bahwa agama Kristen bukanlah negara tetapi merupakan bagian dari negara, dimana agama Kristen turut untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Iman Kristen tidak mewajibkan orang-orang Kristen untuk membangun negara Kristen melainkan mengajarkan umatnya untuk bersama sama dengan masyarakat Indonesia lainnya untuk membangun bangsa ini. Iman Kristen dengan Pancasila tidak dapat di campuradukan. Karena masing masing mempunyai falsafah tersendiri, namun di dalam Pancasila terkandung nilai nilai Iman Kristen. C. PANDANGAN KATOLIK Gereja katolik sangat menerima pancasila, Contoh, sepak terjang Mgr

Soegiyopranoto yang terkenal dengan kata-katanya yang membakar semangat umat Katolik Indonesia, yaitu dengan kalimat "100 persen Katolik dan 100 persen warga Indonesia."Juga apa yang dilakukan tokoh Partai Katolik pada zaman itu, IJ Kasimo yang menjadi tokoh yang disegani di Tanah Air. Kalau pun pada akhirnya negara

kita berpegang pada ideologi Pancasila, Gereja Katolik pun dengan tangan terbuka mendukung dan menerima asas Pancasila sebagai azas tunggal yang memang layak dijadikan pegangan dalam kehidupan bernegara. Sikap positif Gereja Katolik terhadap ideologi Pancasila dapat dilihat dengan sumbangan pemikiran mengenai Pancasila oleh putra-putri Gereja. Ada beberapa alasan mengapa Gereja mendukung Pancasila. Pertama, nilai-nilai Pancasila dalam terang iman Kristiani. Menurut St Thomas, rahmat merupakan format yang diterima dalam potensinya. Arahnya dari kodrat yang berpotensi menuju ke arah format yang sempurna. Rahmat adalah prinsip yang dinamis yang mengungkapkan dan mengembangkan kodrat. Demikian pula nilainilai Pancasila yang tumbuh dan berkembang dari kebudayaan Indonesia sangat dihargai oleh nilai-nilai Kristiani. Dengan nilai-nilai Kristiani serta pandangan teologinya Pancasila semakin diteguhkan dan disempurnakan oleh nilai-nilai Kristiani dan teologi tersebut. Kedua, demi Bhinneka Tunggal Ika kebhinnekaan adalah wujud kesadaran bangsa yang pluralis dan mempunyai banyak aspek dan latar belakangnya. Dalam pluralisme itu Gereja memandang masyarakat manusia punya harkat dan martabat yang sama. Gereja punya konsekuensi mengenai tidak adanya diskriminasi. Sehingga, dukungan Gereja terhadap Pancasila itu timbul dari kesadaran yang dalam bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai manusiawi yang terungkap dalam perkembangan kehidupan dan sejarah bangsa. D. PANDANGAN BUDDHA Pancasila atau panca-sila adalah kode etik fundamental dari Buddha, rela dilakukan oleh pengikut Buddha Gautama. Istilah ini adalah untuk "Kebajikan Lima" (Lima Aturan kira "Puntshaseela". Kaum awam berjanji untuk mengikuti ajaran pada saat yang sama mereka menjadi Buddhis, berlindung dalam Tiga Dharma (ajaran)dan ketiga dalam Permata: Dalam Buddha (guru), dalam spiritual). Seperti Sangha (komunitas atau Sila Kebajikan) dan diucapkan kira-

semua aspek dari ajaran Buddha dharma atau, Pancasila dianggap sebagai logika

daripada

supranatural berasal dan harus dilakukan secara sukarela dan bukan

sebagai paksaan.

2.4

PEMAHAMAN DAN PELANGGARAN TERHADAP PANCASILA SAAT INI

Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui dan mengagungkan keberadaan agama dalam pemerintahan. Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama. Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan mengajarkan permusuhan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Dengan kondisi sosiokultur yang begitu heterogen dibutuhkan sebuah ideologi yang netral namun dapat mengayomi berbagai keragaman yang ada di Indonesia. Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara. Namun saat ini yang menjadi permasalahan adalah bunyi dan butir pada sila pertama. Sedangkan sejauh ini tidak ada pihak manapun yang secara terang-terangan menentang bunyi dan butir pada sila kedua hingga ke lima. Namun ada ormas-ormas yang terang-terangan menolak isi dari Pancasila tersebut. Akibat maraknya parpol dan ormas Islam yang tidak mengakui keberadaan Pancasila dengan menjual nama Syariat islam dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang cinta atas keutuhan NKRI maka banyak dari mereka yang mengatasnamakan diri mereka Islam Pancasilais, atau Islam Nasionalis. Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara yang menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh dan sempurna. Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi negara atheis. Sebuah negara yang tidak tunduk pada salah satu agama, tidak pula memperkenankan pemisahan negara dari agama, apalagi

sampai mengakui tidak tunduk pada agama manapun. Negara Pancasila mendorong dan memfasilitasi semua penduduk untuk tunduk pada agamanya. Penerapan hukum-hukum agama secara utuh dalam negara Pancasila adalah dimungkinkan. Semangat pluralisme dan ketuhanan yang dikandung Pancasila telah siap mengadopsi kemungkinan itu. Tak perlu ada ketakutan ataupun kecemburuan apapun, karena hukum-hukum agama hanya berlaku pada pemeluknya. Penerapan konsep negara agama-agama akan menghapus superioritas satu agama atas agama lainnya. Tak ada lagi asumsi mayoritas minoritas. Bahkan pemeluk agama dapat hidup berdampingan secara damai dan sederajat. Adopsi hukum-hukum agama dalam negara Pancasila akan menjamin kelestarian dasar negara Pancasila, prinsip Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Sekarang di beberapa provinsi telah terjadi, dengan alasan moral dan budaya maka diterapkanlah aturan tersebut. Sebagai contoh, kini di sebuah provinsi semua wanita harus menggunakan jilbab. Mungkin bagi sebagian kecil orang yang tinggal di Indonesia merupakan keindahan namun bagai mana dengan budaya yang selama ini telah ada? Jangankan di tanah Papua, pakaian Kebaya pun artinya dilarang dipakai olah putri daerah. Bukankah ini merupakan pengkhianatan terhadap kebinekaan bangsa Indonesia yang begitu heterogen. Jika anda masih ragu, silakan lihat apa yang terjadi di Saudi Arabia dengan aliran Salafy Wahabinya. Tidak ada pemilu, tidak ada kesetaraan gender dan lihat betapa tersisihnya kaum wanita dan penganut agama minoritas di sana. Jika memang anda cinta dengan Adat, Budaya dan Toleransi umat beragama di Indonesia dukung dan jagalah kesucian Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN Berdasarkan latar belakang, pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut. Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika

melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti akan terwujud.

3.2 SARAN Sebaiknya tiap individu jangan memaksakan kehendaknya, dalam hal ini pihak mayoritas yang memaksa nilai-nilai minoritas Pancasila untuk dan mengikuti ideologinya. dengan Untuk agama, mengembangkan memadukannya

diperlukan usaha yang cukup keras. Salah satunya kita harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang keras guna mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap orang yang berada di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA Dwiyatmi, Sri Harini, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan, Widya Sari Press, Salatiga

www.nu.or.id http://tyoino.wordpress.com/2009/04/25/pandangan-kristen-tentangpancasila/ http://groups.yahoo.com/group/ambon/message/25631 www.buddhism-guide.com/buddhism/pancasila

You might also like