You are on page 1of 15

From http://ekologihutan.blogspot.com/2011/10/ekosistem-hutanhujan-tropis.

html
Ekosistem Hutan Hujan Tropis

Secara geografis daerah tropis mencakup wilayah yang terletak di antara titik balik rasi bintang Cancer dan rasi bintang Capricornus, yaitu antara 2327 Lintang Utara dan 2327 Lintang Selatan. Meliputi wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara, Australia bagian Utara, sebagian besar wilayah Afrika, Kepulauan Pasifik, Amerika Tengah dan sebagian besar wilayah Amerika Selatan. Menurut Koeppen (1930) daerah tropis adalah wilayah yang terletak di antara garis isoterm 180 C bulan terdingin. Daerah tropis secara keseluruhan mencakup 30 % dari luas permukaan bumi. Hutan Tropis merupakan hutan yang berada di daerah tropis. Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang telah menutupi banyak lahan. Ekosistem hutan hujan tropis terbentuk oleh vegetasi klimaks pada daerah dengan curah hujan 2.000 -11.000 mm per tahun, rata-rata temperatur 25C dengan perbedaan temperatur yang kecil sepanjang tahun, dan rata-rata kelembapan udara 80 %. Tipe ekosistem hutan hujan tropis terdapat di wilayah yang memiliki tipe iklim A dan B (menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson), atau dapat dikatakan bahwa tipe ekosistem tersebut berada pada daerah yang selalu basah, pada daerah yang memiliki jenis tanah Podsol, Latosol, Aluvial, dan Regosol dengan drainase yang baik, dan terletak jauh dari pantai. Tegakan hutan hujan tropis didominasi oleh pepohonan yang selalu hijau. Keanekaragaman spesies tumbuhan dan binatang yang ada di hutan hujan tropis sangat tinggi. Jumlah spesies pohon yang ditemukan dalam hutan hujan tropis lebih banyak dibandingkan dengan yang ditemukan pada ekosistem yang lainnya.

Misalnya, hutan hujan tropis di Amazonia mengandung spesies pohon dan semak sebanyak 240 spesies. Hutan alam tropis yang masih utuh mempunyai jumlah spesies tumbuhan yang sangat banyak. Hutan di Kalimantan mempunyai lebih dari 40.000 spesies tumbuhan, dan merupakan hutan yang paling kaya spesiesnya di dunia. Di antara 40.000 spesies tumbuhan tersebut, terdapat lebih dari 4.000 spesies tumbuhan yang termasuk golongan pepohonan besar dan penting. Di dalam setiap hektar hutan tropis seperti tersebut mengandung sedikitnya 320 pohon yang berukuran garis tengah lebih dari 10 cm. Di samping itu, di hutan hujan tropis Indonesia telah banyak dikenali ratusan spesies rotan, spesies pohon tengkawang, spesies anggrek hutan, dan beberapa spesies umbi-umbian sebagai sumber makanan dan obat-obatan. Tajuk pohon hutan hujan tropis sangat rapat, ditambah lagi adanya tumbuhtumbuhan yang memanjat, menggantung, dan menempel pada dahan-dahan pohon, misalnya rotan, anggrek, dan paku-pakuan. Hal ini menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus tajuk hutan hingga ke lantai hutan, sehingga tidak memungkinkan bagi semak untuk berkembang di bawah naungan tajuk pohon kecuali spesies tumbuhan yang telah beradaptasi dengan baik untuk tumbuh di bawah naungan. Itu semua merupakan ciri umum bagi ekosistem hutan hujan tropis. Selain ciri umum yang telah dikemukakan di atas, masih ada ciri yang dimiliki ekosistem hutan hujan tropis, yaitu kecepatan daur ulang sangat tinggi, sehingga semua komponen vegetasi hutan tidak mungkin kekurangan unsur hara. Jadi, faktor pembatas di hutan hujan tropis adalah cahaya, dan itu pun hanya berlaku bagi tumbuh-tumbuhan yang terletak di lapisan bawah. Dengan demikian, herba dan semak yang ada dalam hutan adalah spesies-spesies yang telah beradaptasi secara baik untuk tumbuh di bawah naungan pohon.

A. Tipe Hutan Hujan Tropis Menurut Ketinggian Tempat Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan hujan tropis dibedakan menjadi tiga zona atau wilayah sebagai berikut. 1. Zona 1 dinamakan hutan hujan bawah karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 0 -1.000 m dari permukaan laut. 2. Zona 2 dinamakan hutan hujan tengah karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 1.000 - 3.300 m dari permukaan laut. 3. Zona 3 dinamakan hutan hujan atas karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 3.300 - 4.100 m dari permukaan laut.

1. Zona Hutan Hujan Bawah

Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan bawah meliputi pulaupulau Sumatra, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Irian, Sulawesi, dan beberapa pulau di Maluku misalnya di pulau Taliabu, Mangole, Mandioli, Sanan, dan Obi. Di hutan hujan bawah banyak terdapat spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae terutama anggota genus Shorea, Dipterocarpus, Hopea, Vatiea, Dryobalanops, dan Cotylelobium. Dengan demikian, hutan hujan bawah disebut juga hutan Dipterocarps. Selain spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae tersebut juga terdapat spesies pohon lain dari anggota famili Lauraceae, Myrtaceae, Myristicaceae, dan Ebenaceae, serta pohon-pohon anggota genus Agathis, Koompasia, dan Dyera. Pada ekosistem hutan hujan bawah di Jawa dan Nusa Tenggara terdapat spesies pohon anggota genus Altingia, Bischofia, Castanopsis, Ficus, dan Gossampinus, serta spesies-spesies pohon dari famili Leguminosae. Adapun eksosistem hutan hujan bawah di Sulawesi, Maluku, dan Irian, merupakan hutan campuran yang didominasi oleh spesies pohon Palaquium spp., Pometia pinnata, Intsia spp., Diospyros spp., Koordersiodendron pinnatum, dan Canarium spp. Spesies-spesies tumbuhan merambat yang banyak dijumpai di hutan hujan bawah adalah anggota famili Apocynaceae, Araceae, dan berbagai spesies rotan (Calamus spp.).

2. Zona Hutan Hujan Tengah Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan tengah meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, sebagian daerah Indonesia Timor, di Aceh dan Sumatra Utara. Secara umum, ekosistem hutan hujan tengah didominasi oleh genus Quercus, Castanopsis, Nothofagus, dan spesies pohon anggota famili Magnoliaceae. Di beberapa daerah, tipe ekosistem hutan hujan tengah agak khas. Misalnya di Aceh dan Sumatra Utara terdapat spesies pohon Pinus merkusii, di Jawa Tengah terdapat spesies pohon Albizzia montana dan Anaphalis javanica, di beberapa daerah Jawa Timur terdapat spesies pohon Cassuarina spp., di Sulawesi terdapat kelompok spesies pohon anggota genus Agathis dan Podocarpus. Di sebagian daerah Indonesia Timur terdapat spesies pohon anggota genus Trema, Vaccinium, dan pohon Podocarpus imbricatus, sedangkan spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae hanya terdapat pada daerah-daerah yang memiliki ketinggian tempat 1.200 m dpl.

3. Zona Hutan Hujan Atas Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan atas hanya di Irian Jaya dan di sebagian daerah Indonesia Barat. Tipe ekosistem hutan hujan atas pada umumnya berupa kelompok hutan yang terpisah-pisah oleh padang rumput dan belukar. Pada ekosistem hutan hujan atas di Irian Jaya banyak mengandung spesies pohon Conifer (pohon berdaun jarum) genus Dacrydium, Libecedrus, Phyllocladus, dan Podocarpus. Di samping itu, mengandung juga spesies pohon Eugenia spp. dan

Calophyllum, sedangkan di sebagian daerah Indonesia Barat dijumpai juga kelompokkelompok tegakan Leptospermum, Tristania, dan Phyllocladus yang tumbuh dalam ekosistem hutan hujan atas pada daerah yang memiliki ketinggian tempat lebih dari 3.300 m dpl.

B. Tipe Hutan Tropis Menurut Iklim di Indonesia 1. Hutan Tropis Basah Hutan tropis basah adalah hutan yang memperoleh curah hujan yang tinggi, sering juga kita kenal dengan istilah hutan pamah. Hutan jenis ini dapat dijumpai di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Bagian Utara dan Papua. Jenis-jenis yang umum ditemukan di hutan ini, yaitu: Meranti (Shorea dan Parashorea), keruing (Dipterocarpus), Kapur (Dryobalanops), kayu besi (Eusideroxylon zwageri), kayu hitam (Diospyros sp). 2. Hutan Muson Basah Hutan muson basah merupakan hutan yang umumnya dijumpai di Jawa Tengah dan Jawa Timur, periode musim kemarau 4-6 bulan. Curah hujan yang dialami dalam satu tahun 1.250 mm-2.000 mm. Jenis-jenis pohon yang tumbuh di hutan ini antara lain jati, mahoni, sonokeling, pilang dan kelampis.

3. Hutan Muson Kering Hutan muson kering terdapat di ujung timur Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa. Tipe hutan ini berada pada lokasi yang memiliki musim kemarau berkisar antara 6-8 bulan. Curah hujan dalam setahun kurang dari 1.250 mm. Jenis pohon yang tumbuh pada hutan ini yaitu Jati dan Eukaliptus. 4. Hutan Savana Hutan savana merupakan hutan yang banyak ditumbuhi kelompok semak belukar diselingi padang rumput dengan jenis tanaman berduri. Periode musim kemarau 4 6 bulan dengan curah hujan kurang dari 1.000 mm per tahun. Jenis-jenis yang tumbuh di hutan ini umumnya dari Famili Leguminosae dan Euphorbiaceae. Tipe Hutan ini umum dijumpai di Flores, Sumba dan Timor.

C. Tipe Hutan Hujan Tropis Menurut Physiognomi Pada sistem klasifikasi ini dasar yang dipakai adalah ciri-ciri luar vegetasi yang mudah dikenali dan dibedakan, seperti semak, rumput, pohon dan lain-lain. Ciri lebih lanjut seperti menggugurkan daun, selalu hijau, tinggi dan derajad penutupan tegakan dapat pula diterapkan. Ciri-ciri yang umum digunakan yaitu : - Tinggi vegetasi, yang berkaitan dengan strata yang nampak oleh mata biasa - Struktur, berpedoman pada susunan stratum (A, B, C, D dan E), dan penutupan tajuk (Coverage). - Life-form atau bentuk hidup atau bentuk pertumbuhan, merupakan individuindividu penyusun komunitas tumbuh-tumbuhan. Contoh : a. Ciri physiognomi hutan tropis dataran rendah : Kanopi Tinggi pohon (emergent) Daun penumpu Elemen daun dominan Akar papan Kauliflori Liana berkayu Liana pada batang Ephyphit : : : : : : : : : 25 45 m Khas, 60 80 m Sering dijumpai Mesophyl Sering dijumpai dan sangat besar Sering dijumpai Sering dijumpai Sering dijumpai Sering dijumpai

b. Ciri physiognomy hutan tropis dataran tinggi/ pegunungan : Kanopi Tinggi pohon (emergent) Daun penumpu Elemen daun dominan : : : : 15 33 m Sering tidak ada Jarang dijumpai Mesophyl

Akar papan Kauliflori Liana berkayu Liana pada batang Ephyphit

: : : : :

Jarang dijumpai dan kecil Jarang dijumpai Jarang dijumpai Sering dijumpai Sangat sering dijumpai

c. Ciri physiognomi hutan tropis pegunungan tinggi : Kanopi Tinggi pohon (emergent) Daun penumpu Elemen daun dominan Akar papan Kauliflori Liana berkayu Liana pada batang Ephyphit : : : : : : : : : 2 - 18 m Pada umumnya tidak ada Sangat jarang dijumpai Microphyl Pada umumnya tidak ada Tidak ada Tidak ada Jarang dijumpai Sering dijumpai

Di Indonesia berdasarkan ciri physiognomi tedapat dua tipe hutan yaitu : Hutan Hujan Tropis, hutan yang selalu hijau dan hutan musim atau hutan yang menggugurkan daun. Hutan hujan tropis umumnya dijumpai di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku bagian Utara dan Papua sedangkan hutan musim yang menggugurkan daun dijumpai di Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Maluku bagian Selatan.

D. Tipe Hutan Hujan Tropis Menurut Sosiologi Vegetasi Tipe hutan berdasarkan sosiologi vegetasi merupakan pengklasifikasian hutan berdasarkan jenis yang dominan pada hutan tersebut atau berdasarkan famili yang dominan di daerah itu. Contoh : - Hutan Dipterocarpaceae di Asia Tenggara, merupakan hutan tropis yang umum dijumpai dan Famili yang mendominasi adalah Famili Dipterocarpaceae. - Hutan Shorea albida di Serawak, merupakan hutan tropis yang didominasi jenis Shorea albida. - Hutan Ebony (Diospyros sp) di Sulawesi, merupakan hutan tropis yang didominasi oleh Ebony atau kayu hitam. - Hutan Mahoni di Jawa, meupakan hutan musim yang didominasi oleh mahoni di pulau Jawa.

E. Tipe-tipe Hutan Hujan Tropis pada Kondisi Khusus (Azonal) Hutan pada tipe azonal umumnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dan air serta kondisi tempat tumbuh yang miskin hara. 1. Hutan Mangrove Hutan yang berada di tepi pantai, didominir oleh pohon-pohon tropika atau belukar dari genus Rhizophora, Languncularia, Avicennia dan lain-lain. 2. Hutan Gambut (Peak Forest) Hutan yang tumbuh pada tanah organosol dengan lapisan gambut yang memiliki ketebalan 50 cm atau lebih, umumnya terdapat pada daerah yang memiliki tipe iklim A atau B menurut klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson. 3. Hutan Rawa (Swamp Forest) Hutan yang tumbuh pada daerah-daerah yang selalu tergenang air tawar, tidak dipengaruhi iklim. Pada umumnya terletak dibelakang hutan payau dengan jenis tanah aluvial. Tegakan hutan selalu hijau dengan pohon-pohon yang tinggi bisa mencapai 40 m dan terdiri atas banyak lapisan tajuk.

PUSTAKA : 1. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 2. Kusmana & Istomo, 1995. Ekologi Hutan : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 3. Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 4. Richard & Steven, 1988. Forest Ecosystem : Academic Press. San Diego. California. 5. Arief, A. 1994, Hutan Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia Jakarta. 6. Weidelt, H. J, 1995, Silvikultur Hutan Alam Tropika (Diterjemahkan oleh : Nunuk Supriyanto), Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta. 7. Whitmore, T. C, 1984, Tropical Rain Forest of The Far East (Second Edition), Oxford University Press, Oxford.

From Wikipedia
Hutan hujan tropika atau sering juga ditulis sebagai hutan hujan tropis adalah bioma berupa hutan yang selalu basah atau lembab, yang dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa; yakni kurang lebih pada lintang 010 ke utara dan ke selatan garis khatulistiwa. Hutan-hutan ini didapati di Asia, Australia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Meksiko dan Kepulauan Pasifik. Dalam peristilahan bahasa Inggris, formasi hutan ini dikenal sebagai lowland equatorial evergreen rainforest, tropical lowland evergreen rainforest, atau secara ringkas disebut tropical rainforest. Hutan hujan tropika merupakan rumah untuk setengah spesies flora dan fauna di seluruh dunia.[1] Hutan hujan tropis juga dijuluki sebagai "farmasi terbesar dunia" karena hampir 1/4 obat modern berasal dari tumbuhan di hutan hujan ini.[2]

Karakteristik ekologis

Persebaran hutan hujan tropis di seluruh dunia

Hutan hujan tropika terbentuk di wilayah-wilayah beriklim tropis, dengan curah hujan tahunan minimum berkisar antara 1.750 millimetre (69 in) dan 2.000 millimetre (79 in). Sedangkan rata-rata temperatur bulanan berada di atas 18 C (64 F) di sepanjang tahun[3] Hutan basah ini tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian sekitar 1.200 m dpl., di atas tanah-tanah yang subur atau relatif subur, kering (tidak tergenang air dalam waktu lama), dan tidak memiliki musim kemarau yang nyata (jumlah bulan kering < 2)[4][5] Hutan hujan tropika merupakan vegetasi yang paling kaya, baik dalam arti jumlah jenis makhluk hidup yang membentuknya, maupun dalam tingginya nilai sumberdaya lahan (tanah, air, cahaya matahari) yang dimilikinya. Hutan dataran

rendah ini didominasi oleh pepohonan besar yang membentuk tajuk berlapis-lapis (layering), sekurang-kurangnya tinggi tajuk teratas rata-rata adalah 45 m (paling tinggi dibandingkan rata-rata hutan lainnya), rapat, dan hijau sepanjang tahun. Ada tiga lapisan tajuk atas di hutan ini[6]:

Lapisan pohon-pohon yang lebih tinggi, muncul di sana-sini dan menonjol di atas atap tajuk (kanopi hutan) sehingga dikenal sebagai sembulan (emergent). Sembulan ini bisa sendiri-sendiri atau kadang-kadang menggerombol, namun tak banyak. Pohon-pohon tertinggi ini bisa memiliki batang bebas cabang lebih dari 30 m, dan dengan lingkar batang hingga 4,5 m. Lapisan kanopi hutan rata-rata, yang tingginya antara 2436 m. Lapisan tajuk bawah, yang tidak selalu menyambung. Lapisan ini tersusun oleh pohon-pohon muda, pohon-pohon yang tertekan pertumbuhannya, atau jenisjenis pohon yang tahan naungan.

Kanopi hutan banyak mendukung kehidupan lainnya, semisal berbagai jenis epifit (termasuk anggrek), bromeliad, lumut, serta lumut kerak, yang hidup melekat di cabang dan rerantingan. Tajuk atas ini demikian padat dan rapat, membawa konsekuensi bagi kehidupan di lapis bawahnya. Tetumbuhan di lapis bawah umumnya terbatas keberadaannya oleh sebab kurangnya cahaya matahari yang bisa mencapai lantai hutan[7], sehingga orang dan hewan cukup leluasa berjalan di dasar hutan. Ada dua lapisan tajuk lagi di aras lantai hutan, yakni lapisan semak dan lapisan vegetasi penutup tanah. Lantai hutan sangat kurang cahaya, sehingga hanya jenisjenis tumbuhan yang toleran terhadap naungan yang bertahan hidup di sini; di samping jenis-jenis pemanjat (liana) yang melilit batang atau mengait cabang untuk mencapai atap tajuk. Akan tetapi kehidupan yang tidak begitu memerlukan cahaya, seperti halnya aneka kapang dan organisme pengurai (dekomposer) lainnya tumbuh berlimpah ruah. Dedaunan, buah-buahan, ranting, dan bahkan batang kayu yang rebah, segera menjadi busuk diuraikan oleh aneka organisme tadi. Pemakan semut raksasa juga hidup di sini. Pada saat-saat tertentu ketika tajuk tersibak atau terbuka karena sesuatu sebab (pohon yang tumbang, misalnya), lantai hutan yang kini kaya sinar matahari segera diinvasi oleh berbagai jenis terna, semak dan anakan pohon; membentuk sejenis rimba yang rapat [8]

Hutan hujan di tepian Amazon

Hutan hujan dataran rendah tropika ini ditemukan baik di kawasan Malesia maupun di Amerika tropis; namun kemungkinan tidak terbentuk di Afrika. Di luar wilayah Malesia, hutan-hutan ini di Asia didapati sedikit-sedikit di sekitar Assam dan Burma, sepanjang jalur sempit di Ghats Barat (India), Kepulauan Andaman, di perbatasan Thailand dengan Kamboja, di Cina selatan, Hainan dan Taiwan, serta di Pasifik di Kepulauan Melanesia dan mungkin pula Mikronesia.[6]

Keanekaragaman hayati
Hutan hujan ini adalah yang paling kaya keanekaragaman hayatinya di antara jenis-jenis hutan lainnya. Di Sarawak dan Brunei saja diperkirakan terdapat antara 1.8002.300 spesies pohon dengan diameter batang 10 cm.[6]

Produktivitas Ekosistem Hutan Hujan Tropis


Posted by Mahmuddin pada September 9, 2009 Ekosistem yang berbeda sangat bervariasi dalam produktivitasnya. Hutan hujan tropis merupakan salah satu ekosistem terrestrial yang paling produktif. Di samping karena hutan hujan tropis menutupi sebagian besar bumi dan memiliki keanekaragaman yang sangat tinggi, besarnya volume biomassa tumbuhan persatuan luas pada hutan hujan tropis, sehingga memberi kesan produktivitas yang sangat tinggi dan lahan yang sangat subur. Patandianan (1996) dalam

Wiharto (2007) menyatakan, bahwa sifat tanah hutan hujan tropis adalah miskin hara sehingga tidak mampu mendukung produktivitas tumbuhan yang sangat tinggi. Namun, produktivitas yang sangat tinggi pada kawasan ini terjadi karena ekosistem hutan hujan tropis memiliki sistem daur hara yang sangat ketat, tahan kebocoran, dan berlangsung cepat (Resosoedarmo et al., 1986 dalam Wiharto, 2007). Produktivitas primer merupakan laju penambatan energy yang dilakukan oleh produsen. Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energy cahaya yang diubah menjadi energy kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organik dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas primer bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs). Produktivitas primer hutan hujan tropis dan beberapa ekosistem dalam biosfer dapat disajikan pada table 1 di bawah ini: Tabel 1. Produktivitas Primer Biosfer
Tipe Ekosistem Hutan Hujan Tropis Hutan Musim Tropis Hutan Iklim Sedang:Hijau Selalu

No 1 2 3

Produktivitas Primer Bersih (Bahan Kering) Kisaran Normal (g/m2/tahun) 1000 3500 1000 2500

600 2500 600 2500 400 2000 200 2000 200 1500 10 400 10 250

4 5 6 7 8

Luruh

Hutan Boreal Savana Padang Rumput Iklim Sedang Tundra dan Alvin Gurun dan Semak Gurun

Sumber : Whittaker dan Likens (1975) dalam Wiharto (2007)

Berdasarkan data tabel 1 di atas, hutan hujan tropis memiliki produktivitas primer 1000 3500 g/m2/tahun dan hanya berbeda rentang dengan hutan musim tropis yakni 1000-2500 g/m2/tahun. Produktivitas primer ekosistem terendah dimiliki oleh tipe ekosistem gurun dan semak gurun yakni 10250 g/m2/tahun yang juga berbeda rentang dengan ekosistem tundra dan Alvin yakni 10 400 g/m2/tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa produktivitas primer ekosistem hutan hujan tropis paling tinggi dibandingkan dengan produktivitas ekosistem hutan musim tropis, hutan iklim sedang, hutan boreal, savanna, padang rumput iklim sedang, tundra dan Alvin, serta gurun dan semak. Produktivitas hutan hujan tropis dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: Cahaya Matahari dan Suhu Berdasarkan letak geografis, wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan wilayah iklim sedang. Menurut Sances (1992) dalam Wiharto (2007), Hal tersebut disebabkan oleh 3 faktor yaitu: (1) Kemiringan poros bumi menyebabkan wilayah tropika menerima lebih banyak sinar matahari pada atmosfer luarnya dibanding dengan wilayah iklim sedang. (2) Lewatnya sinar matahari pada atmosfer yang lebih tipis (karena sudut yang lebih tegak lurus di daerah tropika), mengurangi jumlah sinaran yang diserap oleh atmosfer. Di wilayah hutan hujan tropis, 56% sampai dengan 59 % sinar matahari pada batas atmosfer dapat sampai di permukaan tanah. (3) Masa tumbuh yang terbatas oleh keadaan suhu adalah lebih panjang di daerah hutan hujan tropis (kecuali di tempat-tempat yang sangat tinggi). Lyford dan Phinney (1968) melaporkan bahwa peningkatan biomassa tumbuhan paling tinggi terjadi pada saat photoperiod maksimum. Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas hutan hujan tropis. Akan tetapi, dengan adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas. Curuh Hujan Hutan hujan tropis memiliki curah hujan yang merata sepanjang tahun yakni berkisar 9 -12 bulan basah. Hujan selain berfungsi sebagai sumber air juga berfungsi sebagai sumber hara. Terjadinya petir selama musim hujan, menjadi energy alami yang dapat menyebabkan nitrogen terfiksasi dengan hydrogen membentuk nitrit yang dapat turun ke tanah bersama air hujan. Nitrogen termasuk unsur vital bagi tumbuhan karena merupakan bahan penyusun klorofil. Kelembaban Tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan laju aktivitas mikroorganisme. Selain itu, kelembaban sangat mempengaruhi kecepatan proses pelapukan tanah. Pelapukan terjadi ketika hidrogen dalam larutan tanah bereaksi

dengan mineral-mineral dalam tanah atau lapisan batuan, yang mengakibatkan terlepasnya unsur-unsur hara. Hara-hara ini ada yang dapat dengan segera diserap oleh tumbuhan. Serasah Produktivitas serasah hutan hujan tropis sangat tinggi dibandingkan dengan tipe ekosistem lain, sehingga penyediaan zat hara bagi tumbuhan sangat mendukung bagi peningkatan produktivitas. Data pada tabel 2 di bawah ini menunjukkan bahwa hutan hujan tropis memiliki laju dekomposisi serasah paling cepat yakni sebesar 0,45 %/hari dibanding dengan tipe ekosistem lain, seperti padang rumput 0,30%/hari, hutan aok 0,018 0,095 %/hari. Dengan kondisi lingkungan mikro yang sangat kondusif, proses dekomposisi serasah pada hutan hujan tropis berlangsung cepat. Hal ini berarti bahwa serasah yang jatuh dipermukaan tanah tidak akan lama tertimbun dalam lantai hutan tetapi dapat segera didekomposisi oleh mikroorganisme menjadi zat anorganik sehingga dapat segera diserap kembali oleh tumbuhan (Resosoedarmo et al., 1996 dalam Wiharto, 2007). Table 2. Laju dekomposisi serasah pada beberapa tipe ekosistem dunia Iklim Tropis
Tipe Ekosistem Hutan Hujan Tropis Padang Rumput

Laju Dekomposisi (%/ hari) 0.45 0.30

Sedang

Hutan Oak di: Minnesota Missouri New Jersey

0.018 0.095 0.018

Sumber: Barbour et al. (1987) dalam Wiharto (2007) Tanah Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007).

Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah (Jordan, 1985 dalam Wiharto, 2007 ). Herbivora Menurut Barbour at al. (1987) dalam Wiharto (2007), sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivore dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum. Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.

You might also like