You are on page 1of 5

MAKALAH PEMERINTAHAN SOSIAL DAN DINAMIKA PEMBANGUNAN PERGOLAKAN MELAWAN KEUASAAN (Mahasiswa Sebagai Agen Perubahan Sosial)

Oleh: Ismail Latief 05.49917.07366.02

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2006

KATA PENGANTAR Teriring doa dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dengan segenap tenaga dan kemampuan akhirnya tugas tugas makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Tugas makalah ini merupakan bahan latihan yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada kami tentang Mahasiswa sebagai agen perubahan sosial. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa mengucapkan rasa terima kasih yang setinggi tingginya kepada dosen pembimbing karna telah mempercayakan suatu tugas dan tanggung jawab bagi kami untuk di emban dengan sebaik baiknya. Akhirnya dengan ucapan Alhamdulillah Robbil Alamin karna telah menyelesaikan Tugas makalah ini. Dan tentunya akan menyadari kelemahan/kekurangan dari pada pembahasan makalah ini. Oleh karna itu, kritik dan saran yang sifatnya untuk perbaikan/penyempurnaan makalah ini sangat kita harapkan.

Wassalam,

BAB I PENDAHULUAN Dalam perjalanannya sukar di sangkal mahasiswa yang terdiri dari kaum muda, punya andil besar dalam perubahan. Melihat sepak terjang mahasiswa dalam bulan Mei yang lalu, kita harusnya bangga dan terharu. Terbukti Indonesia masih memiliki beberapa kaum muda yang penuh keberanian, energik dan cerdas. Tentu kita bisa katakan juga, dalam setiap momen perubahan, kaum muda salah mengambil posisi di barisan depan, mereka radikal sekaligus yang kita rasakan kadang nekat. Mulai dari tahun 1945 hingga sekarang kaum muda silih berganti mengisi peran peran sebagai pembaharu. Serangkaian demonstrasi mahasiswa tiba tiba di jawab oleh nyalak peluru. Betapapun korban berjatuhan, itu tidak memutarkan api semangat mereka. Dan kematian bisa jadi bayaran untuk tiap tuntutan yang di lontarkan. Karna mereka sadar bahwa mahasiswa sebagai agen perubahan serta menentang kekuasaan absolut.

BAB II PEMBAHASAN A. Kampus Dan Teror Kekuasaan B. Pembicaraan tentang kampus segera mengingatkan seseorang akan kehidupan ilmiah dengan ciri utama kebebasan berfikir dan berpendapat, kreatifitas, argumentatif, tekun dan melihat jauh ke depan sambil mencari manfaat praktis dari suatu ide ataupun penemuan. Perpaduan ciri tersebut di dalam kehidupan kampus melahirkan gaya hidup tersendiri yang merupakan variasi dari corak kehidupan yang menjadikan kampus sebagai pedoman dan harapan masyarakat. Itulah gambaran klasik tentang kehidupan kampus. C. Tinjauan terhadap intelektual kampus dengan lingkungannya yaitu masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadapnya membawa kita terhadap dua kepentingan. Pertama, kampus mengambil inisiatif melalui penawaran karya, gerakan pembaharuan dan perbaikan kondisi masyarakat sampai pada gerakan politik. Dan kedua, kampus bersikap pasif atau hanya menampung dan memberikan reaksi kepada inisiatif pihak luar sehingga kampus dijadikan arena pertarungan kekuatan-kekuatan politik atau patner yang tidak sederajat (alat) oleh birokrasi negara dalam melaksanakan tugasnya. D. Untuk itu pembahasan diarahkan kepada tiga gejala kehidupan kampus yaitu kampus sebagai arena politik, kampus sebagai alat birokrasi dan kampus sebagai harapan di masa depan. E. F. Politik dan Kampus G. Kampus sebagai arena politik diawali segera setelah Indonesia merdeka. Pendirian kampus itu sendiri dilatari oleh pertimbangan politik, yakni sebagai penolakan terhadap sisa kekuatan kolonial di bidang ilmu khususnya terhadap dunia perguruan tinggi. Begitulah antara lain terungkap dari proses pembentuikan Universitas Gajah Mada dan Universitas Indonesia diawal kemerdekaan. Berdasarkan peraturan Menteri P & K tanggal 7 November 1951 yang diturunkan dari UU Darurat Nomor 7 Tahun 1950, ditetapkan bahwa pemerintah (P & K) bersama rektor dapat mengangkat Dosen tanpa usul dari pimpinan fakultas, dengan tujuan untuk memudahkan proses pengindonesia-an staff pengajar yang sebelumnya mendominasi fakultas sebagai basis pendidikan di kampus. H. Tumbuhnya pemusatan kekuasaan pada pemerintah sejak ditegakkannya sistem Demokrasi Terpimpin melalui penyedotan kekuasaan partai-partai politik dan dukungan militer, kembali membawa perubahan kepada pola pengaruh politik terhadap kampus. Kali ini pemerintah yang diwakili oleh Presiden Soekarno sering kali menyindir kampus dengan mengemukakan dosen sebagai berwatak konservatif dan bahkan kontra revolusi karena enggan berfikir di luar kelainana ilmu (text book thinking). Kampus dituding sebagai menara gading. I. Dua pola reaksi kampus menghadapai tudingan dan pengucilan tersebut ialah pertama, menerima kritik pemerintah sambil menyesuaikan diri kepada corak politik nasional yang sedang dikembangkan waktu itu. Dalam rangka itu, disamping berkembangnya gerakan politik revolusioner yang terurama dipimpin oleh dosen dan mahasiswa berideologi kiri, terjadi pula penyesuaian kurikulum dan cara berfikir

khususnya mengenai kejidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Seleksi staf pengajar dan tenaga administrasi pun didasarkan pada corak politik tersebut. Kedua, terjadi penolakan diam-diam terhadap ideologi, sistem dan susunan kekuasaan yang berlaku. Sejumlah dosen mengembangkan pikiran alternatif dan sebagian dari kelompok ini membuka kerjasama dengan SESKOAD. Disamping itu mahasiswa yang berfikir dan bersifat demokratis mengkonsolidasikan mahasiswa pendukung rezim dan sistemnya. J. Dominasi Birokrasi K. Dua langkah penting yang diambil pemerintah untuk menghadapi gerakan kampus yang sudah dianggap membahayakan kebijakan dasar nasional, yaitu stabilitas politik dan proses pembangunan nasional ialah melakukan intrevensi yang bersifat kebirokrasian dan mengadakan pembenahan poltik yang melibatkan unsurunsur dalam kehidupan kampus. L. Menyibak Akar Masalah M. Dari pengamatan penulis setidaknya ada tiga sebab yang mengharuskan kampus terlibat dalam kehidupan politik. Pertama ialah usaha kampus untuk merealisasikan peranannya sebagai pembaharu dan perangsang bagi perbaikan kondisi kehidupan masyarakat. Kedua kenyataan bahwa kampus merupakan sumber daya politik. Disana tersedia potensi kepemimpinan dan keahlian. Dan ketiga yakni watak kemandirian kampus yang tumbuh dari metode kerja ilmiah, antara lain cara berfikir kritis yang mau tidak mau mendorong warga kampus untuk menilai keadaan di sekitarnya. N. Akan tetapi jika dilihat dari hakekat kemandirian kampus, maka tidaklah dapat dipungkiri adanya efek negatif yang dibawa oleh tingginya integritas campur tangan dunia politik dan birokrasi tersebut. Beberapa diantaranya : O. Pertama, terasa kuatnya tekanan terhadap pertumbuhan daya kreatifitas warga kampus. Pengawasan birokrasi menimbulkan rasa khawatir yang mendalam untuk berbuat salah dikalangan warga kampus. Oleh karena itu mereka mengadakan berbagai pengamanan mulai dari menyensor pikiran atau pendapat sendiri sampai kepada tidak mengumumkannya kepada siapapun. Dalam keadaan demikian ini inisiatif kampus untuk menyelenggarakan diskusi dan seminar malah sudah diambil oper oleh berbagai lembaga non kampus, mulai dari lembaga penelitian sampai kepada organisasi politik (massa). P. Mahasiswa lebih memusatkan diri kepada penyelesaian studi tanpa merasa perlu mengadakan pencernaan dan pematangan serta perluasan wawasan. Q. R.

S. Untuk mengakses dan mendownload tugas kuliah ini selengkapnya anda harus berstatus Paid Member
T.

You might also like