You are on page 1of 22

TUGAS REKAYASA PERKERASAN JALAN

TEKNOLOGI DAUR ULANG PERKERASAN JALAN

Kelompok XI : Melvin Junius Ivan Pratama Setiadi Andree Surya Salim Fransisca Wijaya Jonathan Giovanni Christianto Tjondro Grady Suryaputra 21409075 21409077 21409079 21409080 21409084 21409085 21409091

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA SEMESTER GANJIL 2011/2012 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Problem krusial perawatan jalan di Indonesia pada umumnya selalu dihadapkan kepada kondisi kerusakan, perbaikan, dan rusak lagi. Demikian berulang kali sehingga terkesan seperti kerusakan tersebut tidak kunjung selesai. Padahal kalau dicermati, kerusakan jalan tersebut tidak berdiri sendiri, banyak faktor yang melatar belakangi. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, perawatan, dan penggunaannya. Artinya di samping pemerintah, tentunya masyarakat pengguna jalan pun punya tanggung jawab akan keawetan sebuah jalan. Termasuk di dalamnya bagaimana menjaga agar tidak membuang sampah sembarangan yang berakibat tersumbatnya drainase jalan, bagaimana disiplin agar batas muatan ijin kendaraan tidak terlampaui, dan lain-lain. Di samping itu volume kendaraan makin lama makin meningkat menyebabkan konstruksi perkerasan jalan kurang tahan lama. Kerusakan jalan pada akhirnya akan menghambat arus kendaraan serta menyebabkan turunnya nilai ekonomis sebuah perjalanan barang dan jasa. Pemerintah meletakkan perhatian besar pada perawatan dan perbaikan jalan, agar tidak mengganggu lalu lintas perekonomian antar daerah. Beberapa konsep telah diwacanakan, antara lain konsep Performance Based Contract, yaitu dengan melibatkan rekanan yang siap diikat kontrak untuk mengupayakan keadaan jalan tetap prima dalam waktu tertentu dengan imbalan

tertentu. Persoalannya adalah sejauh mana kesiapan para rekanan penyedia jasa, biaya, dan instrumen peraturan yang mengikutinya. Disadari bahwa dibutuhkan infrastruktur yang kuat untuk menyehatkan ekonomi dan jalan yang baik merupakan bagian yang sangat vital dari infrastruktur jalan ini. Jika dana tidak mencukupi maka metode rehabilitasi jalan yang lebih efektif dan efisien harus didapatkan. Peningkatan jalan dengan cara penambahan lapis tambahan (overlay) yang terus menerus akan mengakibatkan tebal lapis perkerasan semakin tebal dan bahan yang diperlukan semakin menipis. Selain itu, overlay dapat menimbulkan persoalan baru lagi yaitu ketinggian elevasi permukaan jalan menjadi berubah sehingga harus melakukan perbaikan bangunan pelengkap jalan lainnya (trotoar). Konflik lainnya bisa terjadi dari masyarakat sekitar yang elevasi lantai rumahnya menjadi di bawah permukaan jalan. Dengan situasi krisis global dan maraknya bencana banjir dan longsor dewasa ini, maka perbaikan jalan dengan menggunakan tekonologi daur ulang merupakan pilihan yang tepat. Daur ulang yang diproses dan ditunjang dengan peralatan yang memadai akan menghasilkan bahan campuran yang nilai strukturnya dapat mengimbangi campuran yang baru. Penambahan bahan baru dan atau bahan tambahan pada material bekas garukan perkerasan lama merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan daya dukung dari material bekas garukan. Penanganan dengan teknologi daur ulang perkerasan merupakan suatu alternatif untuk mengatasi masalah ini karena memiliki beberapa keuntungan seperti dapat mengembalikan kekuatan perkerasan dan mempertahankan geometrik jalan serta mengatasi ketergantungan akan material baru. Inovasi yang dikembangkan oleh Pusat Litbang Jalan dan Jembatan Badan Litbang PU ini, untuk menjawab kebutuhan akan peningkatan infrastruktur yang baik. Tetapi tetap terbatas oleh keungan negara. Lewat daur ulang perkerasan jalan, diharapkan mampu mengatasi kerusakan jalan yang terjadi dan meningkatkan mutu jalan. Sehingga pada akhirnya, perbaikan maupun pemeliharaan jalan bukan lagi pekerjaan yang harus mendatangkan

material baru ke lapangan. Banyak konsep, kajian, dan aplikasi teknologi yang memungkinkan untuk tidak mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan untuk keperluan perawatan jalan di Indonesia. Saatnya untuk beralih ke teknologi ramah lingkungan dan hemat dalam segala aspek.

2. Tujuan Pembuatan makalah ini bertujuan untuk : a. Mengetahui material apa saja yang dibutuhkan untuk proses daur ulang b. Mengetahui bagaimana proses daur ulang perkerasan jalan c. Mengetahui keuntungan dan kerugian teknologi daur ulang perkerasan jalan d. Mengetahui pengaplikasian teknologi daur ulang yang telah dilakukan, terutama di wilayah Indonesia

3. Metodologi Pencarian sumber dan data-data untuk makalah ini berdasarkan beberapa dokumentasi dan penelitian yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum Indonesia, Puslitbang, Bina Marga, maupun pihak-pihak lain yang terlibat dalam teknologi daur ulang perkerasan jalan.

BAB II PEMBAHASAN Definisi Metode recycling (daur ulang) perkerasan jalan merupakan metode pengolahan dan penggunaan kembali konstruksi perkerasan lama (existing) baik dengan atau tanpa tambahan bahan baru untuk keperluan pemeliharaan, perbaikan, mapun peningkatan konstruksi perkerasan jalan. Keuntungan Teknologi Daur Ulang Mengembalikan kekuatan perkerasan lama tanpa meninggikan elevasi permukaan jalan Memanfaatkan kembali bahan eks perkerasan Mempertahankan geometrik jalan Mengatasi ketergantungan akan material baru Penghematan material agregat, aspal, energi Mengurangi kerusakan lingkungan Perbaikan kualitas lapis pondasi bisa dilaksanakan dengan cepat Memungkinkan untuk mengerjakan jalur yang rusak saja Tidak menambah beban mati dari lantai jalan Walaupun metode daur ulang memiliki banyak keuntungan, Indonesia masih memiliki hambatan dalam sisi peralatan dan SDM-nya. Masih sedikit perusahaan yang memiliki peralatan daur ulang ini. Pelaksanaan daur ulang pada umumnya menggunakan rangkaian alat yang terdiri dari Water Tank, Asphalt Tank, Recycler, First Compactor , Grader, dan Final Compactor. SDM yang handal untuk menggunakan alat juga terbatas. Beberapa perusahaan sudah berupaya untuk mengirimkan beberapa ahli ke negara pembuat alat recycler supaya bisa belajar langsung dari sana. Selain itu, tidak serta merta setiap kerusakan jalan langsung dapat diatasi dengan daur ulang, tergantung penyebab kerusakan jalan itu sendiri yang harus ditemukan terlebih dahulu. Apabila induk persoalan berada di subgrade, maka

perkuatan/stabilisasi subgrade mutlak harus dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan daur ulang pada lapis struktur sub base/basenya. Oleh karena itu, investigasi awal sebelum pelaksanaan daur ulang mutlak diperlukan. Biasanya investigasi awal dilakukan terhadap beberapa poin antara lain: a. Tebal dan lebar perkerasan lama b. Jenis bahan setiap lapis perkerasan c. Daya dukung tanah dasar dan lapis perkerasan d. Muka air tanah e. Volume dan beban lalu lintas Pengujian yang Perlu Dilakukan Sebelum Metode Daur Ulang Dilaksanakan Survei kondisi perkerasan secara visual untuk melihat kondisi kerusakan perkerasan yang ada. Pengujian lendutan setiap interval 50 meter dengan alat FWD (Falling Weight Deflectometer). Pengujian lendutan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kelenturan / keelastisan perkerasan lama. Penyelidikan lapangan boring, coring, test pit untuk mengetahui ketebalan jalan aspal (melintang dan membujur), mengetahui kondisi material existing, memeriksa daya dukung. Menurut TRB (Transportation Research Board, 1980), teknologi daur ulang digolongkan menjadi 3 : a. Daur ulang permukaan (surface recycling) Pelaksanaan daur ulang pada perkerasan dengan tebal < 25 mm dengan menggunakan heater planer, heater-scarifier, hot milling, cold planning atau alat cold milling. Pelaksanaan daur ulang dilaksanakan menerus dalam 1 lintasan, dan jika diperlukan ditambahkan agregat baru dan modifier. Teknologi ini efektif digunakan untuk memperbaiki kerusakan perkerasan seperti pelepasan butir (ravelling), alur (rutting), kegemukan (flushing), dan gelombang (corrugation).

b. Daur ulang di tempat untuk permukaan dan base (in place surface and base recycling) Pelaksanaan daur ulang di tempat dengan ketebalan > 25 mm, yang diikuti dengan pembentukan kembali dan pemadatan. Jika diperlukan dapat ditambahkan agregat baru dan modifer. Teknologi ini digunakan untuk meningkatkan kekuatan struktural lapisan perkerasan. Eks perkerasan distabilisasi dengan menggunakan kapur, semen, aspal, dan bahan kimia lainnya. Kelemahan dari metode ini adalah pelaksanaan pengendalian mutu tidak sebaik pada daur ulang di pusat instalasi (in plant). Salah satu teknologi yang saat ini sedang diteliti adalah CTRB (Cement Treated Recycling Based) dan CMRFB (Cold Mix Recycling Foam Bitument). Teknologi CTRB merupakan teknologi daur ulang dengan cara menstabilisasi lapis pondasi (terutama agregat) dengan semen, sementara CMRFB stabilisasi eks perkerasan dengan aspal yang dibusakan (foam bitument). c. Daur ulang di pusat instalasi (central-plant recycling) Pelaksanaan daur ulang dimulai dengan penggarukan perkerasan dan pengangkutan eks perkerasan ke pusat instalasi. Pengolahan dilakukan di pusat instalasi dengan atau tanpa penambahan agregat baru dan modifier, dan selanjutnya diangkut kembali ke lapangan untuk digelar, dibentuk, dan dipadatkan. Salah satu teknologi daur ulang yang sedang diteliti adalah CMRFB (Cold Mix Recycling Foam Bitument) dan HMRA (Hot Mix Recycling Asphalt). Teknologi CMRFB merupakan teknologi daur ulang dengan cara menstabilisasi eks perkerasan beraspal dengan aspal yang dibusakan (foam bitument), sementara HMRA adalah campuran antara Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) dengan agregat dicampur di Unit Pencampur Aspal (UPA), dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas .

Tempat Pelaksanaan Daur Ulang Dikenal beberapa teknik daur ulang yaitu daur ulang pelaksanaan di lapangan (in place) dan di tempat pencampur (in plant). - Di lapangan (in place) : Penggarukan, pembentukan dan pemadatan di tempat. - Di tempat pencampur (in plant) : Hasil garukan dibawa ke alat pencampur untuk diperbaiki properties-nya. Ketebalan lapis perkerasan yang dibutuhkan dapat disesuaikan. Pemilihan jenis daur ulang antara lain mempertimbangkan kondisi permukaan, lalu lintas, ketersediaan alat konstruksi yang dipilih. Daur ulang in place biasanya hanya bisa dilakukan apabila tingkat ketebalan daur ulang (penggarukan dan penggelaran kembali) yang dilakukan dan dibutuhkan tidak terlalu tebal (sekitar 2,5 cm). Sementara daur ulang in plant biasanya dilakukan apabila bahan yang didaur ulang dan digelar kembali dalam jumlah cukup banyak (ketebalan dan volume). Teknik Daur Ulang Di lapangan (in place) Keuntungan Kekuatan mendekati properties aslinya Memperbaiki jenis kerusakan yang lebih dicegah Di tempat pencampur (in plant) Kekuatan mendekati sifat campuran baru. mudah diatur Geometrik jalan lebih mudah disesuaikan Diperlukan pengangkutan hasil pencampur Bagian bekas garukan harus diamankan sebelum ditutup kembali Cara Pencampuran Dapat dilakukan dengan memodifikasi alat pencampur aspal (AMP) yang ada saat ini Kerugian Kendali mutu sukar dilakukan Kehomogenan campuran sukar Peralatan Memerlukan perangkat alat khusus seperti cold milling dan recycler

luas, retak refleksi dapat dilakukan

Mutu campuran lebih garukan ke mesin

Berdasarkan cara pencampurannya, daur ulang dibagi menjadi 2, yaitu : a. Daur ulang campuran dingin (cold recycling), misal : CTRB (Cement Treated Recycling Base), CTRSB (Cement Treated Recycling Sub Base), campuran dengan pengikat aspal emulsi, campuran dengan pengikat aspal cair, Foam Bitumen. b. Daur ulang campuran panas (hot recycling), misal : daur ulang bahan garukan yang dipanaskan kembali di AMP (in plant), permukaan (in place).

Pencam puran

Contoh Jenis Daur Ulang

Deskripsi

Keuntungan

Kerugian

Teknik Pencampuran / Penghampara

Dingin

Cement Treated Recycling Base (CTRB) Daur ulang aspal dengan emulsi

Semen ditambahkan pada garukan Sebagai lapis

Meningkatkan kekuatan bahan material

Dapat retak

n terjadi In place atau in plant

pondasi Aspal emulsi Tidak digunakan sebagai bahan pengikat bergantung pada temperatur Digunakan sebagai tambalan, overlay Material dapat disimpan (distok) Dapat digunakan

Kekuatan campuran panas Lalu ringan sampai sedang Kekuatan campuran panas Untuk beberapa lintas

In place atau

tidak sekuat in plant

Daur ulang dengan foamed bitumen

Foamed bitumen digunakan sebagai bahan pengikat

In place atau

tidak sekuat in plant

sebagai overlay Dapat segera dibuka untuk lalu lintas

jenis perlu

aspal

additive Perlu unit alat khusus membuat foamed bitumen Pemanasan diperoleh dari transfer panas material baru Perlu ada modifikasi alat AMP

Panas

Daur ulang dengan aspal n peremajaa

Aspal peremaja dicampur

dan Kekuatan mendekati campuran panas agregat baru Digunakan sebagai overlay (lapis antara)

In plant

+ dengan agregat baru dan RAP

Material Tambahan Untuk Daur Ulang Perkerasan 1. Filler (semen dan kapur)

Material konvensional yang digunakan untuk menaikkan kekuatan bahan yaitu dengan menaikkan tahanan gesernya. Semen cocok untuk menstabilisasi bahan perkerasan dengan nilai Indeks Plastis (PI) < 10. Kapur lebih cocok untuk menstabilisasi bahan perkerasan yang lebih plastis daripada itu. Material yang distabilisasi dengan semen atau kapur akan bersifat semi kaku atau bahkan cenderung getas (mudah retak), akibat adanya hidrasi dari semen dan kapur. 2. Aspal emulsi

Aspal emulsi adalah aspal yang dilarutkan dalam air melalui proses teknologi tertentu, berwarna coklat kehitaman dan encer. 3. Foamed bitumen

Foamed bitumen adalah campuran antara udara, air, dan bitumen yang dicampur dengan komposisi tertentu. Foamed bitumen dihasilkan dengan cara menginjeksikan air ke aspal panas di dalam foaming chamber. Foamed bitumen dapat digunakan sebagai bahan penstabilisasi hampir untuk semua jenis material termasuk material hasil daur ulang perkerasan jalan. Penggunaan foamed bitumen harus diikuti dengan penambahan filler aktif (semen/kapur) pada material yang akan didaur ulang. Walaupun menggunakan semen/kapur, tetapi menurut Ramanujam et al (2000), stabilisasi dengan menggunakan foamed bitumen akan menghasilkan lapisan yang lebih fleksibel dibandingkan dengan bila menggunakan jenis stabilizer lainnya. 4. RAP (Recycled Asphalt Pavement)

RAP adalah butiran campuran beraspal yang diperoleh dari hasil lapisan aspal lama. RAP dapat digunakan kembali sebagai perkerasan jalan, baik sebagai lapis pondasi ataupun sebagai lapis permukaan karena komponen dari RAP adalah aspal dan agregat. 5. RBP (Recycled Base Pavement)

RBP adalah material yang didapat dari pembongkaran lapis pondasi jalan tanpa bahan pengikat. RBP dapat digunakan kembali sebagai bahan untuk lapis pondasi dengan kinerja lebih baik bila ditambahkan bahan pengikat.

Penggolongan Daur Ulang Khusus Untuk Perkerasan Aspal 1. Cold Planning

Sudah sering dilaksanakan di Indonesia untuk menangani permasalahan perkerasan seperti menghilangkan rutting, membuang atau menggaruk lapis perkerasan yang retak-retak, blinding, memperbaiki fungsi drainase, kemiringan/kerataan permukaan perkerasan.

2. Hot Recycling

Perkerasan lama digarus, kemudian hasil garukan dibawa ke tempat pencampur. Pada tempat pencampur, RAP dikombinasikan dengan agregat panas yang baru dan sedikit aspal. Setelah dicampur dengan rata, dibawa kembali ke lapangan untuk dihamparkan dan dipadatkan. Sudah pernah dilaksanakan di ruas jalan Bawen-Kertosono (Jawa Tengah) dan BekasiCikampek (Jawa Barat).

3. Hot in- Place Recycling (HIR)

Perkerasan lama setebal 1-1,5 inchi dipanaskan sampai melunak, lalu digaruk dan dihancurkan dalam mesin, lalu dicampur dengan material agregat panas atau material lainnya, dan terakhir dihamparkan dan dipadatkan kembali. Paling sering digunakan di luar negeri karena metode ini sangat cepat pengerjaannya. Sudah pernah dilaksanakan di ruas jalan Bawen-Kertosono (Jawa Tengah) dan Bekasi-Cikampek (Jawa Barat). 4. Cold Recycling (CR)

Teknik pelaksanaan rehabilitasi lapis perkerasan jalan dengan cara daur ulang tanpa menggunakan pemanasan RAP, dan tambahan agregatnya (jika diperlukan). Cara ini terdiri dari dua macam yaitu cara di tempat (in-place) yaitu pelaksanaan pencampuran RAP, tambahan agregat (jika diperlukan) dan

tambahan aspal dilakukan di tempat dengan pemroses tertentu atau Cold InPlace Recycling (CIR) dan pencampuran di central plant atau Cold Central Plant Recycling (CCPR). Menurut ARRA rata-rata ketebalan bervariasi antara 5 cm sampai 10 cm, namun di Indonesia bisa mencapai 15 cm hingga 20 cm.

5. Full depth reclamation (FDR)

Menurut Asphalt Recycling and Reclaming Association (ARRA), untuk pelaksanaan rehabilitasi dengan teknik daur ulang sepenuh kebutuhan lapis perkerasan yang ada diklasifikasikan sebagai Full Dept Reclamation. Variasi ketebalan lapis beraspal yang disebutkan ARRA berkisar antara 10 sampai 30 cm, namun kenyataan di Indonesia ketebalan lapisan beraspal bisa mencapai 70 cm bahkan lebih. Aplikasi Metode Daur Ulang di Indonesia Tahun 2006, daur ulang dengan bahan tambah semen (CTRB - Cement Treated Recycling Based), di Jalan Pantura Palimanan-Jatibarang, Jawa Barat panjang 1 km, sebagai lapis pondasi untuk lalu lintas berat. Tahun 2007, daur ulang dengan bahan tambah foamed bitumen dan filler semen, di Jalan Pantura Palimanan-Jatibarang, Jawa Barat, sebagai campuran lapis beraspal yang dicampur secara dingin (CIR - Cold InPlace Recycling) untuk lalu lintas berat. Tahun 2008, kajian difokuskan pada teknologi daur ulang dengan campuran beraspal panas (HMRA - Hot Mix Recycling Asphalt). Hasilnya

menunjukkan bahwa pemakaian RAP (Recycled Asphalt Pavement) dalam campuran beraspal panas harus memperhatikan karakteristik aspal yang ada dan kadar air RAP. Penetrasi aspal RAP yang rendah akan menyebabkan campuran rentan terhadap retak, sementara kadar air yang tinggi akan menyebabkan penurunan temperatur campuran yang tinggi. Pemanfaatan RAP, selain lebih ekonomis karena mengurangi penggunaan aspal dan agregat, ternyata ada indikasi dapat meningkatkan kinerja campuran. Tahun 2008, daur ulang campuran beraspal panas di ruas jalan CirebonLosari KM 26,5-30, Jawa Barat, lapis pondasi direcycling dengan CTRB dan CMRFB (in plant). Penggunakan CTRB dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja lapis pondasi existing. Dari hasil pengujian (test pit dan uji laboratorium), lapis pondasi existing tersebut kualitasnya banyak yang tidak memenuhi syarat, seperti gradasi yang halus dan nilai CBR di bawah persyaratan. Pelaksanaan CMRFB dipilih in plant karena lebih mudah pengendalian kualitasnya dan dari sisi efisiensi tidak berbeda banyak dengan pelaksanaan in place. Mulai tahun anggaran 2008, Bina Marga mengaplikasikan daur ulang campuran dingin untuk jalan di jalur Pantura. Kondisi jalan di sana sudah mengalami proses penurunan daya dukung pada lapis pondasi bawah (subgrade).

BAB III KESIMPULAN

BAB IV LAMPIRAN

Proses recyling aspal

Proses pencampuran semen dengan alat pencampur (recycler) - CTRB

Tempat atas lapis CTRB setelah umur beberapa hari

Mesin foamed bitument yang digunakan untuk mencampur olahan foamed bitument dengan garukan perkerasan existing menjadi perkerasan baru yang lebih baik

You might also like