You are on page 1of 20

SEMINAR NASIONAL 2011

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS BLENDED LEARNING


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Jl. Semarang No 5, Malang Telepon : 0341 - 551312 Laman : www.um.ac.id

Materi I:

Blended Learning untuk Menyiapkan Siswa Hidup di Abad 21


Oleh: Prof. Dr. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D.

Presented by: HMJ Biologi Lebah Madu Universitas Negeri Malang Website: bioonline.wordpress.com | email: hmjbiologi.um@gmail.com

Blended Learning untuk Menyiapkan Siswa Hidup di Abad 211


Herawati Susilo2

Guru dan dosen perlu sekali-sekali memikirkan kembali pertanyaan penting: Apakah yang perlu dipelajari, dianggap bernilai, dan mampu dilakukan oleh siswa atau mahasiswa kita? dan Apakah kita mempersiapkan siswa atau mahasiswa kita untuk hidup di dunia yang akan mereka hadapi pada saat mereka lulus dan setelah mereka lulus? Guru dan dosen perlu terus menerus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya membelajarkan siswa dan mahasiswanya dalam kerangka pikir Technological, Pedagogical, and Content Knowledge (TPCAK) agar dapat membelajarkan siswa dan mahasiswanya secara efektif. Oleh karena itu guru dan dosen perlu terus menerus belajar sepanjang hayat agar dapat meningkatkan layanannya terhadap siswa dan mahasiswa yang dipercayakan kepadanya untuk dibelajarkan. Salah satu cara peningkatan layanan yang dapat dilakukan guru dan dosen pada saat sekarang adalah dengan mengembangkan blended learning. Blended learning atau hybrid learning adalah pembelajaran yang memadukan pembelajaran tatap muka di kelas dengan pembelajaran on-line. Ada berbagai cara yang dapat dipilih dan dipelajari guru dan dosen untuk menyajikan blended learning dengan tujuan memaksimalkan keterlibatan siswa dan mahasiswa secara aktif mempelajari materi yang

dibelajarkan untuk mereka pelajari di dalam dan luar kelas. Dalam pengembangan blended learning perlu dilakukan pengembangan ulang mata pelajaran atau mata kuliahnya (redesign the course) dengan mengacu pada suatu model. Kata-kata kunci: blended learning, TPACK, Kecakapan hidup abad 21.

Mungkin banyak dari kita belum menyadari bahwa dunia saat kita membelajarkan siswa atau mahasiswa kita sekarang ini sudah berbeda dengan dunia sepuluh tahun yang lalu, sehingga kita tidak risau dengan cara kita membelajarkan siswa atau mahasiswa kita. Kita tetap menggunakan cara mengajar yang lama, dengan metode mengajar klasik yaitu ceramah dengan komponen online sedikit saja atau sama sekali tidak ada. Atau banyak dari kita sudah sadar bahwa dunia saat ini sudah
1 2

Makalah disajikan dalam Seminar Blended Learning tanggal 13 November 2011 di Universitas Negeri Malang. Prof. Dra. Herawati Susilo,. M. Sc., Ph. D adalah dosen Biologi di Jurusan Biologi FMIPA dan Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.

berbeda dengan dunia sepuluh tahun yang lalu, namun kita lamban berpikir bagaimana menyesuaikan kondisi kelas kita dengan kondisi yang ideal atau kondisi yang diharapkan dapat membekali siswa atau mahasiswa kita dengan kecakapan hidup abad 21. Mungkin pemikiran untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada siswa dan mahasiswa kita inilah yang mendorong kita sekarang ini hadir di sini untuk bertukar pikiran mengenai bagaimana membelajarkan siswa dan mahasiswa lebih baik untuk hidup di abad 21 yang sudah berjalan lebih dari satu dekade. Berbeda dengan di negeri kita yang masih belum mempunyai Asosiasi Pendidik IPA, di Amerika Serikat sudah ada National Science Teacher Association (NSTA) yang mempunyai pernyataan posisi NSTA dalam pengembangan kecakapan hidup abad 21. Pernyataan posisi (Position statement) mereka mengenai kecakapan hidup abad 21 itu berbunyi sebagai berikut NSTA acknowledges the need for and importance of 21st-century skills within the context of science education and advocates for the science education community to support 21st-century skills consistent with the best practices across preK-16 science education system (NSTA, 2011). Bagaimana kita mendidik siswa kita agar mereka dapat mempersiapkan diri untuk sukses hidup di abad 21 yang penuh tantangan? Bagaimana kita mempersiapkan mereka untuk hidup di abad informasi? Bagaimana memberdayakan mereka agar dapat menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki di masa lalu dengan menggunakan teknologi masa kini untuk menemukan hal-hal baru di masa depan? Bagaimana mempersiapkan siswa kita agar dapat berpikir untuk dirinya sendiri, membuat keputusan yang tepat, mengembangkan keahlian, dan terus menerus belajar sepanjang hayat? Pertanyaan ini dikemukakan oleh pendidik, pemberi kerja, orang tua, dan masyarakat di negara-negara maju. Menurut mereka, keunggulan masyarakat, kualitas kehidupan sehari-hari, kehidupan ekonomi, dan kemampuan berkompetisi dalam bisnis bergantung pada penyiapan warga negara dan angkatan kerja untuk hidup di abad 21. Mungkin tidak banyak dari antara kita yang memikirkan hal-hal di atas. Namun di Amerika, mereka sudah memikirkannya sejak awal abad 21. Mereka membentuk suatu kelompok yang diberi nama Partnership for 21st Century Skills, yang merupakan suatu organisasi yang dibentuk pada tahun 2002 untuk memikirkan bagaimana model pembelajaran yang sukses untuk abad 21, yaitu dengan mengintegrasikan keterampilan abad 21 ke dalam sistem pendidikan mereka. Anggota organisasi itu adalah personel dari AOLTW Foundation, Apple Computer, Cable in the Classroom, Cisco System, Inc., Dell Computer Corporation, Microsoft Corporation, National Education Asscociation, dan SAP. Menurut laporan mereka, terdapat enam unsur pembelajaran abad 21 yang perlu diperhatikan guru yaitu menekankan pada pembelajaran mata pelajaran utama, mengembangkan keterampilan belajar, memanfaatkan alat belajar abad 21 untuk mengembangkan keterampilan belajar, membelajarkan materi belajar abad 21 dalam konteks pembelajaran abad 21,
3

dan menggunakan asesmen abad 21 untuk mengukur keterampilan belajar abad 21. Berikut ini disajikan uraian singkat mengenai Enam Unsur Pembelajaran Abad 21 (Partnership for 21st Century Skills, 2002). Berikutnya dibahas mengenai TPACK dan blended learning (apa, mengapa, dan bagaimana) sebagai salah satu alternatif yang dapat dipilih guru untuk mempersiapkan siswa hidup di abad 21 dengan keterampilan abad 21.

Enam Unsur Pembelajaran Abad 21 Unsur pertama adalah menekankan pada mata pelajaran utama (Core subject knowledge). Apapun keterampilan yang dikembangkan, harus didasarkan pada pengetahuan mengenai isi materi mata pelajaran utama dan pemahaman mengenai ciri materi utama tersebut. Di Amerika mata pelajaran utamanya adalah bahasa Inggris, membaca atau bahasa, matematika, Sains, Bahasa asing, PPKn, Ilmu kepemerintahan, ekonomi, sejarah, dan geografi. Jadi semua subjek ini merupakan subjek utama yang perlu dibelajarkan dengan baik. Unsur kedua adalah menekankan pada pengembangan keterampilan belajar. Mereka harus terus menerus belajar sepanjang hayat, oleh karenanya mereka memerlukan pengembangan keterampilan belajar yang terdiri dari 3 keterampilan, yaitu 1) keterampilan terkait informasi dan komunikasi; 2) keterampilan berpikir dan memecahkan masalah; dan 3) keterampilan interpersonal dan keterampilan mengatur diri sendiri. Guru yang baik perlu terus mengembangkan keterampilanketerampilan ini. Tantangannya adalah bagaimana mengintegrasikan pengembangan keterampilan ini ke dalam kelas, secara sengaja, strategis, dan seluas-luasnya. Unsur ketiga adalah memanfaatkan alat belajar abad 21 untuk mengembangkan keterampilan belajar. Dalam dunia digital, siswa perlu belajar bagaimana menggunakan alat-alat yang esensial untuk kehidupan sehari-hari dan untuk produktif di tempat kerja. Warga negara abad 21 yang terampil haruslah lancar atau literat ICT, yang didefinisikan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) sebagai minat, sikap, dan kemampuan individu untuk menggunakan alat-alat teknologi digital secara tepat dan alat-alat komunikasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, dan mengevaluasi informasi untuk membentuk pengetahuan baru, dan berkomunikasi dengan orang lain agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat. Unsur keempat adalah membelajarkan siswa dalam konteks abad 21. Siswa perlu belajar materi pelajaran melalui contoh-contoh, penerapan, dan pengalaman dunia nyata, baik di dalam, maupun luar sekolah. Siswa memahami dan ingat lebih banyak bila yang mereka pelajari relevan, menarik, dan bermanfaat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Di dalam lingkungan kerja global abad 21 pembelajaran siswa juga dapat meluas ke luar dari empat dinding kelas. Sekolah harus
4

mendekati masyarakat, pegawai, anggota masyarakat, dan orang tua untuk menjebol tembok yang membatasi dinding sekolah dengan dunia nyata. Unsur kelima adalah membelajarkan konten abad 21. Pendidik dan pemimpin bisnis mengidentifikasi 3 konten yang penting yang muncul yang dianggap kritis untuk sukses dalam masyarakat dan tempat kerja yaitu wawasan global, literat keuangan, ekonomi, dan bisnis, serta literat warga negara. Banyak dari konten ini tidak tertangkap dalam kurikulum yang ada, apalagi diajarkan secara konsisten secara mendalam di sekolah. Salah satu cara efektif untuk mengintegrasikan konten ini adalah memadukan pengetahuan dan keterampilan ini ke dalam kurikulum. Unsur keenam adalah menggunakan asesmen abad 21 yang mengukur keterampilan abad 21. Negara perlu punya tes terstandar yang berkualitas tinggi yang dapat mengukur prestasi siswa dalam unsur-unsur pembelajaran abad 21. Agar efektif, perlu dikembangkan asesmen yang tepat, berkelanjutan, dan terjangkau, untuk semua jenjang pendidikan, dengan menggunakan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi dan jelas waktunya. Kelompok ini menerbitkan laporan hasil pemikiran mereka yang disertai dengan petunjuk bagaimana memulai reposisi pendidikan keterampilan abad 21 berupa Milestones for Improving Learning and Education (MILE) Guide for 21st Century Skills (Partnership for 21st Century Skills, 2002). Mereka berkomitmen untuk mempromosikan dialog nasional mengenai keterampilan abad 21 dan untuk memecahkan masalah berupa isu sebaiknya membelajarkan keterampilan dasar (keterampian proses Sains) atau membelajarkan keterampilan abad 21. Menurut mereka keduanya penting dan apabila dilakukan secara bersamaan, yang satu memperkuat yang lain.

Keterampilan Abad 21 Selain kelompok yang disebutkan di atas, ternyata ada kelompok-kelompok lain pula yang merumuskan Keterampilan Abad 21. Ternyata banyak sekali kelompok profil atas di Amerika yang menerbitkan laporan yang disebutnya sebagai call for action. Menurut mereka kesehatan

ekonomi Amerika masa kini dan masa depan bergantung secara langsung pada seberapa luas dan seberapa dalam orang Amerika mencapai suatu literasi tingkat baru -yang disebut sebagai literasi abad 21- meliputi antara lain keterampilan akademik, keterampilan berpikir, bernalar, bekerjasama, dan ketangkasan memanfaatkan teknologi (21st Century Workforce Commission National Alliance of Business, tanpa tahun). Sementara itu, menurut Metiri Group in partnership with The North Central Regional Eucational Laboratory @NCREL, enGauge- 2011, keterampilan abad 21 meliputi empat kelompok
5

besar keterampilan yang dijabarkan lagi menjadi masing-masing tiga keterampilan yaitu sebagai berikut. 1. Digital Age Literacy-Todays Basics, meliputi a. Basic, Scientific, and Technological Literacies yang diterjemahkan sebagai kemampuan untuk membaca secara kritis, menulis secara persuasif, berpikir dan bernalar secara logis, dan memecahkan permasalahan kompleks dalam matematika dan Sains. b. Visual and Information Literacy yang diterjemahkan sebagai keterampilan visualisasi untuk mendecipher, menginterpretasi, mendeteksi pola, dan berkomunikasi dengan menggunakan gambar (imagery). Literasi informasi meliputi bagaimana mengases informasi secara efisien dan efektif, mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten, dan menggunakan informasi secara akurat dan kreatif. c. Cultural Literacy and Global Awareness yang diterjemahkan sebagai mengetahui, memahami, dan menghargai budaya yang dimiliki orang lain termasuk norma yang berlaku dalam masyarakat. 2. Inventive Thinking-Intellectual Capital, meliputi a. Adaptability Managing Complexity and Self-Direction yang diterjemahkan sebagai keterampilan mengidentifikasi dan bereaksi secara mandiri terhadap kondisi yang selalu berubah, mampu menganalisis kondisi yang muncul, mengidentifikasi keterampilan baru yang diperlukan untuk menghadapi kondisi tersebut, dan secara mandiri juga mampu merespons perubahan yang terjadi, dengan mempertimbangkan saling keterkaitan dan ketergantungan yang ada dalam sistem. b. Curiosity, Creativity and Risk-Taking, yang diterjemahkan sebagai keterampilan untuk ingin tahu mengenai sesuatu dan bagaimana cara kerjanya. Rasa ingin tahu menggerakkan kegiatan mau belajar sepanjang hayat. Ada hubungan antara pengalaman di lingkungan yang kompleks dan perubahan struktur otak, belajar itu mengatur dan mengatur kembali struktur otak. Kemauan mengambil risiko juga penting,

memungkinkan adanya loncatan penemuan dan belajar. c. Higher Order Thinking and Sound Reasoning yang diterjemahkan sebagai berpikir secara kreatif, membuat keputusan, memecahkan masalah, melihat sesuatu dengan mata otak, mengetahui bagaimana caranya belajar dan bernalar. Kemampuan menalar memungkinkan siswa merancang, mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi pemecahan masalah-suatu proses yang seringkali akan lebih efisien dan efektif bila menggunakan alat-alat teknologi
6

3. Interactive Communication-Social and Personal Skills, meliputi a. Teaming and Collaboration yang diterjemahkan sebagai keterampilan bekerjasama dalam tim untuk mengerjakan tugas yang kompleks secara efisien, efektif, dan cepat. Dalam hal ini termasuk keterampilan memanfaatkan teknologi informasi untuk berkolaborasi, seperti dengan e-mail, fax, voive mail, konferensi audio dan video, chatting, shared document, dan kerja virtual. b. Personal and Social Responsibility yang diterjemahkan sebagai keterampilan untuk bertanggungjawab dalam mengaplikasikan Sains dan teknologi dalam masyarakat dengan memperhatikan etika dan nilai yang berkembang dalam masyarakat. c. Interactive Communication yang diterjemahkan sebagai keterampilan berkomunikasi dengan menggunakan teknologi. Hal ini meliputi komunikasi seorang dengan orang lain melalui e-mail, atau interaksi kelompok dalam dunia maya (virtual learning space), dan interaksi melalui simulasi dan model. 4. Quality, State-of-the Art Results, meliputi a. Prioritizing, Planning, and Managing for Results yang diterjemahkan sebagai keterampilan merancang, mengelola, dan mengantisipasi sesuatu yang terjadi secara bersamaan. Hal ini berarti tidak hanya berkonsentrasi bagaimana meraih tujuan utama projek atau mengupayakan hasil projek, tetapi juga memiliki fleksibilitas dan kreativitas untuk mengantisipasi hasil yang tidak diharapkan. b. Effective Use of Real-World Tools yang diterjemahan sebagai menggunakan alat digital untuk membantu diri sendiri memecahkan masalah, yang tergantung juga dengan keterampilan berkomunikasi dalam jejaring sosial. Hal ini meliputi juga keterampilan memilih alat untuk menyelesaikan tugas dan menerapkannya dalam situasi dunia nyata sedemikian sehingga menambahkan nilai yang penting berupa peningkatan kolaborasi, pengembangan kreativitas, penyusunan model, persiapan publikasi, dan kinerja kreatif lainnya. Ada tiga pengetahuan menurut Doug Henton yang penting untuk kemajuan ekonomi saat sekarang yaitu: Know-what, Know-how, dan Know-who (tahu apa, tahu bagaimana, dan tahu siapa). c. High Qualiy Results with Real-World Application yang diterjemahkan sebagai keterampilan membangun suatu produk autentik dengan menggunakan suatu alat- dapat berupa istana pasir, program komputer, dokumen, grafik, bangunan konstruksi dengan LEGO, atau hasil komposisi musik. Pengalaman semacam ini memberikan wawasan mendalam bagi siswa ke dalam pengetahuan yang dipelajari maupun alat yang dipakai.
7

Selain keterampilan yang diuraikan di atas, secara ringkas, Partnership for 21st Century Skills merumuskan keterampilan abad 21 menjadi tiga keterampilan umum, yaitu 1) keterampilan terkait informasi dan komunikasi; 2) keterampilan berpikir dan memecahkan masalah; dan 3) keterampilan interpersonal dan keterampilan mengatur diri sendiri. Menurut Partnership for 21st Century Skills (2002), kemajuan dalam bidang ekonomi, teknik, informasi, kependudukan, dan politik telah mengubah cara hidup dan cara kerja manusia. Perubahan ini dan laju perubahannya akan terus menerus mengalami percepatan. Oleh karena itu sekolah, seperti halnya bisnis, masyarakat, dan keluarga, harus beradaptasi terhadap kondisi yang terus menerus berubah ini agar dapat lestari. Sistem pendidikan sekarang ini (termasuk pendidikan Sains) menjadi tidak relevan kecuali kita menjembatani jurang yang ada antara bagaimana siswa hidup dalam masyarakat sehari-hari dengan bagaimana mereka belajar di sekolah, termasuk bagaimana belajar Sains. Sekolah sekarang sudah kewalahan untuk tetap lari agar tidak tertinggal dengan laju perubahan yang terjadi dalam kehidupan siswa di luar sekolah. Siswa nanti akan hidup sebagai orang dewasa yang banyak tugas (multitasking), banyak aspek (multifaceted), dikendalikan oleh teknologi (technology driven), sangat beragam (diverse), an dinamis (vibrant). Pemerintah Indonesia telah cukup lama mengantisipasi perlunya modernisasi pendidikan Sains dalam bentuk pencanangan pendidikan Matematika dan Sains (MIPA) agar diajarkan dengan menggunakan dua bahasa dalam bentuk rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) untuk menuju sekolah bertaraf internasional (SBI). Selain itu pemerintah juga harus mempunyai

komitmen untuk memungkinkan siswa memiliki akses yang sama terhadap dunia teknologi, tidak peduli bagaimana latar belakang siswa (pendidikan untuk semua). Peneliti dan pendidik telah membuat kemajuan yang sangat besar dalam mengetahui bagaimana siswa belajar. Sudah dapat mereka petakan batas-batas nalar manusia. Sudah ada

wawasan ilmiah bagaimana proses belajar kognitif, apa saja strategi belajar yang efektif untuk membuat siswa tertarik untuk belajar dan bagaimana memotivasi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Juga sudah dipetakan apa saja karakter bangsa yang perlu dikembangkan dan dilatihkan. Tantangannya adalah bagaimana memasukkan semua hasil penelitian ini ke kelas dalam proses belajar mengajar. Inilah subjek dari bagaimana membelajarkan siswa berinkuiri. Literasi dalam abad 21 berarti lebih dari yang biasa kita pahami yaitu 3 R (membaca, menulis, dan berhitung) tetapi berarti bagaimana menggunakan pengetahuan dan keterampilan dalam konteks kehidupan modern. Hal ini dinyatakan oleh Alfin Toffler sebagai the illiterate of the 21st Century will not those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn. Dalam konteks kehidupan guru, hal ini berarti bagaimana guru menjadi seorang yang
8

literat pendidikan (Sains), yaitu bagaimana berinkuiri mengenai cara membelajarkan siswa (Sains), dengan mempertimbangkan dan berusaha mengintegrasikan keterampilan abad 21 ke dalam proses belajar mengajar (Sains) yang tepat untuk siswa yang hidup pada abad 21. Menurut penulis, salah satu alternatif yang dipilih guru adalah dengan mengembangkan blended learning membelajarkan siswa.

Pengembangan Pengetahuan Guru yang Terkait Teknologi, Pedagogi, dan Isi pembelajaran yang dibelajarkan (Technological, Pedagogical, and Content Knowledge (TPACK) sebagai Landasan Perlunya Guru Mempertimbangkan Penggunaan Blended Learning dalam Pembelajaran. Akhir-akhir ini (sejak 2008) sudah berkembang kerangka pikir mengenai pengetahuan guru yang terkait teknologi, pedagogi, dan isi pembelajaran yang dibelajarkan, yang harus dikuasai oleh seorang guru dalam membelajarkan siswanya. Kerangka pikir ini merupakan perluasan dari kerangka pikir Schulman (1986) mengenai pengetahuan pedagogi dan isi mata pelajaran (Pedagogical Content Knowledge). Koehler dan Mishra (2008) menambahkan teknologi untuk menciptakan interaksi yang kompleks antar berbagai bidang pengetahuan guru yaitu seperti tampak dalam Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pikir Technological, Pedagogical, and Content Knowledge (TPACK) (Sumber: http://tpack.org) 9

Kerangka pikir TPACK memberikan cara untuk mengidentifikasi ciri dari pengetahuan yang diperlukan guru untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajarannya, sementara juga menyadari kompleksnya pengetahuan yang harus dimiliki guru yang memiliki banyak aspek. Di bagian tengah kerangka TPACK adalah kombinasi dari tiga bentuk pengetahuan utama: pengetahuan tentang isi pelajaran (mendeskripsikan apa materi pokok yang dibelajarkan dalam bidang tertentu, meliputi teori, proses, dan praktik-praktik yang sudah terbiasa); pengetahuan pedagogik yang dicirikan dengan strategi dan metode yang digunakan guru di kelas untuk membelajarkan siswa), dan pengetahuan teknologi yang terus berkembang dan mengalir. TPACK mendeskripsikan interseksi penting dari ketiga macam pengetahuan yang harus dimiliki guru sebagai tempat di mana pembelajaran yang efektif dapat berlangsung. Teknologi di sini berarti bagaimana guru dan dosen mengembangkan pengetahuan dan keterampilan teknologinya untuk memanfaatkan sumber-sumber belajar online yang tersedia untuk dimasukkan ke dalam proses pembelajaran mata pelajaran atau mata kuliah yang dibinanya. Pedagogi yang dipilih guru dan dosen bisa bervariasi, bergantung kelasnya dan (maha)siswanya. Content juga bervariasi, menurut binaan masing-masing guru.

Pengembangan Blended Learning Selama sekitar sepuluh tahun terakhir telah banyak pengembangan blended learning atau disebut juga dengan hybrid learning terutama di lingkungan perguruan tinggi di luar negeri (Shibley, dkk. 2011, Arasasingham, dkk. 2011), maupun di dalam negeri (Hartono dan Rustaman, 2008). Mata kuliah yang blended ini menggunakan berbagai macam komponen online dalam pembelajaran berupa materi pelajaran, kegiatan, sumber, dan asesmen. Banyak PT mengembangkan mata kuliah blended karena adanya tantangan unik yang terkait blended learning yaitu teknologi, strategi pembelajaran, cara baru berkomunikasi, dan asesmen (Shibley, dkk. 2011). Apa yang dimaksud dengan blended learning? Menurut Garnham (2002), matakuliah hybrid adalah mata kuliah yang sebagian kegiatan pembelajarannya dilakukn secara online dan waktu yang biasanya digunakan dalam kelas dikurangi, tetapi tidak dihilangkan. Shibley dkk. (2011:80) mendefinisikannya sebagai the thoughtful fusion of face-to-face and online learning Apa tujuan dikembangkannya blended learning? Menurut Garnham (2002) tujuan dikembangkannya mata kuliah hybrid adalah menggabungkan ciri-ciri terbaik dari pembelajaran di kelas (tatap muka) dan ciri-ciri terbaik pembelajaran online untuk meningkatkan pembelajaran mandiri secara aktif oleh mahasiswa dan mengurangi jumlah waktu tatap muka di kelas. Dengan teknologi berbasis komputer, dosen menggunakan model perkuliahan hybrid untuk merancang ulang (redesign) mata kuliahnya sehingga ada kegiatan onlinenya berupa studi kasus, tutorial,
10

latihan mandiri, simulasi, atau kolaborasi kelompok online. Shibley dkk (2011) mengatakan bahwa mata kuliah blended difokuskan untuk mengubah bentuk perkuliahan klasik sehingga mahasiswa lebih aktif mempelajari materi kuliah di dalam dan di luar kelas. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai materi kuliah yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai mata kuliah yang dirancang ulang. Agar mahasiswa dapat belajar dengan lebih aktif, perlu pengetahuan pedagogi mengenai bagaimana merancang kegiatan interaktif menggunakan/memanfaatkan multimedia. Salah satunya dengan menciptakan lingkungan belajar kelompok yang dipimpin teman sendiri sehingga mereka dapat mempelajari bahan di luar kelas secara kolaboratif. Mengapa perlu blended learning? Terdapat berbagai keuntungan pembelajaran hybrid ini dibandingkan pembelajaran tatap muka biasa. Banyak dosn melaporkan baha melalui pembelajaran hybrid mereka dapat lebih sukses mencapai tujuan mata kuliah dibanding mata kuliah tradisional. Dosen lainnya lagi melaporkan adanya peningkatan interaksi dan kontak antar mahasiswa dan antara mahasiswa dan dosen. Hal ini terjadi karena mereka memerlukan bantuan lebih banyak setelah belajar lebih serius karena meningkatnya rasa ingin tahu mereka. Baik dosen maupun mahasiswa merasa lebih enak belajar dengan model blended karena penjadwalan kegiatan pembelajaran bisa lebih fleksibel dan mengurangi waktu berangkat kuliah dan cari tempat parking. Keuntungan utama adalah fleksibilitas waktu bagi mahasiswa. Banyak dosen merasa mahasiswanya justru belajar lebih banyak dalam pembelajaran blended dibanding dalam kelas tradisional. Ada yang melaporkan bahwa mahasiswa menulis makalahnya lebih baik, mengerjakan tes lebih baik, mengerjakan proyek dengan kualitas yang lebih baik, dan dapat melaksanakan diskusi secara lebih bermakna. Bagaimana Mengembangkan Blended Learning? Di luar negeri, pembelajaran blended ini dikembangkan oleh suatu lembaga yang didukung oleh kelompok ahlinya. Misalnya di Universitas Wisconsin Milwaukee, dan empat kampus UW lainnya, pengembangannya dilakukan dalam bentuk proyek selama 3 tahun (1999-2001) dibiayai oleh the University of Wisconsin System Curricular Redesign Grant Program yang dikoordinasikan oleh Learning Technology Centernya UWM. Mereka mengembangkan sumber belajar berbasis Web, menciptakan program pengembangan dosen untuk membelajarkan mata kuliah blended dengan didukung 17 orang dosen yang mendesain, mengembangkan, dan membelajarkan mata kuliah blended mereka Garnham, 2002). Contoh lain di Universitas Pennsilvania, pada tahun 2005 dikembangkan pembelajaran blended untuk mata kuliah General Chemistry oleh sekelompok ahli yang terdiri dua dosn kimia, direktur Center for Learning and Teaching, seorang ahli desain
11

pembelajaran, spesialis multimedia, dan direktur dari Planning, Research, and Assessment (Shibley, dkk. 2011). Pembelajaran blended ini juga sudah dimulai pengembangannya di Universitas Negeri Malang (UM) oleh kelompok dosen Teknologi Pembelajaran (TEP) yang mengembangkan web yang dapat digunakan bersama oleh para dosen UM yang telah mengikuti pelatihan yang mereka adakan melalui Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Pembelajaran (LP3). Para dosen juga dapat mengembangkan sendiri pembelajaran blendednya dengan bantuan para dosen yang telah lebih dahulu mengembangkannya. Di luar negeri, ada lembaga pusat penyediakan layanan bagi dosen yang ingin mengembankan pembelajaran blended ini dengan menyediakan kursus pada waktu-waktu tertentu. Siapa yang berminat dapat mendaftarkan diri untuk mengikutinya, seperti yang disediakan oleh The Research Initiative for Teaching Effectiveness (RITE)
dari Universitas Central Florida (UCF) untuk dosen-dsen mereka. Alangkah indahnya kalau di UM juga ada kegiatan pelatihan berkala bagi para dosen untuk mengembangkan perkuliahan blended ini sehingga makin lama makin banyak dosen yang merancang ulang mata kuliahnya sehingga lebih cocok untuk membelajarkan mahasiswanya atau calon guru abad 21.

Para dosen yang telah mengikuti pelatihan di UM dapat mengembangkan pembelajarannya setelah memperoleh informasi mengenai bagaimana memanfaatkan web yang disediakan oleh jurusan TEP UM. Dalam panduan dosen diberikan informasi mengenai bagaimana memanfaatkan web itu dengan mendaftarkan mata kuliahnya mengikuti Prosedur Pendaftaran GURU ke alamat
www.tep.ac.id/kuliahtep dan akan mendapatkan tampilan utama dalam web pembelajaran. GURU yang belum terdaftar dapat langsung klik Buat user account dan yang sudah terdaftar bisa melakukan proses otentikasi dengan memasukkan Nama Login dan Password. Berikutnya dosen dapat mengembangkan mata kuliahnya sesuai dengan keinginannya dengan memanfaatkan seluruh fasilitas pembelajaran. Di dalam web tersebut fasilitas pembelajaran yang disediakan dapat digunakan sebagai pendukung metode dan strategi perkuliahan berbasis web adalah sebagai berikut: deskripsi mata kuliah, agenda, pengumuman, dokumen, latihan-latihan, alur pembelajaran, assignments, forum-forum, kelompokkelompok, users, diskusi, dan wiki.

12

Contoh tampilan untuk diisi dosen untuk deskripsi mata kuliah sebagai berikut.

Sumber: Praherdhiono, tanpa tahun. Gambar 2. Contoh Tampilan web untuk Pengisian Deskripsi Matakuliah oleh Dosen.

Berikutnya dosen dapat menambahkan hal-hal lain yang terkait dengan mata kuliah ini yaitu antara lain dengan menambahkan deskripsi kualifikasi dan tujuan perkuliahan, deskripsi isi, deskripsi kegiatan pembelajaran, deskripsi dukungan pembelajaran, deskripsi sumberdaya manusia dalam pembelajaran, dan metode evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran. Dalam menambah deskripsi kualifikasi diberikan panduan ke pengajar sebagai berikut: Apa sasaran pembelajaran? Pada akhir perkuliahan, kualifikasi, kemampuan dan pengetahuan yang bagaimana yang dapat dikendalikan atau dimobilisasi oleh mahasiswa? Sementara informasi untuk mahasiswanya deskripsi kualifikasi ini berisi uraian tentang tujuan umum dan khusus materi kuliah, tentang kualifikasi yang pengendaliannya hendak dijadikan sebagai arah dari tujuan ini. Dalam deskripsi isi diberikan pertanyaan ke pengajar sebagai arahan: Apa pentingnya berbagai isi yang akan diajarkan dalam kerangka mata kuliah ? Seberapakah derajat esulitan isi mata uliah ini? Bagaimana struktur dari setiap unsur? Bagaimana urut-urutan isi? Kemana arah isi mata kuliah? Sementara informasi untuk mahasiswa deskripsi isi berisi penyajian mata kuliah, struktur isi, kemajuan dan kalender. Dalam deskripsi kegiatan pembelajaran diberikan pertanyaan kepada pengajar sebagai berikut: Metode dan aktivitas apa yang akan mendukung tujuan yang telah ditetapkan untuk mata kuliah ini? 13

Bagaimana kalender kegiatan? Sementara informasi untuk mahasiswa berisi kegiatan yang akan dilaksanakan, berupa partisipasi yang diharapkan dari mahasiswa, tugas praktik, pertemuan laboratorium, dst..). Deskripsi mengenai dukungan untuk matakuliah mempertanyakan: Apa ada dukungan untuk mata kuliah? Dukungan seperti apa yang akan kuberikan? Terbuka? Tertutup? Informasi untuk mahasiswanya berisi uraian entang bibliografi pelengkap. Deskripsi mengenai dukungan yang berupa sumberdaya manusia mempertanyakan kepada pengajar: Sumber daya manusia dan fisik apa yang tersedia? Bagaimana kerangkanya? Apa yang dapat diharapkan mahasiswa dari tim pengajar? Sementara informasi untuk mahasiswa berisi uraian tentang keterlibatan pengajar lain yang akan mengorganisasi mata kuliah (asisten, peneliti, pemantau mahasiswa..dst), bangunan dan peralatan atau perangkat komputer yang tersedia bagi mahasiswa. Bagian terakhir deskripsi mata kuliah yang berisi cara evaluasi ditampilkan dalam Gambar 3 berikut ini.

Sumber: Praherdhiono, tanpa tahun. Gambar 3. Contoh Tampilan web untuk Pengisian Metode Evaluasi.

Bagian-bagian lainnya juga disajikan dengan panduan rinci seperti yang diuraikan di atas sehingga dosen di UM yang memanfaatkan fasilitas ini dapat mengembangkan pembelajaran blendednya dengan sebaik mungkin.

14

Pengalaman Mengembangkan Blended Learning di Jurusan Biologi UM. Sejak jauh-jauh hari pada saat panitia meminta saya untuk menjadi pembicara mengenai blended learning saya sudah berpikir mengenai bagaimana mengembangkan blended learning ini untuk mata kuliah yang saya bina. Saya bahkah sudah melamar untuk mendapatkan grant dari jurusan mengenai pengembangan blended learning ini. Mata kuliah yang saya kembangkan dengan pak Hadi Suwono adalah untuk Metode Penelitian. Saya tidak menggunakan open source yang gratis seperti Moodle, tapi saya memesan dari tutor saya yang mengembangkan web visioner yaitu pak Wasis Dwiyoga. Hasil pengembangan pembelajaran berbasis web saya yang masih dalam proses dapat diamati di alamat herawatisusilobioum.com yang menunjukkan bahwa saya ternyata merupakan seorang yang sangat slow learner dalam bidang ini, atau masih sangat bergantung pada the power of kepepet yang seharusnya tidak pantas dijadikan kebiasaan seorang profesor. Upaya lain berkaitan dengan kegiatan online yang sanggup saya kembangkan selama ini adalah pengunggahan jurnal belajar mahasiswa setelah mereka mengalami kegiatan di kelas. Saya meminta para mahasiswa membentuk kelompok yang dapat mereka lakukan dalam bentuk kelompok facebook atau kelompok dalam e-mail untuk melakukan interaksi dalam kelompok membahas kegiatan di kelas. Saya melakukan hal ini untuk mahasiswa S1, S2, maupun S3. Untuk mahasiswa S1 ada kelas-kelas yang interaksinya sudah berjalan baik yaitu kelompok MBOH UM11 (Biologi Umum, semester 1), Gembala (Metpen Kelas A, semester 3), Jenius Bee (Metpen Kelas B, semester 3) dan TBE2011 Dare to Learn English (Teaching Biology in English, semester 7). Untuk mahasiswa S2 kelas yang interaksinya berjalan baik adalah kelompok Pendidikan Biologi PPS UM Angkatan 2011 (Metpen Kuantitatif, semester 1), Jurnal Belajar Mata Kuliah Problematika Pembelajaran IPA (semester 2, IPA Dikdas), dan DAMN! PPL is Fun! (PPL, semester 3). Untuk mahasiswa S3 adalah (Studi Mandiri, semester 1). Tujuan yang ingin saya capai dalam menggalakkan mahasiswa mengunggah jurnal belajar mereka adalah untuk melatih mereka menulis (agar lebih lancar menulis dibanding saya, gurunya), melatih mereka melaksanakan metakognisi (berpikir mengenai apa yang mereka pikirkan, yang mereka pelajari, yang pada gilirannya melatih mereka menjadi pebelajar yang mandiri, yang mampu merencanakan bagaimana mereka belajar, memantau apakah mereka belajar seperti yang mereka rencanakan, dan mengevaluasi hasil belajar mereka sebagai dasar untuk merencanakan kegiatan belajar berikutnya), dan melatih mereka berkomunikasi dan berkolaborasi dalm mempelajari materi yang dipelajari di kelas.

15

Berikut pada gambar 4 adaah contoh entry yang dibuat mahasiswa Gembala (Group Mahasiswa Elit Biologi Offering A, La la la) pada tanggal 30 September 2011. Ived Chimon posted in METPEND OFF.A (Gembala).
Ived Chimon Assalamualaikum, 7:57pm Sep 30

Journal upload process to eighth on 30 September 2011. At this meeting had been intense also fun. Today Mrs. Hera and Mr. Hadi could not attend the class activity. In this meeting, we introduced a new coach, Mr. Erik from Bengkulu and Mr. Bevo from Bengkulu too. Just a brief introduction. Then proceed with the presentation of tables and bar graph by the Leader of our beloved class, Hamim T. in this occasion brought Hamim topic of Borneo. Borneo is the whole of the island of Kalimantan. Borneo damage level from 1980 to 2006 is very sad. Almost of all the areas to be deforested as a result of illegal logging. And only the remaining 29% of the remaining forests. Orangutans are also captured by the residents.. For the next presentation by Septi DP . the pictures shown by Septi which is about the birth rate for Women and Men in Bima. In closing, Miss Komang explanation of the difference between bar graph and line graph. Bar graph that is something that can be calculated, while the line graph something that can only be measured. From this meeting, learning that I can take: - Environment is our responsibility as human beings. Should not we just eat and take all of the earth, but we also have to take precautionary action so that what we take balanced by what we give. - We should be more concerned with the state of our environment. Stop global warming by planting a tree for one person, then we can avoid all the chaos that will come. - In making the graph must have criteria that already exist in the books, which have titles apse, in calculating the figures in the writing of the curve 2,5,10 - Graphing distinguishable colors to be distinguished.

For the next meeting, Mr. Faizal Tells us about the practice will guide assigned Miss Komang. Okay, so for the journal this time, thank you very much for Mrs. Hera, Mr. Hadi and friends offering A, biology. Sorry if there are many errors in writing. :)

Wassalamualaikum Wr Wb

Gambar 4. Contoh Entry Mahasiswa Gembala untuk Kelas 30 September 2011.

Jurnal yang mereka buat berbahasa Inggris karena mereka adalah kelas RSBI. Dimna pada mata kuliah-mata kuliah tertentu mereka diwajibkan menggunakan baharsa Inggris dalam komunikasi dan melakukan semua aktivitas hal inidilakukan denga harapan mereka nanti lebih mampu menggunakan bahasa Inggris dalam belajar maupun membelajarkan siswa atau

mahasiswanya kelak. Dalam jurnal ini tampak masih banyak sekali kesalahan gramatika maupun
16

penulisan dalam bahasa Inggris, saya sebagai dosennya yang tahu kesalahan-kesalahan tersebut memilih untuk tidak membetulkannya karena alasan pembetulan dapat menyurutkan semangat mereka untuk menulis dalam bahasa Inggris. Saat sekarang hal yang terpenting adalah menumbuhkan semangat keberanian menulis dan meyakinan para siswa dan mahasiswabahwa apa yang ditulis itu cukup komunikatif. Seringkali teman-temannya yang memberi komentar bila ada kesalahan penulisan. Berikut ini pada Gambar 5. contoh entry yang dibuat mahasiswa Jenius Bee untuk kelas 11 November 2011.
Shuci Susanti posted in Jenius Bee (Jejeran Mahasiswa Biologi 2010 Offering Bee). Shuci Susanti Nama : Suci Susanti NIM : 100341404609 offering : B tanggal : 11 November 2011 topik :membahas soal pengulangan waktu, variabel dan subyek penelitian 9:09pm Nov 11

Jumat yang kunanti akhirnya tiba...^_^ Pada hari ini kuliah dibimbing oleh bapak Bevo, membahas tugas yang telah diberikan oleh bapak Erik minggu lalu. Perkuliahan hari ini dimulai dengan kuis yang sangat menarik mengadopsi kuis juara 1, eh maaf ranking 1. Kuis ini sama dengan kuis ranking 1 yang ada di TV, kita diberi kertas ibaratnya itu adalah papan tulis dan kita juga sudah memakai nomor peserta hanya saja nomor pesertanya tidak ditaruh di depan kepala. Hasil kuis ini tidak dimasukkan ke dalam daftar nilai tetapi yang berhasil menjadi juara 1 dan 2 akan diberi hadiah dari bapak Bevo. Selanjutnya bapak Bevo membacakan soal, pertanyaan pertama semua lolos namun untuk seterusnya banyak diantara kami yang salah jawabannya, sehingga kertas kami ditarik kembali oleh Bapak Bevo yang berarti kami gugur. Akhirnya dalam kuis ini didapat sang winner dan runner up-nya, yaitu Asti Sevita dan Devi. Sesuai dengan kesepakatan, mereka akhirnya diberi hadiah, Asti diberi tas oleh-oleh dari Bengkulu, sedangkan Devi diberi Bolpoint. Setelah kuis berakhir, Bapak Bevo melanjutkan pada pembahasan materi kuliah, yaitu pembahasan soal. Soal yang dibahas meliputi, pengulangan waktu, pengulangan dua variabel, dan pengulangan terhadap subyek. Yang membahas soal pegulangan waktu adalah kelompoknya Anisa, Mitta dan Aliya. Mereka membahas tentang pengaruh jenis pupuk terhadap pertumbuhan tanaman kacang hijau. Dalam pemberian judul ada tambahan, sehingga dirubah menjadi pengaruh jenis pupuk terhadap pertambahan tinggi tanaman kacang hijau. Perubahan ini dilakukan karena judul yang pertama belum spesisfik apabila menggunakan kata pertumbuhan karena pada variabel terikatnya tinggi tanaman. Untuk pengulangan waktu pada suatu percobaan tidak harus mengacu pada rumus yang ada, namun pada kemauan praktikanya. Apabila mengerjakan sebuah penelitian harus tetap mengacu pada rancangan penelitian yang semula meskipun pada saat melakukan pengulangan waktu belum didapat hasil yang signifikan, hal itu berarti menandakan bahwa penelitian tersebut memang tidak signifikan. Kita tidak boleh menambahkan pengulangan waktu

17

percobaanpada rancangan penelitian yang sebelumnya. Dalam sebuh penelitian dikenal dua macam hipotesis, yaitu hipotesis terarah dan hipotesis yang tidak terarah. Hipotesis yang terarah apabila dalam hipotesis tersebut sudah diketahi dugaan sementara yang lebih spesifik, jenis variabel bebas yang mana yang lebih berpengaruh sudah diketahui. Dalam merumuskan hipotesisi jenis ini peneliti harus sudah melakukan pengkajia pustaka. Hipotesis tidak terarah yaitu hipotesis yang sudah menyatakan keterkaitan antar dua variabel namun belum bisa ditentukan varibel bebas yang manakah yang lebih signifikan pengaruhnya. Kedua macam hipotesis ini boleh digunakan dalam sebuh penelitian, karena kedua hipotesis tersebut sama-sama benar. Untuk pengulangan varibel dan subyek dalam sebuah penelitian juga bertujuan untuk memperoleh data yang lebih akurat. Gambar 5. Contoh Entry Mahasiswa Jenius Bee 11 November 2011. Contoh entry oleh mahasiswa Pendidikan Biologi PPS UM Angkatan 2011 pada Gambar 6.

Memulai pengembangan blended learning. Menurut Garnham (2002) agar dapat membelajarkan (maha)siswa dengan blended learning seorang guru atau dosen harus menyediakan waktu dan berupaya keras untuk merancang ulang mata pelajaran atau mata kuliahnya yang masih tradisional. Tujuan membelajarkan secara blended adalah mengurangi jumlah tatap muka di kelas agar waktu yang tersedia dapat digunakan oleh (maha)siswa untuk mempelajari materi secara online. Oleh karena itu guru atau dosen perlu memikirkan kembali tujuan perkuliahan atau indikator kompetensi apa yang akan dicapai, kemudian memikirkan dan memilih mana dari indikator-indikator itu yang dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan online dan mana yang dalam bentuk kegiatan tatap muka di kelas, untuk kemudian dipadukan dalam bentuk pembelajaran blended. Selain itu, banyak guru dan dosen perlu mempelajari keterampilan membelajarkan yang baru, yaitu bagaimana memfasilitasi interaksi online dan melaksanakan asesmen secara online selain juga mempelajari keterampilan teknologi yang baru. Langkah-langkah mengembangkan pembelajaran berbasis web dapat dipelajari dari temanteman guru atau dosen yang telah terlebih dahulu memulainya, atau bisa juga dipelajari secara mandiri dari software yang tersedia di pasaran. Kemarin saya melihat CD Cara Mudah Belajar Moodle seharga Rp. 75.000,- yang dibawa oleh pak Hadi Suwono, yang dipinjamkan ke beliau oleh mahasiswa yang akan beliau bimbing. Berkenaan dengan pilihan open source yang dapat dipilih untuk mengembangkan pembelajaran blended, ternyata ada banyak pilihan, paling sedikit ada 10. Romi Satria Wahono memberikan pertimbangan mengenai hal ini dalam http://romisatriawahono.net/2008/01/24/memilih-sistem-e-learning-berbasis-open-source/,

18

sementara Adi Juliawan menjelaskan mengenai penggunaan Moodle di alamat


http://www.dhaksa.web.id/manuskrip.php?baca=34.

Penutup Seringkali saya mengatakan kepada mahasiswa saya bahwa kita hanya bisa memberikan yang kita punya. Begitu pula saya, dalam segala keterbatasan saya menulis makalah ini. Banyak pemikiran yang sempat terpikir tetapi belum sempat tertulis, namun itu juga merupakan bagian dari proses belajar sepanjang hayat yang harus dilakukan oleh guru dan dosen yang mau meningkatkan layanannya kepada anak bangsa. Blended learning ini pada saat sekarang sudah perlu dipertimbangkan sebagai salah satu pilihan menggantikan pembelajara yang tradisional. Langkah awalnya aalah menetapkan komitmen individu untuk mengembangkannya, namun perlu juga dukungan organisasi. Wang (2006) memperingatkan bahwa bila tidak ada dukungan top=down di dalam lembaga kita, kita tidak akan berhasil. Perlu ada dukunga lembaga dengan sumber daya yang diperlukan agar pembelajaran berbasis web dapat berfungsi dengan baik. Setelah itu kita perlu menganalisis situasi. Perlu dirancang needs assessment untuk mengidentifikasi sasaran dan merancang program akademik yang sesuai, dengan memikirkan misi lembaga. Berikutnya harus dipikirkan tujuan program secara

umum yang harus selaras dengan visi misi lembaga, dan sesuai dengan tujuan mata kuliah atau kompetensi dasar yang ingin dikembangkan. Setelah itu perlu diidentifikasi dukungan dan sumber daya berupa sarana dan prasarana yang diperlukan. Awal pengembangan mungkin membutuhkan banyak biaya dan bantua para pakar pengembangan web. Langkah berikutnya yang paling memerlukan waktu adalah merancang program blended learningnya, sekaligus merancang pengembangannya secara melembaga. Pengembangan program blended learning dan perencanaan implementasinya lengkap dengan layanan yang diperlukan (maha)siswa merupakan inti kegiatan pengembangan. Hal ini dilanjutkan dengan implementasi program dan mengelolanya dari hari ke hari. Dua langkah terakhirnya adalah proses asesmen. Perlu ditentukan nilai program dan komunikasikan hasil pengembangan program ini. Perlu dirancang sejak awal bagaimana akan dilakukan asesmen dalam pembelajaran maupun asesmen program sehingga dapat dilakukan penyesuaian dan perbaikan. Asesmen ini baru selesai setelah dikomunikasikan ke seluruh stakeholder. Selamat mencoba.

19

References Arasasingham, R.D. Martorell, I.; McIntire, T.M. 2011. Online Homework and Student Achievement in a Large Enrollment Introductory Science Course. Journal of College Science Teaching.40 (6): 70-79. Garnham, C. dan Kaleta, R. Introduction to Hybrid Course. 2002 Teaching with Technology Today, Volume 8, Number 6: March 20, 2002. http://www.wisconsin.edu/ttt/articles/garnham.htm, diakses 8 November 2011 Hartono dan Rustaman, N. 2008. Pembelajaran Blended Learning pada mata Kuliah Praktikum IPA: Studi Ujicoba Lapangan Pembelajaran online pada S1 PGSD. Jurnal Forum Kependidikan Online Volume 28 (1): 17-25. Juliawan, A. 2007. Moodle : Aplikasi E-Learning Untuk Pengembangan Pembelajaran
http://www.dhaksa.web.id/manuskrip.php?baca=34 diakses 10 November 2011.

Metiri Group in Partnership with The North Central Regional Eucational Laboratory @NCREL, enGauge- 2011. Twenty-First Century Skills. http://enGauge.ncrel.org and www.metiri.com diakses 10 September 2011. National Science Teachers Association (NSTA). 2011. NSTA position statement: Quality science education and 21st-century skills. www.nsta.org/about/positions/21st century.aspx diakses 8 November 2011. Partnership for 21st Century Skills. 2009. 21st Century Skills Map. http://science.nsta.org/ps/Final21stCSkillsMapScince.pdf diakses 8 November 2011. Partnership for 21st Century Skills. 2002. Learning for the 21st Century. A Report and MILE Guide for 21st Century Skills. www.21centuryskills.org. P21.Report.pdf, diakses 10 September 2011. Shibley, I.; Amaral, K.A.; Shank, J.D.; Shibley, L.R. 2011. Designing a Blended Course: Using ADDIE to Guide Instructional Design. Journal of College Science Teaching.40 (6): 80-85.

Wahono, R.S. 2008. Memilih Sistem e-Learning Berbasis Open Source http://romisatriawahono.net/2008/01/24/memilih-sistem-e-learning-berbasis-open-source/ diakses 12 November 2011.

20

You might also like