You are on page 1of 200

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR . TAHUN ....

TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (4), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (4), Pasal 20 ayat (4), Pasal 21 ayat (7), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (7), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (6), Pasal 31 ayat (4), Pasal 32 ayat (3), Pasal 50 ayat (7), Pasal 51 ayat (3), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54 ayat (3), Pasal 55 ayat (5), Pasal 56 ayat (4), Pasal 62 ayat (4), Pasal 65 ayat (5), dan Pasal 66 ayat (3), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan; : Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945; Dasar Negara

Mengingat

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN.

76461668.doc

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, badan hukum pendidikan, dan satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Penyelenggaraan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya pendidikan, yang meliputi prasarana, sarana, pendidik dan tenaga kependidikan, dana, serta sumberdaya lainnya, yang disinergikan secara sistematis melalui suatu organisasi satuan pendidikan. Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan sistemik perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan. 2. atas

Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen-komponen sistem pendidikan pada satuan/program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Badan hukum pendidikan masyarakat adalah yayasan, wakaf, perkumpulan, atau badan hukum lainnya yang didirikan oleh masyarakat yang menyelenggarakan satuan atau program pendidikan. Pendidikan anak usia dini yang selanjutnya disebut PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Taman Kanak-kanak yang selanjutnya disebut TK adalah salah satu bentuk satuan pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. Raudhatul Athfal yang selanjutnya disebut RA dan Bustanul Athfal yang selanjutnya disebut BA adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak
2

3.

4.

5.

6.

76461668.doc

berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. 7. Taman Penitipan Anak yang selanjutnya disebut TPA adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dan program kesejahteraan sosial bagi anak sejak lahir sampai dengan berusia 6 (enam) tahun. Kelompok Bermain yang selanjutnya disebut KB adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dan program kesejahteraan sosial bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun dengan prioritas bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah yang diselenggarakan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

8.

9.

10. Sekolah Dasar yang selanjutnya disebut SD adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar. 11. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disebut MI adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar. Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disebut SMP adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SD/MI. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disebut MTs adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SD/MI. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah
3

12.

13.

14.

76461668.doc

Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat . 15. Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disebut SMA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disebut MA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs. Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disebut SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs. Madrasah Aliyah Kejuruan yang selanjutnya disebut MAK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal di bawah tanggung jawab Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang dapat berupa program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

16.

17.

18.

19.

20. Akademi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni tertentu. 21. Politeknik adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. 22. Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. 23. Institut adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni
76461668.doc

dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. 24. Universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. 25. Program studi adalah unsur pelaksana akademik yang menyelenggarakan dan mengelola jenis pendidikan akademik, vokasi atau profesi dalam sebagian atau satu bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga tertentu. Jurusan atau nama lain yang sejenis adalah himpunan sumberdaya pendukung program studi dalam satu rumpun disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga. Fakultas atau nama lain yang sejenis adalah himpunan sumberdaya pendukung, yang dapat dikelompokkan menurut jurusan, yang menyelenggarakan dan mengelola pendidikan akademik, vokasi atau profesi dalam satu rumpun disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

26.

27.

28.

29. Standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan. 30. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. 31. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan pada perguruan tinggi dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 32. Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi. 33. Sivitas akademika adalah komunitas dosen dan mahasiswa pada perguruan tinggi. 34. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
76461668.doc

35. Kelompok belajar adalah satuan pendidikan nonformal yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang saling membelajarkan pengalaman dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya. 36. Pusat kegiatan belajar masyarakat adalah satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh dan untuk masyarakat. adalah jalur pendidikan keluarga dan

37. Pendidikan informal lingkungan. 38.

Pendidikan lintas jalur dan jenis pendidikan adalah penyelenggaraan pendidikan sistem terbuka dimana peserta didik mengambil mata pelajaran pada satuan pendidikan yang tidak sejenis pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.

39. Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah satuan pendidikan dasar dan menengah yang menyelenggarakan pendidikan dengan acuan kurikulum yang menunjang upaya pengembangan potensi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat daerah setempat. 40. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. Program pengayaan belajar adalah pembelajaran tambahan untuk memperluas wawasan dan kemampuan bagi peserta didik yang telah mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan. Program percepatan belajar adalah pengaturan program pendidikan bagi peserta didik yang mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan lebih cepat dari waktu yang ditentukan.

41.

42.

43. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 44. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain. 45. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.

76461668.doc

46. Organisasi profesi adalah kumpulan anggota masyarakat yang memiliki keahlian tertentu yang berbadan hukum dan bersifat non-komersial. 47. 48. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.

49. Departemen adalah departemen yang bertanggung jawab di bidang pendidikan. 50. 51. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. Pemerintah daerah adalah Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, atau Pemerintah Kota.

52. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan. BAB II PENGELOLAAN PENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 2 (1) Pengelolaan pendidikan dilakukan oleh: a. Pemerintah; b. Pemerintah Provinsi; c. Pemerintah Kabupaten/Kota; d. badan hukum pendidikan; dan e. satuan pendidikan. (2) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menjamin: a. b. c. akses masyarakat atas pelayanan mencukupi, merata, dan terjangkau; pendidikan yang

mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat; dan efektivitas, pendidikan. efisiensi, dan Pasal 3 akuntabilitas pengelolaan

76461668.doc

Pengelolaan pendidikan didasarkan pada rencana yang disusun sesuai peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Pengelolaan oleh Pemerintah Pasal 4 (1) Menteri bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional serta merumuskan dan/atau menetapkan kebijakan nasional bidang pendidikan. (2) Sistem pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dan dikelola sesuai peraturan perundangundangan. (3) Kebijakan nasional bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam: a. b. c. d. e. f. rencana pembangunan jangka panjang (RPJP); rencana pembangunan jangka menengah (RPJM); rencana strategis pendidikan nasional; rencana kerja Pemerintah (RKP); rencana kerja dan anggaran tahunan (RKAT); dan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan.

(4) Sistem pendidikan nasional dan kebijakan nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) mengikat bagi: a. b. Departemen; Departemen Agama;

c. departemen lain atau lembaga pemerintah nondepartemen yang menyelenggarakan satuan pendidikan; d. e. f. g. h. i. sejenis; j. k. l.
76461668.doc

Pemerintah Provinsi; Pemerintah kabupaten/kota; badan hukum pendidikan; satuan pendidikan; dewan pendidikan; komite sekolah/madrasah atau nama lain yang peserta didik; orang tua/wali peserta didik; pendidik dan tenaga kependidikan;

m.

masyarakat; dan

n. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di Indonesia. (5) Pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 5 Pemerintah mengarahkan, membimbing, mensupervisi, mengawasi mengkoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan secara nasional sesuai dengan kebijakan nasional bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).

Pasal 6 (1) Menteri menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat nasional. (2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Pasal 7 (1) Menteri menetapkan target tingkat pendidikan pada tingkat nasional: a. antar provinsi; b. antar kabupaten; c. antar kota; d. antara kabupaten dan kota; dan e. antara laki-laki dan perempuan. (2) Menteri menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik miskin, peserta didik khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus dapat memperoleh akses pelayanan pendidikan. Pasal 8 pemerataan partisipasi

76461668.doc

(1) (2)

Menteri menetapkan standar pelayanan minimal pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.

bidang

Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan masing-masing untuk: a. Pemerintah daerah; b. Satuan pendidikan;

(3) Standar pelayanan minimal bidang pendidikan untuk pemerintah daerah merupakan syarat awal yang harus dipenuhi untuk: a. mencapai target tingkat partisipasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 secara bertahap; dan b. menyelenggarakan atau memfasilitasi penyelenggaraan satuan pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan secara bertahap. (4) Standar pelayanan minimal bidang pendidikan untuk satuan pendidikan ditetapkan sebagai syarat awal yang harus dipenuhi dalam mencapai Standar Nasional Pendidikan secara bertahap dengan menerapkan otonomi satuan pendidikan atau manajemen berbasis sekolah/madrasah. Pasal 9 Menteri menetapkan Standar Nasional Pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 10 (1) Pemerintah melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan dan Standar Nasional Pendidikan. Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi satuan dan/atau program pendidikan terkait; d. sertifikasi unit pelaksana pendidikan terkait; satuan dan/atau program

(2)

e. sertifikasi kompetensi peserta didik; f. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau g. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. Catatan:
76461668.doc

10

Penjelasan untuk Sertifikasi kompetensi satuan pendidikan, unit pelaksana teknis satuan pendidikan, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan... (3) Akreditasi dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diselenggarakan Pemerintah atau masyarakat didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan. Pasal 11 (1) Pemerintah mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional sesuai peraturan perundang-undangan.

(2) Pemerintah memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional. (3) Pemerintah memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pemerintah memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 12 (1) Pemerintah melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang: a. ilmu pengetahuan dan teknologi; b. seni; dan c. olahraga. (3) Pemerintah memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.
11

(4)

(2)

76461668.doc

Pasal 13 Menteri menetapkan kebijakan tatakelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat: a. Departemen; b. Departemen Agama; c. Departemen lain atau lembaga pemerintah nondepartemen yang menyelenggarakan program dan/atau satuan pendidikan; d. Pemerintah provinsi; e. Pemerintah kabupaten/kota; f. Badan hukum pendidikan; dan g. Program dan/atau satuan pendidikan. Pasal 14 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional Departemen mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan nasional berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh jejaring informasi nasional yang terhubung dengan sistem informasi pendidikan di departemen lain atau lembaga pemerintah non departemen yang menyelenggarakan pendidikan, sistem informasi pendidikan di semua provinsi, dan sistem informasi pendidikan di semua kabupaten/kota. Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan. Bagian Ketiga Pengelolaan oleh Pemerintah Provinsi Pasal 15 (1) Gubernur bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di daerahnya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya.

(2)

(3)

(2) Kebijakan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) konsisten dengan serta merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
76461668.doc

12

(3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang provinsi (RPJPP); b. rencana pembangunan jangka menengah provinsi (RPJMP); c. d. rencana strategis pendidikan provinsi; rencana kerja pemerintah provinsi (RKPP); kerja dan anggaran tahunan provinsi

e. rencana (RKATP);

f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan g. peraturan gubernur di bidang pendidikan. (4) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) mengikat bagi: a. semua jajaran Pemerintah Provinsi; b. Pemerintah Kabupaten/Kota di provinsi yang bersangkutan; c. badan hukum pendidikan di provinsi yang bersangkutan; d. satuan pendidikan di provinsi yang bersangkutan; e. dewan pendidikan di provinsi yang bersangkutan; f. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di provinsi yang bersangkutan; g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan; h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang bersangkutan; i. pendidik dan bersangkutan; tenaga kependidikan di provinsi yang

j. masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di provinsi yang bersangkutan. (5) Pemerintah provinsi mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di provinsi yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Pasal 16 Pemerintah provinsi sesuai kewenangannya mengarahkan, membimbing, mensupervisi, mengawasi, mengkoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di provinsi yang bersangkutan sesuai
76461668.doc

13

kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. Pasal 17 (1) Gubernur menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat provinsi. (2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal.

Pasal 18 (1) Gubernur menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat provinsi: a. antar kabupaten; b. antar kota; c. antara kabupaten dan kota; dan d. antara laki-laki dan perempuan. (2) Gubernur menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik miskin, peserta didik khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus dapat memperoleh akses pelayanan pendidikan. Pasal 19 Gubernur melaksanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai peraturan perundangundangan. Pasal 20 (1) Pemerintah provinsi sesuai kewenangannya melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan dan Standar Nasional Pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi berkoordinasi dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan.

(2)

76461668.doc

14

(3)

Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi mengkoordinasikan dan memfasilitasi: a. b. akreditasi program pendidikan; akreditasi satuan pendidikan; satuan dan/atau program

c. sertifikasi pendidikan terkait;

d. sertifikasi unit pelaksana satuan dan/atau program pendidikan terkait; e. f. sertifikasi kompetensi peserta didik; sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau kompetensi tenaga

g. sertifikasi kependidikan. (4)

Untuk melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, Gubernur membentuk Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah dan Badan Akreditasi Provinsi Pendidikan Nonformal untuk membantu Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah dan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal dalam melaksanakan tugasnya. Pasal 21

(1)

Pemerintah provinsi sesuai dengan kewenangannya menyelenggarakan, mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah provinsi sesuai dengan kewenangannya menyelenggarakan, mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dirintis dan dikembangkan menjadi bertaraf internasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah provinsi memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pemerintah provinsi memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pengangkatan, pemberhentian, dan/atau pemindahan kepala sekolah dan/atau guru pada satuan pendidikan yang sedang dirintis atau sudah bertaraf internasional harus seizin gubernur. Pasal 22

(2)

(3)

(4)

(5)

76461668.doc

15

(1) Pemerintah provinsi melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah provinsi menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang: a. ilmu pengetahuan dan teknologi; b. seni; dan c. olahraga. (3) Pemerintah provinsi memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan gubernur. Pasal 23 Gubernur menetapkan kebijakan tatakelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat: a. semua jajaran Pemerintah Provinsi; b. Pemerintah Kabupaten/Kota di provinsi yang bersangkutan; c. badan hukum pendidikan di provinsi yang bersangkutan; d. satuan pendidikan di provinsi yang bersangkutan; e. dewan pendidikan di provinsi yang bersangkutan; f. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di provinsi yang bersangkutan; g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan; h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang bersangkutan; i. pendidik dan bersangkutan; tenaga kependidikan di provinsi yang

j. masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di provinsi yang bersangkutan. Pasal 24
76461668.doc

16

(1)

Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional di daerahnya, pemerintah provinsi mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan provinsi berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Sistem informasi pendidikan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. Sistem informasi pendidikan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan sesuai kewenangan pemerintah provinsi.

(2)

(3)

Bagian Keempat Pengelolaan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 25 (1) Bupati/Walikota bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di daerahnya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya. (2) Kebijakan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) konsisten dengan serta merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan penjabaran dari kebijakan pendidikan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. (3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam: a. b. c. d. e. f. g. rencana pembangunan jangka panjang kabupaten/kota; rencana pembangunan jangka menengah kabupaten/kota; rencana strategis pendidikan kabupaten/kota; rencana kerja pemerintah kabupaten/kota; rencana kerja dan anggaran tahunan kabupaten/kota; peraturan daerah di bidang pendidikan; dan peraturan bupati/walikota di bidang pendidikan.

(4) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) mengikat bagi:
76461668.doc

17

a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.

semua jajaran pemerintah kabupaten/kota; badan hukum bersangkutan; pendidikan di kabupaten/kota yang

satuan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; dewan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; komite sekolah atau nama lain kabupaten/kota yang bersangkutan; yang sejenis di

peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; orang tua/wali peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan pihak lain yang terkait dengan kabupaten/kota yang bersangkutan. pendidikan di

(5) Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di kabupaten/kota yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Pasal 26 Pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya mengarahkan, membimbing, mensupervisi, mengawasi, mengkoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25. Pasal 27 (1)Bupati/Walikota menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat kabupaten/kota. (2)Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Pasal 28

76461668.doc

18

(1)

Bupati/Walikota menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat kabupaten/kota: a. b. c. antar kecamatan atau sebutan lainnya yang sejenis; antar desa/kelurahan atau sebutan lainnya yang sejenis; dan antara laki-laki dan perempuan.

(2)

Bupati/Walikota menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik miskin, peserta didik khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus dapat memperoleh akses pelayanan pendidikan. Pasal 29

Bupati/Walikota melaksanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 30 (1) Pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, kebijakan provinsi bidang pendidikan, dan Standar Nasional Pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota berkoordinasi dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi: a. b. akreditasi program pendidikan; akreditasi satuan pendidikan; satuan dan/atau program

(2)

(3)

c. sertifikasi pendidikan terkait;

d. sertifikasi unit pelaksana satuan dan/atau program pendidikan terkait; e. f. sertifikasi kompetensi peserta didik; sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau kompetensi tenaga

g. sertifikasi kependidikan. Pasal 31


76461668.doc

19

(1)

Pemerintah kabupaten/kota mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai peraturan perundang-undangan. Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal. Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(2)

(3)

(4)

Pasal 32 (1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang: a. b. c. (3) ilmu pengetahuan dan teknologi; seni; dan olahraga.

(2)

Pemerintah kabupaten/kota memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan bupati/walikota. Pasal 33

(4)

76461668.doc

20

Bupati/Walikota menetapkan kebijakan tatakelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat: a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota; b. badan hukum pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; c. satuan pendidikan bersangkutan; d. dewan pendidikan bersangkutan; di di kabupaten/kota kabupaten/kota yang yang

e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di kabupaten/kota yang bersangkutan; f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; h. pendidik dan tenaga kabupaten/kota yang bersangkutan; i. dan kependidikan di

masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; pendidikan di

j. pihak lain yang terkait dengan kabupaten/kota yang bersangkutan. Pasal 34 (1)

Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional di daerahnya, pemerintah kabupaten/kota mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan kabupaten/kota berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Sistem informasi pendidikan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. Sistem informasi pendidikan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan sesuai kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Bagian Kelima Pengelolaan oleh Badan Hukum Pendidikan Pasal 35 (1) Badan hukum pendidikan bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di badan hukum pendidikannya serta
76461668.doc

(2)

(3)

21

merumuskan dan kewenangannya. (2)

menetapkan kebijakan pendidikan sesuai

Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) konsisten dengan serta merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kebijakan pendidikan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dan/atau kebijakan pendidikan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, sesuai peraturan perundang-undangan. Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam peraturan badan hukum pendidikan.

(3)

(4) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) mengikat bagi: a. badan hukum pendidikan yang bersangkutan; b. satuan dan/atau program pendidikan yang terkait; c. lembaga representasi pemangku kepentingan dan/atau program pendidikan yang terkait; satuan

d. peserta didik di satuan dan/atau program pendidikan yang terkait; e. orang tua/wali peserta didik di satuan dan/atau program pendidikan yang terkait; f. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan dan/atau program pendidikan yang terkait; g. pihak lainnya yang terikat dengan program pendidikan yang terkait. satuan dan/atau

(5) Badan hukum pendidikan mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di satuan dan/atau program pendidikan yang terkait dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kebijakan pendidikan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, kebijakan pendidikan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dan/atau kebijakan pendidikan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dan sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 36 Badan hukum pendidikan sesuai kewenangannya mengarahkan, membimbing, mensupervisi, mengawasi, mengkoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan satuan dan/atau program pendidikan yang terkait sesuai dengan kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kebijakan pendidikan
76461668.doc

22

pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, kebijakan pendidikan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dan/atau kebijakan pendidikan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, dan sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 37 Badan hukum pendidikan menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik miskin, peserta didik khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus dapat memperoleh akses pelayanan pendidikan. Pasal 38 Badan hukum pendidikan menjamin pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan pada satuan dan/atau program pendidikan terkait sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 39 (1) Badan hukum pendidikan sesuai kewenangannya melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di satuan dan/atau program pendidikan terkait dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kebijakan pendidikan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, kebijakan pendidikan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dan/atau kebijakan pendidikan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, dan Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan hukum pendidikan yang merupakan dan/atau menyelenggarakan satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan/atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan hukum pendidikan memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan terkait; b. akreditasi satuan pendidikan terkait; c. sertifikasi satuan dan/atau program pendidikan terkait; d. sertifikasi unit pelaksana pendidikan terkait; satuan dan/atau program

e. sertifikasi kompetensi peserta didik; f. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau g. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.
76461668.doc

23

Pasal 40 (1) Badan hukum pendidikan memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan terkait yang bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai peraturan perundang-undangan. Badan hukum pendidikan melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan pendidikan terkait yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal. Badan hukum pendidikan memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Badan hukum pendidikan memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 41 (1) Badan hukum pendidikan memfasilitasi pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) badan hukum pendidikan memfasilitasi secara teratur kompetisi di satuan dan/atau program pendidikan terkait dalam bidang: a. b. c. (3) ilmu pengetahuan dan teknologi; seni; dan olahraga.

(2)

(3)

(4)

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan badan hukum pendidikan. Pasal 42

Badan hukum pendidikan menetapkan kebijakan tatakelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat: a. b.
76461668.doc

badan hukum pendidikan yang bersangkutan; satuan dan/atau program pendidikan terkait;
24

c.

lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada satuan dan/atau program pendidikan terkait; peserta pendidikan terkait; didik satuan dan/atau program

d. e. f. g.

orang tua/wali peserta didik di satuan dan/atau program pendidikan terkait; pendidik dan tenaga kependidikan di satuan dan/atau program pendidikan terkait; pihak lain yang terikat dengan satuan dan/atau program pendidikan terkait. Pasal 43

(1)

Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional di satuan dan/atau program pendidikan terkait, badan hukum pendidikan mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan badan hukum pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Sistem informasi pendidikan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. Sistem informasi pendidikan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan dan/atau program pendidikan terkait. Bagian Keenam Pengelolaan oleh Satuan dan/atau Program Pendidikan Pasal 44

(2)

(3)

(1)

Satuan dan/atau program pendidikan bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di satuan dan/atau program pendidikannya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan sesuai kewenangannya.

(2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) konsisten dengan serta merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kebijakan pendidikan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, kebijakan pendidikan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dan/atau kebijakan pendidikan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, dan sesuai peraturan perundangundangan.
76461668.doc

25

(3)

Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), oleh satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah dituangkan dalam: a. rencana kerja tahunan satuan pendidikan; b. anggaran pendapatan pendidikan; dan dan belanja tahunan satuan

c. peraturan satuan dan/atau program pendidikan. (4) a. b. c. d. e. f. Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), oleh perguruan tinggi dituangkan dalam: rencana pembangunan jangka panjang perguruan tinggi; rencana strategis perguruan tinggi; rencana kerja tahunan perguruan tinggi; anggaran tahunan perguruan tinggi; peraturan pemimpin perguruan tinggi; dan peraturan pimpinan perguruan tinggi lainnya. (5) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) mengikat bagi: a. satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan; b. lembaga representasi pemangku kepentingan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan; satuan

c. peserta didik di satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan; d. orang tua/wali peserta didik di satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan; e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan; f. pihak lainnya yang terikat dengan satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan. (6) Kebijakan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penjabaran dan selaras dengan: a. Kebijakan Pasal 4; Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam

b. Kebijakan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; c. Kebijakan pemerintah kabupaten/kota dimaksud dalam Pasal 25; dan d. Kebijakan badan hukum dimaksud dalam Pasal 35;
76461668.doc

sebagaimana sebagaimana

pendidikan

26

(7) Kebijakan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan penjabaran dan selaras dengan: a. Kebijakan Pemerintah Pasal 4; dan sebagaimana dimaksud dalam

b. Kebijakan badan hukum dimaksud dalam Pasal 35; (8)

pendidikan

sebagaimana

Satuan dan/atau program pendidikan mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kebijakan pendidikan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, kebijakan pendidikan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dan/atau kebijakan pendidikan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dan sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 45

Satuan dan/atau program pendidikan mengelola pendidikan sesuai dengan kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kebijakan pendidikan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, kebijakan pendidikan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dan/atau kebijakan pendidikan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, dan sesuai peraturan perundangundangan. Pasal 46 Satuan dan/atau program pendidikan sesuai kewenangannya menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik miskin, peserta didik khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus dapat memperoleh akses pelayanan pendidikan. Pasal 47 Satuan dan/atau program pendidikan menjamin terpenuhinya Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan. Pasal 48 (1) Satuan dan/atau program pendidikan melakukan penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kebijakan pendidikan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, kebijakan pendidikan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dan/atau kebijakan
27

76461668.doc

pendidikan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, dan Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan dan/atau program pendidikan, sesuai peraturan perundang-undangan, mengikuti: a. akreditasi program pendidikan yang bersangkutan; b. akreditasi satuan pendidikan yang bersangkutan; c. sertifikasi satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan; d. sertifikasi unit pelaksana satuan pendidikan yang bersangkutan; dan/atau program

(3)

e. sertifikasi kompetensi peserta didik terkait; f. sertifikasi kompetensi pendidik terkait; dan/atau g. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan terkait.

Pasal 49 (1) Satuan dan/atau program pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat merintis dirinya untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal. Satuan dan/atau program pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat mengikuti akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan. Satuan dan/atau program pendidikan dapat mengikuti sertifikasi internasional program atau satuan pendidikan. Pasal 50 (1) Satuan dan/atau program pendidikan melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi
28

(2)

(3)

76461668.doc

puncak di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satuan dan/atau program pendidikan melakukan secara teratur kompetisi di satuan dan/atau program pendidikan terkait dalam bidang: a. b. c. ilmu pengetahuan dan teknologi; seni; dan olahraga.

(3) Satuan dan/atau program pendidikan memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sesuai peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan satuan dan/atau program pendidikan. Pasal 51 Satuan dan/atau program pendidikan menetapkan kebijakan tatakelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat: a. b. satuan bersangkutan; dan/atau program pendidikan yang

lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan; peserta didik satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan; orang tua/wali peserta didik di satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan; pendidik dan tenaga kependidikan di dan/atau program pendidikan yang bersangkutan; satuan

c. d. e. f.

pihak lain yang terikat dengan satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan. Pasal 52

(1)

Dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan, satuan dan/atau program pendidikan mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

76461668.doc

29

(2)

Sistem informasi pendidikan satuan dan/atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. Sistem informasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. BAB III PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN FORMAL Bagian Kesatu Pendidikan Anak Usia Dini Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 53

(3)

(1) PAUD berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. (2) PAUD bertujuan: a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab; b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan. Paragraf 2 Bentuk dan Jenis Satuan Pendidikan Pasal 54 (1) PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanakkanak (TK), Raudathul Athfal (RA), Bustanul Athfal (BA), atau bentuk lain yang sederajat. TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki program pembelajaran 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun.
30

(2)

76461668.doc

(3)

TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan menyatu dengan SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik Pasal 55

Peserta didik TK, RA, BA, atau bentuk lain yang sederajat berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. Pasal 56 (1) (2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini dilakukan tanpa diskriminasi atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi, dan kondisi fisik atau mental anak. Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. Paragraf 4 Program Pembelajaran Pasal 57 (1) Program pembelajaran TK, RA, BA dan bentuk lain yang sederajat dikembangkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. Program pembelajaran TK, RA, BA dan bentuk lain yang sederajat dilaksanakan dalam konteks bermain dan dapat dikelompokan dalam: a. bermain dalam rangka pembelajaran agama dan ahlak mulia; b. bermain dalam kepribadian; rangka pembelajaran sosial dan

(3)

(2)

c. bermain dalam rangka pembelajaran estetika; d. bermain dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan; dan e. bermain dalam rangka pembelajaran pengenalan pengetahuan dan teknologi. (3) orientasi dan

Semua permainan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada


31

76461668.doc

ayat (2) dirancang dan diselenggarakan: a. secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan mendorong kreativitas serta kemandirian, b. sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik perkembangan mental anak serta kebutuhan kepentingan terbaik anak; dan dan

c. dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing anak; d. dengan mengintegrasikan kebutuhan anak kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial; dan terhadap

e. dengan memperhatikan latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya anak. Bagian Kedua Pendidikan Dasar Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 58 (1) Pendidikan dasar tingkat SD/MI atau yang sederajat berfungsi: a. menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, ahlak mulia, dan kepribadian luhur; b. menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air; c. memberikan dasar-dasar kemampuan intelektual dalam bentuk kemampuan dan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung; d. melatih dan merangsang kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; e. menumbuhkan minat pada olah raga, kesehatan, dan kebugaran jasmani; dan f. mengembangkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs atau yang sederajat. (2) Pendidikan dasar tingkat SMP/MTs atau yang sederajat berfungsi: a. Mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan nilainilai keimanan, ahlak mulia, dan kepribadian luhur yang telah dikenalinya; b. Mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan nilainilai kebangsaan dan cinta tanah air yang telah dikenalinya;
76461668.doc

32

c. mempelajari dasar-dasar ilmu pengetahuan dan secara terbatas mulai mengenali teknologi; d. melatih dan mengembangkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; e. mengembangkan bakat dan kemampuan di bidang olah raga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan f. mengembangkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan menengah dan/atau untuk hidup mandiri di masyarakat. (3) Pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang: a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab. Paragraf 2 Bentuk Satuan Pendidikan Pasal 59 (1) Pendidikan dasar kelas 1 (satu) sampai dengan kelas 6 (enam) adalah Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan dasar kelas 7 (tujuh) sampai dengan kelas 9 (sembilan) adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik Pasal 60 (1) Peserta didik pada SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya berusia 6 (enam) tahun.

(2)

(2) Pengecualian terhadap ketentuan pada ayat (1) dapat dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari psikolog. (3) Satuan pendidikan SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga negara berusia 7 (tujuh) sampai 12 (dua belas) tahun sebagai peserta didik sampai dengan batas daya
33

76461668.doc

tampungnya. (4) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk seleksi lainnya. Pasal 61 (1) Pemilihan peserta didik pada SD/MI yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah didasarkan pada urutan ketuaan usia calon peserta didik apabila jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung satuan pendidikan. Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka penentuan peserta didik didasarkan pada urutan kedekatan tempat tinggal peserta didik dengan satuan pendidikan. Jika usia dan/atau urutan kedekatan tempat tinggal peserta didik dengan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sama, maka peserta didik yang mendaftar lebih awal diprioritaskan. Pasal 62 (1) Peserta didik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat sudah menyelesaikan pendidikannya pada SD, MI, Paket A, atau bentuk lain yang sederajat. Satuan pendidikan SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga negara berusia 13 (tiga belas) sampai 15 (lima belas) tahun sebagai peserta didik sampai dengan batas daya tampungnya. Pasal 63 (1) Satuan pendidikan SD/MI dan SMP/MTs yang memiliki jumlah calon peserta didik melebihi daya tampungnya wajib melaporkan kelebihan calon peserta didik tersebut kepada pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan. Pemerintah kabupaten/kota wajib menyalurkan kelebihan calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada satuan pendidikan dasar lain. Pasal 64 (1) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat tidak pada awal kelas 1 (satu) setelah lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal.

(2)

(3)

(2)

(2)

76461668.doc

34

(2)

Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat sejak awal kelas 7 (tujuh) setelah lulus ujian kesetaraan Paket A. Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat sesudah awal kelas 7 (tujuh) setelah: a. lulus ujian kesetaraan Paket A; dan b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan.

(3)

(4)

Peserta didik pendidikan dasar setara SD di negara lain dapat pindah ke SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat di Indonesia setelah lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang ingin dimasukinya. Peserta didik pendidikan dasar setara SMP di negara lain dapat pindah ke SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di Indonesia dengan syarat: a. menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan dasar setara SD; b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang ingin dimasukinya.

(5)

(6)

Peserta didik pendidikan dasar setara SD yang mengikuti sistem dan/atau standar pendidikan negara lain dapat diterima di SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat pada awal tahun kelas 7 (tujuh) setelah: a. lulus ujian kesetaraan Paket A; atau b. dapat menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan dasar yang memberikan kompetensi lulusan setara SD.

(7)

Menteri dapat membatalkan keputusan satuan pendidikan tentang syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) huruf b apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Departemen atas instruksi Menteri terbukti bahwa keputusan tersebut melanggar peraturan perundang-undangan, tidak benar, dan/atau tidak jujur. Satuan pendidikan SD, MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat memberikan bantuan penyesuaian akademik, sosial, dan/atau mental yang diperlukan oleh peserta didik pindahan dari satuan pendidikan formal lain atau jalur pendidikan lain.

(8)

76461668.doc

35

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 65 (1) (2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. dasar

Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan dasar dilakukan tanpa diskriminasi atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi, dan kondisi fisik atau mental peserta didik.

(3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. (4) Seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 7 (tujuh) pada satuan pendidikan dasar setingkat SMP didasarkan pada hasil Ujian Nasional. kecuali bagi lulusan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (2) dan ayat (6). Di samping memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), satuan pendidikan dapat melakukan tes bakat skolastik untuk seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 7 (tujuh). Bagian Ketiga Pendidikan Menengah Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 66 (1) Pendidikan menengah umum berfungsi: a. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, ahlak mulia, dan kepribadian luhur; b. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air; c. mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi; d. meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; e. menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olah raga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan f. meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi dan/atau untuk hidup mandiri di masyarakat.
76461668.doc

(5)

36

(2)

Pendidikan menengah kejuruan berfungsi: a. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, ahlak mulia, dan kepribadian luhur; b. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air; c. membekali peserta didik dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecakapan kejuruan paraprofesi sesuai dengan kebutuhan masyarakat; d. meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; e. menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olah raga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan f. meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk hidup mandiri di masyarakat dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Pasal 67

Pendidikan menengah bertujuan membentuk peserta didik menjadi insan yang: a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab, dalam rangka mengantarkan peserta didik agar mampu hidup produktif dan beretika dalam masyarakat majemuk, serta menjadi warga negara yang taat hukum dalam konteks kehidupan global yang senantiasa berubah.

Paragraf 2 Bentuk Satuan Pendidikan Pasal 68 (1) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu
37

(2)

76461668.doc

kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan kelas 12 (dua belas). (3) SMK dan MAK dapat terdiri atas 4 (empat) tingkatan kelas, sesuai dengan tuntutan dunia kerja, yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), kelas 12 (dua belas), dan kelas 13 (tiga belas). Pasal 69 (1) Penjurusan pada SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat berbentuk program studi yang memfasilitasi kebutuhan pembelajaran serta kompetensi yang diperlukan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi. Program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. pengetahuan alam, b. pengetahuan sosial, c. d. keagamaan, atau e. yang diperlukan masyarakat. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 70 (1) (2) (3) (4) Penjurusan pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang studi keahlian. Setiap bidang studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas 1 (satu) atau lebih program studi keahlian. Setiap program studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu atau lebih kompetensi keahlian. Bidang studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. bidang studi keahlian teknologi dan rekayasa, b. bidang studi keahlian kesehatan, c. bidang studi keahlian seni, kerajinan, dan pariwisata, d. bidang studi keahlian teknologi informasi dan komunikasi, e. bidang studi keahlian agribisnis dan agroteknologi, f. bidang studi keahlian bisnis dan manajemen,
76461668.doc

(2)

program studi ilmu program studi ilmu program studi bahasa, program studi program studi lain

38

g. bidang studi keahlian lain yang diperlukan masyarakat. (5) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan peraturan Menteri. Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik Pasal 71 (1) Peserta didik pada SMA/MA/SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat sudah menyelesaikan pendidikannya pada SMP, MTs, Paket B, atau bentuk lain yang sederajat. (2) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMA/ MA/SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat sejak awal kelas 10 (sepuluh) setelah lulus ujian kesetaraan Paket B. (3) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di di SMA/MA/SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat sesudah awal kelas 10 (sepuluh) setelah: a. lulus ujian kesetaraan Paket B; dan b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan. (4) Peserta didik pendidikan dasar setara SMP yang mengikuti sistem dan/atau standar pendidikan negara lain dapat diterima di SMA/MA/SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada awal tahun kelas 10 (sepuluh) setelah: a. lulus ujian kesetaraan Paket B; atau b. dapat menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan dasar yang memberikan kompetensi lulusan setara SMP. (5) Peserta didik pendidikan menengah setara SMA/SMK di negara lain dapat pindah ke SMA/MA/SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat di Indonesia dengan syarat: a. menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan dasar setara SMP; b. lulus tes kelayakan dan penempatan diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang dimasukinya. (6) yang ingin

Menteri dapat membatalkan keputusan satuan pendidikan tentang syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf b, dan ayat (5), apabila setelah dilakukan
39

76461668.doc

pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Departemen atas instruksi Menteri terbukti bahwa keputusan tersebut melanggar peraturan perundang-undangan, tidak benar, dan/atau tidak jujur. (7) Satuan pendidikan SMA/MA/SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat memberikan bantuan penyesuaian akademik, sosial, dan/atau mental yang diperlukan oleh peserta didik pindahan dari satuan pendidikan formal lain atau jalur pendidikan lain. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 72 (1) (2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan menengah dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan menengah dilakukan tanpa diskriminasi atas pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi, dan kondisi fisik atau mental. Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. Seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 10 (sepuluh) pada satuan pendidikan menengah didasarkan pada hasil Ujian Nasional, kecuali bagi lulusan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 71 ayat (2) dan ayat (4). Di samping memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), satuan pendidikan dapat melakukan tes bakat skolastik untuk seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 10 (sepuluh).

(8)

(3)

(4)

(5)

(6) Penerimaan peserta didik baru dapat dilaksanakan pada setiap semester bagi satuan pendidikan yang menyelenggarakan sistem kredit semester.

Bagian Kempat Pendidikan Tinggi Paragraf 1


76461668.doc

40

Fungsi dan Tujuan Pasal 73 (1) Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan atau membentuk kemampuan, watak, dan kepribadian manusia melalui: a. dharma pendidikan untuk menguasai, menerapkan, dan menyebarluaskan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga; b. dharma penelitian untuk menemukan, mengembangkan, mengadopsi, dan/atau mengadaptasi nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga; dan

c. dharma pengabdian kepada masyarakat untuk menerapkan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga dalam rangka pemberdayaan masyarakat. (2) Pendidikan tinggi bertujuan membentuk insan yang: a. kepada Tuhan Yang berkepribadian luhur; b. cakap; Maha Esa, beriman dan bertakwa berakhlak mulia, dan sehat, berilmu, dan

c. kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan berjiwa enterprenur; serta d. demokratis, dan bertanggung jawab; toleran, peka sosial,

dalam rangka membentuk manusia berwawasan luas, beretika, mampu beradaptasi dan berinteraksi positif dalam masyarakat majemuk dan global yang dinamis, taat hukum, produktif, dan menjadi agen pembaharu untuk mewujudkan masyarakat madani. Paragraf 2 Jenis, Bentuk, dan Program Pendidikan Pasal 74 (1) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau pendidikan vokasi. (2) Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. (3) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan/atau doktor. Paragraf 3
76461668.doc

41

Organisasi Perguruan Tinggi Pasal 75 Perguruan tinggi memiliki unsur-unsur pelaksana administrasi, dan penunjang. Pasal 76 (1) Unsur pelaksana akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 merupakan unit penyelenggara pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan pada tingkat operasional dilaksanakan oleh program studi yang menurut jenisnya dapat berupa pendidikan akademik, profesi dan/atau vokasi, yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan/atau doktor. Setiap program studi memiliki kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan tujuan program studi dan peraturan perundangundangan. Fakultas berfungsi mengkoordinasikan pendidikan akademik, profesi dan/atau vokasi dalam 1 (satu) atau kelompok cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga tertentu yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor. Penyelenggaraan penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat pada tingkat operasional dilaksanakan oleh sivitas akademika baik secara individual maupun berkelompok melalui program studi, pusat penelitian, pusat pengabdian masyarakat, jurusan, atau fakultas. Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perguruan tinggi. Pasal 77 (1) Unsur pelaksana administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 menyelenggarakan pelayanan teknis dan administratif yang meliputi fungsi administrasi akademik, kemahasiswaan, keuangan, kepersonaliaan, perlengkapan, hukum, komunikasi, dan fungsi administrasi lainnya sesuai dengan kebutuhan. Pelayanan teknis dan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. pelaksana akademik,

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(2)

76461668.doc

42

(3)

Jenis, jumlah, tugas pokok, fungsi, dan mekanisme kerja unsur pelaksana administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perguruan tinggi. Pasal 78

(1)

Program studi tingkat pascasarjana dibentuk untuk menyelenggarakan dan melaksanakan program magister, profesi, spesialis, dan/atau doktor. Program magister, profesi, spesialis, dan/atau doktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat monodisiplin atau lintas disiplin dalam satu fakultas dikelola oleh fakultas yang terkait. Program magister, profesi, spesialis, dan/atau doktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat lintas disiplin yang melibatkan lebih dari satu fakultas dikelola oleh unit organisasi yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemimpin perguruan tinggi. Mata kuliah yang diambil oleh peserta didik program profesi dapat diperhitungkan sebagai mata kuliah terkait pada program magister profesi terkait, atau sebaliknya. Mata kuliah yang diambil oleh peserta didik program spesialis dapat diperhitungkan sebagai mata kuliah terkait pada program magister atau doktor terkait, atau sebaliknya. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan Menteri. Organisasi dan tata kerja penyelenggaraan program studi tingkat pascasarjana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga perguruan tinggi. Pasal 79

(2)

(3)

(4)

(5)

(6) (7)

(1)

Unsur penunjang pada perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 merupakan perangkat pelengkap di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang ada di luar fakultas dan jurusan. Unsur penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang kurangnya terdiri atas: a. unit layanan penjaminan mutu pendidikan; b. unit layanan penjaminan mutu penelitian;

(2)

76461668.doc

43

c. unit layanan masyarakat; d. perpustakaan;

penjaminan

mutu

pengabdian

kepada

e. pusat jejaring teknologi informasi dan komunikasi; f. laboratorium/bengkel/studio; g. sarana dan prasarana olah raga; dan h. sarana dan prasarana kesenian. (3) Unsur penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan rumah sakit pendidikan, poliklinik, apotik, toko buku, penerbitan, unit layanan bimbingan dan konseling, dan unit lain yang dipandang perlu. Jenis dan jumlah, kedudukan, tugas pokok, fungsi dan mekanisme kerja dari unsur-unsur penunjang akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perguruan tinggi. Lingkungan kampus ditata dengan mempertimbangkan faktor keamanan, kenyamanan, keindahan, dan kesehatan lingkungan.

(4)

(7)

Paragraf 3 Penerimaan Mahasiswa Pasal 80 (1) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program sarjana, magister, dan doktor adalah: a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus pendidikan 1 (satu) jenjang atau tingkat pendidikan di bawahnya; dan b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. (2) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program vokasi adalah: a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus pendidikan menengah atau yang sederajat; dan

76461668.doc

44

b. (3)

memenuhi persyaratan masuk yang perguruan tinggi yang bersangkutan.

ditetapkan

oleh

Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program profesi adalah: a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus program pendidikan sarjana atau diploma IV; dan b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.

(4)

Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program spesialis adalah: a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus pendidikan 1 (satu) jenjang atau tingkat pendidikan di bawahnya; dan b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.

Pasal 81 (1) (2) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan seleksi penerimaan mahasiswa baru pada setiap semester. Perguruan tinggi menetapkan persyaratan kelayakan penerimaan mahasiswa baru pada setiap program studi yang diselenggarakannya. Penerimaan mahasiswa baru pada perguruan tinggi dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Penerimaan mahasiswa baru perguruan tinggi dilakukan tanpa diskriminasi atas pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi, dan kondisi fisik atau mental. Tes seleksi penerimaan mahasiswa baru program sarjana dan program vokasi pada perguruan tinggi tidak menduplikasi ujian nasional pendidikan menengah. Pasal 82 (1) Perguruan tinggi dapat melakukan penerimaan bersyarat mahasiswa baru untuk calon mahasiswa yang telah memenuhi sebagian besar persyaratan penerimaan. Penerimaan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan.
45

(3) (4)

(5)

(2)

76461668.doc

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran rumah tangga perguruan tinggi. Pasal 83 (1) Pengumuman penerimaan mahasiswa baru program sarjana dan program vokasi yang bersifat final pada perguruan tinggi dilakukan setelah pengumuman hasil ujian nasional pendidikan menengah tahun ajaran sebelumnya. Pengumuman penerimaan mahasiswa baru program sarjana dan program vokasi yang bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dapat dilakukan sebelum pengumuman hasil ujian nasional pendidikan menengah tahun ajaran sebelumnya. Pasal 84 (1) Seorang calon mahasiswa secara resmi menjadi mahasiswa perguruan tinggi setelah menandatangani perjanjian dengan perguruan tinggi yang memuat secara jelas hak-hak dan kewajiban mahasiswa yang diatur dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga perguruan tinggi.

(2)

(2) Pelanggaran terhadap perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berakibat dikeluarkannya mahasiswa yang bersangkutan dari perguruan tinggi. Pasal 85 Menteri dapat membatalkan keputusan perguruan tinggi tentang penerimaan mahasiswa baru apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Departemen atas instruksi Menteri terbukti bahwa keputusan tersebut melanggar peraturan perundangundangan, tidak benar, dan/atau tidak jujur.

Paragraf 4 Sistem Pembelajaran Pasal 86 (1) Pendidikan tinggi diselenggarakan melalui proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa sebagai subjek pembelajaran dalam rangka mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik, dan kemampuan konfluen mahasiswa. kuliah,
76461668.doc

(2)

Pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk diskusi, seminar, simposium, lokakarya, praktikum,
46

penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan/atau kegiatan lainnya dengan mengacu pada prinsip otonomi keilmuan. Pasal 87 (1) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan menerapkan Sistem Kredit Semester (SKS) yang bobot belajarnya dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Tahun akademik dibagi dalam 2 (dua) semester yang masing-masing terdiri atas 16 (enam belas) minggu. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan semester pendek antara semester genap dan ganjil. Semester pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya diselenggarakan selama 8 (delapan) minggu. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur oleh masingmasing perguruan tinggi dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga. Pasal 88 (1) (2) Pengelolaan pembelajaran pada perguruan tinggi dapat diselenggarakan melalui sistem multikampus. Sistem multikampus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem pengelolaan perguruan tinggi yang menerapkan 1 (satu) sistem pendidikan tinggi secara utuh, yang pelaksanaannya diselenggarakan di kampus induk dan kampus lain. Fakultas yang lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) program studinya berakreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, atau lebih dari 30% (tiga puluh persen) program studinya berakreditasi dari badan akreditasi negara anggota OECD, dapat menyelenggarakan program studi di kampus lain. Isi kurikulum, proses pembelajaran, kompetensi lulusan, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan pada kampus lain sekurang-kurangnya sama dengan kampus induk. Kampus induk dan kampus lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhubung dengan sistem informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

(2) (3) (4)

(5)

(3)

(4)

(5)

76461668.doc

47

Pasal 89 (1) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program studi sarjana atau diploma empat kependidikan khusus bagi guru tetap dalam jabatan yang belum memiliki ijazah sarjana atau diploma empat dengan program sarjana atau diploma empat kependidikan khusus bagi guru tetap dalam jabatan. (2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan sebagai berikut: a. dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program studi sarjana atau diploma empat kependidikan berakreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi dan telah memperoleh izin untuk menyelenggarakan program sarjana atau diploma empat kependidikan khusus bagi guru tetap dalam jabatan dari Departemen; b. dapat dilaksanakan di pusat kegiatan Kelompok Kerja Guru atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran; c. memenuhi seluruh persyaratan program sarjana atau diploma empat kependidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan oleh Departemen setelah memperoleh jaminan dari pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan untuk bertanggung jawab melindungi, mengawasi, dan memfasilitasi penyelenggaraan program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sehingga guru tetap dalam jabatan yang bersangkutan memperoleh kualifikasi akademik sarjana atau diploma empat kependidikan sesuai peraturan perundang-undangan. (4) Menteri dapat membatalkan izin program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Departemen atas instruksi Menteri terbukti bahwa pelaksanaan program yang bersangkutan telah melanggar peraturan perundang-undangan. (5) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal ini berlaku sampai berakhirnya masa peralihan sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 82 ayat (2). Pasal 90 (1) Perguruan tinggi dapat menjalin kerja sama akademik dan/atau non-akademik dengan perguruan tinggi lain, dunia usaha, atau pihak lain yang dipandang perlu.

76461668.doc

48

(2)

Kerja sama perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, produktifitas, kreatifitas, inovasi, mutu, dan relevansi pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi.

(3) Kerja sama akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; program kembaran; pengalihan dan/atau perolehan kredit; penugasan dosen senior sebagai pembina pada perguruan tinggi yang membutuhkan pembinaan; pertukaran dosen dan/atau mahasiswa; pemanfaatan bersama berbagai sumberdaya; pemagangan; penerbitan jurnal ilmiah; penyelenggaraan seminar bersama; dan/atau bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.

(4) Kerja sama non-akademik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk: a. b. c. d. e. kontrak manajemen; pendayagunaan aset; usaha penggalangan dana; jasa dan royalti hak atas kekayaan intelektual; dan/atau bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.

(5) Semua bentuk kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan pihak asing dilaporkan kepada Departemen. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Menteri. (7) Menteri dapat membatalkan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Departemen atas instruksi Menteri terbukti bahwa kerjasama yang bersangkutan telah melanggar peraturan perundang-undangan. Paragraf 5 Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan Pasal 91 (1) Pimpinan perguruan tinggi mengupayakan dan menjamin agar setiap sivitas akademika perguruan tinggi melaksanakan kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik secara mandiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan dilandasi oleh etika, norma serta kaidah keilmuan.
49

76461668.doc

(2) Dalam melaksanakan kebebasan akademik dan mimbar akademik, setiap individu sivitas akademika: a. b. c. d. e. (3)

kebebasan

mengupayakan agar kegiatan dan hasilnya dapat meningkatkan mutu akademik perguruan tinggi yang bersangkutan; mengupayakan agar kegiatan dan hasilnya bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, negara, dan kemanusiaan; bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan dan hasilnya, serta akibatnya pada diri sendiri atau orang lain; melakukannya dengan cara yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, nilai-nilai etika, dan kaidah akademik; dan tidak melanggar hukum dan tidak mengganggu kepentingan umum.

Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebebasan sivitas akademika dalam mendalami, menerapkan, dan mengembangkan ilmu, teknologi, seni, dan/atau olah raga melalui kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, secara bertanggungjawab dan mandiri. Pelaksanaan kebebasan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3): a. berada di bawah tanggung jawab dan secara resmi dikoordinasikan oleh pimpinan perguruan tinggi, serendah-rendahnya ketua program studi, ketua pusat penelitian, atau ketua pusat pengabdian kepada masyarakat; b. tidak mengganggu ketertiban umum; c. tidak menimbulkan keresahan masyarakat, baik di dalam maupun di luar kampus; dan d. sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan taat etika, norma, serta kaidah keilmuan.

(4)

(5)

Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebebasan sivitas akademika dalam menyebarluaskan hasil penelitian dan menyampaikan pandangan akademik dalam rangka pembelajaran sivitas akademika dan/atau masyarakat melalui kegiatan perkuliahan, ujian, ceramah, seminar, diskusi, simposium, publikasi ilmiah, dan pertemuan ilmiah lainnya yang relevan. Pelaksanaan kebebasan mimbar akademik dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (5): a. sebagaimana

(6)

merupakan tanggung jawab setiap individu


50

76461668.doc

sivitas akademika yang terlibat; b. menjadi tanggung jawab perguruan tinggi, atau unit organisasi di dalam perguruan tinggi, apabila perguruan tinggi atau unit organisasi tersebut secara resmi terlibat dalam pelaksanaannya; dan c. sesuai dengan peraturan perundangundangan, dan taat etika, norma, serta kaidah keilmuan. (7) Kebebasan akademik dan kebebasan dimanfaatkan oleh perguruan tinggi untuk: a. b. mimbar akademik

melindungi dan mempertahankan kekayaan intelektual; melindungi dan mempertahankan kekayaan dan keragaman alami, hayati, sosial, dan budaya bangsa dan negara Indonesia; c. menambah dan/atau meningkatkan mutu kekayaan intelektual bangsa dan negara Indonesia; d. memperkuat daya saing bangsa dan negara Indonesia; Pasal 92 (1) Sivitas akademika perguruan tinggi mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga dengan berpedoman pada otonomi keilmuan. Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kemandirian dan kebebasan sivitas akademika suatu cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga yang melekat pada kekhasan/keunikan cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga yang bersangkutan, dalam menemukan, mengembangkan, mengungkapkan, dan/atau mempertahankan kebenaran menurut kaidah keilmuannya untuk menjamin keberlanjutan perkembangan cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga. Pelaksanaan otonomi keilmuan di perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh perguruan tinggi dalam anggaran rumah tangga perguruan tinggi. Paragraf 6 Penelitian Pasal 93 (1) Universitas, institut, dan sekolah tinggi wajib melaksanakan penelitian dasar, penelitian terapan, dan/atau penelitian
51

(2)

(3)

76461668.doc

pengembangan. (2) (3) Dosen pada akademi dan politeknik wajib melaksanakan penelitian terapan dan/atau penelitian pengembangan. Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan untuk: a. mencari dan/atau menemukan kebaruan kandungan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga; dan/atau menguji ulang teori, konsep, prinsip, prosedur, metode, dan/atau model yang sudah menjadi kandungan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga.

b.

(4)

Kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan dengan mematuhi kaidah dan etika akademik sesuai dengan prinsip otonomi keilmuan. Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memenuhi standar penjaminan mutu sebagai berikut: a. disetujui dosen pembimbing, apabila dilakukan oleh mahasiswa untuk memenuhi persyaratan lulus program sarjana; b. disetujui dosen pembimbing, dan diuji secara tertutup di hadapan sekurang-kurangnya 3 (tiga) dosen penguji, apabila dilakukan oleh mahasiswa untuk memenuhi persyaratan lulus program magister; c. disetujui dosen pembimbing, diuji secara tertutup dan terbuka di hadapan sekurang-kurangnya 5 (lima) penguji, apabila dilakukan oleh mahasiswa untuk memenuhi persyaratan lulus program doktor; dan d. diseminarkan dan dipublikasikan pada jurnal ilmiah dalam negeri berakreditasi atau jurnal internasional yang diakui Departemen, apabila dilakukan oleh dosen untuk memenuhi dharma penelitian.

(5)

(6) Sekurang-kurangnya 1 (satu) dosen penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b berasal dari program studi terkait berakreditasi sekurang-kurangnya B dari perguruan tinggi lain. (7) Sekurang-kurangnya 1 (satu) dosen penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c berasal dari program studi terkait berakreditasi A dari perguruan tinggi lain.

(8) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c dipublikasikan pada jurnal ilmiah dalam negeri
76461668.doc

52

berakreditasi atau jurnal internasional yang diakui Departemen selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan lulus dari program studi. (9) Dalam mempublikasikan pada jurnal ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c, mahasiswa yang bersangkutan mengikutsertakan dosen pembimbing sebagai penulis pendamping.

(10) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diseminarkan dan dipublikasikan pada jurnal terakreditasi yang diakui Departemen, apabila dilakukan oleh dosen untuk memenuhi dharma penelitian. (11) Hasil penelitian perguruan tinggi diakui sebagai penemuan baru setelah dimuat dalam jurnal ilmiah terakreditasi yang diakui Departemen dan/atau mendapatkan hak kekayaan intelektual. (12) Hasil penelitian perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh dosen dimanfaatkan untuk memperkaya materi pembelajaran mata kuliah yang relevan. (13) Prosedur penjaminan mutu penelitian perguruan tinggi diatur dalam anggaran rumah tangga perguruan tinggi. Pasal 94 (1) (2) Perguruan tinggi, fakultas, program studi, atau pusat studi dapat menerbitkan jurnal ilmiah. Jurnal ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat artikel hasil penelitian.

(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa penelitian empirik maupun penelitian pustaka. (4) Sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari artikel hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil penelitian empirik. Jurnal ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterbitkan dalam bahasa resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Setiap terbitan jurnal ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikirimkan kepada pusat dokumentasi ilmiah pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional, dan perpustakaan Departemen, masing-masing sekurang-kurangnya 2 (dua) eksemplar. Jurnal ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan secara tercetak dan secara elektronik melalui jejaring teknologi
53

(5)

(6)

(7)

76461668.doc

informasi dan komunikasi Departemen. (8) Departemen mengakreditasi jurnal ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Paragraf 7 Pengabdian kepada Masyarakat Pasal 95 (1) (2) Perguruan tinggi wajib melaksanakan pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian kepada masyarakat diselenggarakan dan dilaksanakan berbasis pada dharma pendidikan dan penelitian atas dasar prinsip: a. pemberdayaan pengembangan dosen; b. pemberdayaan pengembangan dosen; masyarakat yang berdampak pada jiwa kepemimpinan mahasiswa dan masyarakat yang berdampak pada jiwa kewirausahaan mahasiswa dan

c. pemberdayaan masyarakat yang mendorong kemampuan bekerja sama dalam tim bagi mahasiswa, dosen, dan masyarakat; dan d. pemberdayaan masyarakat yang merangsang tumbuhnya kemandirian, keteladanan, kreatifitas, kepekaan dan kepedulian sosial dan budaya, serta toleransi sosial dan budaya bagi mahasiswa, dosen, dan masyarakat. (3) Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa, baik secara individual maupun berkelompok. (4) Pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) merupakan penerapan hasil pendidikan dan/atau hasil penelitian dalam upaya pemberdayaan, pemodernan, atau pemadanian kehidupan masyarakat. Hasil pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dimanfaatkan untuk pengayaan pembelajaran yang relevan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengabdian
54

(5)

(6)

76461668.doc

kepada masyarakat perguruan tinggi.

diatur dalam Paragraf 8

anggaran rumah tangga

Pengalihan Kredit Pasal 96 (1) Perguruan tinggi dapat mengakui hasil belajar yang diperoleh mahasiswa pada perguruan tinggi lain atau satuan/program pendidikan nonformal untuk memenuhi persyaratan kelulusan program studi. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran rumah tangga perguruan tinggi. Paragraf 9 Penjaminan Mutu Hasil Belajar Pasal 97 (1) Penilaian hasil belajar mahasiswa dilakukan secara berkala melalui penilaian proses belajar, penilaian tugas terstruktur dan mandiri, ujian, dan/atau bentuk penilaian lainnya. Penilaian hasil objektif, transparan, dan jujur. belajar dilaksanakan secara

(2)

(2) (3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam anggaran rumah tangga perguruan tinggi. Pasal 98

(1) Departemen mengembangkan suatu sistem penjaminan mutu hasil belajar program studi perguruan tinggi secara nasional. (2) Sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. keterlibatan dosen dari perguruan tinggi lain dalam ujian tesis program magister dan disertasi program doktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93; evaluasi berkala atas pencapaian kompetensi mahasiswa program diploma, program sarjana, dan program magister yang tidak mensyaratkan tesis sebagaimana dimaksud pada huruf a.

b.

76461668.doc

55

(3)

Evaluasi berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan sebagai berikut: a. diterapkan pada berakreditasi kurang dari B; program studi yang

b. diterapkan pada soal ujian dan jawaban ujian mata kuliah inti program studi; c. d. dilaksanakan atas dasar sampel; dilaksanakan oleh penelaah sejawat;

e. hasil evaluasi digunakan oleh Departemen untuk menetapkan hak menyelenggarakan ujian secara mandiri. (4) Penelaah sejawat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d berasal dari program studi sejenis berakreditasi sekurangkurangnya B dari perguruan tinggi lain. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan evaluasi berkala diatur dalam peraturan Menteri. April 2008

(5)

==============================28 ================ Pasal 99 (1)

Persyaratan kelulusan untuk pendidikan akademik dan pendidikan vokasi diatur oleh masing-masing perguruan tinggi. Persyaratan kelulusan untuk pendidikan profesi ditetapkan dengan cara: a. ditetapkan oleh perguruan tinggi setelah memperhatikan pertimbangan dari organisasi profesi; b. ditetapkan oleh perguruan tinggi bersama-sama dengan organisasi profesi; atau c. ditetapkan oleh organisasi profesi.

(2)

(3)

Penetapan persyaratan kelulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Paragraf 10 Gelar Lulusan Pendidikan Tinggi Pasal 81

76461668.doc

56

(1) Lulusan pendidikan akademik, vokasi, atau profesi berhak untuk menggunakan gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi. (2) Gelar untuk lulusan pendidikan akademik terdiri atas: a. sarjana, ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan huruf S. diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu; b. magister, ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan huruf M. diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu; dan c. doktor, ditulis di depan nama mencantumkan singkatan Dr. yang berhak dengan

(3) Gelar untuk pendidikan vokasi terdiri atas: a. ahli pratama, untuk lulusan program diploma I, ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan A.P diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu; b. ahli muda, untuk lulusan program diploma II, ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan A.Ma diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu; c. ahli madya, untuk lulusan program diploma III, ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan A.Md diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu; dan d. sarjana sains terapan, untuk program diploma IV, ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan SST diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu. (4) Gelar untuk lulusan pendidikan profesi adalah Spesialis dengan mencantumkan singkatan Sp. diikuti dengan inisial program studi atau bidang keahlian khusus.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar, singkatan, dan inisial program studi atau bidang ilmu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 82 (1). Gelar akademik, vokasi, dan profesi hanya boleh diberikan oleh perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan yang relevan.
57

76461668.doc

(2).

Penetapan jenis gelar akademik, profesi, atau vokasi didasarkan atas bidang keahlian dan dicantumkan dalam ijazah yang diberikan kepada lulusan perguruan tinggi. Bidang keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan bidang studi atau kelompok bidang studi. Pasal 83

(3).

(1)

Pencantuman jenis, singkatan, dan penempatan gelar lulusan perguruan tinggi luar negeri tetap menggunakan gelar sesuai dengan jenis, singkatan, dan penempatan yang berlaku di negara asal. Menteri atau Menteri Agama sesuai kewenangan masing-masing menetapkan kesetaraan ijazah perguruan tinggi luar negeri dengan ijazah dan gelar perguruan tinggi Indonesia yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Pasal 84

(2)

(1)

Gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) diberikan kepada seseorang yang telah berjasa luar biasa bagi ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni dan digunakan dengan mencantumkan atau menuliskan Dr (HC) di depan nama pemilik serta hanya dipergunakan dalam upacara akademik. Pemberian gelar doktor kehormatan ditetapkan oleh senat akademik perguruan tinggi. Gelar doktor kehormatan hanya dapat diberikan oleh perguruan tinggi yang berwenang menyelenggarakan program doktor terakreditasi dalam bidang ilmu terkait. Ketentuan tentang pemberian dan pengukuhan gelar doktor kehormatan diatur oleh senat akademik perguruan tinggi masing-masing.

(2) (3)

(4)

76461668.doc

58

Bagian Kelima Penjaminan Mutu Pasal 85 (1) Penjaminan mutu dilakukan oleh setiap perguruan tinggi untuk memenuhi Standar Nasional Pendidikan jenjang pendidikan tinggi secara konsisten dan berkelanjutan sebagai wujud akuntabilitas publik perguruan tinggi kepada para pemangku kepentingan. Penjaminan mutu dilakukan secara berkelanjutan oleh perguruan itu sendiri dan dapat dibantu oleh lembaga lain. Mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dijamin dengan memperhatikan: a. pelaksanaan visi, misi, dan tujuan perguruan tinggi secara nyata; b. ketanggapan perguruan tinggi terhadap aspirasi pihak-pihak yang berkepentingan; c. kesesuaian penyelenggaraan pendidikan Standar Nasional Pendidikan; dan kebutuhan tinggi dan

(2) (3)

dengan

d. kesesuaian penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan standar mutu internasional, bagi perguruan tinggi yang memiliki komitmen untuk bertaraf internasional. (4) Keberhasilan penjaminan mutu diukur dengan akreditasi yang menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan tinggi.

(5) Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diukur atas dasar mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Akreditasi wajib bagi setiap program studi dan/atau satuan pendidikan tinggi yang dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau lembaga mandiri lain yang memenuhi persyaratan.

BAB IV PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NONFORMAL Bagian Kesatu Fungsi dan Tujuan


76461668.doc

59

Pasal 86 (1) Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan untuk mengembangkan potensinya dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan, sikap wirausaha, dan kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Bagian Kedua Bentuk Satuan Pendidikan Pasal 87 Satuan pendidikan nonformal berbentuk: a. b. c. d. e. f. g. h. lembaga kursus; lembaga pelatihan; kelompok belajar; pusat kegiatan belajar masyarakat; majelis taklim; taman penitipan anak (TPA); kelompok bermain (KB); atau satuan pendidikan lain yang sejenis.

(2)

Paragraf 1 Lembaga Kursus dan Lembaga Pelatihan Pasal 88 (1) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan kecakapan hidup untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, berusaha mandiri dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat
60

76461668.doc

yang lebih tinggi. (2) Peserta didik pada lembaga kursus dan lembaga pelatihan adalah warga masyarakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, menjadi pekerja/buruh dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Paragraf 2 Kelompok Belajar Pasal 89 (1) Kelompok belajar menyelenggarakan kegiatan untuk menampung dan memenuhi kebutuhan belajar sekelompok warga masyarakat yang belajar melalui jalur pendidikan nonformal. (2) Peserta didik pada kelompok belajar adalah warga masyarakat yang belajar untuk mengembangkan diri, bekerja dan/atau melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Paragraf 3 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Pasal 90 (1) Pusat kegiatan belajar masyarakat memfasilitasi penyelenggaraan berbagai program pendidikan nonformal untuk mewujudkan masyarakat gemar belajar dalam rangka mengakomodasi kebutuhannya akan pendidikan sepanjang hayat, dan berazaskan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat. Peserta didik pada pusat kegiatan belajar masyarakat adalah warga masyarakat yang belajar untuk mengembangkan diri, bekerja dan/atau melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Paragraf 4 Majelis Taklim Pasal 91 (1) Majelis taklim menyelenggarakan pembelajaran agama Islam untuk memenuhi berbagai kebutuhan belajar masyarakat pada jalur pendidikan nonformal. Peserta didik pada majelis taklim adalah masyarakat muslim yang ingin belajar dan mendalami ajaran Islam dan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.

(2)

(2)

(3) Majelis taklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
76461668.doc

61

Paragraf 5 Taman Penitipan Anak dan Kelompok Bermain Pasal 92 (1) Satuan pendidikan anak usia dini jalur nonformal berbentuk taman penitipan anak (TPA), kelompok bermain (KB), atau bentuk lain yang sejenis. (2) Peserta didik TPA atau bentuk lain yang sederajat berusia sejak lahir sampai dengan berusia 6 (enam) tahun. (3) Peserta didik KB atau bentuk lain yang sederajat berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun. Bagian Ketiga Program Pendidikan Pasal 93 Program pendidikan nonformal meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. pendidikan kecakapan hidup; pendidikan anak usia dini; pendidikan kepemudaan; pendidikan pemberdayaan perempuan; pendidikan keaksaraan; pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja; pendidikan kesetaraan; serta pendidikan lainnya. Paragraf 1 Pendidikan Kecakapan Hidup Pasal 94 (1) Pendidikan kecakapan hidup merupakan pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri. Pendidikan kecakapan hidup berfungsi meningkatkan
62

(2)
76461668.doc

kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional untuk menyiapkan peserta didik agar mampu bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri. (3) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan program-program pendidikan nonformal lainnya dan/atau tersendiri. Paragraf 2 Pendidikan Anak Usia Dini Pasal 95 (1) Pendidikan anak usia dini jalur nonformal merupakan seperangkat program pembelajaran yang dilaksanakan secara fleksibel berdasarkan tahap perkembangan anak. (2) Program pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi peserta didik yang berusia 1 (satu) sampai 6 (enam) tahun diselenggarakan dengan mengupayakan kesiapan belajar peserta didik untuk memasuki pendidikan dasar. (3) Program pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terpadu dengan memperhatikan kebutuhan dan kepentingan terbaik anak serta memperhatikan kecerdasan anak. Pengembangan program pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing peserta didik, sosial budaya, serta kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. (5) Pengembangan program pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengintegrasikan kebutuhan peserta didik terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial, termasuk kesejahteraannya. (6) Penyelenggaraan program pendidikan pada PAUD jalur nonformal dapat diintegrasikan dengan progam layanan lain yang sudah berkembang di masyarakat sebagai upaya untuk memperluas layanan PAUD kepada seluruh lapisan masyarakat. (7) Pengelompokan peserta didik untuk program pendidikan pada PAUD jalur nonformal disesuaikan dengan kebutuhan, usia, dan perkembangan anak. Paragraf 3 Pendidikan Kepemudaan
76461668.doc

(4)

63

Pasal 96 (1) Pendidikan kepemudaan merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa. Pendidikan kepemudaan berfungsi mengembangkan potensi pemuda dengan penekanan pada penguatan nilai keimanan dan ketaqwaan, wawasan, kebangsaan, etika dan kepribadian, estetika, ilmu pengetahuan dan teknologi, sikap kewirausahaan, kepeloporan, serta kecakapan hidup bagi pemuda sebagai kader pemimpin bangsa. Peserta didik pendidikan kepemudaan adalah warga masyarakat yang berusia antara 18 (delapan belas) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) tahun. Pendidikan kepemudaan mencakup berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan di bidang keagamaan, etika dan kepribadian, wawasan kebangsaan, organisasi pemuda, kepanduan/kepramukaan, seni dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan dan keolahragaan, kepeloporan, kepemimpinan, palang merah, pecinta alam dan lingkungan hidup, kecakapan hidup, dan kewirausahaan. Paragraf 4 Pendidikan Pemberdayaan Perempuan Pasal 97 (1) Pendidikan pemberdayaan perempuan merupakan pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan.

(2)

(3)

(4)

(2) Pendidikan pemberdayaan perempuan berfungsi meningkatkan kemampuan perempuan dalam pengembangan potensi diri, nilai, sikap, dan estetika perempuan agar mampu memperoleh hak dasar kehidupan yang setara dan adil gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (3) Pendidikan pemberdayaan perempuan bertujuan untuk: a. peningkatan perempuan; kedudukan, harkat, dan martabat

b. peningkatan akses dan partisipasi perempuan terhadap pendidikan; dan c. pencegahan perempuan.
76461668.doc

terhadap

pelanggaran

hak-hak

dasar

64

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan pemberdayaan perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 5 Pendidikan Keaksaraan Pasal 98

(1)

Pendidikan keaksaraan merupakan pendidikan bagi warga masyarakat yang buta aksara latin agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia dan berpengetahuan dasar untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan keaksaraan berfungsi memberikan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia kepada peserta didik, yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

(2)

(3) Peserta didik pendidikan keaksaraan adalah warga masyarakat usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang belum dapat membaca, menulis, berhitung dan/atau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. (4) Pendidikan keaksaraan dilaksanakan pendidikan kecakapan hidup. terintegrasi dengan

Paragraf 6 Pendidikan Keterampilan dan Pelatihan Kerja Pasal 99 (1) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif. (2) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja berfungsi untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional sesuai dengan kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif. (3) Ketentuan mengenai pendidikan keterampilan dan pelatihan
65

76461668.doc

kerja untuk memperoleh, meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi tenaga kerja dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Paragraf 7 Pendidikan Kesetaraan Pasal 100 (1) Pendidikan kesetaraan merupakan program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program Paket A, Paket B, dan Paket C. kesetaraan berfungsi sebagai dasar dan menengah pada layanan jenjang jalur pendidikan

(2) Pendidikan pendidikan nonformal. (3)

Program Paket A berfungsi memberikan pendidikan umum setara SD/MI, yang menekankan pada pengetahuan dan keterampilan fungsional serta sikap dan kepribadian profesional. Peserta didik program Paket A merupakan anggota masyarakat yang berminat menempuh pendidikan setara SD/MI. Program Paket B berfungsi memberikan pendidikan umum setara SMP/MTs, yang menekankan pada pengetahuan dan keterampilan fungsional serta sikap dan kepribadian profesional. Peserta didik program Paket B merupakan anggota masyarakat yang telah lulus program Paket A atau SD/MI yang berminat menempuh pendidikan setara SMP/MTs. Program Paket C berfungsi memberikan pendidikan umum setara SMA/MA, yang menekankan pada pengetahuan dan keterampilan fungsional serta sikap dan kepribadian profesional. Peserta didik program Paket C merupakan anggota masyarakat yang telah lulus program Paket B atau SMP/MTs yang berminat menempuh pendidikan setara SMA/MA. terintegrasi dengan

(4) (5)

(6)

(7)

(8)

(9) Pendidikan kesetaraan dilaksanakan pendidikan kecakapan hidup.

Bagian Ketiga (keempat) Penyetaraan Hasil Pendidikan Pasal 101

76461668.doc

66

(1) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil satuan atau program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah, dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. (2) Proses penilaian penyetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui ujian sesuai yang dipersyaratkan dalam Standar Nasional Pendidikan dan dinyatakan lulus setara dengan lulusan satuan pendidikan formal. (3) Pengakuan hasil pendidikan nonformal dalam bidang tertentu sebagai pengganti mata pelajaran/mata kuliah dilakukan melalui penilaian terhadap bukti penguasaan kompetensi tertentu yang diperoleh dari lembaga pendidikan nonformal. (4) Untuk penempatan pada tingkat dalam satuan pendidikan, hasil pendidikan nonformal diakui sama dengan hasil satuan atau program pendidikan formal melalui tes penempatan dan/atau penilaian portofolio oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian penyetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengakuan hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan tes penempatan dan/atau penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB V PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INFORMAL Pasal 102 (1) Pendidikan informal bertujuan memberikan keyakinan agama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Pendidikan informal mencakup pendidikan yang dilakukan oleh keluarga atau lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. (3) Pendidikan yang dilakukan oleh keluarga mencakup pendidikan yang dilakukan oleh orang tua, anggota keluarga, dan/atau perseorangan yang dilibatkan dalam proses belajar secara mandiri.

76461668.doc

67

(4)

Pendidikan yang dilakukan oleh lingkungan mencakup pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat adat, pendidikan oleh media massa, pendidikan masyarakat melalui berbagai kegiatan hiburan, pendidikan sosial dan budaya melalui interaksi dengan masyarakat, pendidikan alam melalui interaksi dengan alam, dan lain-lain pendidikan yang tidak termasuk dalam jalur formal dan nonformal.

(5) Pendidikan informal dilaksanakan secara bertanggung jawab. (6) Penyampaian informasi atau hiburan oleh media masa atau pihak lain kepada masyarakat harus secara serius mempertimbangkan implikasi pendidikannya. Pemerintah dapat melarang penyampaian informasi atau hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan/atau tujuan pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(7)

Pasal 103 (1) Peserta didik pada pendidikan informal adalah setiap warga masyarakat. (2) Pendidik pada pendidikan informal terdiri dari anggota keluarga, anggota masyarakat, lingkungan sosial, atau lingkungan alam.

(3) Penyelenggaraan pembelajaran pendidikan informal menjadi tanggung jawab setiap orang, keluarga, dan/atau masyarakat.

Pasal 104 (1) Hasil pendidikan informal dapat diakui sama dengan hasil pendidikan formal setelah lulus ujian pada satuan pendidikan formal atau lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah, dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. (2) Hasil pendidikan informal dapat diakui sama dengan hasil pendidikan nonformal setelah lulus ujian atau uji kompetensi pada satuan pendidikan nonformal atau lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah, dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. (3) Untuk penempatan pada tingkat dalam satuan pendidikan formal atau nonformal, hasil pendidikan informal diakui sama melalui tes penempatan dan/atau penilaian portofolio oleh satuan pendidikan formal atau nonformal yang bersangkutan.
76461668.doc

68

(4) Pengakuan sama terhadap hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menentukan: a. status peserta didik pada satuan pendidikan formal atau nonformal tertentu yang dapat dijadikan dasar untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat atau jenjang pada satuan atau program pendidikan yang lebih tinggi; dan kesesuaian persyaratan pada bidang pekerjaan tertentu.

b.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai ujian atau uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta tes penempatan dan/atau penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 105 (1) Peserta didik pendidikan informal dapat mengajukan uji kompetensi untuk menentukan tingkat pendidikan pada satuan atau program pendidikan formal atau nonformal yang terakreditasi. Hasil uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk penempatan sebagai peserta didik pada tingkat satuan atau program pendidikan formal atau nonformal yang bersangkutan. BAB VI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN JARAK JAUH Pasal 106 (1) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. Pendidikan jarak jauh bertujuan meningkatkan dan memeratakan akses masyarakat terhadap pendidikan, serta meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan secara lebih efisien. Pendidikan jarak jauh mempunyai karakteristik terbuka, belajar mandiri, belajar tuntas, dan berbasis teknologi pendidikan. Pasal 107 (1) Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
76461668.doc

(2)

(2)

(3)

69

(2) Penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terpisah dari pendidik secara spasial, belajar secara mandiri, terstruktur, dan terbimbing dengan menggunakan berbagai sumber belajar berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (3) Pendidikan jarak jauh memberikan layanan administrasi, registrasi, tutorial, praktik/praktikum, dan ujian, serta layanan penyediaan dan distribusi bahan ajar dengan sistem operasional berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Pasal 108 (1) (2) Pengorganisasian pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan dalam modus tunggal, ganda, atau konsorsium. Pengorganisasian pendidikan jarak jauh modus tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan hanya secara jarak jauh. Pengorganisasian modus ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan baik secara tatap muka maupun jarak jauh. Pengorganisasian modus konsorsium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk jejaring penyelenggaraan pendidikan jarak jauh secara kolaboratif atau kerja sama secara lintas satuan pendidikan dengan lingkup wilayah nasional dan/atau internasional.

(3)

(4)

(5) Struktur organisasi satuan pendidikan jarak jauh ditentukan berdasarkan modus, cakupan, dan sistem operasional yang diterapkan. Pasal 109 (1) Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan dengan cakupan pendidikan berbasis mata pelajaran, program studi/pendidikan, atau satuan pendidikan. Cakupan pendidikan berbasis mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas untuk 1 (satu) atau beberapa mata pelajaran atau mata kuliah. Cakupan pendidikan berbasis program studi/pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas untuk 1 (satu) program studi/pendidikan secara utuh. Cakupan pendidikan berbasis satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup penyelenggaraan pendidikan

(2)

(3)

(4)

76461668.doc

70

jarak jauh secara utuh pada 1 (satu) satuan pendidikan. Pasal 110 (1) Sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan jarak jauh harus berbasis teknologi komunikasi, informasi, dan media lain serta sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dan standar keamanan komunikasi dan informasi.
(2)

Penyelenggara satuan pendidikan jarak jauh berkewajiban untuk secara mandiri mengembangkan sistem operasional dengan dukungan jaringan radio, jaringan TV, jaringan komputer, dan/atau jaringan komunikasi dan informasi lainnya. Izin penyiaran radio/TV untuk penyelenggaraan pendidikan jarak jauh diberikan oleh menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang penyiaran atas usul Menteri. Pasal 111

(3)

(1)

Pendidikan jarak jauh dilaksanakan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

(2)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan jarak jauh dalam rangka penuntasan wajib belajar dan program pembangunan pendidikan sesuai kebutuhan daerah.
(3)

Pengaturan lebih lanjut tentang penyelenggaraan pendidikan jarak jauh diatur dengan Peraturan Menteri.

76461668.doc

71

BAB VII PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS Bagian Kesatu Umum Pasal 112 Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, serta memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Pasal 113 Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Bagian Kedua Pendidikan Khusus Paragraf 1 Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik Berkelainan Pasal 114 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan berfungsi memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial.

(2) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik seoptimal mungkin dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Pasal 115 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui
76461668.doc

72

satuan pendidikan khusus, program pendidikan terpadu, atau program pendidikan inklusi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai program pendidikan terpadu dan program pendidikan inklusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 116 (6) Pemerintah menyelenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) satuan pendidikan khusus untuk setiap jenis kelainan yang digunakan sebagai model ideal pendidikan khusus bagi peserta didik yang berkelainan. (7) Pemerintah kabupaten/kota sekurangkurangnya menunjuk 1 (satu) satuan pendidikan untuk menyelenggarakan pendidikan khusus secara inklusif apabila pada kabupaten/kota tersebut belum ada satu satuan pendidikan khusus. Pasal 117 Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada jalur formal diselenggarakan melalui satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, satuan pendidikan menengah, dan satuan pendidikan tinggi. Pasal 118 (1) Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan untuk pendidikan anak usia dini dapat berbentuk Taman Penitipan Anak Luar Biasa (TPALB), Kelompok Bermain Luar Biasa (KBLB), atau Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB). (2) Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada jenjang pendidikan dasar terdiri atas: a. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB), atau bentuk lain yang sederajat; b. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Madrasah Tsanawiyah Luar Biasa (MTsLB), atau bentuk lain yang sederajat. (3) Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada jenjang pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Madrasah Aliyah Luar Biasa (MALB), atau
76461668.doc

73

bentuk lain yang sederajat. (4) Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat menggunakan sistem unit. (5) Satuan pendidikan khusus untuk peserta didik berkelainan dapat menyelenggarakan pendidikan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis peserta didik berkelainan.

Pasal 119 (1) Peserta didik pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan yaitu peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial. (2) Kelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autistik; j. gangguan motorik;

k. korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya; dan l. kelainan lainnya.

(3) Kelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat juga berwujud gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis-jenis kelainan di atas yang disebut tunaganda.

Paragraf 2 Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik yang Memiliki


76461668.doc

74

Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa Pasal 120 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. (2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan: a. membentuk manusia berkualitas yang memiliki kecerdasan spiritual, emosional, sosial, dan intelektual serta memiliki ketahanan dan kebugaran fisik; b. membentuk manusia berkualitas yang kompeten dalam pengetahuan dan seni, berkeahlian dan berketerampilan, menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab, serta untuk mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan lebih lanjut dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal 121 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat. (2) Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa: a. program percepatan; b. program pengayaan; atau c. gabungan program percepatan dan program pengayaan. (3) Penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk: a. kelas inklusi; b. kelas khusus; c. satuan pendidikan khusus; atau d. satuan pendidikan inklusi.
76461668.doc

75

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 122

Pemerintah menyelenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) satuan pendidikan khusus untuk dipakai sebagai model ideal pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Pasal 123 (1) Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah peserta didik yang secara ekstrim memiliki potensi jauh di atas rata-rata dalam salah satu atau lebih kemampuan: a. b. c. d. e. akademik; seni; olahraga; kepemimpinan; dan lainnya yang relevan. (2) Penetapan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh ahli yang relevan.

Bagian Ketiga Pendidikan Layanan Khusus

Pasal 121 (1) Pendidikan layanan khusus berfungsi memberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan kepada peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, daerah perbatasan, daerah kepulauan kecil, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. (2) Pendidikan layanan khusus bertujuan membentuk manusia berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik, hidup sehat; memperluas pengetahuan dan seni, memiliki

76461668.doc

76

keahlian dan keterampilan; menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab; serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional. Pasal 122 (1) Pendidikan layanan khusus dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dan nonformal. (2) Penyelenggaraan pendidikan layanan khusus pendidikan formal dapat dilaksanakan melalui: a. madrasah kecil; b. madrasah terbuka; c. jauh; d. madrasah darurat; e. program tugas belajar ke daerah lain yang pelayanan pendidikannya dapat dilaksanakan secara normal; f. g. gabungan dari 2 (dua) atau lebih dari huruf a sampai dengan huruf e; dan/atau bentuk lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. khusus pada jalur penyelenggaraan sekolah atau penyelenggaraan pendidikan jarak penyelenggaraan sekolah atau penyelenggaraan pada jalur atau

sekolah

(3) Penyelenggaraan pendidikan layanan pendidikan nonformal dapat berbentuk:

a. satuan pendidikan kecil untuk kelompok bermain, taman penitipan anak, kelompok belajar, kursus dan pelatihan, dan bentuk satuan pendidikan nonformal lainnya; b. satuan pendidikan darurat untuk kelompok bermain, taman penitipan anak, kelompok belajar, kursus dan pelatihan, dan bentuk satuan pendidikan nonformal lainnya; dan/atau c. satuan pendidikan terbuka untuk kelompok bermain, taman penitipan anak, kelompok belajar, kursus dan pelatihan, dan bentuk satuan pendidikan nonformal lainnya. Pasal 123
76461668.doc

77

(1) (2)

Pemerintah dan pemerintah pendidikan layanan khusus.

daerah

menyelenggarakan

Pembagian beban pembiayaan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri. Masyarakat membantu Pemerintah dan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan layanan khusus. Pasal 124 daerah

(3)

(1)

Peserta didik yang memerlukan pendidikan layanan khusus adalah: a. peserta didik di daerah terpencil dan/atau terbelakang; b. peserta didik di daerah perbatasan; c. peserta didik di daerah kepulauan kecil; d. peserta didik dalam masyarakat adat yang terpencil; e. peserta didik yang berada di daerah yang mengalami bencana alam dan/atau bencana sosial; dan f. peserta didik yang berasal dari keluarga yang tidak mampu dari segi ekonomi. BAB VIII

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BERTARAF INTERNASIONAL DAN PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL Pasal 125 (1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) satuan pendidikan dasar dan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. (2)Pemerintah menunjuk atau mendirikan madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. (3) Pemerintah kabupaten/kota menunjuk atau mendirikan sekurangkurangnya 1 (satu) satuan pendidikan dasar dan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan dasar dan menengah yang bertaraf internasional. (4)Dalam hal pemerintah kabupaten/kota tidak menyelenggarakan
76461668.doc

78

satuan pendidikan dasar dan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan dasar dan menengah yang bertaraf internasional, pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten/kota wajib mendirikannya. (5)Dalam hal pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi tidak menyelenggarakan satuan pendidikan dasar dan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan dasar dan menengah yang bertaraf internasional, Pemerintah bersama pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi wajib mendirikannya. (6)Masyarakat dapat menyelenggarakan satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional setelah memperoleh izin dari Pemerintah atau pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya. Pasal 126 (1) Satuan pendidikan dasar dan menengah bertaraf internasional diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan yang diperkaya dengan standar pendidikan/standar kompetensi negara lain yang mempunyai keunggulan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Satuan pendidikan dasar dan menengah bertaraf internasional menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dan daya saing di forum internasional, serta menunjang pelestarian, pengembangan, dan pembangunan sumberdaya nasional. Pengembangan dengan mengacu standar pendidikan di negara yang memiliki keunggulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui cara penyesuaian atau penambahan terhadap unsur-unsur tertentu yang sudah ada atau belum ada dalam Standar Nasional Pendidikan. Kemampuan dan daya saing lulusan di forum internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjukkan dengan: diterima pada satuan pendidikan bertaraf internasional di dalam negeri atau satuan pendidikan di luar negeri yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya; b. lulus sertifikasi internasional yang dikeluarkan oleh negara lain yang memiliki keunggulan tertentu dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; c. diterima bekerja pada lembaga internasional atau negara lain; dan/atau

(2)

(3)

(4) a.

76461668.doc

79

d. mampu berperan aktif dan berkomunikasi langsung di forum internasional. Pasal 127 Satuan pendidikan dasar dan menengah yang dapat dikembangkan menjadi bertaraf internasional harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. sudah beroperasi sekurang-kurangnya 3 tahun sejak didirikan dan telah meluluskan peserta didik; b. memperoleh akreditasi A dari lembaga akreditasi dalam negeri; c. menerapkan sistem administrasi pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi, termasuk yang berkaitan dengan kurikulum, proses pembelajaran, penilaian, dan perpustakaan; d. melaksanakan kurikulum sesuai standar isi yang diperkaya dengan kurikulum negara lain yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; e. menerapkan Sistem Kredit Semester (SKS) untuk SMP, MTs, SMA, MA, SMK, dan MAK; f. menerapkan standar kelulusan yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan; g. melaksanakan proses pembelajaran yang diperkaya dengan model proses pembelajaran di negara lain yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h. memberlakukan bahasa inggris atau bahasa lain yang sering digunakan dalam forum internasional sekurangkurangnya untuk pembelajaran kelompok mata pelajaran sains, matematika, dan teknologi; i. memenuhi standar penilaian yang diperkaya dengan sistem penilaian pendidikan di negara lain yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sehingga peserta didik memiliki akses untuk mengikuti ujian akhir di negara tersebut; j. mempunyai pendidik yang memiliki sertifikat pendidik dengan kualifikasi akademik magister (S2) dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau rumpun
76461668.doc

80

mata pelajaran yang diampunya, atau guru kelas, atau guru bimbingan dan konseling/konselor, atau bidang nonkependidikan yang relevan, sekurang-kurangnya: 1). 10% untuk SD, MI, atau yang sederajat, 2). 20% untuk SMP, MTs, atau yang sederajat, 3). 30% untuk SMA,MA, atau yang SMK,MAK, atau yang sederajat; sederajat, dan

k. memiliki kepala satuan pendidikan yang memiliki sertifikat pendidik dengan kualifikasi akademik magister (S2) dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya, atau guru kelas, atau guru bimbingan dan konseling/konselor, atau bidang nonkependidikan yang relevan, sekurangkurangnya: 1). telah menempuh pelatihan kepala satuan pendidikan dari lembaga pelatihan yang diakui oleh Pemerintah atau pemerintah daerah, atau memiliki sertifikat kepala sekolah/madrasah; 2). mampu berbahasa Inggris, dan/atau bahasa asing lainnya secara aktif; 3). memiliki visi internasional; dan 4). memiliki jiwa kepemimpinan dan kewirausahaan;

l. mempunyai sarana yang sekurang-kurangnya meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, seta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan; m. mempunyai prasarana yang sekurang-kurangnya meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan; n. khusus sarana dan prasarana yang berwujud: 1). sarana pembelajaran dilengkapi dengan fasilitas teknologi
76461668.doc

81

informasi dan komunikasi di setiap ruang kelas; dan 2). perpustakaan dilengkapi dengan sarana teknologi informasi dan komunikasi yang memberikan akses ke sumber pembelajaran di seluruh dunia;

o. sarana dan prasarana untuk pemeliharaan kesehatan dan pengembangan diri dilengkapi dengan klinik, fasilitas olah raga, fasilitas multi media, dan ruang unjuk seni budaya; dan p. memenuhi standar pembiayaan dengan menerapkan model pembiayaan yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan memperoleh predikat wajar tanpa syarat.

Pasal 128 (1) Satuan pendidikan dasar dan menengah bertaraf internasional wajib menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, sekurang-kurangnya untuk mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia. Pasal 129 (1) Pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan satuan pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan keunggulan potensi daerah/karakteristik daerah dan sosial budaya masyarakat setempat. Pemerintah menunjuk atau mendirikan madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Pemerintah kabupaten/kota menunjuk atau mendirikan sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Dalam hal pemerintah kabupaten/kota tidak menyelenggarakan sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan
82

(2)

(3)

(4)

(5)

76461668.doc

pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal, pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten/kota wajib mendirikannya. (6) Dalam hal pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi tidak menyelenggarakan satuan pendidikan dasar dan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan dasar dan menengah berbasis keunggulan lokal, Pemerintah bersama pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi wajib mendirikannya. Masyarakat dapat menyelenggarakan satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal setelah memperoleh izin dari Pemerintah atau pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya. Pasal 130 (1) Satuan pendidikan dasar dan menengah berbasis keunggulan lokal diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan yang diperkaya dan dikembangkan sesuai dengan potensi daerah/karakteristik daerah dan sosial budaya masyarakat setempat. (2) Satuan pendidikan dasar dan menengah berbasis keunggulan lokal menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan mengolah dan/atau mengembangkan sumber daya lingkungan di daerahnya dan menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomis serta menunjang pelestarian, pengembangan, dan promosi keunggulan lokal. (3) Pengembangan potensi daerah/karakteristik daerah dan sosial budaya masyarakat setempat dilakukan melalui cara penyesuaian atau penambahan terhadap unsur-unsur tertentu yang sudah ada atau belum ada dalam Standar Nasional Pendidikan. Pasal 131 Satuan pendidikan dasar dan menengah yang dapat dikembangkan menjadi berbasis keunggulan lokal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. sudah beroperasi sekurang-kurangnya 3 tahun sejak didirikan dan telah meluluskan peserta didik; b. memperoleh akreditasi dari lembaga akreditasi dalam negeri; c.
76461668.doc

(7)

menerapkan

sistem

administrasi pendidikan berbasis


83

teknologi informasi dan komunikasi, termasuk yang berkaitan dengan kurikulum, proses pembelajaran, penilaian, dan perpustakaan; d. melaksanakan kurikulum sesuai standar isi yang diperkaya sesuai dengan potensi daerah/karakteristik daerah dan sosial budaya masyarakat setempat; e. menerapkan standar kelulusan dengan keunggulan lokal yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan; f. melaksanakan proses pembelajaran dengan memperhatikan potensi daerah/karakteristik daerah dan sosial budaya masyarakat setempat; g. mempunyai pendidik yang memiliki keahlian relevan dengan mata pelajaran keunggulan lokal; dan h. mempunyai sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan relevan dalam mendukung terselenggaranya pendidikan berbasis keunggulan lokal. Pasal 132 Satuan pendidikan dasar dan menengah bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal dapat diselenggarakan dengan model: a. b. c. d. terpadu-satu sistem-satu atap; terpisah-satu sistem-tidak satu atap; terpisah-beda sistem-tidak satu atap; dan keluar-masuk (entry-exit). BAB IX PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN DAN KERJASAMA SATUAN PENDIDIKAN INDONESIA DENGAN SATUAN PENDIDIKAN NEGARA LAIN Pasal 133 (1) Perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat menyelenggarakan satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan/atau satuan pendidikan menengah bagi warga negaranya atas persetujuan Pemerintah. (2) Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh menerima peserta didik warga negara Indonesia.

76461668.doc

84

Pasal 134 (1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bekerja sama dengan lembaga penyelenggara pendidikan Indonesia. Dalam bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepemilikan lembaga asing sebanyak-banyaknya 49% (empat puluh sembilan persen). Dalam bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pendidikan asing wajib mengikutsertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) pendidik warga negara Indonesia. Dalam bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pendidikan oleh lembaga pendidikan asing wajib mengikutsertakan sekurang-kurangnya 80% (delapan puluh persen) tenaga kependidikan warga negara Indonesia. Pasal 135 (1) Bahasa pengantar utama pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan asing adalah bahasa Indonesia. Pendidik dan tenaga kependidikan warga negara asing pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan asing wajib menguasai bahasa Indonesia dan memahami budaya Indonesia. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan asing wajib menerapkan sistem penggajian yang tidak diskriminatif bagi warga negara asing maupun warga negara Indonesia. Pasal 136 (1) Pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 yang menggunakan sistem pendidikan negara lain yang diselenggarakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memperoleh izin dari Menteri. Dalam hal penggunaan sistem pendidikan negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam disiplin ilmu agama, Menteri memberikan izin setelah memperoleh

(2)

(3)

(4)

(5)

(2)

(3)

(2)

76461668.doc

85

pertimbangan dari Menteri Agama. Pasal 137 (1). Penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 136 yang menerima peserta didik warga negara Indonesia wajib memberikan pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia kepada peserta didik warga negara Indonesia. Pendidikan agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajarkan sesuai dengan agama yang dianut peserta didik dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Warga negara Indonesia yang menjadi peserta didik pada satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti Ujian Nasional. Pasal 138 (1) Satuan pendidikan anak usia dini Indonesia dapat menjalin kerja sama akademik dengan satuan pendidikan anak usia dini negara lain. Kerja sama pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan mutu program pendidikan anak usia dini. Kerja sama akademik pada ayat (1) dapat berbentuk: a. b. c. d. (4) sebagaimana dimaksud

(2).

(3).

(2)

(3)

pertukaran guru dan/atau tenaga kependidikan; pemanfaatan bersama berbagai sumberdaya; penyelenggaraan pertemuan ilmiah bersama; dan/atau bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.

Kerja sama penyelenggaraan pendidikan anak usia dini sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) pada tingkat Taman Kanak-kanak atau yang sederajat hanya dapat dilakukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang memiliki satuan pendidikan Taman Kanak-kanak atau yang sederajat berakreditasi A. Pasal 139

(1)

Satuan pendidikan dasar atau satuan pendidikan menengah Indonesia dapat menjalin kerja sama akademik dengan satuan pendidikan sederajat negara lain.
86

76461668.doc

(2)

Kerja sama untuk:

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan

a. meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan dasar atau pendidikan menengah, memperluas jaringan kemitraan untuk kepentingan satuan pendidikan; dan/atau b. menyelenggarakan pendidikan menengah bertaraf internasional. (3) dasar atau pendidikan

Kerja sama akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk: a. b. c. d. e. f. g. h. i. program kembaran; program pemindahan dan perolehan kredit; pertukaran peserta didik; pertukaran guru dan/atau tenaga kependidikan; pemanfaatan bersama berbagai sumberdaya; pemagangan khusus pendidikan menengah kejuruan; penelitian; penyelenggaraan seminar bersama; dan/atau bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.

(4)

Kerja sama satuan pendidikan dasar atau pendidikan menengah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan oleh satuan pendidikan dasar atau pendidikan menengah berakreditasi A. Pasal 140

(3) (4)

Perguruan tinggi Indonesia dapat menjalin kerja sama akademik dan/atau non-akademik dengan perguruan tinggi negara lain. Kerja sama perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: b. meningkatkan pembinaan dan/atau pelaksanaan program pendidikan tinggi, memperluas pengabdian kepada masyarakat oleh perguruan tinggi, dan memperluas jaringan kemitraan untuk kepentingan perguruan tinggi; dan/atau c. menyelenggarakan internasional. pendidikan tinggi bertaraf

76461668.doc

87

(3)

Kerja sama akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. program kembaran; program pemindahan dan perolehan kredit; pertukaran dosen dan/atau mahasiswa; pemanfaatan bersama berbagai sumberdaya; pemagangan; penerbitan jurnal ilmiah; penelitian; pengabdian kepada masyarakat; penyelenggaraan seminar bersama; dan/atau bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.

(4)

Kerja sama pendidikan tinggi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan oleh perguruan tinggi di Indonesia yang lebih dari 60% (enam puluh persen) program studinya berakreditasi A. Kerja sama akademik dengan perguruan tinggi di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b sampai dengan huruf j hanya dapat dilaksanakan oleh program studi di Indonesia yang terakreditasi A. Program studi dari perguruan tinggi di luar negeri yang bekerja sama dengan program studi di Indonesia sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) harus terakreditasi atau diakui di negaranya dan terdaftar di Departemen. Kerja sama non-akademik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk: a. kontrak manajemen; b. pendayagunaan aset; c. usaha penggalangan dana; dan/atau d. jasa dan royalti hak atas kekayaan intelektual.

(5)

(6)

(7)

(8)

Kerja sama non-akademik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh setiap perguruan tinggi yang sudah memiliki izin pendirian dari Departemen.

76461668.doc

88

Pasal 141 (1) Satuan pendidikan nonformal Indonesia dapat menjalin kerja sama akademik dan/atau non-akademik dengan lembaga pendidikan dari negara lain. Kerja sama satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan/atau memperluas jaringan kemitraan untuk kepentingan satuan pendidikan nonformal. Kerja sama sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh satuan pendidikan nonformal yang memiliki izin sesuai peraturan perundang-undangan dan terakreditasi. Pasal 142 (1) Pemerintah mengakui bentuk-bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, 138, 139, 140, dan 141 selama tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan berbagai bentuk kerja sama pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal 143 Pemerintah secara teratur mengadakan evaluasi dan pengawasan terhadap semua bentuk pelayanan pendidikan yang melibatkan partisipasi asing.

(2)

(3)

(2)

BAB X HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA DIDIK Pasal 144 (1)Peserta didik mempunyai hak: a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama; b. memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, kecerdasan, dan kecepatan belajar, serta kebutuhan khususnya; c. memperoleh bantuan fasilitas belajar atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;

76461668.doc

89

d. mendapatkan beasiswa atau biaya pendidikan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat bagi mereka yang berprestasi dan/atau orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikan; e. pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang sederajat atau melanjutkan ke satuan pendidikan yang lebih tinggi; f. memperoleh kemudahan dari pihak terkait untuk menggunakan sarana dan prasarana fisik dan nonfisik untuk menunjang kelancaran pembelajaran; g. ikut serta dalam kegiatan organisasi peserta didik di satuan pendidikan yang bersangkutan; dan h. memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang diikuti termasuk hasil belajar. (2)Selain hak peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), peserta didik pada pendidikan khusus berhak: a. menyelesaikan program pendidikan lebih cepat atau lebih lambat dari waktu yang ditentukan; b. mengikuti pendidikan di luar batas usia yang berlaku bagi peserta didik biasa; dan c. memperoleh jaminan hukum yang sama seperti peserta didik pada umumnya. (3)Selain hak peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), peserta didik pada pendidikan layanan khusus berhak: a. mendapatkan jaminan kelangsungan pendidikan;

b. memperoleh bantuan fasilitas belajar, atau bantuan lain sesuai dengan kemampuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota serta masyarakat; c. menyelesaikan program pendidikan layanan khusus lebih cepat atau lebih lambat dari waktu yang ditentukan. Pasal 145 (1) Selain hak peserta didik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 ayat (1), peserta didik di perguruan tinggi berhak: h. menggunakan kebebasan akademik secara bertanggung jawab untuk menuntut ilmu dan mengkaji ilmu sesuai dengan norma dan etika yang berlaku dalam lingkungan akademik; dan
90

76461668.doc

i.

mengambil mata kuliah di luar program studi baik di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang bersangkutan dan perolehan kreditnya dapat diperhitungkan dalam penyelesaian studi sesuai dengan peraturan akademik yang ditetapkan.

(2)Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. (3) Keterlibatan mahasiswa dalam organisasi di luar perguruan tingginya merupakan tanggung jawab perseorangan yang bersangkutan. (4) Kegiatan mahasiswa dalam organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh mengatasnamakan perguruan tingginya. Pasal 146 (1) Peserta didik berkewajiban menjaga ketentuan sebagai berikut: a. mematuhi semua peraturan yang berlaku; b. menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya; c. menghormati pendidik dan tenaga kependidikan; d. mengikuti proses pembelajaran dengan menjunjung tinggi norma dan etika akademik; e. memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial di antara sesama; f. mencintai keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara, serta menyayangi sesama; g. mencintai lingkungan; h. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban, dan keamanan sekolah; i. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban; dan j. menjaga kewibawaan dan nama baik satuan pendidikan yang bersangkutan. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan bimbingan dan keteladanan pendidik dan tenaga kependidikan, serta pembiasaan peserta didik. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
76461668.doc

91

ayat (2) serta sanksi atas pelanggarannya diatur oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.

BAB XI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Bagian Kesatu Jenis, Tugas, dan Tanggung Jawab Pasal 147 (1) Pendidik mencakup guru, dosen, konselor, pamong belajar, pamong, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususanya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan, yang berfungsi sebagai agen pembelajaran peserta didik. (2) Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. guru bertugas dan bertanggung jawab sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. b. dosen bertugas dan bertanggung jawab sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. c. konselor bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi; d. pamong belajar bertugas dan bertanggung jawab menyuluh, membimbing, mengajar, melatih peserta didik, dan mengembangkan: model program pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal; e. pamong bertugas dan bertanggung jawab membimbing dan melatih anak usia dini pada kelompok bermain, penitipan anak dan bentuk lain yang sejenis;
76461668.doc

92

f. widyaiswara bertugas dan bertanggung jawab mendidik, mengajar dan melatih peserta didik pada program pendidikan dan pelatihan prajabatan dan/atau dalam jabatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; g. tutor bertugas dan bertanggung jawab memberikan bantuan belajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran jarak jauh dan/atau pembelajaran tatap muka pada satuan pendidikan jalur formal dan nonformal; h. instruktur bertugas dan bertanggung jawab memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik pada kursus dan/atau pelatihan; dan i. fasilitator bertugas dan bertanggung jawab memberikan pelayanan pembelajaran pada lembaga pendidikan dan pelatihan. Pasal 148. (1). (2). Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik. Kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi guru dan dosen diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 149 (1). Tenaga kependidikan mencakup pimpinan satuan pendidikan, penilik satuan pendidikan nonformal, pengawas satuan pendidikan formal, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga lapangan pendidikan, tenaga administrasi, psikolog, pekerja sosial, terapis, tenaga kebersihan sekolah, dan sebutan lain untuk petugas sejenis yang bekerja pada satuan pendidikan. Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. pimpinan satuan pendidikan bertugas dan bertanggung jawab mengelola satuan pendidikan pada pendidikan formal atau nonformal; b. penilik bertugas dan bertanggung jawab melakukan pemantauan, penilaian, dan pembinaan pada satuan pendidikan nonformal; c. pengawas bertugas dan bertanggung jawab melakukan
76461668.doc

(2).

93

pemantauan, penilaian, dan pembinaan pada satuan pendidikan anak usia dini jalur formal, satuan pendidikan dasar, dan pendidikan menengah; d. tenaga perpustakaan bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan pengelolaan perpustakaan pada satuan pendidikan; e. tenaga laboratorium bertugas dan bertanggung jawab membantu pendidik mengelola kegiatan praktikum di laboratorium satuan pendidikan; f. teknisi sumber belajar bertugas dan bertanggung jawab mempersiapkan, merawat, memperbaiki sarana dan prasarana pembelajaran pada satuan pendidikan; g. tenaga lapangan pendidikan bertugas dan bertanggung jawab melakukan pendataan, pemantauan, pembimbingan, dan pelaporan pelaksanaan pendidikan nonformal; h. tenaga administrasi bertugas dan bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan administratif pada satuan pendidikan; i. psikolog bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan bantuan psikologis-pedagogis kepada peserta didik dan pendidik pada pendidikan khusus dan pendidikan anak usia dini; j. pekerja sosial bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan bantuan sosiologis-pedagogis kepada peserta didik dan pendidik pada pendidikan khusus dan pendidikan anak usia dini; k. terapis bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan bantuan fisiologis-kinesiologis kepada peserta didik pada pendidikan khusus dan pendidikan anak usia dini; dan l. tenaga kebersihan sekolah bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan kebersihan lingkungan sekolah.

76461668.doc

94

Bagian Kedua Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pasal 150 (1). (2). Pemerintah menetapkan persyaratan pendidik dan tenaga kependidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Pemerintah merencanakan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan pada satuan pendidikan secara nasional. Pemerintah daerah merencanakan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan atas dasar persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rencana kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan daerah masingmasing. Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan sesuai perencanaan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) untuk menjamin pelayanan pendidikan yang bermutu.

(3).

(4).

Pasal 151

(1).

Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dilaksanakan dalam rangka pemerataan dan/atau penjaminan mutu pendidikan. Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh badan hukum pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
95

(2).

(3).

76461668.doc

Bagian Ketiga Pembinaan Karir, Promosi, dan Penghargaan Paragraf 1 Pembinaan Karir Pasal 152 (1). (2). Pemerintah mengembangkan dan menetapkan pembinaan karir pendidik dan tenaga kependidikan. pola

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib melakukan pembinaan karir pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan pola pembinaan karir sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Badan hukum pendidikan masyarakat wajib melakukan pembinaan karir pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya sesuai dengan pola pembinaan karir sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pembinaan karir pendidik dilaksanakan dalam bentuk peningkatan kualifikasi akademik dan/atau kompetensi sebagai agen pembelajaran dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Pembinaan karir tenaga kependidikan dilaksanakan dalam bentuk peningkatan kualifikasi akademik dan/atau kompetensi manajerial dan/atau teknis sebagai tenaga kependidikan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Paragraf 2 Promosi dan Penghargaan Pasal 153

(3).

(4).

(5).

(1).

Pendidik dan tenaga kependidikan dipromosikan atas dasar prestasi kerja, masa kerja berdasarkan kompetensi yang dimiliki, dan/atau penghargaan. Promosi bagi pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk kenaikan pangkat/golongan, kenaikan jabatan, dan/atau bentuk promosi lainnya. Promosi bagi pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2).

(3).

76461668.doc

96

(4).

Promosi bagi pendidik dan tenaga kependidikan yang berkedudukan sebagai pegawai lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dan berstatus bukan pegawai negeri sipil dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan yang ditetapkan oleh badan hukum pendidikan yang bersangkutan, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan. Pasal 154

(1) Penghargaan diberikan:

kepada

pendidik

dan

tenaga

kependidikan

a. pada tingkat nasional oleh Pemerintah; b. pada tingkat provinsi oleh Pemerintah Provinsi; c. pada tingkat Kabupaten/Kota; kabupaten/kota oleh Pemerintah

d. pada tingkat desa oleh pemerintah desa; dan e. pada tingkat satuan pendidikan oleh satuan pendidikan; (2) Penghargaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan dapat diberikan oleh masyarakat dan organisasi profesi pada tingkat internasional, nasional, propinsi, kabupaten/kota, dan/atau tingkat satuan pendidikan. Pasal 155 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan penghargaan kepada pendidik dan/atau tenaga kependidikan teladan yang bertugas di daerah terpencil, daerah konflik, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah tertinggal atau daerah bermasalah lainnya. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan penghargaan kepada pendidik dan/atau tenaga kependidikan yang dinilai berprestasi dan berdedikasi luar biasa. (3) Pemerintah memberikan penghargaan kepada pendidik yang berhasil menulis buku teks bahan belajar dan/atau menemukan teknologi pembelajaran baru yang dinilai bermutu tinggi. (4) Pemerintah memberikan penghargaan kepada pendidik yang hasil penelitiannya memberikan kontribusi terhadap perluasan dan pendalaman kandungan atau penerapan ilmu, teknologi, atau seni. (5) Pendidik atau tenaga kependidikan yang gugur dalam melaksanakan tugas memperoleh penghargaan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dan/atau penyelenggara satuan
76461668.doc

97

pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan. (6) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi, kenaikan pangkat berdasarkan prestasi kerja luar biasa baiknya, kenaikan pangkat bagi yang menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara, piagam, atau bentuk penghargaan lainnya yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (7) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diberikan pada Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Hari Pendidikan Nasional, Hari Guru Nasional, atau hari besar lainnya. Pasal 156 (1). Pemerintah atau pemerintah daerah memberi penghargaan kepada pendidik dan/atau tenaga kependidikan yang dinilai berprestasi, berdedikasi, dan berjasa luar biasa dalam pendidikan. Masyarakat dapat memberi penghargaan kepada pendidik dan/atau tenaga kependidikan yang dinilai berprestasi, berdedikasi, dan berjasa luar biasa dalam pendidikan. Pendidik dan/atau tenaga kependidikan dapat menerima penghargaan dari pihak asing sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Larangan Pasal 157 (1) Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan, kecuali melalui koperasi satuan pendidikan yang: a. tidak mewajibkan peserta didik untuk membelinya; dan b. harganya lebih murah dari harga di pasaran. (2) Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif dilarang memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didiknya dengan memungut biaya. (3) Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan
76461668.doc

(2).

(3).

98

dengan peraturan perundang-undangan. (4) Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan segala sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang menciderai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik. (5) Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang menjadi tim sukses salah satu kontestan pemilihan umum pemilihan kepala daerah dan/atau pemilihan kepala desa.

BAB XII PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN Pasal 158 (1)Syarat-syarat untuk memperoleh izin pendirian satuan pendidikan meliputi: a. isi pendidikan/kurikulum; b. jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan; c. sarana dan prasarana yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran; d.sumber pembiayaan untuk kelangsungan program pendidikan sekurang-kurangnya untuk 1 (satu) tahun akademik berikutnya; dan e. manajemen dan proses pendidikan. (2) Syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Standar Nasional Pendidikan. (3) Syarat manajemen dan proses pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e mencakup: a. hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan dari segi tata ruang, geografis, dan ekologis; b. hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan dari segi prospek pendaftar, keuangan, sosial, dan budaya; c. perimbangan antara jumlah satuan pendidikan dengan penduduk usia satuan pendidikan di wilayah tersebut;

76461668.doc

99

d. jarak satuan pendidikan yang diusulkan di tengah klaster satuan pendidikan sejenis; dan e. kapasitas daya tampung dan lingkup jangkauan satuan pendidikan yang ada. Pasal 159 Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, pendirian satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan harus menyediakan sarana dan prasarana pendidikan khusus yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran bagi peserta didik berkelainan. Pasal 160 (1) Selain memenuhi persyaratan pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, pendirian perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh departemen lain atau lembaga pemerintah nondepartemen, harus memenuhi persyaratan: a. program-program studi yang diselenggarakan secara khas terkait dengan tugas dan fungsi departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen yang bersangkutan; dan b. undang-undang sektor terkait yang menyatakan perlu adanya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan program studi pada perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh departemen lain atau lembaga pemerintah nondepartemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 161 (1). Selain memenuhi persyaratan pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, pendirian satuan pendidikan jarak jauh harus memiliki: a. sumberdaya manusia untuk merancang, menyusun, memproduksi, menyebarluaskan, dan melaksanakan pendidikan jarak jauh; b. dukungan sistem operasional pendidikan jarak jauh serta jaringan kerja sama dengan pihak terkait; c. akses khusus pada jaringan informasi dan komunikasi untuk melaksanakan layanan bahan ajar, pustaka, tutorial, dan ujian secara elektronik;
76461668.doc

100

d. unsur penunjang untuk melaksanakan proses manajerial pendidikan jarak jauh; e. proyeksi ketersediaan calon peserta didik untuk setiap program studi; dan f. akses ke sarana dan prasarana untuk kegiatan tutorial.

(2). Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pendirian satuan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 162 (1) Pendirian TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, SD, MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat, SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat, satuan pendidikan khusus, dan satuan pendidikan nonformal wajib memperoleh izin dari Pemerintah Kabupaten/Kota. (2) Izin pendirian RA, MI, MTs, MA, MAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atau satuan pendidikan lain yang berada dalam pembinaan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi persetujuan dari kantor departemen agama kabupaten/kota. (3)Pendirian satuan pendidikan Indonesia di luar negeri diatur oleh Menteri. (4) Pendirian perguruan tinggi dan/atau program pendidikan jarak jauh pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan wajib memperoleh izin dari Menteri. Pasal 163 (1) Pendirian satuan pendidikan memperoleh izin dari Menteri. oleh lembaga asing wajib

(2) Pendirian satuan pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh lembaga asing hanya diberikan di ibukota provinsi. (3)Ketentuan lebih lanjut tentang pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB XIII PENDIDIKAN LINTAS SATUAN DAN JALUR PENDIDIKAN Pasal 164

76461668.doc

101

Peserta didik dapat belajar atau mengambil program-program pendidikan pada jenis dan jalur pendidikan yang berbeda secara terpadu dan berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan jalur pendidikan. Pasal 165 (1) Peserta didik TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB, atau bentuk lain yang sederajat dapat: a. b. pindah satuan atau program pendidikan; atau mengambil program atau mata pelajaran pada jenis dan/atau jalur pendidikan yang sama atau berbeda sesuai dengan persyaratan akademik satuan pendidikan penerima. Peserta didik nonformal dan informal dapat: a. b. pindah ke satuan atau program pendidikan; atau mengambil program atau mata pelajaran pada jenis dan/atau jalur pendidikan yang sama atau berbeda sesuai dengan persyaratan akademik satuan pendidikan penerima.

(2)

(3)

Perpindahan satuan atau program pendidikan atau pengambilan program atau mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui tes penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang dituju. Satuan pendidikan umum yang menerima peserta didik dari satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan Pemerintah dan pemerintah daerah harus menyediakan guru pembimbing khusus serta sarana dan prasarana pendidikan khusus yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran bagi peserta didik berkelainan. Ketentuan lebih lanjut tentang pindah satuan atau program pendidikan atau pengambilan program atau mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturama Menteri.

(4)

(5)

Pasal 166 (1) Peserta didik suatu program studi pada perguruan tinggi tertentu dapat mengambil mata kuliah pada program studi yang sama atau berbeda pada perguruan tinggi yang sama atau perguruan tinggi lain yang terakreditasi.
102

76461668.doc

(2)

Peserta didik suatu program studi pada perguruan tinggi tertentu dapat pindah program studi yang sama atau berbeda pada perguruan tinggi yang sama atau perguruan tinggi lain yang terakreditasi sesuai persyaratan akademik program studi penerima. Satuan kredit semester (sks) yang diperoleh peserta didik atau lulusan program studi tertentu dapat ditransfer untuk memenuhi persyaratan beban sks program studi lain. Kompetensi yang diperoleh peserta didik dari suatu satuan atau program pendidikan nonformal terakreditasi dapat diperhitungkan untuk memenuhi sks program studi yang diambil. Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.

(3)

(4)

(5)

BAB XIV PERANSERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Fungsi Pasal 167 Peranserta masyarakat dalam pendidikan berfungsi meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Bagian Kedua Komponen Peranserta Masyarakat Pasal 168 (1) Peranserta masyarakat dalam pendidikan meliputi peranserta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan
103

(2)

(3)
76461668.doc

pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat. (4)

(1)

berupa

Peranserta masyarakat dalam pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup partisipasi dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan yang dilaksanakan melalui: a. b. dewan pendidikan tingkat nasional untuk semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; dewan pendidikan tingkat provinsi dan kabupaten/kota dan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis pada jalur pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pada pendidikan anak usia dini; majelis wali amanah pada jalur pendidikan formal jenjang pendidikan tinggi; dan dewan pendidikan tingkat provinsi dan kabupaten/kota dan komite pendidikan nonformal pada jalur pendidikan nonformal. Pasal 169

c. d.

(1)

Peranserta perseorangan, kelompok, dan keluarga sebagai sumber pendidikan dapat berupa kontribusi pendidik dan tenaga kependidikan, dana, sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan kepada satuan pendidikan baik formal maupun nonformal. Peranserta organisasi profesi sebagai sumber pendidikan dapat berupa penyediaan tenaga ahli dalam bidangnya dan narasumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal maupun nonformal. Peranserta pengusaha sebagai sumber pendidikan dapat berupa penyediaan fasilitas sarana dan prasarana pendidikan, sumbangan dana, pemberian beasiswa kepada peserta didik, dan narasumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal maupun nonformal. Peranserta organisasi kemasyarakatan sebagai sumber pendidikan dapat berupa pemberian beasiswa kepada peserta didik, dan narasumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal maupun nonformal secara terus menerus maupun sesekali waktu.

(2)

(3)

(4)

Pasal 170
76461668.doc

104

(1)

Peranserta perseorangan, kelompok, atau keluarga sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa partisipasi dalam pengelolaan pendidikan. Peranserta organisasi profesi sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa pembentukan lembaga evaluasi dan/atau lembaga akreditasi mandiri. Peranserta pengusaha sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa pelaksanaan sistem magang, pendidikan sistem ganda, dan/atau kerja sama produksi dengan satuan pendidikan sebagai institusi pasangan. Peranserta organisasi kemasyarakatan sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa penyelenggaraan, pengelolaan, pengawasan, dan pembinaan satuan pendidikan. Pasal 171

(2)

(3)

(4)

(1)

Peranserta pengusaha sebagai pengguna hasil pendidikan dapat berupa kerja sama pengusaha dengan satuan pendidikan dalam penyediaan lapangan kerja bagi para lulusan, pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan dari satuan pendidikan tinggi, dan kerja sama pengembangan jaringan informasi kebutuhan dunia usaha dan dunia industri. Pengusaha atau perusahaan dapat menyelenggarakan program riset dan pengembangannya bekerja sama dengan perguruan tinggi di perusahaannya atau di perguruan tinggi yang bersangkutan.

(2)

Bagian Ketiga Pendidikan Berbasis Masyarakat Pasal 172 (1) Pendidikan berbasis masyarakat dilaksanakan pada satuan pendidikan formal dan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat pada semua jenjang dan jenis pendidikan. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosialekonomi, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Pasal 173 Kurikulum, evaluasi, manajemen, dan pendanaan satuan pendidikan formal dan nonformal dengan kekhasan agama, lingkungan sosioekonomi, dan budaya dikembangkan oleh satuan pendidikan
76461668.doc

(2)

105

sesuai dengan kekhasan masing-masing dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Pasal 174 (1) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat pada jalur pendidikan formal dan nonformal dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumberdaya lain secara adil dan merata dari Pemerintah, dan/atau bantuan asing. Bantuan teknis, subsidi dana, dan sumberdaya lainnya secara adil dan merata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perlakuan yang sama dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah pada satuan-satuan pendidikan dan daerahdaerah yang membutuhkan bantuan tersebut sesuai kemampuan Pemerintah dan pemerintah daerah . Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara bantuan teknis, subsidi dana, dan sumberdaya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

(2)

(3)

Bagian Keempat Dewan Pendidikan Pasal 175 (1) Dewan Pendidikan Nasional berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan dan arahan, dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan kepada Menteri, dalam proses perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi hasil pendidikan di tingkat nasional. Dewan Pendidikan Provinsi berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan dan arahan, dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan kepada gubernur, dalam proses perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi hasil pendidikan di tingkat provinsi. Dewan Pendidikan Kabupaten/kota berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan dan arahan, dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan kepada bupati/walikota, dalam proses perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi hasil pendidikan di tingkat kabupaten/kota. Pasal 176
76461668.doc

(2)

(3)

106

(1)

Dewan pendidikan harus peka dalam memperhatikan keluhan, saran, kritik dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan pendidikan. Dewan pendidikan menyelenggarakan pertemuan dengan masyarakat dalam rangka memperhatikan aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun. Pasal 177

(2)

(1) (2)

Dewan pendidikan dibentuk provinsi, dan kabupaten/kota.

pada

tingkat

nasional,

Dewan pendidikan tidak mempunyai hubungan hirarkhis baik antara Dewan Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/kota, maupun dengan lembaga pemerintahan. Dewan Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/kota memiliki hubungan koordinasi satu sama lain dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Dewan pendidikan dapat mengadakan koordinasi dan kerja sama dengan Majelis Wali Amanah, komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis, kepala satuan pendidikan, dan/atau pihak-pihak yang dibutuhkan dalam rangka mengupayakan peningkatan mutu layanan pendidikan.

(3)

(4)

Pasal 178 (1) Keanggotaan dewan pendidikan berasal dari pakar pendidikan, praktisi pendidikan, tokoh masyarakat, pengusaha, organisasi profesi dan organisasi sosial kemasyarakatan yang peduli pendidikan. Masa jabatan keanggotaan dewan pendidikan adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali 1 (satu) kali masa jabatan. Anggota dewan pendidikan diberhentikan sewaktu-waktu apabila: a. b. c.
76461668.doc

(2) (3)

melakukan perbuatan pidana kejahatan; mengundurkan diri; meninggal dunia; atau

107

d.

tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap. Pasal 179

(1)

Organisasi dan kepengurusan Dewan Pendidikan Nasional ditetapkan oleh Menteri, Dewan Pendidikan Provinsi ditetapkan oleh gubernur, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota. Susunan kepengurusan dewan pendidikan paling sedikit terdiri atas ketua dewan, sekretaris, bendahara, dan ketua-ketua komisi. Anggota dewan pendidikan harus berjumlah gasal. Anggota Dewan Pendidikan Nasional berjumlah paling banyak 23 (dua puluh tiga) orang, Dewan Pendidikan Provinsi berjumlah paling banyak 17 (tujuh belas) orang, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/kota berjumlah paling banyak 13 (tiga belas) orang. Pembentukan komisi-komisi pendidikan sesuai dengan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, dewan pendidikan membentuk sekretariat dan dapat mengikutsertakan tenaga ahli untuk membantu kegiatan komisi-komisi pendidikan. Pasal 180

(2)

(3) (4)

(5) (6)

(1)

Pemilihan anggota dewan pendidikan diselenggarakan oleh panitia yang dibentuk oleh Menteri untuk tingkat nasional, gubernur untuk tingkat provinsi, dan bupati/walikota untuk tingkat kabupaten/kota. Panitia pemilihan anggota dewan pendidikan bekerja secara independen yang terdiri atas: a. 7 (tujuh) orang untuk tingkat nasional dengan komposisi 3 (tiga) pakar/tokoh pendidikan, 2 (dua) tokoh masyarakat, dan 2 (dua) wakil Departemen Pendidikan Nasional (eksekutif); 5 (lima) orang untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan komposisi 2 (dua) pakar/tokoh pendidikan, 2 (dua) tokoh masyarakat, dan 1 (satu) wakil Dinas Pendidikan (eksekutif); dan Ketua dan sekretaris panitia pemilihan dipilih dari dan oleh para anggota.

(2)

b.

c.

76461668.doc

108

Pasal 181 (1) Panitia pemilihan dewan pendidikan menerima masukan dari masyarakat tentang calon anggota dewan pendidikan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari dan selama-lamanya 60 (enam puluh) hari. Atas dasar daftar nama calon anggota dewan pendidikan yang diidentifikasikannya dan yang merupakan masukan masyarakat, panitia pemilihan dewan pendidikan mengusulkan daftar calon anggota dewan pendidikan kepada pejabat yang berwenang, sekurang-kurangnya 2 (dua) kali jumlah anggota dewan pendidikan. Panitia pemilihan Dewan Pendidikan Nasional melaporkan hasil pemilihan calon anggota Dewan Pendidikan Nasional kepada Menteri, panitia pemilihan Dewan Pendidikan Provinsi melaporkan hasil pemilihan calon anggota Dewan Pendidikan Provinsi kepada gubernur, dan panitia pemilihan Dewan Pendidikan Kabupaten/kota menyampaikan hasil pemilihan calon anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/kota kepada bupati/walikota. Menteri memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Nasional atas dasar hasil pemilihan calon anggota Dewan Pendidikan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3), gubernur memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Provinsi atas dasar hasil pemilihan calon anggota Dewan Pendidikan Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bupati/walikota memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/kota atas dasar hasil pemilihan calon anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Kepengurusan dewan pendidikan dipilih oleh dan dari anggota dewan pendidikan masing-masing. Prosedur pemilihan anggota dan kepengurusan dewan pendidikan diinformasikan secara luas kepada masyarakat oleh panitia. Setelah terbentuk kepengurusan, dewan pendidikan wajib menyusun program kerja yang memuat antara lain tentang perencanaan, evaluasi program pendidikan, pertimbangan dan arahan, dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Pasal 182 (1) Pendanaan dewan pendidikan nasional dapat berasal dari APBN atau sumber lain yang tidak mengikat.

(2)

(3)

(4)

(5) (6)

(7)

76461668.doc

109

(2)

Pendanaan dewan pendidikan provinsi dan dewan pendidikan kabupaten/kota dapat berasal dari APBD atau sumber lain yang tidak mengikat. Pasal 183

(1) (2)

Dewan pendidikan bertanggung jawab kepada publik. Mekanisme pertanggungjawaban dewan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui media komunikasi yang diterbitkan, brosur yang dicetak, atau media lain, dan disebarkan kepada masyarakat. Kegagalan dewan pendidikan dalam pertanggungjawaban publik sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2) dapat berakibat pemberhentian ketua dan/atau anggota dewan pendidikan oleh pejabat yang menetapkannya. Bagian Kelima Komite Sekolah/Madrasah Paragraf 1 Fungsi dan Sifat Pasal 184

(3)

(1) (2)

Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis merupakan mitra satuan pendidikan yang bekerja secara mandiri. Fungsi komite sekolah/madrasah adalah: a. b. c. d. e. memberikan pertimbangan kepada satuan pendidikan dalam pengelolaan pendidikan; memberikan dukungan sumberdaya pendidikan kepada satuan pendidikan; mengawasi penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan; menjadi mediator yang melibatkan pendidik dan tenaga kependidikan; dan menjadi mediator hubungan satuan pendidikan dengan berbagai kelompok kepentingan di masyarakat dalam rangka peningkatan mutu pelayanan pendidikan.

(3)

Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis tidak mempunyai hubungan hirarkhis dengan dewan pendidikan
110

76461668.doc

maupun dengan lembaga pemerintahan. (4) Komite sekolah/madrasah dapat mengadakan koordinasi dan kerja sama dengan dewan pendidikan, kepala satuan pendidikan atau pihak-pihak yang dibutuhkan dalam rangka mengupayakan peningkatan mutu layanan pendidikan. Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis menyampaikan laporan akhir masa jabatan kepada orang tua/wali peserta didik, kepala satuan pendidikan, dan/atau pihakpihak yang terkait. Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis dibentuk di satuan pendidikan atau gabungan satuan pendidikan formal atau pada pendidikan nonformal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Bagi satuan pendidikan yang memiliki peserta didik kurang dari 200 (dua ratus) maka komite sekolah/madrasahnya dapat bergabung dengan komite sekolah/madrasah dari satuan pendidikan lain. Pasal 185 (1) Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis harus peka dalam memperhatikan keluhan, saran dan kritik, serta menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam upaya peningkatan mutu layanan pendidikan. Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis menyelenggarakan pertemuan dengan masyarakat dalam rangka memperhatikan aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun. Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis berperan memberikan pertimbangan dan arahan, dukungan tenaga, sarana dan prasarana kepada penyelenggara satuan pendidikan, kepala satuan pendidikan, atau pihak-pihak yang relevan dalam proses perencanaan, penyelenggaraan, evaluasi hasil pendidikan, dan pengawasan pendidikan di tingkat sekolah. Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis sebagai perwakilan masyarakat menilai pertanggungjawaban kepala satuan pendidikan. Untuk keperluan pertanggungjawaban sebagaiamana dimaksud pada ayat (4) di bidang keuangan, komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis dapat menunjuk akuntan publik.

(5)

(6)

(7)

(2)

(3)

(4)

(5)

76461668.doc

111

(6)

Tata cara peranserta komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis dalam evaluasi dan pengawasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis bersama Pemerintah atau dewan pendidikan dapat menyebarluaskan hasil pengawasan secara terbuka sebagai bentuk akuntabilitas publik.

(7)

Paragraf 2 Keanggotaan Pasal 186

(1)

Komite sekolah/madrasah sekurang-kurangnya terdiri atas anggota masyarakat yang mewakili orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, praktisi pendidikan, dan pendidik, yang memiliki wawasan, kepedulian dan komitmen terhadap peningkatan mutu pendidikan. Masa bakti anggota komite sekolah/madrasah adalah 4 (empat) tahun. Keanggotaan komite sekolah/madrasah maksimal 2 (dua) masa bakti. Anggota komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis tidak boleh merangkap sebagai pejabat kepala satuan pendidikan, pejabat struktural dalam pemerintahan, atau fungsionaris partai politik. Anggota komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis dapat diberhentikan sewaktu-waktu karena: a. melakukan perbuatan pidana kejahatan; dan b. melanggar ketentuan anggaran dasar.

(2) (3) (4)

(5)

(6)

Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam anggaran dasar komite sekolah/madrasah. Paragraf 3 Persyaratan Anggota Pasal 187

76461668.doc

112

(1)

Persyaratan untuk menjadi anggota komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis adalah anggota masyarakat yang mempunyai pengalaman, komitmen, dan tanggung jawab dalam meningkatkan pemerataan, mutu, relevansi, dan efisiensi pada penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Anggota komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis berasal dari perseorangan atau perwakilan organisasi. Paragraf 4 Struktur Organisasi dan Kepengurusan Pasal 188

(2)

(1)

Organisasi dan kepengurusan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah ditetapkan oleh bupati/walikota. Organisasi dan kepengurusan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis pada jenjang dasar dan pendidikan menengah yang dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi menjadi bertaraf internasional ditetapkan oleh gubernur. Susunan kepengurusan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis sekurang-kurangnya terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota. Jumlah anggota komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis harus gasal, disesuaikan dengan kebutuhan, dan jumlahnya sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang. Masa jabatan kepengurusan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali maksimal 2 (dua) kali secara berturut-turut. Masa kepengurusan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berakhir sebelum 4 (empat) tahun dan dapat diangkat pengurus pengganti. Paragraf 5 Mekanisme Pemilihan Pasal 189

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(1)

Pemilihan anggota komite sekolah/madrasah diselenggarakan oleh panitia yang dibentuk oleh kepala satuan pendidikan dan orang tua/wali peserta didik.

76461668.doc

113

(2)

Panitia pemilihan anggota komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis bekerja secara independen yang terdiri atas 5 (lima) orang yaitu 2 (dua) unsur pendidik (guru), 2 (dua) unsur orangtua/wali peserta didik (masyarakat), dan 1 (satu) unsur , dan diketuai oleh unsur masyarakat. Pemilihan kepengurusan komite sekolah/madrasah dipilih dari dan oleh anggota komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis masing-masing. Panitia menyampaikan nama anggota dan susunan kepengurusan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis hasil pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) kepada kepala sekolah untuk ditetapkan, dan dilaporkan kepada kantor dinas yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan sesuai kewenangannya. Proses pemilihan dari awal sampai terbentuknya anggota komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis diinformasikan kepada masyarakat oleh panitia.

(3)

(4)

(5)

Paragraf 6 Pendanaan Pasal 190 (1) Pendanaan operasional komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis dapat berasal dari anggaran pendapatan dan belanja sekolah/madarasah dan sumber lain yang tidak mengikat. Pengurus komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis bersama masyarakat mengusahakan pencarian sumber dana bagi komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis.

(2)

Pasal 191 (1) (2) Komite sekolah/madrasah bertanggung jawab kepada publik. Mekanisme pertanggungjawaban komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui media komunikasi yang diterbitkan, brosur yang dicetak, atau media lain, dan disebarkan kepada masyarakat. Kegagalan komite sekolah/madrasah dalam pertanggungjawaban publik sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2) dapat berakibat pemberhentian ketua dan/atau anggota komite sekolah/madrasah oleh pejabat yang menetapkannya.
114

(3)

76461668.doc

Bagian Keenam Larangan Pasal 192 (1) Dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis, baik secara perseorangan maupun kolektif dilarang memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak dengan memungut biaya. Dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang mengintervensi seleksi calon peserta didik dan proses pembelajaran, serta tidak membebani atau mengambil keuntungan dari satuan pendidikan. Dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan segala sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang menciderai integritas evaluasi hasil belajar. BAB XV PENGAWASAN Pasal 193

(2)

(3)

(4)

(5)

(1)

Pengawasan penyelenggaraan dan pegelolaan pendidikan mencakup pengawasan administratif dan teknis edukatif. Pemerintah melakukan pengawasan secara nasional terhadap penyelenggaraan dan pegelolaan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pemerintah Provinsi melakukan pengawasan
115

(2)

(3)
76461668.doc

terhadap penyelenggaraan dan pegelolaan pendidikan dasar dan pendidikan menengah bertaraf internasional, serta pendidikan lintas kabupaten/kota di dalam wilayah provinsi tersebut. (4) Pemerintah Kabupaten/Kota pengawasan terhadap penyelenggaraan dan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan nonformal di wilayahnya. Pasal 194 (1) Pemerintah melakukan pengawasan secara langsung memperhatikan hasil pengawasan yang dilakukan Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota. dan oleh melakukan pegelolaan pendidikan

(2) Dalam hal hasil pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota, oleh Pemerintah diduga meragukan, maka Pemerintah melakukan pengawasan ulang. (3) Dalam hal hasil pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota, oleh Pemerintah dipandang kredibel, maka Pemerintah menindaklanjuti hasil pengawasan tersebut. (4) Pemerintah provinisi menjalankan tugas pengawasan atas dasar hasil pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. (5) Dalam hal hasil pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, oleh Pemerintah Provinsi diduga meragukan, maka Pemerintah melakukan pengawasan ulang. (6) Dalam hal hasil pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, oleh Pemerintah Provinsi dipandang kredibel, maka Pemerintah menindaklanjuti hasil pengawasan tersebut. (7) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugas pengawasan dapat menunjuk lembaga pengawasan/pemeriksaan independen. Pasal 195 (1) Dewan pendidikan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan dan pegelolaan pendidikan pada semua satuan pendidikan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangannya. (2) Komite sekolah/madrasah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan dan pegelolaan pendidikan pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
76461668.doc

116

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diinformasikan kepada masyarakat yang berkepentingan secara terbuka sebagai bentuk akuntabilitas publik. Pasal 196 (1) Pengawasan oleh Pemerintah dilakukan dengan cara: a. memeriksa, menguji, menilai, mengusut, mengevaluasi, memantau, dan/atau melakukan inspeksi mendadak terhadap objek yang diawasi. meneliti, menguji, memeriksa, dan/atau menilai informasi aduan masyarakat tentang hambatan, penyimpangan, dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan dan pegelolaan pendidikan.

b.

(2)

Objek pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. unit kerja di lingkungan Departemen; departemen lain yang menyelenggarakan pendidikan; lembaga pemerintah menyelenggarakan pendidikan; Pemerintah Provinsi; Pemerintah Kabupaten/Kota; satuan pendidikan; program pendidikan; badan hukum pendidikan; dewan pendidikan; komite sekolah/madrasah; keluarga atau anggota/kelompok melaksanakan pendidikan informal; atau masyarakat yang nondepartemen yang

pihak lain yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pegelolaan pendidikan.

(3)

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dapat berbentuk pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus, pemeriksaan tematik, pemeriksaan investigatif, dan/atau pemeriksaan terpadu.

76461668.doc

117

(4)

Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaporkan kepada Menteri dan objek yang diawasi. Pasal 197

(1)

Pengawasan oleh Pemerintah Provinsi dilakukan dengan cara: a. memeriksa, menguji, menilai, mengusut, mengevaluasi, memantau, dan/atau melakukan inspeksi mendadak terhadap objek yang diawasi. meneliti, menguji, memeriksa, dan/atau menilai informasi aduan masyarakat tentang hambatan, penyimpangan, dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan dan pegelolaan pendidikan.

b.

(2)

Objek pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah: a. b. c. d. e. f. unit kerja di bawah gubernur; unit-unit perwakilan departemen lain di provinsi menyelenggarakan atau mengelola pendidikan; Pemerintah Kabupaten/Kota; satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal; dasar, yang

program pendidikan pada satuan pendidikan menengah dan pendidikan nonformal; penyelenggara pendidikan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal; badan hukum pendidikan yang melaksanakan atau menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau pendidikan menengah; dewan pendidikan tingkat provinsi pendidikan tingkat kabupaten/kota; komite sekolah/madrasah; keluarga atau anggota/kelompok melaksanakan pendidikan informal; lembaga akreditasi mandiri dan/atau asosiasi profesi; yang masyarakat dibentuk yang dan/atau dewan

g.

h. i. j. k. l.

masyarakat

lembaga evaluasi pendidikan mandiri yang dibentuk oleh


118

76461668.doc

masyarakat dan/atau asosiai profesi; atau m. pihak lain yang terlibat dalam pegelolaan pendidikan, sesuai Pemerintah Provinsi. penyelenggaraan dan dengan kewenangan

(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dapat berbentuk pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus, pemeriksaan tematik, pemeriksaan investigatif, dan/atau pemeriksaan terpadu. (4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaporkan kepada gubernur, Menteri, dan objek yang diawasi. Pasal 198 (1) Pengawasan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dilakukan dengan cara: a. memeriksa, menguji, menilai, mengusut, mengevaluasi, memantau, dan/atau melakukan inspeksi mendadak terhadap objek yang diawasi. b. meneliti, menguji, memeriksa, dan/atau menilai informasi aduan masyarakat tentang hambatan, penyimpangan, dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan dan pegelolaan pendidikan. (2) Objek pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah: a. b. c. d. e. f. g. h. unit kerja di bawah bupati/walikota; unit-unit perwakilan departemen lain di kabupaten/kota yang menyelenggarakan atau mengelola pendidikan; satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan nonformal; program pendidikan pada satuan pendidikan nonformal; penyelenggara pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan nonformal; badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar; melaksanakan atau

dewan pendidikan tingkat kabupaten/kota; komite sekolah/madrasah;

76461668.doc

119

i. j.

keluarga atau anggota/kelompok melaksanakan pendidikan informal; atau

masyarakat

yang

pihak lain yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pegelolaan pendidikan, sesuai dengan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota.

(3)

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dapat berbentuk pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus, pemeriksaan tematik, pemeriksaan investigatif, dan/atau pemeriksaan terpadu. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ayat (2), dan ayat (3) dilaporkan kepada bupati/walikota, gubernur, Menteri, dan objek yang diawasi.

(4)

Pasal 199 (1) Pengawasan oleh dewan pendidikan dilakukan dengan cara: a. b. menilai, mengevaluasi, dan/atau memantau terhadap objek yang diawasi sesuai dengan kewenangannya. meneliti dan/atau menilai informasi aduan masyarakat tentang hambatan, penyimpangan, dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan dan pegelolaan pendidikan.

(2)

Objek pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah: a. satuan pendidikan; b. program pendidikan pada satuan pendidikan;

c. penyelenggara pendidikan; d. e. f. g. (3) badan hukum pendidikan; komite sekolah/madrasah; keluarga atau anggota/kelompok masyarakat melaksanakan pendidikan informal; dan/atau pihak lain yang terlibat pegelolaan pendidikan. dalam penyelenggaraan yang dan

Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan kepada:

76461668.doc

120

a. b. c. d.

menteri, untuk dewan pendidikan provinsi, dan kabupaten/kota;

tingkat

nasional,

gubernur, untuk dewan pendidikan tingkat provinsi dan kabupaten/kota; bupati/walikota, kabupaten/kota; dan untuk dewan pendidikan tingkat

objek yang diawasi.

Pasal 200 (1). Pengawasan oleh komite sekolah/madrasah dilakukan dengan cara: a. menilai, mengevaluasi, dan/atau memantau terhadap objek yang diawasi. b. meneliti dan/atau menilai informasi aduan masyarakat tentang hambatan, penyimpangan, dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan dan pegelolaan pendidikan. (2). Objek pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah: a. satuan pendidikan yang bersangkutan; dan/atau b. program pendidikan bersangkutan; pada satuan pendidikan yang

(3). Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan kepada: a. dinas yang kabupaten/kota; menangani urusan pendidikan di

b. badan hukum pendidikan; dan c. objek yang diawasi. Pasal 201 (1). Menteri mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan tindak lanjut pengawasan sebagaimana dimaksud
76461668.doc

121

pada Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200. (2). Pengawasan digunakan oleh pihak penerima laporan pengawasan untuk: a. masukan dalam perencanaan pendidikan; b. masukan dalam pelaksanaan rencana pendidikan; c. menilai kinerja objek yang diawasi; d. memberikan penghargaan atas kinerja objek diawasi; yang

e. memberikan sanksi atas penyimpangan administratif dan/atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh objek yang diawasi baik individu ataupun kelembagaan.

BAB XVI SANKSI Pasal 202 (1). Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menutup satuan pendidikan dan/atau program pendidikan yang beroperasi tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan Pasal 160. (2). Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat menutup satuan pendidikan dan/atau program pendidikan yang telah memperoleh izin pendirian dan/atau izin penyelenggaraan dari pihak yang berwenang tetapi terbukti tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160, Pasal 161, Pasal 162, dan Pasal 163.

Pasal 203

(1)

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan, penggabungan atau penutupan satuan pendidikan, program pendidikan, satuan pendidikan, dan/atau badan hukum pendidikan yang melaksanakan pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, 26, 28, 29, 30, 31, 36, 42, 50, 55, 62, 64, 68, 74, 82, 98,
122

76461668.doc

101, 107, 108, 118, 125, 126, 130, 136, 137, 138, 139, 140, 142, 144, 145, 151, 152, 157, 158, 159, 160, 161, 165 dan Pasal 164. (2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat menunda atau membatalkan pemberian subsidi sumberdaya pendidikan kepada satuan pendidikan, program pendidikan, dan/atau badan hukum pendidikan yang melaksanakan pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, 26, 28, 29, 30, 31, 36, 42, 50, 55, 62, 64, 68, 74, 82, 98, 101, 107, 108, 118, 125, 126, 130, 136, 137, 138, 139, 140, 142, 144, 145, 151, 152, 157, 158, 159, 160, 161, 165 dan Pasal 164.

Pasal 204 (1) Pimpinan perguruan tinggi yang melanggar ketentuan Pasal 68 diberi sanksi oleh pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam hal pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalaikan ketentuan ayat (1), Menteri berwenang memberhentikan pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan dari jabatannya. Perseorangan atau kelompok anggota sivitas akademika perguruan tinggi yang melaksanakan kebebasan akademik dan/atau otonomi keilmuan yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 70, dikenakan sanksi administratif oleh perguruan tinggi yang bersangkutan berupa teguran tertulis dan/atau diberhentikan dari jabatannya atau diberhentikan dari status kepegawaiannya di perguruan tinggi yang bersangkutan. Dalam hal perguruan tinggi tidak melakukan pemberhentian sebagaimana dimasuk pada ayat (3), Menteri berwenang memberhentikan yang bersangkutan dari jabatannya, atau memberhentikan yang bersangkutan dari status kepegawaiannya di perguruan tinggi. Perguruan tinggi atau unit dari perguruan tinggi yang melaksanakan kebebasan akademik dan/atau otonomi keilmuan yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, dikenakan sanksi sanksi administratif oleh Pemerintah berupa teguran tertulis, pembekuan, penutupan, dan/atau dicabut izin penyelenggaraannya. Pemerintah dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan, dan/atau penutupan perguruan tinggi yang melaksanakan dharma perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan
123

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

76461668.doc

Pemerintah ini.

Pasal 205 (1). Satuan pendidikan dapat memberikan sanksi administratif berupa peringatan, skorsing, dan/atau mengeluarkan dari satuan pendidikan terhadap peserta didik yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 144. Anggota komite sekolah/madrasah, organisasi orang tua peserta didik, dewan pendidikan, institusi Pemerintah, dan yang menangani pendidikan, serta pihak lain yang terkait dengan satuan pendidikan secara perseorangan ataupun kolektif yang melanggar ketentuan Pasal 187 dikenakan sanksi teguran secara tertulis dari Pemerintah Kabupaten/Kota atau Pemerintah Provinsi sesuai dengan kewenangannya. Pasal 206 Perseorangan, kelompok, atau organisasi, yang melaksanakan pendidikan informal baik disengaja maupun tidak disengaja yang melanggar ketentuan Pasal 97 dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan, dan/atau penutupan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Pasal 207 Satuan pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, Pasal 103, Pasal 105, dan Pasal 106, dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan, dan/atau penutupan oleh Menteri.

(2).

Pasal 208 (1) Pendidik atau tenaga kependidikan yang melalaikan tugas dan/atau kewajibannya selama 3 (tiga) bulan atau lebih secara terus menerus tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pendidik atau tenaga kependidikan pegawai negeri sipil yang melanggar ketentuan Pasal 154 dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Pendidik atau tenaga kependidikan nonpegawai negeri sipil yang melanggar ketentuan Pasal 154 dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
76461668.doc

124

(4) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang melalaikan ketentuan ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis atau pembekuan oleh Pemerintah atau sesuai kewenangannya. (5) Seseorang yang mengangkat, menempatkan, memindahkan, atau memberhentikan pendidik atau tenaga kependidikan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 148 tanpa alasan yang sah, dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat, dan/atau pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya. Pasal 209 (1) Satuan pendidikan yang melanggar ketentuan tentang penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 127 serta pendidikan berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 dan Pasal 131 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis hingga pencabutan izin sebagai satuan pendidikan bertaraf internasional atau satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya.

(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diadakan pembinaan paling lama tiga tahun. Pasal 210 (1) Penyelenggaraan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh perseorangan, organisasi, perwakilan negara asing atau lembaga pendidikan asing yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 133, Pasal 134, dan Pasal 136 dikenakan sanksi oleh Menteri berupa teguran tertulis dan/atau penutupan satuan pendidikan. Satuan pendidikan Indonesia yang melaksanakan kerja sama dengan satuan pendidikan dari negara lain yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 138, Pasal 139, dan Pasal 140 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan, dan/atau penutupan satuan pendidikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan. Pasal 211 Satuan pendidikan yang melanggar ketentuan tentang pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan, dan/atau penutupan satuan
76461668.doc

(2)

125

pendidikan oleh Pemerintah atau atau pemerintah daerah kewenangannya

sesuai

Pasal 212 (1) Perseorangan atau kelompok anggota dewan pendidikan atau komite sekolah/madrasah yang melanggar ketentuan Pasal 190 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Pemerintah atau sesuai kewenangannya Perseorangan atau kelompok anggota dewan pendidikan atau komite sekolah/madrasah yang dalam menjalankan tugasnya melampaui kewenangan atau fungsi/perannya sebagaimana diatur dalam Pasal 175, dan Pasal 184 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Pemerintah atau sesuai kewenangannya Pasal 213 Perseorangan atau kelompok pegawai Pemerintah atau sesuai kewenangannya yang melanggar atau melalaikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 192 atau menggunakan kewenangannya yang melampaui peraturan perundang-undangan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat, dan/atau pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya.

(2)

BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 214 Sekolah internasional, sekolah yang dinyatakan oleh pendirinya sebagai sekolah bertaraf internasional, atau satuan pendidikan sejenis yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini selambat-lambatnya 3 tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku. Pasal 215 Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan perundangundangan yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
76461668.doc

126

BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 216

Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak diberlakukan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 217 Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini: a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3411); Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3412); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 98 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3763); Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3413); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 98 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3764); Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3460); Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3461); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3484); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Peraturan
127

b.

c.

d.

e.

f.

76461668.doc

Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3974); g. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3485); Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3859);

h.

dinyatakan tidak berlaku. Pasal 218 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal ............. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal ............

MENTERI HUKUM DAN HAK AZASI MANUSIA

ANDI MATALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN 2007


76461668.doc

128

PENJELASAN
ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN ..

TENTANG

PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

I. UMUM Visi sistem pendidikan nasional sabagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah, mengisyaratkan bahwa penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan harus berlangsung secara sinergis. Untuk mencapai sinergi tersebut pengaturan tentang fungsi, tujuan, bentuk dan jenis pendidikan, peserta didik, bahasa pengantar, sarana dan prasarana, syarat pendirian, peranserta masyarakat, manajemen, pengawasan, dan sanksi perlu diatur dalam satu kesatuan sistem pendidikan yang komprehensif. Pendekatan yang sama berlaku pula dalam pengaturan penyelenggaraan pendidikan pada masing-masing satuan pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamik sesuai dengan perubahan masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era globalisasi dan informasi saat ini, keterbukaan telah menjadi karakteristik kehidupan yang demokratis, dan hal ini membawa dampak pada cepat usangnya kebijakan maupun praksis pendidikan. Parameter kualitas pendidikan, baik dilihat dari segi pasokan, proses, dan hasil pendidikan selalu berubah. Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah, masyarakat dan orang tua. Oleh sebab itu, pendidikan harus secara terus-menerus perlu ditingkatkan kualitasnya, melalui sebuah pembaruan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik (stakeholders) agar mampu mempersiapkan generasi penerus bangsa sejak dini sehingga memiliki unggulan kompetitif dalam tatanan kehidupan nasional dan global. Dunia pendidikan khususnya dan tantangan masa depan umumnya telah berubah dan berkembang sedemikian cepatnya. Perkembangan ini, yang ditandai dengan (1) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, diharapkan dunia pendidikan di Indonesia dapat merespon dan mengimbangi perubahan-perubahan ini secara proporsional; (2) era global isasi informasi yang muncul di awal milenium ke tiga, menyebabkan batas-batas negara menjadi semakin maya, sementara seorang futurist di era globalisasi hanya mereka yang memiliki ilmu
76461668.doc

129

pengetahuan dan teknologi lebih banyak dan mumpuni yang akan memenangkan persaingan global; (3) munculnya organisasi internasional seperti WTO, AFTA menyebabkan terbukanya peluang bagi negara asing untuk menyelenggarakan pendidikan di Indonesia, suatu contoh nyata dari keadaan ini adalah bermunculannya cabang sekolah luar negeri di kotakota besar di Indonesia. Untuk mengantisipasi serta merespon pengaruh dari faktor-faktor tersebut, perlu dibuat suatu peraturan perundangan tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang resposif dan akurat untuk meminimalkan dampak negatif serta memaksimalkan dampak positifnya terhadap sistem pendidikan nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan komponen sistem pendidikan yang perlu diatur mencakup pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan nonformal, pendidikan informal, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan jarak jauh, dan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus. Pengaturan selanjutnya adalah mengenai penyelenggaraan wajib belajar, Standar Nasional Pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peranserta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara asing, pengawasan, dan ketentuan pidana. Pengaturan tentang Standar Nasional Pendidikan, Wajib Belajar, Pendidikan Kedinasan, dan Pendanaan Pendidikan diatur secara tersendiri. Sedangkan lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini mencakup Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan jenjang dan jenis pendidikan serta berdasarkan fungsi dalam sistem pendidikan nasional. Pasal 50, 51, 52, dan 53 Undang-Undang Nomor 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan antara lain bahwa pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab Menteri Pendidikan Nasional yang menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan paling sedikit satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Pemerintah Provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya. Lingkup pengaturan tentang pengelolaan pendidikan mencakup ketentuan tentang pengelolaan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan pengeloaan oleh badan hukum pendidikan. Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan. Pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Pengelolaan pendidikan dalam rangka peningkatan
76461668.doc

130

partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan mencakup penguatan prinsip penyelenggaraan pendidikan oleh, untuk, dan dari masyarakat, dan penguatan peran Dewan Pendidikan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten, serta pengutan pean Komite Sekolah/Madrasah. Lingkup pengaturan tentang penyelenggaraan pendidikan mencakup ketentuan tentang fungsi dan tujuan, bentuk satuan pendidikan, peserta didik, izin pendirian, pendidikan bertaraf internasional, pendidikan berbasis keunggulan lokal, pendidikan lintas jalur dan satuan pendidikan, pendidikan oleh negara asing, pendidikan jarak jauh, pendidikan nonformal dan informal, pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus pada semua jenjang dan jenis pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan perlu memberikan perhatian kepada hak peserta didik untuk mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnynya dan diajar oleh pendidik yang seagama, hak untuk mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi, memberikan perhatian khusus kepada peserta didik berkelainan dan peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, serta kepada masyarakat adat yang terpencil dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Landasan akademik dalam pengaturan tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada masing-masing jalur, jenjang, dan jenis pendidikan adalah sebagai berikut. a. Pendidikan anak usia dini (PAUD).

Filosofi dasar PAUD adalah menciptakan lingkungan belajar yang mendorong terbangunnya harga diri yang positif pada anak, dengan mengedepankan nilai-nilai anti diskriminasi, pengutamaan pada kebutuhan anak, penghargaan pada keunikan setiap anak, dan penghargaan terhadap peranserta seluruh komponen pendidikan. PAUD diselenggarakan dalam upaya membantu meletakkan dasar perkembangan anak sebelum memasuki pendidikan dasar. Usia dini merupakan masa peka untuk menerima stimulasi dan sangat menentukan bagi perkembangan selanjutnya. Bagi anak yang memperoleh pendidikan, stimulasi diberikan juga agar anak dapat mempersiapkan diri memasuki pendidikan dasar dengan lebih baik. Para ahli perkembangan anak berpendapat bahwa masa 0 (nol) sampai dengan 6 (enam) tahun pertama dalam kehidupan seorang manusia merupakan masa di mana perkembangan fisik dan motorik, intelektual maupun sosial berlangsung dengan sangat pesatnya sehingga seringkali disimpulkan bahwa keberhasilan pada masa ini menentukan seluruh masa depan seorang anak. Pada kenyataannya sejumlah besar studi mendukung anggapan ini dan mengungkapkan bahwa masa inilah sejumlah besar kemampuan berbahasa, sikap, nilai-nilai, bahkan cara-cara belajar anak mulai mengambil bentuk dasarnya, dan cenderung menetap sampai usia dewasa. Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan keterampilan dasar yang harus dikembangkan secara optimal agar potensi yang ada pada anak tidak hilang percuma. Keterampilan-keterampilan tersebut tidak terjadi secara alamiah tetapi harus didukung oleh lingkungan, baik orang tua dan keluarganya maupun masyarakat lain. b. Pendidikan dasar dan menengah.

76461668.doc

131

Peraturan Pemerintah tentang pendidikan dasar dan menengah cukup strategis untuk dikembangkan mengingat posisi ketenagakerjaan di Indonesia yang pada umumnya baru mencapai pendidikan menengah ke bawah. Untuk itulah maka Undang-Undang mengamanatkan bahwa Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurangkurangnya 1 (satu) satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Disamping itu, Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatnya peranserta masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Salah satu indikator yang menunjukkan hal ini adalah meningkatnya kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya pendidikan bagi putra-putri mereka. Kenyataan tersebut ditambah pula dengan beberapa hasil penelitian yang menemukan bahwa ada hubungan positif antara kemajuan suatu negara dengan peningkatan peranserta masyarakat dalam pendidikan. c. Pendidikan tinggi.

Pendidikan tinggi merupakan salah satu pilar penting dalam sistem pendidikan nasional yang bertujuan mengembangkan peserta didik agar memiliki kemampuan akademik, profesi, dan/atau vokasi, di semua bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni , serta ilmu agama. Kinerja perguruan tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi menjadi salah satu katalisator tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia yang sering dinyatakan sebagai tingkat perkembangan SDM atau Human Development Index (HDI). Peran pemerintah dalam penentuan kebijakan umum perguruan tinggi akan ditentukan berdasarkan besarnya keterlibatan Pemerintah antara lain: besarnya dana untuk kepentingan perguruan yang dianggarkan dan disalurkan kepada pendidikan tinggi. Peran Pemerintah dalam pengendalian mutu maupun pengawasan terhadap jalannya perguruan tinggi yang dilakukan melalui lembaga umum dan Pemerintah, tetap besar. Dalam konteks pengelolaan perguruan tinggi dengan status badan hukum, peran Pemerintah secara bertahap akan beralih dari penyelenggara menjadi fasilitator dan pengelola perguruan tinggi menjadi berbasis masyarakat. Peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan perguruan tinggi dalam bentuk badan hukum penyelenggara adalah sebagai fasilitator yang bukan merupakan bagian dari perguruan tinggi. Kedudukan perguruan tinggi yang diselenggarakan Pemerintah atau yang diselenggarakan masyarakat adalah sama. Pemerintah dan masyarakat memiliki kewajiban untuk memfasilitasi semua perguruan tinggi dalam bentuk pendanaan atau kebutuhan lainnya (termasuk bantuan pegawai negeri). Kewajiban Pemerintah terhadap semua perguruan tinggi yang sangat penting ialah sebagai pengendali mutu perguruan tinggi. d. Pendidikan nonformal dan pendidikan informal.

Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, kursus dan pelatihan, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan sejenis lainnya yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memenuhi hak
76461668.doc

132

setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang merata, adil dan bermutu sebagai perwujudan dari salah satu tujuan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Program pendidikan nonformal yang berorientasi pada kursus dan pelatihan keterampilan merupakan jembatan antara pendidikan formal dan dunia kerja, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap perluasan lapangan kerja dan penurunan pengangguran/kemiskinan. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan dalam bentuk kegiatan belajar mandiri. Pendidikan informal berfungsi untuk memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral estetika dan etika serta memberikan pengetahuan, dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan informal merupakan pengalaman berharga bagi setiap individu sesuai dengan kesempatan, minat, perhatian, dan bakatnya, untuk membentuk kemampuan dan keahlian yang lebih bermutu. Hasil pendidikan informal dapat diakui sama dengan hasil pendidikan formal dan nonformal setelah mengikuti Ujian Nasional dan/atau uji kompetensi sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. e. Pendidikan jarak jauh.

Tuntutan atas peran strategis pendidikan sebagai suatu pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk mewujudkan tujuan nasional khususnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa telah mendorong pemanfaatan sistem pendidikan jarah jauh sebagai komponen dari sistem pendidikan nasional. Kondisi geografis, tingkat laju pertumbuhan penduduk, tantangan globalisasi, perkembangan teknologi komunikasi, informasi, dan media lain, serta pengalaman dalam penyelenggaraan pendidikan jarak jauh menjadi pertimbangan utama dalam penerapan sistem pendidikan jarak jauh untuk meningkatkan akses, mutu, relevansi, dan efisiensi pada semua jalur, tingkat dan jenis pendidikan. Sistem pendidikan jarak jauh ditujukan untuk meningkatkan pemerataan akses terhadap pendidikan bermutu terutama untuk mengatasi hambatan jarak, waktu, psikologis, dan fisik bagi peserta didik agar dapat belajar sambil bekerja, atau menjalankan fungsi kerumahtanggaan bagi ibu rumah tangga. Oleh karena itu, layanan pendidikan jarak jauh diselenggarakan dengan memanfaatkan media belajar melalui teknologi telekomunikasi, media, dan informatika (telematika). Sistem operasional pendidikan jarak jauh yang mencakup layanan registrasi, distribusi bahan ajar mandiri, tutorial, dan ujian harus dirancang sedemikan rupa untuk mengatasi hambatan jarak dan waktu dan dapat diakses oleh peserta didik setiap saat. Agar biaya penyelenggaraan pendidikan jarak jauh berbasis teknologi informasi dan komunikasi menjadi murah, maka produksi bahan ajar mandiri dan layanan akademiknya harus dirancang berdasarkan prinsip industrialisasi masal, yaitu untuk melayani peserta didik dalam jumlah besar. f. Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.

Dalam era globalisasi, pendidikan khusus masih menghadapi tantangan berat yang meliputi persoalan-persoalan yang terkait dengan: (a) perluasan kesempatan belajar bagi peserta didik yang membutuhkan pendidikan khusus, (b) peningkatan mutu, (c) relevansi, dan (d) efisiensi.
76461668.doc

133

Kesungguhan pendidikan khusus dalam mengatasi tantangan-tantangan tersebut akan mencerminkan kehidupan berbangsa dan bernegara secara demokratis yang tidak membedakan satu sama lain. Tantangan dalam perluasan kesempatan belajar perlu segera dijawab melalui kebijakan dan strategi perluasan kesempatan belajar bagi peserta didik yang membutuhkan pendidikan khusus dengan berbagai cara/pendekatan melalui: (a) perintisan dan pengembangan pendidikan terpadu, (b) perintisan dan pengembangan pendidikan inklusi, (c) penyelenggaraan tingkat khusus, di samping (e) penyelenggaraan sekolah khusus. Selain itu, pendidikan khusus dapat diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal, dan informal yang saling melengkapi dan memperkaya.

76461668.doc

134

g.

Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan lokal.

Tata kehidupan dalam era global abad ke 21 yang ditandai dengan dominasi penggunaan kaedah-kaedah teknologi informasi dan komunikasi dan kompetisi terbuka menuntut persyaratan kompetensi profesional yang berlaku secara internasional. Di pihak lain upaya untuk melaksanakan pembangunan nasional, selain diarahkan pada upaya memenuhi kebutuhan kehidupan global, juga harus mampu memberdayakaan sumberdaya dan potensi lokal dalam semangat otonomi daerah. Dalam rangka pelaksnaan pembangunan nasional sesuai dengan tuntuan kehidupan global dan pendayagunaan sumberdaya daerah secara optimal, UU Sisdiknas mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban untuk mengembangkan paling sedikit satu satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan menjadi satuan pendidikan berfaraf internasional dan satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal. Satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan menjadi bertaraf internasional diselenggarakan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan yang diperkaya dengan standar pendidikan/standar kompetensi negara maju dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Satuan pendidikan dasar dan menengah bertaraf internasional menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dan daya saing di forum internasional, serta menunjang pelestarian, pengembangan, dan pembangunan sumberdaya lokal maupun nasional. Satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan menjadi berbasis keunggulan lokal diselenggarakan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan yang diperkaya dan dikembangkan sesuai dengan potensi daerah/karakteristik daerah dan sosial budaya masyarakat setempat. Satuan pendidikan dasar dan menengah berbasis keunggulan lokal menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan mengolah dan/atau mengembangkan sumber daya lingkungan di daerahnya dan menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomis serta menunjang pelestarian, pengembangan, dan promosi keunggulan lokal.

h.

Penyelenggaraan Pendidikan oleh Negara Lain dan Kerjasama Satuan Pendidikan Indonesia dengan Satuan Pendidikan Negara Lain.

Salah satu dampak dari kehidupan global dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi adalah terbukanya akses dari dan ke negara Indonesia, termasuk dalam hal penyelenggaraan pendidikan. Dampak positifnya adalah dapat memperkaya khasanah pendidikan nasional baik melalui pendirian satuan pendidikan internasional oleh negara lain maupun melalui kerjasama dengan satuan pendidikan di Indonesia. Untuk menjaga keutuhan sistem pendidikan nasional, penyelenggaraan pendidikan oleh negara lain ataupun kerjasama penyelenggaraan pendidikan asing perlu mendapat pengaturan secara tegas. Perwakilan negara asing dapat menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk warga negaranya dapat menggunakan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia. Lembaga pendidikan asing
76461668.doc

135

yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan bagi warga negara asing maupun warga negara Indonesia. Penyelenggaraan pendidikan tersebut harus bekerja sama dengan lembaga penyelenggara pendidikan Indonesia. Bahasa pengantar utama pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan asing adalah bahasa Indonesia. Penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga asing yang menerima peserta didik warga negara Indonesia wajib memberikan pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia kepada peserta didik warga negara Indonesia. i. Pendidik dan tenaga kependidikan.

Pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah satu unsur pokok dalam proses penjaminan mutu pendidikan. Untuk menjadikan lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global, diperlukan pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, konseling dan layanan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Tenaga kependidikan selain pendidik bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah. Pengangkatan, penempatan, penyebaran, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat. j. Peranserta masyarakat dalam pendidikan.

Visi sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa menyiratkan kemitraan dalam penyelenggaraan pendidikan oleh semua komponen bangsa yaitu Pemerintah, masyarakat dan keluarga sebagai perwujudan dari tatanan kehidupan masyarakat madani. Pola penyelenggaraan pendidikan yang selama ini cenderung terpusat pada Pemerintah mengakibatkan kurangnya peranserta masyarakat, dan bahkan dapat mematikan inisiatif masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Seiring dengan semangat demokratisasi dan pelaksanaan otonomi daerah, reformasi dalam bidang pendidikan harus mencakup upaya pemberdayaan
76461668.doc

136

peranserta masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat maupun dalam pengelolaan pendidikan melalui pembentukan dewan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota serta pembentukan komite sekolah/madrasah di tingkat satuan pendidikan. Penyelengaraan pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan dari prinsip pendidikan yang diselenggarakan oleh, untuk, dan dari masyarakat, yaitu pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagai pemenuhan atas ciri khas yang berkenaan dengan nilai-nilai sosial dan kultural pada masyarakat tertentu. Sedangkan pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis merupakan perwujudan dari kemitraan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan bersama penyelenggara pendidikan baik di tingkat pengambil keputusan pada lembaga eksekutif dan legislatif maupun pada tingkat satuan pendidikan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengelolaan satuan pendidikan yang dilakukan oleh Menteri lain atau kepala lembaga pemerintahan non departemen sebagaimana dimaksud dalam pasal ini adalah dalam rangka melaksanakan amanat UU, konvensi internasional, dan kewajiban negara dalam rangka peningkatan keselamatan manusia serta kesepakatan dengan organisasi internasional. Ayat (3) Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah adalah bentuk otonomi satuan pendidikan. Dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis/madrasah dalam mengelola sekolah/madrasah.
76461668.doc

137

Ayat (4) Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Potensi kecerdasan dan bakat istimewa meliputi bidang intelektual umum, akademik khusus, kreatif produktif, seni kinestetik, psikososial/kepemimpinan, dan psikomotorik/olahraga. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a. Cukup jelas Huruf b. Cukup jelas Huruf c. Cukup jelas Huruf d. Cukup jelas
76461668.doc

138

Huruf e. Koordinasi dan mensupervisi pengembangan kurikulum untuk MA dan MAK dilakukan oleh Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi. Huruf f. Cukup jelas Huruf g. Cukup jelas Huruf h. Cukup jelas Huruf i. Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas.

76461668.doc

139

Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a. Cukup jelas Huruf b. Cukup jelas Huruf c. Cukup jelas Huruf d. Cukup jelas Huruf e. Cukup jelas Huruf f. Cukup jelas Huruf g. Koordinasi dan mensupervisi pengembangan kurikulum untuk MI dan MTs dilakukan oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota Huruf h. Cukup jelas Huruf i. Cukup jelas Huruf j. Cukup jelas Huruf k. Cukup jelas Huruf l.

76461668.doc

140

Cukup jelas Ayat (3) Standar pelayanan minimal merupakan batas minimal pemenuhan standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan dasar dan menengah, serta pencapaian target pembangunan pendidikan nasional. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) huruf a Cukup jelas Huruf b
76461668.doc

141

Cukup jelas Huruf c Cukup jelas huruf d Apabila pendidikan dasar dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi menjadi bertaraf internasional, maka laporan penyelenggaraannya disampaikan kepada Pemerintah Provinsi. huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Apabila pendidikan menengah dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi menjadi bertaraf internasional, maka laporan penyelenggaraannya disampaikan kepada Pemerintah Provinsi. Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas

76461668.doc

142

Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Ayat (1) Bentuk lain yang sederajat antara lain Tarbiyatul Athfal (TA), Taman Kanak-kanak Al-Quran (TKQ), Taman Pendidikan AlQuran (TPQ), dan Adi Sekha. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

76461668.doc

143

Ketentuan ini tidak berlaku bagi satuan pendidikan yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a. Program pembelajaran agama dan akhlak mulia pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual peserta didik melalui contoh pengamalan dari pendidik agar menjadi kebiasaan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar sekolah, sehingga menjadi bagian dari budaya sekolah.

Huruf b. Program pembelajaran sosial dan kepribadian pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk pembentukan kesadaran dan wawasan peserta didik atas hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat dan dalam interaksi sosial serta pemahaman terhadap diri dan peningkatan kualitas diri sebagai manusia sehingga memiliki rasa percaya diri.

Huruf c. Program pembelajaran pengetahuan dan teknologi pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik secara akademik memasuki SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat dengan menekankan pada penyiapan kemampuan berkomunikasi dan berlogika melalui berbicara, mendengarkan, pramembaca, pramenulis dan praberhitung yang harus dilaksanakan secara hati-hati, tidak memaksa, dan menyenangkan sehingga anak menyukai belajar.
76461668.doc

144

Huruf d. Program pembelajaran estetika pada TK, RA atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan diri dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni yang terwujud dalam tingkah laku keseharian.

Huruf e. Program pembelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada TK, RA atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik dan menanamkan sportivitas serta kesadaran hidup sehat dan bersih. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Stimulasi psikososial adalah rangsangan pendidikan yang menumbuhkan kepekaan memahami dan bersikap terhadap lingkungan sosial sekitarnya. Misalnya memahami dan bersikap sopan kepada orang tua, saudara, dan teman. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Bentuk lain yang sederajat dengan SD dan MI antara lain Paket A, pendidikan diniyah dasar, Adi Vidyalaya (AV), dan Culla Sekha. Bentuk lain yang sederajat dengan SMP dan MTs antara lain Paket B, pendidikan diniyah menengah pertama, Madyama Vidyalaya (MV), dan Majjhima Sekha.
76461668.doc

145

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Apabila psikolog profesional tidak ada, rekomendasi dapat dilakukan oleh dewan guru satuan pendidikan yang bersangkutan, sejauh daya tampung memungkinkan. Pasal 41 Ayat (1) Peserta didik pada SMP atau MTs dapat berasal dari warga negara asing. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Lihat penjelasan Pasal 36 ayat (2). Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Kemudahan akses fisik misalnya jarak tempuh dari tempat
76461668.doc

146

tinggal ke satuan pendidikan. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Ayat (1) Bentuk lain yang sederajat dengan SMA dan MA antara lain Paket C, pendidikan diniyah menengah atas, Utama Vidyalaya (UV), dan Maha Sekha. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 47 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penjurusan pada pendidikan kejuruan dalam bentuk bidang kejuruan yang merupakan unit akademik terkecil dalam pendidikan kejuruan. Jenis program keahlian mengacu kepada jenis pekerjaan. Adapun struktur penjurusan pada pendidikan kejuruan adalah: kelompok kejuruan, bidang kejuruan dan program kejuruan. Struktur penjurusan ini akan menentukan
76461668.doc

147

cakupan mata pelajaran pada setiap jenis bidang kejuruan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Karena pendidikan kejuruan berorientasi pada peluang untuk memperoleh pekerjaan, maka dalam rangka mengantisipasi persaingan global, pendidikan kejuruan harus memperhatikan dan mempertimbangkan tren ketenagakerjaan nasional, regional dan global. Pelestarian meliputi kemahiran tertentu. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Ayat (1) Peserta didik pada SMA atau MA SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat berasal dari warga negara asing. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas. Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Lihat penjelasan Pasal 36 ayat (2). Ayat (3) pelestarian seni budaya dan atau

76461668.doc

148

Cukup jelas. Ayat (4) Lulusan dari satuan pendidikan yang mendapatkan pengakuan sama adalah lulusan dari satuan pendidikan formal yang diselenggarakan tidak mengacu pada Standar Nasional Pendidikan akan tetapi telah memperoleh pengakuan dari Pemerintah atas dasar rekomendasi dari Badan Standar Nasional Pendidikan, sesuai ketentuan Pasal 93 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas.

Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni tertentu, yang mencakup program sarjana, magister, dan doktor.

Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program pendidikan sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus, dapat mencakup program spesialis.

76461668.doc

149

Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu, yang mencakup program pendidikan diploma, setinggi-tingginya setara dengan program pendidikan sarjana. Program pendidikan diploma terdiri atas program pendidikan diploma I, diploma II, diploma III, dan diploma IV. Pasal 53 Cukup jelas.

Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Program pendidikan tenaga kependidikan termasuk program pengadaan guru serta pengembangan ilmu kependidikan dan ilmu dasar, teknologi, dan/atau seni pada fakultas tarbiyah dan pada fakultas lain yang sejenis. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 55 Ayat (1) Program pendidikan secara serempak dan utuh (concurrent program) adalah program pendidikan guru yang kurikulumnya memuat pengembangan kompetensi profesional (penguasaan substansi keilmuan,`teknologi, dan/atau seni), kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kopetensi sosial dalam satu program studi. Lulusan program ini memperoleh kualifikasi akademik sarjana pendidikan guru TK/RA atau SD/MI.

Ayat (2) Program pendidikan bersambungan (consecutive program) adalah program pendidikan guru yang diawali dengan pemerolehan kompetensi profesional (penguasaan substansi keilmuan, teknologi, dan/atau seni) dalam program studi nonkependidikan untuk memperoleh kualifikasi akademik sarjana nonkependidikan. Penguasaan kompetensi pedagogik, kopetensi kepribadian, dan kopetensi sosial diperoleh melalui program pendidikan profesi.
76461668.doc

150

Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Ayat (1) Penyediaan unsur penunjang disesuaikan dengan ciri dari perguruan tinggi yang bersangkutan. Misalnya, perguruan tinggi riset harus menyediakan secara cukup perpustakaan riset, laboratorium riset, pusat komputerisasi riset, akses internet, dan memiliki jurnal ilmiah yang secara berkala menerbitkan hasil-hasil penelitian. Perguruan tinggi yang lebih fokus pada pendidikan profesi dan/atau vokasi menyediakan secara cukup perpustakaan pengajaran, laboratorium pengajaran, pusat komputasi pengajaran, dan akses internet. Setiap perguruan tinggi disarankan untuk memiliki sarana olahraga dan kesenian yang memadai untuk menciptakan kehidupan kampus yang manusiawi dan menyenangkan. Unit pengelola/layanan dapat menjadi unit pelaksana teknis yang membidangi satu atau beberapa objek pengelolaan/layanan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas.
76461668.doc

151

Pasal 63 Ayat (1) Huruf a. Tingkat pendidikan hanya berlaku untuk persyaratan mengikuti program pendidikan yang lebih rendah ke program yang lebih tinggi dalam satu jenjang pendidikan tinggi. Misalnya, mahasiswa lulusan program sarjana melanjutkan ke program pascasarjana. Huruf b. Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 64 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Perguruan tinggi dapat menerapkan kebijakan afirmatif dalam penerimaan mahasiswa baru untuk mengakomodasi etnik, daerah, atau kelompok tertentu dari ketertinggalannya. Kebijakan semacam ini harus dinyatakan secara terbuka sebagai kebijakan afirmatif. Ayat (4) Lihat penjelasan Pasal 36 ayat (2).

Ayat (5) Cukup jelas.

76461668.doc

152

Ayat (6) Lihat penjelasan Pasal 50 ayat (4) Ayat (7) Tes tambahan misalnya tes skolastik. Tes tambahan tidak boleh menduplikasi Ujian Nasional dimaksudkan untuk efisiensi dalam proses seleksi penerimaan. Pengumuman hasil tes tambahan dan/atau penilaian rapor tidak boleh dilakukan sebelum pengumuman Ujian Nasional dimaksudkan untuk menjaga integritas hasil ujian nasional dan pemenuhan syarat kelulusan.

Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini memuat pula hak dan kewajiban mahasiswa yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 66 Ayat (1) Kemampuan konfluen merupakan kemampuan utuh mahasiswa yang mencerminkan keintegrasian kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 67 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Sistem Kredit Semester (SKS) adalah suatu sistem penyelenggaraan pendidikan di mana beban belajar mahasiswa, beban kerja tenaga pengajar dan penyelenggara program lembaga pendidikan tinggi dinyatakan
76461668.doc

153

dalam satuan kredit semester (sks). Banyaknya sks yang diberikan untuk matakuliah, atau kegiatan proses belajar mengajar lainnya, merupakan pengakuan atas keberhasilan usaha untuk menyelesaikan kegiatan akademik bersangkutan. Dalam setiap semester reguler 1 (satu) sks sama dengan beban studi setiap minggu berupa 1 (satu) jam tatap muka, 1 (satu) jam kegiatan terstruktur, dan 1 (satu) jam kegiatan mandiri untuk kurun waktu enam belas (16) minggu efektif. Satu matakuliah berbot 3 sks berarti sama dengan kegiatan studi 3 jam tatap muka, 3 jam kegiatan terstruktur, dan 3 jam kegiatan mandiri selama 16 minggu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 68 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kelas jauh adalah sistem pembelajaran yang diselenggarakan di luar kampus induk. Ayat (2) Contoh sistem multikampus adalah sistem State University of New York (SUNY) yang memiliki 60 (enam puluh) kampus di seluruh negara bagian New York; Universitas Al Azhar yang memiliki kampus utama di Cairo dan beberapa kampus cabang di hampir seluruh distrik di Mesir. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70
76461668.doc

154

Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Ayat (1) Penelitian dasar adalah penelitian yang berorientasi pada penjelasan pada fenomena alam (penelitian untuk ilmu) yang melandasi penelitian terapan dan penelitian pengembangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Invensi adalah suatu ciptaan atau perancangan baru yang belum ada sebelumnya yang memperkaya khazanah serta dapat digunakan untuk menyempurnakan atau memperbaharui ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada. Ayat (6) Telaah nirnama (blind review) adalah pakar yang melakukan penelaahan, kritik dan koreksi terhadap suatu naskah ilmiah agar menjadi lebih sempurna, tetapi antara penulis dan pihaknya tidak saling mengenal dan tidak saling mengetahui. Ayat (7) Sertifikat paten adalah dokumen resmi yang diberikan oleh pemerintah kepada pihak-pihak yang menemukan sesuatu teknologi (inventor). Paten adalah salah satu bentuk dari hak kekayaan intelektual (HKI). Ayat (8) Pengayaan materi pembelajaran dapat diartikan bahwa hasil penelitian wajib dijadikan buku ajar hand-out atau tampilan lain yang disajikan pada saat mengajar. Ayat (9) Cukup jelas.
76461668.doc

155

Pasal 73 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Akreditasi oleh Departemen dilakukan secara objektif dengan prinsipprinsip berikut: 1. Jurnal ilmiah harus memiliki dewan penelaah yang terdiri atas: a. pakar keilmuan yang dimiliki oleh perguruan tinggi yang bersangkutan; b. pakar keilmuan yang dimiliki oleh perguruan tinggi lain atau lembaga ilmiah lainnya, atau pakar dari luar negeri; dan c. tenaga ahli dari organisasi profesi.

2. Dewan penelaah sebagaimana dimaksud pada huruf 1 dapat menunjuk mitra bestari untuk menelaah dan memilih naskah ilmiah yang akan diterbitkan. 3. Anggota dewan penelaah sebagaimana dimaksud pada huruf 1 huruf a tidak melebihi 40% (empat puluh persen) dari jumlah anggota dewan penelaah. 4. Penelaahan dan pemilihan naskah ilmiah yang akan
76461668.doc

156

diterbitkan harus menerapkan sistem telaah nirnama.

5. Jurnal ilmiah sebagaimana dimaksud pada huruf 1 dapat

memuat artikel ilmiah yang berasal dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh persen) dari seluruh artikel ilmiah yang diterbitkan pada setiap penerbitan. Atas dasar hasil akreditasi, Departemen menetapkan status akreditasi yang diperoleh oleh jurnal yang bersangkutan.

Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Menteri Agama menetapkan kesetaraan ijazah perguruan tinggi luar negeri dengan ijazah gelar perguruan tinggi Indonesia dalam disiplin ilmu agama. Pasal 81 Ayat (1) Gelar Doktor Kehormatan bukanlah gelar akademik namun sebutan kehormatan, dan tidak dapat digunakan untuk melengkapi persyaratan kepangkatan dalam sistem
76461668.doc

157

kepegawaian pegawai negeri sipil. Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Ayat (1) Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal bagi peserta didik yang karena berbagai hal tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran pada satuan pendidikan formal atau peserta didik memilih jalur pendidikan nonformal untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Jenis-jenis pendidikan nonformal yang mempunyai fungsi pengganti pendidikan formal, adalah: Program Paket A setara SD, Program Paket B setara SMP, dan Program Paket C setara SMA serta kursus dan pelatihan. Pendidikan nonformal berfungsi sebagai penambah pada pendidikan formal apabila pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh peserta didik pada satuan pendidikan formal dirasa belum memadai. Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pelengkap apabila peserta didik pada satuan pendidikan formal merasa perlu untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui jalur pendidikan nonformal. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 84 Satuan pendidikan lain yang sejenis pada pendidikan nonformal misalnya POS PAUD, Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ), PAUD Sekolah Minggu (PAUD-SM), PAUD Bina Iman Anak (PAUD-BIA), Taman Bermain, Taman Balita, Taman Pendidikan Anak Sholeh (TAPAS), Taman Asuh Anak Muslim, dan PAUD yang diintegrasikan dengan program layanan yang telah ada seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan program bina keluarga balita (BKB).
76461668.doc

158

POS PAUD adalah salah satu program satuan PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak sejak lahir sampai dengan berusia enam tahun yang dapat diintegrasikan dengan dan TPQ adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan keagamaan Islam bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun yang berbasis Taman Pendidikan Al-Quran. PAUD-SM adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan keagamaan Kristen bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun yang berbasis Sekolah Minggu. PAUD-BIA adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan keagamaan Katholik bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun yang berbasis Bina Iman Anak Katholik.

Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Ayat (1) Kecakapan personal atau kecakapan pribadi mencakup kecakapan dalam melakukan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, kecakapan dalam pengenalan terhadap kondisi dan potensi diri, kecakapan dalam melakukan koreksi diri, kecakapan dalam memilih dan menentukan jalan hidup pribadi, percaya diri, kecakapan dalam menghadapi tantangan
76461668.doc

159

dan problema serta kecakapan dalam mengatur diri.

Kecakapan sosial mencakup kecakapan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kecakapan bekerjasama dengan sesama, kecakapan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, empati atau tenggang rasa, kepemimpinan dan tanggung jawab sosial.

Kecakapan intelektual mencakup kecakapan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni sesuai dengan bidang yang dipelajari, berpikir kritis dan kreatif, kecakapan melakukan penelitian dan percobaan-percobaan dengan pendekatan ilmiah.

Kecakapan vokasional mencakup kecakapan dalam memilih bidang pekerjaan, mengelola pekerjaan, mengembang profesionalitas dan produktivitas kerja dan kode etik bersaing dalam melakukan pekerjaan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Ayat (1) Pemuda adalah penduduk yang berusia 15 (lima belas) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) tahun. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4)
76461668.doc

160

Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Ayat (1) Khusus untuk penyetaraan hasil pendidikan nonformal Program Paket A sederajat dengan SD/MI, Program Paket B sederajat dengan SMP/MTs, dan Program Paket C sederajat dengan SMA/MA telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Standar Nasional Pendidikan. Lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah adalah Badan Standar Nasional Pendidikan atau lembaga lain yang memiliki kompetensi untuk melakukan penilaian secara profesional dan mandiri. Lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah daerah adalah lembaga yang telah diakui memiliki kompetensi untuk melakukan penilaian secara profesional dan mandiri oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan ditetapkan oleh Menteri. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 99
76461668.doc

161

Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Ayat (1) Lulus ujian pada satuan pendidikan formal dengan mengacu pada standar nasional pendidikan mencakup ujian sekolah/madrasah dan ujian nasional pada tingkat akhir satuan pendidikan.

Ayat (2) Lulus ujian pada satuan pendidikan nonformal dengan mengacu pada standar nasional pendidikan antara lain ujian atau uji kompetensi pada lembaga kursus, lembaga pelatihan serta ujian atau uji kompetensi pada satuan atau program nonformal yang lain.

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud terbuka adalah
76461668.doc

sistem pendidikan yang


162

diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program. Peserta didik dapat belajar sambil bekerja, atau mengambil program-program pendidikan yang berbeda secara terpadu dan berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh. Yang dimaksud dengan belajar mandiri adalah proses belajar yang dilakukan peserta didik secara peseorangan atau kelompok dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar dan mendapat bantuan atau bimbingan belajar atau tutorial sesuai kebutuhan. Yang dimaksud belajar tuntas adalah proses pembelajaraan untuk mencapai taraf penguasaan kompetensi (mastery level) sesuai dengan tuntutan kurikulum. Peserta didik dapat mencapai tingkat penguasaan kompetensi yang dipersyarakan dengan kecepatan yang berbeda-beda. Proses belajar berlangsung secara bertahap dan berkelanjutan. Contoh, seorang peserta didik baru dapat menempuh kegiatan belajar (learning tasks) berikutnya apabila telah menguasai kompetensi yang telah disyaratkan dalam kegiatab belajar sebelumnya. Berbasis teknologi pendidikan adalah pendidikan yang dirancang dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan individu dengan memanfaatkan teknologi pembelajaran, teknologi kokunikasi, informasi, dan media lain. Pasal 104 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Sumber belajar Ayat (3) Layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi tanpa mengesampingkan layanan tatap muka.

Pasal 105 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengorganisasian modus tunggal adalah penyelenggaraan pendidikan jarak jauh dalam satu satuan pendidikan formal
76461668.doc

163

pada berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pada tingkat pendidikan tinggi pengorganisasian modus tunggal adalah seperti yang diselenggarakan oleh Universitas Terbuka di Indonesia, Shukothai Thammathirat Open University di Thailand, dan University on the Air di China. Ayat (3) Pengorganisasian modus ganda adalah penyelenggaraan pendidikan jarak jauh bersamaan dengan pendidikan tatap muka pada berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan tatap muka tersebut terikat dengan jadwal waktu dan tempat seperti yang berlangsung pada lembaga pendidikan umumnya. Ayat (4) Pengorganisasian modus konsorsium adalah penyelenggaraan pendidikan jarak jauh pada berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan oleh beberapa satuan pendidikan secara bersama (kolaboratif). Misalnya suatu perguruan tinggi bekerjasama dengan perguruan tinggi lain atau lembaga lain dalam bentuk program pendidikan lapis (sandwich) atau kembaran (twinning) jarak jauh, dan universitas maya (cyber university). Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 106 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cakupan program pendidikan berbasis mata pelajaran adalah suatu satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh hanya untuk satu mata pelajaran, misalnya SMA menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh untuk mata pelajaran bahasa Inggris. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cakupan program pendidikan berbasis satuan pendidikan seperti yang diselenggarakan oleh SMP Terbuka dan SMA Terbuka yang menyelenggarakan pendidikan SMP dan SMA, dan Universitas Terbuka yang menyelenggarakan program
76461668.doc

164

pendidikan tinggi. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Cukup jelas. Pasal 111 Cukup jelas. Pasal 112 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan adalah satuan pendidikan yang dirancang secara eksklusif untuk melayani peserta didik yang memiliki kesulitan dalam proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial.

Program pendidikan terpadu adalah program pendidikan yang memberikan kesempatan bagi peserta didik berkelainan untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik normal pada satuan pendidikan umum maupun kejuruan, dengan cara menyediakan sarana, tenaga pendidik, maupun tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, dimana mereka mengikuti kurikulum yang berlaku bagi peserta didik normal.

Program pendidikan inklusif adalah program pendidikan yang memberikan kesempatan bagi peserta didik berkelainan untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik normal pada satuan pendidikan umum maupun kejuruan, dengan menyediakan sarana, tenaga pendidik, maupun tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, dimana mereka mengikuti kurikulum yang disesuaikan dengan
76461668.doc

165

kebutuhannya.

Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Cukup jelas. Pasal 115 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan sistem unit adalah sistem pelayanan pendidikan yang memadukan pendidikan dasar dan menengah dalam 1 (satu) manajemen karena alasan skala ekonomi. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Ayat (1) Cukup jelas.

76461668.doc

166

Ayat (2) Pada satuan pendidikan yang menerapkan sistem satuan kredit semester (sks), program percepatan dan pengayaan tidak perlu diadakan secara ekslusif karena sudah terintegrasi di dalam sistem. Program percepatan dan pengayaan dilakukan dengan memperhatikan keseluruhan kompetensi kecerdasan yang harus dicapai peserta didik yang meliputi kecerdasan intelektual, spiritual, emosional, dan kinestetik. Ayat (3) huruf a yang dimaksud dengan tingkat inklusi adalah penyelenggaraan pendidikan yang terdiri atas peserta didik normal dan yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dengan menggunakan kurikulum yang dibedakan. huruf b Cukup jelas. huruf c Cukup jelas. Pasal 119 Cukup jelas. Pasal 120 Ayat (1) Peserta didik yang secara ekstrim memiliki potensi jauh di atas rata-rata dinyatakan antara lain mempunyai kecerdasan di atas 3 simpangan baku (standar deviasi) populasi anak. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 121 Cukup jelas.

Pasal 122 Cukup jelas.


76461668.doc

167

Pasal 123 Cukup jelas.

Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 Cukup jelas

Pasal 126 Ayat (1) Negara lain yang mempunyai keunggulan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni misalnya negara anggota Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Cukup jelas. Pasal 129 Cukup jelas Pasal 130 Cukup jelas.

76461668.doc

168

Pasal 131 Cukup jelas. Pasal 132 Model terpadu-satu sistem-satu atap dilaksanakan dalam satu lokasi dengan menggunakan sistem pengelolaan pendidikan yang sama. Model terpisah-satu sistem-tidak satu atap dilaksanakan dalam lokasi yang berbeda atau terpisah dengan menggunakan sistem pengelolaan pendidikan yang sama;

Model terpisah-beda sistem-tidak satu atap dilaksanakan di lokasi yang berbeda (terpisah) dengan sistem pengelolaan pendidikan yang berbeda;

Model keluar masuk (entry-exit) dilaksanakan dengan cara mengelola kelas atau satuan pendidikan biasa bersamaan dengan kelas atau satuan pendidikan bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal yang peserta didik pada kelas atau satuan pendidikan biasa dapat pindah ke kelas atau satuan pendidikan bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal sebaliknya.

Untuk pindah dari satuan pendidikan biasa ke satuan pendidikan bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan yang dituju.

Pasal 133 Cukup jelas. Pasal 134 Cukup jelas. Pasal 135 Ayat (1) untuk Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. Ayat (2) Cukup jelas.
76461668.doc

169

Ayat (3) Sistem penggajian yang tidak diskriminatif antara lain tidak membedakan tata cara dan besaran gaji, tunjangan, serta penghasilan lainnya. Pasal 136 Sistem pendidikan negara lain meliputi kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau penjenjangan pendidikan yang secara resmi berlaku di negaranya.

Pasal 137 Cukup jelas. Pasal 138 Cukup jelas. Pasal 139 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Huruf a. Program kembaran ialah program yang dilaksanakan secara bersama oleh dua perguruan tinggi atau lebih untuk melaksanakan suatu program studi. Ijazah dan gelar yang diberikan dilakukan berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak dengan memperhatikan berbagai persyaratan pemberian ijazah maupun gelar akademik dari masing-masing perguruan tinggi dalam rangka pengendalian mutu. Persetujuan senat akademik dalam hal ini diperlukan untuk menjamin bahwa kerjasama ini telah dikaji dengan baik sebelumnya. Huruf b. Cukup jelas. Huruf c. Pertukaran dosen dapat dilakukan melalui program
76461668.doc

170

sabatical leave yang tata caranya dapat diatur oleh masing-masing perguruan tinggi. Huruf d. Cukup jelas. Huruf e. Cukup jelas. Huruf f. Cukup jelas. Huruf g. Cukup jelas. Huruf h. Cukup jelas. Huruf i. Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 140 Cukup jelas.

Pasal 141 Cukup jelas. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Cukup jelas. Pasal 144 Ayat (1) huruf a. Cukup jelas.
76461668.doc

171

huruf b. Cukup jelas. huruf c. Cukup jelas. huruf d. Cukup jelas. huruf e.

Bilamana peserta didik memenuhi persyaratan penerimaan pada satuan pendidikan, dan daya tampung satuan pendidikan atau program studi yang bersangkutan memungkinkan menerimanya, maka: 1) 2) Peserta didik PAUD berhak pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang setara. Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat berhak pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang setara. Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat pindah program kejuruan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara. Mahasiswa perguruan tinggi berhak pindah ke perguruan tinggi lain atau program studi lain yang setara.

3)

4)

huruf f. Cukup jelas. huruf g. Cukup jelas. huruf h.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.


76461668.doc

172

Pasal 145 Cukup jelas.

Pasal 146 Cukup jelas. Pasal 147 Ayat (1) Sebutan lain termasuk pendidik pada program paket A, paket B, dan paket C antara lain nara sumber teknis, tutor penanggung jawab tingkat , dan tutor penanggung jawa mata pelajaran. Dan untuk pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan antara lain pengajar, pembimbing, pelatih atau instruktur, dan penguji. Ayat (2) Huruf a. Cukup jelas. Huruf b. Cukup jelas. Huruf c. Konselor yang dimaksud dalam ayat ini termasuk guru bimbingan dan konseling. Huruf d. Cukup jelas. Huruf e. Cukup jelas. Huruf f. Cukup jelas. Huruf g. Cukup jelas. Huruf h. Cukup jelas.

76461668.doc

173

Huruf i. Cukup jelas. Pasal 148 Cukup jelas. Pasal 149 Cukup jelas. Pasal 150 Cukup jelas.

Pasal 151 Cukup jelas. Pasal 152 Cukup jelas. Pasal 153 Cukup jelas. Pasal 154 Cukup jelas. Pasal 155 Cukup jelas. Pasal 156 Cukup jelas. Pasal 157 Ayat (1) Sekolah Menengah Kejuruan yang memiliki program studi tata busana dapat menyediakan pakaian seragam untuk peserta didiknya sendiri sebagai bagian dari proses pembelajaran. Ayat (2) Apabila pendidik merasa bahwa peserta didik memerlukan pembelajaran tambahan maka kebutuhan itu dipenuhi melalui
76461668.doc

174

program remedial sesuai ketentuan kurikulum yang berlaku. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Tim sukses adalah sekelompok orang yang direkrut untuk tujuan pemenangan salah satu kontestan tertentu dalam pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 158 Cukup jelas. Pasal 159 Cukup jelas. Pasal 160 Cukup jelas. Pasal 161 Cukup jelas. Pasal 162 Cukup jelas. Pasal 163 Cukup jelas. Pasal 164 Cukup jelas.

Pasal 165 Ayat (1) Huruf a.


76461668.doc

175

Cukup jelas. Huruf b. Peserta didik TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dapat mengambil mata pelajaran atau program pendidikan pada satuan pendidikan formal, nonformal, atau informal untuk memenuhi ketentuan kurikulum pendidikan formal yang bersangkutan. Ayat (2) Huruf a. Cukup jelas. Huruf b. Peserta didik pada satuan pendidikan nonformal dapat mengambil mata pelajaran atau program pendidikan pada satuan pendidikan formal atau pendidikan informal untuk memenuhi beban belajar pendidikan nonformal yang bersangkutan. Peserta didik pada satuan pendidikan informal dapat mengambil mata pelajaran atau program pendidikan pada satuan pendidikan formal atau pendidikan nonformal untuk memenuhi beban belajar pendidikan informal yang bersangkutan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 166 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
76461668.doc

176

Satuan pendidikan yang menerapkan sistem kredit semester dapat mengakui hasil belajar dari satuan pendidikan lain baik formal maupun nonformal untuk memenuhi perolehan satuan kredit smester (sks) peserta didik pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 167 Cukup jelas. Pasal 168 Ayat (1) Organisasi profesi pendidikan seperti, Persatuan Guru Republik Indonesia, Himpunan Sarjana Pendidikan Indonesia, dan sejenisnya.

Pengusaha termasuk perusahaan-perusahaan. Organisasi sosial kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, Maarif-NU, Majelis Nasional Pendidikan Katolik, Majelis Pendidikan Kristen, dan sejenisnya.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 169 Cukup jelas. Pasal 170

76461668.doc

177

Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Sistem magang merupakan kegiatan pembelajaran yang berlangsung di tempat kerja sebagai proses transisi dari peserta didik menjadi pekerja (apprenticeship)

Pendidikan sistem ganda (dual system) adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan status ganda kepada peserta didik, sebagai pekerja di tempat praktik kerja dan sebagai siswa di sekolah.

Kerjasama produksi merupakan kerjasama antara satuan pendidikan dan pengusaha/dunia kerja dalam bidang pekerjaan tertentu di mana kerjasama tersebut dilakukan melalui perjanjian timbal balik yang menguntungkan kedua belah pihak. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 171 Cukup jelas.

Pasal 172 Ayat (1) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat adalah satuan pendidikan yang selama ini berstatus swasta. Ayat (2) Satu satuan pendidikan dapat memiliki kekhasan agama, sosioekonomi, dan sosio-kultural sekaligus. Kekhasan agama satuan pendidikan dapat berupa pendidikan umum yang diselenggarakan oleh kelompok agama tertentu; pendidikan umum yang menyelenggarakan pendidikan umum dan ilmu agama seperti MI, MTs, MA; atau pendidikan keagamaan seperti Pendidikan Diniyah, Pesantren, Pabbajja
76461668.doc

178

Samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

Pendidikan dengan kekhasan sosio-ekonomi, dan sosio-kultural merupakan muatan pendidikan dan/atau pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, potensi, dan keadaan sosio-ekonomi, dan sosio-kultural setempat.

Pasal 173 Cukup jelas. Pasal 174 Cukup jelas. Pasal 175 Cukup jelas. Pasal 176 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pertemuan 2 (dua) kali setahun yang dimaksud sekurangkurangnya pada awal semester. Pasal 177 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Koordinasi dan kerjasama antara lain menyusun anggaran dasar/anggaran rumah tangga, tukar-menukar informasi, dan memecahkan permasalahan pendidikan yang muncul. Pasal 178

76461668.doc

179

Ayat (1) Pakar pendidikan adalah perseorangan atau kelompok yang memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang pendidikan yang karyanya dipublikasikan di media cetak, media elektronik, dan media lainnya, atau melalui produk lain yang menggambarkan keahliannya. Tokoh masyarakat termasuk tokoh agama, pemimpin paguyuban adat (marga atau nagari), dan tokoh nonpartisan lainnya yang berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan. Pengusaha misalnya pemilik perusahaan swasta. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 179 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat ini disesuaikan dengan lingkup pengelolaan dan kebutuhan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Di tingkat nasional dapat terdiri atas Komisi Pendidikan Anak Usia Dini, Komisi Pendidikan Dasar dan Menengah, Komisi Pendidikan Tinggi, Komisi Pendidikan Nonformal dan Informal, Komisi Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Komisi Pendidikan Keagamaan, Komisi Pendidikan Kedinasan, dan Komisi Pendidikan Jarak Jauh.
76461668.doc

180

Di tingkat provinsi dapat terdiri atas Komisi Pendidikan Anak Usia Dini, Komisi Pendidikan Dasar dan Menengah, Komisi Pendidikan Tinggi, Komisi Pendidikan Nonformal dan Informal, Komisi Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, dan Komisi Pendidikan Keagamaan. Di tingkat kabupaten/kota dapat terdiri atas Komisi Pendidikan Anak Usia Dini, Komisi Pendidikan Dasar dan Menengah, Komisi Pendidikan Nonformal dan Informal, Komisi Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, dan Komisi Pendidikan Keagamaan.

Komisi-komisi tersebut dapat berdiri sendiri atau digabung sesuai dengan kebutuhan. Ayat (6) Tenaga ahli yang dimaksud terdiri dari tenaga pendidik profesional yang berfungsi sebagai konsultan. Pasal 180 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam melaksanakan tugasnya panitia dapat meminta bantuan konsultan yang berpengalaman melakukan uji kelayakan (fit and proper test) dalam bidang pendidikan. Pasal 181 Cukup jelas. Pasal 182 Cukup jelas. Pasal 183 Cukup jelas. Pasal 184 Ayat (1) Komite sekolah/madrasah POMG dan yang sejenis. menggantikan keberadaan BP3,

76461668.doc

181

Nama lain yang sejenis seperti Majelis Madrasah, Komite Pendidikan Nonformal. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Koordinasi dan kerjasama antara lain menyusun anggaran dasar/anggaran rumah tangga, tukar-menukar informasi, dan memecahkan permasalahan pendidikan yang muncul. Ayat (5) Pihak-pihak yang terkait misalnya unsur-unsur satuan pendidikan selain kepala satuan pendidikan, dan unsur . Ayat (6) Gabungan satuan pendidikan yang dimaksud adalah satu komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis terdiri dari sekolah dan madrasah, program pendidikan nonformal, atau satuan pendidikan lainnya dalam satu wilayah desa atau kecamatan.

Gabungan tersebut dapat terdiri dari beberapa satuan pendidikan pada jenjang yang sama, atau berbeda seperti TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, atau RA, MI, MTs, MA, dan MAK, satuan pendidikan keagamaan, atau yang sejenisnya baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah, maupun oleh masyarakat.

Komite satuan pendidikan jalur nonformal dibentuk berdasarkan kebutuhan satuan atau gabungan satuan pendidikan nonformal. Ayat (7) Pembentukan komite sekolah/madrasah yang terdiri dari beberapa satuan pendidikan hingga memenuhi jumlah 200 peserta didik dimaksudkan untuk mencapai sinergi dan efektivitas dalam memberdayakan peranserta masyarakat terutama pada satuan pendidikan dengan jumlah peserta didik yang kecil. Penggabungan dapat dilakukan karena lokasi berdekatan, atau satuan-satuan pendidikan dikelola oleh suatu penyelenggara pendidikan, atau karena pertimbangan lain.

76461668.doc

182

Pasal 185 Cukup jelas. Pasal 186 Cukup jelas. Pasal 187 Cukup jelas. Pasal 188 Cukup jelas. Pasal 189 Cukup jelas. Pasal 190 Cukup jelas. Pasal 191 Cukup jelas. Pasal 192 Cukup jelas. Pasal 193 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Menteri melakukan pengawasan pendidikan secara umum baik yang berada di bawah kewenangan Departemen, departemen yang menangani urusan pemerintah bidang lain, lembaga pemerintah non-departemen, pemerintah daerah, maupun masyarakat. Departemen melakukan pengawasan pendidikan umum, kejuruan, akademik, vokasi, profesi, dan khusus pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

Departemen Agama melakukan pengawasan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Ayat (3)

76461668.doc

183

Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 194 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Lembaga independen yang melakukan pengawasan/pemeriksaan independen misalnya akuntan publik. Pasal 195 Cukup jelas. Pasal 196 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pemeriksaan diterapkan secara arif terhadap objek yang diawasi. Misalnya pemeriksaan terhadap objek yang diawasi
76461668.doc

184

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h, i, j, k, l, dan m hanya dilakukan apabila terdapat indikasi terjadinya penyimpangan administratif atau pelanggaran hukum.

Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 197 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pemeriksaan diterapkan secara arif terhadap objek yang diawasi. Misalnya pemeriksaan terhadap objek yang diawasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, g, h, i, j, k, l, dan m hanya dilakukan apabila terdapat indikasi terjadinya penyimpangan administratif atau pelanggaran hukum. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 198 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pemeriksaan diterapkan secara arif terhadap objek yang diawasi. Misalnya pemeriksaan terhadap objek yang diawasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, f, g, h, i, dan j hanya dilakukan apabila terdapat indikasi terjadinya penyimpangan administratif atau pelanggaran hukum. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 199

76461668.doc

185

Cukup jelas. Pasal 200 Cukup jelas. Pasal 201 Cukup jelas. Pasal 202 Cukup jelas. Pasal 203 Ayat (1) Pemberian sanksi dilakukan secara arif dan disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh satuan pendidikan, program pendidikan, badan hukum pendidikan, dan/atau satuan pendidikan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 204 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Unit dari perguruan tinggi termasuk: a. b. c. d. e. dan/atau fakultas; jurusan; program studi; lembaga penelitian atau pusat studi; lembaga pengabdian lain yang masyarakat; melaksanakan

f. unit-unit dharma perguruan tinggi. Ayat (4)


76461668.doc

186

Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 205 Cukup jelas. Pasal 206 Cukup jelas Pasal 207 Cukup jelas. Pasal 208 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan seseorang adalah pejabat atau pengurus badan hukum pendidikan yang memiliki kewengan dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan. Pasal 209 Cukup jelas. Pasal 210 Cukup jelas. Pasal 211
76461668.doc

187

Cukup jelas. Pasal 212 Cukup jelas. Pasal 213 Cukup jelas. Pasal 214 Cukup jelas. Pasal 215 Cukup jelas. Pasal 216 Cukup jelas. Pasal 217 Cukup jelas. Pasal 218 Cukup jelas. Pasal 219 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...

76461668.doc

188

DAFTAR ISI

BAB I....................................................................................................................2 KETENTUAN UMUM............................................................................................2


Pasal 1...................................................................................................................................................2

BAB II...................................................................................................................7 PENGELOLAAN PENDIDIKAN...........................................................................7


Bagian Kesatu...........................................................................................................7 Umum........................................................................................................................7
Pasal 2...................................................................................................................................................7 Pasal 3...................................................................................................................................................7

Bagian Kedua............................................................................................................8 Pengelolaan oleh Pemerintah..................................................................................8


Pasal 4...................................................................................................................................................8 Pasal 5...................................................................................................................................................9 Pasal 10...............................................................................................................................................10 Pasal 12...............................................................................................................................................11 Pasal 13...............................................................................................................................................12 Menteri menetapkan kebijakan tatakelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat:.......................................................................12 a.Departemen;.....................................................................................................................................12 b.Departemen Agama;........................................................................................................................12 c.Departemen lain atau lembaga pemerintah nondepartemen yang menyelenggarakan program dan/atau satuan pendidikan;................................................................................................................12 d.Pemerintah provinsi;........................................................................................................................12 e.Pemerintah kabupaten/kota; ............................................................................................................12 f.Badan hukum pendidikan; dan.........................................................................................................12 g.Program dan/atau satuan pendidikan...............................................................................................12 Pasal 14...............................................................................................................................................12

Bagian Ketiga..........................................................................................................12 Pengelolaan oleh Pemerintah Provinsi.................................................................12


Pasal 15 .............................................................................................................................................12 Pasal 16...............................................................................................................................................13 Pasal 22...............................................................................................................................................15 Pasal 23...............................................................................................................................................16 Gubernur menetapkan kebijakan tatakelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan
76461668.doc

akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat:.......................................................................16 Pasal 24...............................................................................................................................................16

Bagian Keempat.....................................................................................................17 Pengelolaan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota....................................................17


Pasal 25...............................................................................................................................................17 Pasal 26...............................................................................................................................................18 Pasal 32...............................................................................................................................................20 Pasal 33...............................................................................................................................................20 Bupati/Walikota menetapkan kebijakan tatakelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat:................................................................21 Pasal 34...............................................................................................................................................21

Bagian Kelima.........................................................................................................21 Pengelolaan oleh Badan Hukum Pendidikan ......................................................21


Pasal 35...............................................................................................................................................21 Pasal 36...............................................................................................................................................22 Pasal 41...............................................................................................................................................24 Pasal 42...............................................................................................................................................24 Badan hukum pendidikan menetapkan kebijakan tatakelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat:..............................................24 Pasal 43...............................................................................................................................................25

Bagian Keenam.......................................................................................................25 Pengelolaan oleh Satuan dan/atau Program Pendidikan....................................25


Pasal 44 ............................................................................................................................................25 Pasal 45...............................................................................................................................................27 Pasal 50...............................................................................................................................................28 Pasal 51...............................................................................................................................................29 Satuan dan/atau program pendidikan menetapkan kebijakan tatakelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat:...............................29 Pasal 52...............................................................................................................................................29

BAB III................................................................................................................30 PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN FORMAL..............................................30


Bagian Kesatu.........................................................................................................30

Pendidikan Anak Usia Dini..............................................................................30


Paragraf 1................................................................................................................30 Fungsi dan Tujuan..................................................................................................30
Pasal 53 .............................................................................................................................................30

Paragraf 2...............................................................................................................30 Bentuk dan Jenis Satuan Pendidikan...................................................................30


Pasal 54 ..............................................................................................................................................30
76461668.doc

ii

Paragraf 3 ...............................................................................................................31 Penerimaan Peserta Didik......................................................................................31


Pasal 55 ............................................................................................................................................31 Pasal 56 .............................................................................................................................................31

Paragraf 4................................................................................................................31 Program Pembelajaran...........................................................................................31


Pasal 57 ..............................................................................................................................................31

Bagian Kedua..........................................................................................................32 Pendidikan Dasar...................................................................................................32 Paragraf 1................................................................................................................32 Fungsi dan Tujuan..................................................................................................32


Pasal 58...............................................................................................................................................32

Paragraf 2................................................................................................................33 Bentuk Satuan Pendidikan....................................................................................33


Pasal 59 .............................................................................................................................................33

Paragraf 3................................................................................................................33 Penerimaan Peserta Didik......................................................................................33


Pasal 60 .............................................................................................................................................33 Pasal 63...............................................................................................................................................34 Pasal 64 .............................................................................................................................................34 Pasal 65...............................................................................................................................................36

Bagian Ketiga..........................................................................................................36 Pendidikan Menengah............................................................................................36 Paragraf 1................................................................................................................36 Fungsi dan Tujuan..................................................................................................36


Pasal 66...............................................................................................................................................36

Paragraf 2................................................................................................................37 Bentuk Satuan Pendidikan....................................................................................37


Pasal 68 .............................................................................................................................................37 Pasal 69...............................................................................................................................................38

Paragraf 3................................................................................................................39 Penerimaan Peserta Didik......................................................................................39


Pasal 71...............................................................................................................................................39 Pasal 72...............................................................................................................................................40

Bagian Kempat.......................................................................................................40 Pendidikan Tinggi...................................................................................................40 Paragraf 1................................................................................................................40 Fungsi dan Tujuan..................................................................................................41


Pasal 73...............................................................................................................................................41
76461668.doc

iii

Paragraf 2................................................................................................................41 Jenis, Bentuk, dan Program Pendidikan..............................................................41


Pasal 74...............................................................................................................................................41

Paragraf 3................................................................................................................41
Organisasi Perguruan Tinggi..............................................................................................................42 Pasal 75 ..............................................................................................................................................42 Pasal 77...............................................................................................................................................42 Pasal 79...............................................................................................................................................43

Paragraf 3................................................................................................................44 Penerimaan Mahasiswa ........................................................................................44


Pasal 80...............................................................................................................................................44 Pasal 81...............................................................................................................................................45 Pasal 84...............................................................................................................................................46

Paragraf 4................................................................................................................46 Sistem Pembelajaran..............................................................................................46


Pasal 86...............................................................................................................................................46 Pasal 87 ..............................................................................................................................................47 Pasal 88...............................................................................................................................................47 Pasal 89...............................................................................................................................................48

(1)Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program studi sarjana atau diploma empat kependidikan khusus bagi guru tetap dalam jabatan yang belum memiliki ijazah sarjana atau diploma empat dengan program sarjana atau diploma empat kependidikan khusus bagi guru tetap dalam jabatan........48 (2)Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan sebagai berikut:....................................................................................................................48 a.dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program studi sarjana atau diploma empat kependidikan berakreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi dan telah memperoleh izin untuk menyelenggarakan program sarjana atau diploma empat kependidikan khusus bagi guru tetap dalam jabatan dari Departemen;...........................................................................48 b.dapat dilaksanakan di pusat kegiatan Kelompok Kerja Guru atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran;.......................................................................48 c.memenuhi seluruh persyaratan program sarjana atau diploma empat kependidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. ........................48 (3)Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan oleh Departemen setelah memperoleh jaminan dari pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan untuk bertanggung jawab melindungi, mengawasi, dan memfasilitasi penyelenggaraan program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sehingga guru tetap dalam jabatan yang bersangkutan memperoleh kualifikasi
76461668.doc

iv

akademik sarjana atau diploma empat kependidikan sesuai peraturan perundang-undangan.............................................................................................48 (4) Menteri dapat membatalkan izin program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Departemen atas instruksi Menteri terbukti bahwa pelaksanaan program yang bersangkutan telah melanggar peraturan perundang-undangan.......................48 (5)Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal ini berlaku sampai berakhirnya masa peralihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 82 ayat (2).................................................48
Pasal 90...............................................................................................................................................48

Paragraf 5................................................................................................................49 Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan.....................................................49


Pasal 91...............................................................................................................................................49 Pasal 92..............................................................................................................................................51

Paragraf 6................................................................................................................51 Penelitian................................................................................................................51


Pasal 93...............................................................................................................................................51 Pasal 94..............................................................................................................................................53

Pengabdian kepada Masyarakat............................................................................54


Pasal 95...............................................................................................................................................54

Paragraf 8................................................................................................................55 Pengalihan Kredit ..................................................................................................55


Pasal 96...............................................................................................................................................55

Paragraf 9................................................................................................................55 Penjaminan Mutu Hasil Belajar..............................................................................55


Pasal 97...............................................................................................................................................55 Pasal 99...............................................................................................................................................56

Paragraf 10..............................................................................................................56 Gelar Lulusan Pendidikan Tinggi..........................................................................56


Pasal 81...............................................................................................................................................56 Pasal 82...............................................................................................................................................57 Pasal 83...............................................................................................................................................58 Pasal 84.............................................................................................................................................58

Bagian Kelima.........................................................................................................59 Penjaminan Mutu....................................................................................................59


Pasal 85...............................................................................................................................................59

BAB IV................................................................................................................59 PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NONFORMAL .....................................59


Bagian Kesatu.........................................................................................................59
76461668.doc

Fungsi dan Tujuan .................................................................................................59


Pasal 86...............................................................................................................................................60

Bagian Kedua..........................................................................................................60 Bentuk Satuan Pendidikan ..................................................................................60


Pasal 87...............................................................................................................................................60

Paragraf 1................................................................................................................60 Lembaga Kursus dan Lembaga Pelatihan ...........................................................60


Pasal 88...............................................................................................................................................60

Paragraf 2................................................................................................................61 Kelompok Belajar ..................................................................................................61


Pasal 89...............................................................................................................................................61 Paragraf 3............................................................................................................................................61 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat....................................................................................................61 Pasal 90...............................................................................................................................................61 Paragraf 4............................................................................................................................................61 Majelis Taklim....................................................................................................................................61 Pasal 91...............................................................................................................................................61 Paragraf 5............................................................................................................................................62 Taman Penitipan Anak dan Kelompok Bermain ...............................................................................62 Pasal 92...............................................................................................................................................62

Bagian Ketiga..........................................................................................................62 Program Pendidikan ..............................................................................................62


Pasal 93 ..............................................................................................................................................62 Paragraf 1............................................................................................................................................62 Pendidikan Kecakapan Hidup.............................................................................................................62 Pasal 94...............................................................................................................................................62 Paragraf 2............................................................................................................................................63 Pasal 95...............................................................................................................................................63 Paragraf 3............................................................................................................................................63 Pendidikan Kepemudaan....................................................................................................................63 Pasal 96...............................................................................................................................................64 Paragraf 4............................................................................................................................................64 Pendidikan Pemberdayaan Perempuan...............................................................................................64 Pasal 97...............................................................................................................................................64 Paragraf 5............................................................................................................................................65 Pendidikan Keaksaraan.......................................................................................................................65 Pasal 98...............................................................................................................................................65 Paragraf 6............................................................................................................................................65 Pendidikan Keterampilan dan Pelatihan Kerja...................................................................................65
76461668.doc

vi

Pasal 99...............................................................................................................................................65 Paragraf 7............................................................................................................................................66 Pendidikan Kesetaraan........................................................................................................................66 Pasal 100.............................................................................................................................................66

Bagian Ketiga (keempat)........................................................................................66 Penyetaraan Hasil Pendidikan...............................................................................66


Pasal 101.............................................................................................................................................66

BAB V.................................................................................................................67 PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INFORMAL..........................................67


Pasal 102.............................................................................................................................................67 Pasal 103.............................................................................................................................................68 Pasal 104.............................................................................................................................................68 Pasal 105............................................................................................................................................69

BAB VI................................................................................................................69 PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN JARAK JAUH......................................69


Pasal 106.............................................................................................................................................69 Pasal 107............................................................................................................................................69 Pasal 108.............................................................................................................................................70 Pasal 109.............................................................................................................................................70 Pasal 110.............................................................................................................................................71 Pasal 111.............................................................................................................................................71

BAB VII...............................................................................................................72 PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN.....................................72 PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS...................................................................72


Bagian Kesatu.........................................................................................................72 Umum......................................................................................................................72
Pasal 112.............................................................................................................................................72 Pasal 113.............................................................................................................................................72

Bagian Kedua..........................................................................................................72 Pendidikan Khusus................................................................................................72 Paragraf 1................................................................................................................72 Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik Berkelainan...........................................72
Pasal 114............................................................................................................................................72 Pasal 115.............................................................................................................................................72 Pasal 116.............................................................................................................................................73 Pasal 117.............................................................................................................................................73 Pasal 118.............................................................................................................................................73 Pasal 119............................................................................................................................................74

Paragraf 2................................................................................................................74
76461668.doc

vii

Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik yang Memiliki .......................................74 Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.....................................................75
Pasal 120.............................................................................................................................................75 Pasal 121.............................................................................................................................................75 Pasal 122.............................................................................................................................................76 Pasal 123.............................................................................................................................................76

Bagian Ketiga..........................................................................................................76 Pendidikan Layanan Khusus.................................................................................76


Pasal 121.............................................................................................................................................76 Pasal 122.............................................................................................................................................77 Pasal 123.............................................................................................................................................77 Pasal 124.............................................................................................................................................78

BAB VIII..............................................................................................................78 PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BERTARAF INTERNASIONAL .........78 DAN PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL................................78
Pasal 125.............................................................................................................................................78 Pasal 126............................................................................................................................................79 Pasal 127............................................................................................................................................80 Pasal 128.............................................................................................................................................82 Pasal 129.............................................................................................................................................82 Pasal 130.............................................................................................................................................83 Pasal 131.............................................................................................................................................83 Pasal 132.............................................................................................................................................84

BAB IX................................................................................................................84 PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN DAN KERJASAMA SATUAN PENDIDIKAN INDONESIA DENGAN SATUAN PENDIDIKAN NEGARA LAIN...........................................................................84
Pasal 133.............................................................................................................................................84 Pasal 134............................................................................................................................................85 Pasal 135.............................................................................................................................................85 Pasal 136.............................................................................................................................................85 Pasal 138............................................................................................................................................86 Pasal 139.............................................................................................................................................86 Pasal 140.............................................................................................................................................87 Pasal 141.............................................................................................................................................89 Pasal 142.............................................................................................................................................89 Pasal 143.............................................................................................................................................89

BAB X.................................................................................................................89 HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA DIDIK.......................................................89


76461668.doc

viii

Pasal 144.............................................................................................................................................89 Pasal 145 ............................................................................................................................................90 Pasal 146.............................................................................................................................................91

BAB XI................................................................................................................92 PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN.....................................................92


Bagian Kesatu.........................................................................................................92 Jenis, Tugas, dan Tanggung Jawab.....................................................................92
Pasal 147.............................................................................................................................................92 Pasal 148.............................................................................................................................................93 Pasal 149.............................................................................................................................................93

Bagian Kedua..........................................................................................................95 Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian .......................95


Pasal 150.............................................................................................................................................95 Pasal 151.............................................................................................................................................95

Bagian Ketiga..........................................................................................................96 Pembinaan Karir, Promosi, dan Penghargaan ...................................................96 Paragraf 1................................................................................................................96 Pembinaan Karir.....................................................................................................96
Pasal 152.............................................................................................................................................96

Paragraf 2................................................................................................................96 Promosi dan Penghargaan....................................................................................96


Pasal 153.............................................................................................................................................96 Pasal 154.............................................................................................................................................97 Pasal 155.............................................................................................................................................97 Pasal 156.............................................................................................................................................98

Bagian Keempat.....................................................................................................98 Larangan.................................................................................................................98


Pasal 157 ...........................................................................................................................................98

BAB XII...............................................................................................................99 PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN................................................................99


Pasal 158.............................................................................................................................................99 Pasal 159...........................................................................................................................................100 Pasal 160..........................................................................................................................................100 Pasal 161...........................................................................................................................................100 Pasal 162...........................................................................................................................................101 Pasal 163..........................................................................................................................................101

BAB XIII............................................................................................................101 PENDIDIKAN LINTAS SATUAN DAN JALUR PENDIDIKAN.......................101


Pasal 164...........................................................................................................................................101
76461668.doc

ix

Pasal 165..........................................................................................................................................102 Pasal 166...........................................................................................................................................102

BAB XIV............................................................................................................103 PERANSERTA MASYARAKAT......................................................................103


Bagian Kesatu.......................................................................................................103 Fungsi ...................................................................................................................103
Pasal 167...........................................................................................................................................103

Bagian Kedua........................................................................................................103 Komponen Peranserta Masyarakat.....................................................................103


Pasal 168..........................................................................................................................................103 Pasal 169...........................................................................................................................................104 Pasal 170...........................................................................................................................................104 Pasal 171...........................................................................................................................................105

Bagian Ketiga........................................................................................................105 Pendidikan Berbasis Masyarakat........................................................................105


Pasal 172...........................................................................................................................................105 Pasal 174...........................................................................................................................................106

Bagian Keempat...................................................................................................106 Dewan Pendidikan................................................................................................106


Pasal 175...........................................................................................................................................106 Pasal 176...........................................................................................................................................106 Pasal 177...........................................................................................................................................107 Pasal 178...........................................................................................................................................107 Pasal 179...........................................................................................................................................108 Pasal 180...........................................................................................................................................108 Pasal 181...........................................................................................................................................109 Pasal 182...........................................................................................................................................109 Pasal 183..........................................................................................................................................110

Bagian Kelima.......................................................................................................110 Komite Sekolah/Madrasah...................................................................................110 Paragraf 1..............................................................................................................110 Fungsi dan Sifat....................................................................................................110


Pasal 184..........................................................................................................................................110 Pasal 185..........................................................................................................................................111

Paragraf 2..............................................................................................................112 Keanggotaan.........................................................................................................112


Pasal 186...........................................................................................................................................112

Paragraf 3..............................................................................................................112 Persyaratan Anggota............................................................................................112


76461668.doc

Pasal 187...........................................................................................................................................112

Paragraf 4..............................................................................................................113 Struktur Organisasi dan Kepengurusan.............................................................113


Pasal 188...........................................................................................................................................113

Paragraf 5..............................................................................................................113 Mekanisme Pemilihan..........................................................................................113


Pasal 189...........................................................................................................................................113

Paragraf 6..............................................................................................................114 Pendanaan............................................................................................................114


Pasal 190...........................................................................................................................................114 Pasal 191...........................................................................................................................................114

Bagian Keenam.....................................................................................................115 Larangan...............................................................................................................115


Pasal 192...........................................................................................................................................115

BAB XV.............................................................................................................115 PENGAWASAN................................................................................................115


Pasal 193...........................................................................................................................................115 Pasal 194...........................................................................................................................................116 Pasal 195...........................................................................................................................................116 Pasal 196..........................................................................................................................................117 Pasal 197..........................................................................................................................................118 Pasal 198...........................................................................................................................................119 Pasal 199...........................................................................................................................................120 Pasal 200...........................................................................................................................................121 Pasal 201...........................................................................................................................................121

BAB XVI............................................................................................................122 SANKSI.............................................................................................................122


Pasal 202...........................................................................................................................................122 Pasal 203...........................................................................................................................................122 Pasal 204...........................................................................................................................................123 Pasal 205...........................................................................................................................................124 Pasal 206...........................................................................................................................................124 Pasal 207..........................................................................................................................................124 Pasal 208.........................................................................................................................................124 Pasal 209...........................................................................................................................................125 Pasal 210...........................................................................................................................................125 Pasal 211...........................................................................................................................................125 Pasal 212...........................................................................................................................................126 Pasal 213.........................................................................................................................................126
76461668.doc

xi

BAB XVII...........................................................................................................126 KETENTUAN PERALIHAN..............................................................................126


Pasal 214 ..........................................................................................................................................126 Pasal 215..........................................................................................................................................126

BAB XVIII.........................................................................................................127 KETENTUAN PENUTUP.................................................................................127


Pasal 216..........................................................................................................................................127 Pasal 217..........................................................................................................................................127 Pasal 218...........................................................................................................................................128

PENJELASAN.......................................................................................................129

76461668.doc

xii

You might also like