You are on page 1of 13

KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS CTL

Pada Posting sebelumnya saya tuliskan tentang komponen CTL , sekarang pada postingan kali ini kami ingin ingatkan pada kawan-kawan guru mengenai Karakteristik Pembelajaran Berbasis Ctl Mengapa saya hanya mengingatkan ? karena saya yakin bahwa kawan-kawan guru telah mahir dan biasa dengan metode pembelajaran CTL ini . KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS CTL Kerjasama Saling menunjang Menyenangkan Tidak membosankan Belajar dengan bergairah Pembelajaran terintegrasi Menggunakan berbagai sumber Siswa aktif Sharing dengan teman Siswa kritis, guru kreatif Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dll Laporan kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dll. Diantara karakteristik Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) 1. Kerjasama. 2. Saling menunjang 3. Menyenangkan, tidak membosankan. 4. Belajar dengan bergairah. 5. Pembelajaran terintegrasi. 6. Menggunakan berbagai sumber. 7. Siswa aktif. 8. Sharing dengan teman. 9. Siswa kritis guru kreatif. 10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain. 11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah- langkah pembelajaran, dan authentic assessment-nya. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang

apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya

Karakteristik Pembelajaran Terpadu


OPINI | 01 October 2010 | 17:53 1152 2 Nihil SERI PEMBELAJARAN TERPADU 04 Pembelajaran terpadu di Sekolah Dasar lebih dikenal dengan pembelajaran tematik. Kali ini, sebelumnya akan penulis utarakan beberapa kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran tematik yang dilaksanakan di Sekolah Dasar (terutama di kelas rendah). Kelebihan dan kelemahan pembelajaran tematik menurut Kunandar (2007) adalah : 1. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik. 2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik. 3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna. 4. Mengembangkan keterampilan berfikir anak didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi. 5. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama. 6. Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain. 7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik. Adapun kelemahan pembelajaran tematik terjadi jika dilakukan oleh guru tunggal. Misalnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema yang akan diajarkan sehingga guru merasa kesulitan pada pembelajaran tematik untuk mengaitkan tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran. Karakteristik Pembelajaran Terpadu 1. Pembelajaran terpusat pada anak Pada dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu system pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun secara kelompok. Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip

dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya. Siswa dapat mencari tahu sendiri apa yang dia butuhkan. 2. Belajar melalui proses pengalaman langsung Pembelajaran terpadu diprogramkan untuk melibatkan siswa secara langsung pada konsep dan prisip yang dipelajari dan memungkinkan siswa belajar dengan melakukan kegiatan secara langsung sehingga siswa akan memahami hasil belajarnya secara langsung. Siswa akan memahami hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka alami, bukan sekedar memperoleh informasi dari gurunya. Guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator yang membimbing ke arah tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan siswa sebagai aktor pencari fakta serta informasi untuk mengembangkan pengetahuannya. 3. Sarat dengan muatan saling keterkaitan, sehingga batasan antarmata pelajaran tidak begitu jelas Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotakkotak/dibatasi. Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi, yang pada gilirannya nanti akan membuat siswa lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada. 4. Lebih menekankan kebermaknaan dan pembentukan pemahaman Pembelajaran terpadu mengkaji suatu fenomena dari berbagai macam aspek yang membentuk semacam jalinan antarskema yang dimiliki oleh siswa, sehingga akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari siswa. Hasil yang nyata didapat dari segala konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajari siswa. Hal ini mengakibatkan kegiatan belajar menjadi lebih bermakna. Dari kegiatan ini diharapkan dapat berakibat pada kemampuan siswa untuk dapat menerapkan apa yang diperoleh dari belajarnya pada pemecahan masalah-masalah yang nyata dalam kehidupan siswa tersebut sehari-hari. 5. Lebih mengutamakan proses daripada hasil Pada pembelajaran terpadu dikembangkan pendekatan discovery inquiry (penemuan terbimbing) yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai proses evaluasi. Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan melihat keinginan, minat, dan kemampua siswa sehingga memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar terus-menerus. Bila guru merasa kesulitan karena jumlah murid yang terlalu banyak guru bias meminta bantuan guru yang lain atau membagi-bagi anak dalam beberapa kelompok. Landasan Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu 1. Progresivisme

Pembelajaran menekankan kepada guru untuk menggantikan hal-hal biasa dan dangkal dengan realitas yang diarahkan dengan baik, di mana guru lebih berperan sebagai fasilitator dan pembelajar terhadap peserta didik. Pembelajaran akan terspudat pada peserta didik dan pembelajaran akan menjadi aktif dan kreatif. 2. Konstruktivisme Dalam konteks ini pembelajaran menekankan pada proses peserta didik dalam mengkonstruksi (membangun) sendiri pengetahuannya. Dalam hal ini anak harus diberi kesempatan untuk menyusun pengetahuannya sendiri berdasar pengalaman belajarnya yang biasa disebut belajar bermakna. 3. Developmentally Appropriate Practice (Teori Perkembangan Kognitif) Belajar itu harus disesuaikan dengan perkembangan usia dan individu itu sendiri yang meliputi kognisi, emosi, minat, dan bakatnya. Prinsip-prinsip Pembelajaran Terpadu 1. Prinsip penggalian tema 1) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak bidang studi, 2) Tema harus bermakna artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya 3) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak. 4) Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak, 5) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan penstiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar, 6) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku, serta harapan dari masyarakat, 7) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar. 2. Prinsip pelaksanaan 1) guru hendaknya jangan menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar, 2) pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasarna kelompok, 3) guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam poses perencanaan. 3. Prinsip evaluasi 1) guru seharusnya lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya, 2) guru perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria

keberhasilan pencapaian tujuan yang telah disepakati dalam kontrak belajar. 4. Reaksi Prinsip reaksi / dampak pengiring yang penting bagi perilaku siswa secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap reaksi siswa dalam semua event yang tidak diarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna. (diambil dari berbagai sumber) http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/01/karakteristik-pembelajaran-terpadu/

Ciri-Ciri Pembelajaran Aktif di Kelas


Posted on 12 Juni 2011 by AKHMAD SUDRAJAT Pembelajaran aktif atau active learning adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran. Saat ini pembelajaran aktif telah diyakini oleh sebagian besar para teoritisi, praktisi dan pemegang kebijakan di hampir seluruh belahan muka bumi ini sebagai sebuah konsep pembelajaran yang memberikan harapan bagi tercapainya mutu pembelajaran. Berpegang pada gagasan yang disampaikan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas (2010), berikut ini disajikan sejumlah ciri-ciri atau indikator terjadinya pembelajaran aktif pada setting kelas:

1. Kegiatan belajar suatu kompetensi dikaitkan dengan kompetensi lain pada suatu mata pelajaran atau mata pelajaran lain. 2. Kegiatan belajar menarik minat peserta didik. 3. Kegiatan belajar terasa menggairahkan peserta didik. 4. Semua peserta didik terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar. 5. Mendorong peserta didik berpikir secara aktif dan kreatif. 6. Saling menghargai pendapat dan hasil kerja (karya) teman. 7. Mendorong rasa ingin tahu peserta didik untuk bertanya. 8. Mendorong peserta didik melakukan eksplorasi (penjelajahan).

9. Mendorong peserta didik mengekspresi gagasan dan perasaan secara lisan, tertulis, dalam bentuk gambar, produk 3 dimensi, gerak, tarian, dan / atau permainan. 10. Mendorong peserta didik agar tidak takut berbuat kesalahan. 11. Menciptakan suasana senang dalam melakukan kegiatan belajar. 12. Mendorong peserta didik melakukan variasi kegiatan individual (mandiri), pasangan, kelompok, dan / atau seluruh kelas. 13. Mendorong peserta didik bekerja sama guna mengembangkan keterampilan sosial. 14. Kegiatan belajar banyak melibatkan berbagai indera. 15. Menggunakan alat, bahan, atau sarana bila dituntut oleh kegiatan belajar. 16. Melibatkan kegiatan melakukan, seperti melakukan observasi, percobaan, penyelidikan, permainan peran, permainan (game). 17. Mendorong peserta didik melalui penghargaan, pujian, pemberian semangat. 18. Hasil kerja (karya) peserta didik dipajangkan. 19. Menerapkan teknik bertanya guna mendorong peserta didik berpikir dan melakukan kegiatan. 20. Mendorong peserta didik mencari informasi, data, dan mencari jawaban atas pertanyaan. 21. Mendorong peserta didik menemukan sendiri. 22. Peserta didik pada umumnya berani bertanya secara kritis. Untuk dapat memenuhi seluruh ciri (indikator) di atas tentu bukan hal yang mudah, khususnya bagi kawan-kawan yang sudah tertiasa dengan pola pembelajaran pasif. Oleh karena itu, mari kita mencoba memenuhi dan mempraktikannya di kelas, mulai dari hal yang paling mungkin untuk dilaksanakan. ========== Sumber: Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. 2010. Panduan Pengembangan Pendekatan Belajar Aktif; Buku I Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta Ciri-Ciri Pembelajaran Modern Di sekolah terjadi proses belajar mengajar, ada guru dan murid. Ada beberapa kegiatan yang harus dirubah untuk menuju proses pembelajaran yang lebih modern dan tepat. Situasi atau kegiatan mengajar yang kuno, konvesional, ataupun klasik (teaching) harus dirubah menjadi learning, lebih modern yang disesuaikan dengan karakter anak dan pengembangan IPTEK. Berikut ini ciri-ciri atau prinsip pembelajaran masa depan (learning).

Siswa aktif dan guru hanya mengarahkan. Harus dirubah dari kebiasaan guru yang aktif ceramah di depan kelas dan siswa hanya menonton di tempat duduknya sendiri-sendiri. Siswalah yang harus aktif menemukan dan menyimpulkan pengetahuan, menanamkan konsep, guru hanya sebagai fasilitator yang mengarah siswa.

Mendidik (education). Harus dirubah konsep mengajar menjadi mendidik. Dari memberikan perintah-perintah menjadi proses mendidik yaitu melaksanakan langsung atau memberi contoh dalam perbuatan. Mendapatkan pengalaman nyata. Siswa itu bukan sebuah botol kosong yang lalu diisi oleh guru. Siswa bisa mengisinya sendiri dengan pengalaman nyata yang diberikan guru. Berpusat pada siswa, pembelajaran yang bermakna. Situasi kelas yang hanya berpusat pada guru, dengan memberikan tugas-tugas harus dirubah dengan menjadikan siswa sebagai pusatnya. Siswa sebagai subyek, aktif, kritis dan kreatif. Model pengajaran yang membuat siswa menjadi obyek, siswa pasif dan statis harus dirubah. Siswalah yang melakukan sendiri, maju ke depan, berdiskusi, dan menuangkan ideidenya. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara tak hanya tes. Karena ada berbagai macam kompetensi yang diinginkan dari sebuah pembelajaran, maka bentuk tesnya pun beragam. Selain itu tak hanya tes akhir tapi juga ada penilaian proses. Belajar dapat dilakukan dimana saja tak hanya di dalam kelas yang dibatasi tembok, tapi bisa di lingkungan sekitar. Karya siswa menjadi acuan bukan hasil tes yang menjadi acuanPerilaku siswa berasal dari kesadaran diri siswa, pengetahuan dekat dengan kehidupan nyata dan berguna dalam kehidupan. Tidak menjadikan tes sebagai acuan dan perilaku siswa tidak berasal dari drill.Adanya perubahan perilaku, memiliki respon terhadap sesuatu serta memberi makna pada siswa, tidak hanya mengubah kognitif atau mengingat.Siswa mencoba untuk memecahkan masalah bukan guru menyampaikan informasi saja.

Demikian tadi apa yang bisa dilakukan untuk mengubah dari teaching menuju learning atau dari pengajaran menuju pembelajaran. Sehingga guru bisa berusaha untuk menciptakan pembelajaran yang mengandung maksud seperti diatas. Tulisan ini juga diterbitkan di Kompasiana Ciri2 pembelajaran koopratif b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, rendah, dan sedang. c. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, bangsa, dan jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap kelompok terdapat ras, suku, agama, bangsa, dan jenis kelamin yang berbeda pula. d. Penghargaan lebih pada kerja kelompok daripada kerja perorangan/individu.Pembelajaran koopertif memiliki ciri-ciri tertentu diantaranya adalah: a. Siswa bekerja dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat dan membuat keputusan secara bersama. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif Adapun unsur-unsur pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: a. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup semati b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya, seperti milik

mereka sendiri. c. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. d. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok. f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selam proses belajarnya. g. S i s w a a k a n d i m i nt a m e m p e r t a n g g u n g j a w a b k a n secara individual materi yang ditangani dalam kelompok koopertif. Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2198461-ciri-ciripembelajaran-kooperatif/#ixzz1bEWBMx00 B. Ciri-ciri Pembelajaran Inkuiri Pembelajaran inkuiri memiliki beberapa ciri, di antaranya: Pertama, pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya, pada pembelajaran inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima materi pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, pada pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi lebih diposisikan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok. Ketiga, tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam pembelajaran pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal. Sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran. C. Ciri dan Karakteristik Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) memiliki beberapa ciri dan karakteristik sebagai berikut: 1. Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik dan menghindari pembelajaran terisolasi 2. Berpusat pada siswa dalam jangka waktu lama 3. Menciptakan pembelajaran interdisiplin, 4. Penyelidikan masalah autentik yang terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis . 5. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya 6. Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupannya yang panjang 7. Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil (kooperatif). 8. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing. 9. Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran 10. Masalah adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah. 11. Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri.

Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir merupakan strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa yang memiliki beberapa karakteristik.Ada tiga karakteristik utama yang dimilki oleh Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir, seperti yang diungkapkan oleh Sanjaya (2009 :229) berikut ini :

1. Proses pembelajaran melalui Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir menekankan kepada proses mental siswa secara maksimal. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir bukan model pembelajaran yang hanya menuntut siswa sekedar mendengar dan mencacat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir.

2. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus menerus .prosespembelajaran melalui dialogis dan tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan yang mereka kontruksi sendiri.

3. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir adalah model pembelajaran yang menyandangkan kepada kedua sisi yang sam pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, proses sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkontruksi penegtahuan atau penugasan pembelajaran baru.

2.2.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes. Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. 1. Sikap Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding

sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif. 1. Minat Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. Penilaian minat dapat digunakan untuk:

mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran, mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya, pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik, menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,

Mengelompokkan didik yang memiliki peserta minat sama, f. acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,

mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik, bahan pertimbangan menentukan program sekolah, meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

1. Konsep Diri Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:

Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.

Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai. Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya. o Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik. o Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran. o Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik. o Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran. o Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya. o Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik. o Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki. o Peserta didik memahami kemampuan dirinya. o Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik. o Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan. o Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain. o Peserta didik mampu menilai dirinya. o Peserta didik dapat mencari materi sendiri. o Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.

1. Nilai Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu. Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat. 1. Moral Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.

Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Ranah afektif lain yang penting adalah:

Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain. Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik. Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan. Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

You might also like