You are on page 1of 31

Definisi dan konsep dasar, persediaan, pull system dan push system, pengertian Kanban serta Fungsi dan

aturan Just in Time


1. Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen. Just In Time (JIT) adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja sama dengan komponen-komponen lainnya. Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat di atas dipenuhi dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan jadwal, dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya memasok suku cadang pada proses berikutnya 2. Persediaan dalam system just-in-time yaitu Persediaan JIT adalah untuk sistem persediaan yang dirancang guna mendapatkan barang secara tepat waktu. Pada persediaan JIT mensyaratkan bahwa proses atau orang yang membuat unit-unit rusak dapat dikirim untuk menunggu pengerjaan ulang atau menjadi bahan sisa. Sistim JIT menghapus kebutuhan akan persediaan karena tidak ada produksi sampai barang akan dijual. Hal ini berarti bahwa perusahaan harus mempunyai pesanan terus menerus agar dapat berproduksi Dalam system JIT menerapkan untuk membeli barang hanya dalam kuantitas yang dibutuhkan saja. Untuk itu perusahaan harus mengikat kontrak panjang kepada pemasok agar bersedia mengirimkan barang yang kita pesan sesering mungkin. Hal ini agar tidak adanya persediaan di gudang. Produksi JIT merupakan suatu sistem dimana tiap komponen dalam jalur produksi menghasilkan secepatnya saat diperlukan dalam langkah selanjutnya dalam jalur produksi. Perusahaan harus memproduksi barang sesuai dengan jumlah pesanan agar tidak adanya persediaan. 3. Pull system adalah aksi untuk melayani permintaan. pull system sebagai suatu proses produksi yang mengalir dengan ekspektasi inventori sekecil mungkin. Push system adalah aksi untuk mengantisipasi kebutuhan, push system dengan proses manajemen dalam upaya mengurangi risiko stock-out. Perbedaan pull system dan push system yaitu bahwa sistem manufaktur push membutuhkan ketersediaan inventori untuk mendukung kelancaran proses produksi, sedangkan sistem manufaktur pull menghendaki ketiadaan inventori karena dipandang sebagai beban biaya. 4. Contoh dari pull system dan push system adalah pada pull system, sebuah mesin melakukan proses produksi hanya jika ada permintaan dari mesin yang akan melakukan proses selanjutnya.

Sebaliknya pada push system,sebuah mesin melakukan proses produksi tanpa harus menunggu permintaan dari mesin yang akan melakukan proses berikutnya 5. Pengertian Kanban : Kanban dalam bahasa jepang berarti Visual record or signal. Sistem produksi JIT menggunakan aliran informasi berupa kanban yang berbentuk kartu atau peralatan lainnya seperti bendera,lampu dan lain-lain. Sistem kanban adalah suatu sistem informasi yang secara harmonis mengendalikan produksi produk yang diperlukan dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang diperlukan dalam tiap proses manufakturing dan juga diantara perusahaan. Menurut Taiichi Ohno, Kanban adalah suatu alat untuk mengendalikan produksi, yang digunakan dalam mengendalikan aliran-aliran material melalui sistem produksi JIT dengan menggunakan kartukartu untuk memerintahkan suatu work center memindahkan dan menghasilkan material atau komponen tertentu. Fungsi Kanban : Kanban dalam sistem produksi Just In Time (JIT) mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut : a) Memberikan informasi pengambilan dan pengangkatan b) Memberikan informasi produksi c) Berlaku sebagai perintah kerja yang ditempelkan langsung pada barang d) Mencegah produk cacat dengan mengenali proses yang membuat cacat. e) Mengungkap masalah yang ada dan mempertahankan pengendalian persediaan. f) Pengendalian visual (visual control) g) Perbaikan proses dan operasi manual. h) Alat untuk melakukan improvement. Aturan aturan Kanban : Peraturan 1 Proses berikutnya harus menarik (mengambil) produk yang diperlukan dari proses sebelumnya dalam jumlah yang diperlukan dan pada saat yang diperlukan (sesuai dengan yang tercantum dalam kanban). Syarat penting untuk peraturan pertama ini adalah pelancaran produksi yaitu produksi harian yang ditingkatkan dan jumlah lot 1 unit, diperlukan untuk dapat ditarik dengan lancar dari proses sebelumnya. Sub peraturan yang harus dipenuhi antara lain: 1. Setiap pengambilan tanpa kanban harus dilarang 2. Setiap pengambilan yang lebih besar dari jumlah kanban harus dilarang 3. Kanban yang harus ditampilkan pada produk fisik. Peraturan 2 Produk yang rusak tidak boleh diteruskan ke proses berikutnya. Jika suatu produk rusak ditemukan oleh proses berikutnya, maka proses berikut ini akan menghentikan lininya, karena tidak memiliki persediaan, dan akan mengirim kembali produk yang rusak ini kepada proses sebelumnya Peraturan 3 Jumlah kanban harus sekecil mungkin. Mengingat jumlah kanban menyatakan persediaan maksimum suatu suku cadang, maka jumlah ini harus dijaga sekecil mungkin. Toyota menganggap tambahan tingkat persediaan sebagai asal

mula semua jenis pemborosan. Peraturan 4 1. Sistem kanban harus dipergunakan untuk menyesuaikan dengan fluktuasi permintaan yang kecil saja (penyetelan produksi dengan kanban). Penyetelan produksi dengan kanban, mempunyai arti sebagai berikut:Keadaan dimana tidak ada perubahan beban produksi seluruhnya dalam sehari, tetapi hanya perubahan jenis, tanggal penyerahan, dan jumlahnya. Dalam hubungan ini, sistem kanban dapat dianggap sebagai alat yang paling ekonomis untuk suatu sistem informasi. 2. Keadaan dimana ada perubahan jangka pendek dalam beban produksi sehari-hari, meskipun jumlah bulanan tetap sama. Untuk keadaan ini frekuensi gerakan kanban akan ditingkatkan atau dikurangi. Keadaan dimana ada perubahan permintaan musiman atau perubahan permintaan bulanan di luar beban yang sudah ditentukan. Untuk keadaan ini jumlah kanban harus ditambahi atau dikurangi, dan pada waktu bersamaan semua lini produksi harus diatur kembali.

Klasifikasi sistem operasi jasa


Klasifikasi sistem operasi jasa Menurut Lovelock ; 2001, jasa dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tingkat tangibilitas dan intangibilitas dari proses jasa Apakah jasa memerlukan sesuatu yang bersifat fisik/berwujud (kendaraan pd jasa angkutan), atau prosesnya melibatkan lebih banyak sesuatu yang tidak berujud (mengajar, konsultasi) Apa atau siapa penerima langsung dari proses jasa Kepada siapa jasa tersebut diarahkan?: - services directed at people bodies (potong rambut) - services directed at goods and other physical posseeeions (reparasi) - services directed at peoples minds (pendidikan) - services directed at intangibles assets (bank, asuransi) Tempat dan waktu penyampaian jasa Apakah pelanggan yang datang kelokasi jasa, atau provider yang mendatangi pelanggan Kustomisasi versus standarisasi Apakah pelanggan akan menerima jasa yg sama atau apakah fitur jasa disesuaikan u/ memenuhi persyaratan konsumen Sifat hubungan dg konsumen Apakah pelanggan dapat diidentifikasi (nasabah Bank) atau tidak (pengguna telepon coin) Sifat permintaan dan penawarannya Apakah sifat permintaannya tetap atau berfluktuasi Sejauh mana fasilitas, peralatan, dan orang mrp bagian dari pengalaman jasa. Sejauh mana pelanggan jasa diekspose pada elemen-elemen fisik dalam sistem penyampaiannya.

Fungsi Manajemen Keuangan dan Peranan Pasar Modal di Indonesia

Manajemen keuangan merupakan manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan. Fungsi-fungsi keuangan tersebut meliputi bagaimana memperoleh dana (raising of fund) dan bagaimana menggunakan dana tersebut (allocation of fund). Manajer keuangan berkepentingan dengan penentuan jumlah aktiva yang layak dari investasi pada berbagai aktiva dan pemilihan sumbersumber dana untuk membelanjai aktiva tersebut. Untuk memperoleh dana, manajer keuangan bisa memperolehnya dari dalam maupun luar perusahaan. Sumber dari luar perusahaan berasal dari pasar modal, bisa berbentuk hutang atau modal sendiri. Fungsi Manajemen Keuangan Manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab manajer keuangan. Tugas pokok manajemen keuangan antara lain meliputi keputusan tentang investasi, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian deviden suatu perusahaan, dengan demikian tugas manajer keuangan adalah merencanakan untuk memaksimumkan nilai perusahaan Kegiatan penting lainnya yang harus dilakukan manajer keuangan menyangkut empat aspek yaitu : 1. Manajer keunangan harus bekerjasama dengan para manajer lainnya yang bertanggung jawab atas perencanaan umum perusahaan 2. Manajer keuangan harus memusatkan perhatian pada berbagaikeputusan investasi dan pembiayaan, serta segala hal yang berkaitan dengannya 3. Manajer keuangan harus bekerjasama dengan para manajer di perusahaan agar perusahaan dapat beroperasi seefisien mungkin 4. Manajer keuangan harus mampu menghubungkan perusahaan dengan pasar keuangan, di mana perusahaan dapat memperoleh dana surat berharga perusahaan dapat diperdagangkan Tujuan Perusahaan Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Akan tetapi dibalik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektifitias perusahaan. Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalisasikan harga saham. Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi. Aspek penting lain dari tujuan perusahaan dan tujuan manajemen keuangan adalah pertimbangan terhadap tanggung jawab sosial yang dapat dilihat dari empat segi yaitu : 1. Jika manajemen keuangan menuju pada maksimalisasi harga saham, maka diperlukan manajemen yang baik dan efisien sesuai dengan permintaan konsumen. 2. Perusahaan yang berhasil selalu menempatkan efisiensi dan inovasi sebagai prioritas, sehingga menghasilkan produk baru, penemuan teknologi baru dan perluasan lapangan pekerjaan. 3. Faktor-faktor luar seperti pencemaran lingkungan, jaminan keamanan produk dan keselamatan kerja menjadi lebih penting untuk dipertimbangkan. Fluktuasi di semua tingkat kegiatan bisnis dan perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi pasar keuangan merupakan aspek penting

dari lingkungan luar. 4. Kerjasama antara industri dan pemerintah sangat diperlukan untuk menciptakan peraturan yang mengatur perilaku perusahaan, dan sebaliknya perusahaan mematuhi peraturan tersebut. Tujuan perusahaan pada dasarnya adalah memaksimumkan nilai perusahaan dengan pertimbangan teknis sebagai berikut : 1. Memaksimumkan nilai bermakna lebih luas daripada memaksimumkan laba, karena memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan pengaruh waktu terhadap nilai uang. 2. Memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan berbagai resiko terhadap arus pendapatan perusahaan. 3. Mutu dari arus dana yang diharapkan diterima di masa yang akan datang mungkin beragam. Perkembangan Pasar Modal Sebenarnya pasar modal tidak jauh berbeda dengan pasar-pasar lainnya. Keduanya merupakan pertemuan antara permintaan dan penawaran dalam memperjualbelikan sesuatu barang. Perbedaannya dengan pasar lainnya, dalam pasar modal yang diperdagangkan adalah barangbarang intangible berupa surat-surat berharga atau saham. Transaksi di pasar modal dapat terjadi karena ada yang melakukan permintaan yaitu perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspansi dan diversifikasi yang disebut Emiten. Terdapat beberapa lembaga terkait dalam pasar modal, antara lain : 1. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Badan pengawas ini memberikan ijin-ijin di bidang pasar modal misalnya Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Secara umum badan ini berfungsi untuk membantu menteri keuangan dalam melakukan penyusunan kebijaksanaan dalam pasar modal. 2. Bursa Effek Bursa effek merupakan pasar sekunder yang dikelola oleh organisasi swasta yang dapat membuat aturannya sendiri dan mengikat para anggotanya dan juga emiten yang tercatat di bursa. Bursa effek berfungsi untuk menetapkan effek-effek yang ada di bursa agar menjadi likuid. Apabila pemegang saham akan membeli atau menjual sahamnya, maka dapat dilaksanakan dengan mudah di pasar bursa. 3. Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) Lembaga ini dapat menjamin jika ada saham yang gagal dalam transaksi. 4. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) Lembaga ini berfungsi untuk menyelesaikan transaksi dan menyimpan saham-saham yang diperjualbelikan. Manfaat dan Peranan Pasar Modal Pasar modal sangat bermanfaat bagi emiten dan investor. Adapun manfaat bagi emiten antara lain: a. Menciptakan iklim berusaha yang sehat, sehingga akan diperoleh dana jangka panjang bagi emiten b. Menghilangkan insentif mempertahankan mayoritas kepemilikan

c. Mendorong pemanfaatan manajemen secara profesional d. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses kontrol sosial Sedangkan manfaat bagi investor antara lain: a. Memberikan alternatif investasi untuk memperoleh keuntungan dengan resiko yang dapat diperhitungkan b. Memberikan kesempatan bagi investor untuk memiliki perusahaan-perusahaan yang sehat, baik dan benar. Secara nasional, pasar modal mempunyai peranan untuk terciptanya iklim berusaha yang sehat, terciptanya alokasi sumber dana secara optimal, tersedianya alternatif sumber pembiayaan pembangunan dan terciptanya penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.

Keputusan Bauran Pemasaran


Definisi Produk Produk merupakan salah satu variabel terpenting yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan, keinginana, dan permintaan konsumen. Untuk itu, perusahaan berusaha agar produk yang dihasilkannya dapat sesuai dengan harapan konsumen. Menurut Keegan (1995), pengertian produk adalah sebagai berikut produk dapat didefinisikan sebagai segala bentuk barang, jasa, ataupun ide yang dapat ditawarkan kepada pasar dan dapat memuaskan segala keinginan dan kebutuhan konsumen. Pengertian produk menurut Bearden (1995), produk dapat diartikan sebagai sebuah ide, sebuah bentuk fisik (barang), jasa, atau kombinasi dari ketiganya, sebagai sebuah elemen pertukaran untuk memuaskan tujuan individu atau bisnis. Konsep Produk Setiap perusahaan dalam merencanakan penawaran produk, perlu membedakan tingkatan produknya, menurut Kotler (997 : 431), produk memiliki lima tingkatan yaitu: 1. Manfaat Utama Jasa atau manfaat dasar yang sebenarnya dibeli oleh seorang pelanggan, yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhannya. Jadi penekanannya adalah manfaat bukan pada bentuk lahiriah dari produk 2. Produk Generik Bentuk standar (dasar) dari produk yang umumnya sudah dikenal. Misalnya komputer meiliki CPU, layar monitor, dan keyboard. 3. Produk yang diharapkan Merupakan suatu set atribut dan persyaratan yang biasanya diharapkan dan disetujui pembeli ketika membeli produk itu. Misalnya tamu hotel mengharapkan tempat tidur yang bersih, sabun, handuk, dan lain-lain. 4. Produk Tambahan Produk tambahan merupakan pelengkap produk yang memberikan suatu pelayanan dan manfaat tambahan kepada konsumennya, diluar dari apa yang diharapkan konsumen, sehingga akan membedakannya dari produk pesaing. Misalnya hotel dapat menambahkan produknya dengan

melengkapinya dengan televisi, shampo, bunga segar, dan sebagainya. 5. Produk Potensial Produk potensial menunjukan semua tambahan dan perubahan yang mungkin dialami produk di masa yang akan datang. Perusahaan-perusahaan pada masa ini saling bersaing dan berusaha mencari cara-cara baru dalam menawarkan kepuasan pelanggan. Kebijakan Produk Produk mempunyai arti yang sangat penting bagi perusahaan. Sebab, disamping sebagai dasar menentukan kebijakan pemasaran juga merupakan gambaran perusahaan di mata masyarakat konsumen. Jika produk yang ditawarkan dapat memuaskan keinginan konsumen merupakan gambaran keberhasilan, demikian sebaliknya. Tentunya produk di sini tidak hanya terbatas wujud fisik, tetapi juga kualitas model dan apa saja yang dapat memuaskan keinginan konsumen. Dalam dunia bisnis, banyak perusahaan yang memasarkan barang dari satu jenis. Oleh karena itu bauran produk mempunyai lebar, panjang, halaman dan konsistensi tersendiri. Tentunya dimensi bauran produk harus selalu dievaluasi. Hal ini dimaksudkan agar dapat diciptakan perlakuan yang benar dan seimbang untuk setiap lini produk, yaitu memberikan dukungan penuh bagi produk berprospek cerah atau ngeliminasi produk yang lemah di pasar. Keputusan lain mengenai kebijakan produk yang perlu diperhatikan adalah mengenai model, merk, label dan kemasan. Untuk itu ada beberapa kemungkinan misalnya membuat model tertentu sebagai ciri sebagian atau seluruh produk yang dipasarkan perusahaan. Membuat merk yang berlainan untuk produk yang sama untuk setiap produk yang ditawarkan serta membuat merk tersendiri untuk setiap jenis produk. Strategi kemasan hendaknya diarahkan untuk terciptanya manfaat tambahann, misalnya menambah ketahanan perlindungan kualitas, mempunyai efek promosi dan lain- lain. Sedangkan keputusan mengenai label hendaknya memperjelas informasi kepada konsumen, mempunyai efek promosi dan lain-lain. Strategi Harga Jual Keputusan tentang harga jual mempunyai implikasi yang cukup luas perusahaan maupun konsumen. Harga yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kemungkinan menurunnya daya saing. Sebaliknya harga rendah dapat menyebabkan kerugian, khususnya bila biaya meningkat. Hal ini terutama akan menjadi masalah bagi perusahaan yang baru berdiri. Tujuan akan sangat mempengaruhi tingkat harga jual yang akan ditetapkan perusahaan .Adapun tujuan penetapan harga jual adalah : 1. Untuk Survival Bila perusahaan berada dalam kondisi menghadapi persaingan yang sangat gencar, pergeseran keinginan konsumen adanya kapasitas menganggur, maka yang diinginkan perusahaan adalah bagaimana untuk bertahan hidup Dalam kondisi untuk tetap eksis dalam dunia bisnisnya maka perusahaan akan menetapkan harga jual sekedar dapat menutupi tetap dan variabel saja. 2. Penetrasi Pasar Jika perusahaan ingin memperkuat market share dari produk yang dipasarkannya, maka perusahaan akan menetapkan harga jual yang rendah. Dengan kebijakan harga jual yang rendah diharapkan pembeli akan sangat peka terhadap harga, biaya per unit akan semakin kecil seiring dengan semakin meningkatnya penjualan dan akan mendesak pesaing. 3. Maksimumkan Laba Dalam Jangka Pendek

Jika perusahaan menetapkan untuk mendapatkan keuntungan setinggi mungkin, maka akan ditetapkan harga jual tinggi. 4. Mendapatkan Uang Secepat Mungkin Jika perusahaan berada dalam kesulitan keuangan, maka perusahaan akan menetapkan harga jual rendah dengan maksud untuk mendapatkan uang tunai dengan cepat. 5. Untuk Keunggulan Dalam Kualitas Produk Suatu perusahaan mungkin bertujuan agar kualitas produk yang dipasarkannya selalu yang terbaik. Untuk itu perlu di penelitian dan pembangan yang terus menerus. Langkah selanjutnya dalam penetapan harga jual adalah menentukan permintaan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian besarnya tingkat permintaan untuk produk yang ditawarkan perusahaan dalam market share yang dikuasai pesaing. Di samping itu perlu pula diperhitungkan sifat eleminitas permintaan produk tersebut. Hal ini untuk mengetahui hubungan antara kebijakan harga dengan tingkat permintaan. Jika sudah diketahui tujuan dan besarnya kemungkinan permintaan, perlu pula ditaksir besarnya biaya untuk memasarkan sebesar permintaan itu sebelum ditetapkan harga jual. Tentunya harga jual yang akan minimal harus dapat menutupi biaya yang dikorbankan. Setelah ancar-ancar harga jual diketahui dengan memperhatikan tujuan, besarnya permintaan dan biaya, maka sebelum ditetapkan sebagai harga jual, terlebih dahulu memperhatikan tawaran harga dari pesaing. Sebab bila harga yang ditetapkan dibawah harga pesaing kemungkinan besar akan memicu perang harga. Sebaliknya jika terlalu tinggi akan menyebabkan menurunya daya saing perusahaan. Langkah berikutnya dalam menetapkan harga adalah memilih metode digunakan. Untuk itu ada beberapa metode yang akan digunakan, antara lain: Cost plus pricing, break event dan target profit pricing, penetapan harga atas dasar nilai, yang tergantung dari produk yang dipasarkan, penetapan harga berdasarkan nilai yang tergantung dari produk yang dipasarkan, penetapan harga berdasarkan harga pasar seharga kontrak. Bila ditetapkan metode yang akan digunakan, maka dapat ditentukan beberapa kemungkinan harga jual atas dasar tujuan, besarnya permintaan, dan pesaing. Tetapi sebelum ditetapkan sebagai harga jual akhir, maka perlu diuji seberapa kemungkinan tersebut. Dalam pengujian tersebut diperhitungkan dampak psikologis bagi konsumen, citra perusahaan serta dampaknya bagi pesaing dari penetapan harga jual tersebut. Kebijakan lain yang perlu diperhatikan dalam strategi harga jual adalah modifikasi harga. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan apakah perlu perbedaaan harga untuk wilayah yang berbeda dan pembeli yang berbeda, dengan harga dan kemungkinan memprakarsai kenaikan harga. Kebijakan Penyaluran Keputusan saluran akan mempengaruhi dua hal, yaitu jangkauan penjualan dan biaya. Setiap alternatif saluran yang dipilih jelas dipengaruhi unsur-unsur lain yang terdapat dalam bauran pemasaran perusahaan. Misalnya tujuan yang ingin dicapai, ciri-ciri pasar yang dijadikan sasaran dan karakteristik produk yang ditawarkan. Ada beberapa alternatif yang mungkin di pilih penjual dalam distribusikan produknya kepada konsumen, yaitu : 1. Manufacturer Konsumen 2. Manufacturer Pedagang eceran Konsumen 3. Manufacturer Pedagang besar Pedagang eceran Konsumen

4. Manufacturer Agen Pedagang besar Pedagang eceran Konsumen Perlu disadari bahwa alternatif manapun yang dipilih saluran distribusi akan menghubungkan arus fisik, hak milik, pembayaaran, informasi promosi. Untuk itu sebelum ditetapkan satu alternatif saluran perlu diketahui dan ditetapkan sasaran dan kendalanya, jenis perantara, jumlah antara serta syarat, tanggung jawab dan hak setiap anggota saluran perantara. Penilaian terhadap alternatif saluran didasarkan kriteria ekonomis, efektfitas dan pengendalian. Tiap alternatif saluran yang dipilih memenuhi kriteria tersebut. Untuk itu perantara yang dipilih sebagai anggota saluran harus diseleksi, dimotifasi secara berkala dievaluasi kembali. Kebijakan Promosi Kebijakan bauran pemasaran tentu akan lebih berhasil jika apa telah diprogram dikomunikasikan dengan tertara yang baik. mengkomunikasikan program perusahaan kepada masyarakat konsumen dapat dilakukan dengan empat variabel, yaitu : 1. Periklanan, bentuk presentasi dan promosi non pribadi tentang ide, barang, dan jasa yang dibayar oleh sponsor tertentu. 2. Personal selling, presentasi lisan dalam suatu percakapan dengan satu calon pembeli atau lebih yang ditujukan untuk menciptakan penjualan. 3. Publisitas, pendorong permintaan secara non pribadi untuk suatu produk, jasa atau ide dengan menggunakan berita komersial di dalam media massa dan sponsor tidak dibebani sejumlah bayaran secara langsung. 4. Promosi penjualan, kegiatan pemasaran selain personal selling, periklanan dan publisitas yang mendorong pembelian konsumen dan efektifitas pengecer. Keputusan tentang bauran promosi akan mencakup : Penyampaian pesan,n penerimaan pesan dari media yang digunakan, tanggapan dan umpan balik serta gangguan. Untuk itu sebelum keputusan bauran promosi ditetapkan, maka perlu terlebih dahulu diidentifikasi khalayak yang dijadikan sasaran, ditentukan tujuanpromosi, merancang pesan, menetapkan sasaran promosi dan menyeleksi media yang digunakan. Selanjutnya pelaksanaan promosi harus terkoordinasi, konsisten, tepat waktu dan dievaluasi. Tentunya kebijaksanaan pemasaran yang di susun perusahaan harus diperhatikan peran atau kondisinya dalam dunia bisnis, yaitu apakah dalam dunia bisnis tergolong perusahaan pemimpin, penantang, pengikut atau menggarap relung pasar. Sebab kondisi perusahaan dalam dunia bisnis akan mempengaruhi tantangan yang dihadapi. Misalnya tantangan yang dihadapi perusahaan yang tergolong pemimpin pasar adalah melindungi pasar yang dikuasai, memperluas pasar dan mengembangkan market share. Tentunya karena perbedaan permasalahan atau tantangan yang dihadapi akan menyebabkan strateginya juga akan bebeda. Jika perusahaan memutuskan untuk memasuki pasar internasional, maka perlu di susun suatu cara yang sistematis mengenai keputusan keikutsertaan tersebut. Hal ini disebabkan pasar internasional mengandung resiko yang tidak sama dibandingkan dengan pasar domestik yang disebabkan kurangnya pengalaman, kebiasaan yang berbeda, hukum yang berbeda dan lainlain.Untuk itu langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memahami sistem perdagangan internasional, hukum, politik, lingkungan ekonomi dan budaya pasar yang di tuju. Kemudian ditentukan besarnya penjualan untuk pasar internasional yang didinginkan, negara tujuan dan pasar yang dituju negara tersebut. Langkah selanjutnya adalah menentukan cara untuk memasuki pasar yang dituju tersebut.

Memasuki pasar internasional dapat dilakukan dengar, berbagai cara antara lain dengan cara ekspor, usaha patungan dan penanaman modal langsung. Tentunya cara mana yang dipilih tergantung pada penilaian yang mana yang paling memungkinkan, yaitu setelah memperhatikan pelaksanaan ekonomi dari negara yang di tuju. Dan langkah terakhir adalah membentuk organisasi yang efektif untuk mendukung kebijaksanaan memasuki pasar internasional tersebut. Merek Definisi Merek Merek memberikan manfaat baik bagi konsumen maupun produsen (penjual), kerena merek dapat membantu konsumen untuk mengidentifikasi produk-produk tertentu, yang pada gilirannya akan membantu proses pembelian. Tanpa merek, pemlihan produk akan sulit dilakukan karena konsumen sukar untuk membedakan produk satu dengan produk lainnya. Beberapa pakar ekonomi mempunyai definisi yang hampir sama mengenai merek, diantaranya : Definisi tersebut menyebutkan bahwa merek adalah nama dan /atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu, yang digunakan untuk membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor. Pengertian merek menurut Keegan (1995), adalah merek merupakan suatu wadah yang kompleks dari gambaran atau pemikiran dan pengalaman dalam pemikiran konsumen yang mengkomunikasikan janji tentang manfaat-manfaat dari produk tertentu yang diciptakan oleh perusahaan tertentu. Sedangkan, Kotler (1997), merupakan pakar ekonomi yang mendefinisikan merek sebagai berikut, merek adalah nama, stilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Syarat-syarat Merek yang Baik Suatu nama merek yang baik bukanlah merupakan hasil pemikiran sambil lalu saja, melainkan harus merupakan satu kesatuan dengan konsep produk. Menurut Aaker (1991), menyatakan bahwa pemilihan nama merek yang baik seharusnya : 1. Mudah dihapal dan diingat 2. Menunjukkan kelas produk tertentu 3. Mendukung sebuah simbol atau slogan 4. Menunjukkan asosiasi-asosiasi yang diinginkan tanpa menjadi membosankan atau sepele 5. Nama tersebut sebaiknya otentik, bisa dipercaya dan menyenangkan dan tidak menyentuh harapan-harapan yang salah 6. Istimewa- nama itu seharusnya tidak menimbulkan kebingungan dengan nama-nama kompetitor 7. Keberadaannya bisa dilindungi dari segi hukum.

PROGRAM KESEJAHTERAAN KARYAWAN


Program kesejahteraan karyawan meliputi pemberian tunjangan karyawan dan pemeliharaan keselamatan serta kesehatan karyawan. Tujuan utama diadakan program kesejahteraan karyawan agar karyawan lebih tinggi kerelaannya mengabdikan hidupnya kepada organisasi dalam jangka

waktu lebih lama. Program ini diharapkan dapat mendukung strategi bisnis organisasi melalui penghematan biaya, memberikan daya tarik kepada calon karyawan yang potensial dan berbakat untuk bersedia bergabung dengan organisasi, disamping itu bagi karyawan yang sudah ada agar tetap bertahan bekerja dalam organisasi, serta menciptakan iklim kerja yang mendorong karyawan berkinerja prima. Fokus perhatian topik bahasan ini adalah pada usaha pemeliharaan kesejahteraan karyawan, baik kesejahteraan fisik maupun mental sehingga diharapkan dapat menjamin kontinyuitas kerja karyawan, kehadiran yang wajar setiap hari kerja, menurunkan tingkat absensi dan perputaran karyawan. Secara umum, setelah mengikuti inisiasi ke delapan ini, Anda diharapkan dapat menjelaskan makna dan pentingnya diselenggarakan program kesejahteraan karyawan dan secara khusus Anda diharapkan dapat menjelaskan tentang: 1. pengertian tunjangan karyawan; 2. program tunjangan karyawan; 3. pengertian keselamatan dan kesehatan kerja; 4. cara mengukur keselamatan kerja; 5. pengelolaan stres kerja; TUNJANGAN KARYAWAN PENGERTIAN Saudara mahasiswa, menurut Byars dan Rue (1997), tunjangan karyawan merupakan penghargaan yang diterima karyawan karena yang bersangkutan menjadi anggota dari suatu organisasi dan juga karena posisinya di dalam organisasi. Oleh karena itu, tunjangan karyawan akan selalu diberikan kepada karyawan sepanjang mereka bekerja dalam organisasi. Tunjangan karyawan berbeda dengan upah atau insentif karena tunjangan karyawan tidak terkait dengan kinerja karyawan. KEUNTUNGAN DAN JENIS PROGRAM TUNJANGAN Ada beberapa keuntungan yang dapat dicapai melalui program tunjangan karyawan, yaitu 1) membantu perusahaan dalam menarik dan mempertahankan karyawan; 2) membantu karyawan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial; 3) menciptakan lingkungan kerja yang berkinerja tinggi; dan 4) membantu mengurangi biaya operasional. Ada empat tipe tunjangan karyawan yang dapat digunakan oleh perusahaan, yaitu upah tambahan, asuransi, tunjangan pensiun, dan pelayanan karyawan. Tunjangan upah tambahan adalah memberikan upah kepada karyawan yang dalam waktu-waktu tertentu tidak dapat bekerja. Termasuk dalam tipe ini adalah asuransi pengangguran, tunjangan cuti dan hari libur/besar, tunjangan kematian, dan tunjangan pengangguran karena mengundurkan diri atau berhenti bekerja. Asuransi merupakan salah satu bentuk tunjangan karyawan yang ditujukan untuk menjamin pendapatan yang cepat tersedia dan tunjangan medis untuk korban kecelakaan kerja. Perusahaan juga memberi asuransi jiwa kelompok dan asuransi cacat seumur hidup.

Tunjangan sosial dan pensiun, tidak hanya meliputi tunjangan bagi karyawan yang telah memasuki masa pensiun saja, tetapi mencakup tunjangan pemberdayaan dan tunjangan tidak mampu bekerja lagi. Ada tiga tipe dasar program pensiun, yaitu program pensiun keluarga, untuk keluarga yang meninggal, dan untuk karyawan yang cacat. Di samping upah waktu tidak bekerja, tunjangan asuransi, dan tunjangan pensiun, banyak pengusaha juga memberi berbagai pelayanan yang mencakup pelayanan pribadi (seperti, konseling pribadi atau hukum); pelayanan berkaitan dengan pekerjaan (seperti, fasilitas perawatan anak); bantuan pendidikan; dan fasilitas untuk eksekutif (seperti, mobil dinas dan tiket pesawat). KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PENGERTIAN Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan usaha untuk mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk melindungi atau menjaga pekerja dari kejadian atau keadaan perburuhan yang merugikan keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan seseorang karyawan yang sedang melakukan pekerjaan di tempat kerja. Tempat kerja adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu: 1. adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun usaha sosial; 2. adanya sumber bahaya; 3. adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus-menerus maupun hanya sewaktu-waktu. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (Sistem Manajemen K3) adalah bagian sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Sistem ini digunakan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja demi terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Selanjutnya, tempat kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja tersebut adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha, dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya baik di darat di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. CARA MENGUKUR KESELAMATAN KERJA Ada dua metode pengukuran keselamatan kerja yang telah diterima secara meluas dan digunakan dalam rangka pengkajian kasus kecelakaan di tempat kerja di Indonesia, yaitu tingkat kekerapan (Frequency Rate) dan tingkat keparahan (Severity Rate). Tingkat kekerapan digunakan untuk menunjukkan seberapa sering kejadian yang menyebabkan luka atau cacat karyawan. Luka atau cacat karyawan tersebut menyebabkan seorang karyawan tidak dapat masuk kerja sehari atau lebih setelah terjadinya kecelakaan kerja. Tingkat keparahan menunjukkan seberapa parah suatu peristiwa kecelakaan kerja, yaitu dengan menghitung lamanya waktu karyawan menderita luka-

luka, sehingga tidak dapat masuk bekerja. Rumus menghitung tingkat kekerapan dan tingkat keparahan adalah sebagai berikut. Tingkat kekerapan = Tingkat keparahan = Baik tingkat kekerapan maupun tingkat keparahan baru bernilai jika dibandingkan dengan hal yang sama pada departemen atau divisi lain dalam suatu organisasi untuk tahun sebelumnya atau dibandingkan dengan organisasi yang berbeda. Melalui pembandingan tersebut, maka prestasi keselamatan kerja suatu departemen atau organisasi dapat dievaluasi secara baik. PENGERTIAN KESEHATAN KERJA Secara sederhana kesehatan dapat didefinisikan sebagai ketiadaan penyakit. Lingkungan kerja seringkali dapat menyebabkan penyakit. Contoh, adanya risiko kesehatan seperti risiko baik fisik maupun biologis; racun, bahan kimia, dan debu yang menyebabkan kanker dan kondisi kerja yang penuh stres menempatkan karyawan pada risiko kesehatan di tempat kerja. Kesehatan karyawan dapat dirusak oleh adanya penyakit, kecelakaan dan stres kerja tersebut. Menurut Ivancevich (1992), kesehatan mencakup kondisi fisik, mental, dan sosial yang sejahtera. Titik berat definisi ini pada hubungan antara badan, pikiran, dan pola sosial. Contoh, karyawan yang kompeten, tetapi selalu merasa tertekan (stres) dan memiliki kepercayaan diri yang rendah, sama saja kondisinya dengan orang yang terluka atau sakit, sehingga tidak produktif. Oleh karena itu, manajer perlu menaruh perhatian pada kesehatan umum karyawan termasuk kesejahteraan jiwanya. Mereka harus menyelenggarakan program-program yang dapat membantu meningkatkan kesehatan karyawan, baik kesehatan badan maupun jiwa. Ada dua program kesehatan yang dapat diselenggarakan oleh organisasi, yaitu program perawatan kesehatan preventif dan manajemen stres. MANAJEMEN STRES DAN KESEHATAN EMOSIONAL Saudara mahasiswa, menurut Miner dan Crane (1995), konsep kunci dari kesehatan emosional atau psikologis adalah stres, yaitu kondisi internal individu yang mempersepsikan adanya ancaman terhadap kesejahteraan fisik dan atau psikis. Pengertian ini menekankan persepsi dan evaluasi seseorang tentang stimuli berbahaya yang potensial dan menganggap persepsi ancaman tersebut akan muncul dari suatu pembandingan antara tuntutan yang dibebankan atas individu dan kemampuan individu untuk memenuhi tuntutan tersebut. Gambar 1 menunjukkan kerangka proses di mana berbagai sumber stres di tempat kerja menghasilkan reaksi emosional dan psikologis yang pada gilirannya menciptakan kisaran perilaku, kejadian-kejadian, dan akibat kesehatan emosional serta psikis. Program pengelolaan stres dapat jalin-menjalin dengan program kesehatan fisik karyawan. Program tersebut dapat direncanakan dan ditawarkan di rumah dengan ditangani oleh seorang konsultan, termasuk dalam program ini adalah prosedur pengendoran otot melalui berbagai macam cara seperti, meditasi; belajar bagaimana merekayasa lingkungan kerja untuk mengurangi stres melalui pendekatan seperti manajemen waktu dan menjadi lebih tegas dalam berpendirian; belajar keahlian dalam meminimalkan stres dalam suatu situasi atau mengurangi kecenderungan seseorang untuk membesar-besarkan hal-hal yang menyebabkan stres. Banyak perusahaan pada

saat ini menyediakan program manajemen stres yang berfokus pada teknik relaksasi. Inovasi yang paling akhir adalah mengenalkan komputerisasi program pengelolaan stres yang memungkinkan karyawan melakukan sendiri program tersebut melalui keyboard komputer. Program ini cukup mahal dan belum banyak manfaatnya. Di samping program pengelolaan stres, perusahaan dapat menawarkan apa yang disebut dukungan sosial.

HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN
Pendahuluan Meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang hukum perlu mendapatkan perhatian yang seksama dari manajemen. Semakin tinggi kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang hukum, maka semakin tinggi keinginan masyarakat untuk selalu dilindungi oleh hukum. Dalam masyarakat semacam itu, setiap orang menginginkan setiap aktivitas dan/atau permasalahan yang mereka hadapi harus mendapatkan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat semena-mena memperlakukan karyawan/pekerja perusahaan. Sebagai karyawan, mereka dapat menuntut manajemen perusahaan jika diperlakukan tidak adil/diskriminatif. Oleh karena itu, untuk menghindari munculnya gugatan-gugatan yang dilakukan oleh karyawan atau calon karyawan (yang tentu saja akan mengganggu kelancaran usaha perusahaan), hal terbaik yang harus dilakukan oleh organisasi, khususnya manajer sumber daya manusia adalah membuat kebijakan dan/atau prosedur yang tunduk dan mengikuti peraturan perundangan yang ada. Di Indonesia ada banyak peraturan perundang-undangan yang harus dirujuk oleh para pengusaha dalam pembuatan kebijakan berkaitan dengan pengelolaan karyawan ataupun calon karyawan, menyangkut hal-hal baik pada saat pengadaan karyawan, pemekerjaan dan pemberian kesejahteraan, maupun pemutusan hubungan kerja atau pemensiunan. Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut diantaranya sebagai berikut. 1. Undang-Undang R.I Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 2. Undang-Undang R.I Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri 3. Undang-Undang R.I Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh 4. Undang-Undang R.I Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 5. Undang-Undang R.I Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja 6. Undang-Undang R.I Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 7. Undang-Undang R.I Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 8. Undang-Undang R.I Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun 9. Undang-Undang R.I Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan 10. Keputusan Presiden R.I Nomor 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Kerja. Disamping itu, ada beberapa keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang perlu juga diperhatikan oleh para pengusaha, diantaranya sebagai berikut. 1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 228 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing 2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 224 Tahun 2003 tentang

Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 48 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama 4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 235 Tahun 2003 tentang JenisJenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan, atau Moral Anak 5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 49 Tahun 2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah 6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 157 Tahun 2003 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia 7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 226 Tahun 2003 tentang Tata Kerja Perizinan Penyelenggaraan Program Pemagangan di Luar Wilayah Indonesia. Hal yang paling mendasar yang juga perlu dipahami dan dihayati oleh para pengusaha adalah berbagai ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur soal hak asasi pekerja sebagai manusia dan warga negara Indonesia. Setidaknya ada 3 pasal yang berhubungan dengan hak dasar pekerja sebagai manusia dan warga negara Indonesia. Ketiga pasal tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ini menunjukkan bahwa semua warga negara Indonesia akan mendapatkan perlindungan hukum yang sama. Oleh karena itu, para pengusaha perlu menyadari hal ini dan memperlakukan para pekerja ataupun calon pekerja secara adil dan bijaksana. Pelanggaran terhadap hak-hak pekerja atau calon pekerja oleh pengusaha akan dapat diproses secara hukum. Selanjutnya, ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini menunjukkan perlunya para pengusaha untuk mengusahakan kesejahteraan para pekerja/karyawannya. Pemberian upah/gaji beserta tunjangan lainnya yang tidak mencukupi kebutuhan hidup minimum karyawan tentu saja tidak sejalan dengan semangat dari ketentuan pada Pasal 27 ayat (2) ini. 2. Pasal 28 menyatakan tentang adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan bagi warga negara Indonesia. Artinya, pengusaha tidak boleh melarang karyawannya masuk dan menjadi salah anggota dari suatu organisasi yang tidak dilarang oleh pemerintah selama tidak mengganggu kewajibannya sebagai karyawan perusahaan, termasuk organisasi serikat pekerja yang berada di dalam perusahaan. Pengusaha juga tidak boleh melarang karyawannya memberikan saran serta pemikiran untuk perusahaan. Sebaliknya, perusahaan perlu menyediakan media untuk menyalurkan berbagai aspirasi dari para pekerjanya demi perbaikan dan kemajuan perusahaan dan karyawannya tersebut. 3. Terakhir, pasal 29 ayat (2) menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Ini juga menunjukkan perlunya toleransi terhadap kepercayaan dan keyakinan setiap karyawan dan memberikan kebebasan setiap karyawan untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Pengusaha tidak boleh memaksa karyawannya untuk beribadah atau mengikuti salah satu agama atau kepercayaan yang dianut oleh pengusaha atau kelompok tertentu saja. Juga, pengusaha tidak boleh melarang karyawannya melaksanakan ibadah sesuai yang diyakininya itu. Pengusaha hanya perlu memfasilitasi dan mengatur agar pelaksanaan ibadah

karyawannya tersebut dapat berjalan dengan baik dan tertib tidak mengganggu kelancaran kegiatan dan operasi perusahaan. Lebih baik lagi, bila melalui keyakinan dan agama karyawannya tersebut pengusaha dapat menumbuhkan motivasi kerja sehingga karyawan dapat bekerja lebih tekun, giat, dan produktif.

Pengertian Hubungan Ketenagakerjaan Hubungan Ketenagakerjaan (Labor Relations) merupakan hubungan yang terus-menerus antara kelompok karyawan tertentu (diwakili oleh serikat atau asosiasi pekerja) dengan pengusaha (Ivancevich, 1992). Hubungan tersebut meliputi negosiasi kontrak/perjanjian secara tertulis berkaitan dengan upah, jam kerja, dan kondisi kerja lainnya serta interpretasi dan administrasi dari kontrak atau perjanjian tersebut selama periode waktu yang diperjanjikan. Di Indonesia, istilah hubungan ketenagakerjaan sejak tahun 1974 diganti dengan istilah Hubungan Industrial Pancasila. Menurut Simanjuntak (1985), hubungan industrial merupakan keseluruhan hubungan kerjasama antara semua pihak (pengusaha, karyawan, pemerintah dan masyarakat) yang tersangkut dalam proses produksi di suatu perusahaan. Pengusaha memiliki kepentingan atas kelangsungan dan keberhasilan perusahaan karena ingin mencapai keuntungan yang sepadan dengan modal yang diinvestasikan. Karyawan dan serikat pekerja memiliki kepentingan terhadap perusahaan, yaitu sebagai sumber penghasilan dan penghidupan. Pemerintah dan masyarakat memiliki kepentingan terhadap perusahaan, karena sekecil apa pun perusahaan adalah merupakan bagian dari kekuatan ekonomi nasional yang menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan adanya berbagai kepentingan berbagai pihak di atas, dan juga adanya keterlibatan mereka dalam proses produksi maka muncullah apa yang disebut hubungan, yaitu hubungan antar pengusaha, karyawan atau serikat pekerja, pemerintah maupun masyarakat. Dengan mengacu kepada pendapat Simanjuntak (1985) di atas maka dalam tutorial ini istilah hubungan ketenagakerjaan (Labor Relation) sama dengan hubungan industrial, karena kedua istilah tersebut mencakup pembahasan mengenai kondisi dan syarat-syarat kerja di tempat kerja. Salah satu bentuk hubungan ketenagakerjaan adalah hubungan kerja. 1. Hubungan Kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara dua belah pihak, yaitu pihak pekerja dan pengusaha. Dilihat dari segi hukum, hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dan majikan yang terjadi setelah diadakan perjanjian kerja, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah (Soepomo dalam Manulang, 1990). Dari definisi di atas, ada 3 unsur yang harus dipenuhi dalam hubungan kerja, yaitu: 1) pekerja atau buruh; 2) pengusaha atau majikan; dan 3) perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha. Perjanjian kerja ini dapat mengambil bentuk perjanjian antara seorang pekerja dengan pengusaha dapat pula mengambil bentuk perjanjian antara organisasi/serikat pekerja dengan pengusaha atau yang disebut sebagai perjanjian perburuhan/ketenagakerjaan. 2. Perjanjian Kerja dan Perjanjian Perburuhan Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (dalam hal ini pekerja), mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dari pihak lainnya (yaitu pengusaha),

dimana pihak lainnya tersebut mengikatkan diri untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah (Soekemi dkk., 1988). Perjanjian kerja ini dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan. Hal-hal yang tercakup dalam peranjian kerja meliputi: a. macam pekerjaan yang dijanjikan; b. waktu berlakunya perjanjian kerja; c. upah pekerja yang berupa uang untuk setiap bulan; d. waktu istirahat; e. besarnya bagian keuntungan perusahaan yang menjadi bagian pekerja dan cara menghitungnya (jika ada); f. peraturan tentang pensiun atau penyediaan hari tua (jika ada); g. bagian upah lain yang menurut perjanjian menjadi hak pekerja. Perjanjian Perburuhan adalah suatu perjanjian yang diselenggarakan oleh satu atau beberapa serikat buruh yang telah terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja/Perburuhan dengan seorang atau beberapa pengusaha/majikan, perkumpulan-perkumpulan majikan yang berbadan hukum, yang umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat perburuhan/ketenagakerjaan yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja (Soekemi dkk., 1988). Dasar Hukum dan Struktur Organisasi Pekerja/Buruh Berbagai peraturan hukum dan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelenggaraan organisasi pekerja/buruh di Indonesia telah banyak dikeluarkan oleh pemerintah, beberapa di antaranya adalah: 1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28. Pasal 28 UUD 1945 ini memberikan hak kepada seluruh warga negara negara untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pasal ini banyak dipakai sebagai dasar oleh para buruh untuk mendirikan organisasi buruh/pekerja. 2. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 pasal 29. Pasal 29 UUDS 1950 ini menurut Husni (2001), pada dasarnya menentukan bahwa setiap orang berhak untuk mendirikan Serikat Sekerja dan masuk ke dalamnya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingannya. Jadi, ini sifatnya lebih khusus dibanding pasal 28 UUD 1945. 3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO (International Labor Organization) Nomor 98 Tahun 1949. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 ini pada pokoknya memberi: a. Jaminan kebebasan kepada buruh untuk masuk serikat buruh. b. Perlindungan kepada buruh terhadap campur tangan majikan. c. Perlindungan serikat buruh terhadap campur tangan majikan dalam mendirikan, mengurus dan cara bekerja organisasi buruh. d. Jaminan penghargaan hak berorganisasi. e. Jaminan perkembangan serta penggunaan Badan Perundingan Sukarela untuk mengatur syarat-syarat dan kondisi kerja. 4. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Kerja pasal 11. Pasal 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 ini menyatakan: a. Tiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja.

b. Pembentukan Perserikatan Tenaga Kerja dilakukan secara demokratis. 5. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 menyatakan bahwa: a. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. b. Serikat pekerja/serikat huruh berhak membentuk dan menjadi anggota federasi serikat pekerja/serikat buruh. c. Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota konfederasi serikat pekerja/serikat buruh. Hakikat Keberadaan Serikat Pekerja Dalam Perusahaan Banyak persepsi yang kurang tepat tentang hubungan ketenagakerjaan antara para pekerja dan pihak manajemen perusahaan. Banyak yang beranggapan bahwa hubungan antara keduanya bersifat saling berlawanan. Adanya serikat pekerja/serikat buruh dalam perusahaan, misalnya, selalu dicurigai dengan hadirnya sederetan tuntutan. Sebaliknya, dari sisi pekerja/buruh mereka senantiasa memiliki persepsi bahwa pengusaha akan selalu mengeksploitasi dan memperlakukan pekerja/buruh secara tidak adil. Adanya persepsi yang demikian itu seringkali mengakibatkan terjadinya konflik antara pengusaha dan pekerja. Bagaimanapun kecilnya konflik antara pengusaha dan pekerja maka harus dikelola dengan baik. Dalam dunia usaha, perlu adanya negosiasi antara pengusaha dan pekerja yang dilandasi oleh persepsi yang sama, dan itikad baik untuk menumbuhkan dan memelihara hubungan ketenagakerjaan yang serasi, harmonis dan seimbang. Pengusaha harus melihat pekerja sebagai mitra kerja (partner). Konsekuensi sebagai mitra ini adalah hak-hak para pekerja harus dipenuhi. Seorang pengusaha yang baik harus memahami apa yang menjadi hak-hak pekerjanya. Dalam penjelasan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dinyatakan bahwa pekerja/buruh adalah warga negara yang memiliki persamaan kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam satu organisasi, serta mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Untuk mewujudkan hak tersebut, kepada setiap pekerja/buruh harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Serikat pekerja/serikat buruh ini berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam menggunakan haknya tersebut, pekerja/buruh dituntut bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu, penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam kerangka hubungan ketenagakerjaan yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki rasa tanggung jawab atas kelangsungan perusahaan, dan sebaliknya pengusaha harus memperlakukan pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh sebagai mitra sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Mereka harus bersatu dan menumbuhkembangkan sikap profesional. Sebagai contoh, dalam praktik negosiasi (misalnya) seringkali terjadi masing-masing pihak (pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha) berusaha untuk memperkuat posisinya, ingin memperoleh konsesi dari pihak lain serta berusaha mengutamakan bidang negosiasi yang mereka unggul di dalamnya. Akan tetapi, jika diperkirakan dengan menonjolkan keunggulan itu tidak akan tercapai suatu penyelesaian yang baik, maka menurut Siagian (1993), kedua belah pihak harus mengusahakan paling tidak hubungan antara manajemen dan para pekerja/buruh tidak semakin memburuk.

ANALISA JABATAN
MANFAAT ANALISA JABATAN Analisis jabatan adalah proses pengumpulan dan pemeriksaan atas aktivitas kerja pokok dalam suatu posisi serta kualifikasi yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas ini (keahlianpengetahuan-kemampuan-serta sifat individu lainnya). Analisis jabatan membantu menciptakan prosedur dan dokumentasi sdm seperti: *deskripsi jabatan yang menyoroti tanggung jawab dan hubungan pekerjaan ; *spesifikasi pekerjaan yang mendefinisikan keahlian, pengalaman dan pendidikan ; *evaluasi pekerjaan yang membuat nilai relatif pekerjaan untuk sistem kompensasi. Analisis jabatan diperlukan untuk penilaian kinerja kebutuhan pelatihan dan menyediakan informasi untuk rekrutmen karyawan.

Siapa yang menyelenggarakan?

Salah satu bagian dari perencanaan analisis jabatan adalah pemilihan secara jeli orang-orang yang akan menyelenggarakan analisis jabatan. Organisasi bisa mengangkat analis temporer dari luar organisasi mengkaryakan pakar secara purna waktu atau memakai supervisor dan pemangku jabatan untuk menghimpun analisis jabatan.

Aspek apa yang dianalisis?

Agar analisis jabatan memberikan manfaat bagi organisasi maka analisis jabatan perlu memberikan informasi tentang beberapa aspek pekerjaan. Aspek pekerjaan yang dapat dianalisis meliputi : 1.Output pekerjaan 2.Aktivitas atau tugas yang dilakukan 3.Kompetensi yang dibutuhkan 4.Struktur kompensasi Pada umumnya work output lebih mudah diukur pada pekerjaan yang sifatnya operatif. Contohnya pekerjaan di bagian produksi, penjualan, pemrograman computer, administrasi dan klerikal dimana work output berhubungan dengan aliran kerja, bahan baku, pola gerak, waktu,

dsb. Pada profesi manajerial dan teknis, pengukuran work output jauh lebih sulit dan bersifat subyektif. Sorotan lebih pada upaya yang dilakukan dibandingkan pada hasil. Untuk jenis pekerjaan manajerial diperlukan lebih banyak indikator untuk memperoleh gambaran atas pekerjaan.

Bagaimana seorang melaksanakan pekerjaan sama penting dengan apa yang dicapainya. Pada manajerial level analisis umumnya terfokus pada aktivitas pelaporan yaitu perilaku yang dapat dirasakan.

Perlu diketahui apa keahlian pengetahuan kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan secara efektif. Informasi mengenai kompetensi ini digunakan dalam mendefinisikan persyaratan kerja. Karena kompetensi sulit diukur secara obyektif, umumnya organisasi menggunakan pendidikan sebagai indikator kompetensi.

Faktor-faktor dalam analisis jabatan seperti work output pendidikan masa jabatan digunakan untuk administasi kompensasi.

Teknik apa yang digunakan? Teknik pengumpulan informasi analisis jabatan yang dapat dipergunakan meliputi : 1.Observasi 2.Wawancara 3.Kuesioner 4.Catatan Harian Karyawan Teknik observasi akurat bagi pekerjaan yang manual terstandardisasi aktivitas yang siklusnya pendek dan jenis pekerjaan yang memang dipahami analis. Sedangkan wawancara cara paling efektif untuk mengumpulkan informasi, umumnya dipakai baik untuk pekerjaan yang terstandardisasi maupun tidak baik pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik maupun mental. Adapun kuesioner dapat menangkap rincian lebih banyak. Kuesioner mampu membongkar tugas, tanggung jawab, kemampuan manusianya dan standar kinerja pekerjaan yang diselidiki. Sedangkan catatan harian karyawan secara berkala meringkas tugas dan aktivitas mereka. Jika lengkap, catatan harian karyawan juga terbukti cukup akurat.

Pendekatan proses dan produk akhir

Pendekatan proses Dasar menerapkan sistem manajemen mutu adalah pendekatan proses, sebelum memulai pekerjaan kita harus merencanakan proses-proses apa yang harus dilakukan, termasuk mempelajari dulu metoda yang akan digunakan, serta menetapkan bagaimana mutu yang harus dicapai pada setelah proses dilaksanakan. Merencanakan proses-proses tersebut harus ditulis atau digambar dengan jelas atau didokumentasikan, sehingga semua orang yang terkait dengan pekerjaan tersebut dapat memahaminya dan konsisten melaksanakannya. Tujuan pendekatan proses adalah untuk memudahkan pengukuran dan pengendalian kinerja setiap metoda tahapan proses dan pencapaian kriteria mutunya, disamping untuk memudahkan pihak manajemen menyediakan sumber daya yang cukup, termasuk kemampuan mengelola transformasi dari masukan menjadi keluaran sesuai spesifikasi yang ditetapkan. Perlu menjadi perhatian, bahwa keluaran dari suatu proses juga merupakan masukan bagi proses selanjutnya. Dengan mengetahui setiap tahapan proses, maka perbaikan berkelanjutan dapat dilakukan dengan efektif untuk meningkatkan kinerja instansi atau badan usaha tersebut. Manfaat selanjutnya bagi pimpinan instansi atau badan usaha adalah secara berkala dapat memonitor dan mengevaluasi kinerja setiap tahapan proses untuk memastikan bahwa setiap keluaran yang menjadi masukan proses-proses selanjutnya harus selalu dalam keadaan taat azas dan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, sehingga mampu menghasilkan produk akhir yang memenuhi kepuasan pelanggan.

Pendekatan Produk Akhir Pendekatan produk akhir merupakan upaya perusahaan untuk mempertahankan kualitas produk yang dihasilkannya dengan melihat produk akhir yang menjadi hasil dari perusahaan tersebut. Dalam pendekatan ini perlu dibicarakan langkah yang diambil untuk dapat mempertahankan produk sesuai dengan standar kualitas yang berlaku.Pelaksanaan pengendalian kualitas dengan pendekatan produk akhir dapat dilakukan dengan cara memeriksa seluruh produk akhir yang akan dikirimkan kepada para distributor atau toko pengecer. Dengan demikian apabila ada produk yang cacat atau mempunyai kualitas dibawah standar yang ditetapkan maka perusahaan dapat memisahkan produk ini dan tidak ikut dikirimkan kepada para konsumen.

Total Quality Management (TQM) dan Total Quality Control (TQC)


Total Quality Management (TQM)

Total Quality Management didefinisikan sebagai konsep perbaikan yang dilakukan secara terus menerus, yang melibatkan semua karyawan di setiap level organisasi, untuk mencapai kualitas

yang exellent dalam semua aspek organisasi melalui proses manajemen (Dipietro,1993;Greg et al,1994). Pengertian TQM secara rinci (Handoko,1998): 1. Pengertian Total Menunjukkan bahwa TQM merupakan strategi organisasional menyeluruh yang melibatkan semua jenjang dan jajaran manajemen dan karyawan. Setiap orang terlibat dalam proses TQM. Lebih lanjut, kata total berarti bahwa TQM mencakup tidak hanya pengguna akhir dan pembeli eksternal saja, tetapi juga pelanggan internal, pemasok bahkan personalia yang mendukung. 2. Pengertian Kualitas Bukan berarti sekedar produk bebas cacat, tetapi TQM lebih menekankan pelayanan kualitas. Kualitas didefinisikan oleh pelanggan, bukan organisasi atau manajer departemen pengendalian kualitas. Kenyataan bahwa ekspektasi pelanggan bersifat individual, tergantung pada latar belakang sosial ekonomis dan karakteristik demografis, mempunyai implikasi penting : kualitas bagi seorang pelanggan mungkin tidak sama bagi pelanggan lain. Tantangan TQM adalah menyajikan kualitas bagi pelanggan. 3. Pengertian Manajemen Mengandung arti bahwa TQM merupakan pendekatan manajemen, bukan pendekatan teknis pengendalian kualitas yang sempit. Pendekatan TQM sangat berorientasi pada manajemen orang. Implementasi TQM mensyaratkan berbagai perubahan organisasional dan manajerial total dan fundamental, yang mencakup misi, visi, orientasi strategic, dan berbagai praktek manajemen vital lainnya. Total Quality Control (TQC) TQC (Total Quality Control) adalah sistem manajemen yang dinamis yang mengikut sertakan seluruh anggota organisasi dengan penerapan konsep dan teknik pengendalian kualitas untuk tercapainya kepuasan pelanggan dan yang mengerjakannya. Konsep dasar TQC : 1. Kepuasan pemakai (Orientasi pemakai bukan orientasi Standard) 2. Kualitas artinya mutu segala macam pekerjaan 3. Kualitas adalah urusan setiap karyawan (bekerja sekali jadi dan benar)

Economical Order Quantity (EOQ)


PENGERTIAN EOQ EOQ merupakan volume atau jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian. Untuk memahami konsep EOQ, berikut ini kami sajikan satu contoh sederhana. Misalnya kebutuhan bahan dasar suatu perusahaan selama 1 tahun adalah sebesar 15.000 ton. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat diperhitungkan cara pemenuhan kebutuhan atau pembelian yang paling ekonomis, misalnya dengan cara pembelian 1.000 ton untuk setiap kali pembelian, maka berarti dilaksanakan pembelian sebanyak 15 kali. Dalam penyelenggaraan persediaan bahan, terdapat tiga macam biaya persediaan, yaitu: Biaya persiapan/pemesanan

Biaya pemesanan sering disimbolkan dengan P. Perusahaan akan menanggung biaya pemesanan (order cost atau procurement cost atau set up cost), setiap kali suatu bahan dipesan. Biaya pemesanan total per periode (tahunan) adalah sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan. Biaya-biaya persiapan/pemesanan meliputi: a. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi b. Upah c. Biaya telepon d. Pengeluaran surat menyurat e. Biaya pengepakan dan penimbangan f. Biaya pemeriksaan penerimaan g. Biaya pengiriman ke gudang h. Biaya hutang lancar Biaya penyimpanan Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost) terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan, dan disimbolkan dengan C. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar jika kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya penyimpanan meliputi: a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan seperti penerangan, pemanas atau pendingin b. Biaya modal yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan c. Biaya keusangan d. Biaya penghitungan phisik dan konsiliasi laporan e. Biaya asuransi persediaan f. Biaya pajak persediaan g. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan h. Biaya penanganan persediaan Biaya tetap persediaan Biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan berhubungan dengan persediaan yang ada dalam perusahaan dengan jumlah tetap, dan disimbolkan dengan k. Berapa pun frekuensi pembelian dilakukan tidak akan berpengaruh terhadap besarnya biaya tetap persediaan. RUMUS EOQ Q= Dimana:

Q= Jumlah pembelian yang paling optimal P = biaya persiapan/pemesanan setiap kali pesan R = kebutuhan bahan selama satu periode C = biaya penyimpanan per unit Asumsi dasar dalam penggunaan model EOQ Model EOQ digunakan oleh perusahaan untuk melakukan pembelian bahan dalam rangka usaha pengadaan bahan baku. Penggunaan model ini harus dilandasi asumsi tertentu, karena belum tentu sebuah perusahaan langsung dapat menerapkan EOQ untuk pengadaan bahan. Model EOQ dapat diterapkan bila memenuhi asumsi berikut ini: 1. Permintaan akan produk konstan, seragam, diketahui dan mudah didapat 2. Harga per unit produk konstan 3. Biaya penyimpanan per unit per tahun konstan 4. Biaya pemesanan per pesanan konstan 5. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima konstan 6. Tidak terjadi kekurangan bahan atau back orders

BIAYA RELEVAN
BIAYA RELEVAN Biaya relevan merupakan biaya yang terkait dengan keputusan operasional. Misalnya, perusahaan yang memproduksi komponen produk seperti kancing yang menggunakan mesin dan peralatan produksi khusus maka Biaya Overhead Pabrik (BOP) tetap akan menjadi beban untuk perusahaan baik perusahaan membeli atau membuat sendiri komponen tersebut. Dalam hal ini BOP tetap tersebut tidak relevan untuk dipertimbangkan dalam keputusan.Yang termasuk biaya relevan adalah biaya bahan baku, Tenaga Kerja Langsung (TKL) dan BOP variabel. Dalam pengambilan keputusan membeli atau membuat sendiri komponen produk dan keputusan menerima atau menolak order, perusahaan harus mempertimbangkan biaya relevan dan bukan total biaya. MEMBELI ATAU MEMBUAT SENDIRI Untuk memproduksi suatu barang, perusahaan dapat membeli atau membuat sendiri komponen produknya. Pada umumnya barang hasil produksinya terdiri dari berbagai bagian suku cadang. Misalnya perusahaan pompa air yang bahannya terdiri dari besi cor, ring karet, ring besi, pegangan plastik dan lain-lain. Keputusan untuk membeli atau membuat sendiri merupakan keputusan yang didasarkan atas pertimbangan teknis dan lebih utama adalah pertimbangan ekonomis. Pertimbangan teknis seperti tidak dimilikinya mesin-mesin untuk pembuatan suku cadang atau tidak dimilikinya tenaga ahli dalam proses pembuatan suku cadang. Sedangkan pertimbangan ekonomis yaitu masalah untung ruginya pembuatan sendiri dibandingkan dengan membeli dari luar. Jika perusahaan membuat sendiri bahan yang dibutuhkan, maka perusahaan akan menanggung biaya-biaya tetap seperti penyusutan, pemeliharaan dan reparasi. Disamping itu harus

menanggung biaya-biaya variabel untuk memproduksi barang tersebut yaitu bahan langsung dan TKL. Faktor-faktor selain biaya, yang perlu diperhatikan jika perusahaan akan membuat sendiri bahan yang dibutuhkan: Terdapat ketidakstabilan penawaran (supply) bahan Kualitas yang dibeli sering tidak baik, sehingga sering mengganggu kelancaran proses produksi Terdapat keharusan untuk merahasiakan proses produksi Terdapat pengangguran kapasitas mesin yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut Kebutuhan untuk mempertahankan dan memperoleh hubungan baik terhadap tenaga kerja Faktor-faktor selain biaya, yang perlu diperhatikan jika perusahaan akan membeli bahan yang dibutuhkan: Tidak tersedianya dana yang dibutuhkan Tidak memiliki pengalaman dalam membuat barang tersebut Terdapat alternatif penggunaan bahan lain yang cukup baik. Dalam hal ini berarti terdapat substitusi bahan yang diperlukan. Dengan banyak terdapatnya bahan substitusi maka kesulitan untuk memperoleh bahan yang cukup baik mutu serta harganya akan tidak mengalami hambatan. Hal ini berarti membeli bahan dari peusahaan lain akan memperoleh banyak keuntungan dan dalam hal seperti itu membuat sendiri bahan akan memperbesar risiko usaha. MENERIMA ATAU MENOLAK ORDER Perusahaan biasanya menolak order karena alasan ketidakcocokan dalam harga jual, harga yang diminta oleh pemberi order berada dalam harga jual, atau harga yang diminta pemberi order dibawah harga pokok produksi dari perusahaan, tetapi sebaiknya perusahaan mempertimbangkan order tersebut dengan menggunakan konsep biaya relevan dan bukan biaya total. Jika perusahaan memperoleh tambahan keuntungan dari order tersebut, sebaiknya perusahaan menerima order tersebut. Tetapi sebaliknya jika perusahaan rugi, order tersebut sebaiknya ditolak.

Pendekatan proses dan produk akhir


Pendekatan proses Dasar menerapkan sistem manajemen mutu adalah pendekatan proses, sebelum memulai pekerjaan kita harus merencanakan proses-proses apa yang harus dilakukan, termasuk mempelajari dulu metoda yang akan digunakan, serta menetapkan bagaimana mutu yang harus dicapai pada setelah proses dilaksanakan. Merencanakan proses-proses tersebut harus ditulis atau digambar dengan jelas atau didokumentasikan, sehingga semua orang yang terkait dengan pekerjaan tersebut dapat memahaminya dan konsisten melaksanakannya. Tujuan pendekatan proses adalah untuk memudahkan pengukuran dan pengendalian kinerja setiap metoda tahapan proses dan pencapaian kriteria mutunya, disamping untuk memudahkan pihak manajemen menyediakan sumber daya yang cukup, termasuk kemampuan mengelola transformasi dari masukan menjadi keluaran sesuai spesifikasi yang ditetapkan. Perlu menjadi

perhatian, bahwa keluaran dari suatu proses juga merupakan masukan bagi proses selanjutnya. Dengan mengetahui setiap tahapan proses, maka perbaikan berkelanjutan dapat dilakukan dengan efektif untuk meningkatkan kinerja instansi atau badan usaha tersebut. Manfaat selanjutnya bagi pimpinan instansi atau badan usaha adalah secara berkala dapat memonitor dan mengevaluasi kinerja setiap tahapan proses untuk memastikan bahwa setiap keluaran yang menjadi masukan proses-proses selanjutnya harus selalu dalam keadaan taat azas dan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, sehingga mampu menghasilkan produk akhir yang memenuhi kepuasan pelanggan.

Pendekatan Produk Akhir Pendekatan produk akhir merupakan upaya perusahaan untuk mempertahankan kualitas produk yang dihasilkannya dengan melihat produk akhir yang menjadi hasil dari perusahaan tersebut. Dalam pendekatan ini perlu dibicarakan langkah yang diambil untuk dapat mempertahankan produk sesuai dengan standar kualitas yang berlaku.Pelaksanaan pengendalian kualitas dengan pendekatan produk akhir dapat dilakukan dengan cara memeriksa seluruh produk akhir yang akan dikirimkan kepada para distributor atau toko pengecer. Dengan demikian apabila ada produk yang cacat atau mempunyai kualitas dibawah standar yang ditetapkan maka perusahaan dapat memisahkan produk ini dan tidak ikut dikirimkan kepada para konsumen.

HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN
Pendahuluan Meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang hukum perlu mendapatkan perhatian yang seksama dari manajemen. Semakin tinggi kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang hukum, maka semakin tinggi keinginan masyarakat untuk selalu dilindungi oleh hukum. Dalam masyarakat semacam itu, setiap orang menginginkan setiap aktivitas dan/atau permasalahan yang mereka hadapi harus mendapatkan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat semena-mena memperlakukan karyawan/pekerja perusahaan. Sebagai karyawan, mereka dapat menuntut manajemen perusahaan jika diperlakukan tidak adil/diskriminatif. Oleh karena itu, untuk menghindari munculnya gugatan-gugatan yang dilakukan oleh karyawan atau calon karyawan (yang tentu saja akan mengganggu kelancaran usaha perusahaan), hal terbaik yang harus dilakukan oleh organisasi, khususnya manajer sumber daya manusia adalah membuat kebijakan dan/atau prosedur yang tunduk dan mengikuti peraturan perundangan yang ada. Di Indonesia ada banyak peraturan perundang-undangan yang harus dirujuk oleh para pengusaha dalam pembuatan kebijakan berkaitan dengan pengelolaan karyawan ataupun calon karyawan, menyangkut hal-hal baik pada saat pengadaan karyawan, pemekerjaan dan pemberian kesejahteraan, maupun pemutusan hubungan kerja atau pemensiunan. Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut diantaranya sebagai berikut. 1. Undang-Undang R.I Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 2. Undang-Undang R.I Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia di Luar Negeri 3. Undang-Undang R.I Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh 4. Undang-Undang R.I Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 5. Undang-Undang R.I Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja 6. Undang-Undang R.I Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 7. Undang-Undang R.I Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 8. Undang-Undang R.I Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun 9. Undang-Undang R.I Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan 10. Keputusan Presiden R.I Nomor 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Kerja. Disamping itu, ada beberapa keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang perlu juga diperhatikan oleh para pengusaha, diantaranya sebagai berikut. 1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 228 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing 2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 224 Tahun 2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 48 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama 4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 235 Tahun 2003 tentang JenisJenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan, atau Moral Anak 5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 49 Tahun 2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah 6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 157 Tahun 2003 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia 7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor 226 Tahun 2003 tentang Tata Kerja Perizinan Penyelenggaraan Program Pemagangan di Luar Wilayah Indonesia. Hal yang paling mendasar yang juga perlu dipahami dan dihayati oleh para pengusaha adalah berbagai ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur soal hak asasi pekerja sebagai manusia dan warga negara Indonesia. Setidaknya ada 3 pasal yang berhubungan dengan hak dasar pekerja sebagai manusia dan warga negara Indonesia. Ketiga pasal tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ini menunjukkan bahwa semua warga negara Indonesia akan mendapatkan perlindungan hukum yang sama. Oleh karena itu, para pengusaha perlu menyadari hal ini dan memperlakukan para pekerja ataupun calon pekerja secara adil dan bijaksana. Pelanggaran terhadap hak-hak pekerja atau calon pekerja oleh pengusaha akan dapat diproses secara hukum. Selanjutnya, ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini menunjukkan perlunya para pengusaha untuk mengusahakan kesejahteraan para pekerja/karyawannya. Pemberian upah/gaji beserta tunjangan lainnya yang tidak mencukupi kebutuhan hidup minimum karyawan tentu saja tidak sejalan

dengan semangat dari ketentuan pada Pasal 27 ayat (2) ini. 2. Pasal 28 menyatakan tentang adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan bagi warga negara Indonesia. Artinya, pengusaha tidak boleh melarang karyawannya masuk dan menjadi salah anggota dari suatu organisasi yang tidak dilarang oleh pemerintah selama tidak mengganggu kewajibannya sebagai karyawan perusahaan, termasuk organisasi serikat pekerja yang berada di dalam perusahaan. Pengusaha juga tidak boleh melarang karyawannya memberikan saran serta pemikiran untuk perusahaan. Sebaliknya, perusahaan perlu menyediakan media untuk menyalurkan berbagai aspirasi dari para pekerjanya demi perbaikan dan kemajuan perusahaan dan karyawannya tersebut. 3. Terakhir, pasal 29 ayat (2) menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Ini juga menunjukkan perlunya toleransi terhadap kepercayaan dan keyakinan setiap karyawan dan memberikan kebebasan setiap karyawan untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Pengusaha tidak boleh memaksa karyawannya untuk beribadah atau mengikuti salah satu agama atau kepercayaan yang dianut oleh pengusaha atau kelompok tertentu saja. Juga, pengusaha tidak boleh melarang karyawannya melaksanakan ibadah sesuai yang diyakininya itu. Pengusaha hanya perlu memfasilitasi dan mengatur agar pelaksanaan ibadah karyawannya tersebut dapat berjalan dengan baik dan tertib tidak mengganggu kelancaran kegiatan dan operasi perusahaan. Lebih baik lagi, bila melalui keyakinan dan agama karyawannya tersebut pengusaha dapat menumbuhkan motivasi kerja sehingga karyawan dapat bekerja lebih tekun, giat, dan produktif.

Pengertian Hubungan Ketenagakerjaan Hubungan Ketenagakerjaan (Labor Relations) merupakan hubungan yang terus-menerus antara kelompok karyawan tertentu (diwakili oleh serikat atau asosiasi pekerja) dengan pengusaha (Ivancevich, 1992). Hubungan tersebut meliputi negosiasi kontrak/perjanjian secara tertulis berkaitan dengan upah, jam kerja, dan kondisi kerja lainnya serta interpretasi dan administrasi dari kontrak atau perjanjian tersebut selama periode waktu yang diperjanjikan. Di Indonesia, istilah hubungan ketenagakerjaan sejak tahun 1974 diganti dengan istilah Hubungan Industrial Pancasila. Menurut Simanjuntak (1985), hubungan industrial merupakan keseluruhan hubungan kerjasama antara semua pihak (pengusaha, karyawan, pemerintah dan masyarakat) yang tersangkut dalam proses produksi di suatu perusahaan. Pengusaha memiliki kepentingan atas kelangsungan dan keberhasilan perusahaan karena ingin mencapai keuntungan yang sepadan dengan modal yang diinvestasikan. Karyawan dan serikat pekerja memiliki kepentingan terhadap perusahaan, yaitu sebagai sumber penghasilan dan penghidupan. Pemerintah dan masyarakat memiliki kepentingan terhadap perusahaan, karena sekecil apa pun perusahaan adalah merupakan bagian dari kekuatan ekonomi nasional yang menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan adanya berbagai kepentingan berbagai pihak di atas, dan juga adanya keterlibatan mereka dalam proses produksi maka muncullah apa yang disebut hubungan, yaitu hubungan antar pengusaha, karyawan atau serikat pekerja, pemerintah maupun masyarakat. Dengan mengacu kepada pendapat Simanjuntak (1985) di atas maka dalam tutorial ini istilah hubungan ketenagakerjaan (Labor Relation) sama dengan hubungan industrial, karena kedua istilah tersebut mencakup pembahasan mengenai kondisi dan syarat-syarat kerja di tempat kerja. Salah

satu bentuk hubungan ketenagakerjaan adalah hubungan kerja. 1. Hubungan Kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara dua belah pihak, yaitu pihak pekerja dan pengusaha. Dilihat dari segi hukum, hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dan majikan yang terjadi setelah diadakan perjanjian kerja, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah (Soepomo dalam Manulang, 1990). Dari definisi di atas, ada 3 unsur yang harus dipenuhi dalam hubungan kerja, yaitu: 1) pekerja atau buruh; 2) pengusaha atau majikan; dan 3) perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha. Perjanjian kerja ini dapat mengambil bentuk perjanjian antara seorang pekerja dengan pengusaha dapat pula mengambil bentuk perjanjian antara organisasi/serikat pekerja dengan pengusaha atau yang disebut sebagai perjanjian perburuhan/ketenagakerjaan. 2. Perjanjian Kerja dan Perjanjian Perburuhan Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (dalam hal ini pekerja), mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dari pihak lainnya (yaitu pengusaha), dimana pihak lainnya tersebut mengikatkan diri untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah (Soekemi dkk., 1988). Perjanjian kerja ini dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan. Hal-hal yang tercakup dalam peranjian kerja meliputi: a. macam pekerjaan yang dijanjikan; b. waktu berlakunya perjanjian kerja; c. upah pekerja yang berupa uang untuk setiap bulan; d. waktu istirahat; e. besarnya bagian keuntungan perusahaan yang menjadi bagian pekerja dan cara menghitungnya (jika ada); f. peraturan tentang pensiun atau penyediaan hari tua (jika ada); g. bagian upah lain yang menurut perjanjian menjadi hak pekerja. Perjanjian Perburuhan adalah suatu perjanjian yang diselenggarakan oleh satu atau beberapa serikat buruh yang telah terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja/Perburuhan dengan seorang atau beberapa pengusaha/majikan, perkumpulan-perkumpulan majikan yang berbadan hukum, yang umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat perburuhan/ketenagakerjaan yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja (Soekemi dkk., 1988). Dasar Hukum dan Struktur Organisasi Pekerja/Buruh Berbagai peraturan hukum dan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelenggaraan organisasi pekerja/buruh di Indonesia telah banyak dikeluarkan oleh pemerintah, beberapa di antaranya adalah: 1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28. Pasal 28 UUD 1945 ini memberikan hak kepada seluruh warga negara negara untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pasal ini banyak dipakai sebagai dasar oleh para buruh untuk mendirikan organisasi buruh/pekerja. 2. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 pasal 29.

Pasal 29 UUDS 1950 ini menurut Husni (2001), pada dasarnya menentukan bahwa setiap orang berhak untuk mendirikan Serikat Sekerja dan masuk ke dalamnya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingannya. Jadi, ini sifatnya lebih khusus dibanding pasal 28 UUD 1945. 3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO (International Labor Organization) Nomor 98 Tahun 1949. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 ini pada pokoknya memberi: a. Jaminan kebebasan kepada buruh untuk masuk serikat buruh. b. Perlindungan kepada buruh terhadap campur tangan majikan. c. Perlindungan serikat buruh terhadap campur tangan majikan dalam mendirikan, mengurus dan cara bekerja organisasi buruh. d. Jaminan penghargaan hak berorganisasi. e. Jaminan perkembangan serta penggunaan Badan Perundingan Sukarela untuk mengatur syarat-syarat dan kondisi kerja. 4. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Kerja pasal 11. Pasal 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 ini menyatakan: a. Tiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja. b. Pembentukan Perserikatan Tenaga Kerja dilakukan secara demokratis. 5. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 menyatakan bahwa: a. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. b. Serikat pekerja/serikat huruh berhak membentuk dan menjadi anggota federasi serikat pekerja/serikat buruh. c. Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota konfederasi serikat pekerja/serikat buruh. Hakikat Keberadaan Serikat Pekerja Dalam Perusahaan Banyak persepsi yang kurang tepat tentang hubungan ketenagakerjaan antara para pekerja dan pihak manajemen perusahaan. Banyak yang beranggapan bahwa hubungan antara keduanya bersifat saling berlawanan. Adanya serikat pekerja/serikat buruh dalam perusahaan, misalnya, selalu dicurigai dengan hadirnya sederetan tuntutan. Sebaliknya, dari sisi pekerja/buruh mereka senantiasa memiliki persepsi bahwa pengusaha akan selalu mengeksploitasi dan memperlakukan pekerja/buruh secara tidak adil. Adanya persepsi yang demikian itu seringkali mengakibatkan terjadinya konflik antara pengusaha dan pekerja. Bagaimanapun kecilnya konflik antara pengusaha dan pekerja maka harus dikelola dengan baik. Dalam dunia usaha, perlu adanya negosiasi antara pengusaha dan pekerja yang dilandasi oleh persepsi yang sama, dan itikad baik untuk menumbuhkan dan memelihara hubungan ketenagakerjaan yang serasi, harmonis dan seimbang. Pengusaha harus melihat pekerja sebagai mitra kerja (partner). Konsekuensi sebagai mitra ini adalah hak-hak para pekerja harus dipenuhi. Seorang pengusaha yang baik harus memahami apa yang menjadi hak-hak pekerjanya. Dalam penjelasan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dinyatakan bahwa pekerja/buruh adalah warga negara yang memiliki persamaan kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam satu organisasi, serta mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Untuk mewujudkan hak tersebut, kepada setiap pekerja/buruh harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya mendirikan dan menjadi anggota serikat

pekerja/serikat buruh. Serikat pekerja/serikat buruh ini berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam menggunakan haknya tersebut, pekerja/buruh dituntut bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu, penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam kerangka hubungan ketenagakerjaan yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki rasa tanggung jawab atas kelangsungan perusahaan, dan sebaliknya pengusaha harus memperlakukan pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh sebagai mitra sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Mereka harus bersatu dan menumbuhkembangkan sikap profesional. Sebagai contoh, dalam praktik negosiasi (misalnya) seringkali terjadi masing-masing pihak (pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha) berusaha untuk memperkuat posisinya, ingin memperoleh konsesi dari pihak lain serta berusaha mengutamakan bidang negosiasi yang mereka unggul di dalamnya. Akan tetapi, jika diperkirakan dengan menonjolkan keunggulan itu tidak akan tercapai suatu penyelesaian yang baik, maka menurut Siagian (1993), kedua belah pihak harus mengusahakan paling tidak hubungan antara manajemen dan para pekerja/buruh tidak semakin memburuk.

You might also like