You are on page 1of 38

KEHIDUPAN PENGEMIS DI KOTA SINGARAJA

Oleh : I KADEK AGUS PUTRA WIJAYA (0813021054)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA 2011

Kehisupan Pengemis di Singaraja

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Pengemis-pengemis dewasa ini kian banyak menghiasasi kota singaraja, mulai dari anak-anak sampai nenek-nenekpun ada yang menjdi pengemis. Sering kita lihat para pengemis membawa anak kecil untuk menarik belas kasihan orang yang ditemuinya. Demi menarik belas kasihan orang, anak tersebut dibawa keliling kota tanpa memperhitungkan kesehatan dari anak itu. Padahal sebagian besar pengemis-pengemis yang membawa anak tersebut masih produktif untuk bekerja setidaknya mereka mampu untuk bekerja selain mengemis. Pengemis yang masih anak-anak juga banyak kita temui dikota Singaraja. Betapa tragisnya nasib pengemis anak-anak tersebut yang seharusnya waktu yang mereka miliki digunakan untuk bersekolah maupun bermain, namun kini waktu belajar tersebut dirampas karena digunakan untuk mengemis. Pengemis-

pengemis tersebut biasanya sering kita temui di pelabuahan, di Pasar Senggol, Pasar Anyar, kawasan pedangang kaki lima di sekitar kampus bawah. Pada umunnya orang berpendapat bahwa anak-anak itu adalah anak orang miskin, yang sesungguhnya masih memerlukan pendidikan. Van Duirkenken (dalam Daldjoeni, 1984: 37) menyatakan anak-anak dilahirkan untuk dididik, karena makhluk-makhluk kecil itu perlu disiapkan menjadi manusia untuk masa depan. Memang kuatlah pendapat bahwa anak-anak itu belum manusia karena mereka perlu akan perhatian, didikan, bimbingan dari orang tua untuk menjadi manusia yang utuh nantinya. Dan hal ini tentu berlaku juga bagi anak-anak yang hampir setiap malam dengan keberaniannya meminta uang kepada orang-orang yang berada disekitarnya. Namun, jika kita lihat dari aktivitas yang mereka lakukan dapatlah kita asumsikan bahwa mereka belum mendapatkan kehidupan yang layak. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah yang mereka lakukan dengan mengemis itu disebabkan hanya semata-mata karena kemiskinan?

Kehisupan Pengemis di Singaraja

Menurut pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dinyatakan Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pada pasal 31 ayat satu UUD 1945 (hasil amandemen keempat) menyatakan Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Hal tersebut merupakan bukti bahwa sesungguhnya pemerintah turut memperhatikan nasib rakyatnya, tidak terkecuali anak-anak yang perlu dipersiapkan menjadi manusia untuk masa depan. Tetapi kalau kita melihat realita kehidupan anak-anak yang menjadi pengemis, tentu kita patut prihatin dan mestinya tidak hanya bertanya bagaimana nasib anak-anak itu kelak, yang idealnya adalah sebagai bunyi pasal-pasal seperti tersebut diatas. Sedangkan pengemis yang masih produktif untuk bekerja harusnya mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kamampuan yang mereka miliki, namun yang menjadi pertanyaan, apakah pengemis tersebut memang tidak mampu untuk bekerja ataukah malas untuk bekerja? Didirikannya panti asuhan oleh pemerintah, dicanangkan gerakan nasional orang tua asuh, juga merupakan wujud dari perhatian pemerintah terhadap rakyatnya yang miskin. Tidak sedikit juga masyarakat yang mendirikan yayasan yang bertujuan membantu nasib anak-anak terlantar agar mendapatkan kehidupan yang lebih wajar. Namun demikian kita tidak bisa menutup mata bahwa masih ada anak-anak lainnya butuh perhatian dari para dermawan, termasuk pengemis anak-anak tersebut. Dan ironisnya pengemis anak-anak itu tidak saja ada dikota Singaraja, tetapi ada juga ditempat lain yang dijadikan tempat mangkal untuk menjalankan aktivitasnya sebagai pengemis. Dengan demikian sangatlah menarik jika fenomena ini untuk dikaji. Good (1983) menyatakan, proses sosialisasi berlangsung sejak anak-anak, yaitu suatu proses dimana ia belajar mengetahui apa yang dikehendaki oleh anggota keluarga lain daripadanya, yang akhirnya menimbulkan kesadaran tentang kebenaran yang dikehendaki. Sosialisasi masa anak-anak dalam hal ini adalah dalam lingkungan keluarga. Fungsi lain dari keluarga diantaranya tempat pemeliharaan fisik anggota keluarga, penempatan anak dalam masyarakat dan

Kehisupan Pengemis di Singaraja

kontrol sosial. Idealnya juga sang anak memulai hidupnya dengan lindungan keluarga penuh dari keluarganya. Bertolak apa yang dikemukakan oleh Good diatas, maka menarik untuk dipertanyakan mengapa anak-anak yang mestinya berada didekat lingkungan keluarganya untuk dapat mendapatkan kasih sayang, perhatian dan perlindungan dibiarkan berkeliaran untuk menjadi seorang pengemis. Hal lain yang juga menarik untuk dicari jawabannya adalah persoalan bahwa wajar seorang yang meminta uang kepada orang tua jika orang tua tersebut adalah keluarganya sendiri. Jika orang yang dimintai uang tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan si anak, maka belum bisa dikatakan merupakan hal yang wajar. Oleh karena itu adanya fenomena munculnya anak-anak yang menjadi pengemis merupakan salah satu indikator masalah kehidupan sosial ekonomi yang menarik untuk ditelaah. Bali sebagai daerah pariwisata tentu juga tidak mengharapkan munculnya anak-anak pengemis yang menurut pengamatan penulis aksi dari anak-anak tersebut bisa dikatakan cukup agresif. Hal yang menarik juga untuk ditelaah adalah bagaimana pola hubungan mereka didalam sesama pengemis. Apakah diantara anak-anak pengemis itu juga mengenal persaingan. Dan mengingat keberadaan anak tersebut juga berasal dari satu keluarga, sedangkan idealnya suatu keluarga adalah memberi perlindungan terhadap anak-anaknya walaupun anak-anak tersebut jauh dari keluarganya. Yang perlu dipertanyakan juga disini bagaimana hubungan anak-anak yang mengemis dengan keluarganya? Oleh karena menariknya masalah ini untuk dikaji, penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai kehidupan sosial ekonomi anak-anak pengemis di kota Singaraja dalam suatu tugas akhir praktik belajar Ilmu Sosial Dasar.

1.2 Perumusan Masalah

Kehisupan Pengemis di Singaraja

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dikemukakan beberapa masalah yang akan dikaji dalam tulisan ini, yaitu. 1. Mengapa mereka mau menjadi pengemis? 2. Bagaimana hubungan pengemis tersebut dengan keluarganya? 3. Bagaimana pola interaksi atau pola kerja sesama pengemis? 4. Bagaimana peran mahasiswa, khusunya mahasiswa Undiksha dalam menangani masalah pengemis ini?

1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan tulisan ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui latar belakang menjadi pengemis. 2. Untuk mengetahui hubungan pengemis dengan keluarganya dilihat dari sudut pandang anak. 3. Untuk mengetahui hubungan antara pengemis dengan pengemis lainnya dan pola kerja mereka. 4. Untuk mengetahui peran pemerintah, khusunya pemerintah Kabupaten Buleleng dalam menangani masalah pengemis.

1.4 Manfaat Hasil Observasi Dari pengamatan ini, maka kita dihadapkan langsung dengan berbagai macam masalah yang ada didalam masyarakat. Dimana secara praktek masalah ini tidak bisa kita peroleh di bangku kuliah, Karena pada dasarnya antara praktek dan teori mempunyai hubungan timbal balik, keduanya bertalian erat dan terintegrasi. Inilah pentingnya kita harus dapat mengikuti praktik mata kuliah ISD dengan baik. Adapun manfaat yang bisa kita petik dari tulisan ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk melatih daya nalar mahasiswa dalam memahami masalah-masalah sosial yang ada dalam kehidupannya serta dapat memecahkannya secara logis, praktis dan sistematis.

Kehisupan Pengemis di Singaraja

2. Bagi perguruan tinggi diharapkan memperoleh umpan balik sebagai hasil integrasi mahasiswa dengan masyarakat, sehingga materi perkuliahan dapat disesuaikan dengan tuntutan masyarakat. 3. Bagi pemerintah, untuk dijadikan referensi sebagai bahan pengambilan keputusan dalam menangani masalah-masalah sosial.

BAB II METODE PENULISAN

Metode Penulisan

Kehisupan Pengemis di Singaraja

Metodologi yang digunakan dalam penulisan ini meliputi metode penentuan subyek, metode pengumpulan data dan metode pengolahan data.

2.1 Metode Penentuan Subyek Dalam penulisan ini, yang digunakan sebagai populasi adalah gelandangan (pengemis) yang ada di kota Singaraja. Penentuan sampel dalam penulisan ini menggunakan cara mencari informan, yakni pengemispengemis yang ada di kota Singaraja.

2.2 Metode Pengumpulan Data Teknik observasi atau pengamatan dalam penulisan ini, penulis langsung ke lokasi untuk mengamati dan berusaha melibatkan diri didalamnya. Yang dijadikan perhatian dalam pengamatan diantaranya adalah pengemis-pengemis, juga orang yang dimintai uang, tidak menutup kemungkinan jika bertemu dengan keluarga dari pengemis-pengemis tersebut. Selain itu, penulis juga mencari informasi ke Dinas Sosial Kabupaten Buleleng serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Buleleng. Teknik wawancara yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan bentuk pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka terhadap para pengemispengemis kecil. sedangkan untuk informan dari Dinas Sosial Kab. Buleleng dan Satpol PP, penulis menggunkan bentuk pertanyaan terbuka saja Selain menggunakan teknik wawancara dan pengamatan, dalam pengumpulan data, penulis juga menggunakan teknik kepustakaan, yaitu dengan menggunakan sumber-sumber bacaan yang relevan dengan masalah yang dikaji. Disamping itu dipergunakan juga sebagai landasan atau pijakan teori yang mendukung. Selain mencari sumber bacaan melalui buku-buku, penulis juga mencari bahan bacaan melalui sumber internet untuk memperkaya tulisan ini.

Kehisupan Pengemis di Singaraja

Metode pengolahan data dengan cara menyusun data secara sistematis. Data-data yang berhasil dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif, sehingga melahirkan hasil yang bersifat deskriptif.

2.3 Waktu dan tempat wawancara. Wawancara kepada Dinas Sosial Kabupaten Buleleng serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Buleleng penulis lakukan pada hari Kamis, 6 Januari 2011 pukul 10.00 Wita 12.30 Wita yang bertempat di Satpol PP Kab. Buleleng (Sebelah Timur kantor Bupati Kabupaten Buleleng) dan di Dinas Sosial yang beralamat di jalan Veteran Nomor 7 Singaraja. Sedangakan untuk mencari data ke pengemis-pengemis, penulis mencarinya di jalan (sebelah selatan dan timur kampus bawah), serta di sekitar jalan Werkudara (sebelah selatan Taman Kota Singaraja), Pelabuhan, penarukan serta disekitaran jalan A. Yani.

BAB III LANDASAN TEORI

3.1 Tinjauan Tentang Keluarga

Kehisupan Pengemis di Singaraja

3.1.1 Pengertian keluarga Keluarga (family) sebagaimana yang telah dikonsepkan oleh Nyoman Dhana (dalam Suyono, 1985: 191) adalah hubungan darah dan perkawinan yang disebut dengan istilah lain yaitu kelompok kekerabatan. Sejalan dengan hal tersebut Peck menganggap keluarga sebagai komunitas pertama yang merupakan wahana untuk mengembangkan dan memelihara sosialitas manusia atau keluarga merupakan kontek sosial tempat seseorang individu dibentuk menjadi makhluk sosial (1993: 35 36). Istilah keluarga biasanya digunakan untuk menentukan unit sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya yang belum menikah (nuclear family). Namun kadang-kadang istilah keluarga juga menunjukkan unit sosial yang luas tidak terbatas pada ayah, ibu, dan anak-anaknya saja, tetapi juga mencakup kakek, nenek, paman, bibi, keponakan, dan sanak keluarga yang lainnya (extended family). Dari berbagai definisi tentang keluarga tersebut diatas dapat dikatakan, bahwa keluarga adalah suatu bentuk pertalian yang sah antara suami istri melalui perkawinan dimana mereka hidup secara rukun dalam mengembangkan kepribadian masingmasing. Dari pertalian tersebut lahirnya keturunan yang secara hukum menjadi tanggung jawab dari kedua pihak untuk pembinaan pengembangan mereka.

3.1.2 Kedudukan dan Tanggung Jawab Keluarga Anak, keluarga, dan masa depan bangsa merupakan tiga hal yang saling berkaitan. Di antara ketiga bagian tersebut, keluarga mempunyai kedudukan kunci dan sentral dalam pembinaan pribadi anak. Dalam pembentukan watak si anak ada kemungkinan, bahwa pengaruh yang kuat dapat berpindah-pindah dari satu pihak ke pihak lain. Namun di dalam hal ini sudah jelas, bahwa keluarga sebagai sumber pengaruh tidak dapat dihindari oleh si anak kecuali kalau pada suatu waktu si anak dengan sengaja memisahkan diri dari keluarganya sebelum selesai pembentukan wataknya (Soemardjan, 1993: 202). Seperti apa yang dinyatakan oleh Charles Cooley dalam Alisjahbana, 1986: 185 bahwa keluarga adalah kelompok pertama menjadi dasar pembentukan watak dan cita-cita individu.

Kehisupan Pengemis di Singaraja

Adapun pembagian usia kehidupan pada manusia dari masa bayi sampai masa remaja, sebagaimana dikemukakan Simanjuntak dari pendapat Bigot Khounstam dan Pallaand (Andi Maappiare, 1982: 23) adalah a. Masa bayi dan kanak-kanak Masa bayi Masa kanak-kanak : 0 1 tahun : 2 7 tahun : 7 12 tahun

b. Masa sekolah c. Masa sosial -

Masa kanak-kanak puerai : 13 14 tahun Masa pra-pubertas Masa pubertas Masa remaja : 14 15 tahun : 15 18 tahun : 18 21 tahun

Berkaitan dengan perbatasan tentang anak dan pembagian batas usia di atas, maka pada hasil observasi di lokasi penelitian, anak-anak yang terlihat sebagai pengemis itu sendiri dengan usia antara 7 14 tahun (masa sekolah atau masa kanakkanak). Masa perkembangan usia tersebut di atas adalah masa pembinaan yang sangat penting dari keluarga. Seperti komunikasi antara orang tua dan anak maupun pergaulan antara orang tua, anak dan tanggung jawab orang tua terhadap anak akan membawa dampak pada anak di masa depan. Selanjutnya Lobby Loekmono (dalam Kartini Kartono, 1985: 4) menyatakan bahwa perkembangan anak dimulai dan dimungkinkan dalam keluarga oleh karena itu pengaruh keluarga sangat besar dalam proses perkembangan pembinaan potensi, dan pembentukan pribadi anak. Senada dengan hal tersebut Aryatmi (dalam Kartini Kartono, 1985: 27) menyatakan keluarga adalah lingkungan hidup pertama dan utama bagi setiap anak. Dalam keluarga ini anak mendapat rangsangan, hambatan atau pengaruh yang pertama-tama dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik perkembangan biologis maupun perkembangan jiwanya atau pribadinya. Dengan melihat kedudukan keluarga tersebut di atas maka tiap keluarga hendaknya memberi perhatian inti pokok perkembangan anak seperti kasih sayang dan perhatian, pertumbuhan yang normal, imunisasi terhadap berbagai penyakit,

Kehisupan Pengemis di Singaraja

10

perawatan kesehatan yang didasari, dan kesempatan mengecap pendidikan. Dengan kata lain hendaknya anak dapat bergantung pada komitmen tersebut setiap saat. Selanjutnya dalam pasal 2 undang-undang nomor 4 tahun 1979 merumuskan hak-hak seorang anak sebagai berikut: Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kepribadian bangsa dan untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan dari lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan yang wajar (Soemitra, 1990: 16 17) Memperhatikan hak-hak anak tersebut, maka keberadaan anak-anak yang terlibat sebagai pengemis, sebagaimana yang dialami oleh pengemis-pengemis kecil yang ada di Kota Singaraja, sebenarnya juga memiliki hak yang sama seperti apa yang telah dinyatakan tersebut di atas. Namun demikian kedudukan sebagai seorang anak, terlepas juga dari kewajibannya sebagai anak yakni anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik (Mawardi, 1975: 56). Kewajiban anak terhadap orang tua tersebut diatas, kadang-kadang membawa implikasi yang salah terutama bagi anak-anak yang tergolong usia kanak-kanak. Oleh karena itu penanaman nilai dalam keluarga sangat menentukan baik tidaknya masa depan anak tersebut. Sementara itu Singgih D. Gunarsa menyatakan bahwa fungsi keluarga itu meliputi: 1. Keluarga berfungsi untuk melanjutkan garis keturunan. 2. Keluarga berfungsi untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian sehingga bayi yang kecil menjadi anak yang besar yang berkembang dan

Kehisupan Pengemis di Singaraja

11

diperkembangkan seluruh kepribadiannya, sehingga tercapai gambaran kepribadian yang mantap, dewasa, dan harmonis. 3. Keluarga berfungsi sebagai tempat pendidikan informal, tempat dimana anak memperkembangkan dan diperkembangkan kemampuan-kemampuan dasar yang dimiliki, sehingga mencapai prestasi sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki dan diperlihatkan perubahan prilaku dalam berbagai aspeknya seperti yang diharapkan atau direncanakan. 4. Keluarga berfungsi sebagai tempat untuk menerapkan aspek sosial agar bisa menjadi anggota masyarakat yang mampu berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. 5. Keluarga berfungsi sebagai tempat persemaian bagi benih-benih kesadaran akan adanya suatu yang luhur, yaitu kesadaran akan memiliki agama dan norma-norma ethis moral seperti tindakan baik, buruk, selalu dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari. 6. Keluarga berfungsi sebagai organisasi ekonomi (Gunarsa, 1995: 230 231; Ahmadi, 1988: 91 92; Raymon, 1995: 319). Dengan memahami beberapa fungsi keluarga tersebut diatas, kita mudah pula memahami betapa pentingnya peranan keluarga, sebagai unit sosial paling kecil dalam masyarakat, keluarga telah menunjukkan dan memberikan peranan yang sangat mahal dan penting artinya dalam pembentukan pribadi anak. Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak , tempat belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Keluarga memberi dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan. Namun demikian keberadaan dan keterbatasan keluarga akan berpengaruh pula pada pembentukan diri anak. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sujanto (1986: 72) bahwa: keluargalah yang mula-mula memberikan pendidikan, memberi pengaruh kepada perkembangan anak-anaknya. Sekalipun hanya dengan memberikan kebiasaan-kebiasaan seperti yang diperoleh dari orang tuanya dahulu. Dalam keluargalah anak-anak itu mendapatkan kesempatan yang banyak untuk memperoleh pengaruh perkembangan, yang diterimanya dengan jangan

Kehisupan Pengemis di Singaraja

12

meniru, mengikuti dan mengindahkan apa yang dilakukan, dan apa yang dikatakan oleh seluruh anggota. Pendek kata dapat dikatakan bahwa keberadaan keluarga itu termasuk ke dalam fasilitas (terbatas atau mencukupi) akan berpengaruh terhadap kehidupan anak. Terutama pada keluarga yang berada di bawah garis kecukupan, mau tidak mau semua anggota keluarga akan terlibat dalam segala upaya untuk memenuhi kebutuhannya. Irwanto Julianto (dalam Kartini Kartono, 1985: 4) menulis bahwa Orang tua berkewajiban untuk menyajikan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan anaknya hingga menjadi makhluk-makhluk dewasa. Hal ini termuat juga dengan jelas dalam undang-undang nomor 1 tahun 1994 pasal 45 ayat (1) bahwa: Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus menerus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus (Soeminto, 1990: 29). Disamping adanya kewajiban sebagaimana yang disebutkan diatas, orang tua juga memiliki hak untuk memberi aturan atau mengarahkan anak-anaknya sampai mengerti apa artinya tanggung jawab penuh dan memikul sendiri akibat suatu perbuatan atau kesalahan. Seperti yang dinyatakan oleh Utama (dalam Kartini Kartono, 1985, 38) bahwa salah satu kewajiban dan hak utama dari orang tua yang tak dapat dipindahkan adalah mendidik anak-anaknya. Dengan adanya hak dan kewajiban orang tua, sebagaimana yang disebutkan diatas, bukan berarti hak orang tua memiliki, menentukan dan bahkan memeras mereka. Namun demikian kadang-kadang keadaan keluarga (faktor kemiskinan) itu sering melibatkan anak-anak ikut bekerja mencari nafkah. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gilin (dalam Gunarsa, 1995: 232) bahwa kemiskinan dapat dianggap sebagai kondisi dimana seseorang tidak dapat menyesuaikan diri dengan standar kehidupan dalam kelompoknya dan juga tidak mampu mencapai tingkat fisik dan mental tertentu untuk menyesuaikan. Selanjutnya Emil Salim mengemukakan beberapa ciri-ciri kemiskinan adalah:

Kehisupan Pengemis di Singaraja

13

1. Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah yang cukup, modal dan keterampilan, sehingga untuk memperoleh pendapatan terbatas; 2. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri; 3. Tingkat pendidikan rendah, tidak sampai tamat Sekolah Dasar, waktu mereka habis untuk belajar; 4. Kebanyakan mereka tinggal di pedesaan, tidak memiliki tanah, walau ada kecil sekali; 5. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak memiliki keterampilan (skill) atau pendidikan, sedangkan kota di banyak negara tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa (1981: 8). Dari ciri-ciri diatas, terlihat bahwa faktor kemiskinan menyangkut dua hal yaitu pendidikan dan ekonomi orang tua yang rendah. Dalam tulisan Irwan Julianto dari hasil pengamatannya, bahwa eksplotasi tenaga kerja merupakan masalah utama, seperti terlihat di Indonesia dan Negara berkembang lainnya (1985: 2). Masalah pekerja anak bukanlah suatu fenomena baru di Indonesia (Budisantoso, 1989). Anak-anak bekerja sebenarnya karena alasan ekonomi bukan karena alasan budaya (Talcott,1933). Oleh karena itu isu utama yang ada bukan anak yang bekerja begitu saja, melainkan adanya potensi untuk mengeksploitasi anak. Sebagian besar orang tua sebenarnya berterima kasih jika anak-anak mereka dapat bekerja di dalam tempat yang berlindung dan tidak berpindah-pindah, bekerja disiplin dan keterampilan berproduksi, jauh dari resiko di jalanan (Irwanto, et al,1955) Tetapi apabila anak-anak itu tidak memperoleh perlindungan yang memadai (fisik maupun hukum) mempunyai resiko tinggi putus sekolah, jam kerja yang panjang dan pekerjaan mereka tidak menjamin kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, maka partisipasi mereka bekerja menjadi masalah (Irwnato, et al, 1955). Seperti permasalahan yang dihadapi anak-anak yang menjadi pengemis. Dengan mengamati perkembangan pengemis-pengemis kecil yang kian membengkak di Kota Singaraja, maka perhatian terhadap anak-anak yang pada

Kehisupan Pengemis di Singaraja

14

umumnya masih memerlukan pendidikan adalah tindakan yang sangat penting. Berbagai faktor yang berhubungan dengan problematika para pengemis kecil tersebut harus ditangani dari sekarang. Oleh karena itu perlu disusun suatu langkah strategis secara nasional untuk memecahkan masalah tersebut agar mereka dapat menikmati kehidupan yang layak, bersama dengan keluarganya. Penanganan yang kurang tepat atau terhambat terhadap keberadaan anak tersebut akan menjadi beban dari pelaksanaan roda pembangunan di masa mendatang. Uraian diatas dengan jelas menunjukkan bahwa keluarga mempunyai kedudukan dan tanggung jawab yang sangat penting dalam membina anak untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Tugas keluarga tidak hanya sekedar penghubung antara manusia atau individu dengan masyarakat. Tetapi juga melaksanakan fungsi-fungsi lainnya yang berkaitan erat dengan tanggung jawab secara fisik yaitu tugas membesarkan anak, dan tanggung jawab secara moral yakni memberikan pendidikan kepada anak. Kedudukan inilah yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku anak seperti yang dilakukan oleh pengemis-pengemis kecil. Tepat seperti yang dinyatakan oleh Khairuddin (1985: 76) bahwa: Keluarga adalah kelompok pertama yang mengenalkan nilai-nilai disiplin pertama yang dikenalkan kepadanya dalam kehidupan sosial. Dalam interaksi ini si anak mempunyai hubungan baik dengan orang dewasa (missal bapak, ibu, kakakkakaknya dan lain sebagainya) maupun teman sebaya. Terhadap pengaruh orangorang dewasa pada umumnya anak bersifat patuh dan menerimanya dengan percaya, atau disebut dengan morality of constraint. Dengan demikian keluarga merupakan pendidik yang pertama, artinya keluarga diserahi tanggung jawab dalam membimbing putra-putrinya menuju kedewasaan. Dalam upaya itu kedua orang tua dituntut untuk melaksanakan peran bimbingan agar anak-anaknya dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang tangguh dan berkualitas dalam mensukseskan pembangunan bangsa. Seperti apa yang dinyatakan oleh Soemardjan (1993) bahwa Tugas keluarga adalah untuk mempersiapkan para warganya, terutama anak-anak, agar mereka dikemudian hari

Kehisupan Pengemis di Singaraja

15

dapat bertahan dan menentukan jalan yang baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3.2 Tinjauan tentang Sosialisasi Secara luas sosialiasi dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana warga masyarakat dididik untuk mengenal, memahami, menaati dan menghargai normanorma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, sedangkan secara khusus sosialisasi mencakup suatu proses di mana warga masyarakat mempelajari kebudayaannya, belajar mengendalikan diri serta mempelajari peranan-peranan dalam masyarakat (Soekanto, 1982: 140) Selanjutnya Vembriarto (dalam Khairuddin, 1985: 76) menyimpulkan bahwa sosialisasi: 1. Proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu proses akomodasi dengan mana individu menahan, mengubah implusimplus dalam dirinya dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya. 2. Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola, nilai dan tingkah laku, serta standar tingkah laku dalam masyarakat dimanapun ia hidup. 3. Semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya. S. Takdir Alisjahbana mengistilahkan sosialisasi atau enkulturasi adalah proses pembudayaan (1986: 182). Proses pembudayaan adalah sangat penting dalam menjaga integrasi masyarakat, pembudayaan nilai sangat penting menurut S. Takdir Alisjahbana karena nilai-nilai dan norma-norma adalah faktor yang menentukan dalam integrasi kelompok masyarakat, pemindahan nilai-nilai, norma-norma dan usaha untuk menjamin kesetiaan terus menerus kepada nilai-nilai dan norma ini. Hal ini merupakan urusan terpenting dari masyarakat dalam hubungan dengan anggotaanggotanya (Alisjahbana, 1986: 182).

Kehisupan Pengemis di Singaraja

16

Dari ketiga pendapat di

atas dapat dikatakan bahwa sosialisasi atau

enkulturasi adalah proses pewarisan kebudayaan suatu masyarakat dari generasi yang satu ke generasi yang berikutnya. Pewarisan atau pembudayaan dalam hal ini adalah nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Proses sosialisasi atau enkulturasi inilah yang membuat makhluk biologi menjadi makhluk manusia, dibuktikan dari berbagai peristiwa anak-anak yang dibesarkan diluar proses pembudayaan, salah satunya yang sangat terkenal adalah peristiwa Kasper Hauser yang pada permulaan abad ke-19, karena intrik politik, ia menjadi besar dengan tidak berhubungan dengan orang lain, sehingga ketika ia di dalam tahun 1828 datang ke Nuremberg sebagai seorang dewasa intelegensinya adalah sebagai seorang anak, ia tak pandai berbicara dan menganggap segala sesuatu sebagai makhluk yang hidup (Alisjahbana, 1986: 183). Peristiwa ini membuktikan bahwa apabila manusia tidak belajar atau diberi pelajaran tentang kebudayaannya maka manusia tidak akan memiliki kepribadian manusia yang berbudaya. Dari proses inilah manusia butuh manusia lain, jelas dapat kita tebak yang pertama adalah manusia-manusia di lingkungan keluarga dimana ia dilahirkan. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa dalam proses kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat, setiap individu akan selalu mengalami proses sosialisasi dalam keluarga, yang selanjutnya proses sosialisasi tersebut akan diteruskan oleh lingkungan di luar keluarga. Seperti yang dinyatakan Haviland (1988: 39) bahwa Proses sosialisasi itu dimulai segera sesudah kelahiran. Dalam semua masyarakat, pelaksana enkulturasi (sosialisasi) yang pertama adalah para anggota keluarga tempat seseorang dilahirkan. Lebih lanjut Haviland menjelaskan bahwa: Kalau umur individu bertambah, orang-orang dari luar keluarga dilibatkan dalam proses sosialisasi ini, di dalamnya dapat termasuk kerabat-kerabat lain, seperti saudara laki-laki ibu, dan sesudah pasti kawan-kawan individu yang disebutkan terakhir dapat terlihat secara informal dalam bentuk kelompok-kelompok bermain, atau secara formal dalam asosiasi-asosiasi usia, di mana anak-anak sebenarnya mengajari anak-anak lain.

Kehisupan Pengemis di Singaraja

17

Dengan singkat dapat dikatakan bahwa perkembangan perilaku yang dimiliki oleh seseorang, tidak saja faktor di lingkungan keluarga, akan tetapi lingkungan sosial juga ikut serta mempengaruhi dalam perkembangan mental seseorang. Meskipun faktor lingkungan sosial ikut mempengaruhi pembentukan pribadi anak, akan tetapi faktor keluargalah yang paling menentukan baik buruknya anak tersebut. Hal ini mengingat karena pendidikan anak dalam keluarga merupakan awal dan sentral bagi seluruh pertumbuhan dan perkembangan si anak menjadi individu yang dewasa (Julianto dalam Kartini Kartono, 1985: 8). Kemudian Soesilo (dalam Kartini Kartono, 1985: 19) menyatakan bahwaDi samping keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan. Melihat keluarga merupakan lembaga yang pertama dalam kehidupan anak, maka dapat dikatakan bahwa keluarga adalah merupakan wadah pertama kali anak itu mengalami proses sosialisasi awal. Yang kemudian proses sosialisasi ini diteruskan oleh lingkungan sosial. Dengan melihat begitu pentingnya peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak, maka dalam hal ini Vembriarto (1982: 45) menjelaskan bahwa ada beberapa kondisi yang menyebabkan pentingnya peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak yaitu: 1. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi face to face secara tetap; dalam kelompok demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan seksama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi. 2. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidk anak karena anak merupakan buah cinta kasih hubungan suami istri. 3. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap maka orang tua memainkan peranan yang sangat penting terhadap proses sosialisasi anak. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa suasana keluarga mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku anak. Demikian pula hubungan orang tua dengan anak yang berlangsung manis merupakan mata rantai pembinaan watak anak. Oleh karena itu peranan bimbingan orang tua dalam pembentukan dan

Kehisupan Pengemis di Singaraja

18

perkembangan pribadi anak tidak dapat disangsikan lagi. Faktor keluarga, seperti tingkat pendidikan orang tua, suasana hubungan antara anggota keluarga, keutuhan keluarga, dan sikap orang tua terhadap anak sangat berpengaruh bagi kesehatan mental dan penampilan diri anak. Seiring dengan hal tersebut diatas, maka Goode (1993) menyatakan bahwa: Proses sosialisasi berlangsung sejak anak-anak, yaitu proses di mana ia belajar mengetahui apa yang dikehendaki oleh anggota keluarga lain dari padanya, yang akhirnya menimbulkan kesadaran tentang kebenaran yang dikehendaki. Sosialisasi masa anak-anak dalam hal ini adalah dalam lingkungan keluarga. Dan anak merupakan simbol berbagai macam hubungan peran yang penting diantara orangorang dewasa dalam keluarganya. Fungsi yang lain dari keluarga diantaranya adalah pemeliharaan anggota keluarga, penempatan anak dalam masyarakat dan kontrol sosial. Dan idealnya sang anak memulai hidupnya dengan lindungan penuh dari keluarganya. Uraian di atas dengan jelas menunjukkan bahwa proses sosialisasi dalam keluarga pada prinsipnya mencakup pewarisan atau pembudayaan nilai-nilai yang tidak dimiliki oleh si anak. Tentu saja nilai-nilai yang diberikan oleh orang tua adalah nilai-nilai yang berlaku secara umum di masyarakat. Selanjutnya Ibid (dalam Khairuddin, 1985: 84) menyatakan bahwa Dalam lingkungan keluarga ada tiga tujuan sosialisasi, yaitu: orang tua mengajarkan kepada anaknya tentang penguasaan diri, nilai-nilai, dan peranan-peranan sosial. Dengan melihat kedudukan orang tua yang memiliki peranan yang sangat penting menentukan bagi perkembangan anak, maka kedudukan orang tua dapat dikatakan sebagai pendidik kodrati, artinya secara kodrati mereka (orang tua) diserahi tanggung jawab dalam membimbing putra-putrinya menuju kedewasaan. Dalam upaya itu mereka dituntut untuk melaksanakan peran bimbingan agar anak - anaknya dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia-manusia yang tangguh dan berkualitas dalam mensukseskan pembangunan bangsa. Bimbingan dapat diberikan melalui pemberian perhatian, nasehat, janji-janji dan penghargaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsana (1976) bahwa:

Kehisupan Pengemis di Singaraja

19

Bimbingan orang tua dapat berupa perhatian, nasehat, janji-janji dan penghargaan. Dalam kontek bimbingan juga terdapat indikator-indikator berupa petunjuk, teladan, dan contoh dari orang tua terhadap anak. Hal ini akan berdampak positif bila dilaksanakan dengan baik. Semua uraian diatas menjadi obyek yang perlu diteliti untuk mengetahui bagaimana proses sosialisasi yang berlangsung pada diri anak-anak yang terlibat sebagai pengemis. Termasuk bagaimana cara penanaman nilai yang dilakukan oleh orang tuanya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan yang kami lakukan telah sesuai dengan norma-norma serta prosedural yang ada. Sehingga tidak merugikan maupun mengganggu pihak-pihak lain serta hal-hal yang diamati. Berikut ini merupakan hasil pengamatan terkait gepeng yang ada di kawasan kota Singaraja diantaranya terdapat lokasi-lokasi khusus di mana seringnya pengemis-pengemis tersebut melancarkan aksinya, terdapat karakteristik dari para gepeng tersebut sehingga nantinya akan membawa nama wilayah asal pengemis, banyak juga ditemukan anak di bawah umur yang putus sekolah menjadi seorang gepeng, di samping itu ditemukan suatu perkumpulan pengemis yang memang sudah terkoordinir sehingga setiap pengemis sudah mendapatkan lokasi masing-masing untuk mengemis. Ada pula yang kami temukan anak-anak jalanan yang menjadi pengemis, menggunakan uang mengemisnya untuk membeli sebuah bakso dan ada pula pengemis yang melakukan kembalian uang ketika dikasi uang yang nominalnya diatas Rp. 1000, kebanyakan para pengemis dengan usianya yang sudah tua mengajak seorang anaknya sebagai tameng agar orang-orang di sekelilingnya merasakan hibah/

Kehisupan Pengemis di Singaraja

20

prihatin terhadapnya dan ada pula pengemis yang memang tidak mau menerima sumbangan berupa makanan namun dalam bentuk uang saja. Banyak tempat-tempat strategis yang djadikan sebagai lahan yang sangat bagus bagi para gepeng di Singaraja. Tempat-tempat tersebut umumnya tempat keramaian yang banyak dikunjungi orang-orang. Tempat-tempat tersebut diantaranya: 1. Warna Puji dan Pasar Loak Singaraja yang terletak di jalan A. Yani Di sebelah barat Warna Puji terdapat tempat parkir untuk para konsumen atau pelanggan, di sanalah banyak terdapat anak-anak kecil yang menjadi gepeng/ pengemis jalanan. Sampai-sampai anak-anak kecil tersebut memaksa dan tidak mau pergi sebelum dikasi uang bahkan sampai menarik baju para pelanggan dari Warna Puji itu sendiri. Ternyata setelah ditanya, anak jalanan/ gepeng tersebut berasal di sebelah utara Warna Puji di mana ketika mendapatkan uang akan dibagi-bagi dengan teman-temannya. Di samping itu para gepeng itupun terdapat di depan Warna Puji karena di depannya itu terdapat sebuah pasar Loak Singaraja yang ramai dikunjungi orang-orang. 2. Di sekitar kampus bawah Undiksha Kampus bawah, yang terletak antara jalan Dewi Sartika sebelah barat, jalan A. Yani di sebelah utara, jalan Tasbih di sebelah selatan, serta jalan Angsana disebelah timur. Jalan Tasbih dan jalan Angsana merupakan tempat yang sangat ramai dihuni oleh para pedagang kaki lima dari pagi hari sampai pada malam hari. Biasanya para pengemis kecil (kira-kira berumur 8-11 tahun) sering berkeliaran disekitar jalan ini. Di mana komplotan pengemis ini juga masih ada hubungannya dengan komplotan pengemis yang berada di Warna Puji. Anehnya kami temukan ada gepeng yang setelah mendapatkan uang dibelanjakan dengan membeli sebungkus bakso. 3. Di Kampung Tinggi dekat dengan Toko Boys dan di depan lapangan Mayor Metra Singaraja Di daerah ini juga kami menemukan gepeng yang umurnya sudah tua bersama anaknya. Di mana gepeng ini mengincar para pedagang dan pengunjung di kawasan setempat (biasanya berada di tempat-tempat parkir) sehingga sangat

Kehisupan Pengemis di Singaraja

21

mengganggu para pelanggan yang berada di sana. Anehnya gepeng yang kami temui, ketika kami berikan uang Rp.5000 dan kami memiinta kembalian, ternyata gepeng tersebut mengeluarkan sebuah dompet dan memberikan kembalian Rp.3000 kepada kami. 4. Pasar Banyuasri Pasar Banyuasri letaknya disebelah barat kota Singaraja dan berdekatan dengan terminal kota yang merupakan pasar terbesar kedua setelah pasar Anyar. Kegiatan yang cukup ramai dari pagi hingga siang hari. Di sini juga terdapat beberapa gepeng yang memang sama mengincar para pelanggan yang berada di sana. Ketika uang mereka dapatkan, mereka bisa membeli sebungkus nasi untuk konsumsinya. 5. Pasar Senggol dan Pasar Tingkat Singaraja Pasar senggol terletak di ujung utara dari pasar Anyar/ pasar tingkat. Keberadaannya sangat strategis karena terletak di jantung kota Singaraja. Gepeng kebanyakan anak jalanan yang putus sekolah. Namun kami juga menemukan seorang pengemis yang memang benar-benar layak untuk menerima bantuan. 6. Taman Kota Singaraja Taman kota Singaraja, atau yang lebih dikenal dengan istilah TAMKOT yang berada di sebelah selatan Hardys Ngurah Rai. Biasanya sangat ramai pada sore dan malam harinya. Banyak ditemukan anak-anak kecil yang mengemis namun anehnya pakean yang digunakan tidak layak disebut sebagai seorang pengemis. Berdasarkan data dari Dinas Sosial Kabupaten Buleleng, tercatat bahwa terdapat adanya variasi jumlah pengemis-pengemis untuk setiap bulannya (tahun 2010). Berikut disajikan jumlah gelandangan yang berhasil dirazia oleh satuan polisi pamong praja (Satpol PP). Tabel 1 . Daftar nama Gepeng Hasil Razia Satpol PP Kab. Buleleng pada Bulan April 2010 (Senin, 5 April 2010) yang berlokasi di kawasan jalan Diponogoro, Pasar Anyar Singaraja dan Pasar Seririt

Kehisupan Pengemis di Singaraja

22

Jenis No. Nama Umur Kelamin Alamat Asal (L/P) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. Kade Eka Wayan Kasub Wayan Rerod Made Sawan Komang Yeni Diah Mariani Luh Suarini I Nyoman Sukeh Wayan Topik Luh Seririt Kade Putra Wayan Mutir Nengah Selamat Nyoman Olas Ketut Liana Wayan Supriani Kade Mona Ketut Sri Nawi Komang Misi Ketut Ada Nyoman Suwi Putu Gampil Nengah Nadi Komang Ada Ketut Merta Nengah Simpen 5,5 45 14 10 5 35 8,5 40 8 7 2 55 6 55 40 5 3 39 5 2 35 10 8 6 3 13 P P P L L P L P L P L P P P P P P P L L P L P L L P Desa Pedahan Desa Pedahan Desa Pedahan Desa Pedahan Desa Pedahan Desa Pedahan Desa Pedahan Desa Pedahan Desa Pedahan Desa Pedahan Desa Pedahan Desa Pedahan Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Anak KK Anak Anak Anak KK Anak KK Anak Anak Anak KK Anak KK KK Anak Anak KK Anak Anak KK Anak Anak Anak Anak Anak Keterangan

Kehisupan Pengemis di Singaraja

23

27. 28. 29. 30.

Komang Murni Wayan Tambun Nyoman Terel Ketut Bunga

12 35 40 9

P P P L

Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung

Anak KK KK Anak

Sumber: Dinas Kesejahteraan Sosial Tahun 2010

Tabel 2 . Daftar nama Gepeng Hasil Razia Satpol PP Kab. Buleleng pada Bulan September 2010 (Rabu, 15 September 2010) yang berlokasi di kawasan Pasar Seririt, Pasar Anyar dan jalan Diponogoro, Singaraja. Jenis No. Nama Umur Kelamin Alamat Asal (L/P) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Ketut Bunga Ketut Putu Nyoman Sekar Tambun Olas Asih Ngadi Luh Natari Nyoman Kalih Upik Wayan Kupit Luh Putri Nengah Sari Komang Cua Ketut Pageh Wayan Jangkep Wayang Pujuing Ketut Darmini 4 4 1 20 60 17 6 36 2 4 3 16 12 13 8 30 10 P L P L P P P P P L P P L L L P P Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Anak Anak Anak KK KK Anak Anak KK Anak Anak Anak Anak Anak Anak Anak KK Anak Keterangan

Kehisupan Pengemis di Singaraja

24

18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.

Nyoman Kembung Wayan Subur Jero Mali Gampil Nyoman Suleg Merta Nyoman Cukup Made Sari Wayan Sari Wayan Gampil Nyoman Sekar Ketut Lamid Wayan Wrdhi Ketut Wadi Nyoman Sukeh

5 8 59 2,5 30 3 13 3 15 25 6 2,5 11 40 39

P L P P L P L P P L L P P P P

Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung

Anak Anak KK Anak KK Anak Anak Anak Anak KK Anak Anak Anak KK KK

Sumber: Dinas Kesejahteraan Sosial Tahun 2010

Tabel 3 . Daftar nama Gepeng Hasil Razia Satpol PP Kab. Buleleng pada Bulan November 2010 (Kamis, 18 November 2010) yang berlokasi di kawasan Pasar Seririt, Pasar Anyar dan jalan Diponogoro, Singaraja. Jenis No. Nama Umur Kelamin Alamat Asal (L/P) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ketut Seon Nengah Suweca Putu Yanti Kade Rina Wayan Olas Nyoman Supita 3 35 2 1 45 35 P P P P P P Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Anak KK Anak Anak KK KK Keterangan

Kehisupan Pengemis di Singaraja

25

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Gede Andika Ketut Landri Nengah Tambun Ketut Merta Nyoman Dama Nyoman Simpang Ketut Seken Ketut Bunga Made Bunga

7 3 20 20 45 40 40 5 4

L L P P L P P L L

Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung Dusun Munti Gunung

Anak Anak KK Anak KK KK KK Anak Anak

Sumber: Dinas Kesejahteraan Sosial tahun 2010

Adapun karakteristik dari pengemis-pengemis kecil tersebut diantaranya dapat kita lihat dari jenis kelamin, umur, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan serta daerah asal. 1. Jenis Kelamin Dari data di atas, terdapat variasi jumlah pengemis-pengemis setiap dilakukan razia. Pengemis yang ditemukan kebanyakan berjenis kelamin perempuan dengan umur yang rata-rata di atas 35 tahun ke atas dan banyak pula ditemukan pengemis anak gelandangan yang berumur 8-11 tahun. 2. Keadaan Sosial Ekonomi Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, maka di sini dapat dikatakan bahwa keadaan sosial dari pengemis-pengemis kecil yang ada di kota Singaraja pada umumnya keadaan sosial ekonominya sangat kurang. Ini terlihat dari keadaan tempat asal mereka yang berada dibawah standar normal. Pengemis yang berasal dari daerah Dusun Muntigunung Karangasem. Terlihat keadaan tempat tinggal mereka yang berada di sekitar daerah yang alamnya gersang, begitu pula yang berasal dari daerah desa Pedahan. Dari keadaan seperti itu, mereka yang masih kecil dan tidak memiliki keterampilan khusus, maka mereka dipaksa untuk mengatasi segala macam permasalahan sosial ekonomi. Salah satu cara yang dilakukan adalah melakukan aktivitas mengemis (meminta-minta). Di samping itu

Kehisupan Pengemis di Singaraja

26

adanya tradisi secara turun temurun yang dilakukan oleh orang-orang yang bertempat asal di desa Muntigunung Karangasem ini sehingga akan berdampak pada kondisi lingkungan yang kurang kondusif yang mengakibatkan bertambahnya jumlah pengemis di sana. 3. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan dari pengemis-pengemis yang berkeliaran di sekitar kota Singaraja memiliki tingkat pendidikan yang sangat sangat kurang, semua pengemis ini tidak ada yang tamat sekoalah pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar bahkan banyak yang tidak mengenal sekolah alias tidak sekolah. Keasdaan sosial ekonomi yang memprihatinkan, memaksa mereka harus meninggalkan daerah asal untuk bekerja sebagai pengemis. Dari pagi hingga malam hari, mereka hanya mengemis, sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk bersekolah. Hal ini akan berakibat buruk bagi mental generasi penerus di mana secara hukum dan agama mengemis itu dilarang. 4. Daerah Asal Daerah asal pengemis-pengemis kecil yang diteliti oleh penulis dapat dilihat dalam bentuk tabel berikut. Tabel 5. Daerah Asal Pengemis-Pengemis Kecil No. 1. 2. Daerah Asal Dusun Muntigunung, Karangasem. Dusun Pedahan, Karangasem Jumlah Total: Jumlah 65 12 77

Tabel Di atas menggambarkan bahwa pengemis-pengemis kecil semuanya berasal dari daerah Karangasem, dengan Dusun Muntigunung yang paling banyak. 5. Tempat Tinggal Sementara Tempat tinggal sementara pengemis-pengemis kecil yang ada di sekitar kota Singaraja, biasanya pada malam hari tidur di sekitar emperan toko-toko, terminal dan hanya sedikit yang berada di pemukiman liar. Mengingat para pengemis ini sifatnya nomaden, artinya mereka selalu berpindah tempat. Bahkan ada yang

Kehisupan Pengemis di Singaraja

27

memang berasal dari Singaraja dan memiliki tempat tinggal namun kurang mendapatkan perhatian dari para orang tua (anak jalanan).

4.2 Pembahasan 4.2.1 Penyebab Terjadinya Pengemis Berdasarkan informasi yang didapatkan dari penelitian sebelumnya, pada dasarnya ada lima faktor sebagai penyebab utama, mengapa mereka melakukan praktek mengemis. Kelima faktor yang dimaksud diantaranya faktor mental, faktor ekonomi, faktor sempitnya lapangan pekerjaan, faktor krisisnya air serta faktor pendidikan. Faktor-faktor tersebut secara simultan dapat memberi tekanan yang begitu besar pada anak, apaalagi perhatian yang sangat kurang sehingga ia meninggalkan rumah dan mencari kebebasan, perlindungan dan dukungan dari jalanan dan dari rekan-rekan senasibnya. 1. Faktor pendidikan Relatif rendahnya tingkat pendidikan warga sebagai akibat dari rendahnya kesadaran warga untuk menyekolahkan anaknya. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor perekonomian mereka yang begitu rendah. Dengan rendahnya tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan mental mereka. Mestinya pendidikan harus sudah diberikan kepada anak sejak dini sehingga hal itu merupakan penanaman mental terhadap anak-anak tersebut sebagai generasi penerus bangsa. Bagaimana mau mencari kerja sekolah saja tidak itulah ungkapan yang sering kita dengar pada anak-anak yang putus sekolah dan pada orang-orang yang tidak mengenal dunia pendidikan. Sehingga faktor ini akan berpengaruh pada faktor-faktor lainnya seperti mental, faktor pendidikan, lapangan pekerjaan dan lain sebagainya. 2.Faktor ekonomi Faktor ekonomi sangat mempengaruhi hadirnya pengemis. Taraf perekonomian mereka yang rata-rata sangat rendah juga merupakan salah satu faktor untuk

Kehisupan Pengemis di Singaraja

28

melakukan praktek gepeng. Dengan kondisi geografis yang tandus menyebabkan tidak bisanya lahan pertanian yang dimiliki digarap secara maksimal (daerah Muntigunung Karangasem). 3.Faktor sempitnya lapangan pekerjaan Tidak adanya lapangan pekerjaan yang tersedia di daerah tersebut yang mampu mengadopsi mereka untuk mendapatkan penghasilan tiap bulannya. Bahkan untuk makan sehari-hari pun sangat sulit rasaya. Walaupun dari kebanyakan mereka punya lahan pertanian yang mestinya bisa digarap namun mereka tidak dapat menggarap secara maksimal terutama pada musim kemarau. Apalagi bagi kebanyakan orang yang tidak mempunyai lahan untuk bisa ia garap. 4.Faktor mental Faktor mental juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap maraknya terdapat pengemis di mana-mana. Mental sangat berpengaruh terhadap cara orang untuk menghadapi kehidupan termasuk para pelaku gepeng. Dari sisi ekonomi sesungguhnya taraf kehidupan para gepeng sama dengan penduduk sekitarnya yang tidak melakukan gepeng dan bahkan ada penduduk disekitarnya memiliki taraf perekonomian yang lebih rendah dari para pelaku gepeng. Namun karena mental yang begitu rendah mereka lebih memilih untuk jadi gepeng dari pada untuk menjadi buruh bangunan atau mengolah tanah yang dimiliki. Faktor mental terjadi disebabkan akibat tidak adanya penanaman moral yang baik sejak usia dini. Ini sebagai akibat dari rendahnya mutu pendidikan. Sehingga dengan mental yang lemah, mudah bagi para pelaku gepeng untuk melakukan cara yang lebih mudah untuk mendapatkan uang untuk kelangsungan hidup keluarganya dengan melakukan praktek mengemis di daerah-daerah, seperti di daerah Singaraja. Bahkan tidak menutup kemungkinan terdapat pengemis yang melakukan kejahatan untuk memenuhi kebutuhannya seperti mencuri, mencopet dan lain sebagainya. 5.Faktor krisisnya air Jika kita lihat secara kasat mata mungkin orang-orang berpikiran faktor ini tidaklah berpengaruh terhadap keberadaan gepeng. Namun, kekurangan air merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh warga Desa Muntigunung dan Desa

Kehisupan Pengemis di Singaraja

29

Pedahan. Air sebagai kebutuhan pokok manusia begitu sulit untuk diperoleh warga terlebih warga yang berada di daerah pedalaman (tempat gepeng berasal). Walaupun bisa mendapatkan air mereka harus membeli dengan harga yang mahal. Ada juga warga butuh waktu seharian untuk mendapatkan air untuk kebutuhan mereka. Karena itu kendala air ini merupakan masalah yang utama dan pertamatama mesti ditanggulangi. Masalah air sangat berpengaruh terhadap kebutuhan manusia yang tidak terpenuhi baik untuk mengolah lahan, kebutuhan minum, sehingga kejadian inilah yang nantinya berakibat pada faktor-faktor lainnya seperti mental, lapangan pekerjaan, perekonomian dan lain sebagainya.

4.2.2

Kondisi Keluarga Para Pengemis Jalanan Keluarga adalah hal yang paling pertama dan yang paling utama di mana para

pengemis itu dididik dan dibesarkan. Keberadaan anak jalanan yang menjadi pengemis tidak bisa dilepaskan dari keberadaan keluarga mereka. Keluarga yang dimaksud yaitu kedua orang tua mereka dan keluarga-keluarga lainnya seperti paman, saudara, kakek, nenek dan sebagainya. Melihat bahwa aktifitas mengemis yang dilakukan anak-anak acap kali diikuti salah satu orang tua mereka yakni pihak ibu. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan anak jalanan yang menjadi pengemis tersebut dengan keluarganya bisa dikatakan relatif baik. Minimal mereka mengemis mendapat legalitas dari salah satu orangtuanya. Ditinjau dari sisi ini jelas sekali menampakkan bahwa ada hubungan baik dengan pihak keluarganya meskipun anak-anak berada dijalanan. Namun, faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap anak karena orang tualah yang mengajarkan dan membina anak-anak agar menjadi orang yang lebih/ melebihi dari orang tuanya.

4.2.3

Pola Kerja Para Pengemis Aktivitas mengemis yang dilakukan pada umumnya dilakukan pada pagi, sore

dan malam hari selain tidak panas ada tempat-tempat tertentu cukup ramai misalnya di pasar senggol, di pelabuhan, serta di sekitar kampus bawah, di A. Yani. Dalam melakukan aktivitasnya sebagai pengemis, mereka tidak pernah berpencar terlalu

Kehisupan Pengemis di Singaraja

30

jauh, bahkan kadang-kadang mereka berkumpul/bergerombol sambil bersenda gurau. Hubungan atau interaksi antara sesama anak-anak jalanan yang menjadi pengemis berkaitan dengan pola-pola kerja mereka dalam melakukan aktivitas mengemis. Interaksi mereka cukup baik dan bisa bekerja sama. Hal ini merupakan upaya mereka dalam mengantisipasi dan menghadapi tantangan yang mungkin ada lapangan. Misalnya dalam menentukan tempat operasi, mereka selain

merundingkan terlebih dahulu jika mau berpindah tempat dan selalu bersama-sama. Jika salah satu mendapat dari seseorang, maka ada kecenderungan yang lain ikut meminta pada orang yang sama, kadang kala mereka tidak mau pergi sebelum orang yang dimintai uang belum memberikan uang. Bahkan sampai memegang baju orang yang akan dimintai sumbangan. Orang-orang yang dimintai uang bisa saja orang yang sedang berjalan, orangorang yang sedang makan di pedagang kaki lima, orang yang sedang melakukan parkir sepeda motor/ kendaraan, orang yang sedang menunggu pesanan jadi di senggol-senggol, baik wanita maupun pria. Hal ini lah yang menyebabkan kerugian bukan hanya pada konsumen namun juga para penjual/ pedagang karena keberadaan gepeng ini akan mengganggu kerja dari para pedagang di samping itu pelanggan akan merasakan bahwa tempat ia melakukan pembelian barang/ makanan tidak baik. Dalam meminta uang kepada orang-orang di daerah operasi mereka, anakanak tersebut acap kali tanpa berucap tamun mengulurkan tangannya yang menandakan meminta uang/sumbangan pada orang-orang. Dengan nada pelan pula para pengemis tua mengatakan Pak Minta, Bu Minta. Kami juga menemukan pengemis tua yang tiada bersuara namun duduk diam di suatu tempat seperti pasar tingkat Singaraja. Namun demikian meskipun mereka menentukan jumlahnya, jika yang dimintai uang memberi uang tidak sesuai dengan yang dimintanya anak-anak tersebut tetap menerimanya dan segera beranjak dari tempat tersebut. Ada juga anak-anak yang meminta uang tidak menentukan berapa jumlahnya, namun

Kehisupan Pengemis di Singaraja

31

diserahkan kepada orang yang dimintai uang. Jadi jumlahnya bergantung pada keikhlasan orang yang dimintai orang. Para pengemis tersebut tidak yang mengetuai yang mana memiliki peran sebagai pelindung mereka, yang menjadi bos bagi mereka adalah diri mereka sendiri, sehingga kegiatan tidak diorganisir oleh orang lain, namun atas kemauan mereka sendiri. Jadi kasus di kota Singaraja berbeda dengan yang ada di kota-kota besar seperti di Jakarta, yang kemungkinan kegiatan mereka terorganisir.

4.2.4

Peran Pemerintah dalam Menangani Masalah Pengemis Peran pemerintah dalam menanggulangi masalah gepeng adalah dengan

membuat kebijakan sosial. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni menangani masalah sosial dalah hal ini menangani masalah gepeng. Sebagai kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki dua fungsi yaitu fungsi preventif (pencegahan) dan fungsi kuratif (penyembuhan). 1. Fungsi Preventif (Pencegahan) Fungsi Preventif menyangkut pencegahan terhadap masuknya gepeng ke dalam Kota Singaraja. a. Bantuan Bidang Pendidikan Dalam bidang pendidikan ada beberapa bantuan yang telah diberikan kepada warga antara lain: 1. Bantuan berupa pakaian sekolah dan alat tulis kepada semua murid. Bantuan ini diberikan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Bali setiap tahunnya. 2. Bantuan berupa buku pelajaran, buku agama, sarana laboratorium, dan sarana olahraga. b. Bantuan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Bantuan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan cara membentuk kelompok usaha bersama (KUBE). Setiap kelompok

Kehisupan Pengemis di Singaraja

32

beranggotakan 10 KK. Setiap kelompok KUBE mendapat bantuan bibit ternak sapi oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Bali. c. Bantuan Pemberian Keterampilan Bantuan pemberian keterampilan diberikan berupa keterampilan membuat anyaman dengan bahan baku daun lontar. Juga diberikan bantuan keterampilan cara pembuatan gula aren. d. Bantuan Air Bersih Bantuan air bersih dengan pembuatan sumur bor. e. Bantuan Perbaikan Jalan Bantuan perbaikan jalan direalisasikan dengan pengaspalan pada jalanjalan yang belum di aspal. f. Bantuan Perbaikan Bale Banjar Bantuan perbaikan bale banjar diberikan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Bali. Bantuan ini diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaan bale banjar sebagai pusat kegiatan masyarakat. g. Bantuan Bedah Rumah Bantuan bedah rumah diberikan oleh Gubernur Bali sehingga layak untuk ditempati.

2. Fungsi Kuratif (Penyembuhan) Fungsi kuratif menyangkut penanganan yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani masalah gepeng. a. Surat Edaran Bupati Karangasem Dalam surat edaran tersebut Bupati Karengasem mengimbau kepeda seluruh masyarakat untuk tidak memberikan sedekah kepada gepeng. b. Pengadaan Razia Pengadaan razia dilakukan oleh Satpol PP di Kota Singaraja. Dalam hal ini terjadi koordinasi antara Dinas Kesejahteraan Sosial dengan Satpol PP. Dinas Kesejahteraan Sosial memberikan informasi tentang keberadaan

Kehisupan Pengemis di Singaraja

33

gepeng kepada Satpol PP, kenudian yang berwenang mengadakan razia adalah Satpol PP. Bukan hal yang mudah untuk menyelesaikan masalah gepeng. Di zaman krisis ekonomi global seperti sekarang, ditambah lagi dengan semakin banyaknya pertumbuhan jumlah penduduk, tidak sedikit masyarakat yang merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Sehingga banyak di antara mereka yang terpaksa harus hidup di jalanan untuk bertahan hidup. Misalnya dengan menjadi gepeng. Selama ini, razia yang dilakukan oleh Satpol PP belum efektif. Terbukti dengan masih banyaknya gepeng yang masih berkeliaran di Kota Singaraja. c. Penampungan Gepeng Gepeng yang terjaring razia oleh Satpol PP dibawa ke Dinas Kesejahteraan Sosial. Di Dinas Kesejahteraan Sosial Singaraja, gepeng yang terjaring razia ditempatkan di halaman Dinas Kesejahteraan Sosial Singaraja. Hal ini dilakukan kerena Dinas Kesejahteraan Sosial Singaraja belum memiliki rumas singgah. d. Pemberian Bimbingan Mental Pemberian bimbingan mental dilakukan langsung di Dinas Kesejahteraan Sosial Singaraja dengan mengundang tokoh agama dari Dinas Agama Singaraja, Polisi, Satpol PP, dan dari Dinas Kesejahteraan Sosial sendiri. e. Pemulangan Gepeng Melalui kunjungan ke Dinas Kesejahteraan Sosial Singaraja, penulis dapatkan bahwa hanya dapat melakukan pemulangan gepeng ke daerah asal karena gepeng yang terjaring berasal dari luar Kabupaten Singaraja. Gepeng dibawa ke Dinas Kesejahteraan Sosial di daerah asal. Pemulangan hanya dilakukan maksimal 8 kali per tahun dan menggunakan anggaran APBD. Kalau pemulangan yang dilakukan kurang dari 8 kali per tahun, maka sisa dana dari APBD akan dikembalikan.

Kehisupan Pengemis di Singaraja

34

4.2.5

Peran Mahasiswa dalam Menangani Masalah Pengemis Mahasiswa merupakan insan akademisi bangsa yang menjadi penerus

bangsa dimasa yang mendatang. Oleh karena itu diperlukan beberapa peranan mahasiswa untuk menanganai permasalahan social seperti pengemis yang kian marak di kota Singaraja. Undiksha merupakan sebuah unviversitas yang memiliki ribuan mahasiswa dari berbagai wilayah dan golongan serta terdiri dari berbagai jurusan yang seharusnya mampu membantu pemerintah dalam menanganani permasalahan pengemis ini. Berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh mahasiswa terutama mahasiswa Undiksha untuk menangani permasalahan pengemis ini antara lain: a. Organisasai Kemahasiswaan Organisasai kemahasiswaan (ormawa) di Undiksha sangat banyak mulai dari himpunan mahasiswa jurusan (HMJ), Senat Mahasiswa Fakultas (SMF), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Seluruh ormawa ini memiliki program kerja berupa pengabdian pada masyarakat (P2M) dan bakti social. Pada program kerja tersebut dapat disisipkan suatu kegiatan berupa gerakan bebas gepeng di kota singaraja. Gerakan ini terdiri dari berbagai kegiatan dibawah kordinasi BEM, sehingga seluruh ormawa dapat dikumpulkan dan mempeunyai visi yang sama. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan antara lain: Pemasangan Sepanduk dan Brosur Salah satu peran mahasiswa untuk mengatasi permasalahan pengemis ini adalah dengan memasang sepanduk di tempat-tempat strategis yang berisi imbauan kepada masyarakat untuk tidak memberikan sesuatu kepada gepeng atau larangan gepeng dilarang memasuki area ini agar masyarakat sadar mengenai permasalahan pengemis ini. Selain itu ditempattempat terpencil dapat dibuatkan brosur-brosur yang dapat dibaca oleh warga di pedesaan sehingga seluruh lapisan masyarakat akan mengetahui dampak dari pengemis, sehingga mereka mampu menunjukkan sikap terhadap para pengemis yang ditemuinya. Salah satu brosur yang dapat dibuat adalah

Kehisupan Pengemis di Singaraja

35

PENGEMIS DILARANG MASUK AREA INI


Jika selruh ormawa dilibatkan dalam kegiatan ini pasti seluruh kota Singaraja akan dihiasi dengan brosur-brosur dan himbauan-himbauan yang dapat menyadarkan masyarakat. Penyuluhan Berbasis Lapangan Kerja Pengemis-pengemis yang sering mangkal dikota Singaraja sebagian besar tidak mempunyai lapangan kerja oleh karena itu diperlukan suatu pelatihan ketrampilan sesuai kesenangan dan kegemaran dari pengemis tersebut. Mahasiswa dapat melakukan kegiatan ini dengan mencari pembicara yang tepat sesuai bidang kajian mengingat di Undiksha banyak terdapat dosen-dosen yang mahir dalam dunia wirausaha. Seminar Terbuka Untuk para Siswa Mahasiswa undiksha dapat menyelenggarakan seminar bagi siswasiswa di Singaraja. Tujuan dari seminar ini adalah untuk menanamkan sikap kepada para siswa mengenai pengemis. Biasnya mereka belum mengetahui secara pasti dampak yang ditimbulkan mengenai pengemis ini, sehingga mereka biasanya sangat mudah tergerak hatinya untuk memberikan uang kepada pengemis tersebut.

Kehisupan Pengemis di Singaraja

36

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut. 1. Banyak tempat-tempat strategis yang djadikan sebagai lahan yang sangat bagus bagi para gepeng di Singaraja diantaranya tempat keramaian yang banyak dikunjungi orang-orang 2. Yang menjadi latar belakang kenapa banyak ada pengemis-pengemis kecil yaitu faktor mental, faktor mental, faktor kekurangan tempat kerja, faktor ketersediaan air bersih (lokal) serta faktor pendidikan. 3. Pola interaksi atau pola kerja meminta-minta dari pengemis-pengemis kecil ini adalah adanya kerja sama diantara sesame para pengemis-pengemis kecil. 4. Adapun peran pemerintah dalam menangani masalah pengemis-pengemis ini adalah ada penanganan secara preventif dan secara kuratif. 5.2 Saran-Saran Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut. 1. Bagi pemerintah diharapkan agar membuat suatu Ranperda (Rancangan Peraturan Daerah) untuk diajukan ke DPRD lembaga legislative untuk dibahas dan disahkan. Raperda ini terkait dengan upaya meminimalisasi keberadaan gepeng di setiap daerah khususnya di Bali. 2. Bagi masyarakat diimbau agar tidak memberikan sesuatu dalam bentuk apapun kepada para gepeng kecuali bagi para gepeng yang memiliki cacat fisik sehingga nantinya para gepeng tersebut merasa jera karena tidak mendapatkan apa-apa. 3. Disarankan bagi pemerintah agar diadakan lokalisasi khusus bagi pengemis dan mengadakan pelatihan keterampilan bagi para pengemis sehingga memiliki bekal dan giat untuk berusaha bekerja dan bisa mengusahakan

Kehisupan Pengemis di Singaraja

37

adanya sosialisasi kepada gepeng agar sadar bahwa profesi yang mereka lakukan kurang baik. 4. Membuat baliho atau papan pengumuman yang diletakkan di tempat-tempat strategis yang berisi imbauan kepada masyarakat untuk tidak memberikan sesuatu kepada gepeng atau larangan gepeng dilarang memasuki area ini. 5. Bagi pemerintah agar mengalokasikan anggaran untuk pembuatan rumah singgah untuk meningkatkan profesionalitas kerja Dinas Kesejahteraan Sosial dalam menangani gepeng. 6. Bagi aparat yang berwenang agar mengadakan razia dan pengawasan secara ketat dan kontinu sehingga meminimalkan terdapatnya gepeng di kawasankawasan yang dapat mengganggu ketenangan orang banyak

Kehisupan Pengemis di Singaraja

38

You might also like

  • RPP
    RPP
    Document26 pages
    RPP
    IKadek Agus Putra Wijaya
    No ratings yet
  • P 21
    P 21
    Document17 pages
    P 21
    IKadek Agus Putra Wijaya
    No ratings yet
  • Makalah
    Makalah
    Document38 pages
    Makalah
    IKadek Agus Putra Wijaya
    No ratings yet
  • ISI
    ISI
    Document19 pages
    ISI
    IKadek Agus Putra Wijaya
    No ratings yet