You are on page 1of 20

Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium

tuberkulosa. Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Di Indonesia khususnya, Penyakit ini terus berkembang setiap tahunnya dan saat ini mencapai angka 250 juta kasus baru diantaranya 140.000 menyebabkan kematian. Bahkan Indonesia menduduki negara terbesar ketiga didunia dalam masalah penyakit TBC ini. Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa, Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, Untuk mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBCpada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru. Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada paruparu, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan Xray atau photo rontgen.Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga paru, Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba tuberkulosa disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC. Berkembangnya penyakit TBC di Indonesia ini tidak lain berkaitan dengan memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Hal ini juga tentunya mendapat pengaruh besar dari daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC. BAKTERI PENYEBAB

Mycobacterium tuberculosis (MTB) adalah patogen bakteri spesies dalam genus Mycobacterium dan agen penyebab kebanyakan kasus TB . Pertama kali ditemukan pada tahun 1882 oleh Robert Koch. TB memiliki lilin, lapisan yang tidak biasa di permukaan sel (terutama asam mycolic ), yang membuat sel-sel tahan terhadap pewarnaan Gram sehingga asam-cepat teknik deteksi yang digunakan sebagai gantinya. TB sangat aerobik dan membutuhkan tingkat tinggi oksigen. MTB menginfeksi paru-paru dan merupakan agen penyebab TB . diagnostik yang digunakan metode yang paling sering untuk TB adalah tes kulit tuberkulin, asam-cepat noda, dan radiografi dada. M. tuberculosis membutuhkan oksigen untuk tumbuh . Ia tidak mempertahankan apapun untuk karena lemak tinggi kandungan bakteriologis noda di dinding, dan dengan demikian tidak Gram positif maupun Gram negatif; maka Ziehl-Neelsen , atau asam-cepat pewarnaan, digunakan. Sementara mikobakteri tampaknya tidak sesuai dengan kategori Gram-positif dari sudut pandang empiris (yaitu, mereka tidak mempertahankan noda violet kristal), mereka diklasifikasikan sebagai asam-cepat -bakteri Gram positif karena kurangnya mereka dari luar membran sel M. tuberculosis membagi setiap 15-20 jam, yang sangat lambat dibandingkan dengan bakteri lainnya, yang cenderung memiliki divisi kali dalam hitungan menit ( Escherichia coli (E. coli) dapat membagi kira-kira setiap 20 menit). Ini adalah kecil basil yang dapat menahan lemah desinfektan dan dapat bertahan dalam keadaan kering selama berminggu-minggu. dinding sel yang tidak biasa, kaya lipid (misalnya, asam mycolic ), kemungkinan bertanggung jawab untuk ketahanan ini dan merupakan faktor virulensi utama. TB diambil oleh alveolar makrofag , tetapi mereka tidak dapat mencerna bakteri. Dinding selnya mencegah fusi dari fagosom dengan lisosom. TB blok molekul bridging, autoantigen endosomal awal 1 (EEA1), namun, blokade ini tidak mencegah fusi vesikel penuh dengan nutrisi. Akibatnya, bakteri berkembang biak dicentang dalam makrofag. Bakteri juga menghindari makrofag-membunuh dengan menetralisir nitrogen intermediet reaktif. TB mutan dan individu produk gen uji untuk fungsi-fungsi tertentu secara signifikan telah maju pemahaman kita tentang patogenesis dan faktor virulensi M. tuberculosis . protein disekresikan dan diekspor Banyak diketahui penting dalam patogenesis. M. tuberkulosis ditandai dengan caseating granuloma mengandung sel Langhans raksasa , yang memiliki tapal kuda pola inti. Organisms are identified by their red color on acid-fast staining. Organisme diidentifikasi dengan warna merah pada asam-cepat pewarnaan. Tuberkulosis menyebabkan penyakit paru-paru dapat menyebabkan pleuritis TBC, suatu kondisi yang dapat menyebabkan gejala seperti nyeri dada, batuk tidak produktif dan demam. Selain itu, infeksi dengan M. tuberculosis dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh, terutama pada pasien dengan lemah sistem kekebalan tubuh . Kondisi ini disebut sebagai miliaria TB dan menghubungi orang-orang mungkin mengalami demam, penurunan berat badan, kelemahan dan nafsu makan yang buruk Dalam kasus yang jarang terjadi lebih, tuberkulosis miliaria dapat menyebabkan batuk dan kesulitan bernafas (anonim, 2010). Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO). WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk

penyakit TB pada tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB. PATOGENESIS PENYAKIT Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Riwayat terjadinya Tuberkulosis Infeksi Primer : Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 / 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) : Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis : Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut : Gejala gejala Tuberkulosis: Gejala Umum : Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih Gejala Lain Yang Sering Dijumpai : Dahak bercampur darah. Batuk darah. Sesak napas dan rasa nyeri dada. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak

badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. TERAPI TUBERKULOSIS Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri, pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa diterapkan. Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 34 macam obat ini. Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan. DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi. Imunisasi Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan. Imunisasi TBC ini tidak

sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontorlan TBC di AS. Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80 persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC. Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan. Bagaimana dengan Indonesia? Karena Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak, agaknya masih perlu melaksanakan vaksinasi BCG ini. Dengan melaksanakan vaksinasi ini, jumlah kasus dugaan (suspected cases) jauh akan berkurang, sehingga memudahkan kita untuk mendeteksi pasien TBC, untuk selanjutnya dilakukan terapi DOTS untuk pasien yang terdeteksi. Kedua pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu dilakukan untuk memberantas TBC dari bumi Indonesia. Terdapat 5 jenis antibotik yang dapat digunakan. Suatu infeksi tuberkulosis pulmoner aktif seringkali mengandung 1 miliar atau lebih bakteri, sehingga pemberian 1 macam obat akan menyisakan ribuan organisme yang benar-benar resisten terhadap obat tersebut. Karena itu, paling tidak, diberikan 2 macam obat yang memiliki mekanisme kerja yang berlainan dan kedua obat ini akan bersama-sama memusnahkan semua bakteri. Setelah penderita benar-benar sembuh, pengobatan harus terus dilanjutkan, karena diperlukan waktu yang lama untuk memusnahkan semua bakteri dan untuk mengurangi kemungkinan terjadi kekambuhan. Antibiotik yang paling sering digunakan adalah isoniazid, rifampin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol. Isoniazid, rifampin dan pirazinamid dapat digabungkan dalam 1 kapsul, sehingga mengurangi jumlah pil yang harus ditelan oleh penderita. Ketiga obat ini bisa menyebabkan mual dan muntah sebagai akibat dari efeknya terhadap hati. Jika timbul mual dan muntah, maka pemakaian obat harus dihentikan sampai dilakukan tes fungsi hati.Jika tes fungsi hati menunjukkan adanya reaksi terhadap salah dari ketiga obat tersebut, maka biasanya obat yang bersangkutan diganti dengan obat yang lain. Pemberian etambutol diawali dengan dosis yang relatif tinggi untuk membantu mengurangi jumlah bakteri dengan segera. Setelah 2 bulan, dosisnya dikurangi untuk menghindari efek samping yang berbahaya terhadap mata. Streptomisin merupakan obat pertama yang efektif melawan tuberkulosis, tetapi harus diberikan dalam bentuk suntikan. Jika diberikan dalam dosis tinggi atau pemakaiannya berlanjut sampai lebih dari 3 bulan, streptomisin bisa menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan. Jika penderita benar-benar mengikuti pengobatan dengan teratur, maka tidak perlu dilakukan pembedahan untuk mengangkat sebagian paru-paru. Kadang pembedahan dilakukan untuk membuang nanah atau memperbaiki kelainan bentuk tulang belakang akibat tuberkulosis.

PENCEGAHAN Terdapat beberapa cara untuk mencegah tuberkulosis:

Sinar ultraviolet pembasmi bakteri, bisa digunakan di tempat-tempat dimana sekumpulan orang dengan berbagai penyakit harus duduk bersama-sama selama beberapa jam (misalnya di rumah sakit, ruang tunggu gawat darurat). Sinar ini bisa membunuh bakteri yang terdapat di dalam udara. Isoniazid sangat efektif jika diberikan kepada orang-orang dengan resiko tinggi tuberkulosis, misalnya petugas kesehatan dengan hasil tes tuberkulin positif, tetapi hasil rontgen tidak menunjukkan adanya penyakit. Isoniazid diminum setiap hari selama 6-9 bulan. Penderita tuberkulosis pulmoner yang sedang menjalani pengobatan tidak perlu diisolasi lebih dari beberapa hari karena obatnya bekerja secara cepat sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya penularan. Tetapi penderita yang mengalami batuk dan tidak menjalani pengobatan secara teratur, perlu diisolasi lebih lama karena bisa menularkan penyakitnya Penderita biasanya tidak lagi dapat menularkan penyakitnya setalah menjalani pengobatan selama 10-14 hari.

TBC pada anak


http://ibudananak.com/index.php? option=com_content&task=view&id=266&Itemid=9

ada Anak Di Indonesia, penyakit TBC memang masih menjadi momok. Maklum saja, karena negara kita tercinta ini termasuk daerah endemis TBC. Anak kurus, susah/tidak mau makan, berat badan seret naik atau malah tidak naik-naik, acapkali dicurigai mengidap TBC. Orangtua mana sih, yang tidak gelisah ketika berat badan anaknya yang masih batita, stagnan di kilogram tertentu. Dapat dimaklumi kalau orangtua sangat menaruh perhatian (malah kadang berlebihan) pada hal yang satu ini, karena kenaikan berat badan merupakan salah satu indikator tumbuh kembang anak, utamanya balita. Tetapi penyebab mandeknya kenaikan berat badan anak bukan monopoli TBC, lho! Ada banyak penyakit selain TBC, yang menyebabkan berat badan anak terganggu. Sedihnya, masih banyak anak di republik ini yang didiagnosis sakit TBC padahal penyakit sebenarnya bukan itu. Akibatnya, anak jadi memperoleh pengobatan yang salah. Tentu kita tidak mau dong, hal itu terjadi pada si kecil. Karena itu, ngga ada salahnya orangtua belajar untuk mengenal serba-serbi penyakit ini. Bukan untuk berlagak atau sok-sokan menjadi dokter, lho...... Tetapi menambah pengetahuan merupakan salah satu upaya untuk menjaga kesehatan diri dan keluarga. What is TBC? Tuberculosis yang disingkat TBC atau TB - adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan Pulmonary TB. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian/organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari pulmonary TB. Bila kuman TB menyerang otak dan sistem saraf pusat, akan menyebabkan meningeal TB. Bila (kuman TB) menginfeksi hampir seluruh organ tubuh, seperti ginjal, jantung, saluran kencing, tulang, sendi, otot, usus, kulit, disebut miliary TB atau extrapulmonary TB. Kuman TB berbentuk batang dan memiliki sifat khusus, yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA). Bakteri TB akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yang lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun. Bagaimana TB Menular? Bakteri TB menyebar bila orang dewasa penderita TB aktif yang tidak tertangani dengan baik (baca: memperoleh pengobatan), bersin atau batuk sehingga mengeluarkan sputum droplet (percikan dahak) yang mengandung kuman TB. Bila kuman terhirup oleh orang dewasa lain, anak atau bayi yang sehat, menyebabkan mereka terinfeksi M. tuberculosis. Secara umum, hanya TBC paru-paru (pulmonary TB) yang menular. Namun orang yang tertular tidak selalu akan sakit TBC paru-paru juga, tergantung bagian tubuh (organ) mana yang diserang oleh

bakteri TB. Selain dari droplet dahak penderita TBC aktif, kuman TB juga dapat masuk ke tubuh manusia dari susu sapi murni yang tidak diolah (dimasak) dengan sempurna. Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah tertular flu. Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yang cukup lama dan intensif dengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yang kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yang diperlukan dari mula terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Tidak semua orang yang terinfeksi bakteri TB, lalu menjadi sakit TB. Menurut TB/HIV Clinical Manual hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi, berlanjut menjadi penderita TB (TB aktif). Kelompok yang paling rawan terinfeksi bakteri TB adalah bayi dan anak usia kurang dari 1 tahun. Setelah itu, tingkat kerawanannya menurun. Bahkan pada kisaran usia 5-9 tahun, anak-anak memiliki tingkat resiko terinfeksi yang paling rendah. Usia 10 tahun ke atas, tingkat kerawanan infeksi itu kemudian akan meningkat kembali, meskipun tidak setinggi kelompok usia 0-1 tahun. Anak-anak yang sakit TBC tidak dapat menularkan kuman TB ke anak lain atau ke orang dewasa. Sebab, pada anak biasanya TB bersifat tertutup. Kalaupun ada sekresi dahak, konsentrasi atau jumlah bakteri dalam droplet cenderung sedikit. Jadi kalau ada anak yang terinfeksi TBC, sudah pasti sumber penularnya adalah orang dewasa yang dekat dengannya. Orang dewasa penderita TB aktif yang telah menjalani pengobatan selama 2 minggu juga sudah aman. Dalam arti, ia sudah tidak menularkan kuman TB lagi. Meski demikian, yang bersangkutan tetap harus meneruskan terapi obatnya hingga selesai, untuk menghindari MDR (multi-drugs resistant) TB atau kuman TB yang resisten terhadap obat anti TB. Bagaimana Mendiagnosa TB Pada Anak ? Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada anak, terlebih pada anak-anak yang masih sangat kecil, sangat sulit. Diagnosa tepat TBC tak lain dan tak bukan adalah dengan menemukan adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan aktif dalam tubuh suspect TB atau orang yang diduga TBC. Caranya? Yang paling mudah adalah dengan melakukan tes dahak. Pada orang dewasa, hal ini tak sulit dilakukan. Tapi lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi yang masih usia balita, belum mampu mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak. Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak spesifik (khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal sebenarnya tidak. Atau underdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB tetapi tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh penanganan yang tepat. Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1 atau 2 tes saja, melainkan harus komprehensif. dr. Davide Manissero dari WHO Indonesia (pada seminar PESAT 5 Jakarta, 4 Maret 2006) mengibaratkan diagnosa TBC itu bagaikan menggambar sekuntum bunga. Penyakit TBC diibaratkan sebagai putik bunga, sementara 4 mahkota bunga yang melingkupi putik adalah riwayat kontak/pemaparan dengan penderita TB aktif, gejala, tes Mantoux (uji Tuberkulin), dan foto rontgen. Kemudian, jika memungkinkan dilakukan uji bakteriologi (yang dilambangkan sebagai tangkai bunga) untuk menemukan biang keladinya alias kuman TBC.

Menurut dr. Bambang Supriyatno, SpAK dalam seminar Tuberculosis (24 Juni 2006), untuk memastikan apakah anak benar sakit TBC, dokter memerlukan satu alat diagnostik gabungan, yaitu sistem pembobotan (scoring). Ikatan Dokter Anak Indonesia telah mengeluarkan standar untuk sistem scoring ini. Memang hanya dokter yang berwenang untuk melakukan pembobotan (scoring). Namun demi kepentingan anak, sebaiknya orangtua juga proaktif berdiskusi dengan sang dokter dan membekali diri dengan pengetahuan tentang penyakit ini. 1. Riwayat Kontak atau Pemaparan Penyakit TBC adalah penyakit infeksi. Artinya, pasti ada sumber penularnya. Karena penularan TB memerlukan waktu pemaparan (exposure) yang cukup lama, maka apabila anak menderita TBC pastilah sumbernya adalah orang yang sehari-hari dekat dengannya. Entah itu ayah, ibu, kakek, nenek, pengasuh, atau orang lain yang tinggal satu rumah dengan anak dalam waktu yang cukup lama. Maka dari itu, ketika seorang anak/bayi diduga menderita TB, semua orang yang sehari-hari dekat dengan si kecil harus dipastikan mengidap TBC atau tidak. Tingginya prevalensi (angka kejadian) TBC di Indonesia, menyebabkan uji Tuberkulin (Mantoux test) tak lagi efektif untuk mendiagnosa TBC pada orang dewasa karena sebagian besar orang dewasa yang tinggal dan hidup di sini sudah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Pada orang dewasa, diagnosis TB dapat dilakukan melalui uji dahak (sputum test) dan foto rontgen paru-paru. Uji dahak dilakukan untuk mengetahui keberadaan BTA dalam dahak. Tempat yang tepat (dan murah) untuk melakukan uji ini adalah Puskesmas. Foto rontgen paru-paru dari orang dewasa yang mengidap TB aktif, memberikan gambaran yang sangat khas. Walaupun anak tak tampak sakit tapi bila terbukti ada orang dewasa (yang dekat dengan anak) yang sakit TBC, maka orangtua harus curiga anak terinfeksi TB dan membawanya ke dokter/RS/puskesmas agar anak mendapatkan penanganan yang tepat, untuk mencegahnya menjadi sakit TB. Oleh sebab itu, sebelum mempekerjakan orang di rumah (pembantu rumah tangga, pengasuh anak, supir keluarga), sebaiknya orangtua memastikan lebih dulu kondisi kesehatan orangorang tersebut. Karena mereka lah yang lebih banyak berada di sekitar anak, apalagi bila kedua orangtua (ayah dan ibu) bekerja penuh waktu. 2. Gejala Tuberculosis pada anak-anak seringkali tidak menimbulkan gejala khusus. Gejala utama TB pada orang dewasa adalah batuk berdahak yang terus menerus selama 3 minggu atau lebih. Sayangnya, pada anak-anak, umumnya batuk lama bukan gejala utama TB. Batuk lama, juga bisa manifestasi dari alergi. Menurut Pedoman Nasional Tuberkulosis (2002), gejala umum TB pada anak-anak adalah sebagai berikut :

Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik. Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat. Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas, setelah disingkirkan kemungkinan penyebab lainnya (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut). Dapat juga

disertai keringat malam. Pembesaran kelenjar getah bening yang tidak sakit, di leher, ketiak dan lipatan paha. Gejala gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), nyeri dada ketika bernafas atau batuk.

Apabila bakteri TB menyebar ke organ-organ tubuh yang lain, gejala yang ditimbulkan akan berbeda-beda. Misalnya;

Kaku kuduk, muntah-muntah, dan kehilangan kesadaran pada TBC otak & saraf (meningitis TB) Gibbus, pembengkakan tulang pinggul, lutut, kaki dan tangan, pada TBC tulang & sendi

Namun harus dicermati pula bahwa gejala-gejala di atas bukan monopoli TBC, karena banyak juga jenis penyakit lain yang menimbulkan gejala serupa. Meski begitu, bila anak mengalami gejala-gejala seperti tersebut di atas, sah-sah saja bila orangtua curiga. Tetapi kecurigaan ini harus dimanisfestasikan secara rasional, dengan cara memastikan dengan sebenar-benarnya apakah anak mengidap TBC atau tidak. Terlebih bila ada orang dewasa (yang sehari-hari bergaul dekat dengan anak) yang sakit TBC, maka orangtua wajib memeriksakan kondisi kesehatan anak. Berat badan tidak naik-naik misalnya, juga bisa disebabkan oleh banyak penyakit selain TBC. Antara lain gangguan pencernaan, infeksi saluran kemih (ISK), penyakit jantung bawaan (PJB), refluks, gangguan tiroid, atau lainnya. Karena itu, sebelum terburu-buru menduga anak mengidap TB, pastikan terlebih dahulu kemungkinan penyakit lain. Dibarengi dengan upaya perbaikan gizi selama 1 bulan. Bila setelah itu berat badan anak meningkat, berarti kemungkinan anak tidak mengidap TB. Namun apabila setelah upaya tersebut, berat badan anak tidak meningkat atau malah semakin turun dan terbukti tidak disebabkan oleh penyakit lain, maka orangtua wajib untuk curiga. Juga harus dibedakan antara susah makan dengan kehilangan nafsu makan. Memang ada masanya dimana anak jadi susah makan, dan itu normal. Tetapi bila tiba-tiba anak sampai tidak mau makan sama sekali (anorexia) dan hal itu berlangsung lama, atau bahkan makin memburuk, maka orangtua harus khawatir. Anak-anak usia balita juga seringkali mengalami pembengkakan kelenjar getah bening di bagian belakang telinga. Karena hal itu menunjukkan sistem imun tubuhnya sedang dilatih menghadapi serangan mikroorganisme. Orangtua baru harus khawatir bila pembengkakan terjadi di leher (bukan bagian belakang telinga), ketiak dan paha, dan bengkaknya berukuran besar (diameternya lebih dari 1 cm). Batuk lama. Orangtua harus benar-benar memastikan, apakah batuk anak berlangsung dalam waktu lama (tanpa jeda) ataukah berulang? Sebab, menurut dr. Bambang Supriyatno, SpAK dalam seminar Tuberkulosis (24 Juni 2006), jika anak menderita batuk berulang, maka orangtua harus mencurigai penyakit lain; seperti asma, atau sinusitis untuk anak usia di atas 5 tahun. Begitu pula dengan demam. Demam yang perlu dicurigai TB adalah demam tingkat rendah atau sumeng yang berlangsung lebih dari 2 minggu dan bukan disebabkan oleh tifus, ISK, malaria atau penyakit lain selain TBC. Selain gejala-gejala tersebut di atas, orangtua juga harus mengamati perilaku sehari-hari anak. Anak-anak cenderung belum bisa menceritakan dengan jelas apa yang mereka rasakan.

Rasa tidak enak badan, sakit, atau ketidaknyamanan yang mereka rasakan, cenderung dimanifestasikan melalui perubahan sikap, misalnya tiba-tiba rewel terus menerus, menjadi cengeng atau gampang marah. 3. Tes Mantoux atau Uji Tuberkulin Karena tanda-tanda dan gejala TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan anak terinfeksi oleh kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya menunjukkan apakah seseorang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis atau tidak, dan sama sekali bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB. Sebab, tidak semua orang yang terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB. Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu setelah terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi. Ketika pada saat terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam tubuh. Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan gejala. Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan orang tersebut menjadi sakit TB. Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah. Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna kemerahannya (erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter. Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm. Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter indurasi berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm. Namun, untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko TB, dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih kuat. Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih. Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu (anergi), artinya hasil negatif padahal sesungguhnya terinfeksi kuman TB. Anergi dapat terjadi apabila anak mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu, baru saja divaksinasi dengan virus hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes Mantoux yang kurang benar. Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus diulang. 4. Foto Rontgen Untuk memperkuat diagnosis, diperlukan foto rontgen paru-paru. Tapi masalahnya, gambar rontgen dari TBC paru pada anak umumnya tidak khas sehingga menyulitkan interpretasi foto. Diperlukan orang yang benar-benar ahli, untuk menghindari terjadinya overdiagnosis atau underdiagnosis. Pada orang dewasa, kuman TBC membangun sarangnya pada paru-paru bagian atas, sehingga pada gambar rontgennya akan terlihat adanya infiltrat pada daerah tersebut. Sedangkan pada anak-anak, kuman TB membangun sarang di kelenjar getah bening yang lokasinya berdekatan dengan jantung. Jika hanya difoto dari depan akan sulit melihat adanya infiltrat, karena terutup oleh bayangan jantung. Oleh karena itu, untuk memperkuat diagnosis, foto rontgen juga harus dilakukan dari arah samping.

Dengan begitu, gambaran paru-paru tidak diganggu oleh bayangan jantung. Tetapi, lagi-lagi keberadaan infiltrat bukan mutlak menunjukkan anak mengidap TBC. Anak yang sedang batuk dengan dahak yang banyak, meski tidak mengidap TB bila difoto rontgen dadanya, bisa memberikan gambaran infiltrat. Oleh karenanya, foto rontgen harus dilakukan pada saat anak dalam kondisi terbaik. Paling baik memang setelah anak sembuh dari batuknya. Bila tidak memungkinkan, pilih waktu ketika batuknya minimal. Sekali lagi, foto rontgen saja tidak dapat digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis TBC. 5. Uji Bakteriologi Uji bakteriologi yang umum dilakukan adalah melalui pemeriksaan sampel dahak (tes dahak atau sputum test). Bila ditemukan adanya bakteri TB di dalam 2 sampel dari 3 sampel dahak seseorang, berarti orang tersebut dikatakan positif mengidap TBC paru aktif. Pendambilan sampel dilakukan secara SPS, maksudnya Sewaktu kunjungan pertama, esok Paginya, dan Sewaktu kunjungan berikut (kedua). Selain diperiksa melalui mikroskop, sampel dahak juga dapat diperiksa dengan cara dibiakkan dalam medium tertentu (tes kultur dahak). Tetapi tes ini memakan waktu yang lama, sementara tes dahak yang biasa hanya memakan waktu beberapa jam saja untuk mendapatkan hasilnya. Namun tes dahak sangat sulit dilakukan pada anak-anak, karena mereka cenderung menelan dahaknya. Kalaupun ingin melakukan pemeriksaan mikroskopis BTA pada anak, caranya dengan menggunakan bilasan lambung anak. Tetapi cara ini dinilai menyakitkan bagi anak, sehingga tidak digunakan untuk deteksi dini. Bagi anak yang sudah mampu mengeluarkan dahaknya, maka tes dahak menjadi satu keharusan. 6. Tes Darah Biasanya, parameter yang diuji pada pemeriksaan darah adalah LED (laju endap darah) dan kadar limfosit. Tetapi keduanya ini nilai diagnostiknya bahkan lebih rendah daripada foto rontgen, sehingga hanya dapat digunakan sebagai data pendukung. Nilai LED dan limfosit yang tinggi (di atas kadar normal) hanya menunjukkan terjadinya infeksi di dalam tubuh. Akan tetapi, semua jenis infeksi juga dapat meningkatkan nilai LED dan limfosit dalam darah. Pengobatan TBC Bila anak positif sakit TBC, maka harus diobati sampai benar-benar sembuh. Kombinasi obat anti TBC (OAT) untuk anak adalah Isoniasid (INH), Rifampisin, dan Pirazinamid. Ketiga obat tersebut diberikan selama 2 bulan pertama, lalu setelah itu, yaitu mulai bukan ketiga sampai keenam (4 bulan berikutnya) hanya diberikan kombinasi INH dan Rifampisin. Untuk bisa sembuh, anak (dan orang dewasa) penderita TB harus mengkonsumsi OAT secara teratur, setiap hari, dan dalam jangka waktu lama. Bakteri TB ini mati secara sangat perlahan. Butuh waktu minimal 6 bulan untuk membunuh semua bakteri Tb dalam tubuh. Setelah mengkonsumsi OAT selama 2 minggu, anak mungkin akan merasa lebih baik dan tampak sehat. Tetapi ia tetap harus mengonsumsi OAT sampai selesai masa pengobatannya, karena pada saat itu belum semua bakteri TB mati. Pada anak, lamanya pengobatan TB ini tergantung dari jenis TB yang diderita. Untuk TB paru-paru (pulmonary TB), lama pengobatan cukup 6 bulan saja. Alasannya, kuman TB yang hidup dalam tubuh anak penderita TB aktif, jumlahnya jauh lebih sedikit daripada kuman yang ada dalam orang dewasa penderita TB aktif. Kenapa bisa begitu? Ini adalah berkat perlindungan dari imunisasi BCG. Sisa kuman yang masih ada setelah terapi pengobatan selesai, sudah tidak dapat berkembang biak lagi sehingga tidak berbahaya. Namun, untuk

jenis TB yang lebih berat, yakni meningeal TB dan miliary TB, lamanya pengobatan setidaknya 9 bulan. Bagaimana bila anak melewatkan dosis OAT-nya? Menurut dr. Davide dari WHO Indonesia pada seminar PESAT 5 (4 Maret 2006), apabila anak penderita TBC aktif melewatkan dosis OAT sampai maksimal 7 dosis (berarti 1 minggu), ia tidak perlu mengulang dari awal lagi, cukup meneruskan saja sisa masa terapinya. Karena jumlah kuman TB dalam tubuh anak jauh lebih sedikit daripada yang ada dalam tubuh orang dewasa, sehingga resistensi kuman juga menjadi jauh lebih rendah. Tetapi bila lewat lebih dari 1 minggu dan atau hal itu terjadi berulangkali, orangtua harus segera berkonsultasi dengan petugas kesehatan (dokter) yang berwenang. Efek Samping OAT Ketiga obat anti TBC tersebut sebenarnya bersifat racun bagi hati, apalagi karena harus dikonsumsi dalam jangka panjang. Oleh karena, setelah selesai masa pengobatan, biasanya dokter memeriksa fungsi kerja hati (SGOT/SGPT). Isoniazid atau INH juga dapat menimbulkan reaksi negatif berupa kesemutan, nyeri otot, bahkan gangguan kesadaran. Untuk mengurangi efek tersebut, diberikan suplemen vitamin B6 (piridoxin) selama masa pengobatan. Obat anti TBC untuk orang dewasa, selain INH, Rifampisin dan Pirazinamid, juga ada satu jenis obat lagi yaitu etambutol. Tetapi, jenis obat yang satu ini tidak diberikan untuk anakanak yang hanya sakit TB paru-paru. Karena efek samping etambutol pada anak berusia kurang dari 8 tahun adalah buta warna dan/atau pandangan terbatas (seperti memakai kacamata kuda). Meski demikian, pada anak dengan kasus sakit TB yang berat (TB meningitis atau milier), terpaksa harus menggunakan etambutol, dengan catatan dosisnya harus tepat. Mengingat demikian beratnya efek samping OAT, sudah seharusnya bila orangtua benarbenar memastikan apakah anak sakit TB atau tidak. TB/HIV Clinical Manual yang diterbitkan oleh WHO menyebutkan bahwa inisiasi (pemulaian) pengobatan TBC pada anak merupakan proses aktif. Apabila secara umum anak tidak tampak sakit, tak perlu terburuburu untuk memulainya! Alih-alih demikian, sebaiknya orangtua bersama-sama dengan dokter yang menangani anak, melakukan pengamatan yang lebih mendalam lagi tentang kondisi anak. Ini karena kerja TBC pada anak tidak sama seperti TBC pada orang dewasa. Jumlah kuman TBC yang ada dalam tubuh anak jauh lebih sedikit dari jumlah yang ada dalam tubuh orang dewasa, dengan sendirinya perkembangan penyakit itu juga lebih lambat pada anak. Tapi lain ceritanya, bila kondisi anak terlihat parah sampai tidak dapat bangun, misalnya atau usia anak masih sangat muda (di bawah 1 tahun). Pada kondisi-kondisi tersebut, pengobatan mau tidak mau harus segera dimulai. TB Laten. Apakah Itu? Istilah laten TB atau TB laten ini sering kita temui di internet. Sesungguhnya, yang dimaksud dengan TB laten adalah orang yang terinfeksi bakteri TB tetapi tidak menjadi sakit TB (mengidap TB aktif). Dengan kata lain TB laten adalah infeksi TB. Dikatakan laten karena kuman TB tidak aktif tetapi juga tidak mati, melainkan tidur lama (dorman). TB pada kondisi ini tidak menular. Orang dengan infeksi ini, tidak menunjukkan gejala-gejala TB dan sama sekali tidak merasa sakit. Bahkan foto rontgen paru-parunya normal dan bila dites dahaknya pun akan negatif.

Keberadaan TB laten atau infeksi TB ini hanya bisa dideteksi melalui uji tuberkulin atau pemeriksaan darah khusus TB. Karena sistem imun tubuhnya memang belum sempurna, maka anak-anak balita adalah kelompok yang paling rentan terinfeksi kuman TB. Tetapi berkat vaksin BCG yang diberikan segera setelah bayi lahir, membuat anak tidak berkembang menjadi sakit TB. Anak yang terinfeksi TB ini ibarat bom waktu, yang akan meledak sewaktu-waktu bila kondisinya tepat. Yang dimaksud dengan kondisi yang tepat adalah pada saat daya tahan tubuh anak sedang menurun karena sedang sakit berat (karena penyakit lain), atau bisa juga penyakit TBC-nya muncul setelah si anak tumbuh dewasa atau berusia lanjut. Karenanya, apabila anak positif terinfeksi TB, walaupun tidak berkembang menjadi sakit TB, tetap perlu diberi pengobatan pencegahan (profilaksis). Jumlah bakteri TB dalam infeksi TB lebih sedikit dari TB aktif, sehingga penanganannya pun lebih mudah, cukup dengan satu jenis obat saja, yaitu INH (isoniazid). Lama pengobatan pencegahan ini, menurut Pedoman Nasional Tuberkulosis, berlangsung selama 6 bulan saja, tidak lebih! Akan tetapi, profilaksis hanya efektif bila anak berusia < 5 tahun. Pengobatan pencegahan TBC untuk orang dewasa yang tinggal di Indonesia, sama sekali tidak efektif alias percuma. Mengapa demikian? Karena negara Indonesia ini bisa dibaratkan sebagai reservoir besar kuman TB, sehingga bisa dikatakan sebagian besar orang dewasa di Indonesia sudah terinfeksi kuman TB. Pencegahan Tuberculosis Karena sumber penularan TB adalah orang-orang dewasa yang sehari-hari dekat dengan anak, maka mereka lah yang harus ditangani dengan baik dan benar. Jika orangtua mencurigai dirinya atau anggota keluarga (yang serumah) lain memiliki gejala-gejala TBC, segera periksakan ke dokter untuk memastikan apakah menderita TBC aktif atau tidak. Jika ternyata ada yang positif mengidap TBC aktif, tentunya anak harus diberi profilaksis INH, dan orangorang lain yang tinggal serumah juga harus segera diperiksa kondisi kesehatannya. Sedangkan orang yang positif mengidap TBC aktif harus dipastikan mengkonsumsi OAT-nya secara teratur sampai masa pengobatannya selesai. Akan lebih baik apabila screening ini dilakukan sebelum bayi lahir atau bahkan sebelum ibu hamil. Imunisasi dengan vaksin BCG sangat penting untuk mengendalikan penyebaran penyakit TBC. Vaksin ini akan memberi tubuh kekebalan aktif terhadap penyakit TBC. Vaksin ini hanya perlu diberikan sekali seumur hidup, karena pemberian lebih dari sekali pun tidak berpengaruh. Tetapi imunisasi BCG juga tidak sepenuhnya dapat melindungi manusia dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin BCG memang hanya 70-80 %. Beberapa negara maju menetapkan kebijakan tidak perlu imunisasi BCG, cukup mengawasi dengan ketat kelompok yang beresiko tinggi. Tetapi untuk Indonesia, vaksin ini masih sangat dibutuhkan, mengingat posisi Indonesia yang no 3 di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita TBC terbanyak. Vaksin BCG akan sangat efektif bila diberikan segera setelah lahir atau paling lambat 2 bulan setelah lahir (dengan catatan selama itu bayi tidak kontak dengan pengidap TB aktif). Meskipun BCG tidak dapat 100% mencegah TBC paru-paru, tetapi pemberian vaksin ini akan melindungi anak dari bentuk-bentuk TBC yang lebih ganas (meningeal TB dan miliary TB). Anak yang sudah diimunisasi BCG, lalu terinfeksi kuman TB, umumnya tidak berkembang menjadi sakit. Kalaupun sampai berkembang menjadi TB aktif, biasanya perkembangbiakan kuman akan terlokalisir di paru-paru saja (pulmonary TB). Selain imunisasi, orangtua juga harus memperhatikan asupan gizi anak. Asupan gizi yang baik ditambah imunisasi BCG, diharapkan cukup ampuh menangkal serangan bakteri TB. Kalaupun anak sampai terinfeksi,

dampaknya akan lebih ringan. (EG-index) Daftar Kepustakaan :


Konsultasi dengan dr. Purnamawati S. Pujiarto, SpAK, MMPed dalam Cyberwoman tanggal 22 Februari 2005 Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. 2002. Departemen Kesehatan RI. Tuberculosis dalam www.infeksi.com Tuberculosis dalam www.mayoclinic.com , www.aap.org Tuberculosis dalam www.cdc.gov Latent TB Infection dalam www.cdc.com Tuberkulin Skin Testing dalam www.cdc.gov TBC Anak oleh dr. Davide Manissero (WHO Indonesia). Materi Seminar Program Edukasi Orangtua Sehat ke-5, 4 Maret 2006. Jakarta Tuberculosis oleh Gendi Jatikusumah. Materi Seminar Program Edukasi Orangtua Sehat ke-5 pada tanggal 4 Maret 2006. Jakarta. Flek Paru yang Mengecoh dalam Intisari Edisi April 2005. Tuberkulosis Anak oleh dr. Bambang Supriyatno, SpAK. Makalah Seminar Tuberkulosis 24 Juni 2006. Jakarta. TBC di Indonesia oleh dr. Carmelia Basri. Makalah Seminar Tuberkulosis 24 Juni 2006. Jakart

PENDAHULUAN KTI TBC


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis atau TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia. (http://www.medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm) Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis atau TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis atau TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. (http://www.medicastore.com/tbc) Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. (http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-tuberkulosis-tbc.html) TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius. Seorang penderita TBC dapat menularkan penyakit kepada 10 orang di sekitarnya. Menurut perkiraan WHO, 1/3 penduduk dunia saat ini telah terinfeksi M. tuberculosis. Kabar baiknya adalah orang yang terinfeksi M. tuberculosis tidak selalu menderita penyakit TBC. Dalam hal ini, imunitas tubuh sangat berperan untuk membatasi infeksi sehingga tidak bermanifestasi menjadi penyakit TBC. Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Berdasarkan data yang penulis peroleh dari bulan Januari sampai bulan Desember di wilayah Pekalongan terdapat 915 kasus TBC. Dengan adanya data tersebut terlihat peningkatan kasus TBC. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengambil studi kasus dengan judul Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan TBC pada Tn. X di Pekalongan.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum Penulis mampu menerapkan asuhan keperawatan keluarga yang tepat pada pasien TBC dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. 2. Tujuan khusus a. Dapat mengkaji kasus keluarga dengan penyakit TBC . b. Dapat menganalisa masalah-masalah yang muncul pada keluarga dengan penyakit TBC. c. Dapat memprioritaskan masalah dan merumuskan diagnosa kaperawatan keluarga pada keluarga dengan penyakit TBC. d. Dapat menyusun rencana kaperawatan keluarga pada keluarga dengan penyakit TBC. e. Dapat melakukan tindakan kaperawatan keluarga pada keluarga dengan penyakit TBC. f. Dapat mengevaluasi asuhan kaperawatan keluarga pada keluarga dengan penyakit TBC. C. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah : 1. Bagi ilmu pengetahuan Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dalam penanganan kasus TBC. 2. Bagi penulis Diharapkan menambahkan pengalaman bagi penulis tentang penanganan kasus TBC dalam keluarga TBC. 3. Klien dan keluarga klien Dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam merawat diri sendiri maupun orang lain yang sehubungan dengan TBC. 4. Bagi institusi Dapat di gunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang. 5. Bagi lahan praktik Dengan adanya penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah bahan bacaan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik khususnya pasien TBC. 6. Bagi masyarakat a. Untuk memberikan informasi yang lebih memadai tentang TBC. b. Agar masyarakat mampu mengetahui lebih dini dan dapat menanggulangi lebih awal tanda dan gejala dari TBC. Diposkan oleh taufik blog di 10:43

http://www.4healthy-life.info/health/kti-kesehatan-lingkungan-pdf

Penyakit Tuberkulosis (TBC)


Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Di Indonesia khususnya, Penyakit ini terus berkembang setiap tahunnya dan saat ini mencapai angka 250 juta kasus baru diantaranya 140.000 menyebabkan kematian. Bahkan Indonesia menduduki negara terbesar ketiga didunia dalam masalah penyakit TBC ini.

Penyebab Penyakit (TBC)

baca juga Penyakit TBC, Gejala Tuberkulosis, Pencegahan dan Pengobatannya Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa, Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, Untuk mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBCpada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).

Cara Penularan Penyakit TBC

Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula dapat

mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru. Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen. Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga paru, Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba tuberkulosa disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC. Baca juga Mengenali Paru-paru Berkembangnya penyakit TBC di Indonesia ini tidak lain berkaitan dengan memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Hal ini juga tentunya mendapat pengaruh besar dari daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Gejala Penyakit TBC

Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru. 1. Gejala umum (Sistemik) - Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. - Penurunan nafsu makan dan berat badan. - Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). - Perasaan tidak enak (malaise), lemah. 2. Gejala khusus (Khas) - Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak. - Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. - Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar

cairan nanah. - Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

Penegakan Diagnosis pada TBC

Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular penyakit TBC, Maka ada beberapa hal pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk memeberikan diagnosa yang tepat antara lain : - Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya. - Pemeriksaan fisik secara langsung. - Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak). - Pemeriksaan patologi anatomi (PA). - Rontgen dada (thorax photo). - dan Uji tuberkulin.

Pengobatan Penyakit TBC

Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit TBC dapat disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik. Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-ray atau rontgen setiap 3 bulannya. Adapun obat-obtan yang umumnya diberikan adalah Isoniazid dan rifampin sebagai pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun karena adanya kemungkinan resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter akan memutuskan memberikan tambahan obat seperti pyrazinamide dan streptomycin sulfate atau ethambutol HCL sebagai satu kesatuan yang dikenal Triple Drug.

You might also like