You are on page 1of 3

Kenapa harus begini?

oleh: Maria Azmi Seperti hari kemarin, hari ini aku masih saja sibuk memilih sekian banyak perlengkapan pernikahan. Mulai dari undangan, gaun, dekorasi hingga sajian untuk para undangan. Maklumlah pernikahanku sudah didepan mata, tepatnya tiga bulan lagi. Huft pekerjaan yang sedikit banyak agak melelahkan, namun sangat menggembirakan. Bagaimana tidak? Ini adalah salah satu moment yang sangat sakral bagi hidup manusia, tak terkecuali aku. Dan aku tak ingin acara ini berantakan karena ada salah satu yang kurang. Hari ini aku harus segera memutuskan gaun mana yang akan kupilih untuk acara pre weeding nantinya. Aku dan calon suamiku dengan segera memilih beberapa contoh yang ada. Bingung dan perdebatan antara kami berduapun masih menghiasi acara kami karena ada perbedaan selera antara kami berdua. Tak lama perhatian kami berpusat pada sepasang gaun putih yang nampak sederhana namun elegan. Kami saling berpandangan dan saling tersenyum simpul. Sepertinya kita cocok dengan yang ini, ucap Rizky calon suamiku sambil memandangku penuh arti. Aku tersenyum lega padanya. Dan alhasil, acara hari ini nampaknya sudah selesai. *** Malam ini serasa semakin panjang saja, pikiranku masih saja berpusat pada acaraku tadi. Sedikit banyak coba kubayangkan gaun itu menempel ditubuhku. Pasti semua mata tertuju hanya padaku. Kupandangi selembar foto liburanku bersama Rizky saat pertama kami memutuskan untuk memulai suatu hubungan. Rasanya baru kemarin kita saling berjabat tangan dan semoga kita lebih bahagia lagi setelah ini, gumanku dengan wajah yang tampak sumringah. Huh.. rasanya aku sudah tak sabar menanti hari itu tiba, gumanku lagi sambil memeluk foto itu. *** Waktu seakan berjalan dengan cepatnya, tak terasa acara sakral yang akan segera kami laksanakan sudah didepan mata. Seminggu lagi tepatnya kegiatan tersebut akan digelar. Segala kelengkapanpun sudah siap. Hatiku semakin dag dig dug.. enggak karuan. Berharap semuanya akan berjalan dengan lancar sesuai rencana. *** Selamat pagi calon istriku, sapa Rizky yang ternyata sudah menungguku sejak tadi diruang tamu. Pagi juga sayang, apa acara kita hari ini? tanyaku dengan nada riang sembari menghampirinya. Maaf ya sayang, hari ini aku tidak bisa menemanimu mempersiapkan serangkaian acara penting kita. Hari ini aku harus berangkat dinas keluar kota, ucap Rizky. Sontak aku terkejut, rasanya aku tidak ingin dia pergi. Tapi ini juga penting untuk kelanjutan hidup kami nantinya. Ya sudah, nanti kamu hati-hati dijalan. Masalah kelengkapan pernikahan kita, nanti kita bicarakan lagi setelah kamu pulang, ucapku dengan nada terbata-bata dan mata berkacakaca. Jangan sedih, aku hanya pergi seminggu dan akan segera kembali untukmu dan acara istimewa kita., ucapnya seraya mencoba menenangkanku.

Aku terus saja memandangnya. Berharap dia mengerti aku akan selalu menanti kedatangannya itu dan nampaknya dia mengerti. Ia tersenyum simpul sambil memandang wajahku yang nampak sangat sedih. *** Sudah hampir seminggu, tapi Rizky tak kunjung pulang. Padahal besok adalah hari yang paling sakral buat kami. Aku terus saja merindukan dan mengkhawatirkannya. Berkalikali kucoba menghubunginya, namun tak ada satupun jawaban. Akupun semakin gelisah. Pikiranku semakin tidak karuan, kerjaanku hanya mondar mandir saja. Sesekali aku melihat keluar jendela, tapi dia juga tak kunjung datang. Rasanya waktu hari ini telah habis dengan kegelisahan yang tak kunjung mereda. Kulihat lagi jam ditangan, sepertinya waktupun semakin cepat dan akan berganti hari, tapi dia juga tak kunjung ada dihadapku. Mungkin besok pagi, gumanku mencoba menenangkan kegalauan hati dan mencoba kembali kamar untuk istirahat. Kucoba merebahkan diri dan memejamkan mata, namun rasanya masih belum mengantuk. Kuambil lagi ponsel-ku. Kucoba lagi menghubunginya tapi masih saja tak ada jawaban. Kukirim pesan singkat padanya, berharap dia segera kembali menghubungiku. Malam semakin larut dan pikirankupun semakin kalut. Kuambil foto Rizky diatas mejaku. Kupandangi senyumnya yang nampak kala itu hingga terlelap. *** Hari ini hari bahagiaku. Sebelum matahari memancarkan sinarnya, aku sudah bangun dan memulai berbagai persiapan. Sepertinya akupun sudah tak sabar mendengar ijab qobul yang akan diucap Rizky. Wah tampaknya mbak sangat bahagia sekali, saya ucapkan selamat ya mbak, ucap perias pengantin yang sedang mendandani aku. Ia mbak saya sudah menunggu hari ini. Makasih ya mbak, jawabku dengan senyum sumringah. Wah cantik sekali putriku ini, ucap ibuku dari balik pintu sambil memandang wajahku. Nak, terkadang kenyataan tidak seperti yang kita bayangkan. Kamu harus tabah dan sabar menghadapi semua ini. Sabar ya sayang, ibu akan selalu ada disisimu, ucap ibu dengan berlinang air mata. Maksud ibu apa? Ini kan hari yang sudah aku tunggu. Kenapa ibu menangis? Dan mengapa ibu bicara begitu? Apa yang terjadi? jawabku dengan penuh kegelisahan. Maafkan ibu nak, ibu tak bisa menjawab semua pertanyaanmu. Tapi ibu minta padamu, sekarang kamu ikut ibu kesesuatu tempat. ucap ibu dengan nada yang semakin lirih. Akupun menggangguk. Dengan segera aku dan ibu pergi ketempat yang ibu maksud. Hatiku gelisah, pikiranku tidak karuan dan persaanku carut marut. Berbagai pertanyaan ada dikepalaku tapi tak kutemukan satu jawabanpun atas berbagai pertanyaan tersebut. Kupandangi lagi wajah ibu yang berlinang air mata. Kuingat lagi kata-katanya tadi. Pikiranku semakin kacau. *** Bukannya ini rumah Rizky bu? Kenapa kita kesini? Kenapa tidak bertemu dirumah kita saja, kan acaranya dirumah kita? tanyaku.

Ibu hanya berkedip dan menggandeng tangganku tanpa menjawab serentet pertanyaanku. Aku semakin penasaran dengan sikap ibu. Kupandangi sekelilingku. Banyak orang menggunakan pakaian berwarna hitam. Aku semakin gelisah. Siapa yang sedang berkabung? ucapku. Kupandangi selembar bendera kematian yang diletakkan didekat pintu. Sontak hatiku semakin tak karuan. Aku segera berlari memasuki rumah itu. Diruang itu tampak kedua orang tua Rizky sedang berkabung. Hatiku semakin tak berarti. Kudekati lagi seseorang yang sedang tertidur didekat mereka. Kupandangi wajah mereka. Air mataku melebur tak kuasa menahan. Dengan segenap keberanianku, kubuka kain yang menutupi seseorang yang berbaring itu. Isak tangisku semakin menjadi, tak kuasa menerima kenyataan ini. Kenapa seperti ini? Kenapa kamu tega sama aku? Kita kan sudah siapkan semuanya dan kamu sudah janji akan datang hari ini. Jangan tinggalin aku. ucapku yang semakin terbata. Sudah nak, sabar. Ikhlasin dia. Kasian dia kalau kamu begini. ucap calon ibu mertuaku menguatkanku. Tapi rasa sayangku padanya membuat aku tak sanggup menerima semua kenyataan ini. Kudekap tubuhnya yang telah tak bernyawa itu, berharap dia akan bangun lagi untukku. *** Selesai ***

You might also like