You are on page 1of 7

Krisis Energi Listrik Di Indonesia Krisis Mental Pejabat, Penguasa, dan Pengusaha

Posted on 9 July, 2008 by Henry U.S.S.A Krisis Energi Listrik Di Indonesia Krisis Mental Pejabat, Penguasa, dan Pengusaha Keberadaan dan Keberdayaan Energi Listrik merupakan sebuah keharusan sebagai motor penggerak roda kehidupan pada sebuah bangsa untuk tetap bergerak dan mengarah maju ke depan. Tanpa Keberadaan dan Keberdayaan Energi Listrik akan menghambat hingga menghentikan aktivitas masyarakat dunia usaha dan rumahan, serta berujung terhambatnya atau terhentinya kemajuan umat pada suatu bangsa. Indonesia Menangis dan Malu (kalau masih punya kemaluan), Pengusaha menangis, komputer Penulis juga menangis karena dipaksa hemat energi (jarang-jarang dipakai?) . Mungkin inilah realita dampak Krisis Energi Listrik yang tengah melanda di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, berupa kurangnya pasokan energi listrik untuk masyarakat Indonesia di pulau Jawa dan Sumatra yang terjadi pada bulan-bulan terakhir ini. Seperti telah diberitakan beberapa waktu yang lalu bahwa Akibat Krisis Energi Listrik di Indonesia, maka di berbagai wilayah di Indonesia masih akan mengalami pemadaman listrik bergilir hingga tahun 2010 mendatang. Dikabarkan bahwa hal ini dikarenakan PLN (Perusahaan Listrik Negara) Indonesia mengalami defisit akibat tidak berimbangnya pasokan yang dimiliki PLN dengan permintaan energi listrik oleh konsumen (masyarakat). Diberitakan bahwa saat ini sebenarnya total kapasitas terpasang PLN sudah mencapai 26.000 Mega Watt se Indonesia tetapi beban puncaknya sudah mencapai 24.000 MW. sedangkan daya mampunya tentunya sekitar 25.000 mega sehingga bila ada masalah kita tidak punya cadangan lagi (Lho, bukannya tidak pernah terjadi kesetimbangan sejak dulu? Aneh kan?). Kurangnya atau tersendatnya pasokan batu bara pada sumber-sumber energi pemasok listrik di pulau jawa seperti Sumber Energi Cilacap serta kerusakan teknis pada sumber energi lain juga telah dijadikan dalih/alasan PLN untuk melakukan pemadaman listrik (electrical shutdown) tersebut secara berkala, bergilir, dan sepihak pada bulan-bulan terakhir ini (PLN sebagai lembaga monopoli negara pantas diberi piala Excuse Award 2008). Dan seperti telah dirasakan masyarakat khususnya di pulau Jawa dan Medan, Sumatra, pemadaman listrik tersebut seringkali dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada pihak konsumen yakni masyarakat pengguna energi listrik, baik yang komersial (masyarakat pada umumnya) maupun yang gratisan (tanya siapa). Bagi Penulis, Pemadaman Listrik oleh PLN dalam kasus Krisis Energi Listrik ini bisa dianalogkan seperti seorang Kepala Keluarga (Suami dan Ayah) yang tidak mampu memberi makan 3 kali sehari kepada Istri dan Anak-anaknya, kemudian membuat solusi masalah (yang timbul dari dirinya sendiri) tersebut, yakni membuat kebijakan dengan

meminta Istri dan Anak-Anaknya untuk hidup berhemat (baca: makan 1 sampai dengan maksimal 2 kali sehari). Baik dan bijaksanakah kebijakan/solusi dari Suami/Ayah tersebut? Jelas tidak! Lantas bagaimana solusinya? Karena masalah ini sudah menyangkut hak dan kewajiban dalam berkeluarga, maka bagaimanapun kondisinya, si Suami/Ayah tersebut berkewajiban harus bisa memberi nafkah dan memberi makan layak untuk Istri dan Anak-Anaknya bagaimanapun caranya (kecuali cara-cara yang dilarang Tuhan tentunya). Kalau ia tidak bisa menjalankan kewajibannya, tanyakan otaknya ditaruh dimana saat ia berencana mengawini anak orang? Sedangkan Istri dan AnakAnaknya juga tentu memiliki kewajiban menjaga dengan baik pemberian si Suami/Ayah tersebut serta membiasakan diri hidup berhemat. Hidup berhemat bisa memiliki arti dan makna yang luas, yang jelas bukan berarti mendiscount waktu makan dari 2 kali sehari menjadi 2 kali sehari, karena waktu makan adalah vital bagi kesehatan yang tak bisa ditawar lagi, namun makan secukupnya (tidak berlebihan), menghabiskan makanan yang disediakan, tidak membuang-buang makanan (membuang rejeki dari Tuhan). PLN (dianalogkan dengan si Suami/Ayah tersebut) tentu sangat-sangat tidak bijaksana dan aneh serta tidak masuk akal sehat Penulis bilamana membuat solusi krisis energi listrik dengan hanya meminta/menghimbau konsumen pengguna listrik (yang dianalogkan sebagai Istri dan Anak-Anak tersebut) untuk menghemat konsumsi listrik tanpa melakukan aksi gerak cepat dan serius untuk melakukan pembenahan diri secara internal dan eksternal. Sebuah Keputusan menunjukkan kualitas pembuat keputusan. Bagi Penulis, Solusi Pemadaman Listrik secara berkala, bergilir, dan sepihak tersebut adalah salah satu keputusan terbodoh dan paling memalukan yang pernah Penulis temui sepanjang hidup Penulis. Penyebab masalah Krisis Energi Listrik di Indonesia:

Pola dan Rencana Pengadaan Energi Listrik yang tidak baik Pola dan Rencana Distribusi Energi Listrik yang tidak baik Instalasi dan Infrastruktur pada Sumber Energi Pembangkit Listrik yang tidak baik/memadai Pengadaan dan Pemberdayaan serta Distribusi Energi Listrik tidak dilakukan secara professional Instansi terkait tidak antisipatif terhadap konsekuensi dan dampak dari Kenaikan Harga BBM dunia dan Indonesia Menurut PLN, penyebab utama dari krisis energi listrik di Indonesia karena tidak berimbangnya pasokan yang dimiliki PLN dengan permintaan energi listrik oleh konsumen (masyarakat) Dikabarkan karena tersendatnya pasokan batu bara pada sumber pembangkit energi listrik. Benarkah? Bila benar, apakah karena masalah harga BBM yang tinggi? Tanya Kenapa. Dikabarkan karena masalah teknis, yakni kerusakan pada sumber pembangkit energi listrik. Benarkah? Tanya Kenapa. Dugaan kuat, masalah harga BBM untuk pengangkutan Batu Bara dan/atau Mafia Energi Indonesia. Ya semua orang tahu bahwa INDONESIA adalah LADANG TIKUS dan BAJINGAN berdasi dan berduit.

Dugaan Kuat, Krisis Mental Pejabat, Penguasa, dan Pengusaha Indonesia yang terkait dalam Pengadaan dan Pemberdayaan Energi Listrik di Indonesia. Ya, semua orang tahu mental pejabat di Indonesia. Ya semua orang tahu bahwa INDONESIA adalah LADANG TIKUS dan BAJINGAN berdasi dan berduit. Kita tentu tahu bahwa Harga BBM yang tinggi sangat beresiko terhadap terjadinya krisis energi listrik. Nah bila ini yang menjadi sebab, maka tentu masalh ini akibat ulah dari Sdr. JUSUF aKAL-akaLAn yang selalu sok bergaya memainkan peran sebagai RI-1 yang secara bodoh menjadi king maker pembuatanbanyak keputusan kenegaraan tidak cerdas seperti Menaikkan Harga BBM Indonesia tanpa memikirkan dengan akal sehat (bukan akal seorang pengusaha) banyaknya dampak negatif dan resiko akibat keputusan tersebut, dan tanpa memikirkan banyak solusi lain (selain menaikkan harga BBM) untuk menjaga kestabilan Anggaran APBN dan meningkatkan pemasukan kas negara seperti: Pembatasan Penggunaan Kendaraan Pribadi untuk menghemat BBM, Pembatasan Pembelian BBM, Penarikan investor dengan lebih intensif dengan ribuan cara, peningkatan pemasukan kas negara dari sektor pajak, pemberantasan korupsi dan kolusi di lingkungan pemerintahan dan lembaga lain yang terkait, Pennggenjotan dan peningkatan daya dan mutu serta hasil dari sektor riil UKM di indonesia, dan masih banyak lagi solusi cerdas lain yang lebih arif, bijaksana, dan berpihak kepada masyarakat.

Dampak Negatif Krisis Energi Listrik di Indonesia: 1. Dunia Usaha mengalami hambatan hingga stagnasi dalam menjalankan usahanya, 2. kerugian pelaku usaha secara materiil (money loss) 3. kerugian pelaku usaha secara inmateriil seperti:

berkurangnya hingga hilangnya kepercayaan konsumen terhadap pelaku usaha, terjadinya pengangguran karena karyawan terpaksa diliburkan, resiko kerusakan mesin karena mesin sering tidak bisa dijalankan, kehilangan efisiensi waktu dan tenaga, martabat umat dan bangsa Indonesia di mata dunia Apa Kata Dunia?, berkurangnya hingga hilangnya kepercayaan konsumen energi listrik di Indonesia terhadap Pemerintah dan PLN Larinya Investor Domestik maupun Asing dari pasar Indonesia karena tiadanya jaminan energi listrik dan jaminan usaha di Indonesia serta berkurangnya hingga hilangnya kepercayaan terhadap Pemerintah dan PLN Rentetan masalah dari larinya Investor berakibat banyak hal diantaranya, terhambatnya kemajuan pembangunan ekonomi dan bidang lain yang terkait baik di lingkup kenegaraan maupun daerah Kualitas dan kuantitas Pencurian Listrik oleh warga makin meningkat Terhambatnya kreativitas anak bangsa yang menggunakan sarana listriknya untuk implementasi kecerdasan otaknya Terganggunya proses recovery pasien dan pengembangan penemuan di laboratorium pada dunia kesehatan. Resiko gejolak sosial pada masyarakat luas yang bisa berakibat menjadi chaos.

Solusi masalah Krisis Energi Listrik di Indonesia: 1. PLN bersama pihak swasta penyedia sumber energi yang ditunjuk harus melakukan perbaikan kebijakan pengadaan dan distribusi listrik, 2. PLN bersama pihak swasta penyedia sumber energi yang ditunjuk harus melakukan perbaikan instalasi, infrastruktur, dan teknis pengadaan energi listrik, 3. PLN bersama pihak swasta penyedia sumber energi yang ditunjuk harus melakukan perbaikan pola distribusi listrik ke konsumen, 4. Pemerintah melalui PLN bersama pihak swasta penyedia sumber energi yang ditunjuk harus memberikan Jaminan keberadaan dan keberdayaan energi listrik per 124 Jam kepada konsumen dan pihak investor, baik domestik maupun asing. 5. Pemerintah harus memiliki sistem kontrol dan sistem filter yang baik untuk menyaring siapa yang layak diberi kepercayaan dan kewenangan untuk melakukan pengadaan, pengelolaan, dan distribusi energi listrik ke konsumen (masyarakat) 6. Sikat habis Mafia Energi di Indonesia, khususnya Mafia Energi Listrik dan Batu Bara, khususnya pemilihan pejabat di lingkungan PLN dan proses tender swasta untuk pengadaan energi listrik dan batu bara. 7. DPR dan DPRD harus tanggap terhadap masalah ini dengan melakukan sidak dan pengusutan masalah krisis energi listrik di lapangan, dan bila terbukti ada indikasi unsur kesengajaan hingga mengakibatkan terjadinya krisis energi ini, hingga mengarah pada pidana, maka Pihak POLRI wajib turun tangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan guna segera menuntaskan masalah agar tidak berkepanjangan 8. Konsumen harus membiasakan diri berhemat (tidak konsumtif) dalam menggunakan energi listrik 9. Kompensasi Riil dari PLN dan Pemerintah kepada konsumen energi listrik (seperti pada tahun 2005) sebagai ganti rugi atas pemadaman listrik secara berkala, bergilir, dan sepihak. 10. Disarankan bagi konsumen energi listrik untuk memasang Genset (electrical power backup device) karena PLN dan Pemerintah makin tidak bisa dipercaya dan diandalkan (higly recommended) 11. Not Bullshit from the Rats! Masyarakat umum tahu bahwa masalah krisis energi listrik di Indonesia sekarang ini tidak hanya bersumber dari PLN saja, namun juga dari pihak swasta pemasok energi listrik, juga tentu pihak pemerintah yang terbukti tidak memiliki sistem kontrol dan sistem filter yang baik untuk menyaring siapa yang layak diberi kepercayaan untuk pengadaan, pengelolaan, dan distribusi energi listrik ke konsumen (masyarakat). Namun, meski begitu, pihak PLN lah yang harusnya paling bertanggung jawab terhadap kasus ini mengingat eksistensinya sebagai badan negara tunggal (monopoli) yang diberi kepercayaan dan kewenangan oleh Pemerintah dalam pengadaan dan pemberdayaan energi listrik terbukti tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik dan benar. Sebenarnya dari dulu kita sudah bermasalah dengan energi listrik, Coba kita telusuri ada berapa banyak daerah yang hingga detik ini belum tersentuh aliran listrik. Mungkin para

pejabat yang terkait lupa/tidak tahu bahwa keberadaan energi juga dijadikan sebagai salah satu parameter kemajuan suatu bangsa. Kita tunggu adakah niat baik dari Pemerintah, PLN, dan lembaga terkait segera menyelesaikan masalah krisis energi di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, sebagai Solusi-Solusi tersebut di atas, dan kita juga tunggu adakah niat baik mereka untuk memberikan kompensasi riil kepada konsumen energi listrik di pulau Jawa, Indonesia atas terjadinya pemadaman listrik yang berkala, bergilir, dan sepihak. Bila terbukti tidak ada niat baik (mudah-mudahan tidak), lalu.Tanya Kenapa????? Kita berharap Listrik di Indonesia akan segera diatasi bukan makin dibatasi, sehingga Indonesia tidak akan menjadi gelap saat dunia makin terang benderang, Amen Tulisan ini dibuat untuk menanggapi Kasus Energi Listrik yang terjadi di Indonesia, khususnya Pulau Jawa dan Sumatra. Tulisan ini juga dibuat untuk menanggapi pernyataan Bapak Purnomo Willy (GM PLN Jakarta-Tangerang) dalam dialognya bersama Bapak Sudaryatmo (Pengurus YLKI Bidang Kelistrikan) di TVOne. Artikel Terkait: - Krisis ListrikAncam Investasi (Sinar Harapan) - Investor Jepang Ancam Keluar Indonesia (Tempointeraktif.com) - Bank Dunia Nilai Infrastruktur Listrik Indonesia Mengkhawatirkan (Kompas.com) Salam

Mengurai Lingkaran Setan Masalah Listrik


Kamis, 17 Juli 2008 - 08:40 wib

TEXT SIZE :
Lepas dari krisis ekonomi tampaknya belum dapat membawa bangsa Indonesia bernapas lega, menikmati hidup yang sejahtera, bebas dari berbagai masalah dan tekanan hidup yang berat. Krisis dalam berbagai dimensi masih saja harus kita hadapi. Dari krisis bahan bakar minyak (BBM) yang membuat kita harus antre atau tidak bisa mendapatkannya untuk berhari-hari, krisis minyak goreng-- sempat ada antrean untuk mendapatkan minyak goreng dari pemerintah--, krisis mini valuta asing-- rupiah sempat tembus Rp12.000 untuk tiap dolar AS pada Agustus 2005-- hingga krisis listrik yang mencapai puncaknya sekarang ini. Berbagai krisis atau situasi yang dianggap kritis tadi semuanya membuat kita paling tidak merasa tidak nyaman, bahkan untuk sebagian besar masyarakat lain jelas membuat kehidupan semakin berat, aktivitas ekonominya terganggu atau tidak dapat dijalankan sehingga akhirnya masyarakat harus menderita. Krisis listrik sebenarnya tidak perlu terjadi jika berbagai paket kebijakan yang sudah diluncurkan pemerintah diimplementasi dengan baik. Namun sayangnya pemerintah meskipun sudah meluncurkan paket kebijakan yang terkait dengan pembangunan infrastruktur, bahkan menyelenggarakan Infrastructure Summit secara internasional sampai dua kali di Jakarta, tetap saja tidak dapat menghindari krisis listrik. Bahkan masalah listrik

yang semakin berat harus kita hadapi dari tahun ke tahun, mencapai puncaknya sekarang ini, atau bisa lebih buruk? Oleh karena itulah pemerintah tampaknya pada akhirnya mengambil kebijakan yang keras dengan pengalihan hari kerja industri melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri yang diluncurkan pada 14 Juli 2008 lalu. Padahal kebijakan ini meskipun mungkin dapat mengurangi beban listrik terpakai pada saat-saat tertentu, tetapi berpotensi menimbulkan dampak sampingan yang banyak sehingga jika tidak hati-hati justru akan kontraproduktif. Masalah Lama Masalah kekurangan listrik sebenarnya lagu lama Indonesia, yang pada waktu krisis ekonomi-karena keterbatasan anggaran-- tidak mendapatkan prioritas dalam APBN sehingga konsumsi listrik per kapita kita pada tahun 2004 masih sangat rendah, yaitu 478 kwh. Jika dibandingkan dengan negara lain, kita sangat ketinggalan. Malaysia saja sudah mencapai hampir 6 kali kita atau sebesar 3.166 kwh, Filipina mencapai 597 kwh, Singapura 8.170 kwh, Thailand 1.865 kwh, bahkan Vietnam saja 501 kwh pada tahun yang sama. Ini berarti kondisi kelistrikan Indonesia terburuk dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita. Tingkat konsumsi kita hanya sedikit di atas rata-rata low income countries yang sebesar 375 kwh, namun jauh di bawah rata-rata low middle income countriesyang sebesar 1.243 kwh per kapita pada periode yang sama (Bank Dunia, 2007). Dengan potret seperti itu, sebenarnya yang dilakukan pemerintah dengan membuat paket kebijakan infrastruktur dan Infrastructure Summit adalah sudah benar. Namun sayangnya pemerintah tidak mampu mengimplementasikan dengan baik berbagai kebijakan tersebut sehingga dapat kita lihat hasilnya, masalah kelistrikan bukannya semakin terurai, tetapi justru semakin kusut. Pada akhirnya kita harus membayar mahal krisis listrik yang parah pada saat ini. Jelas menarik bagi kita untuk menganalisis pihak yang mestinya bertanggung jawab. Lebih penting lagi adalah mengurai cara mengatasi masalah ini agar dampaknya pada kehidupan masyarakat dan dunia usaha minimal serta menghindari masalah yang tidak terjadi lagi. Tentu Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai badan usaha milik negara (BUMN) yang memiliki monopoli dalam mendistribusikan listrik pada masyarakat akan lebih banyak menerima kemarahan publik. Semuanya berhulu pada ketidakmampuan PLN dalam melayani pasokan listrik dengan baik dan mengantisipasi peningkatan permintaan listrik yang semakin tinggi. Namun, kita harus ingat, kemampuan PLN juga terbatas karena terbatasnya anggaran PLN dan kewenangannya. Untuk dapat mengatasi krisis listrik ini jelas perlu anggaran yang besar. Itu di luar kemampuan PLN. Tentu saja pihak swasta bisa juga membantu pendanaan pembangkit listrik kita dengan berbagai skema yang memungkinkan. Demikian pula jelas bahwa pada akhirnya masalah kurangnya pasokan listrik menjadi tanggung jawab pemerintah. Sayangnya, meskipun pemerintah sudah memiliki paket kebijakan yang bagus, hal itu tidak dapat diimplementasikan dengan baik. Tentu saja kenaikan harga BBM bisa dijadikan kambing hitam, tetapi tetap saja adalah tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan infrastruktur seperti listrik yang sangat strategis bagi kehidupan bangsa pada saat ini (apalagi negara lain tidak menghadapi krisis listrik seperti kita). Masalah infrastruktur selama ini tidak menjadi prioritas dalam APBN kita. Padahal setelah ekonomi pulih sejak 2004, keuangan negara sudah semakin ringan bebannya-- meskipun masih berat--sehingga mestinya pemerintah dapat mengalokasikan lebih banyak dana untuk membangun infrastruktur seperti listrik. Krisis pasokan listrik ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak memberikan prioritas dalam membenahi masalah kelistrikan.

Masalah fiscal trap yang dikhawatirkan dalam beberapa tahun ini tampaknya sudah menjadi kenyataan. Anggaran pemerintah dari pusat sampai daerah cenderung banyak dialokasikan untuk program yang populis, khususnya mendekati tahun pemilu. Akhirnya anggaran untuk pembangunan seperti infrastruktur (termasuk listrik) ataupun pembangunan sumber daya manusia yang perlu anggaran besar-- tetapi hasilnya tidak langsung kelihatan-- kurang mendapatkan prioritas. Pola itu membuat kita terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan karena praktik itu terus kita lakukan. Kita harus memutuskan rantai tersebut. Mudah-mudahan pihak-pihak yang memiliki otoritas memiliki cukup wisdom untuk memilih yang terbaik bagi bangsa dan negara ini dalam politik anggaran kita sehingga dapat memutus lingkaran setan tersebut. (*) Dr Sri Adiningsih Ekonom UGM (//mbs)

You might also like