You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS (DM)

OLEH:

OLEH: I KOMANG TARIMBAWA 0602105011

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2011

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS (DM) A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Arif Mansjoer, 2001) Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Diabetes Melitus adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. 2. Epidemiologi Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1) Kekerapan DM Tipe 1 di negara barat 10% dari DM Tipe 2. Di negara tropik jauh lebih sedikit lagi. Gambaran kliniknya biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil balik. Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa. Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2) DM Tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur 30 dengan catatan pada dekade ketujuh

kekerapan diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada ratarata orang dewasa. Diabetes Melitus Tipe Lain Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM. Diabetes Melitus Gestasional Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar. 3. Etiologi 1) Diabetes tipe I: a. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. b. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. c. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. 2) Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor risiko: a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas dan riwayat keluarga

4. Patofisiologi Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hipereglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang

mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani akan mengakibatkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Retensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Sylvia, 2006). 5. Klasifikasi
1)

IDDM (Insulin Dependent Diabetes Millitus) atau diabetes tipe 1

Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin alami untuk mengontrol kadar glukosa darah.
2)

NIDDM (Non-Insulin Dependent Diabetes Millitus) atau diabetes

tipe 2 Tidak tergantung insulin. Disebabkan oleh gangguan metabolisme dan penurunan fungsi hormon insulin dalam mengontrol kadar glukosa darah dan hal ini bisa terjadi karena faktor genetik dan juga dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat. 3) Gestational Diabetes Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil.

Diabetes melitus (gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan selama kehamilan dan dapat meningkatkan atau menghilang setelah persalinan. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan diabetes gestational dapat mengganggu kesehatan dari janin atau ibu, dan sekitar 20%50% dari wanita-wanita dengan Diabetes Melitus gestational sewaktu-waktu dapat menjadi penderita. Table 1. Perbedaan diabetes tipe 1 dengan tipe 2.
Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2 Penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang sekali tidak menghasilkan insulin kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu anak- Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, anak dan remaja. tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah (berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa obesitas dimana sekitar 80-90% penderita kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem mengalami obesitas. kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin diturunkan secara genetik dalam keluarga yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur

Sumber: Brunner & Suddarth, 2002 6. Gejala Klinis Gejala dari penderita Diabetes mellitus yaitu 3P:

Poliuria Polidipsia

: Peningkatan dalam berkemih : Peningkatan rasa haus

Poliphagia : Peningkatan selera makan

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.

Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan. Gejala klinis pada pasien diabetes berdasarkan klasifikasi (Brunner dan Suddarth, 2002): a. Diabetes tipe I atau IDDM

Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis, dengan Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau

(<30 tahun). penurunan berat yang baru saja terjadi. lingkungan (misalnya virus). Sering memiliki antibodi sel pulau Langarhans. Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen. Memerlukan insulin untuk mempertahannkan kelangsungan Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin. Komplikasi akut hiperglikemia: ketoasidosis diabetik Awitan terjadi di segala usia , biasanya di atas 30 tahun. Biasanya bertubuh gemuk (obese) pada saat didiagnosis. Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau

pernah mendapatkan terapi insulin.

hidup.

b. Diabetes tipe II atau NIDDM

lingkungan. Tidak ada antibodi sel pulau Langarhans. Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar

resistensi insulin. glukosa darahnya melalui penurunan berat badan.

Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa Mungkin memerlukan insulin dalam waktu yang pendek Ketosis jarang terjadi kecuali bila dalam keadaan stress atau Komplikasi akut: sindrom hiperosmoler non ketotik. Awitan selama kehamilan biasanya terjadi pada trimester Disebabkan oleh hormon yan disekresikan plasenta dan Risiko terjadinya komplikasi perinatal diatas normal,

darah bila modifikasi diet dan pelatihan tidak berhasil. atau panjang untutk mencegah hiperglikemia. menderita infeksi. besar). Diatasi dengan diet, dan insulin (jika diperlukan) untuk Terjadi pada sekitar 2%-5% dari seluruh kehamilan. Intoleransi glukosa terjadi untuk sementara waktu tetapi mempertahankan secara ketat kadar glukosa darah normal. c. Gestasional diabetes kedua atau ketiga. menghambat kerja insulin. khususnya makrosomia (bayi yang secara abnormal berukuran

dapat kambuh kembali: pada kehamilan berikutnya, 30-40% akan mengalami diabetes yang nyata (biasanya tipe II) dalam waktu sepuluh tahun (jika obesitas). Faktor risiko mencakup: obesitas, usia diatas 30 tahun, riwayat diabetes dalam keluarga, pernah melahirkan bayi yang besar (lebih dari 4,5 kg) Pemeriksaan skrining (tes toleransi) harus dilakukan pada SEMUA wanita hamil dengan usia kehamilan di antara 24-28 minggu. d. Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit: pankreatitis; kelainan hormonal;

obat-obat seperti glikokortikoid dan preparat yang mengandung estrogen panyandang diabetes. insulin. 7. Pemeriksaan Fisik a. Kepala dan wajah
- Inspeksi: adanya katarak pada mata, wajah pasien pucat, pernafasan

Bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan

insulin; pasien mungkin memerlukan terapi dengan obat oral atau

cuping hidung, mukosa bibir kering. b. Dada


-

Inspeksi: terdapat retraksi interkostal, RR > 20 x/menit Inspeksi: kulit kering. Palpasi: turgor kulit tidak elastis (kembali > 2 detik), tonus

c. Ekstremitas

otot menurun. 8. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnosis Glukosa darah: meningkat 200-100 mg/dL, atau lebih. Aseton plasma (keton): positif secara mencolok. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat. Osmolaritas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330mOsm/l. Elektrolit: Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun. Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun. Fosfor: lebih sering menurun.

Hemoglobin glikosilat: kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat

dalam membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden.

Pemeriksaan mikroalbumin Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan kardiovaskular Nefropati Diabetik

Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit adalah terjadinya nefropati diabetik, yang dapat

diabetes

menyebabkan gagal ginjal terminal sehingga penderita perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis.

Nefropati diabetik ditandai dengan kerusakan glomerolus Gangguan pada glomerulus ginjal dapat menyebabkan Adanya albumin dalam urin (albuminoria) merupakan

ginjal yang berfungsi sebagai alat penyaring.

lolosnya protein albumin ke dalam urine. indikasi terjadinya nefropati diabetik. Manfaat pemeriksaan Mikroalbumin (MAU)

Diagnosis dini nefropati diabetik. Memperkirakan morbiditas penyakit kardiovaskular dan

mortalitas pada pasien DM. Jadwal pemeriksaan Mikroalbumin

Untuk DM Tipe 1, diperiksa pada masa pubertas atau setelah 5 Untuk DM tipe 2
o

tahun didiagnosis DM. Untuk pemeriksaan awal setelah diagnosis ditegakkan.

Secara periodik setahun sekali atau sesuai petunjuk

dokter. Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C Dapat Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM HbA1c atau A1C

Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada kadar glukosa Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata dalam

dengan hemoglobin (glycohemoglobin). darah. dengan sel darah merah). jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemriksaan. Manfaat pemeriksaan A1C

Menilai kualitas pengendalian DM. Menilai efek terapi atau perubahan terapi setelah 8-12 minggu

dijalankan. Tujuan Pemeriksaan A1C Mencegah terjadinya komplikasi (kronik) diabetes karena:

A1C dapat memperkirakan risiko berkembangnya komplikasi Komplikasi diabetes dapat muncul jika kadar glukosa darah Kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka panjang (2-3

diabetes. terus menerus tinggi dalam jangka panjang. bulan) dapat diperkirakan dengan pemeriksaan A1C. Jadwal pemeriksaan A1C

Untuk evaluasi awal setelah diagnosis DM dipastikan. Secara periodik (sebagai bagian dari pengelolaan DM) yaitu:

Setiap 3 bulan (terutama bila sasaran pengobatan belum Minimal 2 kali dalam setahun.

tercapai).

Table 1. Summary of American Diabetes Association Recommendations for Adults with Diabetes
Glycemic control 1. A1C <7.0%* for patients in general 2. A1C <6.0% (as close to normal as possible without significant hypoglycemia) for the individual patient 3. Preprandial capillary plasma glucose 90130 mg/dl 4. Peak postprandial capillary plasma glucose (1-2 h after the beginning of the meal) <180 mg/dl Blood pressure 1. <130/80 mmHg Lipids 1. 2. 3. LDL <100 mg/dl (ideally <70 mg/dl) Triglycerides <150 mg/dl HDL >40 mg/dl in men, >50 mg/dl in women

*Referenced to a nondiabetic range of 4.06.0% using a DCCT-based assay.

Sumber: http://www.endotext.org/diabetes/diabetes20/ch01s03.html 9. Kriteria Diagnosis Kriteria Diagnostik Gula darah (mg/dL) Bukan Diabetes Pra Diabetes Diabetes < 110 110-125 > 126 < 110 110-199 > 200

Puasa Sewaktu

Table 2. kriteria diagnostik gula darah Sumber : Brunner & Suddarth, 2002. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM Bukan Belum DM pasti DM DM

(mg/dl). Kadar glukosa darah sewaktu: Plasma vena <110 110 - 199 >200 Darah kapiler <90 90 - 199 >200 Kadar glukosa darah puasa: Plasma vena <110 110 - 125 >126 Darah kapiler <90 90 - 109 >110 Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).
10.

Terapi

A. Penyuluhan

Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi penderita DM dengan tujuan merubah prilaku pasien untuk meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya. B. Perencanaan makanan (Diet) Penatalaksanaan nutrisi pada diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut: 1) 2) 3) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral). Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai. Memenuhi kebutuhan energi. 4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui caracara yang aman dan praktis. 5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat. C. Farmakologis, berupa: 1) Obat Hipoglikemik Oral Sulfonilurea, obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara: Menstimulasi pengelepasan insulin yang tersimpan. Menurunkan ambang sekresi insulin. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang dianjurkan pada kaedaan insufisiesi renal dan orang tua karena risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga glibenklamid. Untuk orang tua dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan. Biguanid

Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (Indek Masa Tubuh/IMT >30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30), dapat dikombinasi dengan obat golongan sulfonilurea. Inhibitor glukosidase Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial. 2) Insulin Insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis. Ketoasidosis diabetik. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik. Hiperglikemia dengan asidosis laktat.
Gagal dengan kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dosis

hampir maksimal. Stres berat (Infeksi sitemik, operasi besar, IMA, stroke).
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak

terkendali.
Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat. Kontraindikasi atau alergi tarhadap OHO.

Jenis dan lama kerja Insulin Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni : Insulin kerja cepat (rapid acting insulin). Insulin kerja pendek (short acting insulin). Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin). Insulin kerja panjang (long acting insulin). Insulin campuran tetap (premixed insulin). Efek samping terapi insulin

Efek samping utama dari terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin. Cara penyuntikan insulin
o Insulin umumnya diberikan dengan suntikan dibawah kulit

(subkutan). Dengan arah permukaan kulit.

alat suntik tegak lurus terhadap

o Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. o Terdapat sediaan insulin campuran (Mixed Insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. o Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyinpanan insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. o Apabila diperlikan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh diabetisi yang sama. D. Manfaat Olahraga bagi Diabetisi : Mengendalikan kadar glukosa darah Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan) Membantu mengurangi stres Memperkuat otot dan jantung Meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL) Membantu menurunkan tekanan darah
E. Perawatan dirumah, sebagai seorang diabetesi sering mengalami

gangguan sirkulasi pada kaki sehingga mudah terkena infeksi bakteri dan jamur sehingga perlu perawatan kaki. Perawatan tersebut meliputi:

Hentikan kebiasaan merokok


Periksa jari kaki dan celahnya setiap hari, apakah terdapat kalus, bula,

luka lecet, gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan celah jari kaki. Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, lalu keringkan dengan baik terutama dicelah jari kaki. Pakailah krim khusus untuk kulit yang kering, tetapi hindari pemakaian pada celah jari kaki. Jangan menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan kalus. Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas. Potonglah kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam.
Pakailah kaos kaki yang pas bila kaki terasa dingin, ganti kaos kaki

setiap hari. Jangan berjalan tanpa alas kaki. Pakailah sepatu dari kulit yang cocok untuk kaki.
Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya, periksa

adanya benda asing. Hindari trauma yang berulang. Periksa dini rutin ke dokter dan periksa kaki anda setiap kali kontrol walaupun ulkus/gangren telah sembuh. 11. Komplikasi Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi tersebut adalah hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, dan sindrom HNNK (Hiperglikemik Hiperosmoler Nonketotik atau HONK/Hiperosmoler Nonketotik). a. Hipoglikemia (Reaksi Insulin) Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi kalau kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dL (2,7 hingga 3,3 mmol/L). keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena

aktivitas fisik yang berat. Tanda-tanda gangguan fungsi system saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda dan rasa ingin pingsan. Kombinasi semua gejala ini (disamping gejala adrenergik) dapat terjadi pada hipoglikemia sedang. Pada hipoglikemia berat, fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia yang dideritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran. b. Diabetes Ketoasidosis Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis: dehidrasi, kehilangan elektrolit, asidosis. Ketosis dan asidosis merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau manis spereti buah) sebagai akibat dari peningkatan kadar badan keton. Selain itu hiperventilasi (disertai pernafasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit). Pernafasan kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton. Perubahan status mental pada ketoasidosis diabetik bervariasi antara pasien yang satu dan yang lainnya. Pasien dapat terlihat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini tergantung pada osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif -osmotis). c. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK) keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan Merupakan

hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness). Salah satu perbedaan utama antara sindrom HHNK dan DKA

adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada sindrom HHNK. Perbedaan jumlah insulin yang terdapat dalam masing-masing keadaan ini dianggap penyebab parsial diatas. Pada hakikatnya, insulin tidak terdapat pada DKA. Dengan demikian terjadi penguraian simpanan glukosa, protein, lemak (penguraian nutrient yang disebut terakhir ini akan menghasilkan badan keton dan selanjutnya akan terjadi ketoasidosis). Pada sindrom HHNK, kadar insulin tidak rendah, meskipun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia (dan selanjutnya dieresis osmotik). Namun, sejumlah kecil insulin ini cukup untuk mencegah pemecahan lemak. Penderita sindrom HHNK tidak akan mengalami gejala sistem gastrointestinal yang berhubungan dengan ketosis seperti pada penderita DKA. Pasien yang mengalami sindrom HHNK biasanya dapat mentoleransi poliuria dan polidipsia selama berminggu-minggu dan setelah terjadi perubahan neurologis atau setelah penyakit yang mendasarinya semakin berat, barulah pasien (atau yang lebih sering lagi, anggota keluarga atau petugas perawatan kesehatan primer) datang untuk meminta pertolongan medis. Jadi, keadaan hiperglikemia dan dehidrasi yang lebih parah pada sindrom HHNK, terjadi akibat penanganan yang lambat. Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi, dehidrasi berat (membrane mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardi, dan tandatanda neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejang-kejang, hemiparesis). Keadaan ini makin serius dengan angka mortalitas yang berkisar dari 5% hingga 30% dan biasanya berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya.

B. Asuhan Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Data Subyektif : Pasien mengatakan banyak minum. Pasien mengatakan sering kencing, sering makan. Pasien mengatakan penglihatannya mulai kabur. Pasien mengatakan sering kesemutan. Pasien mengatakan konsentrasinya mulai terganggu. Data Objektif : Nafas bau aseton. Poliuri, polipagi, polidipsi. 2. Diagnosa Keperawatan 1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan asidosis ditandai dengan sesak, RR > 20 x/menit, menggunakan otot bantu pernafasan, pernafasan cuping hidung. 2) 3) 4) 5) 6) 7) PK hipoglikemia PK diabetes ketoasidosis PK syok hipovolemi Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leukosit. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan sensasi taktil, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan fungsi penglihatan. peningkatan glukoneogenesis, penurunan pH ditandai dengan kelemahan, tonus otot buruk, anoreksia, dan mual muntah.
8)

Kelelahan

berhubungan

dengan

penurunan

produksi

energy

metabolic ditandai dengan penurunan kinerja rentang gerak pasien terbatas, pasien hanya berbaring di tempat tidur, nadi > 80 x/menit, RR > 20 x/menit.

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta: EGC. Carpenito, Lynda Juall. 2004. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Doenges, Marylin E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Guyton & Hall. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Volume II. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius. Price, Sylvia, Wilson.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC. Available at: http://www.endotext.org/diabetes/diabetes20/ch01s03.html. Diakses tanggal 10 September 2009. Available at: http://www.labormedpharma.ro/eng/searchmeds.php? key=g. Diakses tanggal 23 September 2009. Available at: http://blog.seniors-site.com/insulin-death. Diakses tanggal 23 September 2009. Available at: http://www.tgnyc.org/2005/NYC051907//Invention%203(final).htm. Diakses tanggal 10 September 2009.

You might also like