You are on page 1of 34

STUDI HUBUNGAN KUALITAS AIR DENGAN KEANEKARAGAMAN JENIS IKAN DI SUNGAI BATANG BUNGO KABUPATEN BUNGO

OLEH

BUDIYONO, A.Pi.,M.Si.
Staf Pengajar : Fakultas Perikanan, Universitas Muara Bungo, Tahun 2011 RINGKASAN Perairan Sungai Batang Bungo merupakan salah satu sungai utama di Kabupaten Bungo dan merupakan bentuk perairan yang terbuka dan panjang. Hasil observasi di lapangan bahwa saat ini telah mengalami beberpa tekanan akibat dari berbagai kegiatan seperti berkembang penggalian pasir baik menggunakan peralatan mesin ( mesin diesel dan pompa keong ) dan Penambangan Emas Tanpa Izin ( PETI ).Diduga sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis ikan di dalam perairan tersebut. Hasil studi di Propinsi Jambi menunjukkan jenis ikan tawar yang ada berjumlah 131 species yang tercakup ke dalam 14 ordo dan 25 famili. Tujuan penelitian ini antara lain : 1). Identifikasi jenis ikan yang tertangkap di wilayah Sungai Batang Bungo pada lokasi yang terkena dampak dan tidak terkena dampak dari penambangan emas dan pasir.3).Analisis Indeks Keanekaragaman jenis ikan, Keseragaman, Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran. Metode penentuan stasiun dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu penentuan stasiun pengamatan dilakukan berdasarkan tujuan. Untuk pengambilan sampel air,sedimen dan ikan telah ditetapkan terhadap empat Stasiun. Untuk mengetahui nilai parameter fisika dan kimia perairan, maka sampel air diperiksa di Laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:1). Keanekaragaman jenis ikan hasil penelitian di empat stasiun Sungai Batang Bungo ditemukan sebanyak 25 jenis ikan dari 16 genus dan 9 famili, 2) Nilai indeks keanekaragaman jenis ikan pada masing-masing stasiun yakni: Stasiun I Desa Tebat berkisar 2,03 -2,08 , Stasiun II Desa Tanjung Agung 1,45, Stasiun III Kelurahan Sungai Pinang 0,89 0,91 dan Stasiun IV Kelurahan Tanjung Gedang 1,36 -1,61 3) Nilai Keseragaman ( E ) sebesar 0.433 pada Stasiun I Tebat memiliki keseragaman populasi yang tinggi dibanding stasiun lainya dan Nilai Indeks Keragaman Simpson ( D ) dari keempat stasiun. 0.0007- 0.0293 sedangkan Nilai Indeks Kesamaan ( IS ) antar Stasiun tidak ditemukan spesies yang Sangat Mirip.. Rata-rata antar stasiun Mirip dan Tidak Mirip, 5) Jenis ikan yang memiliki Kepadatan Populasi tertinggi dengan nilai 0.007600 individu / m2 yakni ikan Malis (Dangila ocellata, Weber & Beaufort,1916) dan Kepadatan Relatif tertinggi pada Ikan Malis (Dangila ocellata, Weber & Beaufort,1916) sebesar 21,42857 % sedangkan Frekuensi Kehadiran tertinggi yakni ikan Baung (Mystus, sp), Palau (Osteochillus hasselti ,C.V) Lampam (Puntius schwanefeldi, Blkr), Malis (Dangila ocellata, Weber & Beaufort,1916 ) dan Masai (Rasbora argyrotaenia ,Bleeker,19850) masing-masing 100 %, 6).Nilai korelasi (r) pH 1

0,880 memiliki tingkat hubungan (positif) Sangat Kuat terhadap nilai Indeks i Keanekaragaman Ikan (H ), demikian pula nilai (r) TSS -0,803 memiliki tingkat hubungan (negatif) sangat kuat 7).

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Bungo merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi mempunyai luas Perairan umum seluas 6.907 ha yang terdiri dari perairan sungai, rawa, danau/oxbow, chek dam dan genangan air lannya. Beberapa sungai utama yang ada di Kabupaten Bungo antara lain: Sungai Batang Jujuhan, Sungai Batang Tebo, Sungai Batang Bungo, Sungai Batang Senamat, dan Sungai Batang Pelepat (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bungo, 2009). Perairan Sungai Batang Bungo merupakan salah satu sungai utama di Kabupaten Bungo dan merupakan bentuk perairan yang terbuka dan panjang mencapai kurang lebih 50 km. Hasil observasi di lapangan bahwa bagi masyarakat petani nelayan sungai ini dimanfaatkan untuk usaha penangkapan ikan dan budidaya perikanan. Disamping itu bagi masyarakat umum disepanjang pinggiran Sungai Batang Bungo dimanfaatkan untuk mencuci, mandi dan jamban ( MCK ) serta kebutuhan rumah tangga lainnya. Sedangkan untuk masyarakat yang jaraknya jauh dari perairan Sungai Batang Bungo juga digunakan untuk penyedia air minum yang dikelola oleh PDAM dan dialirkan kerumah-rumah penduduk dan jasa transportasi. Beberapa studi yang agak komprehensif tentang potensi perairan umum di pulau terbesar Indonesia ini kebanyakan berupa inventarisasi keanekaragaman species khususnya species ikan air tawar (Robert, 1989; dan Kottelat et al, 1996 dalam Ardianor dan Gumiri, 2006 ). Selanjutnya Sudrajat, et al, 2009 mengemukakan bahwa hasil studi di Propinsi Jambi menunjukkan jenis ikan tawar yang ada berjumlah 131 species yang tercakup ke dalam 14 ordo dan 25 famili.

Sedangkan informasi tentang ekologi perairan umum di Jambi masih sangat terbatas. Namun demikian, khusus untuk Provinsi Jambi, penelitian tentang ekologi perairan umum sudah dimulai sejak tahun 1997 sd 2003 melalui proyek Dinas Perikanan Provinsi Jambi yang melibatkan antara lain LIPI. Secara umum Penelitian yang terpublikasi masih dianggap sangat kurang mengingat data-data dasar yang bersifat time series atau tahunan masih belum dilakukan secara intensif. 1.2. Rumusan Masalah Dengan melihat uraian tersebut di atas maka dapat dirumuskan bahwa terdapat beberapa permasalahan utama dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungan di Sungai Batang Bungo antara lain sebagai berikut : 1) Belum diketahuinya jenis-jenis ikan yang hidup dan bertahan di sungai Batang Bungo 2) Belum diketahuinya nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, Kesamaan, Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran. 3). Belum diketahuinya tingkat hubungan parameter kualitas air terhadap keanekaragaman jenis ikan dari pengaruh penambangan emas dan pasir di wilayah Sungai Batang Bungo 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1) Identifikasi jenis ikan yang tertangkap di wilayah Sungai Batang Bungo pada lokasi yang terkena dampak dan tidak terkena dampak dari penambangan emas dan pasir. 2) Analisis Indeks Keanekaragaman jenis ikan, Keseragaman, Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran. 3) Analisis tingkat hubungan parameter kualitas air terhadap keanekaragaman jenis ikan dari pengaruh penambangan emas dan pasir di wilayah Sungai Batang Bungo.

1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1) Beberapa faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis ikan di daerah penelitian sebagai dasar pembuatan kebijakan dalam pengelolaan Sub Sub DAS Batang Bungo serta pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.

2.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Sungai Perairan umum air tawar alami dikenal sebagai sungai , rawa dan danau. Perairan sungai merupakan suatu perairan yang didalamnya dicirikan dengan adanya aliran air yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir ( perairan lotik ). Perairan sungai biasanya keruh, sehingga penetrasi ke dasar sungai terhalang ( Boldman dan Horne, 1983 ). Pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, sungai sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola aliran air. Kecepatan arus , erosi dan sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut ( Effendi, 2003 ) Sungai secara spesefik terbagi ke dalam dua ekosistem yaitu perairan yang berarus cepat dan perairan yang berarus lambat. Sungai yang mengalir cepat dikarateristikan oleh tipe berbatu dan berkerikil, sedangkan sungai yang mengalir lambat dikarateristikan dengan tipe subtrat berpasir dan berlumpur. Sungai-sungai di Jambi dapat digolongkan ke dalam tipe Sungai Permanen yaitu sungai yang airnya terisi dan mengalir sepanjang tahun. Walaupun terjadi musim kemarau yang panjang sungai-sungai di Jambi tidak pernah kekeringan sampai tidak ada airnya ( Saputra, 2004 ).

2.2. Ekologi Ikan Ikan merupakan hewan vertebrata dan dimasukkan ke dalam filum Chordata yang hidup dan berkembang di dalam air dengan menggunakan insang. Ikan mengambil oksigen dari lingkungan air di sekitarnya. Ikan juga mempunyai anggota

tubuh berupa sirip untuk menjaga keseimbangan dalam air sehingga ia tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh angin ( Sumich, 1992 ). Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara caput dan truncus disebut tepi caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan ekor disebut anus. Kulit terdiri atas dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari jaringan pengikat yang dilapisi dari sebelah luar epitelium. Diantara sel-sel epitelium terdapat kelenjar uniseluler yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin ( Radiopoetra, 1978 dalam Siagian, C, 2009 ). Ikan merupakan vetrtebarata yang paling banyak jumlahnya, yang menghabiskan seluruh hidupnya pada perairan. Sekarang ini ada sekitar 20.000 sampai 30.000 species yang telah diketahui, hampir setengah dari jumlah vertebrata. Kebanayakan ikan adalah ikan bertulang sejati terutama teleostei dan sisanya 50 ikan jawles dan 800 species ikan bertulang rawan ( Marshall dan Bone, 1982 ). Penyebaran ikan di perairan laut sebanyak 51% dan perairan tawar 48% dan 1% bergerak dari lingkungan air laut ke perairan air tawar dan sebanliknya. Banyaknya ikan di air tawar disebabkan daerahnya tersisolasi sehingga mempunyai kesempatan yang besar untuk membentuk species baru sedangkan pada perairan laut saling berhubungan satu sama lain sehingga kondisinya hamper sama sehingga pembentukan species baru lebih kecil. Kebanyakan species ikan ditemukan pada lingkungan yang lebih panas dimana perubahan temperature tahunan kecil (Moyle dan Cech, 1989). Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sebesar 15 mm seperti pada ikan Goby (Eviota sp) sampai dengan yang besar seperti ikan Hiu yang dapat mencapai 21 meter dengan berat sekitar 25 ton atau lebih. Kebanyakan ikan berbentuk torpedo, pipih dan ada yang berbentuk tidak teratur ( Marshall dan Bone, 1982 ).

Salah satu ciri ikan yang khas yaitu letak vertikal sirip ekor yang sama pada setiap ikan umumnya, kecuali pada ikan Paus. Cara perkembangbiakan kebanyakan bertelur (ovivar) tetapi beberapa diantaranya juga menghasilkan anak yang menetas ketika

Masih berada dalam tubuh induknya (ovovipar), bahkan ada yang melahirkan anak berupa individu baru (vivipar). Tubuh ikan asal munlanya tertutup oleh suatu lapisan lempeng-lempeng tulang yang pada banyak species sedikit demi sedikit berkurang sehingga tubuh lebih lentur, kemudian sama sekali tidak bersisik atau tertutup olehsuatu lapisan sisik yang tipis dan kecil ( Ensiklopedia Indonesia ) 2.3. Penggolongan Ikan Lalli dan Parron, 1993 dalam Siagian, C, 2009, membagi ikan menjadi tiga kelas berdasarkan taksonomi, yaitu : a. Kelas Agnatha yang meliputi ikan primitive seperti Lamprey. Kelompok ikan ini berumur 550 juta tahun yang lalu dan sekarang hanya tinggal 50 species. Ikan ini tidak memiliki sirip-sirip perpasangan tetapi memiliki stau atau dua sirip punggung dan satu sirip ekor. b. Kelas Chondrichthyes memiliki ciri-ciri adanya tulang rawan dan tidak

mempunyai sisik. Kelas ini juga termasuk kelas yang primitif dengan umur 450 juta tahun yang lalu dan sekarang hanya mempunyai 300 spesies. Misalnya seperti ikan Pari dan Hiu dan biasanya makanannya adalah plankton dan organisme bentik. c. Kelas Osteichthyes meliputi ikan Teleostei yang merupakan ikan tulang sejati. Kelompok ini merupakan ikan yang terbesar jumlahnya dari seluruh ikan, di mana melebihi 20.000 spesies dan ditemukan pada 300 juta tahun yang lalu.

2.4. Karateristik Ikan di Perairan Sungai Wooton, 1991, mengatakan bahwa, adanya hubungan positif antara kekayaan jenis dengan suatu area yang ditempati. Keanekaragaman Jenis Ikan Sungai tergantung pada dua faktor. Pertama, peningkatan jumlah mikro habitat akan dapat meningkatkan keragaman. Kedua, area yang lebih luas sering memiliki variasi habitat yang lebih besar dibanding dengan area yang lebih sempit. Selanjutnya Kottelat et al, 1996 dalam Yustina, 2001 menambahkan, semakin panjang dan lebar ukuran sungai semakin banyak pula jumlah jenis ikan yang menempatinya Keanekaragaman dan kelimpahan ikan juga ditentukan oleh karakteristik habitat perairan. Karakteristik habitat di sungai sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran sungai. Kecepatan aliran tersebut ditentukan oleh perbedaan kemiringan sungai, keberadaan hutan atau tumbuhan di sepanjang daerah aliran sungai yang akan berasosiasi dengan keberadaan hewan-hewan penghuninya (Ross 1997 dalam Yustina, 2001).

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Pengamatan Penelitian ini dilakukan di Sungai Batang Bungo, anak Sungai Batang Tebo dan anak Sungai Batang Hari. Untuk mengetahui kualitas air di lokasi penelitian dilakukan pengambilan sampel air (contoh) dan untuk mengetahui jenis ikan yang diteliti dilakukan penangkapan ikan pada 4 stasiun yang telah ditentukan. Sedangkan waktu pengambilan sampel air dilakukan pada waktu pagi hari pada pukul 07.30 WIB sampai dengan selesai. 3.2. Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu : alat tulis, timbangan elektrik dan alat pengukur kualitas air : termometer, sechi disk, bola hanyut, tali, meteran, pH meter, DO meter , dan tabung sampel air ( Tipe Ruttner ) volume 2 (dua) liter yang dapat diatur pada kedalaman berapa sampel air ingin diambil serta botol sampel untuk parameter TSS, TDS, BOD, COD, DO, total Phospat sebagai P, Nitrat sebagau N, Besi terlarut, Nitrit sebagai N, Belerang sebagai H2S. Sedangkan untuk menangkap sampel ikan digunakan alat tangkap jaring, jala tebar, dan pancing, penggaris, kamera, Global Positioning System (GPS) untuk menentukan posisi stasiun pengamatan. Disamping itu untuk mengolah data diperlukan seperangkat Personal Computer atau PC. Sedangkan bahan yang diperlukan yaitu. bahan-bahan kimia untuk analisis kualitas air dan pengawetan sampel seperti: MnSO4, KI + KOH, H2SO4, Na2S2O3, Alkohol dan Amilum. 3.3. Metoda Pengumpulan Data Berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai dan metoda penelitian yang digunakan yaitu dengan cara observasi langsung dilapangan untuk data primer dan

10

pemeriksaan di laboratorium, sedangkan data sekunder dilakukan dengan cara wawancara dan menggunakan data dari instansi terkait. Metode penentuan stasiun pengambilan sampel air dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu penentuan stasiun pengamatan dilakukan berdasarkan tujuan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan kondisi dan keadaan tempat penelitian atau karateristik lokasi penelitian. Teknik pengambilan sampel air untuk pengukuran parameter fisik, dan kimia pada masing-masing tempat penelitian /stasiun. Adapun deskripsi masing-masing Stasiun adalah sebagai berikut : 1)Stasiun I Stasiun I Desa Tebat berada di bagian Hulu Sungai Batang Bungo kira kira 1 km dari Air Sungai yang belum banyak tercemar ( PETI dan Penambangan pasir). Di lokasi ini kualitas air masih dalam kondisi normal belum terpengaruh kegiatan tersebut di atas dan akan digunakan sebagai pembanding dengan Stasiun yang lain. 2).Satsiun II Stasiun II Desa Tanjung Agung berada di Sungai Batang Bungo yang pertama dicemari. Di lokasi ini kualitas air tidak dalam kondisi normal atau diduga telah mengalami penurunan mutu air. 3).Stasiun III Stasiun III Kelurahan Sungai Pinang berada di tengah daerah penelitian dimana terdapat air masuk dari anak sungai Batang Kenalu yang diduga membawa bahan koloid 4).Stasiun IV Stasiun IV Kelurahan Tanjnung Gedang berada pada bagian Hilir Sungai Batang Bungo, dimana dilokasi ini merupakan pangkal Sungai Batang Bungo Di lokasi ini merupakan lokasi yang berdekatan dengan pertemuan anatara Sungai Batang Bungo dengan Sungai Induknya yaitu Sungai Batang Tebo atau sering disebut Muara Sungai. 11

3.4. Cara Pelaksanaan Pengambilan Sampel Air 3.4.1. Level Pengambilan Sampel Air Pengambilan kedalaman sampel air ditentukan berdasarkan besarnya debit air sungai. Menurut Standar Nasional Indonesia Bidang Kualitas Air, 1990 dalam Siradz, A.S et al, 2008 bahwa debit air sungai diukur dengan menggunakan alat Current Meter. Dari hasil pengukuran nilai debit air maka dapat ditentukan kedalaman pengambilan sampelnya. Jika debit air <150 m3/detik maka sampel air diambil 0,5 x kedalaman 0,2 x

sungai, tetapi jika debit air > 150 m3/detik maka sampel air dapat diambil pada kedalaman sungai diukur dari permukaan sungai.

3.4.2. Pemeriksaan di Lapangan Pemeriksaan atau pengukuran langsung di lapangan meliputi unsur-unsur yang dapat berubah dengan cepat, dilakukan langsung dilapangan setelah pengambilan sampel air. Unsur-unsur tersebut antara lain ; suhu, pH, warna air, dan kecerahan ( LPPM Bung Hatta, 2009) . 3.4.3.Pemeriksaan di Laboratorium Adapun sampel air yang diperiksa di laboratorium antara lain untuk parameter : 1).Kelarutan oksigen (DO), 2). BOD5, 3).COD (Chemical Oxygen Demand), 4). Kandungan Nitrat ( ),

3.5.Pengambilan Sampel Ikan Sampel ikan dari setiap stasiun ditangkap dengan menggunakan beberapa jenis alat tangkap antara lain: jaring, jala dan pancing. Jaring yang digunakan mempunyai ukuran, panjang 50 meter, lebar 1 meter dengan ukuran mata jaring yang berbeda yaitu , 1 dan 3 inchi. Pada bagian atas jaring (tali ris atas) terdapat pelampung sebanyak 1 buah tiap meternya, sedangkan pada bagian bawahnya (tali ris bawah) dikaitkan dengan 12

pemberat sebanyak 4 buah tiap meternya. Pelampung dan pemberat berguna untuk menegakkan posisi jaring selama di dalam air agar tidak terbawa arus atau gelombang. Pemasangan jaring dilakukan selama 1 malam pada setiap stasiun. Alat tangkap jala yang digunakan berukuran 1,75 inchi, panjang 3 m dengan cara menebarkan pada setiap stasiun selama 3 jam dan pancing dipasang sebanyak 50 buah dan dipasang selama 1 malam. Cara penangkapan sampel ikan dilakukan dengan perlakukan alat tangkap dan lama waktu yang sama untuk setiap stasiunnya dan pengambilan dilakukan 1 kali pada musim kemarau dan 1 kali pada musim hujan. Sampel ikan yang diperoleh dikelompokkan berdasar ciri-ciri morfologi yang sama dan dihitung jumlah dari masing-masing jenis. Tiap jenis diambil beberapa ekor sebagai sampel dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diisi formalin 4% sebagai pengawet selanjutnya dimasukkan ke dalam botol koleksi lalu diberi label ( Saanin, 1989 ). Selanjutnya sampel dibawa ke Laboratorium untuk diamati dan diidentifikasi dengan buku acuan menurut Saanin 1986. Pengambilan sampel ikan dilakukan 2 kali yaitu musim kemarau dan musim hujan. 3.6.Metoda Analisis Data Untuk menganalisis data yang diperoleh dari dilapangan digunakan beberapa metoda analisis. Metoda analisis tersebut adalah sebagai berikut:

3.6.1.

Analisis Indeks Keanekaragaman Jenis Ikan (H1)


Analisis data mencakup indeks keanekaragaman jenis ikan menurut Shannon dalam

Bengen,2000, dilambangkan dengan (H1) yang dibatasi sebagai : I H1 = - i-1 i ni Log 2 ni N N


= -

i-1

( p1 Log2 p1 ) ...............................(1)

13

s menunjukan banyaknya species yang di amati. Oleh karena Log2 atau 2Log atau Logaritma dengan dasar bikangan 2 dari suatu ekspresi numeric dapat dinyatakan sebagai
2

Log x ,

maka 2 Log x dapat dinyatakan kembali menjadi ( log x / log 2) = 3,32 log x, sedangkan log menunjukan logaritma dengan bilangan dasar 10. Dengan demikian Indeks Shannon dapat ditulis kembali menjadi :

Hi = 3,32 ( log N -1 ni log ni ) N


dengan ragam

Var H =

pi (log2 pi )2 - (pi log2 pi)2

s-1

Untuk menguji hipotesis H0 : Hi1 =

+ + N 2N2 Hi2 , perbedaan antar contoh digunakan uji t

dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: t = Hi1


-

Hi2 .................................(2)
)

Var Hi1 + Var Hi2

dengan derajat bebas ( db) =

(Var Hi1 + Var Hi2

(Var Hi1 )2 / N1 + (Var Hi2 )2 /N2

3.6.2.

Analisis Indeks Keseragaman/Regularitas/Equitabilitas (E) Equitabilitas adalah penyebaran individu antar species yang berbeda dan diperoleh

dari hubungan antara keanekaragaman (H1) dengan keanekaragaman maksimalnya ( Bengen, 2000). H1 E= H
1

H1 = .................................................................(4) Log 2 s
1

max

Karena, H1 max = - - 1 Log2 1 i=1 s s Dimana :

=-s

1 Log2 1 s s

= Log2 s

14

Hi H max S

= Indeks Keanekaragaman Shannon-Weiner = Keanekaragaman species maksimum = Jumlah Species

Nilai E berkisar antara 0 - 1


Semakin kecil nilai E, maka semakin kecil keseragaman suatu populasi,

sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi akan menunjukkan keseragaman ( Krebs, 1985 ).

3.6.3.

Analisis Indeks Keragaman Simpson ( D ) Indeks ini digunakan untuk menentukan kualitas perairan yang jumlah jenisnya

banyak atau dengan keragaman jenisnya tinggi ( Koesoebiono,1987 dalam Ferianita Fachrul, 2008 ) ( n1 )2 D = ______ i N2 s

..(5)

Resiprok Indeks Keragaman Simpson ( Koesoebiono,1987 )

s ( n1 )2 ( 1 D ) = ______ i N2
Dengan :: N = Jumlah Total individu n = Jumlah individu masing-masing jenis

3.6.4.

Analisis Indeks Kesamaan ( IS) 2c IS = _______ x 100 % ..............................................................(6) a+b

Dimana : a = Jumlah species pada Stasiun A b = Jumlah species pada Stasiun B

15

c = Jumlah Species yang sama pada Stasiun A dan B IS = 75 100 % 50 - 75 % 25 - 50 % < 25 % = = = = Sangat Mirip Mirip Tidak Mirip Sangat Tidak Mirip ( Michael, P, 1994 )

3.6.5. Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Dalam Michael, P, 1994 disebutkan bahwa untuk menghitung Kepadatan Populasi (KP), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) menggunakan persamaan sebagai berikut : a. Kepadatan Populasi (KP) Jumlah Individu Suatu jenis KP (indv/m2) = _________________________ (7) Luas Area / Plot b. Kepadatan Relatif (KR) Kepadatan Suatu Jenis KR ( % ) = _________________________ X 100 % ..(8) Jumlah Kepadatan Seluruh Jenis c. Frekuensi Kehadiran (FK) FK Di mana: FK = 0 - 25% FK = 25 - 50% FK = 50 - 75% FK > 75% Jumlah Plot yang ditempati Suatu Jenis = _________________________________ X 100 % Jumlah Total plot : Kehadiran sangat jarang : Kehadiran jarang : Kehadiran sedang : Kehadiran sering/absolut ......................(9).

16

3.6.6. Analisis Korelasi Pearson Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi / hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel tersebut disebut independen. Korelasi Pearson adalah suatu bentuk rumus yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas atau independent variable dan variabel terikat atau dependent variable. Di mana umumnya variabel terikat diberi notasi Y dan variabel bebas diberi notasi X, di mana variabel bebas ini merupakan pemberian dari hasil suatu pengamatan sehingga variabel bebas tersebut tidak lagi Random atau acak. Dalam hal ini Analisis Korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui

keberartian hubungan antara indeks keanekaragaman jenis ikan yang terdapat di lokasi penelitian Sungai Batang Bungo dengan parameter fisika kimia perairan. Adapun

persamaanya sebagai berikut:


r

( x x )( y y ) (x x) ( y y)
1 1 _ 2 _ 1 1

.......... .......... ( 10 )
2

Keterangan : r : Korelasi antar indeks keanekaragaman jenis ikan dengan parameter fisika kimia perairan X : Parameter kualitas air Y : Parameter indeks keanekaragaman jenis ikan (Hi)

17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keanekaragaman Jenis Ikan Hasil Penelitian Hasil tangkapan selama penelitian pada 4 stasiun, baik musim hujan maupun musim kemarau ditemukan sebanyak 25 jenis ikan dari 16 genus dan 9 famili, seperti tersaji Tabel 4.1. di bawah ini. Sedangkan menurut hasil wawancara langsung dengan petani/nelayan pada masing-masing Stasiun di Sungai Batang Bungo ternyata selama dalam 2010 telah ditemukan atau tertangkap nelayan sebanyak 58 jenis ikan atau 43,1 % ( Lampiran...). Selanjutnya bila dibandingkan dengan hasil inventarisasi jenis-jenis ikan Perairan Propinsi di Jambi ( Sudrajat, A. et al, 2009 ) ditemukan sebanyak 131 jenis ikan, 25 Famili, 14 Ordo, maka hasil tangkapan selama penelitian ini baru 19,08 % dari yang jenis ikan yang tercatat di perairan Jambi. Adapun 25 jenis ikan tersebut dapat dideskripsikan sebagai dalam Lampiran 4 dan 5. Secara umum keanekaragaman jenis ikan pada lokasi penelitian relatif rendah jika dibandingkan dengan jenis ikan yang ada di perairan Propinsi Jambi sebanyak 131 Jenis. Masih sedikitnya jumlah jenis hasil tangkapan selama penelitian ini karena waktu atau musim, jenis alat tangkap, luas area dan daerah penangkapan sangat terbatas Menurut Watoon, 1991, bahwa keanekaragaman jenis ikan sungai tergantung pada dua faktor. Pertama, peningkatan jumlah mikro habitat akan dapat meningkatkan keragaman. Kedua, area yang lebih luas sering memiliki variasi habitat yang lebih besar dibanding dengan area yang lebih sempit.

18

Tabel 4.1. Keanekaragaman jenis ikan yang berhasil ditangkap dan taksonominya Di Stasiun Sungai Batang Bungo Kabupaten Bungo
Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies Nama Lokal Baung Baung Akar Baung Murai Tampang Durian Sengiring' Sengingih/Layanglayang

Mystus nemurus (Weber & Beaufort,1913)


Mystus Bragiidae Mystus sp Mystus wyckii (Blkr) Mystus sp Mystus microcanthus (Weber & Beaufort,1913) Bagrichthys hypselopterus (Weber & Beaufort,1913) Nandus nandus(Nandus nebulosus (Weber & Beaufort,1922)) Oxyeleotris marmorata (Kauman, 1953) Channa striata (Weber & Beaufort,1922) Pangasius polyuranodon (Weber & Beaufort,1913) Kryptopterus macrocephalus (Blkr) Dangila ocellata (Weber & Beaufort,1916) Barbicthys laevis (Weber & Beaufort,1916;Kottelat,1984 b) Osteochillus hasselti (C.V) Chela laubuca (HamiltonBuchanan,1822)) Chela oxygastroides (Howes,1979) Puntius tawarensis (Weber & Beaufort,1916) Puntius schwanefeldi (Blkr) Rasbora pauciperforata (Weber & Beaufort,1916) Rasbora argyrotaenia (Bleeker,19850) Rasbora sp Chrossochhe ilus Chrossochheilus gnathopogon (Weber & Beaufort,1916) Mastacembelus erythrotaenia (de Beaufort&Brigg,1962)

Ostariophysi

Bagrichthys

Nandidae

Nandus

Beterung

Gobiidae

Oxyeleotris

Betutu

Channidae

Channa

Gabus

Ostariophysi

Pangasidae

Pangasius

Juaro

Chordata

Pisces

Siluridae

Kryptopterus

Lais Malis/Lambak muncung Mentulu Palau Perut-perut Pimping Kepras/Kepang Lampam Seluang Masai Batu/Seluang barau Semuruk

Dangila Barbicthys Osteochillus Chela


Cypriniform es

Cyprinidae

Puntius

Rasbora

Opisthomi

Mastacemb elidae

Mastacembe lus

Tilan

19

Cypriniforme s Cynoglossi dae 9 Cynoglossu s 16

Mastacembelus sp

Tampang Ayam Lidah-lidah/mata sebelah

Cynoglossus 25

JUMLAH

Sumber : Data primer diambil bulan Oktober 2010 dan Januari 2011
.

4.2. Nilai Keanekaragaman Jenis Ikan ( Hi ) Nilai indeks Keanekaragaman Jenis Ikan ( Hi ) yang tertangkap selama penelitian di empat Stasiun di Sungai Batang Bungo berdasarkan Indek Shannon dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut ini. Tabel 4.2. Nilai Keanekaragaman Jenis Ikan ( Hi ) yang tertangkap selama penelitian di empat Stasiun Penelitian di Sungai Batang Bungo. Nilai Indek Keanekaragaman ( Hi )
No Musim

ST I Tebat 1.899

ST II Tanjung Agung 1.380

ST III Sungai Pinang 0.578

ST IV Tanjung Gedang 1.053

1.

Keanekaragaman Musim Kemarau Keanekaragaman Musim Hujan

2.

1.757

1.281

0.321

1.326

Sumber : Data primer diambil bulan Oktober 2010 dan Januari 2011 Berdasarkan hasil perhitungan nilai Indeks Keanekaragaman pada tabel tersebut di atas, bahwa kisaran nilai Indeks Keanekaragaman yaitu 0,321 1,899 dimana Indek tertinggi ditemui pada Stasiun I Desa Tebat pada pada musim kemarau sebesar 1,899, sedangkan nilai indek terendah terdapat pada musim hujan Stasiun III sebesar 0,321. Lebih tingginya nilai indek keanekaragaman pada Stasiun I karena lokasi ini masih belum banyak terpengaruh aktivitas penambangan emas (PETI) dan penambangan pasir. Sedangkan Stasiun II, III dan IV perairan tersebut sudah dipoengaruhi aktivitas peambangan emas dan pasir. Pada Stasiun III Kelurahan Sungai Pinang baik musim

20

kemarau maupun musim hujan nilai Indek Keanekaragaman terlihat sangat rendah, hal ini menunjukkan lokasi tersebut sangat ipengaruhi oleh aktivitas penambangan emas dan pasir, dimana pada bagian hulu Stasiun III (diantara Stasiun II dan III) terdapat 108 unit PETI dan 3 unit eskavator penambang pasir. Dengan adanya aktivitas tersebut nilai beberapa parameter kualitas air terutama : TSS , NO2 dan kecerahan sangat tinggi dibanding dengan Stasiun lain Selanjutnya hubungan nilai Indeks Keanekaragaman dengan kriteria kualitas air menurut Lee, dkk, 1975 dalam Ferianita Fachrul, 2008 bahwa, nilai Indek Keanekaragaman (Hi) hasil penelitian pada Stasiun I IV dapat dikategorikan sebagaimana Tabel 4.3. berikut ini: Tabel 4.3. Hubungan Indeks Keanekaragaman Ikan di Stasiun Penelitian dengan kriteria kualitas air menurut Lee, dkk, 1975 dalam Ferianita Fachrul, 2008. No 1. 2. 3. 4. Stasiun ST I, Desa Tebat St II , Ds. Tanjung Agung ST III, Kel. Sungai Pinang ST IV, Kel. Tanjung Gedang (Hi) 1.757 - 1.899 1.281 - 1.380 0.321 - 0.578 1.053 - 1.326 Kualitas perairan Tercemar Ringan Tercemar Sedang Tercemar Berat Tercemar Sedang

Sumber: Data primer diolah bulan Oktober 2010 dan Januari 2011menurut Lee, dkk, 1975 dalam Ferianita Fachrul, 2008. Menurut Shannon Weiner dalam Ferianita Fachrul, 2008, bahwa komponen lingkungan, baik yang hidup (biotik) maupun yang mati (abiotik) akan mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman biota air yang ada pada suatu perairan. Perairan yang berkualitas baik biasanya memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi dan sebaliknya pada perairan yang buruk atau tercemar keanekaragaman jenis yang rendah. Selanjutnya untuk menguji hipotesis H0 : Hi1
=

Hi2 , perbedaan antar contoh

digunakan uji t. Hasil perhitungan Varian H11 = 0.00433 dan H12 = 0.002992 dan t hitung = 21

0.015635. Kemudian t hitung dibandingkan dengan t tabel (0,05%) sebesar 1,645, yang berarti t hitung lebih kecil dari t tabel. Dengan demikian H0 gagal ditolak atau tidak ada perbedaan nyata antar H11 dan H12.

4.8. Nilai Keseragaman (E) Nilai indeks Keseragaman atau Equitabilitas ( E ) ikan yang tertangkap selama penelitian di empat Stasiun di Sungai Batang Bungo berdasarkan Krebs, 1985 dalam Bengen, 2000 dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut ini. Tabel 4.4. Nilai Keseragaman atau Equitabilitas ( E ) yang Tertangkap di empat Stasiun Penelitian di Sungai Batang Bungo.

Nilai Keseragaman atau Equitabilitas ( E )


No Musim Keseragaman Musim Kemarau Keseragaman Musim Hujan

ST I Tebat 0.433 0.388

ST II Tanjung Agung 0.314 0.283

ST III Sungai Pinang 0.132 0.071

ST IV Tanjung Gedang 0.239 0.293

1. 2.

Sumber: Data primer bulan Oktober 2010 dan Januari 2011diolah menurut Bengen 2000. Berdasarkan hasil perhitungan Nilai Indeks Keseragaman atau Equitabilitas ( E ) ST I IV pada Tabel tersebut di atas, maka nilai (E) dengan kisaran 0.071 - 0.433.

Pada Stasiun I Desa Tebat terlihat lebih tinggi dengan 3 stasiun lainnya. Dengan demikian Stasiun I Tebat memiliki keseragaman populasi yang tinggi dibanding stasiun lainya. Menurut Krebs, 1985 dalam Bengen, 2000, disebutkan bahwa semakin kecil nilai E, maka semakin kecil keseragaman suatu populasi, sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi akan menunjukkan keseragaman

22

4.9. Nilai Indeks Keragaman Simpson ( D ) Nilai indeks Keragaman Simpson ( D ) ikan yang tertangkap selama penelitian pada StasiunI -IV di Sungai Batang Bungo dapat dilihat pada Tabel 4.5. Indeks Keseragman Simposon ( D ) ini digunakan untuk menentukan kualitas perairan yang jumlah jenisnya banyak atau dengan keragaman jenisnya tinggi (Koesoebiono,1987 dalam Ferianita Fachrul, 2008). Tabel 4.5. Nilai Keragaman Simpson ( D ) yang Tertangkap Selama Penelitian pada Stasiun Penelitian di Sungai Batang Bungo.

Nilai Keragaman Smpson (D)


No Musim Keragaman Musim Kemarau Keragaman Musim Hujan

ST I Tebat 0.0232 0.0172

ST II Tanjung Agung 0.0160 0.0293

ST III Sungai Pinang 0.0017 0.0007

ST IV Tanjung Gedang 0.0031 0.0078

1. 2.

Sumber: Data primer diolah bulan Oktober 2010 dan Januari 2011 Selanjutnya bila Nilai Indeks Keragaman Simpson ( D ) dari data tersebut di atas dikaitkan dengan tingkat pencemaran perairan, maka dapat diperoleh klasifikasi masingmasing stasiun sebagai mana Tabel 4.6. di bawah ini. Tabel 4.6. Hubungan Indeks Keragaman Simpson ( D ) Stasiun Penelitian dengan kriteria kualitas air menurut Odum, 1971 dalam Ferianita Fachrul, 2008. Indeks Kualitas No Stasiun Keragaman Perairan Simpson ( D ) 1. ST I, Desa Tebat 0.0172 - 0.0232 Tercemar Berat 2. 3. 4. St II , Ds. Tanjung Agung ST III, Kel. Sungai Pinang ST IV, Kel. Tanjung Gedang 0.0160 - 0.0293 0.0007- 0.0017 0.0031 - 0.0078 Tercemar Berat Tercemar Berat Tercemar Berat

Sumber: Data primer diolah bulan Oktober 2010 dan Januari 2011 menurut Lee, dkk, 1975 dalam Ferianita Fachrul, 2008.

23

4.10. Nilai Kesamaan (IS) Nilai Indeks Kesamaan ( IS ) dari ikan yang tertangkap selama penelitian pada Stasiun I -IV di Sungai Batang Bungo dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan tabel 4.8. berikut ini Tabel 4.7. Nilai Indeks Kesamaan ( IS ) antar Stasiun Penelitian pada Musim Kemarau ST I Tebat
-

IS (%) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

ST II Tanjung Agung 69,56 -

ST III Sungai Pinang 50,00 58,82 -

ST IV Tanjung Gedang 58,33 66,66 44,44


-

Sumber: Data primer diolah bulan Oktober 2010 dan Januari 2011 Tabel 4.8. Nilai Indeks Kesamaan ( IS ) antar Stasiun Penelitian pada Musim Hujan
IS (%) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

ST I Tebat
-

ST II Tanjung Agung 58,33 -

ST III Sungai Pinang 23,53 13,33 -

ST IV Tanjung Gedang 56,00 52,17 25,00


-

Sumber: Data primer diolah bulan Oktober 2010 dan Januari 2011 Menurut Michael, P, 1994 bahwa nilai Indeks Kesamaan (IS) antara 75 100 % dikategorikan Sangat Mirip, 50 - 75 % dikategorikan Mirip, 25 50 % dikategorikan

Tidak Mirip dan < 25 % dikategorikan Sangat Tidak Mirip. Dari nilai Indeks Kesamaan ( IS ). tidak ditemukan spesies yang Sangat Mirip antar Stasiun. Rata-rata nilai Indeks Kesamaan ( IS ) antar stasiun Mirip dan Tidak Mirip kecuali kategori Sangat Tidak Mirip pada musim hujan yaitu antara Stasiun I dengan III, Stasiun II dengan III serta Stasiun III dengan IV.

24

Secara umum antar Stasiun tidak ditemukan sebaran spesies yang sangat mirip. Hal ini sesuai dengan pendapat Ross, 1997 dalam Siagian, 2009, bahwa

keanekaragaman dan kelimpahan ikan ditentukan oleh karakteristik habitat perairan. Karakteristik habitat di sungai sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran sungai. Kecepatan aliran tersebut ditentukan oleh perbedaan kemiringan sungai, keberadaan hutan atau tumbuhan di sepanjang daerah aliran sungai yang akan berasosiasi dengan keberadaan hewan-hewan penghuninya. 4.11. Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran Berdasarkan hasil sampel ikan tertangkap dapat disajikan pada Rekap hasil perhitungan Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran pada Musim Kemarau dan Musim hujan pada Tabel 4.9. berikut ini. Tabel 4.9. Rekap Hasil Perhitungan Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran pada Musim Kemarau dan Musim Hujan.
Musim kemarau KR % FK % KP KP Jenis Ikan (Nama Lokal) Batu Baung Baung Akar Baung Murai Beterung Betutu Gabus Juaro Kepang Lais Lampam Lidah-lidah Malis Masai Mentulu Palau Perut-perut Pimping Seluang Semuruk Nusim hujan KR % FK % 0 1.29870 2.59740 3.89610 10.38961 0.64935 21.42857 7.79221 1.29870 7.79221 2.59740 11.68831 5.19481 2.59740 25 75 25 25 25 0 25 0 50 50 75 25 75 75 50 100 25 75 25 25 Ket

0.000400 0.002200 0 0 0.000200 0.000200 0.000400 0.000400 0.001600 0.001200 0.007400 0 0.007600 0.004400 0.000800 0.003600 0.000600 0.005200 0.000800 0.000600

0.917431 5.045872 0 0 0.458716 0.458716 0.917431 0.917431 3.669725 2.752294 16.97248 0 17.43119 10.09174 1.834862 8.256881 1.376147 11.92661 1.834862 1.376147

25 100 0 0 25 25 25 25 50 50 100 0 100 100 50 75 25 75 25 25

0.000200 0.002000 0.000200 0.000200 0.000200 0 0.000400 00 0.000800 0.001200 0.003200 0.000200 0.006600 0.002400 0.000400 0.002400 0.000800 0.003600 0.001600 0.000800

0.64935 6.49351 0.64935 0.64935 0.64935

25

Sengingih Sengiring' Tampang Ayam Tampang Durian Tilan Jumlah

0.001000 0.004600 0.000400 0 0 0.0436

2.293578 10.55046 0.917431 0 00 100.00

25 75 25 0

0.000400 0.002200 0.000600 0.000200 0.000200 0.030800

1.29870 7.14286 1.94805 0.64935 0.64935 100.00

25 50 25 25 25

Sumber: Data primer diolah bulan Oktober 2010 dan Januari 2011

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kepadatan Populasi tertinggi ditemukan pada jenis ikan Malis (Dangila ocellata, Weber & Beaufort,1916) dalam musim kemarau sebesar 0.007600 individu / m2. Hal ini diduga bahwa ikan Malis sedang mangalami peningkatan populasi, dimana pada saat itu akan berlangsung musim pemijahan karena waktu musim kemarau hampir habis, pada umumnya ikan diperairan umum mmijah pada awal musim hujan. Sebaliknya untuk Kepadatan Populasi terendah ditemukan beberapa jenis ikan yaitu : Beterung (Nandus nebulosus, Weber & Beaufort,1922), Betutu (Oxyeleotris marmorata, Kauman, 1953) , Tampang Durian (Mystus sp), dan Tilan (Mastacembelus erythrotaenia, de

Beaufort&Brigg,1962) masing-masing sebesar 0, 0002 individu /m2. Rendahnya Kepadatan Populasi ketiga jenis ikan tersebut diduga disebabkan ketidak mampuannya dalam beradaptasi dengan lingkungan yang sudah mulai tercemar atau loakasi penelitian kurang sesuai dengan habitat mikronya. Untuk Kepadatan relatif paling tinggi ditemukan pada Ikan Malis (Dangila

ocellata, Weber & Beaufort,1916) dalam musim hujan sebesar 21,42857 %. Sedangkan Kepadatan relatif terendah ditemukan pada Ikan Beterung (Nandus nebulosus, Weber & Beaufort,1922) dan Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata, Kauman, 1953) masingmasing sebesar 0,4587 %.

26

Selanjutnya untuk Frekuensi kehadiran paling tinggi ditemukan pada jenis ikan Lampam (Puntius schwanefeldi (Blkr) pada musim hujan sebesar 21.42857 %. Pada saat itu ikan Lampan banyak ditemukan dalam ukuran relatif kecil atau masyarakat setempat menyebutnya sebagai ikan Kapiat atau anak Ikan Lampam (Puntius schwanefeldi (Blkr).

4.12. Analisis Nilai Korelasi Pearson Hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan masing-masing stasiun dan nilai indeks keanekaragaman jenis ikan yang terdapat di lokasi penelitian Sungai Batang Bungo dikorelasikan dengan metode Analisis Korelasi Pearson menggunakan Software SPSS Versi 14.00 maka diperoleh nilai korelasi ( r ) seperti tertera pada Tabel 4.10. di bawah ini. Tabel 4.10. Nilai Korelasi ( r ) Antara Fisika Kimia Perairan Dengan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Ikan Yang Terdapat Di Lokasi Penelitian Sungai Batang Bungo
Amoniak (NH3N)

Kecerahan

Nitrit ( NO2 )

Nitrat (NO3)

Kesadahan

Suhu

COD

BOD

TDS

TSS

DO

pH

-0. 191

-0. 803

-0. 030

-0. 121

-0. 562

-0. 328

-0. 171

-0. 450

0. 713

0. 238

0. 880

Pb

0. 095

Sumber : Data primer diolah (SPSS Versi 14.00) Keterangan : Nilai + = Arah korelasi searah Nilai - = Arah korelasi berlawanan arah Hasil perhitungan analisis Korelasi Pearson antara beberapa faktor fisik dan kimia perairan berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan indeks keanekaragaman. Nilai (+) menunjukkan hubungan yang searah antara nilai faktor fisik dan kimia maka nilai indeks keanekaragaman akan semakin besar pula, sedangkan nilai negatif (-) 27

0. 256

Hi

Alkalinitas

menunjukan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisik dan kimia perairan dengan nilai indeks keanekaragaman (H), artinya semakin besar nilai faktor fisik dan kimia perairan maka nilai H akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil nilai faktor fisik, kimia, dan biologi maka nilai H akan semakin besar. Dari hasil uji korelasi Pearson (r) antara faktor fisik dan kimia perairan dengan keanekaragaman ikan (Hi) dapat dilihat bahwa : Kecerahan, TDS, pH, Kesadahan dan Alkalinitas masing-masing sebesar: 0,713 ; 0,238; 0,880; 0,095 dan 0,256 memiliki hubungan korelasi positif dengan indeks keanekaragaman ikan. Artinya bahwa semakin besar nilai faktor fisika dan kimia perairan maka nilai indeks keanekaragaman semakin kecil. Sedangkan untuk parameter: Suhu, TSS, BOD, COD, DO, NH3-N, NO3 dan NO2 dengan masing-masing : -0,191; -0,803; -0,030; -0,121; -0,562; -0,328, -0,171 dan 0,450 memiliki hubungan korelasi negatif dengan indeks keanekaragaman ikan, artinya bahwa semakin kecil nilai korelasi pearson ( r ) maka semakin kecil nilai faktor fisika dan kimia perairan maka nilai indeks keanekaragaman semakin besar. Untuk parameter Timbal (Pb), nilai korelasi ( r ) sebesar 0. Jika korelasi sama dengan nol (0), maka tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Perlu diingat bahwa hubungan linier yang kuat di antara variabel tidak selalu berarti ada hubungan kausalitas, sebab-akibat. Dengan demikian, Korelasi hanya menjelaskan kekuatan hubungan tanpa memperhatikan hubungan kausalitas, mana yang dipengaruhi dan mana yang mempengaruhi. Berdasarkan interval koefisien korelasi dan tingkat hubungan antar faktor, menurut Sugiyono, 2005 seperti tertera pada Tabel 4.11. berikut ini.

28

Tabel 4.11. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan Antar Faktor No 1. 2. 3. 4. 5. Interval Korelasi (r) 0,000 - 0,199 0,200 0,399 0,400 0,599 0,600 0,799 0,800 1,000 Tingkat hubungan Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat

Sumber : Data primer diolah dan menurut Sugiyono, 2005 Nilai (r) Kecerahan 0,713 dan pH 0,880 memiliki tingkat hubungan (positif) Kuat dan Sangat Kuat terhadap nilai Indeks Keanekaragaman Ikan Hi, demikian pula nilai (r) TSS -0,803 memiliki tingkat hubungan (negatif) sangat kuat dan DO -0,562 memiliki tingkat hubungan (negatif) sedang.

29

DAFTAR PUSTAKA Ardianor, 1999, Pengaruh Pemindahan massa Air Dasar ke Lapisan Permukaan dan Pemberian Kapur Terhadap Produktivitas Primer dan Kelimpahan Fitoplankton di Danau Sabuah. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Indonesia. Bengen, 2000, Teknik Pengambilan Contoh dan Analisa Data Biofisik Sumber Daya Pesisir, Sinopsis, Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB, Bogor, hal 26 29.

Boyd, Claude. E, 1982, Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Amsterdam. Development in Aguaculture and Fisheries Science Vol. 9 BPS Kabupaten Bungo, 2008, Bungo Dalam Angka 2008, BPS Kabupaten Bungo. Dahuri. R. 1995, Metode dan Pengukuran Kualitas Air, Aspek Biologi. IPB. Bogor. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bungo, 2009, Renstra Dinas Peternakan dan Perikanan (Revisi) 2009-2011. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bungo, 2009. Laporan Operasional Pengawasan Tahun 2009 Kegiatan Kelestarian Sumberdaya Perikanan, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bungo, Muara Bungo. Effendi, H. 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkung-an Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Ferianita Fachrul, 2008, Metode sampling bioekologi, Ed 1 Cet 2 Bumi Aksara, Jakarta 198 halaman Marshall, N.B, 1982, Biology of Fishes. Chapman and Hall. New York Michael, P, 1994, Metoda Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium, UI Pres Jakarta. Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988, Fishes and Introduction to Ichtyology Prentice Hall Englewood Cliffs. New Jersey. Saanin, H. 1986, Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta. Saputra, FM, 2004. Daerah Aliran Sungai Batang Hari, Makalah-pdf Web: http://penataanruang.pu.go.id/ta/Lapak04/P3 DasBatangharAkhir.html disakses tanggal 24 November 2009, pukul 08.41 WIB.

30

Sudrajat, A, Darti Satiyani, Sudarto, Ketut Sugama dan Murniyati, 2009, Inventarisasi Keragaman Ikan lokal Air Tawar Provinsi Jambi, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi, Jambi, Cetakan ke 2, 81 pp. Siagian, C, 2009, Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta Keterkaitannya dengan Kualitas Perairan di Danau Toba Balige Sumatera Utara, Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, Wooton, J, 1991, Ecology of Teleost Fishes. New York: Chapman & Hall. Yustina, 2001, Keaneka Ragaman Jenis Ikan Disepanjang Sungai Rangau , Riau, Sumatera, Journal Nature Indonesia 4(1):1-14(2001) ISSN 1410-9379. disakses tanggal 24 November 2009.

31

32

Lampiran Peta Lokasi / Stasiun Penelitian di Sungai Batang Bungo

33

34

You might also like