You are on page 1of 36

BAB 1 PENDAHULUAN

Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit. Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) juga mengalami oligohidramnion, karena jumlah cairan ketuban yang berkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu.1 Penyebab oligohidramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohidramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohidramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan nama angiotensin-converting enxyme inhibitor (mis captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohidramnion parah dan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap

terawasi baik dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan mereka.2 Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya. Jika terjadi pada trimester II, 80-90% akan mengakibatkan mortalitas.3

BAB 2 PEMBAHASAN

Cairan Ketuban Definisi Cairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi rahim. Cairan ini ditampung di dalam kantung amnion yang disebut kantung ketuban atau kantung janin. Cairan ketuban diproduksi oleh buah kehamilan, yaitu sel-sel trofoblas, kemudian akan bertambah dengan produksi cairan janin, yaitu air seni janin. Sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkannya kembali dalam bentuk air seni. Jadi ada pola berbentuk lingkaran atau siklus yang berulang.6

Anatomi dan Fisiologi Cairan Ketuban Secara mikroskopis, selaput ketuban merupakan suatu struktur berlapis lapis yang didominasi dengan jaringan penyangga dan jaringan epitel. Jaringanjaringan penyangga terdiri dari substrat matriks ekstraseluler kolagen dan non kolagen, seperti fibronectin, integrin, febrilin, laminin dan proteoglican. Dibawah ini digambarkan struktur selaput ketuban yang membentuk kantong kehamilan, yaitu:

1. Lapisan khorion, merupakan lapisan yang terluar berhubungan langsung dengan jaringan desidua maternal. Berfungsi sebagai kerangka dari selaput. Terdiri 4 lapisan :

2. Lapisan Trophoblas. Lapisan ini melekat dengan lapisan sel desidua maternal, terdiri dari 210 sel tropoblas dan akan mengalami penipisan sesuai dengan usia kehamilan. 3. Lapisan Pseudobasement membrane.Lapisan tipis jaringan retikulin yang berada antara trophoblas dengan lapisan reticular. 4. Lapisan Reticular. Lapisan jaringan retikulin ini merupakan bagian utama dari membrane khorion yang terdiri dari sel-sel fibroblast dan sel Hofbauer yang bertugas dalam proses transport metabolit aktif dan sebagai makrofag. 5. Lapisan Celular. Merupakan lapisan paling dalam dari membran khorion, berbatasan dan melekat langsung dengan lapisan amnion. 6. Lapisan amnion, merupakan lapisan bagian dalam selaput ketuban serta paling elastis dibandingkan Lapisan khorion. Lapisan ini memiliki 5 lapisan: a. Spongy layer. Lapisan yang berbatasan langsung dengan khorion. Merupakan lapisan reticular yang terdiri dari jaringan kolagen dan mucus. Mempunyai kemampuan bergeser dan meregang. Merupakan lapisan

stress absorber yang terdiri kolagen tipe III. Walaupun lapisan amnion lebih tipis dbanding lapisan korion, lapisan tersebut lebih elastis. b. Fibroblast layer. Lapisan ini terdiri dari sel-sel mesenkimal yang berasal dari mesoderm discus embrionik. Didapat banyak makrofag yang sering terlibat dalam proses penipisan selaput ketuban. c. Compact layer. Merupakan bagian yang paling tebal dan mengandung kolagen interstisiial tipe I, kolagen tipe III dan kolagen tipe V. Bersama dengan membran basal merupakan kerangka jaringan ikat yang kokoh.

d. Basement membrane. Merupakan bagian yang terdiri dari jaringan fibroblast kompleks dalam jaringan retikulin. Memisahkan lapisan epithelial dengan jaringan selaput ketuban lainnya. Didapatkan sel Hofbauer. Sangat kaya serabut kolagen tipe III dan IV. e. Epithelial lining. Merupakan lapisan terdalam dari selaput ketuban. Terdiri dari selapis sel kuboid yang tidak bersilia. Permukaan bebas dari sel ini ditutupi oleh mikrovili. Antar sel dihubungkan dengan desmosom. Embriologis berasal dari ektoderm. Pada lapisan ini disekresi kolagen tipe III, IV dan glikoprotein nonkolagen (laminin, nidogen, fibronektin) yang membentuk membran basal4

Embriologi Cairan Ketuban Hari ke 67 setelah fertilisasi, embrio akan nidasi kedalam endometrium. Sel-sel stroma endometrium mengalami perubahan yang disebut Decidual reaction, yang ditandai dengan pembengkakan sel akibat akumulasi glikogen dan lipid kedalam sitoplasmanya. Tujuan perubahan ini guna menyiapkan tempat untuk nidasi dari embrio. Sel yang mengalami perubahan ini disebut Sel desidua. Setelah proses nidasi, bagian sel desidua yang menutupi lapisan atas dari kantong khorionik disebut Lapisan sel desidua kapsularis, sedangkan lapisan yang membatasi antara kantong khorionik dengan dinding endometrium uterus disebut Lapisan sel desidua basalis. Jaringan endometrium yang mengalami desidualisasi selain ditempat nidasi blastokist disebut Lapisan sel desidua parietalis. Dinding khorion yang berbatas dengan Lapisan desidua basalis disebut Khorion frondusum. Sedangkan dinding khorion yang berbatasan dengan Lapisan desidua
6

kapsularis yang nantinya mengalami regresi disebut Khorion laeve. Akibat perkembangan yang progresif pada trimester pertama, kantong khorion akan memenuhi seluruh rongga kavum uteri dan menyebabkan Lapisan sel desidua kapsularis terdorong menjauhi pasokan darah dari dinding endometrium sehingga Lapisan desidua kapsularis mengalami degenarasi menjadi lebih tipis. Berikutnya, Khorion laeve akan kontak langsung dengan Desidua parietalis dan berfusi menjadi satu pada pertengahan trimester kedua membentuk Membran khorion amnion(selaput ketuban). Selaput Ketuban merupakan membran yang avaskuler tetapi secara aktif terlibat dalam pengaturan jumlah cairan ketuban serta memproduksi zat-zat bioaktif berupa peptida vasoaktif, faktor pertumbuhan dan

sitokin5.

Gambar 1. Embriologi lapisan-lapisan placenta


7

Volume Cairan Ketuban Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri. Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan amnion. Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion. Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan

pada janin, seperti atresia esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan polihidramnion Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi, secara umum volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke-8 usia kehamilan dan meningkat menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian akan menurun secara bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33 minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan gestasi dan 1000 1500 ml pada saat aterm. Pada kehamilan postterm jumlah cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang. Brace dan Wolf menganalisa semua pengukuran yang dipublikasikan pada 12 penelitian dengan 705 pengukuran cairan amnion secara individual. Variasi terbesar terdapat pada usia kehamilan 32-33 minggu. Pada saat ini, batas normalnya adalah 400 2100 ml1,2,3,4.

Gambar 2. Grafik yang menunjukkan perubahan volume cairan amnion sesuai dengan penambahan usia gestasi. dikutip dari Gilbert 5

Faktor utama yang mempengaruhi volume air ketuban : 1. Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus 2. Pergerakan air dan larutan didalam dan yang melintasi membran 3. Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta

Volume air ketuban merupakan prediktor kemampuan janin menghadapi persalinan, karena kemungkinan tali pusat terjepit antara bagian bayi dan dinding rahim meningkat tatkala air ketuban sedikit. Hal ini akan menimbulkan gawat janin serta persalinan diakhiri dengan bedah cesar.

Kandungan Cairan Ketuban Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu. Pada awal trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Namun setelah 20 minggu, kornifikasi kulit janin menghambat difusi ini dan cairan amnion terutama terdiri dari urin janin. Urin janin mengandung lebih banyak urea, kreatinin, dan asam urat dibandingkan plasma. Selain itu juga mengandung sel janin yang mengalami deskuamasi, verniks, lanugo dan berbagai sekresi. Karena zat-zat ini bersifat
10

hipotonik, maka seiring bertambahnya usia gestasi, osmolalitas cairan amnion berkurang. Cairan paru memberi kontribusi kecil terhadap volume amnion secara keseluruhan dan cairan yang tersaring melalui plasenta berperan membentuk sisanya. 98% cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein, peptid, karbohidrat, lipid, dan hormon.3,7,8 Terdapat sekitar 38 komponen biokimia dalam cairan amnion, di antaranya adalah protein total, albumin, globulin, alkalin aminotransferase, aspartat aminotransferase, alkalin fosfatase, -transpeptidase, kolinesterase, kreatinin kinase, isoenzim keratin kinase, glukosa, dehidrogenase kolesterol, laktat, dehidrogenase High Density

hidroksibutirat,

amilase,

trigliserida,

Lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), very-low-density lipoprotein (VLDL), apoprotein A1 dan B, lipoprotein, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, sodium, potassium, klorid, kalsium, fosfat, magnesium, bikarbonat, urea, kreatinin, anion gap , urea, dan osmolalitas. 3,7,8 Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan factor pertumbuhan mirip EGF, misalnya transforming growth factor-, terdapat di cairan amnion. Ingesti cairan amnion ke dalam paru dan saluran cerna mungkin meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan inspirasi dan menelan cairan amnion.1-7 Beberapa penanda (tumor marker) juga terdapat di cairan amnion termasuk -fetoprotein (AFP), antigen karsinoembrionik (CEA), feritin, antigen kanker 125 (CA-125), dan 199 (CA-199). 1,2,3,5,7 -fetoprotein (AFP)
11

Merupakan suatu glikoprotein yang disintesa yolk sac janin pada awal kehamilan Konsentrasinya dalam cairan amnion meningkat sampai kehamilan 13 minggu dan kemudian akan berkurang. Jika kadar AFP ini meningkat dan diiringi dengan peningkatan kadar asetil kolin esterase menunjukan adanya kelainan jaringan syaraf seperti neural tube defect atau defek janin lainnya. Jika peningkatan kadar AFP tidak diiringi dengan peningkatan kadar asetilkolinesterase menunjukan adanya kemungkinan etiologi lain atau adanya kontaminasi dari darah janin. 1 Lesitin Sfingomielin

Lesitin ( dipalmitoyl phosphatidycholine) merupakan suatu unsur yang penting dalam formasi dan stabilisasi dari lapisan surfaktan yang mempertahankan alveolar dari kolaps dan respiratori distress, sebelum minggu ke 34 kadar lesitin dan sfingomielin dalam cairan amnion sama konsentrasinya. Setelah minggu ke 34 konsentrasi lesitin terhadap sfingomielin relatif meningkat. Jika konsentrasi lesitin dalam cairan amnion lebih dari dua kali kadar sfingomielin ( L/S Ratio ), menunjukan resiko terjadinya gawat nafas pada janin sangat rendah. Tetapi jika perbandingan kadar lesitin sfingomielin kecil dari dua resiko terjadinya gawat nafas pada janin meningkat. Karena lesitin dan sfingomielin juga ditemukan pada darah dan mekonium, kontaminasi oleh kedua substansi tersebut dapat membiaskan hasil. Selama kehamilan sejumlah agen bioaktif bertumpuk di cairan amnion, kompartemen cairan amnion merupakan

12

suatu tempat penyimpanan yang luar biasa yang khususnya bermanfaat dalam kehamilan dan persalinan. Banyaknya agen bioaktif yang terakumulasi dalam cairan amnion selama kehamilan merupakan suatu hal yang tipikal dari inflamasi jaringan. Suatu hal yang unik dari agen agen bioaktif ini adalah bersifat uterotonik seperti PGE2 , PGF2 , PAF dan endothelin-1, produk-produk ini dapat dilihat pada vagina dan cairan amnion setelah proses persalinan dimulai. Agen-agen inflamasi ini penting peranannya dalam proses dilatasi servik. 1,6,8,9 Sitokin

Makrofag terdapat dalam cairan amnion dalam jumlah yang kecil sebelum proses persalinan, sebenarnya leukosit tidak dapat melakukan penetrasi normal melalui membran janin baik secara in vivo atau in vitro, tetapi dengan adanya inflamasi dari desidua pada partus preterm, leukosit ibu akan diambil menuju cairan amnion, fenomena juga pada partus yang aterm, aktivasi leukosit diakselerasi oleh inflamasi dan memungkinkan melewati membran janin. 1,6,8 Interleukin -1

Interleukin -1 merupakan sitokin primer, yang diproduksi secara cepat sebagai respon dari infeksi dan perubahan imunologi dan Interleukin -1 akan merangsang sitokin lain dan mediator inflamasi lainnya. Interleukin -1 secara normal tidak terdeteksi sebelum proses persalinan, Interleukin -1 baru akan muncul pada cairan amnion pada persalinan yang preterm atau sebagai reaksi dari infeksi pada cairan amnion.

13

Pada kehamilan aterm, seperti prostaglandin, Interleukin -1 diproduksi pada desidua setelah induksi persalinan atau dilatasi servik, yang kemudian akan didistribusikan pada cairan amnion dan vagina. Sitokin lainnya yang terdapat dalam cairan amnion adalah Interleukin -6 atau Interleukin 8. 1,6,8 Prostaglandin

Prostaglandin terutama PGE2 juga PGF2 di dapatkan pada cairan amnion pada semua tahap persalinan . Sebelum proses persalinan dimulai prostanoid dalam cairan amnion dihasilkan dari ekskresi urine janin dan mungkin juga oleh kulit , paru-paru dan tali pusat. Seiring dengan pertumbuhan janin , kadar prostaglandin dalam cairan amnion meningkat secara bertahap. Walaupun demikian tidak ada pertambahan kadar prostaglandin yang dapat dihubungkan atau diinterprestasikan sebagai pertanda pre partus. Faktanya jumlah total kadar prostaglandin dalam cairan amnion pada saat kehamilan cukup bulan sebelum persalinan dimulai sangat kecil (sekitar 1g) , karena waktu paruh prostaglandin dalam cairan amnion sangat lama yaitu 6 12 jam jumlah dari prostaglandin yang memasuki cairan amnion sangat kecil. Hubungan antara peningkatan kadar prostaglandin dalam cairan amnion dan inisiasi dari persalinan menjadi suatu tanda tanya selama lebih 30 tahun terakhir. 1,6,8

Keadaan Normal Cairan Ketuban


14

Pada usia kehamilan cukup bulan volume 1000-1500 cc Keadaan jernih agak keruh Steril Bau khas, agak manis dan manis Terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik dan bahan organic (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, vernix caseosa dan selsel epitel

Cirkulasi sekitar 500 cc/jam10

Fungsi Cairan Ketuban Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embryogenesis, amnion merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua arah antara janin dan cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal. Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki peptid antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu. Cairan amnion adalah 98% air dan elektrolit, protein , peptide, hormon, karbohidrat, dan lipid. Pada beberapa penelitian, komponen-komponen cairan
15

amnion

ditemukan

memiliki

fungsi

sebagai

biomarker

potensial

bagi

abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa tahun belakangan, sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai faktor pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan usia kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki pengembangan medikasi stem cell 1,2,3,4 potensi dalam

Ada beragam fungsi cairan ketuban, antara lain sebagai bantalan atau peredam atau pelindung yang menjaga janin terhadap benturan dari luar. Cairan ketuban juga memungkinkan janin leluasa bergerak sekaligus tumbuh bebas ke segala arah. Selain itu sebagai benteng terhadap kuman dari luar tubuh ibu dan menjaga kestabilan suhu tubuh janin. Cairan ketuban juga merupakan alat bantu diagnosis dokter pada pemeriksaan amniosentesis.
16

Perlu diketahui, air ketuban tidak membuka apalagi mendorong janin keluar. Yang bertugas untuk itu adalah kontraksi rahim (his). Jadi walaupun ketuban sudah pecah atau kadar airnya sedikit , pembukaan mulut rahim dan dorongan bayi untuk lahir tetap akan terjadi selama ada kontraksi. Pada kehamilan normal, cairan amnion memberikan ruang bagi janin untuk tumbuh, bergerak, dan berkembang. Tanpa cairan amnion, uterus akan berkontraksi dan menekan janin. Jika terjadi pengurangan volume cairan amnion pada awal kehamilan, janin akan mengalami berbagai kelainan seperti gangguan perkembangan anggota gerak, cacat dinding perut, dan sindroma Potter , suatu sindrom dengan gambaran wajah berupa kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang. Pada pertengahan usia kehamilan, cairan amnion menjadi sangat penting bagi perkembangan paru janin. Tidak cukupnya cairan amnion pada pertengahan usia kehamilan akan menyebabkan terjadinya hipoplasia paru yang dapat menyebabkan kematian. Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin, cairan ini mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki potensi patogen. .Selama proses persalinan dan kelahiran cairan amnion terus bertindak sebagai medium protektif pada janin untuk memantau dilatasi servik. Selain itu cairan amnion juga berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu. Kematangan dan kesiapan janin untuk lahir

17

dapat diketahui dari hormon urin janin yang diekskresikan ke dalam cairan amnion. Cairan amnion juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat adanya kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin dengan melakukan kultur sel. Jadi cairan amnion memegang peranan yang cukup penting dalam proses kehamilan dan persalinan. 11

Distribusi Cairan Ketuban Urin Janin

Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai kehamilan aterm. Wladimirof dan Campbell mengukur volume produksi urin janin secara 3 dimensi setiap 15 menit sekali, dan melaporkan bahwa produksi urin janin adalah sekitar 230 ml / hari sampai usia kehamilan 36 minggu, yang akan meningkat sampai 655 ml/hari pada kehamilan aterm. Rabinowitz dan kawan-kawan, dengan menggunakan teknik yang sama dengan yang dilakukan Wladimirof dan Campbell, namun dengan cara setiap 2 sampai 5 menit, dan menemukan volume produksi urin janin sebesar 1224 ml/hari. Pada tabel menunjukkan rata-rata volume produksi urin per hari yang didapatkan dari beberapa penelitian. Jadi, produksi urin janin rata-rata adalah sekitar 1000-1200 ml/ hari pada kehamilan aterm.1,2,3,5,7,8 Cairan Paru

18

Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan cairan amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba, didapatkan bahwa paruparu janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut. Meskipun pengukuran secara langsung ke manusia tidak pernah dilakukan, namun data ini memiliki nilai yang representratif bagi manusia. Pada kehamilan normal, janin bernafas dengan gerakan inspirasi dan ekspirasi, atau gerakan masuk dan keluar melalui trakea, paru-paru dan mulut. Jadi jelas bahwa paru-paru janin juga berperan dalam pembentukan cairan amnion. 1,2,3,5,7,8 Gerakan menelan

Pada manusia, janin menelan pada awal usia kehamilan. Pada janin domba, proses menelan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia kehamilan. Sherman dan teman-teman melaporkan bahwa janin domba menelan secara bertahap dengan volume sekitar 100-300 ml/kg/hari. Banyak teknik berbeda yang dicoba untuk mengukur rata-rata volume cairan amnion yang ditelan dengan menggunakan hewan, namun pada manusia, pengukuran yang tepat sangat sulit untuk dilakukan. Pritchard meneliti proses menelan pada janin dengan menginjeksi kromium aktif pada kompartemen amniotik, dan menemukan rata-rata menelan janin adalah 72 sampai 262 ml/kg/hari. 1,2,4,5,7,8 Abramovich menginjeksi emas koloidal pada kompartemen amniotik dan menemukan bahwa volume menelan janin meningkat seiring dengan

bertambahnya usia kehamilan. Penelitian seperti ini tidak dapat lagi dilakukan
19

pada masa sekarang ini karena faktor etik, namun dari penelitian di atas jelas bahwa kemampuan janin menelan tidak menghilangkan seluruh volume cairan amnion dari produksi urin dan paru-paru janin, karena itu, harus ada mekanisme serupa dalam mengurangi volume cairan amnion. 1,2,5,7,8

Gambar 3. Distribusi cairan amnion pada kehamilan. Dikutip dari Gilbert5

Absorpsi Intramembran

Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah ketidaksesuaian antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan konsumsinya oleh proses menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan konsumsi cairan amnion, didapatkan selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu saja ini akan menyebabkan polihidramnion. Namun setelah dilakukan beberapa penelitian, akhirnya terjawab, bahwa sekitar 200-500 ml cairan amnion diabsorpsi melalui intramembran. Gambar menunjukkan distribusi cairan amnion pada fetus. Dengan ditemukan adanya absorbsi intramembran ini, tampak jelas bahwa terdapat keseimbangan yang nyata antara produksi dan konsumsi cairan amnion pada kehamilan normal. 5
20

Pengukuran Cairan Ketuban Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan amnion, dengan teknik single pocket ,dengan memakai Indeks Cairan Amnion (ICA), dan secara subjektif pemeriksa. Pemeriksaan dengan metode single pocket pertama kali diperkenalkan oleh Manning dan Platt pada tahun 1981 sebagai bagian dari pemeriksaan biofisik, dimana 2ccm dianggap sebagai batas minimal dan 8 cm dianggap sebagai polihidramnion. Metode single pocket telah dibandingkan dengan AFI menggunakan amniosintesis sebagai gold standar. Tiga penelitian telah menunjukkan bahwa metode pengukuran cairan ketuban dengan teknik Indeks Cairan Amnion (ICA) memiliki korelasi yang lemah dengan volume amnion sebenarnya (R2 dari 0.55, 0.30 dan 0.24) dan dua dari tiga penelitian ini menunjukkan bahwa teknik single pocket memiliki kemampuan yang lebih baik. Kelebihan cairan amnion seperti polihidramnion, tidak mempengaruhi fetus secara langsung, namun dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Secara garis besar, kekurangan cairan amnion dapat berefek negatif terhadap perkembangan paru-paru dan tungkai janin, dimana keduanya memerlukan cairan amnion untuk berkembang 6,7
21

Gambar 4. Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran. dikutip dari Gilbert5

Bagaimana mengetahui kecukupan jumlah cairan ketuban? Jumlah cairan ketuban dapat dipantau melalui USG, tepatnya menggunakan parameter AFI (Amniotic Fluid Index). Pada dasarnya, cairan ketuban sudah bisa dideteksi begitu seorang ibu terlambat haid dan dengan USG sudah terlihat kantung janinkarena itu berarti sudah terbentuk cairan ketuban. Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, jumlah cairan ketuban sekitar 1000 cc. Cairan ketuban dikatakan kurang bila volumenya lebih sedikit dari 500 cc. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan USG. Istilah medisnya oligohidramnion. Ibu harus curiga jika ada cairan yang keluar secara berlebih atau sedikit tetapi terus menerus melalui vagina. Biasanya berbau agak anyir, warnanya jernih dan tidak kental. Sangat mungkin itu adalah cairan yang keluar atau merembes karena
22

ketuban mengalami perobekan. Tanda lainnya adalah gerak janin menyebabkan perut ibu terasa nyeri12.

Kelainan Cairan Ketuban Hidramnion (polihidramnion) Air ketuban berlebihan, diatas 2000 cc. Dapat mengarahkan kecurigaan adanya kelainan kongenital susunan saraf pusat atau sistem pencernaan, atau gangguan sirkulasi, atau hiperaktifitas sistem urinarius janin. Oligohidramnion Air ketuban sedikit, dibawah 500 cc, umumnya kental, keruh, berwarna kuning kehijauan4

Definisi Oligohidramnion Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah AFI yang kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil cukup bulan) 13.

23

Patofisiologi Oligohidramnion Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit). Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma Potter.

24

Gejala Sindroma Potter berupa : Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang). Tidak terbentuk air kemih Gawat pernafasan14.

Epidemiologi Oligohidramnion Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit. Olygohydramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) juga mengalami olygohydrasmnion, karena jumlah cairan ketuban yang berkurang hampirsetengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu1

Etiologi Oligohidramnion Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan
25

oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-converting enxyme inhibitor (mis captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohydramnion parah dan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap terawasi baik dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan mereka. Fetal : Kromosom Kongenital Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim Kehamilan postterm Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)

Maternal : Dehidrasi Insufisiensi uteroplasental Preeklamsia Diabetes Hypoxia kronis

26

Induksi Obat : Indomethacin and ACE inhibitors Idiopatik2

Faktor Resiko Oligohidramnion Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion yang tinggi : Anomali kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter ). Retardasi pertumbuhan intra uterin. Ketuban pecah dini ( 24-26 minggu ). Sindrom pasca maturitas15

Manifestasi Klini Oligohidramnion Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak. Sering berakhir dengan partus prematurus. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas. Persalinan lebih lama dari biasanya. Sewaktu his akan sakit sekali. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar16.

27

Diagnosis dan Pemeriksaan Oligohidramnion Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para doketer akan mengukur ketinggian cairan dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya. Metode ini dikenal dengan nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika ketinggian amniotic fluid (cairan ketuban) yang di ukur kurang dari 5 cm, calon ibu tersebut didiagnosa mengalami oligohydramnion. Jika jumlah cairan tersebut lebih dari 25 cm, ia di diagnosa mengalami poluhydramnion17

Penatalaksanaan Oligohidramnion Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama kehamilan masih normal dan janin masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap diproduksi, meskipun sudah pecah berhari-hari. Walau sebagian berasal dari kencing janin, air ketuban berbeda dari air seni biasa, baunya sangat khas. Ini yang menjadi petunjuk bagi ibu hamil untuk membedakan apakah yang keluar itu air ketuban atau air seni. Supaya volume cairan ketuban kembali normal, dokter umumnya menganjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan dengan asupan gizi berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara untuk memperbanyak cairan ketuban adalah dengan memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah salah kaprah. Tidak benar bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga mesti dioperasi sesar. Bagaimanapun, melahirkan dengan cara operasi sesar merupakan pilihan terakhir pada kasus kekurangan air ketuban. Meskipun ketuban pecah sebelum waktunya,
28

tetap harus diusahakan persalinan pervaginam dengan cara induksi yang baik dan benar. Studi baru-baru ini menyarankan bahwa para wanita dengan kehamilan normal tetapi mengalami oligohydramnion dimasa-masa terakhir kehamilannya kemungkinan tidak perlu menjalani treatment khusus, dan bayi mereka cenderung lahir denga sehat. Akan tetapi wanita tersebut harus mengalami pemantauan terusmenerus. Dokter mungkin akan merekomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus berkurang. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus berlangsung, dokter mungkin akan merekomendasikan persalinan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan kelahiran. Sekitar 40-50% kasus oligohydramnion berlangsung hingga persalinan tanpa treatment sama sekali. Selain pemeriksaan USG, dokter mungkin akan merekomendasikan tes terhadap kondisi janin, seperti tes rekam kontraksi untuk mengganti kondisi stress tidaknya janin, dengan cara merekam denyut jantung janin. Tes ini dapat memberi informasi penting untuk dokter jika janin dalam rahim mengalami kesulitan. Dalam kasus demikian, dokter cenderung untuk merekomendasikan persalinan lebih awal untuk mencegah timbulnya masalah lebih serius. Janin yang tidak berkembang sempurna dalam rahim ibu yang mengalami oligohydramnion beresiko tinggi untuk mengalami komplikasi selama persalinan, seperti asphyxia (kekurangan oksigen), baik sebelum atau sesudah kelahiran. Ibu dengan kondisi janin seperti ini akan dimonitor ketat bahkan kadang-kadang harus tinggal di rumah sakit.

29

Jika wanita mengalami oligohydramnion di saat-saat hampir bersalin, dokter mungkin akan melakukan tindakan untuk memasukan laruran salin melalui leher rahim kedalam rahim. Cara ini mungkin mengurangi komplikasi selama persalinan dan kelahiran juga menghindari persalinan lewat operasi caesar. Studi menunjukan bahwa pendekatan ini sangat berarti pada saat dilakukan monitor terhadap denyut jantung janin yang menunjukan adanya kesulitan. Beberapa studi juga menganjurkan para wanita dengan oligohydramnion dapatmembantu meningkatkan jumlah cairan ketubannya dengan minum banyak air. Juga banyak dokter menganjurkan untuk mengurangi aktivitas fisik bahkan melakukan bedrest18

Prognosis Oligohidramnion Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas3

Komplikasi Oligohidramnion Kurangnya cairan ketuban tentu aja akan mengganggu kehidupan janin, bahkan dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh dalam kamar sempit yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada kasus extrem dimana suah terbentuk amniotic band (benang atau serat amnion) bukan tidak mustahil terjadi kecacatan karena anggota tubuh janin terjepit atau terpotong oleh amniotic band tersebut.
30

Efek lainnya janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran kemih, pertumbuhannya terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan. Sesaat setelah dilahirkan pun, sangat mungkin bayi beresiko tak segera bernafas secara spontan dan teratur. Bahaya lainnya akan terjadi bila ketuban lalu sobek dan airnya merembes sebelum tiba waktu bersalin. Kondisi ini amat beresiko menyebabkan terjadinya infeksi oleh kuman yang berasal daribawah. Pada kehamilan lewat bulan, kekurangan air ketuban juga sering terjadi karena ukuran tubuh janin semakin besar. Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan ketuban berbeda-beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion dapat terjadi di masa kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan cenderung berakibat serius dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Terlalu sedikitnya cairan ketuban dimasa awal kehamilan dapat menekan organ-organ janin dan menyebabkan kecacatan, seperti kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan. Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga meningkatka resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam kandungan. Jika ologohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini mungkin berhubungan dengan pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir kehamialn, oligohydramnion dapat meningkatkan resiko komplikasi persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari

memutuskan saluran oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin.


31

Wanita yang mengalami oligohydramnion lebih cenderung harus mengalami operasi caesar disaat persalinannya19.

32

BAB 3 RINGKASAN

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit). Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang. Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para doketer akan mengukur ketinggian cairan dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya. Metode ini dikenal dengan nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika ketinggian amniotic fluid (cairan ketuban) yang di ukur kurang dari 5 cm, calon ibu tersebut

33

didiagnosa mengalami oligohydramnion. Jika jumlah cairan tersebut lebih dari 25 cm, ia di diagnosa mengalami poluhydramnion Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama kehamilan masih normal dan janin masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap diproduksi, meskipun sudah pecah berhari-hari. Walau sebagian berasal dari kencing janin, air ketuban berbeda dari air seni biasa, baunya sangat khas. Ini yang menjadi petunjuk bagi ibu hamil untuk membedakan apakah yang keluar itu air ketuban atau air seni. Supaya volume cairan ketuban kembali normal, dokter umumnya menganjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan dengan asupan gizi berimbang. Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya. Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas. Kurangnya cairan ketuban tentu aja akan mengganggu kehidupan janin, bahkan dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh dalam kamar sempit yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada kasus extrem dimana suah terbentuk amniotic band (benang atau serat amnion) bukan tidak mustahil terjadi kecacatan karena anggota tubuh janin terjepit atau terpotong oleh amniotic band tersebut.

34

DAFTAR PUSTAKA

Rustam, mochtar.1998. Sinopsis Obstetri; obstetri fisiologi, obstetri patologi edisi ke 2. Jakarta: EGC. Wikojosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Ke2 Cetakan Ke4. Jakarta: YBB- SP. Wiknjosastro Haanifa, Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta, 2005. Wiknjosastro Hanifa, buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YBP-SP, Jakarta, 2006. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstorm KD. Williams obstetric. 22nd ed. New York. McGraw-Hill Companies, Inc; 2005. Fox H. The placenta , membranes and umbilical cord. In: Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbulls obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002. Laughlin D, Knuppel RA. Maternal-placental-fetal unit;fetal & early neonatal physiology. In: DeCherney AH, Nathan L. Current obstetric & gynecologic diagnosis & treatment. 9th ed. New York: The McGraw-Hill Companies;2003. Chamberlain G, editor. Obstetrics by ten teacher. 16th ed. New York: Oxford University Press;1995. Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics. NeoReviews 2006;7;e292-e299. Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard I, editors. Danforths obstetrics and gynecology. 10th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.

35

Owen P. Fetal assessment in the third trimester: fetal growth and biophysical methods. In: Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbulls obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002;147-9;41-43. Tong XL, Wang L, Gao TB, Qin YG, Xu YP. Potential function of amniotic fluid in fetal development-Novel insight by comparing the composition of human amniotic fluid with umbilical cord and maternal serum at mid and late gestation. J Chin Med Assoc. 2009 Jul; 72(7) 368-73. Neilson JP. Fetal medicine in clinical practice. In: Ketih D, Edmons, editors. Dewhursts textbook of obstetrics and gynaecology for postgraduates. 6th ed. London: Blackwell Publishing; 1999. Barbati A, Renzo GCD. Main clinical analyses on amniotic fluid. Acta Bio Medica Ateneo Parmenese. 2004; 75 Suppl 1: 14-17. Pernoll ML. Benson and Pernolls handbook of obstetrics and gynecology. 10th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2001. Rodeck CH, Cockell AP. Alloimmunisation in pregnancy: rhesus and other red cell antigens. In: Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbulls obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002;256-7. Cudleigh T, Thilaganathan B. Obstetric ultrasound: how , why, and when. 3rd ed. London. Elsevier Science Limited; 2004. Al-Salami KS, Sada KA. Maternal hydration for increasing amniotic fluid volume in hydramnions. Bas J Surg. 2007 Sept; 59-62. Hacker NF, Moore JG, Gambone JC. Essentials of obstetric and gynecology. Edinburgh. Churchill Livingstone; 2004.

36

You might also like