You are on page 1of 14

MAKALAH KADITS II TENTANG TRADISI

D
I S U S U N OLEH NAMA: AHMAD RIZKI NASUTION MARNA AFRITA FAKULTAS: TARBIYAH JURUSAN : PAI 1 SMESTER: 3

DOSEM PEMBIMBING:

BAB I PENDAHULUAN
Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Allah, Rabb yang memberikan hidayah demi hidayah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman. Tradisi meruupakan hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupan kita, untuk itu kita harus menyesuaikan tradisi kita dengan tradisi yang diperbolehkan dalam Islam, dan sesuai dengan Al Quran dan Hadits. Hadits yang dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad saw. Dalam tradisi Islam, hadits diyakini sebagai sumber ajaran agama kedua setelah al-Quran. Disamping itu hadits juga memiliki fungsi sebagai penjelas terhadap ayat-ayt al-Quran sebagaimana dijelaskan dalam QS: an-Nahl ayat 44. Hadits tersebut merupakan teks kedua, sabda-sabda nabi dalam perannya sebagai pembimbing bagi masyarakat yang beriman. Akan tetapi, pengambilan hadits sebagai dasar bukanlah hal yang mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang terdapat dalam hadits itu sendiri. Sehingga dalam berhujjah dengan hadits tidaklah serta merta asal comot suatu hadits sebagai sumber ajaran.

BAB II PEMBAHASAN
A. Dorongan menciptakan tradisi yang baik Dalam hal menciptakan tradisi yang baik, kita harus memperbaiki tradisi tradisi Islam yang telah tercemari oleh tradisi tradisi orang orang zaman dahulu yang telah rusak, yaitu tradisi orang yahudi dan nasrani. Adapun Kerusakan Tradisi Islam yang dicemari oleh tradisi yahudi dan nasrani adalah : A.Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, . . Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam-, Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi? Beliau menjawab, Selain mereka, lantas siapa lagi?

Dari Abu Said Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya. Kami (para sahabat) berkata, Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani? Beliau menjawab, Lantas siapa lagi? An Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini. Ingatlah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniruniru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda, Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.

B.Dalil Hukum Larangan atau Tidak Mengikuti Budaya Orang Barat - Orang Kafir atau Kaum Kuffar

- Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Kalian sungguh-sungguh akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai seandainya mereka masuk ke lubang dhabb [Dhabb adalah hewan melata yang hidup di padang pasir, serupa dengan
biawak.],

niscaya kalian akan masuk pula ke dalamnya. Kami tanyakan: "Wahai

Rasulullah, apakah mereka yang dimaksud itu adalah Yahudi dan Nashrani?" Beliau berkata: "Siapa lagi kalau bukan mereka?" Hadits yang mulia di atas diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya, kitab Ahaditsul Anbiya, bab Ma Dzukira an Bani Israil (no. 3456) dan Kitab AlItisham bil Kitab was Sunnah, bab Qaulin Nabi r "Latattabiunna sanana man kana qablakum" (no. 7320) dan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya, Kitab Al-Ilmi (no. 2669) dan diberi judul bab oleh Al-Imam An-Nawawi dalam kitab syarahnya terhadap Shahih Muslim, bab Ittibau Sananil Yahudi wan Nashara. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda yang senada dengan hadits di atas dalam hadits yang dibawakan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu: "Tidak akan tegak hari kiamat sampai umatku mengambil jalan hidup umat sebelumnya sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. Maka ditanyakan kepada beliau: "Wahai Rasulullah, seperti Persia dan Romawi?" [Persia dengan raja
mereka Kisra, dan Romawi dengan raja mereka Qaishar, merupakan dua bangsa yang terkenal (adi daya) di waktu itu. Dua negeri ini merupakan kerajaan terbesar di muka bumi, paling banyak penduduknya dan paling luas wilayahnya. (Fathul Bari, 13/313)]

Beliau menjawab: "Siapa lagi

dari manusia kalau bukan mereka?" (HR. Al-Bukhari no. 7319)

B.Masyarakat menhikuti tradisi orang dulu


Dari shahabat Abu Malik Al-Asyari -radhiyallahu anhu (semoga Allah meridhainya)-, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Pada umatku, ada empat sifat (perangai) Jahiliyyah yang belum mereka tinggalkan. (Sifat-sifat tersebut adalah): (1) berbangga dengan keturunan, (2) mencela nasab, (3) menyandarkan turunnya hujan kepada bintang-bintang, dan (4) niyahah (meratapi orang yang telah meninggal dunia). Kemudian Rasulullah bersabda: Wanita yang meratapi kematian, jika dia tidak bertaubat sebelum ajal menjemputnya, maka kelak pada hari kiamat, dia akan dikenakan pakaian yang terbuat dari lelehan tembaga dan pakaian dari besi dalam keadaan tubuhnya berkudis dan berbau busuk. (HR. Muslim no. 934 dalam Kitabul Janaiz, Bab Ancaman yang Keras Terhadap Perbuatan Niyahah). Hadits di atas merupakan salah satu dari tanda nubuwwah (kenabian) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, karena beliau mengatakan hal tersebut -empat sifat Jahiliyyah- dalam keadaan beliau masih hidup dan kemudian apa yang beliau katakan terbukti kebenarannya, umat ini terjangkiti empat sifat tercela tersebut sampai sekarang. Sifat (perangai) itu adalah: 1. Berbangga dengan keturunan Yaitu membanggakan keturunan nenek moyangnya. Misalnya adalah dia berbangga bapaknya sebagai jenderal, atau bupati, atau keturunan ningrat (darah biru), atau keturunan orang kaya kemudian dia senang dipuji dengan tingginya kedudukan keturunannya. Contoh lain adalah dia berbangga kalau termasuk keturunan Ahlul Bait, kemudian melakukan perbuatan maksiat-maksiat dengan sangkaan bahwa Allah akan mengampuni perbuatannya karena dia keturunan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Dan sikap seperti ini masih ada dan sering kita mendengar seseorang dengan bangganya mengatakan: saya ahlul bait, jadi berbuat maksiat tidak mengapa. Maka kita katakan padanya: Abu Thalib juga ahlul bait masuk neraka!!, Abu Jahl lebih dekat dari Rasulullah juga masuk neraka. Kalau seseorang tanpa keimanan padanya, pasti masuk neraka walupun dia Ahlul Bait. Bahkan Rasulullah sendiri berkata kepada Fathimah, putrinya sendiri: Wahai Fathimah, jagalah jiwa kamu dari adzab Allah dengan melakukan ketaatan, saya tidak memiliki kekuasaan sedikitpun jika Allah mengadzab kamu. Perhatikanlah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam manusia terbaik dan termulia tidak bisa menjamin anaknya sendiri, Padahal beliau shallallahu alaihi wasallam sudah dipastikan masuk Al-Jannah dan diampuni dosanya. Yang lebih parah dari itu apabila dia mengaku-ngaku ahlul bait padahal tidak jelas keturunannya, sehingga dia melakukan maksiat dengan tenang. 2. Mencela keturunan orang lain Yaitu mencela keturunan orang lain kemudian menghinakannya. Contohnya adalah perkataan: dasar keturunan maling, ya wajar jadi maling!! Perbuatan seperti ini akan menyebabkan perpecahan sehingga dilarang di dalam Islam. 3. Menyandarkan turunnya hujan kepada bintang-bintang Dan ini sudah dibahas pada pertemuan yang lalu bahwa dalam permasalahan ini terdapat dua pembagaian hukum yaitu syirik akbar dan syirik ashgar. Sementara syirik akbar sendiri terbagi menjadi dua, yaitu syirkun fil ibadah dan syirkun fir rububiyyah. Seseorang terjatuh ke dalam syirkun fil ibadah manakala dia meminta dan berdoa kepada bintang: Wahai bintang, turunkanlah hujan! Adapun seseorang yang terjatuh ke dalam syirkun fir rububiyyah manakala dia meyakini bahwa bintang itulah yang menurunkan hujan dan bintang itu juga yang memberikan pengaruh terjadinya hujan.

Adapun dosa syirik dia akan tetap diadzab walaupun syirik ashghar. . Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (termasuk di dalamnya syirik akbar dan syirik ashghar), dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48) 4. Meratapi orang yang telah meninggal Diantara kebudayaan jahiliyah yang lain adalah meratapi mayat. Hal ini diharamkan dalam Islam karena seolah-olah ia menentang keputusan dan ketetapan Allah. Dimasa jahiliyah jika salah seorang dari anggota keluarga mereka meninggal dunia mereka ratapi dengan memukul-mukul muka dan merobek-robek pakaian. Bahkan ada pula yang mengurung diri dirumahnya dan senantiasa berpakaian kumuh sampai akhir hayatnya. Oleh sebab itu datang ancaman bagi orang yang meratapi mayat di akhir hadits tersebut:

(()) .
"Dan Rasulullah r bersabda: "Wanita yang meratapi mayat bila tidak bertobat sebelum meninggal, ia dibangkitkan pada hari kiamat memakai baju dari timah panas dan mantel dari aspal panas". (H.R. Muslim).

Dalam hadits lain disebutkan:

: )) . ((
Dari Abdullah bin Mas'ud t ia berkata: telah bersabda Rasulullah r: "Tidak termasuk golongan kami siapa yang memukul-mukul muka dan merobek-robek baju serta menyeru dengan seruan jahiliyah". (H.R. Bukhari & uslim). Kebiasaan ini masih ditiru oleh sebagian kecil umat ini. Dan yang lebih sesat lagi adalah menjadikan hal tersebut sebagai ibadah yang dapat mendekatkan diri pada Allah. Sebagaimana yang dilakukan oleh orang syi'ah rofidhoh pada setiap tahun pada tanggal sepuluh Muharram di padang karbala. Ini jelas-jelas suatu penentang nyata kepada ajaran Rasulullah . Dari al-Mughirah r.a, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa yang ditangisi diiringi dengan ratapan, maka ia akan disiksa menurut kata-kata yang diucapkan dalam ratapan itu'," (HR Bukhari [1291] dan Muslim [933]). Dari Ummu 'Athiyyah r.a. ia berkata, "Ketika bai'at, Rasulullah saw. meminta kami agar tidak meratapi mayit," (HR Bukhari (1306) dan Muslim (936). Dari Abu Malik al-Asy'ari r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Empat perkara yang terdapat pada ummatku yang termasuk perbuatan Jahiliyyah, yang tidak mereka tinggalkan, (1) Membanggakan kebesaran leluhur. (2) Mencela keturunan. (3) Menisbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang. (4) Meratapi mayit." Lalu beliau bersabda, "Wanita yang meratapi orang mati, apabila tidak bertaubat sebelum meninggal, akan dibangkitkan pada hari Kiamat dan dikenakan kepadanya pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga serta mantel yang bercampur dengan penyakit gatal," (HR Muslim [934]).

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Ketika Ibrahim wafat, Usamah bin Zaid, ia berkata, Ketika Ibrahim, putera Rasulullah berteriak-teriak. Rasulullah saw. berkata, "Perbuatan seperti itu bukan dari petunjukku, berteriak-teriak seperti itu tidak benar. Hati memang bersedih, mata memang berlinang, namun kita tidak boleh mengucapkan perkataan yang membuat marah Rabb Azza wa Jalla," (Hasan, HR Ibnu Hibban [3160] dan al-Hakim [I/382]). Dari Abu Burdah dari ayahnya yang berkata, "Ketika Umar ditikam, maka Shuhaib berteriak, 'Oh saudaraku!' Maka 'Umar berkata, Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya seorang mayit akan diadzab karena tangisan orang yang hidup," (HR Bukhari [1290] dan Muslim [930]). Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, . , Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang memukuli pipi, merobekrobek pakaian, dan berteriak dengan teriakan Jahiliyah (ketika ditimpa musibah). [Hadits shahih. Riwayat Bukhari dalam Fat-hul Baari (III/127-128 no.1294), Muslim (I/70 no. 103), Tirmidzi (no. 1004), An-Nasa'i (IV/19), Ibnul Jarud (hal. 257), dan Al-Baihaqi (IV/63-64) dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu] Perbuatan semacam ini diharamkan oleh syariat karena dapat membangkitkan kesedihan dan menghilangkan kesabaran, juga bertentangan dengan sikap tawakkal (berserah diri) terhadap takdir Allah dan tunduk atas ketetapan-Nya. [Lihat Syarh Shahih Muslim (II/598)]

Dalam sabda beliau yang lain disebutkan:

: )) (( .
Dari Abu Malik Al Asy'ary bahwa Nabi r bersabda: "Ada empat hal di tengah umatku dari perkara jahiliyah, mereka sulit untuk meninggalkannya; berbangga dengan keturunan, mencela keturunan orang lain, minta hujan dengan perantaraan bintangbintang dan meratapi mayat". (H.R. Muslim). Dalam hadits ini jelas dinyatakan beberapa kabudayaan jahiliyah diantaranya; meminta hujan dengan perantara bintang-bintang. Adapun kebudayaan lain yang disebutkan dalam hadits tersebut akan kita jelaskan secara rinci dalam pembahasan berikutnya pada poin ketujuh, kedelapan dan kesembilan. Oleh sebab itu disebutkan dalam hadits Nabi r bahwa siapa yang mempelajari ilmu bintang maka sungguhnya ia mempelajari salah satu cabang dari ilmu sihir.

: " t . ". :
Dari Ibnu 'Abbas t ia berkata: telah bersabda Nabi r : "Barang siapa yang mempelajari ilmu nujum, berarti ia telah mempelajari satu cabang dari sihir, senantiasa bertambah selama ia tetap mempelajarinya". (H.R. Abu Daud & Ibnu Majah, menurut syeikh Al Albany hadits ini hasan). Yang dimaksud ilmu nujum disini adalah ilmu ramal dengan perantara bintangbintang. Karena bintang memiliki kegunaan dalam hal lain yaitu sebagai penunjuk arah ketika nelayan di laut atau ketika musafir di tengah gurun pasir.

Sebagaimana Allah katakan dalam kitab suci Al Qur'an:

[16/} { ]
"Dan (Dia menciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan) dan dengan bintang-bintang mereka peroleh petunjuk (dimalam hari)" . Keharaman ilmu nujum yaitu ilmu ramal, mempercayai bintang sebagai dalil untuk kejadian-kejadian di bumi tidak diragukan. Disebutkan dalam sabda Rasulullah r :

.(( ((.
"Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung (peramal) untuk menanyakan tentang sesuatau, tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari". (H.R. Muslim).

BAB III KESIMPULAN


Dari Abu Said Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya. Kami (para sahabat) berkata, Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani? Beliau menjawab, Lantas siapa lagi? [5] 1. Celaan terhadap semua sifat dan perbuatan jelek yang merupakan perangai

jahiliyyah. 2. Haramnya berbangga dengan keturunan, mencela keturunan orang lain dan

meratapi orang yang telah meninggal dunia. 3. Larangan untuk tasyabbuh dengan orang-orang Jahiliyyah. Karena Rasulullah

shallallahu alaihi wasallam memberitakan tentang empat sifat dan perangai Jahiliyyah dalam hadits ini dalam rangka memperingatkan umatnya supaya tidak terjatuh ke dalamnya. 4. Ada perbuatan / sifat Jahiliyyah yang tidak ditinggalkan seluruhnya oleh manusia

dan umat Muhammad ini.

REFERENSI

Syarah Riyadhush Shalihin (Edisi Terjemah), Syaikh Salim bin Ied al-Hilali, cet. Pustaka Imam asy-Syafii, Bogor Ahkaam al-Janaaiz wa Bidaauha, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Maktabah al-Maarif, Riyadh Al-Wajiz (Edisi Terjemah), Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, cet. Pustaka as-Sunnah, Jakarta Doa dan Wirid, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cet. Pustaka Imam asy-Syafii, Jakarta Ensiklopedi Fiqh Wanita, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, cet. Pustaka Ibnu Katsir, Bogor Ensiklopedi Islam al-Kamil, Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwaijiri, cet. Darus Sunnah, Jakarta Ensiklopedi Larangan Menurut al-Quran dan as-Sunnah, Syaikh Salim bin Ied al-Hilali, cet. Pustaka Imam asy-Syafii, Jakarta Shahiih Fiqhis Sunnah, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, cet. Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo Subulus Salam (Edisi Terjemah), Imam Muhammad bin Ismail al-Amir ashShanani, cet. Darus Sunnah, Jakarta

You might also like