You are on page 1of 21

Manajemen Stress Fasilitator : Dr Arlina Gunarya,MSc PENGANTAR

Hingga saat ini, Anda telah menyelesaikan hampir semua materi Manajemen Diri dalam belajar. Barangkali kita bisa sependapat bahwa dunia kemahasiswaan merupakan kehidupan yang penuh daya tarik dan tantangan, Suatu kehidupan yang perlu dijalani berbeda dari saat kita di Sekolah Lanjutan dimana segala sesuatunya lebih terstruktur dan teratur. Secara umum, dari sudut perkembangan manusia, mahasiswa berada pada usia persiapan karir dan secara mental sedang didera pertanyaan hakiki mengenai identitas diri ~ Siapa saya/? Upaya menjawab pertanyaan ini, banyak dipengaruhi oleh perjumpaan sosial ~ social encounter sehari-hari di pergaulan kampus, baik dalam konteks akademik, maupun nonakademik. Di sisi lain, khusus untuk kondisi UNHAS, mahasiswa datang dari berbagai latar belakang budaya yang amat ber-ragam. Sehingga perjumpaan di kehidupan kampus menjadi lebih marak, dan untuk sebagian mahasiswa sedikit membingungkan, Ada banyak sentuhan, singgungan, bahkan benturan nilai-nilai yang perlu dihadapi; sementara ajakkan untuk berprestasi, berinovasi dan ber-kiprah di banyak kegiatan amat menggoda. Sehingga pengisian waktu menjadi amat krusial, selalu mungkin membawa kita pada keadaan yang mengandung cekaman kepentingan, Pada gilirannya, manakala kita kewalahan terjadilah kondisi cemas yang bisa menjadikan kita stress. Memahami kondisi kehidupan kemahasiswaan sebagaimana diuraikan di atas, maka tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa pada hakikatnya ajakkan hidup kemahasiswaan penuh dinamik, ragam tantangan, indah tetapi juga mengandung cekaman ~ stress. Oleh karena itu, materi manajemen stress dimasukkan kedalam paket BSS, agar mahasiswa dapat mengatasi berbagai cekaman yang dihadapinya, dan dengan demikian dapat menikmati hidup dengan lebih meng-asyikan dan berdaya-guna. Dengan demikian, sasaran yang hendak dicapai setelah peserta pelatihan BSS menyelesaikan materi ini adalah :Peserta dapat memahami hal-hal dasar seputar stress sehingga ia dapat mengenali, mencegah dan menangani stress di dirinya, bahkan pada gilirannya bisa menjadi teman supporting bagi sebayanya yang sedang mengalami stress. Dalam rangka memenuhi sasaran demikian, maka sejumlah pertanyaan muncul, antara lain : Apa sebenarnya yang dimaksud dengan STRESS? Apa pula STRESSOR? Siapa yang mengalami stress? Apa indikasi atau gejalanya? Bagaimana mekanismenya? Apa dampak

yang akan dialami apabila sress tersebut tidak ditangani? Bagaimana menanganinya? Secara khusus bagaimana menangani stress yang selalu ada mengiringi evaluasi/ujian, dst. Modul MD08 Manajemen Sress ini mencoba memberi gambaran awal atas jawaban berbagai pertanyaan tersebut di atas. Dengan demikian sistimatik pembahasan akan mengikuti alur tersebut, mencakup 6 bagian. yakni : (1) Pendahuluan membahas yenyang pengertian Stress dan Stressor, juga menjelaskan siapa yang bisa mengalami stress. (2) bagian kedua membahas mekanisme terjadinya stress. (3) Pada bagian ketiga dibahas indikasi atau gejala stress, sedangkan (4) Pada bagian empat, diulas dampak yang akan dialami apabila sress tersebut tidak ditangani; (5) sekaligus pada bagian ke lima mendiskusi-kan beberapa cara menanganinya, termasuk menangani stress menghadapi ujian, dst. Diharapkan dengan memiliki sedikit pemahaman dasar stress mahasiswa dapat lebih bisa mengakrabi stress, dan tentu saja menanganinya secara sehat, dan pada gilirannya dapat menikmati kehidupan kemahasiswaan dengan lebih membahagiakan PENDAHULUAN Pertama-tama Apa yang dimaksud dengan Stress ? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada 2 pengertian stress: (1) Gangguan atau kekacauan mental dan emosional (2) Tekanan. Secara teknis psikologik, stress didefinisikan sebagai Suatu respons penyesuaian seseorang terhadap situasi yang dipersepsinya menantang atau mengancam kesejahteraan orang bersangkutan. ~ Stress is an adaptive response to a situation that is perceived as challenging or threatening to the persons well-being . Jadi stress merupakan suatu respon fisiologik ataupun perilaku terhadap stressor ~ hal yang dipandang sebagai menyebabkan cekaman, gangguan keseimbangan (homeostasis), baik internal maupun eksternal Dalam pengertian ini, bisa kita perjelas bahwa stress bersifat subjektifm sesuai perspsi orang yang memandangnya. Dengan perkataan lain apa yang mencekam bagi seseorang belum tentu dipersepsi mencekam bagi orang lain. Di sisi lain, stressor adalah Sumber yang dipersepsi seseorang atau sekelompok orang memberi tekanan/cekaman terhadap keseimbangan diri mereka. Ada 3 sumber utama bagi stress, yaitu : 1. Lingkungan ~ lingkungan kehidupan memberi berbagai tuntutan penyesuaian diri seperti antara lain - Cuaca, kebisingan, kepadatan, - Tekanan waktu, standard prestasi, berbagai ancaman terhadap rasa aman dan harga diri

- Tuntutan hubungan antar pribadi, penyesuaian diri dengan teman, pasangan, dengan perubahan keluarga

2. Fisiologik ~ dari tubuh kita - Perubahan kondisi tubuh: masa remaja; haid, hamil, meno/andropause, proses menua, kecelakaan, kurang gizi, kurang tidur >tekanan terhadap tubuh - Reaksi tubuh : reaksi terhadap ancaman & perubahan lingkungan mengakibatkan perubahan pada tubuh kita, menimbulkan stress. 3. Pikiran kita ~ pemaknaan diri dan lingkungan Pikiran menginterpretasi dan menerjemahkan pengalaman perubahan dan menentukan kapan menekan tombol panik. Bagaimana kita memberi makna/label pada pengalaman dan antisipasi ke depan, bisa membuat kita relax atau stress. Menurut Selye (1984) , stress bisa dibedakan atas dasar sifat stressornya, apakah peristiwa negative, disebut distress; tetapi bisa juga stress diakibatkan peristiwa positif, misalnya tiba-tiba mendengar mendapat undian, atau hadiah besar yang tak terduga, dalam hal ini stressnya disebut Eustress

Lebih lanjut, sumber stressor tersebut bisa dibedakan dalam 3 bagian berdasarkan peluang penanganannya, yakni : Pertama, Stressor yang penanganannya hanya membutuhkan sedikit upaya seperti misalnya kebiasaan belajar; waktu bangun pagi, diet, dst dimana upaya menanganinya dengan cara memgubah kebiasaan, membiasakan kebiasaan baru, maka dalam waktu satu-dua minggu dapat berubah. Kedua, Stressor yang untuk menanganinya membutuhkan upaya yang lebih sungguh-sungguh, seperti contohnya soal kepercayaan diri, persoalan hubungan,dst, dimana diperlukan bantuan teknikal untuk menanganinya, seperti percakapan kalbu, skill komunikasi, manajemen konflik, dst. Ketiga, stressor yang memang tidak dapat ditangani sepeti kematian orang yang dikasihi. Maka penanganannya, perlu belajar berdamai dengan diri menerima kenyataan tersebut, lalu diatasi dengan relaksasi, dan upaya spiritual. Melihat kemungkinan sumber stressor di atas , maka setiap orang potensial untuk mengalami stress. Namun demikian, ada kelompok orang yang lebih mudah terkena stress (type kepribadian A), ada juga kelompok lain yang lebih memiliki ketahanan terhadap stress (type kepribadian B) Selanjutnya, di kalangan mahasiswa yang banyak menjadi sumber stressor antara lain sebagai berikut: Tuntutan untuk sukses; persoalan finansial, persoalan relasi~hubungan, persoalan penggunaan waktu dan pergeseran nilai-nilai.

Lebih jauh bisa kita simpulkan bahwa setiap orang bisa mengalami stress, sesekali stress dalam kehidupan merupakan bumbu hidup dinamis, akan tetapi apabila terjadi stress yang sering dengan fluktuasi yang besar, maka sudah perlu mendapat perhatian khusus, artinya sudah perlu lebih serius menanganinya.

Stres adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.[1] Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat. (ref:edy64). Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil.[2] Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka. [2]. Stres bisa positif dan bisa negatif.[2] Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungankerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan.[3] Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan.[3]

Daftar isi

1 Sumber-sumber potensi stres o 1.1 Faktor lingkungan o 1.2 Faktor organisasi o 1.3 Faktor pribadi 2 Akibat Stres 3 Referensi 4 Pranala Luar

[sunting] Sumber-sumber potensi stres


[sunting] Faktor lingkungan Selain memengaruhi desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi tingkat stres para karyawan dan organisasi.[2] Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika ekonomi memburuk orang merasa cemas terhadap kelangsungan pekerjaannya.[2] [sunting] Faktor organisasi Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres. [4] Tekanan untuk menghindari kesalahaan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang mepet, beban kerja yang berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang tidak menyenangkan adalah beberapa di antaranya.[2] Hal ini dapat mengelompokkan faktor-faktor ini menjadi tuntutan tugas, peran, dan antarpribadi.[4]

Tuntutan tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang.[4] Tuntutan tersebut meliputi desain pekerjaan individual, kondisi kerja, dan tata letak fisik pekerjaan.[4] Sebagai contoh, bekerja di ruangan yang terlalu sesak atau di lokasi yang selalu terganggu oleh suara bising dapat meningkatkan kecemasan dan stres. [5] Dengan semakin pentingnya layanan pelanggan, pekerjaan yang menuntut faktor emosional bisa menjadi sumber stres.[5] Tuntutan peran berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya dalamorganisasi.[4] Konflik peran menciptakan ekspektasi yang mungkin sulit untuk diselesaikan atau dipenuhi.[4] Tuntutan antarpribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan.[4] Tidak adanya dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat meyebabkan stres, terutama di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.[4] [sunting] Faktor pribadi Faktor-faktor pribadi terdiri dari masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang.[2] Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi. berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan, dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak adalah beberapa contoh masalah hubungan yang menciptakan stres.[6] Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja karyawan.[2] Studi terhadap tiga organisasi yang berbeda menunjukkan bahwa gejala-gejala stres yang dilaporkan sebelum memulai pekerjaan sebagian besar merupakan varians dari berbagai gejala stres yang dilaporkan sembilan bulan kemudian.[7] Hal ini membawa para peneliti pada kesimpulan bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan kecenderungan inheren untuk mengaksentuasi aspek-aspek negatif dunia secara umum.[7] Jika kesimpulan ini benar, faktor individual yang secara signifikan memengaruhi stres adalah sifat dasar seseorang.[7] Artinya, gejala stres yang diekspresikan pada pekerjaan bisa jadi sebenarnya berasal dari kepribadian orang itu.[7]

[sunting] Akibat Stres

Merokok berkaitan dengan gejala stres Stres menampakkan diri dengan berbagai cara. Sebagai contoh, seorang individu yang sedang stres berat mungkin mengalami tekanan darah tinggi, seriawan, jadi mudah jengkel, sulit membuat keputusan yang bersifat

rutin, kehilangan selera makan, rentan terhadap kecelakaan, dan sebagainya.[8] Akibat stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum: gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku.[8] Pengaruh gejala stres biasanya berupa gejala fisiologis.[8] Terdapat riset yang menyimpulkan bahwa stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan memicuserangan jantung.[8] Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dpat menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan. [9] Ketidakpuasan adalah efekpsikologis sederhana tetapi paling nyata dari stres.[9] Namun stres juga muncul dalam beberapa kondisi psikologis lain, misalnya, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda-nunda pekerjaan.[9] Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran, dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur.[10] Ada banyak riset yang menyelidiki hubungan stres-kinerja.[10] Pola yang paling banyak dipelajari dalam literatur stres-kinerja adalah hubungan U-terbalik. [10] Logika yang mendasarinya adalah bahwa tingkat stres rendah sampai menengah merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuannya untuk bereaksi.[10] Pola U-terbalik ini menggambarkan reaksi terhadap stres dari waktu ke waktu dan terhadap perubahan dalam intensitas stres.
Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni "prestasi" dan "belajar", mempunyai arti yang berbeda. Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian prestasi belajar, peneliti menjabarkan makna dari kedua kata tersebut. Prestasi adalah suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual atau kelompok. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan,

dikerjakan dan sebagainya)."* Sedangkan Saiful Bahri Djamarah dalam bukunya Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru,yang mengutip dari Mas'ud Hasan Abdul Qahar, bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Dalam buku yang sama Nasrun Harahap, berpendapat bahwa prestasi adalah "penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada

siswa."!

$"* Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1999), Cet. Ke-10, h. 787 $"! Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Gur Nasional, 1994), Cet. Ke-1, h. 20-21 u, (Surabaya : Usaha

20

Dari pengertian di atas bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan seseorang atau kelompok yang telah dikerjakan, diciptakan dan menyenagkan hati yang diperoleh dengan jalan bekerja. Selanjutnya pengertian belajar, untuk memahami pengertian tentang belajar berikut dikemukakan beberapa pengertian belajar diantaranya : Menurut Slameto, dalam bukunya Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya bahwa belajar ialah "Suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. "" Muhibbinsyah, menambahkan dalam bukunya Psikologi Belajar, bahwa belajar adalah "tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatife menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif"."# Begitu juga menurut James O. Whitaker yang dikutip oleh Wasty Soemanto, dalam bukunya Psikologi Pendidikan, memberikan definisi bahwa belajar adalah "proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman"."% Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan rutin pada seseorang sehingga akan
""

$ Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya , (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke-4, h. 2 $ Muhibbinsyah, Loc. Cit $"% Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), Cet. Ke-3, h. 98-99
"#

21

mengalami perubahan secara individu baik pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang dihasilkan dari proses latihan dan pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Adapun Bahasa pengertian prestasi adalah belajar dalam Kamus Besar atau

Indonesia

"penguasaan

pengetahuan

keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru."& Dalam hal ini prestasi belajar merupakan suatu kemajuan dalam perkembangan siswa setelah ia mengikuti kegiatan belajar dalam waktu tertentu. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku individu terbentuk dan berkembang melalui proses belajar. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa selama berlangsungnya proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu, umumnya prestasi belajar dalam sekolah berbentuk pemberian nilai (angka) dari guru kepada siswa sebagai indikasi sejauhmana siswa telah menguasai materi pelajaran yang disampaikannya, biasanya prestasi belajar ini dinyatakan dengan angka, huruf, atau kalimat dan terdapat dalam periode tertentu. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Aktivitas belajar siswa tidak selamanya berlangsung wajar, kadangkadang lancar dan kadang-kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa
"&

$ Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., h. 787

22

yang dipelajari, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami. Dalam hal semangat pun kadang-kadang tinggi dan kadang-kadang sulit untuk bisa berkosentrasi dalam belajar. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap siswa dalam kehidupannya sehari-hari di dalam aktivitas belajar mengajar. Setiap siswa memang tidak ada yang sama, perbedaan individual inilah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan siswa, sehingga menyebabkan perbedaan dalam prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan hasil dari suatu proses yang di dalamnya terdapat sejumlah faktor yang saling mempengaruhi, tinggi rendahnya prestasi belajar siswa tergantung pada faktor-faktor tersebut. M. Alisuf Sabri dan Muhibbinsyah, mengenai belajar ada berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa di sekolah, secara garis besarnya dapat dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu : a. Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), meliputi keadaan kondisi jasmani (fisiologis), dan kondisi rohani (psikologis) b. Faktor Eksternal (faktor dari luar diri siswa), terdiri dari faktor

lingkungan, baik social dan non social dan faktor instrumental."' Sedangkan menurut Muhibbinsyah, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

"'

$ M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Op. Cit., h. 59 H.

23

1. Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani atau rohani siswa 2. Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar siswa 3. Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran."( Adapun yang tergolong faktor internal adalah : a. Faktor Fisiologis Keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan dan memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi keadaan fisik yang kurang baik akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan belajarnya. b. Faktor Psikologis Yang termasuk dalam faktor psikologis adalah intelegensi, perhatian, minat, motivasi dan bakat yang ada dalam diri siswa. 1. Intelegensi, faktor ini berkaitan dengan Intellegency Question seseorang 2. Perhatian, perhatian yang terarah dengan baik akan menghasilkan pemahaman dan kemampuan yang mantap. 3. Minat, Kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
"(

(IQ)

$ Muhibbinsyah, Loc. Cit

24

4. Motivasi, merupakan keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. 5. Bakat, kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yag akan datang. Adapun yang termasuk golongan faktor eksternal adalah : a. Faktor Sosial, yang terdiri dari : 1. Lingkungan keluarga 2. Lingkungan sekolah 3. Lingkungan masyarakat b. Faktor Non Sosial Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non social adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, alatalat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. c. Faktor Pendekatan Belajar Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.") Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa di sekolahnya sifatnya relative, artinya dapat berubah setiap saat. Hal ini terjadi karena prestasi belajar siswa sangat berhubungan dengan faktor yang
")

$ Muhibin Syah, Ibid., h. 139

25

mempengaruhinya, faktor-faktor tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Kelemahan salah satu faktor, akan dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar. Dengan demikian, tinggi rendahnya prestasi belajar yang dicapai siswa di sekolah didukung oleh faktor internaldan eksternal seperti tersebut di atas.

Definisi Stres, Keterkaitan Antara Stres Dengan Lingkungan Dan Pengaruh Stres Terhadap Perilaku Individu Dalam Lingkungan.. STRES
A. Definisi Stres
Istilah stres ditemukan oleh Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain istilah stres dapat digunaan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang disulut oleh berbagai faktor psikoogis atau faktor fisik atau kombinasi kedua faktor tersebut. Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan kerena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Sedangkan menurut Korchin (1976) keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Stres tidak hanya kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan fisik atau psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antara ketiganya (Prawitasari, 1989). Karena banyaknya definisi mengenai stres, maka Sarafino (1994) mencoba mengkonseptualisasikan ke dalam tiga pendekatan, yaitu : 1. Stimulus Keadaan atau situasi dan peristiwa yang dirasakan mengancam atau membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai stressor. Beberapa ahli yang menganut pendekatan ini mengkategorikan stresor menjadi tiga : a. Peristiwa katastropik, misalnya angin tornado atau gempa bumi. b. Peristiwa hidup yang penting, misalnya kehilangan pekerjaan atau orang yang dicintai. c. Keadaan kronis, misalnya hidup dalam kondisi sesak atau bising. 2. Respon Respon adalah reaksi sesorang terhadap stresor. Untuk itu dapat diketahui dari dua komponen yang saling berhubungan, yaitu komponen psikologis dan komponen fisiologis. a. Komponen psikologis, seperti perilaku, pola pikir dan emosi

b. Komponen fisiologis, seperti detak jantung, mulut yang mongering (sariawan), keringat dan sakit perut. Kedua respon tersebut disebut dengan strain atau ketegangan. 3. Proses Stres sebagai suatu proses terdiri dari stesor dan strain ditambah dengan satu dimensi penting yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian diri yang kontinyu, yang disebut juga dengan istilah transaksi antar manusia dengan lingkungan, yang didalamnya termasuk perasaan yang dialami dan bagaimana orang lain merasakannya.

B. Jenis Stres.
Holahan (1981) menyebutkan jenis stres yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitusystemic stress dan psychological stress. 1) Systemic Stress Systemic stress didefinisikan oleh Selye (dalam Holahan, 1981) sebagai respon non spesifik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan lingkungan. Ia menyebut kondisi-kondisi pada lingkungan yang menghasilkan stres, misalnya racun kimia atau temperatur ekstrim, sebagai stressor. Selye mengidentifikasikan tiga tahap dalam resspon sistemik tubuh terhadap kondisikondisi penuh stress, yang diistilahkan General Adaptation Syndrome (GAS). Tahap pertama adalah alarm reaction dari system syaraf otonom, termasuk didalamnya peningkatan sekresi adrenalin, detak jantung, tekanan darah dan otot menegang. Tahap ini bsa diartikan sebagai pertahanan tubuh. Selanjutnya tahap ini diikuti oleh tahap resistance atau adaptasi, yang didalam nya termasuk berbagai macam respon coping secara fisik. Tahap ketiga, exhaustion atau kelelahan, akan terjadi apabila stressor datang secara intens dan dalam jangka waktu yang cukup lama, jika usaha-usaha perlawanan gagal untuk menyelesaikan secara adekuat. 2) Psychological Stress Psychological stress terjadi ketiksa individu menjumpai kondisi lingkungan yang penuh stress sebagai ancaman yang secara kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya (Lazarus dalam Holahan, 1981). Sebuah situasi dapat terlihat sebagai suatu ancaman dan berbahaya secara potensial apabila melibatkan hal yang memalukan, kehilangan harga diri, kehilangan pendapatan dan seterusnya (dalam Heimstra & McFarling, 1978). Hasil penelitian dari Levy dkk. (1984) ditemukan bahwa stress dapat timbul dari kondisikondisi yang bermacam-macam, seperti ditempat kerja, di lingkungan fisik dan kondisi sosial. Stress yang timbul dari kondisi sosial bisa dari lingkungan rumah, sekolah atau tempat kerja.

C. Sumber Stres (Stressor).


Lazarus dan Cohen (dalam Evans, 1982) mengemukakan bahwa terdapat tiga kelompok sumber stress, yaitu : 1. Fenomena catalismic, yaitu hal-hal atau kejadian-kejadian yang tiba-tiba, khas, dan kejadian yang menyangkut banyak orang seperti bencana alam, perang, banjir, dan sebagainya. 2. Kejadian-kejadian yang memerlukan penyesuaian atau coping seperti pada fenomena catalismic meskipun berhubungan dengan orang yang lebih sedikit seperti respon seseorang terhadap penyakit atau kematian. 3. Daily hassles, yaitu masalah yang sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut ketidakpuasan kerja atau masalah-masalah lingkungan seperti kesesakan atau kebisingan karena polusi.

KETERKAITAN ANTARA STRES DENGAN LINGKUNGAN. (STRESS LINGKUNGAN)


Dalam mengulas dampak lingkungan binaan terutama bangunan terhadap stres psikologis, Zimring (dalam Prawitasari, 1989) mengajukan dua pengandaian. Yang pertama, stress dihasilkan oleh proses dinamik ketika orang berusaha memperoleh kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan dan tujuan dengan apa yang disajikan oleh lingkungan. Proses ini dinamik karena kebutuhan-kebutuhan individual sangat bervariasi sepanjang waktu dan berbagai macam untuk masing-masing individu. Cara penyesuaian atau pengatasan masing-masing individu terhadap lingkungannya juga berbagai macam. Pengandaian kedua adalah bahwa variable transmisi harus diperhitungkan bila mengkaji stress psikologis yang disebabkan oleh lingkungan binaan. Misalnya perkantoran, status, anggapan tentang kontrol, pengaturan ruangan dan kualitas lain dapat menjadi variable transmisi yang berpengaruh pada pandangan individu terhadap situasi yang dapat dipakai untuk menentukan apakah situasi tersebut menimbulkan stress atau tidak. Bangunan yang tidak memperhatikan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial akan merupakan sumber stress bagi penghuninya. Apabila perumahan tidak memperhatikan kenyamanan penghuni, misalnya pengaturan udara yang tidak memadai, maka penghuni tidak dapat beristirahat dan tidur dengan nyaman. Akibatnya penghuni sering kali lelah dan tidak dapat bekerja secara efektif dan ini akan mempengaruhi kesejahteraan fisik maupun mentalnya. Demikian pula apabila perumahan tidak memperhatikan kebutuhan rasa aman warga, maka hal ini akan berpengaruh negatif pula. Penghuni selalu waspada dan akan mengalami kelelahan fisik maupun mental. Hubungan antar manusia sangat penting, untuk itu perumahan juga sebaiknya memperhatikan kebutuhan tersebut. Pembangunan perumahan yang tidak menyediakan tempat umum dimana para warga dapat berinteraksi satu sama lain akan membuat mereka sulit berhubungan satu sama lain. Atau perumahan yang tidak memperhatikan ruang pribadi masing-masing anggotanya akan dapat merupakan sumber stress bagi penghuninya (Zimring dalam Prawitasari, 1989). Fontana (1989) menyebutkan bahwa stress lingkungan berasal dari sumber yang berbeda-beda seperti tetangga yang rebut, jalan menuju bangunan tempat kerja yang mengancam nilai atau kenikmatan salah satu milik/kekayaan, dan kecemasan financial atas ketidakmampuan membayar pengeluaran-pengeluaran rumah tangga. Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada di dalamnya (Holahan, 1982). Stressor lingkungan, menurut stokols (dalam Brigham, 1991), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negatif pada perilaku masyarakat.

PENGARUH STRES TERHADAP PERILAKU INDIVIDU DALAM LINGKUNGAN


Stres bisa mempengaruhi perilaku individu dalam lingkungan. Stokols (dalam Brigham, 1991) menyatakan bahwa apabila kepadatan tidak dapat diatasi, maka akan menyebabkan stress pada individu. Stress yang dialami individu dapat memberikan dampak yang berbeda tergantung pada kemampuan individu dalam menghadapi stress. Individu yang mengalami stress umumnya tidak mampu melakukan interaksi sosial dengan baik, sehingga dapat menurunkan perilaku untuk membantu orang lain (intensi prososial). Penelitian-penelitian tentang hubungan kepadatan dan perilaku prososial di daerah perkotaan dan pedesaan telah banyak dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Milgram (1970) ditemukan bahwa orang yang tinggal di kota sedikit dalam memberikan bantuan dan informasi bagi orang yang tidak dikenal dari pada orang yang tinggal di

daerah pedesaan. Begitu pula dalam mengizinkan untuk menggunakan telepon bagi orang lain yang memerlukan (Fisher, 1984). Adapun proses tersebut dapat menunjukkan bahwa kepadatan mempunyai hubungan terhadap perilaku prososial seseorang. Hal ini dapat dijelakan oleh teori stimulus overload dari Milgram (dalam Wrightsman & Deaux, 1984). Dalam teori ini menjelaskan bahwa kondisi kota yang padat yang dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor seperti perbedaan individu, situasi dan kondisi sosial kota mengakibatkan individu mengalami stimulus overload (stimulus yang berlebihan), sehingga individu harus melakukan adaptasi dengan cara memilih stimulus-stimulus yang akan diterima, memberi sedikit perhatian terhadap stimulus yang masuk. Hal ini dilakukan dengan menarik diri atau mengurangi kontak dengan orang lain, yang akhirnya dapat mempengaruhi perilaku menolong pada individu. Adapun contoh lain perilaku individu yang mengalami stres, yaitu : Individu menjadi lebih sensitif dan mudah marah Individu tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas dan lebih sering Individu lebih suka menyendiri Individu menarik diri dari lingkungan Individu sering menunda ataupun menghindari pekerjaan/tugas Individu mengkonsumsi narkoba atau minuman keras.

terlihat diam dan murung.

http://devianggraeni90.wordpress.com/2011/05/10/definisi-stres-keterkaitanantara-stres-dengan-lingkungan-dan-pengaruh-stres-terhadap-perilaku-individudalam-lingkungan/

http://id.wikipedia.org/wiki/Stres

Stres, Kaitan Stres dengan Psikologi Lingkungan, dan Pengaruh Stres terhadap Perilaku Individu

Definisi Stres Istilah stres dikemukakan oleh Hans Selye yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain, istilah stres dapat digunakan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang disulut oleh berbagai faktor psikologis atau faktor psikologis atau faktor fisik atau kombinasi kedua faktor tersebut. Stres adalah beban mental yang oleh individu bersangkutan akan dikurangi atau dihilangkan (dalam Sarwono, 1992). Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Menurut Korchin (1976) keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak megancam kesejahteraan atau intergritas seseorang. Stres tidak saja kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan fisik atau

psikologis seseorang maupun reaksi terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antar ketiganya (Prawitasari, 1989; dalam Prabowo, 1998). Fincham & Rhodes (1988) menyimpulkan stres merupakan gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik, hasil dari tidak atau kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif. Namun pada umunya kita merasakan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang negatif, suatu kondisi yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik ataupun mental, atau mengarah ke perilaku yang tak wajar. Selye membedakan antara distress yang destruktif (stres yang negatif), dan eustress, yang merupakan kekuatan yang merupakan kekuatan yang positif (stres yang positif). Kaitan Stres dengan Psikologi Lingkungan Ketika tidak mengalami stres, individu umumnya menggunakan banyak waktunya untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam keadaan seperti itu, ada waktu-waktu tertentu dimana kita sebenarnya justru mengalami stres. Bahkan suatu stres terkadang tidak terkait dengan masalah ketidakseimbangan (disekuilibrium). Ada waktu-waktu tertentu, dimana lingkungan menyajikan tantangan yang terlalu besar atau individu dapat menghilangkannya dengan kemampuan coping behavior. Di lain pihak, individu juga dapat mengalami keduanya. Pada kondisi inilah terjadi disekuilibrium yang bergantung dari proses-proses fisik, psikologis, dan fisiologis. Hal lain yang belum dibahas adalah elemen-elemen lingkungan yang dapat mempengaruhi proses terjadinya disekuilibrium maupun ekuilibrium dalam kaitan manusia dengan lingkungannya. Dalam hal ini stres bisa terjadi ketika individu menjumpai kondisi lingkungan yang penuh stres sebagai ancaman yang secara kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya. Sebuah situasi dapat terlihat sebagai suatu ancaman dan berbahaya secara potensial apabila melibatkan hal yang memalukan, kehilangan harga diri, kehilangan pendapatan, dan seterusnya (Heimstra & McFarling, 1978). Kita dapat merasakan suara di bawah kondisi tertentu dapat dipersepsi sebagai kebisingan dan bagaimana persepsi ini mempengaruhi respon psikologis dan fisiologis terhadap sumber kebisingan. Sama halnya ketika kita menghadapi elemen-elemen lingkungan lainnya seperti kondisi atmosfir, kepadatan penduduk, rancangan arsitektur, dan produk teknologi. Dalam konteks lingkungan binaan, maka stres dapat muncul jika lingkungan fisik dan rancangan secara langsung atau tidak langsung menghambat tujuan penghuni, dan jika rancangan lingkungannya membatasi strategi untuk mengatasi hambatan tersebut, maka hal itu merupakan sumber stres. Dalam mengulas dampak lingkungan binaan terutama bangunan terhadap stres psikologis, Zimring (1989) mengajukan dua pengandaian. Yang pertama, stres dihasilkan oleh proses dinamik ketika orang berusaha memperoleh kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan dan tujuan dengan apa yang disajikan oleh lingkungan. Proses ini dinamik karena kebutuhan-kebutuhan individual sangan bervariasi sepanjang waktu dan berbagai macam untuk masing-masing individu. Cara penyesuaian atau pengatasan masing-masing individu terhadap lingkungannya juga berbagai macam. Pengandaian yang kedua adalah bahwa variabel transmisi harus diperhitungkan bila mengkaji stres psikologis yang disebabkan oleh lingkungan binaan. Misalnya perkantoran, status, anggapan

tentang kontrol, pengaturan ruang dan kualitas lain dapat menjadi variabel transmisi yang berpengaruh pada pandangan individu terhadap situasi yang dapat dipakai untuk menentukan apakah situasi tersebut menimbulkan stres atau tidak. Hasil penelitian dari Levy dkk. (1984) ditemukan bahwa stres dapat timbul dari kondisi-kondisi yang bermacam-macam, seperti di tempat kerja, di lingkungan fisik, dan kondisi sosial. Stres yang timbul dari kondisi sosial bisa dari lingkungan rumah, sekolah, ataupun tempat kerja. Singkatnya, terdapat banyak aspek lingkungan yang dapat menciptakan stres. Pengaruh Stres terhadap Perilaku Individu Menurut Veitch & Arkkelin (1995) stres dicirikan sebagai proses yang membuka pikiran kita, sehingga kita akan bertemu dengan stresor, menjadi sadar akan bahaya, memobilisasi usaha kita untuk mengatasinya, mendorong untuk melawannya, serta yang membuat kita berhasil atau gagal dalam beradaptasi. Ketika suatu stresor kita evaluasi, kita seleksi strategi-strategi untuk mengatasinya, kita lakukan pergerakan-pergerakan tubuh secara fisiologis dan psikologis untuk melawan stresor, dan lalu mengatasinya dengan suatu tindakan. Jika coping behavior (perilaku penyesuaian diri) ini berhasil, maka adaptasi akan meningkat dan pengaruh stres akan menghilang. Sementara jika coping behavior gagal, individu merasa tidak berdaya atau tidak tahu lagi harus berbuat apa dalam menghadapi stres, maka stres akan menerus, pembangkitan fisik dan fisiologis tidak dapat dihindari sehingga penyakit fisik akan menyerang, bahkan akan timbul reaksi panik berkepanjangan yang bisa menjurus pada timbulnya gejala psikoneurosis (gangguan jiwa). Stresor lingkungan, menurut Stokols (Brigham, 1991; dalam Prabowo 1998), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stres, penyakit, atau akibat-akibat negatif pada perilaku masyarakat. Stokols mengatakan bahwa apabila kesesakan tidak dapat diatasi, maka akan menyebabkan stres pada individu. Stres yang dialami individu dapat memberikan dampak yang berbeda tergantung pada kemampuan individu dalam menghadapi stres. Individu yang mengalami stres umumnya tidak mampu melakukan interaksi sosial dengan baik, sehingga dapat menurunkan perilaku untuk membantu orang lain. Namun, bagaimana hal tersebut bisa terjadi ?. Selye mengamati serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan, ia mengidentifikasi tiga tahap dalam respon sistemik tubuh terhadap kondisi-kondisi penuh stres, yang diistilahkan General Adaptation Syndrome (GAS). Tahap pertama adalah alarm reaction dari sistem saraf otonom, termasuk di dalamnya peningkatan sekresi adrenalin, detak jantung, tekanan darah, dan otot menegang. Organisme berorientasi terhadap tuntutan yang diberikan oleh lingkungannya dan mulai menghayatinya sebagai ancaman. Tahap ini bisa diartikan sebagai pertahanan tubuh dan tidak dapat bertahan lama. Selanjutnya tahap ini diikuti oleh tahap resistance atau adaptasi, yang di dalamnya termasuk berbagai macam respon coping secara fisik. Organisme memobilisasi sumber-sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan. Jika tuntutan berlangsung terlalu lama, maka sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis dan organisme mencapai tahap akhir, yaitu tahap exhaustion atau kelelahan, akan terjadi kemudian apabila stresor datang secara intens dan dalam jangka waktu yang cukup lama, dan jika usaha-usaha

perlawanan gagal untuk menyelesaikan secara adekuat, sehingga akhirnya mempengaruhi perilaku individu dalam lingkungan. Jika diterapkan pada orang, maka sindrom adaptasi umum dari Selye dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut: Jika seseorang untuk pertama kali mengalami situasi penuh stres, maka mekanisme pertahanan dalam badan diaktifkan: kelanjar-kelenjar mengeluarkan atau melepaskan adrenalin, cortisone dan hormon-hormon lain dalam jumlah yang besar, perubahan-perubahan yang terkoordinasi berlangsung dalam sistem saraf pusat (tahap alarm). Jika exposure (paparan) terhadap pembangkit stres bersinambung dan badan mampu menyesuaikan, maka terjadi perlawanan terhadap sakit. Reaksi badaniah yang khas terjadi untuk menahan akibat-akibat dari pembangkit stres (tahap resistance). Tetapi jika paparan terhadap stres berlanjut, maka mekanisme pertahanan badan secara perlahan-lahan menurun sampai menjadi tidak sesuai, dan satu dari organ-organ gagal untuk berfungsi sepatutnya. Proses pemunduran ini dapat mengarah ke penyakit dan hampir semua bagian dari badan (tahap exhaustion). Menurut Iskandar (1990), proses terjadinya stres juga melibatkan komponen kognitif, sebagaimana diperjelas dalam gambar dibawah ini: Stres yang diakibatkan oleh kepadatan dalam ruang dengan penilaian kognitif akan mengakibatkan denyut jantung bertambah tinggi dan tekanan darah menaik, sebagai reaksi stimulus yang tidak diinginkan. Dengan kondisi tersebut, maka seseorang yang berusaha mengatasi situasi stres akan memasuki tahapan kelelahan karena energinya telah banyak digunakan untuk mengatasi situasi stres. Dalam berbagai kasus, stimulus yang tidak menyenangkan tersebut muncul berkali-kali, sehingga reaksi terhadap stres menjadi berkurang dan melemah. Proses ini secara psikologis dikatakan sebagai adaptasi. Hal ini terjadi karena sensitivitas neuropsikologis semakin melemah dan melalui penelitian kognitif situasi stres tersebut berkurang (Iskandar, 1990). Contoh dalam kehidupan sehari-hari : Bangunan yang tidak memperhatikan kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial akan merupakan sumber stres bagi penghuninya. Apabila perumahan tidak memperhatikan kenyamanan penghuni, misalnya pengaturan udara yang tidak memadai, maka penghuni tidak dapat beristirahat dan tidur dengan nyaman. Akibatnya, penghuni seringkali lelah dan tidak dapat bekerja secara efektif dan ini akan mempengaruhi kesejahteraan fisik maupun mentalnya. Demikian pula apabila perumahan tidak memperhatikan kebutuhan rasa aman warga, maka hal ini akan berpengaruh negatif pula. Penghuni selalu waspada dan akan mengalami kelelahan fisik maupun mental. Pembangunan perumahan yang tidak menyediakan tempat umum dimana para warga dapat berinteraksi satu sama lain akan membuat mereka sulit berhubungan satu sama lain. Atau perumahan yang tidak memperhatikan ruang pribadi masing-masing anggotanya akan dapat merupakan sumber stres bagi penghuninya.
http://mlymutz.blogspot.com/2011/05/stres-kaitan-stres-dengan-psikologi.html

Jenis/Macam Kategori Pemicu Stress/Penyebab Stres Psikologis Manusia


Sun, 24/05/2009 - 11:46am godam64

Orang stres itu ada banyak dengan berbagai macam/jenis penyebab mulai dari masalah ekonomi, masalah cinta, masalah keluarga, masalah pekerjaan, masalah tetangga, masalah selebritis, dan lain sebagainya. Orang stress biasanya mudah tersinggung, sensitif, gugup, agresif, emosi labil, sedih, emosional, dan lain sebagainya. Berikut adalah kategori pemicu stres yang umum : 1. Stres Kepribadian (Personality Stress) Stres kepribadian adalah stress yang dipicu oleh masalah dari dalam diri seseorang. Berhubungan dengan cara pandang pada masalah dan kepercayaan atas dirinya. Orang yang selalu menyikapi positif segala tekanan hidup akan kecil resiko terkenal stress jenis yang satu ini. 2. Stes Psikososial (Psychosocial Stress) Stres psikososial adalah stress yang dipicu oleh hubungan relasi dengan orang lain di sekitarnya atau akibat situasi sosial lainnya. Contohnya seperti stres adaptasi lingkungan baru, masalah cinta, masalah keluarga, stres macet di jalan raya, diolokolok, dan lain-lain. 3. Stres Bioekologi (Bio-Ecological Stress) Stres bio-ekologi adalah stress yang dipicu oleh dua hal. Yang pertama yaitu ekologi / lingkungan seperti polusi serta cuaca dan yang kedua akibat kondisi biologis seperti akibat datang bulan, demam, asma, jerawatan, tambah tua, dan banyak lagi akibat penyakit dan kondisi tubuh lainnya. 4. Stres Pekerjaan (Job Stress) Stres pekerjaan adalah stress yang dipicu oleh pekerjaan seseorang. Persaingan jabatan, tekanan pekerjaan, deadline, terlalu banyak kerjaan, ancaman phk, target tinggi, usaha gagal, persaingan bisnis, adalah beberapa hal umum yang dapat memicu munculnya stress akibat karir pekerjaan.

Stres sebaiknya segera ditindaklanjuti agar tidak berujung pada yang lebih parah seperti depresi dan gila. Bimbingan konseling, psikolog, dokter, teman dekat, keluarga, pasangan istri/suami, anak, dan sebagainya mungkin bisa membantu masalah yang kita miliki.

http://organisasi.org/jenis-macam-kategori-pemicu-stress-penyebab-strespsikologis-manusia

You might also like