You are on page 1of 37

SIFAT FISIK, ORGANOLEPTIK DAN KELAYAKAN EKONOMI ES KRIM YOGURT PROBIOTIK SEBAGAI ALTERNATIF MINUMAN FUNGSIONAL DENGAN PENAMBAHAN

EKSTRAK ROSELLA YANG BERBEDA

PROPOSAL Bestarina Rahma L

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PETERNAKAN BOGOR 2009

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS PETERNAKAN Jl. Rasmala Kampus IPB Daramaga, Bogor 16680 Telepon: 0251-622841 Faximile: 0251-622842 LEMBAR PENGESAHAN Identitas Mahasiswa dan Lembar Pengesahan Nama lengkap Bestarina Rahma Lestari Nomor pokok mahasiswa D14061299 Alamat di Bogor Puri Madani, Badoneng Alamat asal Bukit Pamulang Indah, Blok F7/1 Pamulang-Tangerang Beban studi yang diambil semester ini 7 SKS Jumlah SKS yang telah diselesaikan 138 SKS IPK 3,38 Judul Sifat fisik, organoleptik dan kelayakan ekonomi es krim yogurt probiotik sebagai alternatif minuman fungsional dengan penambahan ekstrak rosella yang berbeda Lokasi penelitian Laboratorium Pengolahan Susu Fakultas Peternakan Lama penelitian 3 Bulan

DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................2 DAFTAR ISI............................................................................................................3 DAFTAR TABEL....................................................................................................4 DAFTAR GAMBAR...............................................................................................5 PENDAHULUAN....................................................................................................6 Latar Belakang.............................................................................................6 Tujuan...........................................................................................................8 Perumusan Masalah......................................................................................8 Manfaat.........................................................................................................8 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................9 Susu..............................................................................................................9 Es Krim.......................................................................................................10 Yogurt.........................................................................................................12 Rosela (Hibiscus sabdariffa)......................................................................13 Jambu Biji...................................................................................................14 Serat (Fiber)................................................................................................15 Vitamin C...................................................................................................17 Antioksidan................................................................................................20 Uji Organoleptik.........................................................................................21 Analisis Titik Impas (Break Even Point)...................................................22 Lokasi dan Waktu.......................................................................................24 Materi ........................................................................................................24 Bahan................................................................................................24 Alat....................................................................................................24 Metode Penelitian.......................................................................................24 Perlakuan...........................................................................................28 Peubah yang diamati.........................................................................28 Rancangan Percobaan.................................................................................31 RENCANA BIAYA...............................................................................................33 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

DAFTAR TABEL Nomor Halaman

Tabel 1. Karakteristik Susu Segar menurut Standard Nasional Indonesia 01-31411998..........................................................................................................................9 Tabel 2. Komposisi Umum dari Adonan Es Krim................................................11 Tabel 3. Kandungan Vitamin C dari Berbagai Makanan yang Belum Dimasak...18 Tabel 4. Kebutuhan rata-rata vitamin per orang per hari.......................................19 Tabel 5. Komposisi adonan es krim yogurt probiotik yang digunakan dalam penelitian................................................................................................................28

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Yogurt Probiotik.............................25 Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Es Krim Yogurt Probiotik IC-ROZE......27

PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan yang kita makan memberikan nutrisi penting yang diperlukan oleh tubuh. Dewasa ini, dengan semakin berkembangnya teknologi dan juga kesadaran masayarakat akan kesehatan, mulai banyak dikembangkan inovasi dalam bidang pangan, terutama makan-makan yang mengandung bahan-bahan makanan yang sehat dan menyehatkan tubuh orang yang mengkonsumsinya. Perkembangan konsumen saat ini yang lebih teredukasi dan lebih perduli terhadap kesehatan menjadikan permintaan akan makanan fungsional (functional food) meningkat. Makanan yang diklasifikasikan dalam makanan fungsional (functional foods) merupakan makanan yang mengandung komponen nutrisi, di luar nutrisi dasar yang dibutuhkan tubuh, yang dapat memberikan kesehatan bagi tubuh. Indrasari (2006) menyatakan bahwa pangan fungsional adalah pangan yang secara alami atau telah melalui proses tertentu mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Contoh dari makanan fungsional (functional food) yaitu buah-buahan, yang merupakan sumber antioksidan yang baik bagi tubuh. Buah-buahan juga mengandung antosianin, flavonoid dan asam fenolik. Selain itu, functional food juga dapat mencegah timbulnya beberapa penyakit (Wang, 2007). Pertimbangan konsumen dalam memilih bahan pangan adalah kandungan gizi, citarasa dan aspek kesehatan serta dari segi ekonominya. Hal ini menuntut adanya bahan pangan yang tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan dasar tubuh, tetapi juga bersifat fungsional (Indrasari, 2006), seperti yang terdapat dalam es krim yogurt rosela dan jambu biji, IC ROZE. Sesuai dengan namanya, jenis pangan ini merupakan sejenis es krim yang mengandung yogurt dengan penambahan rosela dan jambu biji sebagai penambah nutrisi dalam es krim. Es krim adalah salah satu produk olahan susu yang sangat digemari masyarakat dari berbagai usia dan merupakan makanan dessert beku yang paling populer di dunia. Makanan dessert beku akan dinilai terutama karena flavornya yang menyenangkan, efek dingin dan kesegarannya (Marshall dan Arbuckle, 1996). Akan tetapi, kandungan lemak yang tinggi pada es krim menjadikan makanan ini dihindari oleh beberapa orang, terutama bagi mereka yang mengalami obesitas. Oleh karena

itu, diperlukan penambahan nilai gizi dari es krim dengan menambahkan yogurt, rosela dan jambu biji. Yogurt merupakan salah satu jenis produk olahan susu yang diasamkan dengan menambahkan kultur starter Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus acidophillus. Kelebihan utama dari produk susu fermentasi adalah kandungan zat gizi yang mudah dicerna oleh mukosa usus. Adanya enzim laktose (beta-galaktosidase) pada bakteri asam laktat mampu menurunkan kandungan laktosa usus dan mengubahnya menjadi asam laktat,sehingga meningktakan toleransi produk bagi orang yang mengalami difisiensi laktosa (Trinandasari, 1999). Oleh karena itu, yogurt berguna untuk kesehatan, mencegah diare dan baik bagi para penderita lactose intoleran. Penambahan rosela dan jambu biji berguna dalam meningkatkan serat dan vitamin C dalam es krim. Dibandingkan dengan sumber serat pangan (dietary fiber) lainnya, sayuran dan buah-buahan merupakan sumber yang paling baik dan utama. Serat pangan bermanfaat untuk mencegah berbagai penyakit degenaratif, seperti kanker usus besar (kanker kolon), divertikulosis, aterosklerosis, gangguan jantung, diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit batu ginjal (Astawan dan Kasih, 2008). Selain itu, kandungan antioksidan yang tinggi pada rosela juga dapat memberikan efek yang baik bagi kesehatan tubuh. Buah jambu biji juga merupakan buah yang penting untuk dikonsumsi karena mengandung asam askorbat yang tinggi, dapat mencapai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan buah jeruk dan 10 kali lebih banyak daripada buah tomat. Kandungan asam askorbat yang tinggi tersebut dapat menjadikan buah jambu biji sebagai antioksidan alami yang baik bagi kesehatan (Astawan dan Kasih, 2008). Penambahan yogurt, rosela dan jambu biji ke dalam es krim, selain berguna untuk meningkatkan nilai gizi, juga untuk memberikan citarasa yang khas pada es krim. Oleh karena itu diperlukan pengujian fisik dan organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap es krim yogurt ini. Selain itu, diperlukan juga analisa ekonomi untuk dapat mengetahui volume produksi yang tepat agar dapat memberikan harga yang sesuai bagi konsumen. Sehingga dapat menciptakan pangan sehat yang mudah terjangkau oleh semua kalangan.

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan organoleptik es krim yogurt dengan penambahan ekstrak rosella yang berbeda. Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk menganalisa kelayakan ekonomi pada tiap formulasi es krim. Perumusan Masalah Es krim yogurt probiotik merupakan produk baru dalam bidang pangan yang dapat berfungsi sebagai makanan fungsional kaya serat dan vitamin C, sehingga perlu diketahui sifat fisik dan organoleptik serta pengaruh penambahan ekstrak rosella dan jambu biji dengan taraf pemberian yang berbeda terhadap kandungan serat pangan dan vitamin C yang dimilikinya. Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui kelayakan ekonomi dari es krim yogurt probiotik untuk menciptakan pangan yang sehat dengan harga terjangkau. Manfaat Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan diversifikasi produk makanan fungsional yang berasal dari susu yaitu es krim yang enak dan menyehatkan dan dengan harga yang terjangkau.

TINJAUAN PUSTAKA Susu Susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat yang diperah dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses pemanasan (Dewan Standardisasi Nasional, 1998). Susu dapat diartikan sebagai cairan yang disekresikan dari kelenjar hewan mamalia betina untuk asupan nutrisi anaknya. Susu yang diperoleh dari sapi disebut sebagai susu utuh (whole milk). Susu mengandung 87% air, 4% butterfat, 2,8% kasein, 0,5% albumin, 5% laktosa dan 0,7% mineral (Judkins, 1966). Susu merupakan campuran yang kompleks dari lipid, karbohidrat, protein dan banyak komponen organik lainnya dan kandungan garam inorganik yang larut atau terdispersi dalam air (Cross and Overby, 1988). Susu disekresikan dari kelenjar mamae untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan memberikan perlindungan immunologikal pada anak (Jenness, 1988). Komponen utama susu adalah protein (kasein dan whey protein), lemak, laktosa dan mineral. Mineral biasanya digolongkan sebagai abu (Cross and Overby, 1988). Komponen susu dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu kandungan air dan padatan (solid). Kandungan lain selain air disebut total solid (TS). Total solid dikurangi dengan butterfat disebut solid-nonfat (SNF). Semua kandungan susu, kecuali butterfat, disebut serum susu (Judkins, 1966). Butterfat berada dalam susu sebagai pengemulsi. Globula lemak dikelilingi oleh membran tipis. Membran ini berfungsi dalam menjaga lemak agar tidak menjadi minyak bebas dan menyebabkan oiling off ketika susu dipanaskan, misalnya dalam pateurisasi, atau saat agitasi pengalengan susu. Membran lemak ini juga melinungi lemak dari enzim, seperti lipase, yang dapat menyebabkan ketengikan (Judkins and Keener, 1966). Tabel 1. Karakteristik Susu Segar menurut Standard Nasional Indonesia 01-31411998 Karakteristik Berat jenis (pada suhu 27,5oC) minimum Kadar lemak minimum Kadar bahan tanpa lemak minimum Kadar protein minimum Syarat 1,0280 3,0% 8,0% 2,7%

Warna, bau, rasa dan kekentalan Uji alkohol (70%) Derajat asam Uji katalase maksimum Angka reduktase Uji peroksidase Uji pemalsuan Kotoran dan benda asing Total kuman maksimum Salmonella dan E. coli (patogen) Koliform Staphylococcus aureus Cemaran merkuri (Hg), Seng (Zn) dan Arsen (As) maks
Sumber: Dewan Standardisasi Nasional (1998)

Tidak ada perubahan Negatif 6-70 SH 3 (cc) 2-5 jam Positif Negatif Negatif 1 x 106 cfu/ml Negatif 20 cfu/ml 4 x 105 cfu/ml 0,5 ppm

Lemak susu (milk fat) mengandung campuran kompleks dari lipid, terutama dalam bentuk triacylglyceride, dan sisanya dalam bentuk di- dan monoacylglyceride, fosfolipid, kolesterol dan asam lemak non-esterified. Protein susu mengandung 95% nitrogen susu, dan terdiri dari kasein (, , dan ), protein whey (-lactoglobulin dan -lactalbumin), serum albumin dan imunoglobulin. Kandungan kasein 76-86% dari total protein susu. Laktosa berperan penting dalam sistem osmotik dan regulasi dalam sekresi air oleh karena itu akan mempengaruhi volume susu (Lock and Shingfield, 2004). Pemanasan yang baik pada susu merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam pembuatan produk cultured milk. Pemanasan berpengaruh pada keberadaan bakteri asam laktat dalam susu dengan menghancurkan zat penghambat, menurunkan kandungan oksigen (nilai Eh) dan membentuk zat penstimulus (Cross and Overby, 1988). Pengaruh paling penting dalam susu saat pemanasan yaitu terjadi perubahan protein susu menjadi curd, yang dapat meningkatkan viskositas dan stabilitas dari produk cultured milk. Es Krim Salah satu produk beku yang paling diminati oleh masyarakat adala es krim. Es krim merupakan produk makanan manis yang mengandung lemak susu dan padatan tanpa lemak (solid non-fat) dan dibekukan saat dikocok (penangkapan udara) (Goff and Hartel, 2004). Tidak banyak yang mengetahui mengenai sejarah es krim. Perkembangan es krim mungkin di awali dari pembekuan air oleh bangsa

Eropa sekitar abad ke 1617. Definisi es krim menurut Judkins (1960) yaitu campuran dari berbagai macam produk susu, pemanis, bahan penstabil dan berbagai macam perasa yang dibekukan. Umumnya, meskipun tidak selalu, mengandung pewarna buatan. Dapat mengandung telur. Es krim merupakan produk makanan beku yang terbuat dari campuran bahanbahan asal susu, seperti susu, krim dan susu tanpa lemak yang dicampurkan dengan gula, perasa, buah dan kacang. Minimal es krim mengandung 10% lemak (Bassette et al., 1988). Tabel 2. Komposisi Umum dari Adonan Es Krim Komponen Lemak susu Padatan tanpa lemak susu Protein, laktosa dan mineral Pemanis Sukrosa Sirup jagung Bahan penstabil Emulsifier Air
Sumber: Goff and Hartel (2004)

Konsentrasi > 10 16% 9 12% 10 -14% 3 5% 0 0,25% 0 0,25% 55 64%

Terdapat hubungan yang berkebalikan antara lemak dan total padatan dibandingkan dengan padatan susu tanpa lemak (milk solid non fat). Peningkatan komponen laktosa dalam total padatan dengan pengurangan jumlah air dapat meningkatkan kristalisasi laktosa. Selain itu, dengan meningkatnya total padatan maka bahan penstabil yang digunakan akan lebih sedikit. Gula jagung berfungsi dalam kehalusan tekstur dan pembentukan tekstur yang lebih diinginkan dengan berkurangnya padatan total. Selain itu, peningkatan kadar lemak dapat menurunkan jumlah emulsifier yang digunakan (Goff and Hartel, 2004). Lemak dalam produk es krim dapat meningkatkan flavor, menjadikan produk es krim lembut dengan meminyaki bagian langit-langit mulut, membantu pembentukan body es krim dan berperan dalam pelelehan es krim (melting properties). Padatan tanpa lemak susu meningkatkan tekstur es krim, membantu pembentukan badan es krim dan memberikan produk yang tidak dapat dikunyah,

dapat memberikan nilai overrun yang tinggi tanpa menjadikan tekstur snowy atau flaky (Goff and Hartel, 2004). Umumnya es krim yang disukai adalah es krim yang terasa manis. Oleh karena itu, bahan pemanis perlu ditambahkan ke dalam pembuatan es krim, biasanya sebanyak 12-17% dari berat campuran adonan es krim. Pemanis berfungsi dalam pembentuka tekstur es krim, meningkatkan flavor dan merupakan sumber total padatan yang paling murah. Bahan pemanis yang biasanya digunakan yaitu sukrosa atau dicampur dengan gula (Goff and Hartel, 2004). Stabilizer yang biasa digunakan dalam pembuatan es krim yaitu polisakarida. Tujuan utama penggunaan bahan penstabil adalah untuk membentuk badan dan tekstur es krim yang halus, mengurangi kristalisasi laktosa selama penyimpanan, keseragaman produk dan tahan meleleh (Goff and Hartel, 2004). Emulsifier digunakan untuk meningkatakan kualitas whipping, memberikan produk akhir yang halus. Kuning telur merupakan emulsifier yang biasa digunakan (Goff and Hartel, 2004). Yogurt Pembuatan susu fermentasi dan keju merupakan salah satu metode yang telah lama digunakan manusia untuk mengawetkan bahan makanan yang mudah busuk dan kaya akan nutrisi (contohnya susu), menjadi produk dengan daya simpan yang lebih lama (Tamime and Marshall, 1997). Yogurt merupakan produk susu fermentasi yang dihasilkan dari penambahan kultur pada susu atau dengan penambahan susu yang telah dipisahkan bagian lemaknya, baik susu tanpa lemak (nonfat milk) yang telah dikeringkan atau susu skim bubuk. Tekstur yogurt dapat bervariasi mulai dari seperti puding rennet sampai berbentuk seperti krim (creamy), cairan dengan viskositas tinggi, tergantung pada kandungan padatan dan lemak salam susu (Bassette et al., 1988). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Robinson dan Tamime (1975), level bahan padatan dalam susu yang digunakan dalam pembuatan yogurt berkisar dari yang paling rendah, yaitu 9% hingga yang tertinggi yaitu 30% pada jenis yogurt tertentu. Yogurt yang paling baik dihasilkan dari susu dengan kandungan total padatan 15-16%.

Komponen pemanis umumnya ditambahkan dalam yogurt buah atau yogurt yang memiliki rasa buah dan yogurt alami manis. Tujuan utama penambahan bahan pemanis dalam yogurt adalah untuk menurunkan tingkat keasaman produk (Robinson dan Tamime, 1975). Buah segar dapat digunakan sebagai bahan penambah citarasa pada yogurt, akan tetapi di industri jarang digunakan karena persedian buah segar tergantung dari musim, selain itu juga karena kualitasnya yang tidak seragam. Oleh karena itu, buah yang telah mengalami proses pengolahan lebih banyak digunakan, misalnya manisan buah, buah kalengan, buah beku dan buah-buahan campuran (Robinson dan Tamime, 1975) Yogurt merupakan produk susu asam yang dikentalkan, mengandung sedikit atau tanpa alkohol yang diberasal dari susu kambing, kerbau atau sapi (Winton and Winton, 1949). Fermentasi susu disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, ragi, jamur, atau kombinasinya) yang dapat memfermentasi laktosa utama menjadi asam laktat. Fermentasi ini bertanggung jawab pada pembentukan rasa yang tajam dan menyegarkan dari produk susu fermentasi dan meskipun secara relatif non-volatile, hal tersebut menjadikan dasar dalam pembentukan aroma khas dari berbagai jenis susu fermentasi (Desmazeaud, 1990). Bakteri asam laktat merupakan kelompok mikroorganisme utama yang telah digunakan selama beberapa dekade untuk pembuatan susu fermentasi, diantaranya bakteri yang digunakan yaitu Lactococcus, Leuconostoc, Streptococcus dan Lactobacillus. Berdasrkan morfologinya, mikroorganisme ini termasuk dalam mikroorganisme berbentuk kokus dan batang, dan berdasarkan suhu pertumbuhan optimalnya, dibagi ke dalam kultur starter mesofilik (20-30oC) dan termofilik (3745oC) (Tamime et al., 2006). Umumnya yogurt dibuat dari kultur bakteri yang tumbuh optimal pada suhu 37-45oC, yaitu Lactobacillus delbrueckii subsp. Bulgaricus dan Streptococcus thermophillus (Robinson et al., 2006). Rosela (Hibiscus sabdariffa) Rosela (Hibiscus sabdariffa) termasuk ke dalam famili Malvaceae dan merupakan tanaman asli dari India, tetapi sudah diperkenalkan pada negara-negara lain, seperti Amerika Tengah, India Barat dan Afrika. Rosela dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis dan sub tropis (Fasoyiro et al., 2005). Rosela merupakan jenis tanaman yang banyak ditanam di Afrika bagian Sub Sahara, tumbuh pada jenis tanah

berpasir setelah tanaman utama dipanen (kacang tanah atau jenis tanaman padipadian) untuk tambahan pemasukan bagi masyarakat desa (Gassama-Dia et al., 2004). Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan jenis tanaman semak-semak, yang umumnya dapat digunakan untuk membuat jelly, selai dan minuman ringan. Warna merah cerah dan rasanya yang unik, menjadikan rosela sebagai produk makanan yang bernilai tinggi (Tsai et al., 2002). Kandungan asam organik utama yang terkandung dalam rosela yaitu succinic acid dan oxalic acid, selain itu, rosela memiliki kandungan gula utama berupa glukosa (Wong et al., 2002). Karakteristik fisikokimia dari rosela yaitu memiliki keasaman buah yang tinggi dengan kandungan gula yang rendah (Fasoyiro et al., 2005). Kandungan pigmen antosianin pada rosela menyebabkan terbentuknya warna merah pada rosela. Selain itu, antosianin yang terkandung dalam rosela juga berpengaruh terhadap kandungan antioksidan pada rosela (Tsai et al., 2002). Jambu Biji Buah jambu biji merah termasuk ke dalam buah-buahan berwarna merah. Pigmen utama yang terdapat pada buah-buahan yang berwarna merah adalah likopen. Likopen merupakan pigmen karotenoid yang membawa warna merah. Likopen tersebut 2008). Nama botani jambu biji adalah Psidium guajava. Kata psidium adalah pembelokan dari suku kata side yang berarti kecubung. Kata guajava berasal dari bahasa Spanyol guajaba yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti jambu biji. Maka Psidium guajava dapat diartikan buah jambu yang berbentuk seperti buah kecubung dan berbiji banyak (Rismunandar, 1989). Bentuk buah jambu biji dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu yang berbentuk bulat dan yang lonjong seperti buah peer. Selain kedua bentuk tersebut ada pula buah yang bentuknya agak bulat dan bagian di dekat tangkai buahnya agak meruncing (Rismunandar, 1989). Daging buah jambu biji terdiri atas dua bagian, yaitu daging luar dan dalam yang diliputi biji. Daging luar di bawah kulit yang sukar dikelupas, rata-rata warnanya agak kekuningan. Daging dalam dapat berwarna putih berfungsi sebagai antikanker, antioksidan, mengatasi diabetes, meningkatkan kualitas seksual dan mencegah osteoporosis (Astawan dan Kasih,

kekuningan hingga merah. Rasa daging dalam rata-rata lebih manis daripada bagian luar. Daging luar sedikit banyak mengandung butiran yang agak keras (sel-sel batu) yang mengakibatkan teksturnya kasar, sedangkan daging dalam bertekstur halus (Rismunandar, 1989). Jambu (guava) termasuk ke dalam famili Myrtaceae, yang memiliki lebih dari 80 genus dan 3000 spesies, tersebar pada daerah tropis dan subtropis di Amerika, Asia dan Australia. Jambu biji (Psidium guajava L.) dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan pH anatara 5-7. Tanaman jambu juga toleran terhadap garam. Tanaman jambu biji dapat tumbuh dengan baik dengan kelembaban 10002000 mm dan toleran terhadap musim kemarau. Suhu optimal pertumbuhan tanaman jambu biji adalah 23-28oC (Nakasone and Paull, 1999). Buah jambu biji memiliki banyak biji dengan diameter buah antara 2,5 10 cm. Bentuk buah bervariasi, ada yang bulat, lonjong, memanjang atau seperti buah peer (Nakasone and Paull, 1999). Kulit jambu biji berwarna kuning ketika sudah masak, akan tetapi daging buahnya dapat berwarna merah muda, seperti warna salmon, putih atau kuning. Flavor dan aroma buah jambu biji sangat bervariasi, diantaranya tipe dengan rasa asam yang rendah, jenis jambu biji manis, berdaging buah lunak dengan keasaman dan kandungan gula yang rendah dan jenis jambu biji dengan keasaman tinggi (Nakasone and Paull, 1999). Jambu, Psidium guajava L., merupakan tanaman dengan pohon yang kecil dan tersebar luas di daerah tropis dan daerah subtropis yang hangat, dan merupakan buah yang dapat dimakan (Gould and Raga, 2002). Buah jambu biji dapat dikonsumsi segar ataupun dalam bentuk jus buah, es krim, jeli ataupun dijadikan manisan (diawetkan). Buah jambu biji juga merupakan buah yang penting untuk dikonsumsi karena kandungan ascobic acid nya yang tinggi, dapat mencapai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan buah jeruk dan 10 kali lebih banyak daripada buah tomat. Serat (Fiber) Serat dalam makanan merupakan bagian dari tanaman yang tidak dapat dicerna, pada umumnya polisakarida non pati tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia, walaupun beberapa diantaranya dapat dicerna oleh bakteri yang

berada di dalam kolon. Serat terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, gums, mucilages, dan lignin nonpolisakarida (Sizer and Whitney, 2008). Serat dapat dibagi dalam dua kelompok utama berdasarkan kandungan kimia, fisik dan kegunaannya. Kelompok pertama merupakan serat larut dalam air (soluble fibers). Kelompok serat ini berbentuk gel (viscous) dan mudah dicerna oleh bakteri penghuni usus besar (mudah difermentasi). Biasanya ditemukan dalam barley, kacang-kacangan, buah-buahan, oat dan sayuran. Penambahan serat jenis ini dalam makanan, misalnya penambahan pektin dalam gel untuk pembuatan jelly, dan penambahan gum pada saus salad untuk mengentalkan saus (Sizer and Whitney, 2008). Kelompok serat lainnya (insoluble fibres), tidak larut dalam air, tidak membentuk gel (tidak kental), dan tidak mudah difermentasi. Contoh serat ini adalah selulosa dan hemiselulosa. Kedua jenis serat ini dapat ditemukan dalam lapisan terluar dari gandum, seledri, sekam, dan kulit dari jagung kernel. Serat dalam golongan ini dapat mempertahankan struktur dan teksturnya yang kasar meskipun telah mengalami pemasakan berjam-jam. Do dalam tubuh, serat ini membantu sistem pencernaan dengan mempermudah pengeluaran sisa pencernaan. Anjuran asupan serat adalah 38 gram dari total serat per hari untuk pria berumur sampai 50 tahun, 30 gram untuk pria di atas 51 tahun, serta 25 gram per hari bagi wanita berumur sampai 50 tahun, dan 21 gram untuk wanita di atas 51 tahun. (Sizer and Whitney, 2008). Dugaan bahwa serat merupakan senyawa inert secara gizi didasarkan atas asumsi bahwa senyawa tersebut tidak dapat dicerna serta hasil-hasil fermentasinya tidak dapat digunakan oleh tubuh. Ternyata bahwa senyawa yang tidak dapat dicerna tersebut tidak hanya terdiri dari serat (selulosa), tetapi juga lignin, hemiselulosa, pentosan, gum dan senyawa pektik. Oleh karena itu digunakan istilah serat makanan (dietary fiber), untuk menunjukkan bagian lignin serta karbohidrat lain dari makanan yang tidak dapat dicerna dan diserap oleh tubuh (Muchtadi, 1989). Istilah serat makanan juga harus dibedakan dari istilah serat kasar yang biasa digunakan dalam analisis proksimat makanan. Serat kasar (crude fiber) adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar, yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25%), sedangkan serat makanan adalah bagian dari makanan

yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, kadar serat kasar nilainya lebih rendah dibandingkan dengan serat makanan, karena asam sulfat dan natrium hidrolisa mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisa komponen-komponen makanan dibandingkan dengan enzim-eznim pencernaan(Muchtadi, 1989). Pada masa-masa yang lalu, serat makanan hanya dianggap sebagai sumber energi yang tidak tersedia dan hanya dikenal mempunyai efek sebagai pencahar perut. Akan tetapi, Burkitt dan Trowel menyatakan bahwa terdapat suatu hubungan erat antara konsumsi serat makanan dan insiden timbulnya berbagai penyakit (Muchtadi, 1989). Vitamin C Vitamin C memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, dua diantaranya adalah sebagai pengatur jaringan penghubung dan sebagai antioksidan. Vitamin C embantu beberapa kerja enzim. Contohnya, enzim yang terlibat dalam pembentukan dan pengaturan protein kolagen, aktivitasnya bergantung pada vitamin C. Kolagen membentuk dasar dari jaringan penghubung, seperti tulang, gigi, kulit dan tendon. Vitamin C juga berperan sebagai kofaktor dalam reaksi sintesis lainnya, seperti produksi karnitin, komponen penting dalam transportasi asam lemak di antara sel (Sizer and Whitney, 2008). Fungsi lain dari vitamin C adalah sebagai antioksidan. Vitamin C melindungi zat-zat dalam makanan dan tubuh dari oksidasi. Contohnya, sel dalam sistem imun menjaga vitamin C dalam jumlah yang tinggi untuk melindungi dirinya sendiri dari serangan radikal bebas dari bakteri atau serangan lainnya. Beberapa vitamin C yang teroksidasi didegradasi secara permanen dan harus digantikan dalam makanan, tetapi vitamin C dalam jumlah banyak tidak hilang dan akan mengalami siklus daur ulang untuk dapat dipergunakan kembali. Siklus ini memegang peranan penting dalam pengaturan pemenuhan vitamin C dalam sel (Sizer and Whitney, 2008). Vitamin C di dalam usus melindungi zat besi dari oksidasi dan meningkatkan penyerapan zat besi. Vitamin C dalam darah melindungi unsur pokok darah yang sensitif dar oksidasi dan membantu melindungi vitamin E dan mendaur ulangnya menjadi bentuk aktif. Konsumsi vitamin C yang berlebihan memiliki efek samping yang berkebalikan, yaitu akan menjadi prooksidan dengan mengaktifkan elemen

oksidasi, seperti zat besi dan copper. Selain itu juga dapat menyebabkan penyakit ginjal, lambung (Sizer and Whitney, 2008). Dosis aman konsumsi vitamin C adalah minimal 10 miligram per hari samapai dengan 2000 miligram (2 gram). Konsumsi vitamin C hingga dosis 10 gram dapat menjadi tidak aman (Sizer and Whitney, 2008). Bourne (1978) menambahkan, bahwa 10 mg vitamin Chari dapat mencegah penyakit kudis. Menurut Recommended Dietary Allowance (1974) asupan vitamin C bagi orang dewasa adalah 45 mg per hari. Konsumsi vitamin C bagi pria direkomendasikan adalah 90 mg per hari, dan bagi wanita adalah 75 mg per hari. Sedangkan bagi perokok ditambahkan 35 mg per hari pada masing-masing kebutuhan. Vitamin C secara luas banyak ditemukan pada tanaman dalam bentuk ascorbic acid ataupun pada hewan dalam bentuk dehydroascorbic acid, keduanya dalam keadaan kesetimbangan. Buah-buahan, sayuran dan organ daging (misalnya hati dan ginjal) merupakan sumber vitamin C yang paling baik, dan hanya sebagian kecil ditemukan dalam otot. Beberapa tanaman mengakumulasikan vitamin dalam tingkatan yang cukup tinggi, seperti daun teh segar, beberapa berry, jambu dan rose hip (Combs, 1992). Tabel 3. Kandungan Vitamin C dari Berbagai Makanan yang Belum Dimasak Kandungan Vitamin Sumber Makanan Buah-buahan Apel Pisang Ceri Anggur Jambu Hawthorne berries Melon Jeruk, lemon Peach Raspberry Rose hip Srawberry Tangerine Produk asal C (mg/100g) 10-30 10 10 40 300 160-300 13-33 50 7-14 18-25 1000 40-90 30 Sumber makanan Sayuran Asparagus Buncis Brokoli Kubis Wortel Kembang kol Seledri Collard green Jagung Kangkung Bawang perai Gandum Bawang Kacang polong Peterseli Kandungan Vitamin C (mg/100g) 15-30 10-30 90-150 30-60 5-10 60-80 10 100-150 12 120-180 15-30 0 10-30 10-30 170

ternak Daging Hati, ginjal Susu sapi


Sumber: Combs, 1992

0-2 10-40 1-2

Lada Kentang Padi Bayam

125-200 10-30 0 50-90

Asam askorbat hanya berfungsi sebagai vitamin pada primata (termasuk manusia) karena mamalia lain dapat mensintesisnya dari glukosa. Asam askorbat merupakan vitamin yang paling tidak stabil, mudah sekali teroksidasi oleh oksigen dari atmosfir, atau karena aksi enzim askorbat-oksidase. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk, yaitu asam askorbat dan asam dehidroaskorbat. Tabel 4. Kebutuhan rata-rata vitamin per orang per hari Vitamin Larut lemak: Vitamin A Vitamin D Vitamin E Vitamin K Larut air: Vitamin B1 Vitamin B2 kompleks Nama lain Retinol Kalsiferol Tokoferol Filokuinon Tiamin Riboflavin Nikotinamid Asam folat Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin C Vitamin H
Sumber : Jacob (1975)

Kebutuhan (mg) 1,5-2,0 0,015 5 0,001 (disintesis flora usus) 0,5-1,0 1,0 (disintesis dalam tubuh) 1,0-2,0 3,0-5,0 2,0 0,001 75,0 0,25

Asam pentotenat Piridoksin Kobalamin Asam Askorbat Biotin

Asam askorbat agak stabil dalam larutan asam, tetapi akan mengalami dekomposisi bila terkena cahaya, dan dekomposisi ini akan dipercepat dengan adanya alkali, oksigen, tembaga dan besi. Beberapa fungsi metabolisme vitamin C yaitu sebagai kofaktor enzim, elektron transport, sintesis kolagen, metabolisme tyrosin, meningkatkan bioavaibilitas Fe, reaksi anti-histamin, fungsi imun, anti karsinogenik dan antioksidan (Combs, 1992).

Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa-senyawa yang dapat memperlambat atau mencegah oksidasi lemak, asam nukleat ataupun molekul lainnya dengan menghambat inisiasi atau perambatan reaksi rantai oksidasi. Terdapat dua kategori dasar antioksidan, yaitu alami dan buatan (sintetis). Permintaan akan antioksidan alami saat ini meningkat dengan sangat cepat, untuk digunakan dalam makanan atau bahan obat-obatan, untuk menggantikan fungsi antioksidan sintetis, yang saat ini penggunaannya mulai dilarang karena merupakan bahan karsinogenik. Buah-buahan merupakan sumber alami antioksidan yang baik dan mengandung banyak phytonutrient. Fitonutrien pada buah-buahan berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan terutama pada senyawa antosianin, fenolik dan senyawa flavonoid lainnya. Senyawa-senyawa ini dapat beraksi secara terpisah ataupun bersama-sama sebagai anti kanker atau sebagai agen cardio-protective dari berbagai mekanisme. Aktivitas antioksidan dari senyawa phenolic sebagian besar dalam kaitannya dengan sifat redox yang berperan sangat penting dalam penyerapan dan netralisasi radikal bebas, menghambat singlet dan triplet oksigen atau dekomposisi peroksida (Wang, 2007) Secara umum, buah-buahan dapat lebih mempertahankan kandungan gizinya jika dibekukan dengan cepat, disimpan dalam kemasan kedap udara dan dithaw dengan cepat. Suhu freezer sebaiknya -18oC atau lebih rendah. Penyimpanan makanan pada suhu -22oC secara konstan hanya akan menyebabkan kehilangan vitamin C sebanyak 25% dalam satu tahun. Konsentrasi gula yang tinggi (>20%) melindungi antosianin. Kadar sukrosa yang cukup (13%) juga menunjukkan sedikit peningkatan stabilitas antosianin (Wang, 2007). Antioksidan adalah sejumlah komponen protein dan enzim yang disintesis dalam tubuh yang berperan dalam menangkal oksidasi oleh radikal bebas, terdiri dari katalase, superoksida dismutase, serta protein yang berikatan dengan logam, seperti transferin dan seruloplasmin. Kadar antioksidan yang berasal dari protein ini ditentukan oleh laju sintesis dalam tubuh sehingga tidak mudah untuk dimanipulasi dari makanan sehingga dinamakan antioksidan endogen. Terdapat pula antioksidan eksogen yang bersumber dari makanan, terdiri dari tokoferol (vitamin E), asam

askorbat (vitamin C), karotenoid (vitamin A) dan flavonoid. Antioksidan jenis eksogen ini dapat dimodifikasi dengan makanan dan suplemen (Furkon, 2006). Antioksidan pada prinsipnya merupakan ingredien yang melindungi kualitas makanan dengan mencegah kerusakan akibat dari oksidasi lipid (Andarwulan dan Hariyadi, 2005). Fungsi antioksidan adalah mentralisasi radikal bebas, sehingga tubuh terlindungi dari pelbagai macam penyakit degeneratif dan kanker. Fungsi lain antioksidan adalah membantu menekan proses penuaan atau antiaging. Antioksidan didefinisikan sebagai zat yang dapat menetralisasi radikal bebas, sehingga atom dan elektron yang tidak berpasangan menjadi tidak liar lagi atau stabil (Tapan, 2005). Uji Organoleptik Karakteristik sensori, seperti flavor, aroma dan tekstur memiliki peranan penting pada penerimaan produk oleh konsumen. Keuntungan pengujian sensori yaitu memberikan hasil pengukuran langsung, memberikan informasi langsung dari respon konsumen dan dapat dibandingkan dengan hasil pengujian dengan menggunakan alat. Selain itu, pengujian sensori juga dapat memberikan informasi tambahan yang tidak didapatkan dari pengujian dengan alat, misalnya karakteristik produk saat di dalam mulut, daya leleh (Muoz et al., 1992). Beberapa tipe uji sensori yang sering digunakan, yaitu Overall differences test, difference from control, uji deskriptif, in/out of specification, typical measurrement, deskripsi kualitatif dari produksi yang khas dan quality grading. Uji ranking biasa digunakan dalam pengujian telur, minyak, es krim, produk susu dan cumi-cumi. Beberapa komponen uji ranking, yaitu penilaian, sistem skor dimana tiap kualitas berbeda mendapat nilai berbeda, penilaian kualitas secara menyeluruh dan deskripsi karakteristik penilaian sensori (Muoz et al., 1992). Informasi kesukaan, pilihan dan keinginan konsumen terhadap penerimaan produk dapat diketahui melalui pengujian dengan konsumen terlatih atau dengan panelis tidak terlatih. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui kesukaan terhadap produk. Skala tingkatan kategori dari sangat suka, netral sampai sangat tidak suka, dengan menggunakan angka yang berbeda untuk tiap kategori. Panelis menunjukkan derajat kesukaan mereka terhadap produk dengan memilih kategori yang sesuai untuk tiap sampel. (Watt et al., 1989).

Analisis Titik Impas (Break Even Point) Analisis titik impas atau break even point diperlukan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, biaya lainnya baik bersifat tetap maupun variabel, dan laba atau rugi (Jumingan, 2008). Jika dianalisis dalam jangka pendek, skala usaha dapat dihubungkan dengan analisis titik impas. Skala usaha yang berbeda akan meyebabkan titik BEP yang berbeda, karena struktur biaya yang terjadi juga berbeda-beda. Titik impas adalah hasil penjualan sama dengan biaya total produksi dimana perusahaan tidak mengalami kerugian maupun laba (Cafah, 2009). Syarat penggunaan analisis titik impas yaitu harus mengetahui total biaya tetap, biaya variabel rata-rata dan harga satuan output (Stani, 2009). Analisis titik impas (BEP) merupakan metode analisis keuntungan dengan melihat perbandingan (nisbah) antara tingkat penerimaan dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Handoko (2000) menyatakana bahwa analisis titik impas digunakan untuk menentuka berapa jumlah produk (dalam rupiah atau unit keluaran) yang harus dihasilkan agar perusahaan minimal tidak menderita rugi. Tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break even point saja, akan tetapi analisis break even mampu memberikan informasi kepada pimpinan perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan. Kuswadi (2005), menyatakan bahwa analisis titik impas selain dapat digunakan untuk membantu menetapkan sasaran atau tujuan perusahaan, juga mempunyai kegunaan-kegunaan lain, seperti: 1. untuk mengetahui hubungan volume penjualan (produksi), harga jual, biaya produksi dan biaya-biaya lain serta mengetahui laba rugi perusahaan. 2. sebagai sarana merencanakan laba (profit planning). 3. sebagai alat pengendalian (controlling) kegiatan operasi yang sedang berjalan. 4. sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual. 5. sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebijakan perusahaan, misalnya menentukan usaha yang perlu dihentikan atau yang harus tetap dijalankan ketika perusahaan dalam keadaan tidak mampu menutupi biaya-biaya tunai.

Rumus yang digunakan untuk menentukan titik impas yaitu: BEP (dalam liter) = biaya tetap Harga satuan output biaya variabel rata-rata

Asumsi-asumsi dalam analisis BEP sebagai berikut: 1. biaya-biaya dapat ddintefikasikan sebagai biaya variabel atau biaya tetap. 2. biaya tetap tidak mengalami perubahan meskipun volume produksi berubah atau kegiatan berubah. Hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel tidak bervariasi. 3. biaya variabel per unit tetap sama. Biaya variabel akan berubah secara proporsional dalam jumlah keseluruhan, tapi biaya per unitnya akan tetap sama. 4. harga jual per unit sama, berapa pun jumlah unit produk yang terjual. 5. perusahaan hanya menjual atau memproduksi satu jenis produk. Jika menjual lebih dari satu jenis produk , harus dianggap sebagai satu jenis produk dengan kombinasi yang selalu tetap, atau dengan kata lain bauran penjualannya konstan. 6. pada saat mengestimasi besarnya BEP, barang yang diproduksi dianggap terjual semua dalam periode yang bersangkutan. Jadi, tidak ada sisa produk atau persediaan akhir.

MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2009 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Materi Bahan Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah susu segar, yoghurt probiotik, gula, gum arab, kuning telur ayam, jambu biji merah, ekstrak rosella, kultur starter bakteri, indikator fenolftalein, indikator pati, larutan NaOH, larutan HCl, larutan buffer natrium fosfat, larutan BPW, petrolium eter, enzim termamyl, enzim pepsin, enzim pankreatin, media agar MRSA, larutan etanol 95%, larutan etanol 78% dan larutan aseton. Alat Alat-alat yang akan digunakan yaitu panci, kompor, mixer, thermometer, sendok pengaduk, timbangan, refrigerator, ice cream maker (alat pembuat es krim) merk Gelato Chef 2500 Proffesional Italia, freezer, stopwatch, penangas air, kemasan berupa gelas plastik, pH meter, oven, labu erlenmeyer, kertas saring, desikator, tanur, timbangan, saringan, inkubator dan gelas. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pembuatan yogurt probiotik dan ekstrak rosella. Pembuatan yogurt probiotik dengan menggunakan kultur starter bakteri Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus acidophilus. Pembuatan Ekstrak rosella dengan merebus 20 mg rosella basah dalam 1 liter air pada suhu 100C selama 20 menit serta pengujian kandungan vitamin C dan serat pangan. Gambar 1 menunjukkan diagram alir proses pembuatan yogurt probiotik. Tahap kedua adalah pembuatan es krim probiotik dengan penambahan ekstrak rosella pada level yang berbeda. Proses pembuatan es krim menurut Buckle et al. (1985) meliputi tahap pencampuran bahan, pasteurisasi, homogenisasi, pembekuan dan pembuihan serta pengemasan dan pengerasan.

Susu skim segar

Pasteurisasi (80 C; 30 menit)

Penyaringan I

Pendinginan (42-45 C)

Inokulasi 5% kultur starter

Inkubasi selama 7 jam (42-45 C)

Penyaringan II

Stirred yogurt probiotik Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Yogurt Probiotik Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Yogurt Probiotik Es krim probiotik IC-ROZE dibuat dengan tahapan sebagai berikut: 1. Bahan-bahan cair ditimbang dan dimasukkan dalam panci pencampur. Panci dipanaskan sampai kira-kira 40-50C, lalu bahan-bahan kering seperti gula, garam dan bahan penstabil ditambahkan dan dicampurkan supaya larut dengan baik. 2. Campuran adonan es krim dipasteurisasi seperti halnya pada susu, tetapi dengan menggunakan panas dan waktu yang lebih lama untuk mengatasi masalah

pengaruh perlindungan terhadap penghancuran bakteri yang disebabkan oleh lemak dan gula yang ditambahkan. Proses pasteurisasi yang biasa dipakai adalah 25 detik pada suhu 80C. 3. Homogenisasi dilakukan ketika campuran masih panas. Homogenisasi dilakukan dengan mixer selama 10 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Homogenisasi berfungsi untuk mencegah tercampur-aduknya susu selama pembuihan, mengurangi waktu yang diperlukan bagi pematangan campuran dan mempengaruhi kekentalan, sehingga akan memperbaiki tekstur dan massa (body) es krim. Campuran itu kemudian didinginkan (proses aging) sampai suhu mencapai 4C di dalam refrigerator selama 12-24 jam. 4. Ekstrak rosella, buah jambu biji merah yang telah diblansir dan yogurt probiotik dihancurkan dalam blender serta didinginkan terlebih dahulu selama 12-24 jam di dalam refrigerator. Setelah itu dihomogenisasi menjadi satu dengan adonan es krim. 5. Pembekuan dan pembuihan dengan menggunakan ice cream maker selama 45 menit memberikan pengaruh penting pada tekstur es krim yang mengeras. Tujuannya adalah membekukan sampai suhu terendah, secepat mungkin serta mendapatkan kenaikan volume es krim yang cukup selama pembekuan, akibat penyatuan gelembung udara yang halus dalam proses pembuihan. Biasanya, kelebihan itu mencapai kira-kira 100%-120% untuk mendapatkan tekstur yang paling diharapkan. Pembekuan dan pembuihan merupakan suatu proses yang terus menerus pada suhu -10C. Pembekuan harus dilakukan secepat mungkin untuk menghindari terbentuknya kristal es yang besar, sehingga tidak mendapatkan tekstur es krim yang kasar. 6. Pengemasan dilakukan pada saat es krim dikeluarkan dari ice cream maker. Es krim harus segera dikemas dan dipindahkan ke freezer untuk proses pengerasan (hardening) pada suhu terjaga tetap -20 sampai -50C selama 24 jam. Tahap ketiga adalah pengujian sifat fisik dan organoleptik yang meliputi overrun, viskositas, waktu leleh, nilai pH, total asam tertitrasi dan uji organoleptik mutu hedonik. Gambar 2 menunjukkan diagram alir proses pembuatan es krim yogurt probiotik IC-ROZE.

Penimbangan Bahan Bahan I: susu segar, cremodanSIM 0,85%, gula pasir (13%) dan garam secukupnya Bahan II: kuning telur ayam (2.13%) yang telah dimixer hingga mengembang dan berwarna putih

Pasteurisasi (80; 25 detik) Pencampuran Bahan

Homogenisasi

Pendinginan (45 C)

Pendinginan (4C) buah jambu bji merah Aging/ Penuaan (4C;24 jam) (35%), yogurt 60% dan ekstrak rosella (0%, 5% dan 10%) yang telah didinginkan Air Incorperation/ Penyergapan Udara (-5C; 45 menit) Pengemasan Pengerasan (-20C)

Es Krim Yogurt Probiotik IC-ROZE

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Es Krim Yogurt Probiotik IC-ROZE

w1 w2 x100% w2

Perlakuan Penelitian ini mengunakan tiga macam formula adonan es krim berdasarkan variasi penambahan ekstrak rosella dalam adonan. Formula adonan yang akan digunakan pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 5. Komposisi adonan es krim yogurt probiotik yang digunakan dalam penelitian Formula Adonan Es Krim Susu full cream Kuning telur Karagenan Gula pasir Sub total *Adonan Mix Yogurt Yogurt probiotik Jambu biji merah Ekstrak rosela Sub total Total Peubah yang diamati Peubah yang diukur dan diamati pada penelitian ini adalah sifat fisik, kimia dan organoleptik es krim berupa overrun, viskositas, waktu leleh, jumlah bakteri asam laktat, nilai pH, total asam tertitrasi, kadar air, jumlah padatan, kadar protein, kadar lemak, kadar serat pangan, kadar vitamin C dan uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, keasaman, tekstur dan penerimaan umum es krim. Overrun (Arbuckle, 1996). Pengembangan volume es krim dinyatakan sebagai nilai overrun dan dihitung berdasarkan perbedaan volume es krim dengan volume adonan pada massa yang sama atau berdasarkan perbedaan massa es krim dan massa adonan pada volume yang sama (Arbuckle, 1996). Nilai overrun dihitung berdasarkan rumus: Overrun = W1 W2 = berat adonan (g) = berat es krim (g) R1 1 bagian 41,39% 1,07% 0,05% 7,5% 50% 1 bagian 32,5% 12,5% 5% 50% 100% Perlakuan R2 1 bagian 27,56% 0,71% 0,03% 5,0% 33,3% 2 bagian 43,29% 16,65% 6,66% 66,7% 100% R3 1 bagian 20,69% 0,53% 0,025% 3,75% 25% 3 bagian 48,75% 18,75% 7,5% 75% 100%

Sumber: Arbuckle (1986), Ardiyastuti (2001) dan Leli (2001) yang dimodifikasi

Penimbangan berat adonan pada volume yang sama yaitu 120 ml, dilakukan sebelum proses pendinginan dan penimbangan berat es krim dilakukan setelah es krim dihasilkan oleh ice cream maker, sebelum es krim dimasukkan ke dalam ruang pengeras. Waktu Leleh (Arbuckle, 1986). Pengukuran waktu leleh dilakukan terhadap es krim yang telah dikeraskan selama 24 jam.Waktu leleh diukur dengan cara sebagai berikut: sebanyak 10 g es krim ditempatkan pada saringan dan ditampung oleh gelas, lalu dibiarkan mencair pada suhu 25 dan 37 C. Suhu 25 C adalah suhu ruang di laboratorium dan suhu 37 C adalah suhu inkubator yang diasumsikan sesuai dengan suhu tubuh manusia normal. Waktu leleh adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencair sempurna pada suhu tersebut dengan menggunakan satuan menit. Viskositas (Manual Laboratory Brookfield Viscometer, 2006). Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Brookfield Viscometer. Sebelum diukur, sampel dilelehkan dan dibiarkan hingga mencapai suhu ruang. Rotor dipasang pada alat dan dicelupkan ke dalam sampel yang ditempatkan dalam wadah. Rotor akan berputar dan jarum penunjuk arah bergerak sampai diperoleh nilai viskositas produk. Pembacaan nilai viskositas dilakukan saat jarum penunjuk stabil. Nilai pH (DSN, 1992). Pengukuran nilai pH menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, alat dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan 7. Sampel sebanyak 10 ml diambil dan selanjutnya elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel tersebut. Nilai yang dibaca adalah nilai saat pH meter telah stabil. Total Asam Tertitrasi (DSN, 1992). Pengukuran total asam tertitrasi pada es krim diukur dengan metode titrasi yang dinyatakan sebagai persentase asam laktat. Sampel es krim yang telah dicairkan sebanyak 10 ml dipipet ke dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan indikator fenolftalein (PP) 2-3 tetes dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi dihentikan apabila telah terjadi perubahan warna merah muda yang tetap.

Total asam tertitrasi (% asam laktat) = Keterangan: N V1

NxV1 xEqwt x100 % V2 x1000 = Normalitas NaOH

= Warna titran (volume NaOH)

Eqwt = Besar equident asam yang dominan

V2

= Volume sampel

Uji Organoleptik (Rahayu, 1998). Uji hedonik terhadap es krim dilakukan dengan menggunakan skala penilaian satu sampai lima (1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=netral, 4=suka, 5=sangat suka) untuk kesan cita rasa, aroma, tekstur, warna, keasaman, daya leleh dan penerimaan secara umum. Analisis Kelayakan Ekonomi. Analisis kelayakan ekonomi meliputi analisis biaya produksi, analisis biaya pokok dan analisis titik impas. Analisis biaya produksi dapat dihitung menggunakan rumus (Pramudya dan Dewi, 1992): BT = BTT + BVT Keternangan: BT BTT BVT = Biaya Total (Rp) = Biaya Tetap Total (Rp) = Biaya Variabel Total (Rp) Biaya pokok produksi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang, sehingga barang tersebut dapat digunakan. Menurut Pramudya dan Dewi (1992), biaya pokok dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

keterangan: BP = Biaya Pokok (Rp/unit) BT = Biaya Total (Rp) PT = Produksi Total (unit) Analisa titik impas (break even point) adalah suatu cara untuk mengetahui volume produksi berapakah perusahaan tersebut mengalami kerugian atau mendapat keuntungan. Menurut Jumingan (2008), untuk menghitung titik impas produksi dapat digunakan empat rumus, yaitu:

Keterangan: BEP FC = Titik Impas Produksi (unit) = Biaya Tetap Produksi (Rp)

= konstanta = variable cost ratio (VCR perbandingan antara biaya variabel dengan hasil penjualan Apabila produksi dan penjualan berada pada titik impas, berarti perusahaan

tersebut tidak akan mengalami kerugian maupun mendapat keuntungan dengan menjual sebanyak TIP unit. Sedangkan jika ingin mendapatkan keuntungan makaharus menjual lebih dari TIP unit.

Dimana

= marginal income rasio (rasio pendapatan marginal dengan hasil

penjualan). MIR = 1 VCR

Keterangan: P V = harga jual per unit = biaya variabel per unit Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Unit percobaan yang diamati adalah es krim. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan adalah taraf pemberian ekstrak rosella yaitu 0%, 5% dan 10%. Peubah yang diamati adalah overrun, waktu leleh, viskositas, nilai pH, total asam tertitrasi, dan uji organoleptik mutu hedonik. Model rancangan percobaannya berdasarkan Steel dan Torrie (1993) adalah: Yij = +i+ij Dimana: i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2 Keterangan: Yij = Respon pengaruh faktor penggunaan ekstrak rosella pada es krim pada konsentrasi ke-i dan ulangan ke-j = Nilai rata-rata umum i = Pengaruh penambahan ekstrak rosella pada konsentrasi ke-i

ij = Pengaruh galat percobaan Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: H0 = Penambahan ekstrak rosella tidak berpengaruh terhadap sifat fisik dan organoleptik es krim yang dihasilkan H1 = Penambahan ekstrak rosella berpengaruh terhadap sifat fisik dan organoleptik es krim yang dihasilkan Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam pada taraf beda nyata 5% (P<0,05). Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut beda nyata jujur (uji Tukey). Data hasil uji organoleptik diuji dengan uji nonparametrik Kruskal Wallis. Uji Kruskal Wallis ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan dan ranking. Apabila hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang dianalisis.

RENCANA BIAYA Bahan Susu cair Susu skim Sukrosa (gula tebu) Cremodan-SIM Jambu biji merah Rosella kering Pembelian bahan-bahan kimia Analisis kandungan gizi -Kandungan serat pangan -Kandungan vitamin C Peminjaman alat Analisis organoleptik Dokumentasi Pembuatan proposal perbanyakan laporan akhir TOTAL Rincian 9 liter x @ Rp 6.000,5 liter x @ Rp. 9.000,2 kg x @ Rp. 4000,2 kg x@ Rp 8.000,1/2 kg x @ Rp 80.000,Jumlah (Rp) 54.000 45.000 8.000 15.000 16.000 40.000 250.000 1200.000 1500.000 100.000 250.000 50.000 120.000 2.344.000

4 p x 3 u x Rp 100.000,4 p x 3 u x Rp 125.000,-

dan

6 x @ Rp 20.000,-

DAFTAR PUSTAKA Andarwulan, N. dan P. Hariyadi. 2005. Optimasi produksi antioksidan pada proses perkecambahan biji-bijian dan diversifikasi produk pangan fungsional dari kecambah yang dihasilkan. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Arbuckle, W. S. 1986. Ice Cream. The AVI Publishing Company, hc., Westport, Connecticut. Astawan, M. dan AL. Kasih. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Bassette, Richard and Judith S. Acosta. 1988. Composition of Milk Products. Dalam: Fundamentals of Dairy Chemistry. 3rd Ed. Wong, Noble P (Ed). Van Nostrand Reinhold, New York. Bourne, G. H. 1978. Human and Veterinary Nutrition. World Review of Nutrition and Dietetics. Vol. 30., New York. Cafah, G.F. 2009. Analisis biaya produksi pada usaha produksi tahu di pabrik tahu Bandung Raos Cap Jempol, Dramaga, Bogor. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Combs, G. F. 1992. The Vitamins: Fundamental Aspects in Nutrition and Health. Academic Press, Inc., London. Cross, H. R. and A. J. Overby. Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publisher, Amsterdam. Dewan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Standar Nasional Indonesia, Jakarta. Fasoyiro, S.B., O.A. Ashaye, A. Adeola and F.O. Samuel. 2005. Chemical and Storability of Fruit-Flavoured (Hibiscus sabdariffa) Drinks. World Journal of Agricultural Sciences 1 (2): 165-168. Furkon, L.A. 2006. Konsumsi pangan sumber antioksidan mahasiswa TPB-IPB serta kaitannya dengan daya tahan tubuh terhadap penyakit flu dan diare akibat infeksi. Laporan Penelitian Dosen Muda. Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Gassama-Dia, Y.K., D. Sane and M. Ndoye. 2004. Direct genetic transformation of Hibiscus sabdariffa L. African Journal of Biotechnology. Vol. 3(4):226-228 Goff, H.D. and R.W. Hartel. 2004. Ice Cream and Frozen Desserts. Dalam: Handbook of Frozen Foods. Y.H. Hui, P. Cornillon, I.G. Legaretta, M.H. Lim, K.D. Murrell and Wai-Kit Nip (Eds). Marcel Dekker, Inc., New York. Gould, W.P. and A. Raga. 2002. Pests of Guava. Dalam: Tropical Fruits Pests and Pollinators: Biology, Economic Importance, Natural Enemies and Control. J.E. Pena, J.L. Sharp and M. Wyoski. CABI Publishing, New York. Handoko, T. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE, Yogyakarta. Indrasari, S.D. 2006. Padi Aek Sibundong: Pangan Fungsional. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. No. 6. Vol. 28. Jacob, A. 1975. La Nutrition. Presses Universitarres den France, Paris. Jenness, R. 1988. Composition of Milk. Dalam: Fundamentals of Dairy Chemistry. 3rd Ed. Wong, Noble P (Ed). Van Nostrand Reinhold, New York Judkins, H.F and H. A. Keener. 1966. Milk Production and Processing. John Wiley and Sons, Inc., New York. Jumingan. 2008. Analisis Laporan Keuangan. PT. Bumi Aksara, Jakarta Kuswadi. 2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Biaya. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Limbong, W.H. dan P. Sitorus. 1989. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB, Bogor. Lock, A.L. and K.J. Shingfield. 2004. Optimising Milk Composition. Dalam: Dairying: using science to meet consumers needs. E. Kebreab, J.A.N. Mills and D.E. Beever. Nottingham University Press, Nottingham. Manual Laboratory Brookfield Viscometer. 2006. More Solutions to Aticky Problems: A Guide to Gettingmore from Your Brookfield Viscometer. Brookfield Engineering Labs., Inc. Middwboro, USA. Muchtadi, D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Dept. Pendidikan dan Kebud. Dirjend Dikti. Pusat Antar Univeritas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mulyadi. 1986. Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok Produksi dan Pengendalian Biaya. BPFE, UGM. Yogyakarta. Muoz, A.M., G.V. Civille and B.T. Carr. 1992. Sensory Evaluation in Quality Control. Van Nostrand Reinhold, New York Nakasone, H.Y. and R.E. Paull. 1999. Tropical Fruits. CAB Internasional, New York. Recommended Dietary Allowance. 8th ed. (National Academy of Science, Washington). Rismunandar. 1989. Tanaman Jambu Biji. Sinar Baru, Bandung Riyanto, B. 1993. Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan. Edisi Ketiga. Yayasan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta. Robinson, R.K., J.A. Lucey and A.Y. Tamime. 2006. Manufacture of Yoghurt. Dalam: Fermented Milks. Tamime, A. Y (Ed). Blackwell Science Ltd., Oxford. Sizer, F. S. and E. N. Whitney. 2008. Nutrition Concepts and Controversies. 11th Edition. Thomson Wadsworth, Belmont. Soemarsono. 1984. Peranan Harga Pokok dalam Penentuan Harga Jual. ESG, Jakarta. Stani, D. 2009. Analisis struktur biaya usaha ternak kambing perah (kasus: tiga skala pengusahaan di Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB, Bogor. Sudarsono. 1986. Pengantar Ekonomi Mikro. LP3ES, Jakarta Tamime, A. Y. and V. M. E. Marshall. 1997. Microbiology and technology of fermented milks. Dalam: Microbiology and Biochemistry of Cheese and Fermented Milk. 2nd Edition. Law, B. A. (Ed). Blackie Academic and Professional, London Tamime, A. Y., A. Skriver dan L.E. Nilsson. 2006. Starter Cultures. Dalam: Fermented Milks. Tamime, A. Y (Ed). Blackwell Science Ltd., Oxford. Tapan, E. 2005. Kanker, Antioksidan dan Terapi Komplementer. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta

Tsai, P.J., J. McIntosh, P. Pearce, B. Camden, and B.R. Jordan. 2002. Anthocyanin and antioxidant capacity in Roselle (Hibiscus Sabdariffa L.) extract. J. Food Research International. 35 (2002):351-356. Wang, S.Y. 2007. Fruits with High Antioksidant Activity as Functional Food. Dalam: Functional Food Ingredients and Nutraceuticals: Processing Technologies. John Shi (Ed). CRC Press, Boca Raton Wasis. 1988. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Alumni, Bandung. Watts, B.M., G.L. Ylimaki, L.E. Jeffery, L.G. Elias. 1989. Basic Sensory Methods for Food Evaluation. International Development Research Centre, Ottawa Winton, A. L. and K. B. Winton. 1949. The Structure and Composition of Food. Volume III. John Wilwy & Sons, Inc., New York. Wong, P., Y.H.M. Salmah and Y.B. Cheman, 2002. Physico-chemical characteristics of roselle (Hibiscus sabdariffa l.). Nutr. and Food Sci., 32: 68-73.

You might also like