You are on page 1of 101

SKRIPSI PERBEDAAN TINGKAT ASUPAN ENERGI, PROTEIN, DAN ZAT BESI ANTARA REMAJA PUTRI DENGAN ANEMIA DAN

REMAJA PUTRI TIDAK ANEMIA DI PONDOK PESANTREN IBADURRAHMAN KOTAMADYA TANGERANG

Skripsi ini diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi

DISUSUN OLEH : ANUGRAH NOVIANTI 2007 32 002

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kesehatan masyarakat, anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang rendah dibawah ambang batas yang ditentukan WHO, UNICEF, UNU (WHO, 2007). Dari berbagai penyebab anemia, kekurangan zat besi yang dikenal dengan Anemia Gizi Besi (AGB) merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dan sekitar 50% penyebab anemia di dunia adalah AGB1. Di Indonesia terdapat empat masalah gizi yang utama yaitu Kurang Kalori Protein (KKP), Kurang Vitamin A (KVA), gondok endemik dan kretin serta anemia gizi (Bapelkes Salaman, 2000:161). Anemia gizi merupakan masalah gizi utama di Indonesia, yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001 menunjukkan 26.5% remaja putri; 40% WUS dan 47% anak usia 0-5 tahun menderita anemia2. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukan bahwa prevalensi anemia secara nasional masih cukup tinggi pada berbagai kelompok rentan terutama di daerah pedesaan. Prevalensi anemia yang ditemukan pada wanita tidak hamil umur 15 tahun adalah sebesar 19.7%, pada laki-laki umur 15 tahun sebesar 13.1% dan pada anak dibawah usia 15 tahun sebesar 9.8% dan pada wanita hamil sebesar 24.5% .

1 2

The World Bank Report, 2006 Bambang Tri. 2007, Anemia Defisiensi Besi pada Anak sekolah : http://www.suaramerdeka.com

Prevalensi anemia terbesar pada kelompok tidak hamil umur 15 tahun adalah di provinsi Maluku yakni sebesar 43.4% dan terkecil di provinsi Sulawesi Utara yakni sebesar 8.7%, sedangkan provinsi Banten sebesar 19.3%3. Pada anak sekolah remaja putri, prevalensi anemia berbeda menurut daerah penelitian seperti di Jakarta Timur sebesar 17.4%, di Tangerang Kota sebesar 46% sampai 61%.4 Di Indonesia, penyebab AGB secara langsung adalah asupan zat besi yang kurang melalui makanan dan infeksi penyakit, dan infestasi cacing sedangkan penyebab tidak langsung adalah perhatian terhadap keluarga yang masih rendah, pendidikan yang masih rendah, ekonomi yang masih rendah, status sosial wanita yang masih rendah di masyarakat dan lokasi geografis yang buruk5. Anemia gizi besi pada anak usia sekolah di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, 40 persen anak usia sekolah, yaitu 6 21 tahun, mengalami anemia ini. Akibatnya, tingkat kecerdasan anak usia sekolah juga menurun. Anemia ini menyebabkan tingkat produktivitas anak berkurang 20 30 persen.6 AGB dapat pula disebabkan oleh infestasi parasit seperti cacing tambang (Ancylostoma dan Necator), Scistosoma, Ascaris dan mungkin Trichuris trichiura. Darah yang hilang akibat infestasi cacing tambang bervariasi antara 2 - 100 cc/hari, tergantung pada beratnya infestasi. Kisaran jumlah darah yang dihisap oleh Necator americanus ialah 0.031 0.015 cc per ekor. Perkiraan jumlah cacing pada
3 4

Depkes R.I, 2008, Riset kesehatan dasar tahun 2007, Jakarta:Depkes WHO, 2005, Vitamin and Mineral Nutrition Information system (VMNS), http://www.who.int/vmnis/anemia/data/database/countries/idn_ida.pdf 5 Depkes R.I, 1996, Pedoman Operasional Penanggulangan Anemia Gizi di Indonesia, Jakarta: Depkes 6 Tempo Interaktif, 2007 , Anemia Gizi Besi Masih Cukup Tinggi, http://www.TempoInteraktif.com

setiap orang yang terinfestasi rata-rata 350 ekor. Jika jumlah zat besi dihitung berdasarkan banyaknya telur cacing yang terdapat dalam tinja, jumlah zat besi yang hilang perseribu telur adalah sekitar 0.8 mg (untuk Necator americanus) sampai 1.2 mg (untuk Ancylostoma duodenale) sehari7. Penelitian yang dilakukan di Zanzibar (Tanzania) tentang pemberian suplementasi Fe dan antelmintik pada 459 anak usia 6 71 bulan yang menderita anemia, kecacingan dan tidak nafsu makan, dilaporkan dapat meningkatkan nafsu makan. Penelitian tersebut menggunakan desain penelitian acak dan double-blind, dimana data nafsu makan anak didapatkan dari jawaban ibu yang mengisi lembar soal seputar nafsu makan anak dirumah. Sehingga dibutuhkan penelitian yang lebih informatif di masa yang akan datang guna membuktikan adanya peningkatan nafsu makan serta asupan zat gizi anak setelah pemberian antelmintik.8 Penelitian yang dilakukan pada 87 anak usia sekolah dengan anemia di Kenya, menunjukkan bahwa salah satu gejala yang berhubungan dengan kekurangan zat besi adalah menurunnya nafsu makan, dimana hasil yang didapat signifikan yaitu meningkatnya nafsu makan berdasarkan tingkat asupan energi setelah diberikan suplementasi besi 150 mg ferro sulfat.9 Penelitian pada mahasiswa (putra dan putri Institut Pertanian Bogor) dengan anemia, hasil menunjukan terdapat kenaikan jumlah asupan energi dan zat gizi
7 8

Arisman, 2004 , Gizi daur hidup, (Jakarta : EGC),h. 146 Rebecca J. Stoltzfus, Hababu M. Chway, Antonio Montresor, Low Dose Daily Iron Supplementation Improves Iron Status and Appetite but Not Anemia, whereas Quarterly Anthelminthic Treatment Improves Growth, Appetite and Anemia in Zanzibar Preschool Children J. Nutr. 134: 348356, 2004 9 Jeanne W. Lawless, Michael C Latham, Iron Supplementation Improves Appetite and Growth in Anemic Kenyan Primary School Children, J. Nutr. 124: 645-654, 1994.

baik pada peserta putri dan putra setelah diberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Pada data awal menunjukkan rata-rata asupan energi peserta putri sebesar 1487 kkal dan putra 1876 kkal. Pada pengukuran data akhir, terjadi peningkatan rata-rata asupan energi dan protein peserta, yaitu peserta putri menjadi sebesar 1860 kkal (93.0%) dan 42.6 g (83.5%), sedangkan peserta putra 2534 kkal (101.4%) dan 55.3 g (83.8%). Sehingga terdapat kenaikan asupan energi dan protein pada peserta putri sebesar 373 kkal dan 6.5 g, sedangkan pada peserta putra meningkat 658 kkal dan 13.7 g10. Hasil penelitian yang dilakukan di SMUN 1 Cibinong Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa kejadian anemia gizi remaja putri sebesar 42,2%, dan variabel yang berhubungan bermakna secara statistik (P < 0,05) dengan kejadian anemia remaja putri adalah kebiasaan makan, yang meliputi : diet, kebiasaan makan sumber protein hewani dan kebiasaan minum teh.11 Penelitian yang dilakukan terhadap remaja putri di pesantren Ibadurrahman, menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap rata-rata konsumsi protein, lemak, Fe, Vitamin C, Vitamin A, dan asam folat selama 1 hari, 3 hari, dan 7 hari pada metode recall.12 Sebuah studi analisis dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan RI, mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan
10

Dodiek Briawan, dkk, 2005, Makalah Pemberian makanan Tambahan (PMT) pada mahasiswa:pengaruhnya terhadap asupan gizi, status besi dan antropometri,(Bogor:IPB) 11 Indah Indriawati Herman, 2001, Skripsi Hubungan Anemia Dengan Kebiasaan Makan, Pola Haid, Pengetahuan Tentang Anemia Dan Status Gizi Remaja Putri Di Smun 1 Cibinong Kabupaten Bogor, (Depok : Universitas Indonesia). 12 Merryna Nia Silvia, 2011, Skripsi : Perbedaan Konsumsi Energi dan Zat-zat Gizi lain menurut Metode Recall dan Record berdasarkan Interval Waktu Konsumsi Makanan pada Remaja Putri, (Jakarta : Universitas Esa Unggul).

kejadian status anemia remaja putri, yaitu investasi cacing, tingkat konsumsi energi, protein, vitamin A, vitamin C, zat besi, status Cu, pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan kebiasaan minum teh menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan bermakna secara statistik dengan kejadian anemia gizi remaja putri adalah variabel investasi cacing, tingkat konsumsi energi, protein, dan vitamin C. Variabel yang paling berhubungan secara bersama-sama terhadap kejadian anemia gizi adalah variabel tingkat konsumsi vitamin C.13 Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Banyak pengalaman membuktikan bahwa dalam melakukan penilaian konsumsi makanan banyak terjadi bias tentang hasil yang diperoleh. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : ketidaksesuaian dalam menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai dengan tujuan, ketelitian alat timbang makanan, kemampuan petugas pengumpulan data, daya ingat responden, daftar komposisi makanan yang tidak sesuai dengan makanan yang dikonsumsi responden dan interpretasi hasil yang kurang tepat.14 Penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren biasanya belum

menggunakan siklus menu, dan dengan keterbatasan biaya yang ada menyebabkan kurangnya variasi menu yang disajikan. Hal ini berpengaruh terhadap kurangnya asupan zat gizi termasuk zat besi, asam folat dan vitamin C yang sangat dibutuhkan pada remaja puteri untuk mencegah terjadinya anemia. Kunjungan

13 14

http://jurnal.dikti.go.id/jurnal/detil/id/0:13489/q/pengarang:Basuki%20/offset/210/limit/15, 2010 I Dewa Nyoman, 2001, Penilaian status Gizi.(Jakarta:EGC) h. 87

keluarga yang biasanya membawa berbagai jenis makanan kaya zat gizi dibandingkan dengan makanan yang ada di pesantren, seharusnya dapat memenuhi kurangnya asupan zat gizi ini. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Perbedaan Tingkat Asupan Energi, Protein dan Zat Besi antara Remaja Putri dengan Anemia dan Remaja Putri Tidak Anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang. B. Identifikasi masalah Salah satu gejala yang berhubungan dengan kejadian anemia adalah menurunnya nafsu makan dikarenakan berkurangnya sensorik hipotalamus yang berkaitan dengan kerja sistem berbagai hormon (leptin, ghrelin, PYY-336, dan cholecystokinin) sehingga berpengaruh pada indera penciuman dan perasaan untuk makan. Selain anemia gizi besi, investasi cacing juga berpengaruh terhadap kejadian hilangnya nafsu makan penderitany, dimana kecacingan juga dapat berdampak akhir menjadi anemia. Menurunnya nafsu makan akan berdampak langsung dengan berkurang asupan zat gizi, seperti : energi, protein, dan zat besi. C. Pembatasan Masalah Karena keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga, maka pada penelitian ini peneliti hanya meneliti perbedaan tingkat asupan energi, protein, dan zat besi antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia. D. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah : Adakah perbedaan tingkat asupan energi, protein, dan zat besi antara

remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang ?. E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui perbedaan tingkat asupan energi, protein, dan zat besi antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang. 2. Tujuan Khusus : a. Untuk mengidentifikasi perbedaan tingkat asupan energi weekdays dan weekend antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang. b. Untuk mengidentifikasi perbedaan tingkat asupan protein weekdays dan weekend antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang. c. Untuk mengidentifikasi perbedaan tingkat asupan zat besi weekdays dan weekend antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan masukan dalam meningkatkan mutu pendidikan, penelitian dan pelayanan kesehatan khususnya di bidang gizi, yaitu : 1. Bagi Dinas Kesehatan Kotamadya tangerang

Sebagai salah satu acuan untuk memberikan intervensi yang tepat dalam mencukupi asupan zat gizi mikro (Fe) guna menanggulangi kasus anemia pada remaja putri. 2. Bagi Pesantren Sebagai masukan dalam memberikan makanan yang mencukupi zat gizi terutama makanan yang kaya akan zat besi asam folat dan vitamin C untuk mencegah terjadinya anemia. 3. Bagi masyarakat dan keluarga Membantu masyarakat dan keluarga dalam meningkatkan perhatian dan kasih sayang dalam membesarkan dan merawat remaja putri mereka dalam pemberian asupan makanan untuk terhindar dari anemia. 4. Bagi Peneliti Upaya meningkatkan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti, dalam mengintervensi kejadian anemia pada remaja putri untuk peningkatan asupan zat gizi khusunya energi, protein dan zat besi.

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis 1. Anemia Anemia adalah keadaan dimana kadar zat merah darah atau hemoglobin (Hb) lebih rendah dari nilai normal15. Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat disebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah16. Tanda-tanda Anemia : 1. Lesu, lemah, letih, lelah dan lalai (5L). 2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang. 3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat 4. Tidak nafsu makan Klasifikasi Anemia Gizi 1. Anemia gizi besi Zat gizi besi (Fe) merupakan inti molekul hemoglobin yang merupakan unsur utama dalam sel darah merah, maka kekurangan pasokan zat gizi besi menyebabkan menurunnya produksi hemoglobin. Akibatnya, terjadi pengecilan ukuran (microcytic),

15

Mary E. Beck, 2000, Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan Penyakit Penyakit untuk Perawat dan Dokter, (Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica), h. 196 16 Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Jakarta : EGC), h .538

10

rendahnya

kandungan

hemoglobin

(hypochromic),

serta

berkurangnya jumlah sel darah merah. 2. Anemia gizi vitamin E Anemia defisiensi vitamin E dapat mengakibatkan integritas dinding sel darah merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga sangat sensitif terhadap hemolisis (pecahnya sel darah merah). Karena vitamin E adalah faktor esensial bagi integritas sel darah merah. 3. Anemia gizi asam folat Anemia gizi asam folat disebut juga anemia megaloblastik atau makrositik; dalam hal ini keadaan sel darah merah penderita tidak normal dengan ciri-ciri bentuknya lebih besar, jumlahnya sedikit dan belum matang. Penyebabnya adalah kekurangan asam folat dan atau vitamin B12. Padahal kedua zat itu diperlukan dalam pembentukan nukleoprotein untuk proses pematangan sel darah merah dalam sumsum tulang. 4. Anemia gizi vitamin B12 Anemia ini disebut juga pernicious, keadaan dan gejalanya mirip dengan anemia gizi asam folat. Namun, anemia jenis ini disertai gangguan pada system alat pencernaan bagian dalam. Pada jenis yang kronis bisa merusak sel-sel otak dan asam lemak menjadi tidak normal serta posisinya pada dinding sel jaringan saraf

11

berubah. Dikhawatirkan, penderita akan mengalami gangguan kejiwaan. 5. Anemia gizi vitamin B6 Anemia ini disebut juga siderotik. Keadaannya mirip dengan anemia gizi besi, namun bila darahnya diuji secara laboratoris, serum besinya normal. Kekurangan vitamin B6 akan mengganggu sintesis (pembentukan) hemoglobin. 6. Anemia Pica Penderita memiliki selera makan yang tidak lazim, seperti makan tanah, kotoran, adonan semen, serpihan cat, atau minum minyak tanah. Tentu saja perilaku makan ini akan memperburuk penyerapan zat gizi besi oleh tubuh17. 2. Anemia Gizi Besi Anemia kurang besi adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius, berdampak pada perkembangan fisik dan psikis, perilaku dan kerja. Sejauh ini kurang zat besi merupakan penyebab anemia gizi yang paling lazim, hal tersebut dapat dikaitkan dengan kurangnya zat lainnya seperti vitamin B12, piridoksin dan tembaga, karena jarang terjadi dan tidak menjadi masalah utama kesehatan masyarakat. Disamping itu infeksi kecacingan juga merupakan penyebab yang dapat memperberat anemia kurang besi.

17

Moh. Harli,1999, Mengatasi Penyebab Anemia Kurang Besi, http://www.indomedia.com

12

Tabel 1 Batas penentuan anemia gizi besi (WHO) Kelompok Umur Anak usia 0.5 4.99 tahun Anak usia 5 11.99 tahun Anak usia 12 14.99 tahun Wanita dewasa tidak hamil 15 tahun Wanita hamil Laki laki 15 tahun Kadar Hb dalam darah (g/dl) 11.0 11.5 12.0 12.0 11.0 13.0

Sumber : Iron deficiency anaemia: assessment, prevention, and control. A guide for programme managers. Geneva, World Health Organization, 2001 (WHO/NHD/01.3)

Anemia pada remaja putri dapat terjadi karena : 1. Defisiensi zat gizi yang berperan dalam eritropoesis, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin B6 dan vitamin E. Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah : makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati, ayam). Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua, yang walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang diserap dengan baik oleh usus. Kurangnya asupan vitamin c (Ascorbic acid), yang dapat meningkatkan absopsi zat besi. 2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi Pada masa pertumbuhan seperti pada remaja,kebutuhan akan zat besi meningkat tajam. Kebutuhan normal pada remaja putri adalah 14 25 mg/hari.

13

3. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh Pendarahan atau kehilangan darah pada waktu haod berarti mengeluarkan zat besi yang dalam darah rata-rata sebanyak 0.5 mg/hari. Kecacingan (terutama cacing tambang). Infeksi cacing tambang mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi.18 Akibat anemia pada remaja putri : 19 1. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar 2. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal. 3. Menurunkan kemampuan fisik 3. Hemoglobin a. Pengertian Hemoglobin (Hb) Hemoglobin merupakan suatu protein yang kompleks, yang tersusun dari protein globin dan suatu senyawa bukan protein yang dinamai hem.20 Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Hb merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas

18 19

Sunita almatsier, 2001, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, (Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama)h.239 Bernas, 2010, Anemia Banyak Menyerang Remaja Putri, http://www.bernas.co.id 20 Moh.Sadikin, 2001, Biokimia Darah, (Jakata:Wydia Medika) h.17

14

pembawa oksigen pada darah. Kandungan hemoglobin yang rendah dengan demikian mengindikasikan anemia.21 Dalam sel darah merah hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen (O2). Dengan banyaknya oksigen yang dapat diikat dan dibawa oleh darah, pasokan oksigen ke berbagai tempat di seluruh tubuh, bahkan yang paling terpencil dan terisolasi sekalipun akan tercapai termasuk otak.22 4. Kehilangan Zat Besi Pendarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia, misalnya pada peristiwa23: a. Pendarahan Pendarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Setelah mengalami pendarahan yang cepat, maka tubuh akan mengganti cairan plasma dalam waktu 1 sampai 3 hari, namun hal ini akan menyebabkan konsentrasi sel darah merah menjadi rendah. Bila tidak terjadi pendarahan yang kedua, maka konsentrasi sel darah merah biasanya kembali normal dalam waktu 3 sampai 6 minggu. Pada kehilangan darah yang kronis, penderita sering kali tidak dapat mengabsorbsi cukup besi dari usus halus untuk membentuk hemoglobin secepat darah yang hilang. Kemudian terbentuk sel
21 22

I Dewa Nyoman S, Op.Cit, h.145 Moh.Sadikin, Op.cit : 15 23 Depkes R.I, Op.cit: 17

15

darah merah yang mengandung sedikit sekali hemoglobin, sehingga menimbulkan keadaan anemia.24 b. Menstruasi Menstruasi adalah runtuhnya jaringan epitel endometrium akibat pengaruh perubahan siklik keseimbangan hormonal reproduksi wanita. Ciri-ciri menstruasi normal: 1. Lama siklus antara 21 35 hari (28 + 7 hari). 2. Lama pendarahan 2 7 hari. 3. Pendarahan 20 80 cc per siklus (50 + 30 cc). 4. Tidak disertai rasa nyeri. 5. Darah warna merah segar dan tidak bergumpal25. Pada remaja putri mulai terjadi menarche dan mensis yang disertai pembuangan sejumlah zat besi26. c. Infeksi cacing Cacing merupakan hewan tidak bertulang yang berbentuk lonjong dan panjang yang berawal dari telur/larva hingga berubah menjadi bentuk cacing dewasa. Cacing dapat menginfeksi bagian tubuh manapun yang ditinggalinya seperi kulit, otot, paru-paru, ataupun usus/saluran pencernaan.27
24 25

Guyton, Hall, Op.cit : 538 Med. Ali, dkk. Siklus Menstruasi dan gangguan Haid. Jakarta : FKUI 26 Achmad Djaeni, 2000, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa Profesi Di Indonesia,(Jakarta : Dian Rakyat) h.241 27 Waspadai Cacingan pada Anak, http://www.medicastore.com

16

Beberapa jenis cacing yang ada di Indonesia di antaranya cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang, yang penyebarannya melalui berbagai cara seperti melalui mulut, dan adapula yang melalui telapak kaki seseorang. 1. Cacing gelang (Ascaris) berukuran 20 40 centimeter, cacing betina mampu bertelur 200,000 butir sehari. Cacing ini sangat merugikan karena bisa menghisap sari makanan. Penderita dapat kehilangan karbohidrat 0.14 gram per hari dan kehilangan protein sebesar 0.035 gram per hari. Organ tubuh yang diserang adalah otak, hati, dan usus buntu. 2. Cacing cambuk (Trichuris) berukuran 4 5 centimeter, mampu bertelur 5,000 butir sehari dan senang menghisap darah. Oleh karena itu penderita yang terinfeksi cacing ini akan kehilangan darah 0.005 centimeter cubik (cc) per hari. 3. Cacing tambang berukuran 1 centimeter, mampu bertelur 10.000 sehari. Cacing ini pun dapat menghisap darah dan penderitanya akan kehilangan darah 0.2 cc per hari.28 Cacing juga dapat mengakibatkan gizi buruk dengan

menciptakan anoreksia. Penurunan nafsu makan dan asupan makanan yang kurang disebabkan infeksi cacing secara luas diakui oleh literature. Dan sebuah studi baru-baru ini 459 anak-anak di

28

Wayan widaya, Cacingan Turunkan Kualitas Hidup, Akibatkan Anemia dan Kebodohan, http://www.smallcrabonline.com

17

Zanzibar melaporkan bahwa ibu melihat secara spontan nafsu makan anak-anak mereka meningkat setelah diberikan suplementasi Fe dan antelmintik.29 d. Sumber Infeksi Cacing 1. Cacing Tambang (Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus) Infeksi cacing mungkin sudah ada pada orang Mesir di jaman dahulu; penyakitnya sudah dibahas di Italia, Arab dan Brazil, sebelum Ancylostoma duodenale, yaitu cacing tambang ditemukan oleh Dubini pada tahun 1838. Walaupun penyakit cacingan sudah dikenal di Amerika Serikat pada thaun 1845, Stiles baru membahas cacing tambang Necator Americanus pada tahun 1902 yang dibawa budak berlian dari Afrika Barat ke Amerika Serikat. Berikut adalah sumber sumber penyebaran cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator Americanus) : a. Orang orang yang terinfeksi parasit dan defekasi di tanah yang sering dikunjungi orang lain atau berada pada lingkungan masyarakat sekitar, bertumpuknya tinja di tempat tempat terpencil di dekat rumah, dapat menyebabkan infeksi cacing bagi keluarga yang lain.

29

Parasitic worm, 2010, http://en.wikipedia.org/wiki/Parasitic_worm

18

Sekolah yang beralaskan dengan tanah langsung juga dapat menjadi sumber infeksi yang sangat baik. b. Tanah pasir atau campuran tanah liat dan pasir merupakan tempat perkembangbiakan yang baik untuk larva cacing tambang. c. Iklim panas sangat berpengaruh bagi perkembangbiakan telur dan larva. d. Kelembaban yang tinggi dapat memicu terjadinya perkembangbikaan telur dan larva cacing tambang. e. Penduduk yang tidak memakai sepatu. Dimana masih ada penduduk dunia yang tidak memakai sepatu atau sandal karena tidak dapat membelinya atau merasa tidak memerlukannya. f. Sanitasi lingkungan yang buruk. 30 2. Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides) Penularan dapat terjadi di lingkungan rumah tangga, dengan keluarga sebagai sumber penyebaran. Dapat juga terkontaminasi dari tanah yang banyak mengandung telur cacing yang dapat masuk ke sela sela kuku jari tangan dan kaki, juga halaman rumah yang berlantai tanah dan tidak memakai alas kaki saat keluar rumah.

30

Harold W.Brown, 1982, Dasar Parasitologi Klinis,(Jakarta : PT. Gramedia Jakarta) h. 190 201

19

Telur yang infektif dipindahkan dari tangan ke mulut melalui mainan anak anak, makanan yang kotor, dan tangan kita sendiri. Telur juga dapat bertahan hidup berbulan bulan di dalam air selokan yang tergenang atau tinja yang menumpuk di atas tanah.31 3. Cacing Cambuk (Trichuris Trichiura) Penyebarannya seiring dengan penyebaran Ascaris

lumbricoides. Frekuensi yang tertinggi ditemukan di daerah daerah dengan hujan lebat, iklim subtropik, dan tanah kontiminasi tinja. Anak anak lebih sering terkenan infeksi daripada orang dewasa. Infeksi tersebut dapat disebabkan karena anak anak sering bermain tanah dimana tanah adalah sumber infeksi cacing yang baik. Infeksi pada manusia dapat terjadi dengan tertelannyatelur yang berisi embrio cacing dengan perantara tangan, makanan atau minuman yang secara langsung terkena kontaminasi tanah yang mengandung bentuk infektif dari cacing, atau secara tidak langsung dengan perantaraan alat permainan, binatang peliharaan dan debu.32 e. Pencegahan Infeksi Cacing Infeksi cacing dapat dikurangi atau dihindarkan dengan :

31 32

Ibid : 212 - 213 Ibid : 181

20

1. Sanitasi pembuangan tinja yang layak dan bersih. 2. Melindungi orang orang yang mungkin dapat terinfeksi (susceptible). 3. Mengobati orang orang yang sudah terinfeksi cacing secara tuntas dan berkelanjutan. 4. Kebersihan perorangan, seperti : kuku kuku jari yang dpotong pendek, mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum makan, juga mencuci daerah perianal (sekitar anus)setelah bangun tidur. 5. Menggunakan antiseptik untuk air di bak mandi. 6. Mencuci alas tidur, pakaian dalam dengan bersih. 7. Memilih makanan bersih dan tidak terkontaminasi oleh kuman, debu, dan tangan orang orang yang terinfeksi cacing. 8. Kampanye pendidikan tentang PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) juga dirasa cukup penting dalam mencegah terjadinya infeksi cacing.33 5. Anemia dan Penurunan Fungsi Otak Anemia menyebabkan jumlah oksigen yang diikat dan dibawa hemoglobin berkurang, sehingga tidak dapat memenuhi keperluan jaringan. Beberapa organ dan proses memerlukan oksigen dalam jumlah besar. Bila jumlah oksigen yang dipasok berkurang maka kinerja organ yang

33

Ibid : 183 217

21

bersangkutan akan menurun, sedangkan kelancaran proses tertentu akan terganggu. Otak adalah jaringan yang memerlukan energi dalam jumlah besar setiap saat. Keperluan akan energi dalam jumlah yang besar ini hanya dapat dipenuhi oleh metabolisme yang berlangsung dalam keadaan aerob. Jaringan otak mutlak memerlukan oksigen supaya tetap dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Keadaan anoksida (ketiadaan oksigen) yang berlangsung beberapa menit saja akan mengakibatkan kerusakan menetap yang tidak dapat diperbaiki lagi pada jaringan dan sel-sel otak. Zat besi salah satu mikronutrien penting dalam kehidupan. Pasalnya, besi penting untuk membentuk mielin, aktivitas sel saraf, membantu aktivitas berbagai enzim, dan pembentukan neurotransmitter (suatu substansi kimia yang membawa pesan ke otak). Zat besi juga merupakan komponen penting dalam sintesis hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, mioglobin (zat warna merah daging) serta proses-proses yang berkaitan dengan metabolisme sel.34 Anemia membuat transfer oksigen yang memperlancar metabolisme sel-sel otak dan lemak mielin yang mempercepat hantar impuls saraf (neurotransmitter) menjadi terhambat. Sehingga kinerja otak dalam memberikan sensorik akan menurun dan menghambat stimulus ke berbagai macam hormon termasuk hormon yang dihasilkan pada sistem pencernaan,

34

Luciana B Sutanto, 2010, Tabloid Mom & Kiddie : Zat Besi Cukup, Anemia Takut, edisi 11 th IV (21 Des 2009 - 3 Jan 2010)

22

ini dapat mengakibatkan menurunnya rasa ingin makan atau nafsu makan pada penderita anemia. Pada masa remaja atau dewasa, anemia bisa menurunkan kemampuan dan konsentrasi serta gairah untuk beraktifitas. Pada anak, anemia bisa menghambat pertumbuhan fisik dan mentalnya. Sementara pada wanita hamil, anemia menyebabkan risiko pendarahan sebelum atau saat melahirkan, risiko bayi lahir dengan berat badan rendah atau prematur, cacat bawaan, dan cadangan zat besi bayi yang rendah. Anemia dapat menyebabkan pertumbuhan tinggi dan berat badan dibawah normal, penurunan tingkat kecerdasan, dan gangguan pada system saraf serta otak. Sehingga akan berakibat gangguan konsentrasi, daya ingat rendah, kapasitas pemecahan masalah rendah, tingkat kecerdasan lebih rendah dan gangguan perilaku. Anemia sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Anak perempuan lebih tinggi risikonya karena mengalami menstruasi. 35 6. Nafsu Makan (Appetite) Nafsu makan adalah keinginan untuk makan, menurunya perasaan lapar. Nafsu makan berasal dari sensorik hipotalamus yang menstimulus berbagai macam hormon (leptin, ghrelin, PYY-336, dan cholecystokinin) yang diproduksi pada saluran pencernaan dan jaringan adiposa. Adapun hormon yang mempunyai pengaruh nafsu makan negative atau

menghilangkan nafsu makan (seperti : Tumor Necrosis Factor - alpha


35

Nuradik, 2010, Anemia, http://www.Nur4d1k.blogspot.com

23

(TNF), interleukins 1 dan 6, dan Corticotropin Releasing Hormone (CRH).36 Nafsu makan merupakan sistem regulasi yang kompleks, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi dalam tubuh. Banyak faktor yang terlibat dalam menciptakan dan mempertahankan nafsu makan untuk berat badan ideal. Masalah nafsu makan dapat berupa kelebihan nafsu makan (hyperphagia) dan kekurangan nafsu makan (anoreksia) yang menyebabkan kenaikan dan penurunan berat badan yang cepat. Hilang nafsu makan atau anoreksia kadang sering digunakan untuk menunjukkan istilah gangguan makan. Anoreksia adalah menurunnya keinginan, sensasi atau rangsangan untuk makan. Hal ini bisa disebabkan oleh gejala penyakit, gangguan atau kondisi yang mungkin memerlukan perhatian medis yang mencegah sistem pembuangan dari tubuh. Hilangnya nafsu makan berkaitan erat dengan sistem percernaan. Beberapa masalah pencernaan yang menyebabkan hilangnya nafsu makan yaitu: 1. Maag 2. Radang perut 3. Divertikulitis (radang atau infeksi satu atau lebih divertikula dalam saluran pencernaan) 4. Penyakit Crohn, dll
36

Appetite, 2010, http://en.wikipedia.org/wiki/Appetite

24

Infeksi juga dapat menyebabkan orang tidak lapar dan kehilangan nafsu makan. Infeksi yang menyebabkan hilangnya nafsu makan bisa merupakan penyakit akut atau penyakit kronis yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit atau jamur, antara lain: 1. Influenza 2. Penyakit gondok 3. Pneumonia 4. Cacar air 5. Radang tenggorokan 6. HIV/AIDS 7. Demam tipus 8. Cacingan (akibat cacing tambang) 9. Keracunan makanan (E. coli enteritis), dll Hilang nafsu makan juga disebabkan oleh efek samping beberapa obat seperti kokain, morfin, antibiotik, amfetamin, methamphetamine, obat kemoterapi, obat batuk dan hidung tersumbat (dekongestan). Beberapa kondisi psikologis, kekurangan zat gizi mikro, diet dan gaya hidup juga merupakan faktor terkait yang menyebabkan hilangnya nafsu makan, yaitu: 1. Stres 2. Depresi 3. Anemia 4. Alkohol

25

5. Migrain (sakit kepala sebelah), dll 37 Faktor lain nafsu makan menurun, yakni perubahan hormonal akibat siklus menstruasi. Mereka yang memasuki usia tua juga bisa mengalami hal ini akibat berkurangnya aktivitas fisik dan hormon tubuh. Di sisi lain, hilangnya nafsu makan bisa disebabkan kurangnya asupan zat gizi tertentu. Kekurangan zinc, misalnya, bisa menurunkan indra perasa dan penciuman. Demikian juga kekurangan kalium dan magensium. Pada dasarnya setiap jenis minuman, termasuk soda dan jus buah, dapat mengurangi rasa lapar kalau dikonsumsi sebelum waktu makan. Konsumsi alkohol berlebihan juga bisa menjadi penyebab menurunnya nafsu. Sebaliknya, konsumsi alkohol dalam jumlah normal bisa mendorong naiknya nafsu makan.38 Nafsu makan susah untuk di jabarkan, sehingga para ahli gizi mengartikan seseorang memiliki nafsu makan yang baik atau tidak, dilihat dari asupan makanan yang dinilai menggunakan food recall setidaknya 2 x 24 jam untuk hasil yang efektif, dan untuk berbagai penelitian tentang nafsu makan (appetite) ditambah dengan kuesioner penilaian nafsu makan dengan 5 skala penilaian yaitu 1 = sangat tidak nafsu makan, 2 = tidak nafsu makan, 3 = ragu ragu, 4 = nafsu makan, dan 5 = sangat nafsu makan39. 7. Asupan Energi dan Protein a. Makanan bergizi
37 38

Merry Wahyuningsih, 2010, Penyebab Hilangnya Nafsu Makan, http://www.detikhealth.com Nutrition, 2006, Menu Atasi Hilangnya Nafsu Makan, http://www.cybermed.cbn.net.id 39 Jeanne W. Lawless, Michael C Latham, Iron Supplementation Improves Appetite and Growth in Anemic Kenyan Primary School Children, J. Nutr. 124: 645-654, 1994.

26

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan fungsi normal dari organ serta menghasilkan energi.40 Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung zat yang diperlukan tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Tujuan makanan secara umum menurut ilmu kesehatan adalah untuk memperoleh energi serta memperbaiki sel tubuh yang rusak, mengatur metabolisme tubuh dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. Di mana setiap makanan memiliki kandungan zat yang berbeda baik mutu dan jumlahnya, zat makanan yang berperan inilah disebut gizi. Setiap makhluk hidup membutuhkan zat yang berasal dari makanan yang mereka konsumsi untuk pertumbuhan, hidupnya. Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung zat yang diperlukan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh yaitu untuk menyediakan energi pembangun dan memelihara jaringan tubuh serta proses kehidupan dalam tubuh. berkembang serta mempertahankan kelangsungan

40

I Dewa Nyoman S, Op.cit : 17

27

Menurut Sunita Almatsier (2001: 8), dikatakan bahwa makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh yaitu terdiri dari karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air. Adapun fungsi zat makanan adalah sebagai sumber energi atau tenaga, menyokong pertumbuhan badan, memelihara jaringan tubuh mengganti yang rusak, mengatur metabolisme dan mengatur keseimbangan, pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. Adapun Fungsi Zat Gizi adalah sebagai berikut: 1. Memberi Energi Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, protein. Oksidasi zat-zat gizi ini

menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan aktivitas. Ketiga zat gizi tersebut terdapat dalam jumlah paling banyak dalam bahan pangan. Ketiga zat gizi ini termasuk ikatan organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar. Dalam fungsi sebagai sumber energi ketiga zat ini dinamakan zat pembakar. 2. Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan Tubuh Protein, mineral, dan air diperlukan untuk membentuk selsel baru, memelihara, dan mengganti sel-sel yang rusak. Dalam fungsi ini ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat pembangun. 3. Mengatur Proses Tubuh

28

Protein, mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air dalam sel dan membentuk antibodi sebagai penangkal organisme infektif. Mineral dan vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot. Air diperlukan untuk melarutkan bahan-bahan di dalam tubuh, seperti di dalam darah, cairan, pencernaan, jaringan, dan lain-lain. Dalam fungsi mengatur proses tubuh, keempat zat gizi dinamakan zat pengatur. b. Asupan Energi Protein Asupan makan adalah makanan yang dimakan seseorang.

Kebutuhan makan pada setiap orang berbeda, karena adanya variasi genetik yang akan mengakibatkan perbedaan dalam proses

metabolisme. Asupan makan akan mempengaruhi status gizi, apabila kita mengkonsumsi makanan dengan mutu yang baik maka makanan tersebut akan memberikan semua zat gizi esensial yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh dan begitu pula sebaliknya. Kebutuhan energi bagi seseorang adalah konsumsi energi yang berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang jika memiliki ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktifitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Kekurangan energi dan protein dapat terjadi jika asupan makan kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Akibat dari kekurangan energi dan

29

protein yaitu tubuhakan mengalami penurunan berat badan dari berat badan ideal, mengakibatkan kerusakan jaringan. Pola konsumsi seseorang akan menentukan jumlah zat gizi yang dikonsumsi, baik yang dipandang dari segi kualitatif maupun dari segi kuantitatif.41 Berkurangnya nafsu makan berujung pada penurunan asupan pangan. Ketidakselektifan dalam memilih makanan yang

dikombinasikan dengan melemahnya daya serap saluran pencernaan, memicu kekurangan vitamin dan mineral. Keseimbangan energi bergantung pada asupan dan keluaran energi. Besarnya asupan bisa diperkirakan berdasarkan jumlah energi yang dikeluarkan, bukan menghitung langsung asupan perorangan. Total asupan merupakan penjumlahan dari BMR, energi yang dihabiskan untuk kegiatan fisik, pengaruh termis dari makanan. Kebutuhan energi orang yang sehat dapat diartikan sebagai tingkat asupan energi yang dapat dimetabolisasi dari makanan yang akan menyeimbangkan keluaran energi, ditambah dengan kebutuhan tambahan untuk pertumbuhan, kehamilan dan penyusuan yaitu energi makanan yang diperlukan untuk memlihara keadaan yang telah baik. 42 8. Zat besi di dalam Tubuh Tubuh manusia disusun oleh berbagai jenis mineral yang terdistribusi pada seluruh bagian tubuh. Diantara berbagai jenis mineral penyusun
41

Suhardjo, 1990, Petunjuk Laboratorium Penelitian Keadaan Pangan Dan Gizi, (Bogor:IPB), dalam http://www.info.balitacerdas.com 42 Arisman, 2007, Gizi dalam Daur Kehidupan,(Jakarta:EGC)h.83

30

tubuh, kalsium merupakan mineral terbesar yang terdapat di dalam tubuh yakni sekitar 7 kg pada orang dewasa, sedangkan besi merupakan mineral kesembilan terbesar penyusunan tubuh manusia yakni sebanyak 4.2 gr. 43 Besi yang terdapat didalam tubuh dikategorikan dalam tiga bentuk yakni : 1) besi fungsional, terutama dalam bentuk hemoglobin, 2) besi transport dalam bentuk tranferin dan 3) cadangan besi dalam bentuk ferritinin. Hemoglobin ditemukan di dalam darah, sedangkan myoglobin dan enzym heme ditemukan dalam jaringan otot. Besi transport terdapat di dalam darah dan simpanan besi terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang yang diperlukan bila tubuh tidak memperoleh zat besi yang cukup dari asupan makanan. 9. Metabolisme zat besi a. Asupan Zat Besi Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari daging hewan. Di samping banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan tersebut mempunyai angka keterserapan sebesar 20 30%. Tetapi sebagian besar penduduk di negara berkembang belum mampu menghadirkan bahan makanan tersebut di meja makan. Ditambah dengan kebiasaan mengkonsumi makanan yang dapat menganggu penyerapan zat besi (seperti kopi dan teh) secara bersamaan.

43

Bender DA, 1997, Nutrition a Reference Handbook,(Oxford: University Press)

31

Asupan zat besi harian diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, urine, dan kulit. Kehilangan basis zat besi ini diduga sebanyak 14g/kgBB/hari. Jika dihitung berdasarkan jenis kelamin, kehilangan basis besi untuk orang dewasa laki laki 0.9 mg dan 0.8 mg untuk wanita.44 Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi besi: 1. Bentuk besi Besi-haem yang merupakan bagian dari haemoglobin dan mioglobin yang terdapat pada daging hewan dapat diserap 2 kali lipat dari pada besi non haem. 2. Asam organik Seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besi non haem dengan merubah bentuk feri menjadi bentuk fero yang mudah diserap selain itu vitamin C membentuk gugus besiaskorbat yang tetap larut pada pH yang lebih tinggi dalam duodenum. 3. Asam fitat dan asam oksalat dalam sayuran. Zat ini menghambat penyerapan besi karena mengikat besi. 4. Tanin Merupakan polifenol dan terdapat dalam teh dan kopi yang juga menghambat absorpsi besi dengan cara mengikatnya.

44

Arisman, Loc.cit

32

Kalsium dosis tinggi berupa suplemen juga dapat menghambat absorpsi besi namun mekanismenya belum diketahui. 5. Keasaman lambung Kekurangan asam klorida di dalam lambung atau penggunaan obat-obat bersifat basa dapat mengurangi kerja absorpsi lambung.45 Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melaui dua cara: 1. Pemastian konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori sebesar yang semestinya dikonsumsi. Penelitian di India menunjukkan, bahwa konsumsi total besi meningkat sekitar 30 35 % setelah kekurangan energi dikoreksi. 2. Meningkatkan ketersediaan hayati zat besi yang dimakan, yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi. 10. Penilaian Asupan Makanan Penggunaan antropometri digunakan pada penderita anemia untuk melihat ketidakseimbangan antara asupan protein dengan asupan energi, dan ketidakseimbangan itu dapat terlihat pada pola kesembuhan, pertumbuhan fisik, dan proporsi jaringan seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. a. Food Recall 24 jam Pola makanan yang didapat dari hasil penilaian konsumsi makanan yang diperoleh melalui metode pengumpulan data konsumsi makanan
45

Sunita Almatsier, Op.cit : 256

33

salah satunya yaitu food recall 24 jam. Prinsip dari metode food recall 24 jam yaitu responden diminta untuk menceritakan semua bahan makanan yang responden makan dan minum selama 24 jam yang lalu (kemarin) dimulai dari responden bangun tidur sampai responden istirahat tidur malam harinya. Penilaian recall 24 jam cenderung lebih bersifat kualitatif, oleh karena itu untuk mengetahui data kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan dinyatakan secara teliti dengan menggunakan URT (Ukuran Rumah Tangga: sendok, gelas, piring,dll) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1 X 24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu . Agar data yang diperoleh representatif maka peneliti melakukan 7 kali recall 24 jam (48 jam), sehingga dapat menghasilkan gambaran asupan gizi lebih optimal dan dapat memberikan variasi yang lebih besar tentang asupan harian individu. 1. Kelebihan dari metode recall 24 jam ini adalah : a. Metode ini mudah dilaksanakan serta tidak terlalu membebani responden. b. Dapat menjangkau sampel dalam jumlah yang besar. c. Dapat diketahui konsumsi zat gizi sehari. d. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar

dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung asupan zat gizi

34

sehari. e. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf. 2. Kekurangan dari metode recall 24 jam ini adalah: a. Ketepatan sangat tergantung pada daya ingat responden. b. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, jika hanya dilakukan recall satu hari. c. Responden harus diberikan motivasi dan penjelasan mengenai tujuan dari penelitian ini. d. Keberhasilan dari metode recall 1 x 24 jam sangat ditentukan oleh daya ingat responden.46 b. Food Weighing Penggunaan metode food weighing diperlukan untuk memperkuat keakuratan penggunaan metode recall dalam penilaian asupan makan. Agar estimasi (perkiraan) yang dilakukan dalam recall lebih tepat lagi akurasinya dan hasil yang didapat akan lebih baik. Pada metode penimbangan makanan (food weighing), responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari. Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana penelitian dan tenaga yang tersedia. Langkah-langkah pelaksanaan penimbangan makanan: 1. Petugas/responden
46

menimbang

dan

mencatat

bahan

I Dewa Nyoman, Op.cit : 45

35

makanan/makanan yang dikonsumsi dalam gram. 2. Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi sehari, kemudian dianalisis dengan menggunakan DKBM atau DKGJ (Daftar Komposisi Gizi Jajanan). 3. Membandingkan Dianjurkan (AKG). a. Kelebihan metode penimbangan (food weighing) : 1. Data yang diperoleh lebih akurat/teliti. b. Kekurangan metode penimbangan (food weighing): 1. Memerlukan waktu dan cukup mahal karena perlu peralatan. 2. Bila penimbangan dilakukan dalam periode yang cukup lama, maka responden dapat merubah kebiasaan makan mereka. 3. Tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil. 4. Memerlukan kerjasama yang baik dengan responden. Yang perlu diperhatikan disini adalah, bila terdapat sisa makanan setelah makan maka perlu juga ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang dikonsumsi47. 11. Remaja Putri Remaja putri merupakan periode kehidupan diantara usia 11 21 tahun dimana ditemukan perubahan biologis, emosional, sosial dan kognitif dari hasilnya dengan Kecukupan Gizi yang

47

Survei Konsumsi Makanan, 2009, http://drvegan.wordpress.com/2009/12/01/survey-konsumsimakanan/

36

masa kanak-kanak ke masa dewasa. Di Indonesia, usia kronologis remaja berbeda-beda sesuai acuan dibawah ini48 : 1. Menurut WHO, remaja adalah anak yang sudah mencapai usia 10 18 tahun. 2. Remaja adalah seseorang yang sudah mencapai umur 10 18 tahun untuk anak perempuan dan 12 20 tahun untuk anak laki-laki. 3. Remaja adalah anak yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah (Undang-undang No 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak). 4. Remaja adalah anak yang sudah cukup matang untuk menikah yakni usia 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak lakilaki (UU Perkawinan No 1 tahun 1974). Masa remaja dibagi 3 (tiga) kelompok yakni remaja awal/dini (early adolescent) dimulai usia 11 s/d 14 tahun; remaja pertengahan (middle adolescent) mulai usia 15 s/d 17 tahun dan remaja lanjut (late adolescent) mulai usia 18 s/d 21 tahun. Pada masa remaja yang merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, juga terjadi pertumbuhan pada alat-alat kelamin dan timbulnya tanda-tanda seks sekunder. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh perubahan sistem regulasi hormonal di hipotalamus, pituitari, kelamin (gonad) dan kelenjar adrenal. Dampak dari perubahan-perubahan ini secara tidak langsung dapat

48

Soetjiningsih, 2007, Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya, (Jakarta: Sagung Seto)

37

mempengaruhi status gizi remaja karena terjadi perubahan pola makan pada remaja. Secara umum ada 2 (dua) masalah gangguan makan pada remaja yakni makan berlebihan atau mambatasi makan sangat ketat. Kelebihan konsumsi pada masa remaja akan mengakibatkan kegemukan dan kekurangan konsumsi pangan dapat menyebabkan berat badan yang rendah (kurus). Pola dan kebiasaan makan remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengaruh kelompok (peer influences), kebiasaan orangtua, ketersediaan makanan, makanan yang disukai, harga, kenikmatan, kepercayaan pribadi dan budaya, media massa dan body image. Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dalam siklus kehidupan. Asupan zat besi pada berbagai kelompok umur wanita di Amerika Serikat adalah sebagai berikut : usia 9 s/d 13 tahun sebesar 13.7 mg/hari; 14 s/d 18 tahun 13.3 mg/hari.49 Anemia gizi besi akan menyebabkan terhambat pertumbuhan dan perkembangan, tidak nafsu makan, meningkat kerentanan terhadap infeksi dan dapat menekan fungsi sistem imun, menurunkan penampilan dan ketahanan fisik. Dalam profil kesehatan Indonesia tahun 200750, hampir tidak ada program penanggulangan anemia gizi besi untuk remaja putri, hanya pada anak balita dan ibu hamil. Pemberian suplementasi tablet besi-folat masih merupakan program utama untuk ibu hamil yang dibagi ke dalam 2 tahap

49 50

Brown JE, 2008, Nutrition Through the Life Cycle, (Victoria: Thomsom Learning Australia) Depkes, 2008 b, Profil Kesehatan Indonesia 2007, (Jakarta: Depkes)

38

pemberian: Fe1 yaitu pemberian tabelt besi-folat sejumlah 30 tablet dan Fe3 yakni pemberian sejumlah 90 tablet. Berikut tabel angka kecukupan berbagai vitamin dan mineral pada remaja putri :

Tabel 2 : Angka kecukupan Berbagai Vitamin dan Mineral pada Remaja Putri
Kelompok Umur (Tahun) 13 15 16 18 19 29 Besi (mg) 26 26 26 Seng (mg) 15.4 14 9.3 Sele nium (mg) 30 30 30 Vit.A (RE) 600 600 500 Vit.E (mg) 15 15 15 Vit.C (mg) 65 75 75 Vit. B12 (g) 2.4 2.4 2.4 Folat (g) 400 400 400 Vit. B6 (mg) 1.2 1.2 1.3 Vit. B2 (mg) 1.0 1.0 1.1

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004

12. Penanggulangan Anemia Gizi Besi pada Remaja Putri Kelompok rentan anemia gizi besi meliputi Anak Balita, Wanita Hamil, Wanita Usia Subur (WUS) dan Remaja Putri. Namun hingga saat ini tidak banyak program yang dilakukan untuk penanggulangan AGB pada Remaja Putri. Umumnya program pemerintah untuk mengatasi AGB hanya mencakup kelompok ibu hamil karena pertimbangan risiko yang dapat terjadi bila melahirkan anak dengan kondisi ibu yang anemia. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai dibidang kesehatan dan gizi dalam Program Pembangunan Nasional Indonesia tahun 1999 2004 khususnya tentang anemia gizi besi difokuskan pada penurunan prevalensi AGB ibu hamil menjadi 40%. Surat Keputusan Menteri Kesehatan R.I

39

tahun 2005 tentang Renstrasi Depkes tahun 2005 2009 menyatakan dua hal yang ingin dicapai pada program gizi khususnya AGB yakni : 1. Meningkatkan cakupan ibu hamil yang mendapat tablet besi menjadi 80%. 2. Menurunnya prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil dan nifas menjadi 40%. Berdasarkan hal tersebut, Departemen Kesehatan yang merupakan lembaga yang berwenang dalam penanggulangan masalah kesehatan dan gizi secara nasional pada periode tahun 2005 2009 juga tidak menyentuh kelompok yang juga berisiko AGB yakni remaja putri.

B. Kerangka Berpikir
Penyebab Defisiensi Zat Besi Penyerapan Zat Besi KEJADIAN ANEMIA Kebutuhan Zat Besi Pengeluaran Zat Besi Akibat Nafsu makan menurun

Asupan Energi, Protein, dan Zat Besi Berkurang

Status Gizi dan Status Besi Kurang

Anemia Gizi Besi bisa terjadi karena kekurangan zat besi, penyerapan zat besi yang tidak maksimal, kebutuhan dan pengeluaran zat besi yang berlebih

40

khususnya pada remaja putri saat menstruasi yang akan berakibat pada turunnya nafsu makan sehingga asupan zat gizi pun akan berkurang. Remaja putri merupakan usia rentan mengalami kekurangan zat besi selain anak-anak dan ibu hamil dimana variabel tingkat asupan energi, protein, dan zat besi dianggap penting dan paling berpengaruh untuk penderita anemia dalam mengembalikan status gizi dan status besi yang normal. C. Kerangka Konsep Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen Tingkat Asupan Energi, Protein dan Zat Besi

Status Besi

Kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa tingkat asupan energi, protein, dan zat besi remaja putri dapat dipengaruhi oleh status besi atau kadar Hb. Selanjutnya semua variabel akan dilihat secara bersama sama apakah ada perbedaan tingkat asupan energi, protein, dan zat besi antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang.

D. Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep yang telah disusun, maka variabel independen dan dependen akan diuraikan dalam bentuk hipotesis sebagai berikut :

41

1. Ada perbedaan tingkat asupan energi weekdays dan weekend antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang. 2. Ada perbedaan tingkat asupan protein weekdays dan weekend antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang. 3. Ada perbedaan tingkat asupan zat besi weekdays dan weekend antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang.

42

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Untuk keperluan penelitian, tempat pengambilan sampel di lakukan di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang, pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa Pesantren tersebut memudahkan penelitian memperoleh banyak sampel. 2. Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian kepada responden remaja putri di Pesantren Ibadurrahman dilakukan pada bulan Januari Mei 2011.

B. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat komparatif analisis, dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan disain penelitian cross sectional yaitu pengukuran variable variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat. Penelitian ini sudah mendapat persetujuan etik (ethical clearance) dari pusat penelitian dan pengembangan kesehatan, kementerian kesehatan R.I. Semua responden yang terlibat dalam penelitian ini harus memahami kewajiban dan hak mereka selama penelitian, berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini dan telah mengisi informed concent sebelum penelitian.

43

C. Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah Remaja Putri di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang yaitu berjumlah 166 orang, bersumber pada penelitian Disertasi IPB tentang Efikasi Bubuk Tabur Gizi untuk memperbaiki Status Zat Besi Anak Sekolah Remaja Putri. Teknik Pengambilan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. 2. Kriteria Inklusi dan Ekslusi Sampel Adapun kriteria untuk dijadikan sampel adalah sebagai berikut : a. Remaja Putri yang sehat dan duduk di kelas 10 dan 11. b. Berumur antara 15 18 tahun. c. Tidak menderita penyakit yang berkaitan dengan kelainan darah (misalnya : thalassemia, dll). d. Bersedia secara sukarela terlibat penuh dalam penelitian ini. Sedangkan kriteria eksklusi untuk sampel adalah : a. Menderita anemia gizi besi berat dengan kadar hemoglobin < 8 gr/dl. b. Menderita penyakit kronis dan gangguan metabolik paling kurang 6 bulan yang lalu. c. Menstruasi yang tidak normal. d. Donor darah paling kurang 6 bulan sebelum penelitian. e. Tidak dapat ikut secara penuh pada penelitian ini.

44

Ada sejumlah 146 remaja putri yang bersedia ikut aktif di dalam penelitian. Dari jumlah ini, 99 orang memiliki data yang lengkap dan dapat diolah untuk mencapai tujuan penelitian. Sejumlah 47 siswi tidak memenuhi kriteria inklusi, diantaranya ada 1 sampel yang darahnya lisis pada hasil pemeriksaan darah, 11 sampel sedang menstruasi pada saat pemeriksaan darah, dan 35 sampel tidak hadir pada saat recall selama 7 hari. Menurut pengamatan, Santriwati mendapat kunjungan keluarga setiap hari Minggu, dimana jenis makanan hari Minggu (Weekend) lebih bervariasi dibandingkan dengan hari biasa (Weekdays). Selain itu ada kebiasaan puasa santriwati setiap hari Senin dan Kamis yang juga mempengaruhi asupan energi dan zat gizi lain.

D. Sistematika Pengumpulan Data Recall Prosedur Pengambilan Recall selama 7 hari adalah sebagai berikut :
Selasa 25 Jan Rabu 26 Jan Kamis 27 Jan Jumat 28 Jan Sabtu 29 Jan Minggu 30 Jan Senin 31Jan Selasa 01 Feb

Recall (H1)

Recall (H2)

Recall (H3)

Recall (H4)

Recall (H5)

Recall (H6)

Recall (H7)

Recall Weekdays

Recall Weekend

Gambar 1 Prosedur Pengambilan Data Recall selama 7 hari

45

Dengan rincian disain penelitian sebagai berikut :

Remaja Putri di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang

Pengisian Kuesioner oleh responden Ekslusi

Januari 2011

Pemeriksaan kadar Hb Februari 2011 Ekslusi

Remaja Putri dengan Anemia Ekslusi

Remaja Putri Tidak Anemia

Survei Konsumsi selama 7 hari Asupan Energi, Protein, dan Zat Besi

Survei Konsumsi selama 7 hari Maret 2011 Asupan Energi, Protein, dan Zat Besi

Pemeriksaan Faeces untuk mengetahui prevalensi kecacingan

Mei 2011

Gambar 2 Disain Penelitian

46

E. Metode Pemeriksaan Telur Cacing pada Faeces Anemia Gizi Besi dapat pula disebabkan oleh infestasi parasit seperti cacing tambang (Ancylostoma dan Necator), Scistosoma, Ascaris dan mungkin Trichuris trichiura. Darah yang hilang akibat infestasi cacing tambang bervariasi antara 2 - 100 cc/hari, tergantung pada beratnya infestasi. Maka pada penelitian dilakukan pemeriksaan telur cacing terhadap faeces yang dikumpulkan dari responden yang kemudian diperiksa di laboratorium Dinas Kesehatan Kota Tangerang menggunakan Metode Preparat Basah. Metode ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya telur cacing jenis Ascaris, Trichuris, atau Cacing Tambang di dalam faeces pada sampel remaja putri dengan anemia, guna mengetahui besarnya prevalensi kecacingan pada remaja putri dengan anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang dengan langkah langkah pemeriksaan sebagai berikut : 1. Melakukan Pengumpulan Faeces responden terlebih dahulu yang sudah diletakkan ke dalam pot faeces dari laboratorium Dinas Kesehatan Kota Tangerang. 2. Buat suspensi faeces dengan sedikit air. 3. Letakkan satu tetes supensi di atas gelas objek. 4. Tambahkan satu tetes larutan Eosin 2%. 5. Tutup dengan Cover Glass. 6. Lihat dengan menggunakan mikroskop.

47

F. Instrumen Penelitian 1. Variabel Penelitian Variabel Independen adalah Status Besi, sedangkan untuk variabel dependen adalah tingkat asupan energi, protein , dan asupan zat besi pada remaja putri di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang. 2. Teknik Penggunaan Instrumen Instrumen penelitian yang digunakan adalah berupa Food Recall 24 jam selama 7 hari berturut turut dan diolah menggunakan software

Manajemen Data Konsumsi Makanan yang dikembangkan oleh Puslitbang Gizi, yang digunakan juga dalam RISKESDAS 2010. Food Weighing sebagai kombinasi dari Food Recall, untuk mendapatkan estimasi yang lebih akurat, dengan menimbang makanan yang dikonsumsi sebelum atau sesudah makanan di konsumsi. 3. Penaksiran Berat Bahan Makanan atau Makanan Penaksiran berat bahan makanan atau makanan dilakukan untuk mendapatkan akurasi penaksiran berat bahan makanan diatas 90%. Tahaptahap yang dilakukan : a. Menaksir berat bahan makanan dan makanan dengan cara melihat. b. Menaksir berat bahan makanan dan makanan dengan cara memegang. c. Mencatat hasil penaksiran pada kertas. d. Menimbang berat bahan makanan dan makanan dengan

menggunakan timbangan digital.

48

e. Mencocokkan berat penaksiran dengan berat sebenarnya. f. Mencatat hasil pengamatan ke dalam kertas. g. Kegiatan ini dilakukan secara berulang sampai mencapai rata-rata akurasi diatas 90%.

G. Definisi Konseptual 1. Status Besi adalah kondisi dimana kadar hemoglobin dalam darah dibawah batas normal (anemia) atau normal 12 gr/dl dengan melakukan pemeriksaan darah. 2. Tingkat asupan energi adalah rata-rata jumlah energi (kkal) yang dikonsumsi yang berasal dari makanan. Kebutuhan pada setiap orang berbeda, karena adanya variasi genetik yang akan mengakibatkan perbedaan dalam proses metabolism. 3. Tingkat asupan protein adalah rata-rata jumlah protein (g) yang dikonsumsi yang berasal dari makanan yang berguna sebagai zat pembangun, dan memperbaiki jaringan yang rusak. 4. Tingkat asupan zat besi adalah rata-rata jumlah zat besi (mg) yang berasal dari makanan, minuman dan suplemen.

H. Definisi Operasional Tabel 3 : Definisi Operasional Variabel Independen dan Dependen

49

Hasil Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Ukur Kadar hemoglobin dalam darah dibawah Status Besi batas normal (anemia) atau normal 12 gr/dl Rata-rata jumlah energi Tingkat (kkal) yang dikonsumsi Asupan yang berasal dari Energi makanan Rata-rata jumlah protein (g) yang dikonsumsi yang Tingkat berasal dari makanan Asupan yang berguna sebagai Protein zat pembangun, dan memperbaiki jaringan yang rusak jam form Food recall 24 (g) Wawancara dengan gram Rasio jam form Food recall 24 (kkal) Wawancara dengan kilokalori Rasio oleh Dinas Kesehatan Tangerang Metode Cyanmethemoglobin gr/dl Rasio Skala

50

Rata-rata jumlah zat besi (mg) yang berasal Tingkat dari makanan dan Asupan Zat suplemen berfungsi besi dalam memproduksi sel darah merah. jam form Food recall 24 (mg) Wawancara dengan milligram Rasio

I. Teknik Analisa Data Setelah seluruh data dimasukkan kedalam program komputer, langkah selanjutnya data tersebut dianalisa secara univariat dan bivariat. Tahap analisa data dilakukan sebagai berikut : 1. Analisa univariat Analisa ini dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari masing masing variabel independen maupun dependen. 2. Analisa bivariat a. Analisis Regresi Mengukur bentuk hubungan antara variabel, yaitu status besi dengan asupan energi, protein, dan zat besi pada remaja putri anemia dan remaja putri tidak anemia. Rumus untuk analisa regresi adalah sebagai berikut :
Y = 0 + 1X

51

Keterangan : Y X
0 1

= Variabel dependent (variabel yang diduga) = Variabel independent (variabel yang diketahui) = Intersep (Nilai Y, bila X = 0) = Slope (Kemiringan garis regresi)

Nilai 0 dan 1 dicari dengan rumus :

1 0

n
2

- ( )2 n

b. Uji t Independent Uji-t Independent dengan derajat kepercayaan 95% digunakan dalam penelitian ini. Hasil perhitungan statistik dapat menunjukkan ada tidaknya perbedaan yang signifikan untuk variabel dependen antara kelompok remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia yaitu dengan melihat nilai p. Bila hasil perhitungan statistik bermakna p < 0.05 berarti terdapat perbedaan yang signifikan untuk variabel dependen antara kelompok remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia, sebaliknya dari perhitungan nilai p > 0.05 maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada perbedaan yang signifikan untuk variabel dependen antara kelompok remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia.

52

Rumus : ( ) ( )

Keterangan : = Rerata Kelompok 1 dan 2 = Jumlah Sampel Kelompok 1 dan 2 = Pooled Variance = Standar Deviasi Kelompok 1 dan 2 c. Uji Anova Uji anova digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata kadar hemoglobin menurut kelas responden di Pondok Pesantren

Ibadurrahman Kotamadya Tangerang. Rumus yang dugunakan adalah sebagai berikut :

53

Keterangan :
,

= Rata-rata kelompok 1 dan 2 = Rata-rata keseluruhan kelompok = Banyaknya kelompok

, ,

= Standar deviasi kelompok 1dan 2 = Jumlah sampel kelompok 1 dan 2 = Jumlah sampel keseluruhan kelompok = Nilai F yang dihitung = Jumlah kuadrat deviasi nilai rerata kelompok terhadap nilai rerata seluruh sampel = Jumlah kuadrat deviasi setiap observasi terhadap nilai rerata kelompoknya

54

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Pondok Pesantren Ibadurrahman terletak di Jl. KH. Hasyim Ashari Gang Masjid, Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Tangerang. Selain mendidik santriwati agar memiliki dasar keimanan yang kokoh, mempunyai ilmu pengetahuan Islam dan sains serta berbudi luhur, santriwati juga dibimbing dengan program : 1. Program Tahsin AL-Quran : Bacaan baik dan benar serta memiliki hafalan dalam jumlah tertentu 2. Program Qiroatul Kitab : Membaca sekaligus mampu mengkaji kitab kuning 3. Program Bahasa : Pengembanagan kemampuan berbahasa asing secara aktif. dalam komunikasi, debat, pidato dan seni yang telah diwajibkan mulai di kelas 1 SMP semester 2 4. Program Dawah : Pengembangan diri dalam kepemimpinan

(organisasi) 5. Program Amaliyah Tadris : Praktek mengajar dengan bahasa asing saat kelas 6 (3 SMA) Fasilitas yang tersedia, yaitu kesehatan dikontrol oleh dokter, keamanan kerjasama dengan kepolisian. SPP, Asrama, Salafi, Makan 3 kali dengan biaya Rp. 275.000,- setiap bulan. Biaya masuk santriwati baru dengan total Rp

55

1.750.000,- yang terdiri dari : formulir Rp 50.000,- dan lainnya (test masuk, uang pangkal, dana pembangunan, mos, perlengkapan santriwati (lemari, kaos, kasur, guling, baju batik). Uang sekali makan sebesar Rp 1.500,-. Untuk nasi dapat mengambil sepuasnya, kunjungan orang tua dijadwalkan setiap hari Minggu, biasanya santriwati dibawakan banyak makanan oleh keluarga pada saat kunjungan tersebut. Jumlah siswi kelas 4A ada 34 orang, 4B ada 28 orang, 5A ada 29 orang, 5B ada 29 orang, dan kelas 6 terdapat 46 orang. B. Analisis Data Univariat 1. Umur Responden Jumlah responden pada penelitian ini adalah 99 orang remaja puteri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase terbesar responden ada pada usia 16 tahun dan 17 tahun (33.3%) dengan usia terendah 14 tahun dan tertinggi 18 tahun dengan rata-rata usia responden adalah 16 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang Usia (Tahun) 14 15 16 17 18 TOTAL N 1 30 33 33 2 99 Presentase (%) 1.0 30.3 33.3 33.3 2.0 100.0

56

Grafik 1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur

2. Kadar Hemoglobin (Hb) Berdasarkan hasil penelitian dari 99 orang responden menunjukkan bahwa rata-rata kadar Hb remaja putri di Pondok Pesantren Ibadurrahman sebesar 11.85 g/dl dengan standar deviasi (SD) sebesar 0.59 dan kadar Hb terendah yaitu 11.0 g/dl sedangkan kadar Hb tertinggi yaitu 15.0 g/dl, untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.

Tabel 5 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kadar Hemoglobin (Hb) di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang Variabel Kadar Hb n 99 Mean (g/dl) 11.85 SD (g/dl) 0.59 Min Max (g/dl) 11.0 - 15.0

57

Grafik 2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kadar Hemoglobin (Hb)

3. Umur Responden Berdasarkan Status Besi Jumlah responden pada penelitian ini adalah 99 orang remaja puteri. Dimana 57 orang dengan anemia dan 42 orang tidak anemia. Presentase terbesar untuk responden anemia ada pada umur 16 tahun (38.6%) dan presentase terbesar untuk responden tidak anemia ada pada umur 17 tahun (45.2%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 6 : Distribusi Frekuensi Umur Responden Berdasarkan Status Besi di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang Umur (Tahun) Status Besi n Anemia Tidak Anemia Total 1 0 1 14 % 1.1 0 1.1 n 19 11 30 15 % 19.1 11.1 30.2 N 22 11 33 16 % 22.2 11.1 33.3 N 14 19 33 17 % 14.1 19.1 33.2 n 1 1 2 18 % 1.1 1.1 2.2 n 57 42 99 Total % 57.6 42.4 100

58

4. Asupan Energi Weekend Berdasarkan hasil penelitian dari 99 orang responden, menunjukkan bahwa rata-rata asupan energi weekend pada remaja puteri dengan anemia di Pondok Pesantren Ibadurahman sebesar 1324.76 kkal dengan standar deviasi (SD) 278. Sedangkan rata-rata asupan energi weekend pada remaja puteri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurahman sebesar 1380.75 kkal dengan standar deviasi (SD) 323.25, untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini. Tabel 7 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Asupan Energi Weekend di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang Status Besi Anemia Tidak Anemia N 57 42 Mean (kkal) 1324.76 1380.75 SD (kkal) 278 323.25 Min-Max (kkal) 669 2108.33 669 2095.17

Grafik 3 Distribusi Frekuensi Asupan Energi Weekend Responden Anemia

59

Grafik 4 Distribusi Frekuensi Asupan Energi Weekend Responden Tidak Anemia

5. Asupan Protein Weekend Berdasarkan hasil penelitian dari 99 orang responden, menunjukkan bahwa rata-rata asupan protein weekend pada remaja puteri dengan anemia di Pondok Pesantren Ibadurahman sebesar 36.33 gram dengan standar deviasi (SD) 6.99. Sedangkan rata-rata asupan protein weekend pada remaja puteri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurahman sebesar 38.47 gram dengan standar deviasi (SD) 8.02, untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini : Tabel 8 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Asupan Protein Weekend di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang Status Besi Anemia Tidak Anemia n 57 42 Mean (g) 36.33 38.47 SD (g) 6.99 8.02 Min-Max (g) 19.60 54.98 22.70 57.27

60

Grafik 5 Distribusi Frekuensi Asupan Protein Weekend Responden Anemia

Grafik 6 Distribusi Frekuensi Asupan Protein Weekend Responden Tidak Anemia

61

6. Asupan Zat Besi (Fe) Weekend Berdasarkan hasil penelitian dari 99 orang responden, menunjukkan bahwa rata-rata asupan zat besi weekend pada remaja puteri dengan anemia di Pondok Pesantren Ibadurahman sebesar 5.84 mg dengan standar deviasi (SD) 1.66. Sedangkan rata-rata asupan zat besi weekend pada remaja puteri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurahman sebesar 6.52 mg dengan standar deviasi (SD) 1.98, untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini : Tabel 9 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Asupan Zat Besi (Fe) Weekend di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang Status Besi Anemia Tidak Anemia n 57 42 Mean (mg) SD (mg) 5.84 6.52 Grafik 7 Distribusi Frekuensi Asupan Zat Besi Weekend Responden Anemia 1.66 1.98 Min-Max (mg) 3.02 10.67 3.20 11.27

62

Grafik 8 Distribusi Frekuensi Asupan Zat Besi (Fe) Weekend Responden Tidak Anemia

7. Asupan Energi Weekdays Berdasarkan hasil penelitian dari 99 orang responden, menunjukkan bahwa rata-rata asupan energi weekdays pada remaja puteri dengan anemia di Pondok Pesantren Ibadurahman sebesar 1347 kkal dengan standar deviasi (SD) 327.15. Sedangkan rata-rata asupan energi weekdays pada remaja puteri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurahman sebesar 1393.98 kkal dengan standar deviasi (SD) 363.24, untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini : Tabel 10 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Asupan Energi Weekdays di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang Status Besi Anemia Tidak Anemia n 57 42 Mean (kkal) 1347 1393.98 SD (kkal) 327.15 363.24 Min-Max (kkal) 671 2397.13 641.36 2402.4

63

Grafik 9 Distribusi Frekuensi Asupan Energi Weekdays Responden Anemia

Grafik 10 Distribusi Frekuensi Asupan Energi Weekdays Responden Tidak Anemia

64

8. Asupan Protein Weekdays Berdasarkan hasil penelitian dari 99 orang responden, menunjukkan bahwa rata-rata asupan protein weekdays pada remaja puteri dengan anemia di Pondok Pesantren Ibadurahman sebesar 35.67 gram dengan standar deviasi (SD) 7.67. Sedangkan rata-rata asupan protein weekdays pada remaja puteri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurahman sebesar 38.57 gram dengan standar deviasi (SD) 8.21, untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini : Tabel 11 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Asupan Protein Weekdays di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang Status Besi Anemia Tidak Anemia N 57 42 Mean (g) 35.67 38.58 SD (g) 7.67 8.21 Min-Max (g) 16.33 54.80 20.43 60.17

Grafik 11 Distribusi Frekuensi Asupan Protein Weekdays Responden Anemia

65

Grafik 12 Distribusi Frekuensi Asupan Protein Weekdays Responden Tidak Anemia

9. Asupan Zat Besi (Fe) Weekdays Berdasarkan hasil penelitian dari 99 orang responden, menunjukkan bahwa rata-rata asupan zat besi weekdays pada remaja puteri dengan anemia di Pondok Pesantren Ibadurahman sebesar 5.75 mg dengan standar deviasi (SD) 2.12. Sedangkan rata-rata asupan zat besi weekdays pada remaja puteri tidak anemia di Pondok Pesantren Ibadurahman sebesar 6.22 mg dengan standar deviasi (SD) 1.93, untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini : Tabel 12: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Asupan Zat Besi Weekdays di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang Status Besi Anemia Tidak Anemia n 57 42 Mean (mg) SD (mg) 5.75 6.22 2.12 1.93 Min-Max (mg) 2.43 14.93 2.72 11.58

66

Grafik 13 Distribusi Frekuensi Asupan Zat Besi Weekdays Responden Anemia

Grafik 14 Distribusi Frekuensi Asupan Zat Besi Weekdays Responden Tidak Anemia

67

C. Analisis Bivariat 1. Perbedaan Tingkat Asupan Energi Menurut Status Besi Responden Tabel 13 : Hasil Uji Regresi Asupan Energi Menurut Status Besi Responden Model (Constant) Jenis Hari Pengambilan Recall Status Besi Jenis Hari Pengambilan Recall *Status Besi Koefisien B 1324.757 22.271 55.996 - 9.037 SE 42.547 60.171 65.323 92.381 t 31.136 0.370 0.857 - 0.098 P 0.000 0.712 0.392 0.922

Persamaan regresi linear yang terbentuk, adalah : Y Asupan Energi 0 + 1X1 + 2X2 + 3X1*X2 = 1324.757 + 22.271 Jenis Hari Pengambilan Recall + 55.996 Status Besi 9.037 Jenis Hari Pengambilan Recall *Status Besi Dimana : X1 = Jenis Hari Pengambilan Recall (0 bila Weekend dan 1 bila Weekdays) X2 = Status Besi (0 bila Anemia dan 1 bila Tidak Anemia)

Berdasarkan persamaan regresi linear tersebut, dapat diketahui besar asupan energi untuk kelompok responden dengan anemia menurut jenis hari pengambilan recall saat weekdays atau weekend, dan besar asupan energi untuk kelompok responden tidak anemia menurut jenis hari pengambilan recall saat weekdays atau weekend.

68

Tabel 14 : Asupan Energi Weekdays Menurut Status Besi Responden Kelompok 1. Responden Anemia Menurut Jenis Hari Pengambilan Recall Weekdays 2. Responden Tidak Anemia Menurut Jenis Hari Pengambilan Recall Weekdays Asupan Energi (kkal) 1347.028 1393.987

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan adanya perbedaan asupan energi kelompok responden anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekdays yaitu 1347.028 kkal dengan asupan energi kelompok responden tidak anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekdays sebesar 1393.987 kkal. Grafik 15 Hasil Uji Regresi Asupan Energi Weekdays Menurut Status Besi Responden

69

Tabel 15 : Asupan Energi Weekend Menurut Status Besi Responden Kelompok 1. Responden Anemia Menurut Jenis Hari Pengambilan Recall Weekend 2. Responden Tidak Anemia Menurut Jenis Hari Pengambilan Recall Weekend Asupan Energi (kkal) 1324.757 1380.753

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan adanya perbedaan asupan energi kelompok responden anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekend yaitu 1324.757 kkal dengan asupan energi kelompok responden tidak anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekend sebesar 1380.753 kkal.

Grafik 16 Hasil Uji Regresi Asupan Energi Weekend Menurut Status Besi Responden

70

2. Perbedaan Tingkat Asupan Protein Menurut Status Besi Responden Tabel 16 : Hasil Uji Regresi Asupan Protein Menurut Status Besi Responden Model (Constant) Jenis Hari Pengambilan Recall Status Besi Jenis Hari Pengambilan Recall *Status Besi Koefisien B 36.325 - 0.656 2.142 0.764 SE 1.018 1.439 1.562 2.209 t 35.697 - 0.456 1.371 0.346 P 0.000 0.649 0.172 0.730

Persamaan regresi linear yang terbentuk, adalah : Y 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3

Asupan Protein = 36.325 0.656 Jenis Hari Pengambilan Recall + 2.142 Status Besi + 0.764 Jenis Hari Pengambilan Recall *Status Besi Dimana : X1 = Jenis Hari Pengambilan Recall (0 bila Weekend dan 1 bila Weekdays) X2 = Status Besi (0 bila Anemia dan 1 bila Tidak Anemia)

Dengan persamaan regresi linear tersebut, dapat diketahui besar asupan protein untuk kelompok responden dengan anemia jenis hari pengambilan recall saat weekdays atau weekend, dan besar asupan protein untuk kelompok responden tidak anemia menurut jenis hari pengambilan recall saat weekdays atau weekend.

71

Tabel 17 : Asupan Protein Weekdays Menurut Status Besi Responden Kelompok 1. Responden Anemia Menurut Jenis Hari Pengambilan Recall Weekdays 2. Responden Tidak Anemia Menurut Jenis Hari Pengambilan Recall Weekdays Asupan Protein (gram) 35.669 38.575

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan adanya perbedaan asupan protein kelompok responden anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekdays yaitu 35.67 gram dengan asupan protein kelompok responden tidak anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekdays sebesar 38.58 gram. Grafik 17 Hasil Uji Regresi Asupan Protein Weekdays Menurut Status Besi Responden

72

Tabel 18: Asupan Protein Weekend Menurut Status Besi Responden Kelompok 1. Responden Anemia Menurut Jenis Hari Pengambilan Recall Weekend 2. Responden Tidak Anemia Menurut Jenis Hari Pengambilan Recall Weekend Asupan Protein (gram) 36.325 38.467

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan adanya perbedaan asupan protein kelompok responden anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekend yaitu 36.325 gram dengan asupan protein kelompok responden tidak anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekend sebesar 38.467 gram.

Grafik 28 Hasil Uji Regresi Asupan Protein Weekend Menurut Status Besi Responden

73

3. Perbedaan Tingkat Asupan Zat Besi Menurut Status Besi Responden Tabel 19 : Hasil Uji Regresi Asupan Zat Besi Menurut Status Besi Responden Model (Constant) Jenis Hari Pengambilan Recall Status Besi Jenis Hari Pengambilan Recall *Status Besi Koefisien B 5.849 - 0.097 0.673 - 0.197 SE 0.256 0.362 0.393 0.556 t 22.859 - 0.269 1.713 - 0.354 P 0.000 0.789 0.088 0.724

Persamaan regresi linear yang terbentuk, adalah : Y 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3

Asupan Zat Besi = 5.849 0.097 Jenis Hari Pengambilan Recall + 0.673 Status Besi 0.197 Jenis Hari Pengambilan Recall *Status Besi Dimana : X1 = Jenis Hari Pengambilan Recall (0 bila Weekend dan 1 bila Weekdays) X2 = Status Besi (0 bila Anemia dan 1 bila Tidak Anemia)

Dengan persamaan regresi linear tersebut, dapat diketahui besar asupan zat besi untuk kelompok responden dengan anemia menurut jenis hari pengambilan recall saat weekdays atau weekend, dan besar asupan zat besi untuk kelompok responden tidak anemia menurut jenis hari pengambilan recall saat weekdays atau weekend.

74

Tabel 20 : Asupan Zat Besi Weekdays Menurut Status Besi Responden Kelompok 1. Responden Anemia Menurut Jenis Hari Pengambilan Recall Weekdays 2. Responden Tidak Anemia Menurut Jenis Hari Pengambilan Recall Weekdays Asupan Zat Besi (mg) 5.752 6.228

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan adanya perbedaan asupan zat besi kelompok responden anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekdays yaitu 5.752 mg dengan asupan zat besi kelompok responden tidak anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekdays sebesar 6.228 mg.

Grafik 19 Hasil Uji Regresi Asupan Zat Besi Weekdays Menurut Status Besi Responden

75

Tabel 21 : Asupan Zat Besi Weekend Menurut Status Besi Responden Kelompok 1. Responden Anemia Menurut Jenis Hari Pengambilan Recall Weekend 2. Responden Tidak Anemia Menurut Jenis Hari Pengambilan Recall Weekend Asupan Zat Besi (mg) 5.849 6.522

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan adanya perbedaan asupan zat besi kelompok responden anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekend yaitu 5.849 mg dengan asupan zat besi kelompok responden tidak anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekend sebesar 6.522 mg.

Grafik 20 Hasil Uji Regresi Asupan Zat Besi Weekend Menurut Status Besi Responden

76

4. Uji Hipotesis Perbedaan Tingkat Asupan Energi Menurut Status Besi Responden Tabel 22 Hasil Uji t Independent Asupan Energi Weekdays Menurut Status Besi Responden Energi Weekdays Status Besi Anemia Tidak Anemia Mean 1347.028 1393.987 Mean Difference 46.958 t - 0.673 0.502

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan selisih perbedaan rata-rata asupan energi weekdays menurut status besi sebesar 46.958, hasil ini tidak signifikan bila dilihat dari besarnya nilai p = 0.502 (P > 0.05), berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata asupan energi weekdays antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia. Tabel 23 Hasil Uji t Independent Asupan Energi Weekend Menurut Status Besi Responden Energi Weekend Status Besi Anemia Tidak Anemia Mean 1324.757 1380.753 Mean Difference 55.996 t - 0.924 0.358

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan selisih perbedaan rata-rata asupan energi weekend menurut status besi sebesar 55.996, hasil ini tidak

77

signifikan bila dilihat dari besarnya nilai p = 0.358 (P > 0.05), berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata asupan energi weekend antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia.

5. Uji Hipotesis Perbedaan Tingkat Asupan Protein Menurut Status Besi Responden Tabel 24 Hasil Uji t Independent Asupan Protein Weekdays Menurut Status Besi Responden Protein Weekdays Status Besi Anemia Tidak Anemia Mean 35.669 38.575 Mean Difference 2.905 t - 1.807 0.074

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan selisih perbedaan rata-rata asupan protein weekdays menurut status besi sebesar 2.905, hasil ini tidak signifikan bila dilihat dari besarnya nilai p = 0.074 (P > 0.05), berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata asupan protein weekdays antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia.

78

Tabel 25 Hasil Uji t Independent Asupan Protein Weekend Menurut Status Besi Responden Protein Weekend Status Besi Anemia Tidak Anemia Mean 36.325 38.467 Mean Difference 2.142 t - 1.414 0.161

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan selisih perbedaan rata-rata asupan protein weekend menurut status besi sebesar 2.142, hasil ini tidak signifikan bila dilihat dari besarnya nilai p = 0.161 (P > 0.05), berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata asupan protein weekend antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia.

6. Uji Hipotesis Perbedaan Tingkat Asupan Zat Besi Menurut Status Besi Responden Tabel 26 Hasil Uji t Independent Asupan Zat Besi Weekdays Menurut Status Besi Responden Zat Besi Weekdays Status Besi Anemia Tidak Anemia Mean 5.751 6.227 Mean Difference 0.476 t - 1.143 0.256

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan selisih perbedaan rata-rata asupan zat besi weekdays menurut status besi sebesar 0.476, hasil ini tidak

79

signifikan bila dilihat dari besarnya nilai p = 0.256 (P > 0.05), berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata asupan zat besi weekdays antara remaja putri dan anemia dengan remaja putri tidak anemia.

Tabel 27 Hasil Uji t Independent Asupan Zat Besi Weekend Menurut Status Besi Responden Zat Besi Weekend Status Besi Anemia Tidak Anemia Mean 5.848 6.521 Mean Difference 0.672 t - 1.832 0.07

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan selisih perbedaan rata-rata asupan zat besi weekend menurut status besi sebesar 0.672, hasil ini tidak signifikan bila dilihat dari besarnya nilai p = 0.07 (P > 0.05), berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata asupan zat besi weekend antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia.

D. Prevalensi Kecacingan pada Remaja Putri dengan Anemia Hasil Pemeriksaan Telur Cacing dengan Metode Preparat Basah oleh Laboratorium Dinas Kesehatan Kota Tangerang, dari 45 remaja putri dengan anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman, menunjukkan tidak ditemukannya prevalensi kecacingan jenis cacing Ascaris, Trichuris, dan Cacing Tambang.

80

BAB V PEMBAHASAN

A. Identitas Responden Umur responden pada penelitian ini berkisar antara 14 sampai 18 tahun. Dari 99 orang responden yang ada, jumlah responden dengan Anemia sebesar 57 orang (57.6%) dan responden Tidak Anemia sebesar 42 orang (42.4%). Data prevalensi anemia ini sesuai dengan data WHO tahun 2005 yang menyebutkan prevalensi anemia di Tangerang Kota sebesar 46% - 61%.

B. Asupan Energi Weekdays dan Weekend Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata asupan energi weekdays untuk kelompok remaja putri tidak anemia lebih besar dibandingkan dengan rata-rata asupan energi weekdays remaja putri dengan status besi anemia, dimana memiliki selisih angka 46.959 kkal. Sedangkan, rata-rata asupan energi weekend untuk kelompok remaja putri tidak anemia memiliki selisih angka 55.996 kkal lebih besar dibandingkan dengan rata-rata asupan energi weekend remaja putri dengan status besi anemia. Menurut AKG 2004, rata-rata asupan energi pada remaja putri di Pesantren Ibadurrahman ini masih tergolong kategori defisit yaitu < 70 %. Hal ini sangat tidak seimbang antara kegiatan santriwati yang begitu padat dengan asupan energi yang mereka konsumsi, sehingga dapat memperburuk status kesehatan santriwati atau bahkan dapat menambah angka prevalensi terjadinya anemia di

81

lingkungan Pesantren Ibadurrahman, dimana energi merupakan sumber tenaga untuk manusia melakukan aktifitas sehari hari.

C. Asupan Protein Weekdays dan Weekend Hasil penelitian menunjukkan rata-rata asupan protein weekdays untuk kelompok remaja putri tidak anemia lebih besar dibandingkan dengan rata-rata asupan protein weekdays remaja putri dengan status besi anemia, dimana memiliki selisih angka 2.906 gram. Sedangkan, rata-rata asupan protein weekend untuk kelompok remaja putri tidak anemia memiliki selisih angka 2.142 gram lebih besar dibandingkan dengan rata-rata asupan protein weekend remaja putri dengan status besi anemia. Apabila dibandingkan dengan AKG 2004 untuk asupan protein (50 gram) maka sebanyak 63.4% remaja putri di Pesantren Ibadurrahman ini masih tergolong kategori kurang (70 79%) mengkonsumsi protein. Hal ini dapat memperburuk status besi santriwati dengan anemia atau bahkan dapat menambah angka prevalensi terjadinya anemia di lingkungan Pesantren Ibadurrahman, dimana sumber utama zat besi ada pada makanan hewani yang sangat jarang dikonsumsi santriwati. Anemia juga dapat memperburuk penurunan nafsu makan santriwati, asupan protein yang kurang juga bisa disebabkan karena penurunan nafsu makan santriwati yang menderita Anemia, hal ini ditunjukkan dengan hasil selisih rata-rata asupan protein remaja putri dengan anemia dan tidak anemia tidak jauh berbeda bila dilihat menurut hari pengambilan recall weekdays atau weekend, dimana pada saat weekend para

82

santriwati mendapat kunjungan keluarga yang membawa banyak jenis makanan termasuk lauk hewani, ditambah lagi dengan banyaknya penjual makanan jajanan yang ramai di sekitar lingkungan Pondok Pesantren Ibadurrahman dibanding hari biasanya.

D. Asupan Zat Besi Weekend dan Weekdays Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata asupan zat besi weekdays untuk kelompok remaja putri tidak anemia lebih besar dibandingkan dengan rata-rata asupan zat besi weekdays remaja putri dengan status besi anemia, dimana memiliki selisih angka 0.476 mg. Sedangkan, rata-rata asupan zat besi weekend untuk kelompok remaja putri tidak anemia memiliki selisih angka 0.673 mg lebih besar dibandingkan dengan rata-rata asupan zat besi weekend remaja putri dengan status besi anemia. Menurut AKG 2004, rata-rata asupan zat besi pada remaja putri di Pesantren Ibadurrahman ini masih tergolong kategori defisit yaitu < 70 %. Hal ini dapat memperburuk status besi atau bahkan dapat menurunkan produktivitas dan kemampuan kognitif santriwati. Rendahnya asupan zat besi weekend atau weekdays pada semua remaja putri yang diteliti, dipengaruhi oleh lamanya mereka tinggal di lingkungan Pondok Pesantren, sehingga variabel kelas diduga berpengaruh terhadap kadar hemoglobin para santriwati, dimana rata rata kadar hemoglobin menurut kelas di tunjukkan pada tabel di bawah ini :

83

Tabel 28 : Perbedaan Kadar Hemoglobin (g/dl) Menurut Kelas Responden di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang Perbedaan Kelas 1 SMA dan 2 SMA 1 SMA dan 3 SMA 2 SMA dan 3 SMA Mean difference 0.361 0.082 0.279 0.033 1.000 0.176

Grafik 21 Perbedaan Kadar Hemoglobin Menurut Kelas Responden di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang

Berdasarkan tabel dan grafik di atas, hasil uji anova menyatakan bahwa ada perbedaan bermakna nilai rata-rata kadar hemoglobin antara responden kelas 1 SMA dengan kelas 2 SMA, dan tidak ada perbedaan secara signifikan untuk responden kelas 1 SMA dengan kelas 3 SMA dan responden kelas 2 SMA dengan kelas 3 SMA. Hasil uji anova tersebut menunjukkan bahwa santriwati yang duduk di bangku kelas 1 SMA ini sebenarnya memang sudah tergolong

84

status besi anemia dengan rata-rata kadar Hb 11.7 g/dl, hal tersebut menunjukkan adanya kemungkinan bahwa sebelum mereka masuk ke pesantren pun sebenarnya sudah tergolong status besi anemia, sehingga nafsu makan dari responden dengan anemia pun sudah rendah dan membuat asupan zat besi mereka rendah. Sedangkan untuk responden kelas 3 SMA didapatkan rata-rata kadar Hb nya 11.78 g/dl yang tergolong status besi anemia, hal ini bisa disebabkan faktor lamanya mereka tinggal di Pesantren dibandingkan dengan santriwati kelas 1 dan 2 SMA. Ditambah dengan menu monoton yang disajikan Pesantren membuat kelompok santriwati kelas 3 SMA ini memiliki kadar Hb di bawah normal. Untuk santriwati kelas 2 SMA sendiri didapatkan rata-rata kadar Hb tergolong status besi normal yaitu (12.07 g/dl) dengan kadar Hb terendah 11.0 g/dl dan kadar Hb tertinggi 15.10 g/dl, hal ini menunjukkan bahwa santriwati kelas 2 SMA memiliki status besi lebih baik daripada kelas 1 dan 3 SMA, tetapi dengan melihat menu yang disajikan Pesantren Ibadurrahman tidak menutup kemungkinan para responden yang sebelumnya memiliki status besi normal menjadi anemia karena tidak terpenuhinya asupan zat besi mereka selama tinggal di Pondok Pesantren Ibadurrahman. Berikut rata-rata asupan zat besi selama 7 hari yang ditunjukkan oleh tabel di bawah ini, dimana rata-rata asupan zat besi responden kelas 1 SMA sebesar 5.85 mg, kelas 2 SMA 6.10 mg, dan kelas 3 SMA 5.52 mg. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata asupan zat besi selama 7 hari untuk responden

85

kelas 2 SMA lebih besar dibandingkan dengan responden kelas 1 dan 3 SMA tetapi masih tergolong defisit menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG), hal ini juga yang membuat rata-rata kadar Hb responden kelas 2 SMA ini lebih besar dibandingkan kelas 1 dan 3 SMA. Berikut tabel yang menunjukkan distribusi frekuensi kelas responden menurut asupan zat besi selama 7 hari : Tabel 29 : Distribusi Frekuensi Kelas Responden Menurut Asupan Zat Besi selama 7 hari di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kelas Responden 1 2 3 n 36 33 30 Mean (mg) 5.85 6.10 5.52 SD (mg) 1.75 1.50 1.31 Min-Max (mg) 2.97 10.14 3.26 8.89 3.20 8.51

Grafik 22 Perbedaan Asupan Zat Besi (mg) Menurut Kelas Responden di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang

86

E. Perbedaan Tingkat Asupan Energi Menurut Status Besi Responden Dari 99 orang responden pada penelitian ini, 57 orang diantaranya memiliki status besi anemia dan 42 orang sisanya tidak menderita anemia. Kemudian dari kedua kelompok tersebut dilakukan perbandingan asupan energinya berdasarkan jenis hari pengambilan recall (weekdays atau weekend). Didapatkan hasil adanya perbedaan rata-rata asupan energi responden anemia dan responden tidak anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekdays atau weekend. Tetapi, perbedaan tersebut tidak signifikan berdasarkan uji t independent dengan nilai p = 0.502 (P > 0.05) untuk asupan energi weekdays dan p = 0.358 (P > 0.05) untuk asupan energi weekend, tetapi hal ini bisa menggambarkan adanya kecenderungan ke arah perbedaan rata-rata asupan energi antar kedua kelompok. Kecenderungan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Bunga Chandrakirana (2010) yang menyatakan adanya perbedaan pola konsumsi makan dan infeksi kecacingan pada remaja putri dengan anemia dan tidak anemia. Perbedaan asupan energi ini dapat disebabkan adanya perbedaan nafsu makan antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia sebagaimana didukung oleh hasil penelitian Jeanne W. Lawless dan Michael C Latham (1994) tentang pengaruh suplementasi zat besi terhadap peningkatan nafsu makan pada anak sekolah dengan anemia di Kenya, temuannya menunjukkan bahwa pemberian suplementasi zat besi menghasilkan

pertumbuhan yang lebih baik dan nafsu makan meningkat (baik dari segi asupan energi yang berasal dari snack) dibandingkan dengan anak yang

87

menerima plasebo. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak yang anemia memiliki gejala penurunan nafsu makan dibanding dengan yang tidak anemia sehingga berpengaruh pada tingkat asupan energi dan zat gizi lain. Berikut jenis makanan yang banyak dikonsumsi pada saat weekend dan weekdays : Tabel 30 Jenis Makanan yang banyak dikonsumsi Responden pada saat Weekdays untuk 1x makan Jenis Makanan Nasi putih Tempe Semur Kuah sayur kool Teh manis Cilok Bakwan Tabel 31 Jenis Makanan yang banyak dikonsumsi Responden pada saat Weekend untuk 1x makan Jenis Makanan Nasi Daging ayam goreng Orek Tempe Sambal tomat Mie Goreng Telur ayam Ikan Goreng Ikan asin teri Sambal Cabai Susu kental manis Apel Ikan Teri Goreng Berat (gr) 98 50 30 10 97 25 40 16 20.5 42 70 27 Berat (gr) 98 51 30 248 40 40

88

Berdasarkan kedua tabel di atas, dapat diketahui bahwa jenis makanan pada saat weekend lebih bervariasi daripada jenis makanan pada saat weekdays, hal ini tidak berbeda jauh bila dilihat menurut tingkat asupan energi responden antara kelompok remaja putri dengan anemia maupun yang tidak anemia dilihat secara weekend maupun weekdays. Indikasi bahwa asupan energi dan zat gizi lain pada saat weekend akan sangat berbeda dibandingkan dengan pada saat weekdays tidak terbukti, hal tersebut dikarenakan makanan yang dibawakan keluarga santriwati pada saat weekend dikonsumsi beramai-ramai. Sehingga dari berat jenis makanan 1 kali makan bisa untuk 3 5 santriwati yang mengkonsumsinya (misalnya : daging ayam goreng seberat 50 gr, hanya dikonsumsi 10 gr/santriwati bila dikonsumsi oleh lima orang santriwati untuk 1 kali makan).

F. Perbedaan Tingkat Asupan Protein Menurut Status Besi Responden Berdasarkan hasil penelitian, dari kedua kelompok responden Anemia dan Tidak Anemia dilakukan perbandingan asupan proteinnya berdasarkan jenis hari pengambilan recall (weekdays atau weekend). Didapatkan hasil adanya perbedaan rata-rata asupan protein responden anemia dan responden tidak anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekdays atau weekend. Walaupun, perbedaan tersebut tidak signifikan berdasarkan uji t independent dengan nilai p = 0.074 (P > 0.05) untuk asupan protein weekdays dan p = 0.161 (P > 0.05) untuk asupan protein weekend, tetapi hal ini bisa menggambarkan adanya kecenderungan ke arah perbedaan rata-rata asupan

89

protein antar kedua kelompok. Tidak signifikannya perbedaan ini, bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti : pengaruh kelompok (peer influences), ketersediaan makanan, makanan yang disukai, harga, kenikmatan, kepercayaan pribadi dan budaya, media massa, body image (citra tubuh) dan kurangnya variasi menu yang ada di Pesantren Ibadurrahman. Menurut hasil penelitian Dodiek Briawan (2006) tentang Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada Mahasiswa putra dan putri di IPB, Bogor pengaruhnya terhadap asupan gizi, status besi, dan antropometri, menunjukkan bahwa sebagian besar peserta mahasiswa putri pada penelitian ini mengalami penurunan asupan makan setelah evaluasi 2 bulan kemudian. Hal ini dikemukakan Dodiek, dikarenakan adanya persepsi body image (citra tubuh) bentuk tubuh kurus yang menjadi idaman pada kebanyakan remaja putri. Hal ini diungkapkan juga oleh Merryana Adriani (2002) dalam penelitiannya tentang Prevalensi Anemia Gizi dan Investasi Cacing pada Remaja Putri di Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Bahrul Ulum Surabaya, yang menyatakan bahwa variasi menu di pesantren diperlukan untuk menghindari terjadinya pengulangan menu yang dapat membuat kebosanan dan penurunan nafsu makan para santriwati dan santriwati, sehingga berpengaruh pada tingkat konsumsi energi dan zat gizi lain.

G. Perbedaan Tingkat Asupan Zat Besi Menurut Status Besi Responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kedua kelompok responden anemia dan tidak anemia yang dilakukan perbandingan asupan zat besinya

90

berdasarkan jenis hari pengambilan recall (weekdays atau weekend), didapatkan hasil adanya perbedaan rata-rata asupan zat besi responden anemia dan responden tidak anemia menurut jenis hari pengambilan recall weekdays atau weekend. Dimana, perbedaan tersebut tidak signifikan berdasarkan uji t independent dengan nilai p = 0.256 (P > 0.05) untuk asupan zat besi weekdays dan p = 0.070 (P > 0.05) untuk asupan zat besi weekend. Hal ini bisa disebabkan kurangnya variasi menu yang diberikan pihak pesantren, berikut jenis makanan yang biasa diberikan Pesantren Ibadurrahman :

Tabel 32 Jenis Makan Yang Biasa Diberikan Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang untuk 1 kali makan Jenis Makanan Nasi Tempe Semur Sayur Tahu Sayuran (Sawi/Sop) Tempe Goreng Kerupuk Berat (gr) 98 51 48 30 42 18

Berdasarkan tabel di atas, bisa diketahui kurangnya variasi menu yang diberikan Pesantren kepada santriwati, dimana menu yang disajikan pun monoton hal ini dapat memperburuk penurunan nafsu makan yang biasa dialami penderita anemia. Kehilangan zat besi yang cukup banyak pada remaja putri biasanya terjadi pada saat menstruasi, karena pada saat itu remaja putri bisa

91

mengeluarkan darah hingga 20 80 cc per siklus. Perubahan hormon saat menstruasi juga mempengaruhi penurunan nafsu makan pada remaja putri, belum lagi bila para remaja putri mengalami nyeri haid yang membuat mereka malas untuk makan. Hal tersebut membuat rendahnya asupan zat besi para remaja putri yang menurut AKG 2004 masih tergolong defisit, kejadian seperti ini bisa mempengaruhi produktifitas para santriwati untuk melakukan kegiatankegiatan yang padat di pesantren, hal ini juga yang menyebabkan tingginya angka prevalensi anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman. Selain faktor menstruasi dan kurangnya variasi menu di Pondok Pesantren Ibadurrahman, body image (citra tubuh) juga memiliki peranan yang menyebabkan rendahnya. asupan zat besi pada kedua kelompok remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia. Dimana, pada saat dilakukan recall selama 7 hari sebagian besar dari mereka mengaku sering mengurangi porsi makan mereka karena takut kegemukan, kebanyakan dari mereka justru termasuk ke dalam kelompok tidak anemia, hal ini juga yang menyebabkan perbedaan asupan zat besi antara kedua kelompok tidak signifikan.

H. Prevalensi Kecacingan pada Remaja Putri dengan Anemia Hasil Pemeriksaan Laboratorium Dinas Kesehatan Kota Tangerang menunjukkan bahwa tidak ditemukannya prevalensi kecacingan pada 45 remaja putri dengan anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman yang diperiksa faecesnya. Asumsi awal akan tingginya prevalensi kecacingan di Pondok Pesantren Ibadurrahman, karena melihat lingkungan sekitar pesantren yang

92

tidak terawat dengan baik (kumuh), ditambah dengan kebiasaan para santri yang sering tidak memakai alas kaki ini tidak terbukti. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Merryana Adriani (2002), yang penelitiannya dilakukan di Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Bahrul Ulum Surabaya, menyatakan bahwa tidak ditemukannya prevalensi kecacingan pada remaja putri dengan anemia. Hasil penelitian tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: kebiasaan para santriwati yang tinggal di Pondok Pesantren cenderung lebih sering terkena air pada saat wudhu sebelum sholat, setidaknya 5 kali dalam sehari, sehingga kebersihan tangan mereka pun terjaga. Selain itu, remaja putri yang umumnya berumur 16 18 tahun sudah mulai memahami pentingnya menjaga kebersihan dan penampilan tubuh, khususnya para remaja putri yang selalu ingin tampil cantik, bersih, dan wangi. Hasil pemeriksaan telur cacing yang dilakukan pada remaja putri dengan anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman ini, dapat dijadikan acuan atau dasar pemberian intervensi yang tepat untuk menanggulangi tingginya prevalensi anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman dikemudian hari. Karena investasi cacing dalam tubuh juga merupakan faktor yang berhubungan dengan hilangnya nafsu makan yang nantinya akan berdampak anemia gizi besi.

I. Keterbatasan Penelitian Seluruh hasil penelitian yang menyatakan tidak ada perbedaan signifikan terhadap tingkat asupan energi, protein, dan zat besi menurut jenis hari

93

pengambilan recall weekend/weekdays akan sama bila dilakukan analisa lain tentang perbedaan rata-rata asupan energi, protein, dan zat besi selama recall 7 hari. Karena hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Merryna Nia Silvia (2011) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap rata-rata konsumsi protein, lemak, Fe, vitamin C, vitamin A, dan asam folat selama 1 hari, 3 hari, dan 7 hari pada metode recall. Ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang telah disebutkan sebelumnya, khususnya pada kelompok yang penyelenggaraan makanannya bersifat homogen. Keterbatasan penelitian ini antara lain adalah para responden cenderung menutupi pola konsumsi harian mereka, hal ini bisa disebabkan karena rasa malu akan dianggap makan terlalu banyak dan rasa malu karena keadaan ekonomi, oleh karena itu perlu penggalian dan pendekatan secara maksimal oleh peneliti kepada responden sehingga memakan waktu yang cukup lama. Hal ini juga yang menyebabkan perbedaan asupan energi, protein dan zat besi antara kelompok remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia tidak signifikan. Selain itu, penelitian tentang perbedaan pola konsumsi makan atau asupan makan pada remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia seperti ini sebaiknya dilihat per bahan makanan dengan sampel yang lebih besar yang bersifat heterogen, agar perbedaan hasil yang diharapkan lebih terlihat. Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, hal tersebut belum maksimal untuk dilakukan.

94

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dengan judul Perbedaan Tingkat Asupan Energi, Protein, dan Zat Besi antara Remaja Putri dengan Anemia dan Remaja Putri Tidak Anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Rata-rata asupan energi weekend dan weekdays untuk kelompok remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia, tergolong kategori defisit (< 70%) bila dibandingkan dengan angka kecukupan gizi. 2. Sebanyak 63.4% Remaja Putri di Pondok Pesantren Ibadurrahman masih tergolong kategori kurang (70 79%) asupan proteinnya, bila dibandingkan dengan angka kecukupan gizi. 3. Rata-rata asupan zat besi weekend dan weekdays untuk kelompok remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia, tergolong kategori defisit (< 70%) bila dibandingkan dengan angka kecukupan gizi. 4. Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap rata-rata asupan energi, protein, dan zat besi menurut hari pengambilan recall weekdays antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia, tetapi ada kecenderungan ke arah perbedaan rata-rata asupan energi, protein, dan

95

zat besi menurut hari pengambilan recall weekdays antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia. 5. Rata-rata asupan energi, protein, dan zat besi weekdays untuk kelompok remaja putri dengan anemia lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata asupan energi, protein, dan zat besi weekdays kelompok remaja putri tidak anemia. 6. Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap rata-rata asupan energi, protein, dan zat besi menurut hari pengambilan recall weekend antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia, tetapi ada kecenderungan ke arah perbedaan rata-rata asupan energi, protein, dan zat besi menurut hari pengambilan recall weekend antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia. 7. Rata-rata asupan energi, protein, dan zat besi weekend untuk kelompok remaja putri dengan anemia lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata asupan energi, protein, dan zat besi weekend kelompok remaja putri tidak anemia. 8. Tidak ditemukannya prevalensi kecacingan (jenis cacing : Ascaris, Trichuris, dan Cacing Tambang) pada remaja putri dengan anemia di Pondok Pesantren Ibadurrahman Kotamadya Tangerang.

B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, maka ada beberapa saran yang dapat diberikan :

96

1. Perlu ditingkatkan pemahaman remaja putri tentang pengertian, penyebab, pencegahan, akibat yang ditimbulkan serta penanggulangan anemia gizi besi pada remaja putri. 2. Perlu ditingkatkan pemahaman remaja putri tentang pola makan dengan gizi seimbang dan pentingnya zat-zat gizi dalam makanan untuk kebutuhan aktifitas sehari-hari, sehingga dapat dihindari adanya kesalahpahaman remaja putri tentang citra tubuh (body image) yang membuat para remaja putri sering mengurangi porsi makan. 3. Perlu perhatian dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang untuk mencanangkan program penanggulangan anemia gizi besi pada remaja putri di lingkungan Pesantren khususnya. 4. Perlu perhatian dari pihak keluarga santriwati terhadap kesehatan santriwati dan pemenuhan kebutuhan zat gizi santriwati, juga peningkatan pemahaman orang tua santriwati tentang gizi seimbang yang dibutuhkan anak mereka. 5. Perlu perhatian dari pihak pesantren terhadap penyediaan makanan yang bervariasi dan membuat siklus menu agar para santriwati tidak merasa bosan. 6. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perbedaan pola konsumsi makan atau asupan makan antara remaja putri dengan anemia dan remaja putri tidak anemia yang dilihat per bahan makanan dengan sampel yang lebih besar.

97

DAFTAR PUSTAKA Adriani, Merryana. 2002. Skripsi : Hubungan konsumsi zat gizi makanan dan investasi cacing dengan prevaIensi anemia gizi pada remaja putri di Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Bahrul Ulum. Surabaya : Universitas Airlangga. Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Arisman. 2004. Gizi Daur Hidup. Jakarta : EGC. _______. 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. Beck, Mary E. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan Penyakit Penyakit Untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica. Bender DA. 1997. Nutrition a Reference Handbook. Oxford: Oxford University Press. Bernas. 2000. Anemia Banyak Menyerang Remaja Putri. http://www.bernas.co.id. Briawan Dodiek, dkk. 2005. Makalah : Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada Mahasiswa: Pengaruhnya terhadap Asupan gizi, Status gizi dan Antropometri. Bogor: IPB. Brown JE. 2008. Nutrition Through the Life Cycle. Victoria: Thomson Learning Australia. Chandrakirana, Bunga. 2010. Skripsi : Perbedaan Konsumsi Makan, Anemia Dan Infeksi Kecacingan Pada Remaja Putri Di Panti Asuhan (Studi di Panti Asuhan Nurmulyani Kecamatan Sumberjambe dan Panti Asuhan

98

Yabappenatim Kecamatan Patrang Kabupaten Jember). Jember : Universitas Negeri Jember. Departeman Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rajawali Press. [Depkes] Departemen Kesehatan . 1996. Pedoman Operasional Penanggulangan Anemia Gizi di Indonesia. Jakarta: Depkes. _________________________ . 1998. Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi Untuk Remaja Putri dan Wanita Usia Subur. Jakarta: Depkes. _________________________ . 2008b. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta: Depkes. Djaeni, Achmad. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Profesi di Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. Farida, Yayuk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Swadaya. Guyton, Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Harli, Mohammad. 1999. Mengatasi Penyebab Anemia Kurang Besi.

http://www.indomedia.com. Indah Indriawati Herman, 2001, Skripsi : Hubungan Anemia Dengan Kebiasaan Makan, Pola Haid, Pengetahuan Tentang Anemia Dan Status Gizi Remaja Putri Di Smun 1 Cibinong Kabupaten Bogor, (Depok : Universitas Indonesia). Isniati. 2007. Skripsi : Efek Suplementasi Fe + Obat Cacing terhadap Kadar Hemoglobin Remaja yang Anemia di Pesantren Tarbiyah Islamiyah Pasir Kec.IV Angkat Candun. Padang : Universitas Andalas.

99

Jeanne W. Lawless, Michael C Latham, Iron Supplementation Improves Appetite and Growth in Anemic Kenyan Primary School Children, J. Nutr. 124: 645654, 1994. Kevin M.Cahill, William OBrien, 1989, Tropical Medicine: A Clinical Text, Irlandia : The Anniversary Press. Med Ali, dkk. Siklus Menstruasi dan Gangguan Haid. Jakarta : FKUI. Merry Wahyuningsih, 2010, Penyebab Hilangnya Nafsu Makan,

http://www.detikhealth.com. Merryna Nia Silvia, 2011, Skripsi : Perbedaan Konsumsi Energi dan Zat-zat Gizi lain menurut Metode Recall dan Record berdasarkan Interval Waktu Konsumsi Makanan pada Remaja Putri, Jakarta : Universitas Esa Unggul. Nuradik. 2010. Anemia. http://www.Nur4d1k.blogspot.com Rebecca J. Stoltzfus. Hababu M. Chway. Antonio Montresor. Low Dose Daily Iron Supplementation Improves Iron Status and Appetite but Not Anemia. whereas Quarterly Anthelminthic Treatment Improves Growth. Appetite and Anemia in Zanzibar Preschool Children J. Nutr. 134: 348356. 2004 Sadikin. Mohammad. 2001. Biokimia Darah. Jakarta: Wydia Medika. Snedecor. George W. Wlliam G. Cochran. 1980. Statistical Methods. Edisi : 7. (USA : The Iowa State University Press). Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto. Suhardjo. 1990. Petunjuk Laboratorium Penelitian Keadaan Pangan dan Gizi. Bogor : IPB dalam http://www.info.balitacerdas.com.

100

Supriasa. I Dewa Nyoman. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Tri. Bambang. 2007. Anemia Defisiensi Besi pada Anak Sekolah.

http://www.suaramerdeka.com. WHO. 2005. Vitamin and Mineral Nutrition Information system (VMNS). http://www.who.int/vmnis/anemia/data/database/countries/idn_ida.pdf. Widaya. Wayan. Cacingan Turunkan Kualitas Hidup. Akibatkan Anemia dan Kebodohan. http://www.smallcrabonline.com. Appetite. 2010. http://en.wikipedia.org/wiki/Appetite. Menu Atasi Hilangnya Nafsu Makan. 2006. http://www.cybermed.cbn.net.id Parasitic worm. 2010. http://en.wikipedia.org/wiki/Parasitic_worm. Survei Konsumsi Makanan. 2009. http://drvegan.wordpress.com/survey-konsumsimakanan/ Waspadai Cacingan pada Anak. http://www.medicastore.com

101

You might also like