You are on page 1of 7

Prinsip-prinsip membaca pemahaman Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa banyak factor yang mempengaruhi keberhasilan membaca.

Menurut Mclaughelin & Allen (2002). prinip-prinsip membaca yangdidasarkan pada penelitia yang paling mempengaruhi pemahaman membaca ialah seperti yang dikemukakan sebagai berikut ini : 1. Pemahaman merupakan proses konstruktivis sosial. 2. Keseimbangan kemahiran adalah kerangka kerja kurikulum yang membantu perkembangan pemahaman. 3. Guru membaca yang professional ( unggul) mempengaruhi belajar siswa. 4. Pembaca yang baik memegang peranan yang trategis dan berperan aktif dalam proses membaca. 5. Membaca hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna. 6. Siswa menemukan mannfaat membaca yang berasal dari berbagai teks pada berbagai tingkat kelas. 7. Perkembangan kosakata dan pembelajaran mempengaruhi pemahaman membaca. 8. Pengiku sertaan adalh suatu fator kunci pada proses pemahaman. 9. Strategi dan keterampilan membaca bisa diajarkan. 10.Assesmen yang dinamis menginformasikan pembelajaran membaca pemahaman.

Pemahaman merupakan proses konstruktivis sosial. Menurut Cox (1999) kontruktivisme mengaplikasikan belajar bahasa dalam empat cara berkut ini : a. Pembaca membangun makna dengan aktif ketika mereka membaca dari pada hanya menerima pesan secara pasif. b. Teks tidak mengatakan semuanya ; pembacalah yang mengambil informasi dari teks. c. Satu teks tunggal bia mempunyai makna yang banyak kerena adanya perbedaan antara pembaca dan konteks.

d. Membaca dan menulis merupakan proses konstruktif.

Membaca adalah kegiatan yang tersusun dari 4 komponen: strategi, kelancaran, pembaca, dan teks. Strategi adalah kemampuan pembaca menggunakan beragam strategi untuk mencapai tujuan dalam membaca. Kelancaran ialah kemampuan membaca dengan kecepatan tertentu dengan pemahaman yang cukup. Gabungan dari teks, strategi, kelancaran, dan pembaca ini yang disebut membaca (Anderson, 2003:68). Pemahaman dalam hal ini merupakan tujuan dari membaca. Ada dua aspek dalam pengajaran membaca. Aspek pertama, merujuk pada pengajaran membaca untuk pertama kali. Kedua, mengajar membaca bagi mereka yang telah memiliki keterampilan membaca dalam bahasa pertamanya (L1). Karena itu, menurut Anderson, kalau sudah dapat membaca dalam satu bahasa maka tidak perlu belajar baca dalam bahasa asing lainnya (L2), tetapi hanya perlu mentransfer keterampilan untuk membaca konteks baru dalam bahasa lain (tapi kita akan melihat kendala dari pernyataan ini. Baca sub Kendala Membaca: Tantangan Solusi) Proses Baca Ada tiga model kategori dalam proses membaca: 1) model bawah-atas (buttom-up model), 2) model atas-bawah (up-down model), dan 3) model interaktif (interactive model). Model bawahatas, biasanya terdiri atas proses-proses baca pada level terendah. Dalam hal ini siswa membaca mulai dengan dasar pengenalan tulisan dan bunyi yang kemudian merekognisi morfem, kata, identifikasi struktur gramatikal, kalimat, lalu teks. Proses rekognisi dari huruf, kata, frasa, kalimat, teks, dan akhirnya ke makna merupakan urut-urutan dalam mencapai pemahaman. Gambar berikut menunjukkan model bawah-atas, pembaca mulai dari elemen terkecil dan ke arah membangun pemahaman apa yang dibaca. Pemahaman Gambar 1: Model Bawah-Atas Model atas-bawah menggambarkan bahwa pembaca menggunakan latar pengetahuannya untuk menghasilkan prediksi, dan mencari teks sebagai penegasan atau penolakan atas prediksi yang dihasilkan tersebut. Jadi, dalam model ini prosesnya dimulai dengan ide bahwa pemahaman itu terletak pada pembaca. Dengan demikian, sebuah bacaan dapat dimegerti meskipun tidak memahami kata per kata dalam bacaan tersebut. Tujuan dari model ini adalah kegiatan yang sifatnya mengembangkan makna dan tidak pada penguasaan pemahaman kosakata. Membaca mulai dari latar pengetahuan pembaca Gambar 2: Model Atas-Bawah

Model interaktif menggabungkan elemen-elemen pada dua model sebelumnya. Asumsinya bahwa sebuah pola itu disintesiskan atas dasar informasi yang diberikan secara bersamaan dari berbagai sumber pengetahuan (Stanovich, 1980: 38). Latar Pengetahuan Pembaca Huruf dan Bunyi Gambar 3: Model Interaktif Neil Anderson mengakui bahwa model interaktif ini adalah model paling tepat untuk diterapkan karena model ini juga merupakan gambaran yang paling baik mengenai apa yang terjadi ketika membaca. Karena itu, membaca sebenarnya adalah gabungan proses bawah-atas dan atas-bawah. Aspek Mekanis Membaca Lou E. Burmeister (1978), dalam Improving Speed of Comprehension in Reading menguraikan tentang Aspek Mekanis Membaca dengan melontarkan beberapa pertanyaan. Bagaimana mata seseorang bergerak ketika mereka membaca? Apakah mata tersebut bergerak dengan lembut, seperti ketika mengawasi seekor burung yang sedang terbang atau menyaksikan pesawat terbang yang sedang mendarat? Atau apakah mata bergerak, berhenti, bergerak, berhenti lagi, bergerak lagi dan berhenti lagi? Penelitian dalam ranah ini jelas menarik bagi para ilmuwan pendidikan yang banyak berhubungan dengan masalah penelitian akademis, sedangkan hasilnya diperkirakan banyak menarik minat para instruktur pengajaran bahasa yang lebih banyak berkiprah dalam ranah yang jauh lebih bersifat praktikal. Salah satu metodologi yang digunakan untuk meneliti pergerakan mata, yang menurut penggagasnya dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja dalam kelas pengajaran bahasa, adalah dengan meminta salah seorang memperhatikan mata seseorang ketika dia sedang membaca. Apakah mata si pembaca bergerak dengan lembut? Jika mata tersebut bergerak dengan lembut, maka dapat dipastikan bahwa dia tidak sedang membaca, kata Lou E. Burmeister. Lebih jauh pakar pendidikan ini mengatakan bahwa dalam kenyataannya, tentu saja berdasarkan hasil penelitiannya selama bertahun-tahun, kata (atau kata-kata) hanya dapat dibaca apabila mata tidak bergerak. Hanya apabila mata berhenti bergerak, atau terpusat pada satu bagian dari kata, pada satu kata, atau pada satu frase, maka barulah si pembaca mendapatkan apa yang dinamakan citra visual. Berikutnya, jika memang dikehendaki mata akan bergerak untuk kemudian berhenti lagi jika si pembaca ingin mendapatkan citra visual yang lain. Atau dengan kata lain, dalam membaca mata seorang pembaca haruslah berhenti, bergerak, berhenti lagi, bergerak lagi, dan seterusnya, jika dia menginginkan memahami apa yang dibacanya. Dalam keadaan sebenarnya, khususnya ketika seseorang membaca secara berkelanjutan dan bukannya hanya satu kata saja, proses berhenti dan bergerak ini mungkin memerlukan waktu tidak lebih dari seperenam detik. George D. Spathe (1962) dalam Is This a Breakthrough in Reading? menyatakan bahwa lebar rentang jarak yang diperlukan sepasang mata dalam membaca tidak dapat melebihi tiga kata, atau dengan kata lain seorang pembaca yang paling cepat sekali pun, berdasarkan hasil penelitian ini, tidak akan mampu membaca lebih banyak dari tiga kata dalam satu periode tertentu sebelum dia menggerakkan kembali matanya menuju ke kelompok kata yang lain. Dengan memahami kenyataan sederhana ini, yang semakin lama cenderung semakin dilupakan oleh para pengajar bahasa, diharapkan para pengajar dapat bersikap lebih arif jika mereka

menggunakan sarana bacaan untuk mengajar murid-muridnya. Setelah membaca tiga kata, mata pembaca harus bergerak pada kumpulan tiga kata berikutnya. Pergerakan inilah yang oleh para pakar pendidikan bahasa dinamakan saccadic sweep, sebuah pergerakan yang membutuhkan waktu paling cepat sekitar 1/30 detik. Waktu ini hanya dapat dilakukan oleh seorang pembaca yang baik dan tentunya waktu ini akan bertambah jika dilakukan oleh pembaca yang kurang baik. Jadi, jika hasil kedua penelitian ini digabungkan, akan didapatkan bahwa jumlah waktu total yang dibutuhkan oleh seorang pembaca yang baik untuk membaca tiga buah kata dan kemudian berpindah pada kelompok tiga kata berikutnya adalah seperenam detik ditambah sepertiga puluh detik atau sama dengan seperlima detik. Atau dengan kata lain, dalam satu detik, seorang pembaca yang baik diperkirakan mampu membaca sekitar 15 kata, atau sekitar 900 kata dalam satu menitnya. Sebuah angka yang fantastis, bukan? Tetapi dalam kenyataannya kemudian terbukti bahwa angka ini sulit sekali dicapai jika diingat bahwa kalimat-kalimat dalam satu bacaan tidak selalu berkelompok tiga-tiga, sehingga seorang pembaca harus melakukan gerakan saccadic sweep lebih banyak lagi untuk satu baris dan ini bermakna mengurangi jumlah kata yang mampu dibaca seseorang dalam satu menit. Prinsip Pengajaran Membaca Beberapa prinsip berikut mendasari kegiatan pengajaran membaca. 1. Ketahui latar pengetahuan siswa Latar pengetahuan pembaca bisa mempengaruhi pemahaman siswa dalam membaca. Latar pengetahuan ini meliputi semua pengalaman yang ia bawa ke sebuah teks, misalnya, pengalaman hidup, pendidikan, pengetahuan mengenai bagaimana teks bisa diatur secara retorikal, pengetahuan bagaimana bahasa pertama atau kedua itu bekerja, serta latar belakang budaya. Pemahaman membaca dapat lebih ditingkatkan jika latar pengetahuannya itu diaktifkan melalui tujuan, pertanyaan, prediksi, struktur teks, dan sebagainya. Jika siswa membaca sebuah topik yang tidak familiar, maka guru perlu memulai proses bacaan dengan membangun latar pengetahuan. 2. membangun dasar kosakata yang kuat kosakata mendapat tempat paling tinggi dalam pembelajaran bahasa. Banyak penelitian yang menekankan pentingnya kosakata dalam kesuksesan membaca. Menurut Anderson (2003), kosakata menjadi penting untuk diajarkan baik bagi siswa L1 maupun siswa L2 dan penggunaannya dalam konteks agar mereka dapat menebak makna suatu kosakata yang jarang muncul. 3. Ajari pemahaman Pada beberapa program istruksi membaca, penekanan kebanyakan pada pengetesan pemahaman membaca, alih-alih pada mengajarkan siswa bagaimana untuk paham. Memonitor pemahaman adalah penting untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang terkati dalam proses monitoring ini ialah memeriksa prediksi yang dihaslkan itu sudah benar dan mengecek apakah siswa telah menyesuaikan apa yang diperlukan ketika makna dalam bacaan itu belum diperoleh 4. usahakan meningkatkan kecepatan (kelancaran) membaca salah satu kendala bagi siswa L2 dalam hal membaca adalah meski mereka bisa baca tetapi bacaannya kurang lancar. Dalam hal ini, prinsipnya ialah bahwa guru harus seimbang baik posisinya sebagai pendamping siswa maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan. Yang paling penting untuk dicatat bahwa fokusnya itu bukan pada pengembangan kecepatan siswa dalam membaca, tapi pada kelancaran membaca. Seseorang

dikatakan lancar membaca jika ia mampu membaca 200 kata per menit dengan sedikitnya 70% memahami bacaan itu (Anderson, 2003: 76). 5. ajarkan strategi membaca guna meraih hasil yang diinginkan, siswa perlu belajar menggunakan strategi-strategi membaca yang sesuai dengan tujuannya. Mengajarkan mereka akan hal ini dapat menjadi pertimbangan utama dalam kelas membaca. 6. dorong siswa menjelmakan strategi menjadi keterampilan ada perbedaan antara strategi dan keterampilan. Yang pertama merujuk pada tindak kesadaran untuk meraih tujuan atau sasaran. Yang kedua adalah strategi yang telah menjadi otomatis. Hal ini menekankan peran aktif yang dimainkan oleh siswa dalam strategi membaca. Sebagai pelajar yang secara sadar belajar dan mempraktikkan strategi membaca secara khusus, strategi itu berpindah dari kesadaran menuju ketaksadaran, yakni dari strategi menuju keterampilan. 7. buat penilaian dan evaluasi penilaian dan evaluasi bisa secara kuantitatif atau kualitatif. Keduana bisa diterapkan dalam kelas membaca. Penilaian kuantitatif meliputi informasi dari ujian pemahaman baca dan juga data kelancaran membaca. Informasi kualitatif diperoleh dari respon bacan jurnal, survei, dan respon terhadap daftar cek yang dibuat untuk strategi membaca. Beberapa Teknik Pembelajaran Membaca Banyak usaha dan penelitian yang telah dilakukan untuk mengembangkan teknik pembelajaran membaca yang baik dan efektif. Beberapa teknik pembelajaran membaca yang populer diterapkan dapat disebutkan berikut ini (Harmer, 2001: 210-227; Suyatno, 2004; Anderson, 2003). 1. membaca cepat: teknik yang mengajak siswa membaca sebuah bacaan dalam waktu tertentu yang harus diselesaikan. Dengan teknik ini siswa diharapkan termotivasi untuk gemar membaca, mengatasi repitisi, dapat menggunakan cara baca sistem lompat kodok, dan dapat menggunakan suatu petunjuk sebagai penentu kecepatan. 2. membaca bergantian: yakni mengajak siswa membaca dengan suara, intonasi, dan pelafalanya sendiri dengan tepat secara bergantian dengan pasangannya. 3. presenter: teknik ini bertujuan agar siswa dapat melisankan teks layaknya presenter atau MC dengan lafal, intonasi, dan tanda baca yang terukur. 4. membaca teks pidato: mengajak siswa untuk mempresentaskan teks pidato dengan cara membacanya. 5. membaca berita: siswa diajak menyampaikan informasi dengan intonasi dan nada yang sesuai. 6. membaca intensif: siswa dapat memahami bacaan secara intensif, tanpa bersuara, dan tuntas. 7. membaca ekstensif: siswa diajak untuk mengintegrasikan isi berbagai bacaan dengan topik serupa dan dapat menjelaskan inti bacaan tersebut. 8. membaca kritis: siswa diajak memberikan komentar mengenai apa yang mereka baca. 9. membaca memindai: teknik ini mengajak siswa menemukan secara cepat kata-kata tertentu yang dianggap penting dalam bacaan. 10. memberi catatan bacaan: siswa diharapkan dapat membuat catatan dengan memberikan kalimat kunci dalam bacaan. 11. mengubah bacaan ke dalam gambar: teknik ini mengajak siswa untuk memaknai bacaan dengan cara membuat gambar menurut persepsinya.

Sistem Tulisan sebagai Salah Satu Asas Pembelajaran Teknik-teknik pembelajaran membaca yang biasa ditawarkan hingga saat ini dirasa belum menyentuh semua bahasa. Artinya, teknik pembelajaran membaca tersebut lebih banyak menyinggung bahasa-bahasa dengan sistem tulisan tertentu dan tidak memberikan alternatif terhadap bahasa (bahasa) dengan sistem tulisan yang lain mengingat bahwa beberapa bahasa memiliki sistem tulisan yang unik yang berbeda dari sistem tulisan lain. Bahasa-bahasa di dunia berdasarkan sistem tulisannya (yang unik tersebut) dapat digolongkan menjadi dua. Penggolongan tersebut didasarkan pada pola yang terdapat pada kata bahasa, yakni kalau boleh saya menyebut pola KV (dengan segala variasinya) dan pola KK. Sistem tulisan dengan pola KV atau vokalisasi berarti bahwa sebuah kata terdiri atas (beberapa) konsonan dan vokal. Bahasa-bahasa yang mengadopsi sistem tulisan semacam ini misalnya, bahasa Latin dengan sistem tulisan latin, bahasa Cina dengan sistem tulisan kanji, dan bahasa Jawa dengan sistem tulisan Hanacaraka. Dengan pola sistem tulisan ini masyarakat pembaca dengan mudah dapat membaca sebuah kata dengan artikulasi sesuai dengan kata yang dimaksud dalam tulisan (bahasa) tersebut. Kata sacred misalnya akan dibaca sesuai dengan tulisan yang termaktub terlepas dari tepat tidaknya pelafalan kata berdasarkan ejaan bahasa tersebut. Pola kedua KK, yakni pola konsonantal menggambarkan bahwa sebuah kata dalam bahasa ditulis hanya konsonannya saja. Bahasa-bahasa yang mengunakan sistem tulisan ini misalnya, bahasa Arab dan Ibrani. Dengan demikian sebuah atau beberapa kata yang ditulis menggunakan sistem tulisan tersebut hanya menyertakan konsonan tanpa ada vokalisasi terhadap konsonan tersebut. Contoh yang menggambarkan sistem tulisan dengan pola ini ialah kata , jika ditransliteraskan dalam tulisan Latin kata tersebut sama dengan atau menjadi KTB. Sistem tulisan ini tidak hanya digunakan oleh masyarakat berbahasa Arab saja, melainkan juga telah tersebar penggunaannya di beberapa wilayah di Asia Tenggara. Di Malaysiaserta beberapa wilayah di Singapura, Pattani Thailand, Brunei, hingga Filipina Selatan tulisan yang menggunakan tulisan Arab disebut Arab Melayu, yakni tulisan menggunakan Arab tapi berbahasa Melayu. Di Indonesia (Jawa) bentuk tulisan ini biasa disebut tulisan Pegon. Kendala Membaca: Tantangan & Solusi Masalah yang timbul kemudian ialah adanya kendala bagi pelajar atau siswa yang belajar membaca tulisan dengan pola kedua tersebut. Kesulitan ini dirasakan karena mereka tidak dapat membaca tulisan tanpa vokalisasi. Para siswa, karena sistem tulisan yang dianut di Indonesia ialah tulisan Latin, belum terbiasa membaca tulisan Arab ini. Hal inilah yang kemudian menjadi persoalan dalam pembelajaran membaca dalam bahasa Arab. Sejauh ini saya belum menemukan teknik pembelajaran membaca yang tepat dan efektif dalam bahasa Arab. Kebanyakan siswa banyak terbantu dalam membaca setelah sebuah teks Arab diberi vokalisasi (istilah orang awam diharokati). Kebiasaan semacam ini jika dibiarkan akan berakibat buruk bagi siswa dalam proses pembelajaran dan penguasaan membaca dalam bahasa Arab. Karena itu, perlu dicari tawaran alternatif teknik pembelajaran membaca dalam bahasa Arab sebab teknik-teknik yang ditawarkan sejauh ini hanya melingkupi bahasa-bahasa dengan sistem tulisan berpola KV sebagaimana saya sebutkan sebelumnya. Dengan begitu, kendala yang dirasakan siswa dapat dilalui, paling tidak sedikit membantu mereka mengurangi kesulitan belajar bahasa Arab beserta tetek bengeknya. Penutup Belajar bahasa membutuhkan banyak faktor yang saling terkait dan saling mempengaruhi satu

sama lainnya. Beberapa faktor tersebut seperti ketekunan dan kesabaran, di samping tentu saja kesempatan untuk terus menerus menggunakan bahasa yang dipelajari merupakan faktor yang amat menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar bahasa. Tentu saja faktor-faktor yang lain seperti tersedianya materi yang memadai, instruktur yang cakap dan berdedikasi, serta motivasi yang cukup tinggi dari mereka yang belajar juga perlu diperhitungkan. Pemahaman terhadap salah satu elemen dasar dalam belajar bahasa, yaitu membaca, khususnya pemahaman aspek-aspek teknis dan kendala-kendalanya memang tidak menjamin bahwa sebuah program pengajaran bahasa akan berhasil dengan baik. Tetapi dengan sedikit memahami aspek-aspek teknis semacam itu, para siswa dan khususnya para guru, diharapkan akan lebih mampu menyempurnakan proses belajar-mengajar yang akan membawa mereka ke tujuan akhir yang diharapkan. Daftar Pustaka Anderson, Neil. 2003. Reading dalam Practical English Language Teaching Reading. David Nunan (ed.). New York: McGraw Hall. Burmeister, Lou E. 1978. Reading Strategies for Middle and Secondary School Teachers. Massachusetts Addison-Wesley Publishing Company. Harmer, Jeremy. 2001. The Practice of English Language Teaching. Harlow: Pearson Education Limited. Spache, George D. 1962. Is This a Breakthrough in Reading?, in The Reading Teacher pp. 258263. Stanovich, K.E. 1980. Toward An Interactive Compensatory Model of Individual Differences In The Development of Reading Fluency. Reading Research Quarterly, 16: 32-71. Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Penerbit SIC. Kemahiran Membaca. Diakses di http://mahirkb.tripod.com/olehbaca.htm#Teknik

You might also like