You are on page 1of 12

Bela Negara biasanya selalu dikaitkan dengan militerisme, seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara

terletak pada TNI. Padahal berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara NKRI. Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan NKRI terhadap ancaman baik dari dalam maupun luar negeri. Ancaman dari dalam. Potensi yang dihadapi NKRI dari dalam negeri, antara lain : 1. Disintegrasi bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan sentimen kesukuan atau pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat. 2. Keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran Hak Azasi Manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru hara/kerusuhan massa. 3. Upaya penggantian ideologi Pancasila dengan ideologi lain yang ekstrim atau tidak sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia. 4. Potensi konflik antar kelompok/golongan baik perbedaan pendapat dalam masalah politik, maupun akibat masalah SARA. 5. Makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional. Di masa transisi ke arah demokrasi sesuai tuntutan reformasi, potensi konflik antar kelompok/golongan dalam masyarakat sangatlah besar. Perbedaan pendapat justru adalah esensi dari demokrasi akan menjadi potensi konflik yang serius apabila salah satu pihak berkeras dalam mempertahankan pendapat atau pendiriannya, sementara pihak yang lain berkeras memaksakan kehendaknya. Contoh kasus FPI dengan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKB). Namun cara yang sesungguhnya merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia itu tampaknya sudah dianggap kuno. Masalahnya, cara pengambilan keputusan melalui pengambilan suara terbanyakpun (yang dianggap sebagai cara yang paling demokratis dalam menyelesaikan perbedaan pendapat) seringkali menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak yang kalah, sehingga mereka memilih cara pengerahan massa atau melakukan tindak kekerasan untuk memaksakan kehendaknya. Tidak adanya kesadaran hukum di sebagian kalangan masyarakat serta ketidakpastian hukum akibat campur tangan pemerintah dalam sistem peradilan juga merupakan potensi ancaman bagi keamanan dalam negeri. Pelecehan terhadap hukum/undang-undang ini jelas menimbulkan kekacauan/anarki dan merupakan potensi konflik yang

serius. Contoh nyata adalah insiden Semanggi dimana para pengunjuk rasa yang tidak mematuhi UU no 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum akhirnya bentrok

dengan aparat keamanan yang justru ingin menegakkan hukum. Seandainya semua pihak menyadari pentingnya kepatuhan terhadap hukum, tentunya insiden tersebut tidak akan terjadi. Tidak adanya kesadaran hukum juga menyebabkan sering timbulnya tawuran antar warga atau tawuran antar pelajar/mahasiswa yang pada gilirannya menimbulkan keresahan masyarakat dan menyebabkan instabilitas keamanan lingkungan. Sosialisasi berbagai peraturan dan perundang-undangan serta penegakkan hukum yang tegas, adil dan tanpa pandang bulu adalah satu-satunya jalan untuk mengatasi potensi konflik ini. Potensi ancaman dari dalam negeri ini perlu mendapat perhatian yang serius mengingat instabilitas internal seringkali mengundang campur tangan pihak asing, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk kepentingan mereka. Ancaman dari luar negeri. Dengan berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990an, maka ketegangan regional di dunia umumnya, dan di kawasan Asia Tenggara khususnya dapat dikatakan berkurang. Meskipun masih terdapat potensi konflik perbatasan khususnya di wilayah Laut Cina Selatan, misalnya sengketa kepulauan Spratly yang melibatkan beberapa negara di kawasan tersebut, namun diperkirakan semua pihak terkait tidak akan menyelesaikan masalah tersebut melalui kekerasan bersenjata. Dapat dikatakan bahwa ancaman dalam bentuk agresi dari luar relatif kecil. Potensi ancaman dari luar tampaknya akan lebih berbentuk upaya menghancurkan moral dan budaya bangsa melalui disinformasi, propaganda, peredaran narkoba, film-film porno atau berbagai kegiatan kebudayaan asing yang mempengaruhi bangsa Indonesia, terutama generasi muda, dan merusak budaya bangsa. Potensi ancaman lainnya adalah dalam bentuk penjarahan sumber daya alam melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol sehingga merusak lingkungan, seperti illegal loging, illegal fishing, dsb. Semua potensi ancaman tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan Ketahanan Nasional melalui berbagai cara, antara lain : 1. Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma kehidupan bangsa Indonesia. 2. Upaya peningkatan perasaan cinta tanah air (patriotisme) melalui pemahaman dan penghayatan (bukan sekedar penghafalan) sejarah perjuangan bangsa.

3. Pengawasan yang ketat terhadap eksploitasi sumber daya nasional serta terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa (legitimasi, bebas KKN, dan konsisten melaksanakan peraturan/undang-undang).

4. Kegiatan yang bersifat kecintaan terhadap tanah air serta menanamkan semangat juang untuk membela negara, bangsa dan tanah air serta mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai landasan berbangsa dan bernegara. 5. Untuk menghadapi potensi agresi bersenjata dari luar, meskipun kemungkinannya relatif sangat kecil, selain menggunakan unsur komponen utama (TNI), tentu saja dapat menggunakan komponen cadangan dan komponen pendukung (UU komponen cadangan dan komponen pendukung masih dalam proses persetujuan anggota Dewan yang terhormat).

Dapatlah disimpulkan bahwa potensi ancaman terhadap keamanan nasional dan pertahanan negara dapat datang dari mana saja. Namun potensi ancaman yang lebih besar adalah dari dalam negeri. Pengalaman menunjukkan bahwa instabilitas dalam negeri seringkali mengundang campur tangan asing baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu WASPADALAH dan PEDULIlah terhadap lingkungan.

SISTEM PERTAHANAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Pertahanan NKRI merupakan masalah bangsa Indonesia yang akan dilakukan dengan cara (Indonesia) sendiri (yang spesifik), dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi obyektif bangsa dan negara Indonesia, pandangan hidup bangsa dan budaya bangsa. 1.Umum Pertahanan NKRI merupakan masalah bangsa Indonesia yang akan dilakukan dengan cara (Indonesia) sendiri (yang spesifik), dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi obyektif bangsa dan negara Indonesia, pandangan hidup bangsa dan budaya bangsa. Pertahanan Negara Indonesia merupakan instrumen dari politik nasional, terutama politik keamanan nasional. Perjuangan Bangsa Indonesia dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, memberikan pengalaman sejarah yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia dalam melaksanakan perjuangan selanjutnya. Pengalaman sejarah perjuangan tersebut khususnya selama perang kemerdekaan telah mewujudkan tradisi yang selanjutnya menjadi nilai penting sebagai dasar penyelenggaraan pertahanan dan keamanan untuk melindungi segenap bangsa dari berbagai kemungkinan ancaman baik yang bersifat kasar (ancaman militer) maupun yang halus (ancaman terhadap pemikiran dan persepsi). Salah satu nilai tadi adalah "Perang Wilayah/Perang Rakyat Semesta" (Perata) yang dirumuskan dalam Seminar Seskoad II pada Januari 1962 dan ditetapkan pada Agustus 1966 dalam Seminar AD II sebagai Doktrin Perang Wilayah/Perang Rakyat Semesta. Dalam rangka integrasi ABRI, pada Nopember 1966 Seminar Hankam menetapkan Doktrin Hankamnas dan Doktrin Perjuangan ABRI "Catur Dharma Eka Karma" disingkat Cadek. Seminar Hankam tersebut juga menghasilkan Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Hankamnas dan Wawasan Nasional. Dengan Wawasan Nusantara ini ABRI tidak menonjolkan kepentingan suatu matra dan kepentingan salah satu bidang perjuangan (politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam). Sepanjang perjalanan sejarahnya doktrin Hankam selalu mengalami pengembangan. Pada tahun 1991 Cadek ditata kembali dan disesuaikan dengan perkiraan perkembangan masa mendatang, menjadi dua doktrin yaitu: a. Doktrin "Pertahanan Keamanan Negara" sebagai Doktrin Dasar yang disahkan oleh Menteri Pertahanan, dan b. Doktrin "Perjuangan TNI ABRI (Catur Dharma Eka Karma)", sebagai Doktrin Induk yang disahkan oleh Pangab. Di era reformasi berdasarkan UUD RI 1945 (Amandemen) Bab III Pasal 10, 11, 12 dan Bab XII Pasal 30 telah ditetapkan UU No. 3 tahun 2002. Sishankamrata diubah menjadi Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta). Selanjutnya mengacu pada UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI Doktrin Perjuangan TNI ABRI Cadek diubah menjadi Doktrin TNI "Tri Dharma Eka Karma" (Tridek).

Dewasa ini Sishankamrata yang bertumpu pada perlawanan teritorial mengundang tanggapan dari kalangan masyarakat khususnya mereka yang meragukan relevansi Sishankamrata dengan TNI sebagai kekuatan utama menghadapi tantangan di era globalisasi. Sebagai contoh dapat dikemukakan beberapa isu yang dikemukakan pada Seminar "Democratic Total Defence" yang diselenggarakan oleh beberapa LSM dengan Dephan RI pada tanggal 28 Agustus 2007 yang fokus bahasannya adalah perbandingan penyelenggaraan Sistem Pertahanan Total di negara-negara demokratis. Isu-isu tersebut antara lain sebagai berikut: a.Gambaran tentang Sistem Pertahanan Total Indonesia. b.Apakah Sistem Pertahanan Total di Indonesia telah memenuhi prinsip-prinsip demokrasi? c.Apakah Sistem Pertahanan Total yang ada mampu mengatasi hakikat ancaman masa kini yang dapat berupa ancaman konvensional atau ancaman lainnya (misalnya terorisme, kejahatan terorganisir, atau ancaman lintas nasional lainnya)? d.Dengan melihat berbagai implementasi Sistem Pertahanan Total di negara lain pelajaran apa yang dapat diperoleh yang dapat diimplementasikan di Indonesia. Beberapa isu lain yang sering dikemukakan para pemikir di bidang pertahanan NKRI antara lain adalah: a.Adanya kekhawatiran bahwa Komando Teritorial yang mendampingi Pemerintahan Sipil akan digunakan tidak hanya untuk maksud penyelenggaraan pertahanan, tetapi juga sebagai tumpuan untuk memperkuat pemerintahan yang berkuasa. b.Apakah Sishankamrata dapat diimplementasikan? Padahal dalam jangka panjang kondisi TNI sebagai kekuatan inti Sishankamrata jumlah dan kualitas pasukannya yang dapat dikatagorikan profesional serta anggaran latihan, sistem senjata yang tergolong modern masih terbatas dan tidak memadai dihadapkan pada luasnya posisi-posisi strategis yang harus dipertahankan di seluruh Nusantara. c.Apakah Sishankamrata masih relevan untuk dipertahankan sebagai konsep pertahanan NKRI? Atau diambil konsep lain seperti yang dikehendaki oleh mereka yang terobsesi oleh sistem pertahanan negara asing (adikuasa). d.Menghadapi berbagai isu tersebut, dewasa ini diperlukan kejelasan bagaimana kehendak bangsa dalam menjalankan pertahanan negara. Tulisan hasil sarasehan Alumni Akmil ini diharapkan dapat menjawab berbagai pertanyaan tersebut dan dapat pula memberikan pencerahan kepada generasi muda TNI untuk dijadikan bekal pengabdiannya kepada Negara dan Bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. 2.Landasan Filosofis dan Landasan Hukum Indonesia merupakan negara hukum, oleh sebab itu untuk memenuhi aspek legalitas, sistem pertahanan keamanan yang merupakan bagian dari sistem pemerintahan negara diselenggarakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Doktrin Hankamrata sebagai strategi dari Hankamnas yang merupakan penjabaran dari Pancasila sebagai falsafah bangsa adalah doktrin dasar yang digali, dikembangkan oleh TNI(AD) dari hasil

pengalamannya dalam memperjuangkan, merebut dan mengisi kemerdekaan NKRI yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai ajaran, asas, prinsip serta konsep yang mendasar dan diyakini kebenarannya, berdasarkan hasil pemikiran terbaik, doktrin ini mengalir dari pandangan hidup bangsa dan dikembangkan secara nalar dan dinamis dengan pengalaman dan teori sehingga kebenarannya bersifat relatif hakiki dan berjangka panjang. Oleh karena itu Doktrin Hankamrata harus menjiwai ketentuan perundang-undangan penyelenggaraan pertahanan negara. Meskipun ketentuan perundang-undangan pada hakikatnya merupakan bagian tak terpisahkan dari daya rangkum doktrin, dan keduanya bersumber dari nilai-nilai falsafah, ajaran, dan konsep yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945, namun keduanya berkembang dengan sifat dan keberadaan fungsional yang berbeda. Peraturan perundangundangan mengalir dari Batang Tubuh UUD 1945 yang dijiwai oleh Pembukaannya, merupakan sumber hukum yang melahirkan berbagai ketentuan hukum, sedangkan doktrin TNI(AD) mengalir dari nilai-nilai falsafi, ajaran, dan konsep yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945 yang melahirkan patokan, pegangan, pedoman, petunjuk. Dengan kata lain, apabila ketentuan perundang-undangan memberikan kekuatan hukum terhadap upaya-upaya dalam segenap dinamika tata kehidupan nasional sesuai doktrin, tetapi doktrin memberikan panduan instrumental bagi proses mencapai sasaran. Seharusnya UU memberikan kekuatan hukum pada pelaksanaan doktrin, tidak malahan membatasi ruang gerak dan menghambat implementasi doktrin. Di era reformasi pesta-pora demokrasi yang kebablasan telah menghasilkan berbagai ketentuan perundang-undangan di bidang Hankam yang mengalir dari Batang Tubuh UUD 1945 yang sudah diamandemen sehingga mengandung pasal-pasal yang rawan distorsi terhadap nilai-nilai dasar/falsafi yang terkandung dalam Pembukaannya. Di pihak lain, doktrin dasar dan doktrin induk pertahanan dikembangkan dan dijabarkan oleh TNI berdasarkan nilai-nilai yang mendasari jatidiri bangsa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai akibatnya ruang gerak TNI dalam upayanya untuk mengimplementasikan Hankamrata akan selalu terkendala oleh berbagai ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang disusun berdasarkan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan jatidiri bangsa, terutama yang mengarah pada demokrasi liberal, individualisme dan kapitalisme. Ketentuan perundang-undangan di bidang Hankam yang diberlakukan di era reformasi adalah: a.UUD RI 1945 (Amandemen) BAB III Pasal 10, 11, 12 dan Bab XII Pasal 30; b.UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara; c.UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI; d.Keputusan Panglima TNI No. KEP/2/I/2007 tgl. 12 Januari 2007 tentang Tri Dharma Eka Karma (Tridek).

3.Relevansi Sishankamrata Saat Ini Sebagai landasan logis bagi pemahaman tentang Sishankamrata adalah persepsi yang komprehensif bahwa sistem kehidupan berbangsa-bernegara mencakup berbagai dimensi yang fundamental dan eksistensial seperti ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya serta pertahanan dan keamanan (Hankam). Oleh karena bersifat saling terkait dan tidak dapat saling meniadakan (mutually exclusive) tetapi justru saling komplementer dan interdependen, maka pembangunan dimensi-dimensi tersebut harus digulirkan secara maksimal untuk mencapai hasil optimal dengan prinsip saling mendukung dan menguatkan. Misalnya pembangunan politik dan ekonomi dapat berjalan baik manakala situasi Hankamnas bersifat positif-kondusif. Sebaliknya, pembangunan Sishankamnas tidak mungkin berjalan tanpa dukungan dimensi-dimensi lainnya. Sishankamnas sebagaimana sistem kehidupan bangsa lainnya (politik, ekonomi dan sebagainya) dibangun dan digerakkan untuk menunjang upaya pembangunan atau transformasi nasional menuju tercapainya Cita-Cita/Tujuan Nasional. Untuk mencapai Tujuan Nasional (Tunas) tersebut terdapat banyak aspek yang harus dilindungi, dijaga/dikawal dan diimplementasikan yakni berbagai Kepentingan Nasional (Kepnas). Dengan apakah Kepnas dikawal, dilindungi dan diimplementasikan? Jawabannya, dengan sistem kehidupan nasional (Sisnas), dan dalam konteks ini adalah Sishankamnas. Pertanyaan berikutnya, bagaimakanakah Sishankamnas sebagai bagian integral dari Sisnas itu didesain? Ada dua hal yang harus dijadikan bahan pertimbangan. Pertama, harus ada ada berbagai instrumen bangsa yang memang perlu untuk digunakan dalam kerangka tersebut seperti falsafah bangsa, falsafah bangsa tentang perang, politik luar negeri dan sebagainya. Kedua, harus dilakukan penilaian (assesment) atau telah tajam terhadap lingkungan strategis (Lingstra) yang terus berkembang secara dinamis termasuk mengikuti kemajuan Ilpengtek, yang darinya kita dapat merumuskan potensi ancaman atau ancaman potensial terhadap bangsa-negara, seperti dipaparkan pada bab-bab sebelumnya. Menghadapi kondisi kehidupan bangsa yang memiliki sekian banyak ancaman potensial, niscaya perlu pembangunan dan pengerahan total potensi dan kekuatan bangsa secara efektif. Dengan demikian, Sishankamrata merupakan konsep dan doktrin yang tetap relevan dalam kehidupan bangsa kita sebagai wadah, isi dan tata laku pertahanan nasional di masa depan dengan revisi nilai instrumental agar tetap relevan dan kontekstual. Apalagi Sishan semacam ini juga dijadikan konsep pertahanan di banyak negara maju seperti Swiss, Israel, Singapura, Prancis dan lain-lain. Logika atau basis argumentasi Sihankamrata dapat digambarkan sekilas dengan mengacu pada kebiasaan umum (habitus universal) dalam Rekayasa Sishan. Idealnya, sebuah negara memiliki Sishan di mana kekuatan riil yang dimilikinya lebih unggul daripada

kekuatan yang mengancam (ancaman potensial). Jika belum dapat mencapai kekuatan ideal tersebut maka biasanya dibangun aliansi dalam rangka memelihara balance of power. Namun bila hal itu pun tidak dapat dilakukan maka tidak ada pilihan lain selain Perang Rakyat. Bagi Indonesia, membangun kekuatan ideal masih jauh dari mungkin karena terhadang kendala anggaran. Untuk beraliansi membangun pakta pertahanan pun tidak mungkin karena prinsip politik luar negeri yang bebas-aktif. Dengan demikian, langkah realistis yang merupakan pilihan logis adalah Sishankamrata (total defence). Memang, isu tentang relevansi Sishankamrata dengan dinamika perubahan situasi dan kondisi sudah terjadi sejak lama. Disadari bahwa Doktrin memang harus berkembang sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi khususnya perkembangan Ilpengtek, namun dari segi lain Sishankamrata yang merupakan hakikat dari Doktrin Dasar Hankamnas dan dirumuskan berdasarkan pengalaman, penghayatan para perumusnya yang langsung mengalami sendiri perjuangan TNI(AD) dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 tetap harus dipertahankan. Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta merupakan pengembangan dari doktrin perang wilayah yang pertama kali dicetuskan pada seminar Seskoad I pada Desember 1960. Dengan berpedoman pada pengalaman perang merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan NKRI yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, setelah disesuaikan dengan kondisi baru dirumuskan Konsep Doktrin Perang Wilayah/Perang Rakyat Semesta. Seperti disinggung di atas, sesungguhnya strategi perang wilayah/perang rakyat semesta telah dilaksanakan di berbagai negara, khususnya negara-negara dunia ketiga untuk menghadapi negara-negara adikuasa yang pada umumnya memiliki keunggulan dalam sistem persenjataan dan profesionalisme. Beberapa negara yang dijadikan acuan dalam perumusan hankamrata antara lain adalah Yugoslavia1 yang pada Perang Dunia II, menggunakan pertahanan teritorial (territorial defence) serta melakukan pertahanan rakyat semesta (total peoples defence) berhasil mengalahkan tentara pendudukan fasis Jerman dan sekutu-sekutunya yang unggul dalam persenjataan dan profesionalisme. Setelah invasi Sovyet ke Czechoslovakia tahun 1968, kepemimpinan Yugoslavia mewaspadai ancaman yang sama sesewaktu dapat menjadi kenyataan terhadap Yugoslavia. Invasi terhadap Czechoslovakia menunjukkan bahwa bala siap dari negara yang lemah tidak mungkin dapat menghadapi serangan masif dari agresor yang secara kualitatif dan kuantitatif lebih unggul. Berdasarkan pengalaman perjuangannya menghadapi Jerman, pada tahun 1969 Yugoslavia menetapkan Undang-undang Pertahanan yang didasarkan pada Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta. Selain Yugoslavia, negara yang dijadikan acuan dalam perumusan Sistem Hankamrata adalah Vietnam. Untuk itu TNI-AD pernah mengirimkan suatu misi militer ke Hanoi mempelajari sistem pertahanan serta perlawanan rakyat sebagai bahan perbandingan.2

Dengan menggunakan pertahanan teritorial, Vietnam melakukan perang rakyat semesta berhasil mengusir tentara pendudukan Perancis. Dengan mengandalkan kekuatan rakyat, pada Mei 1954 pejuang Vietnam di bawah pimpinan Jenderal Vo Nguyen Giap dengan transportasi yang sederhana (sepeda dan kuda) mengangkut artileri berat dan artileri pertahanan udara melalui hutan lebat dimalam hari untuk menempati kedudukan di pegunungan sekitar Dien Bhien Phu, kemudian menyerang dan mengusir tentara Perancis yang jauh lebih unggul dalam teknologi dan persenjataan. Bahkan dengan melakukan Perang Rakyat Semesta yang berkepanjangan (berlarut) dari tahun 1959 sampai tahun 1975, berkat kepemimpinan Ho Chi Minh yang kharismatik, People's Army of Vietnam (PAVN) berhasil mengusir tentara AS yang jauh unggul dalam persenjataan. Di era globalisasi dimana hakekat ancaman telah berkembang menjadi multidimensi mencakup semua bidang kehidupan bangsa (Ipoleksosbudhankam), baik yang bersifat kasar (ancaman militer) maupun yang halus (ancaman terhadap pemikiran dan persepsi). Oleh sebab itu maka kekuatan yang dikembangkan untuk menghadapi ancaman tersebut juga harus mempunyai kemampuan yang multi demensi pula, tidak hanya berupa kemampuan militer (Sistek), tetapi juga juga kemampuan non-militer (Sissos) yang melibatkan seluruh potensi bangsa, baik fisik maupun psikis. Beberapa contoh perang terkini yang menjadi bukti keberhasilan Sishanrata antara lain adalah: a.Serangan masif yang dilakukan oleh tentara AS yang dilakukan untuk menangkap pemimpin pemberontak Somalia ternyata gagal, bahkan tentara AS yang unggul dalam persenjataan dan profesionalisme itu harus ditarik mundur karena besarnya korban dan kerugian yang dialami. b.Pasukan AS tidak dapat mentuntaskan hasil serangannya ke Irak, bahkan korban besar terus berjatuhan. Korban tentara AS yang tewas dalam perang Irak dewasa ini telah mendekati angka 3000 orang sebagian besar justru terjadi setelah Saddam Hussein tertangkap. Bahkan dewasa ini Pemerintah AS dibayangi kegagalan tujuan invasinya ke Irak karena ketidaksanggupannya mengatasi kekacauan yang terus terjadi. c.Meskipun pasukan NATO berhasil meruntuhkan pemerintahan Taliban di Afghanistan namun sisa-sisa pasukan Taliban masih tetap aktif dan merupakan ancaman aktual bagi pasukan NATO di Afganistan. Bahkan Afganistan berpotensi untuk perang saudara kembali apabila pasukan NATO ditarik dari Afganistan. d.Meskipun politis Rusia tetap menguasai Chechnya tetapi gangguan dari gerilyawan Chechnya yang mengakibatkan korban-korban yang besar di pihak pasukan Rusia terus terjadi. e.Kekuatan bersenjata Palestina dari segi persenjataan dan profesionalisme militer (Sistek), kalah jauh dari kekuatan bersenjata Israel, namun perlawanan rakyat semesta Palestina yang berupa gerakan Intifada (Sissos) masih menyulitkan Israel dalam mengendalikan wilayah Palestina di West Bank dan Gaza Strip. Di samping korban fisik, dari aspek ekonomi, gerakan intifada yang berupa ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum penjajah, pemogokan umum, grafitti, barikade di jalanan, dan pelemparan batu dalam demonstrasi oleh para pemuda serta boikot terhadap industri mikro, industri jasa dan pariwisata telah menimbulkan kerugian dalam jumlah yang besar di pihak Israel.

Contoh-contoh tersebut di atas membuktikan bahwa keunggulan persenjataan dan profesionalisme bukan satu-satunya faktor penentu kemenangan. Pengalaman menunjukkan bahwa ternyata keunggulan teknologi persenjataan dan profesionalisme dapat diimbangi oleh strategi perlawanan rakyat semesta yang dilengkapi dengan patriotisme, daya juang dan semangat tidak mengenal menyerah serta taktik dan strategi yang tepat dan cerdik. Menghadapi kenyataan tersebut di atas, bagi Indonesia yang dalam jangka pendek masih belum mampu mengembangkan sistek yang modern mengungguli negara-negara adidaya, bahkan negara-negara jiran, doktrin Hankamrata bukan hanya relevan, tetapi telah diyakini oleh TNI kebenarannya. Sishankamrata erat kaitannya dengan jatidiri TNI sebagai kekuatan utama. Bahwa pengalaman TNI dengan ke-khas-an jatidirinya dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan secara bersamaan telah melahirkan suatu sistem pertahanan yang sesuai dengan kondisi geografi, demografi dan budaya bangsa Indonesia yang dikenal dengan Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Hankamrata). Dengan demikian maka pada dasarnya antara jatidiri TNI dengan doktrin Hankamrata terdapat kaitan timbal balik yang erat, karena doktrin Hankamrata disusun dengan memperhatikan jatidiri TNI sebagai komponen utama sistem, dan sebaliknya keberhasilan doktrin Hankamrata tergantung kepada kadar komitmen TNI terhadap jatidirinya sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional dan tentara profesional. Oleh sebab itu maka Sishankamrata yang dilaksanakan melalui Sistem Perang Berlarut yang mengkombinasikan penggunaan Sistem Senjata Teknologi (Sistek) didukung oleh sikap politik seluruh rakyat yang anti agressor sebagai Sissos, diyakini mempunyai prospek untuk dapat digunakan menghadapi musuh yang kuat yang berhasil menduduki bagian-bagian tertentu dari wilayah darat NKRI.

You might also like