You are on page 1of 173

SEMESTER 1 BAB I MENELADANI DAKWAH NABI MUAMMAD SAW

A. Sejarah dakwah Rasulullah

Setelah mendapatkan nasihat dari Waraqah bin Naufal seputar turunnya wahyu pertama, maka Nabi Muhammad lebih banyak tafakkur di rumah dalam upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah saw. Setelah 40 hari dari Nabi menerima wahyu yang pertama, maka turunlah wahyu yang kedua disaat Nabi sedang berbaring dalam keadaan berselimu Wahai orang-orang yang berselimut. Bangunlah dan berilah peringatan. Dan Rabb-mu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan kejelekan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabb-mu, bersabarlah. (Al-Muddatstsir: 1-7). Maka setelah itu, wahyu banyak yang datang secara berturut-turut. Syaikh Al-Mubarakfuri dalam kitab Rahiqul Makhtum mengatakan bahwa: 1. Tujuan diperintahkannya beliau untuk memberi peringatan adalah agar tidak tersisa seorang pun yang menyelisihi Allah di alam ini, kecuali sudah mendapatkan peringatan tentang akibatnya yang besar dari Allah Subhanahu wa Taala (adzab). 2. Tujuan dibesarkannya Allah adalah agar tidak tersisa pada seorang pun kesombongan di muka bumi ini kecuali akan hancur kekuatannya. 3. Tujuan disucikannya pakaian dan dijauhinya kejelekan adalah agar mencapai kesucian (tazkiyyah) lahir dan batin hingga menjadi teladan tinggi bagi manusia. 4. Tujuan dilarangnya memberi dengan harapan akan mendapatkan imbalan yang lebih banyak (dari manusia) adalah agar tidak menganggap perbuatan-perbuatannya sebagai sesuatu yang besar, dan akan terus berusaha menambah amalan dengan amalan berikutnya. Juga terus banyak berusaha dan berkorban kemudian lupa pada semua amalan tersebut. Dan harapannya hanya pada Allah (yakni merasa belum seberapa apa yang dia korbankan). 5. Ayat terakhir (yakni perintah untuk sabar) merupakan isyarat kepada kalian tentang apa yang akan dialaminya (dalam menjalankan tugasnya berdakwah) yaitu pertentangan, celaan, cemoohan, dll. (Dinukil secara ringkas dari kitab beliau).

Dengan demikian, turunnya Surat Al-Muddatsir ini merupakan pengangkatan beliau sebagai Rasul (utusan) Allah yang membawa tugas dakwah dan memberi peringatan. Ini senada dengan ucapan Ibnul Qayyim yang telah dinukil pada edisi yang lalu bahwa beliau diangkat sebagai Nabi dengan Iqra dan diangkat sebagai Rasul dengan Al-Muddatsir. Dengan turunnya surat ini, maka mulailah beliau berdakwah dengan dakwah seperti apa yang dilakukan oleh para Nabi sebelumnya, yaitu mengajak manusia untuk beribadah hanya kepada Allah (tauhid) dan dengan cara hanya mengikuti Rasul-Nya (ittiba), sebagaimana Allah telah kisahkan dakwah pada Rasul, mulai rasul pertama Nuh sampai Isa alaihimus salam. Allah berfirman tentang Nuh: Kaum Nuh telah mendustakan para Rasul. Ketika berkata saudara mereka Nuh, Tidakkah kalian mau bertakwa? Sesungguhnya aku adalah Rasul yang dapat dipercaya. Maka bertakwalah pada Allah dan taatlah kepadaku (108). (Asy-Syuara`: 105-10 Allah berfirman pula tentang Hud alaihis salam: Kaum Ad telah mendustakan para Rasul. Ketika berkata saudara mereka Hud, Tidakkah kalian mau bertakwa? Sesungguhnya aku adalah utusan yang terpercaya. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. (Asy-Syuara`: 123-126) Demikianlah selanjutnya Allah menceritakan tentang dakwah para Nabi tersebut dalam Surat AsySyuara dengan kalimat yang sama. Sebagaimana dakwah Nabi Shaleh alaihis salam di ayat 141, Nabi Luth alaihis salam di ayat 160, Nabi Syuaib di ayat 176, dan Nabi Isa alaihis salam dalam surat Az-Zukhruf ayat 63. Mereka semua mengajak kaumnya untuk bertakwa kepada Allah dan taat mengikuti Rasul-rasul utusan-Nya (Fattaqullah wa athiiun). Allah menganggap semua kaum yang mendustakan Nabi-Nya sebagai orang yang mendustakan seluruh para Rasul. Hal ini memang karena semua para Rasul itu misinya sama, yaitu meng-esakan Allah dalam ibadah dan memberantas kesyirikan-kesyirikan. Adapun cara beribadahnya kepada Allah adalah dengan mengikuti Rasul-Nya masing-masing. Demikian pula dengan Rasul yang terakhir, Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Beliau adalah Nabi yang penuh kasih sayang dan sangat perhatian kepada umatnya. Allah telah mengutus beliau dengan misi yang sama, yaitu mengajak kepada tauhid agar seluruh manusia, bangsa Arab khususnya, beribadah hanya kepada Allah. Dan meninggalkan peribadatan kepada kuburan orang-orang shalih seperti berhala Latta, tempat-tempat keramat seperti berhala Uzza, dan

patung-patung seperti Manat dan Hubal. Juga agar mereka meninggalkan kepercayaan kepada dukun-dukun semacam Amr bin Luhai yang meminta bantuan kepada jin. Cobalah simak tentang dakwah Rasulullah ini dari hadits Bukhari tentang kisah pembicaraan Abu Sufyan (di kala dia belum masuk Islam) dengan pembesar Romawi (Heraklius) dalam suatu dialog yang panjang, di antaranya:

(Heraklius) bertanya: Apa yang dia (Rasulullah) perintahkan kepada kalian? (Abu Sufyan) menjawab: beliau menyerukan beribadahlah kalian kepada Allah saja dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan tinggalkanlah apa-apa yang diucapkan oleh bapak-bapak kalian. Beliau memerintahkan kepada kami untuk shalat, kejujuran, menjaga diri, dan menghubungkan silaturahmi [HR. Bukhari]

Demikian pula makna perintah Allah (yang artinya): dan jauhilah rujz. (Al-Muddatsir: 5). Dikatakan dalam tafsir Ibnu Katsir: Berkata Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas: ar-rujz adalah berhala-berhala, maka jauhilah dia. Demikian pula Ikrimah, Qatadah dan Zuhri. Sedangkan Ibnu Zaid mengatakan: dia adalah patung-patung. Dengan demikian, makna ayat tersebut di atas adalah perintah untuk menjauhi dan menjauhkan kesyirikan. Beliau pun mengajak mereka untuk beriman bahwa beliau adalah seorang Rasul (utusan) Allah dan memerintahkan mereka untuk mengikutinya serta beribadah dengan caranya. Beliau bersabda dalam masalah shalat: Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat. [HR. Bukhari] Dan tentang haji, beliau bersabda: Ambillah dariku manasik haji kalian. [HR. Muslim] Demikian pula dengan berbagai ucapan beliau lainnya yang mengajak dan memerintahkan untuk mengikutinya, sehingga Allah berfirman: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Akhir dan dia banyak mengingat (Allah). (Al-Ahzab: 21)

Demikian dakwah beliau shallallahu alaihi wa sallam, seperti dakwah para Nabi sebelumnya yaitu mengajak kepada tauhidullah dan ittiba Rasul. Di samping memiliki persamaan misi dalam dakwah dengan para Nabi lainnya, Rasulullah

shallallahu alaihi wa sallam mempunyai kelebihan yang lain dari yang lain. Beliau bersabda:

Aku diberi lima (keutamaan) yang tidak diberikan pada seorangpun (dari kalangan Nabi) sebelumku: (1) Aku dimenangkan dengan rasa takut (pada musuh) sejarak sebulan perjalanan. (2) Dijadikan untukku bumi sebagai masjid dan suci (dapat dipakai tayammum), siapa saja yang menemui waktu shalat maka hendaklah dia kerjakan shalat. (3) Dihalalkan bagiku ghanimah (rampasan perang) dan tidak dihalalkan bagi seorangpun sebelumku. (4) Aku diberi syafaat. (5) Dan dahulu, Nabi itu diutus kepada kaumnya (masing-masing) sedang aku diutus kepada manusia seluruhnya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Riwayat ini menunjukkan tentang kekuasaan yang Allah berikan kepada beliau shallallahu alaihi wa sallam, yang tidak dimiliki Nabi-nabi sebelumnya, yaitu: 1. Dimenangkannya beliau dari rasa takut pada musuhnya, walaupun jaraknya masih satu bulan perjalanan. 2. Dijadikannya bumi sebagai masjid dan suci. Sehingga, seorang musafir dari umat beliau jika menemui waktu shalat, ia dapat shalat di manapun. Dan jika tidak ada air, debu di bumi manapun bisa dipakai sebagai tayammum. 3. Dihalalkannya harta rampasan perang. 4. Diberikannya syafaat bagi beliau. 5. Bahwa dakwahnya luas sifatnya dan umum (universal) untuk seluruh manusia, bukan hanya untuk kaumnya saja (Bangsa Arab). Dengan demikian, perbedaan antara dakwah beliau dengan dakwah Nabi sebelumnya adalah dakwah beliau merupakan rahmat untuk seluruh alam (rahmatan lil alamin). Dengan kondisi yang demikianlah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mulai berdakwah. Secara ringkas, perjalanan dakwah beliau adalah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim: beliau diangkat sebagai Rasul dengan Al-Muddatsir, kemudian Allah perintahkan dia untuk memperingatkan keluarganya yang terdekat. Setelah itu, memperingatkan kaumnya (Quraisy), kemudian memperingatkan orang-orang sekitarnya dari kalangan Arab, kemudian memperingatkan bangsa Arab secara keseluruhan. Barulah kemudian memperingatkan seluruh alam. Selama beberapa tahun beliau menjalankan dakwahnya tanpa melalui perang dan tanpa memungut jizyah (upeti).

Allah perintahkan beliau agar menahan tangannya (dari mengangkat senjata) dan bersikap sabar. Setelah itu, beliau diizinkan Allah untuk berhijrah, diikuti pula dengan perintah untuk memerangi orang-orang yang memeranginya dan menahan tangannya (dari mengangkat senjata) dari orangorang yang tidak memeranginya. Setelah ini berjalan, barulah datang perintah untuk menghajar kaum musyrikin seluruhnya. Hingga agama ini semua hanyalah untuk Allah Subhanahu wa Taala. Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim. Maka dengan turunnya surat Al-Muddatsir, mulailah beliau berdakwah kepada orang yang paling dekat dengannya, yaitu istrinya (Khadijah bintu Khuwailid) dan keluarganya serta shahabat-shahabatnya yang terdekat. Beliau mengajak mereka secara perorangan (fardiyah) kepada Islam dan iman kepadanya. Maka istrinya pun beriman kepadanya, sebagai wanita pertama yang masuk Islam. Setelah itu, muncul Ali bin Abi Thalib, sebagai remaja pertama yang menyambut dakwah beliau. Di antara shahabat-shahabat beliau yang menyambut dakwahnya tanpa keraguan sedikitpun adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu anhu. Memang demikianlah keadaan Abu Bakar sehingga ia dijuluki oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan Ash-Shiddiq. Karena ketika dia mendengar ajakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dengan serta-merta dia menjawab: ayah ibuku sebagai jaminan, sungguh engkau pemilik kejujuran, aku bersaksi tiada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan engkau adalah Rasulullah. Sungguh ini suatu hal yang sangat menggembirakan karena beliau radhiallahu anhu adalah seorang bangsawan Quraisy yang kaya dan dermawan serta memiliki akhlak yang mulia, sehingga sangat dicintai orang-orang Quraisy. Maka, dengan perantaraan dakwahnya, beberapa shahabat masuk Islam seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah, dll. Demikianlah, dakwah Islam -saat itu- menjadi tersebar di kalangan mereka dari mulut ke mulut (sirriyah). Setelah itu, turunlah perintah shalat walaupun shalat pada waktu itu hanya diperintahkan dua rakaat pada pagi hari dan dua rakaat lagi pada sore hari. Ini berdasarkan firman Allah Taala: Dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu pada sore dan pagi hari. (Ghafir: 55) Demikianlah sebagaimana yang disebutkan oleh Muqatil bin Sulaiman yang dinukil dari Rahiqul Makhtum. Di samping itu, penulis kitab tersebut juga mengutip pula ucapan dari Ibnu Hajar bahwa dia berkata: Rasulullah mengerjakan shalat sebelum (mengalami) isra secara qathi (tegas), demikian pula shahabat-shahabatnya. Tetapi para ulama berselisih dalam hal apakah shalat yang diwajibkan itu shalat lima waktu ataukah tidak? Maka dikatakan bahwa kewajiban shalat pada waktu itu (hanya) sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya.

Dalam kitab Rahiqul Makhtum itu pula telah ditulis suatu riwayat dari Harits bin Usamah dari jalan Ibnu Lahiah secara maushul (berantai) dari Zaid bin Haritsah radhiallahu anhu yang bunyinya: bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, pada awal-awal turunnya wahyu, didatangi oleh Jibril yang mengajari beliau cara berwudhu (dan shalat). Ibnu Abbas mengatakan: dan itu merupakan kewajiban pertama. Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya jika masuk waktu shalat, mereka pergi ke Syib (lembah yang terlindung dengan bukit-bukit untuk shalat, agar tersembunyi dari kaumnya). Syaikh Al-Mubarakfuri setelah menukil ucapan Ibnu Hisyam di atas, mengatakan: Tampaknya setelah meneliti dari segala sisinya dan dari kejadian-kejadiannya bahwa dakwah pada tahapan ini walaupun sirriyah dan fardiyyah, tetap sampai pula beritanya ke telinga orang-orang Quraisy. Walaupun demikian, mereka belum menanggapi dakwah tersebut. Pelajaran yang Bisa Diambil 1. Dari surat Iqra dan Al-Muddatsir dapat kita ambil pelajaran bahwa seorang juru dakwah harus memiliki persiapan-persiapan sebagai berikut:

Membekali diri dengan ilmu Membersihkan diri secara lahir dan batin; membersihkan badan dan pakaian dari kotoran serta najis; membersihkan jiwanya dari kesyirikan dan maksiat.

Ikhlas dalam memberikan dan mengamalkan sesuatu. Sabar. Sedangkan tugasnya adalah: memberi peringatan. mengagungkan Allah. menjauhi dan menjauhkan segala kesyirikan dan kejelekan.

2. Bahwa seluruh dakwah para Nabi adalah tauhidullah (mengesakan Allah dalam ibadah dan menjauhi kesyirikan) dan ittiba Rasul (beribadah dengan mengikuti sunnah Rasul). 3. Bahwa seluruh dakwah Nabi shallallahu alaihi wa sallam berlaku umum untuk seluruh manusia, baik Arab maupun Ajam (non Arab). 4. Bahwa akhlak yang baik sangat mempengaruhi berhasil tidaknya dakwah, khususnya masalah kejujuran.

5. Pentingnya shalat karena dia merupakan kewajiban yang pertama di awal-awal turunnya wahyu. 6. Bahwa dakwah bisa dilakukan secara fardiyyah dari mulut ke mulut (secara perorangan). 7. Dakwah sirriyyah dilakukan di kala ajaran Islam belum dikenal oleh seorang pun dan (dilakukan) terhadap orang-orang yang kafir. Demikian pula dilakukannya shalat secara sembunyi-sembunyi adalah terhadap orang-orang yang kafir. 8. Bahwa pada tahapan ini, orang-orang Quraisy pun sudah mengetahuinya, tetapi tidak menanggapinya sehingga ini membuktikan bahwa marhalah (tahapan) ini lebih dekat kalau dikatakan dakwah fardiyyah. Beliau menyampaikannya hanya kepada orang-orang yang dia percaya dan diduga akan menerima dakwahnya. Jadi dakwah tidak disyiarkan secara umum. 9. Dengan demikian, jelaslah kesalahan kelompok-kelompok dakwah yang sampai

menghalalkan dusta untuk merahasiakan dakwahnya, karena mayoritas manusia di sekitarnya adalah kaum muslimin. Mengapa mereka menyembunyikan ajarannya? Apakah ajarannya lain dengan kita? Atau menganggap kita semua adalah orang-orang kafir? Maka jawabnya: kalau mereka berbeda dengan ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka mereka adalah ahli bidah. Wajib kaum muslimin untuk menghindari mereka. Kalau mereka menganggap kita dan (menganggap) mayoritas kaum muslimin adalah kafir, maka mereka adalah khawarij. Wajib bagi kita untuk berhati-hati terhadap mereka. Dan kalau ajarannya memang berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar, mengapa harus disembunyikan dakwah terhadap sesama kaum muslimin?

B. Periode Makah Dakwah Sembunyi-sembunyi Khadijah ra kemudian ia pergi menjumpai saudara sepupunya (anak paman), Waraqa b. Naufal, seorang penganut agama Nasrani yang sudah mengenal Bible dan sudah pula menterjemahkannya sebagian ke dalam bahasa Arab. Ia menceritakan apa yang pernah dilihat dan didengar Muhammad dan menceritakan pula apa yang dikatakan Muhammad kepadanya. Waraqa memastikan bahwa Muhammad Saw adalah Nabi umat ini. Setelah mendapat keterangan demikian, Khadijah pulang. Sampai di rumah, dilihatnya Muhammad masih tidur. Dipandangnya suaminya itu dengan rasa kasih dan penuh ikhlas, bercampur harap dan cemas. Tiba-tiba Rasulullah Saw menggigil, napasnya terasa sesak dengan keringat yang sudah membasahi wajahnya. Ia terbangun, ketika itu malaikat datang membawakan wahyu kepadanya:

Orang yang berselimut! Bangunlah dan sampaikan peringatan. Dan agungkan Tuhanmu. Pakaianmupun bersihkan. Dan hindarkan perbuatan dosa. Jangan kau memberi, karena ingin menerima lebih banyak. Dan demi Tuhanmu, tabahkan hatimu. (Quran 74: 17)

Khadijah menenteramkan hatinya, dan menceritakan apa yang didengarnya dari Waraqa tadi. Khadijah kemudian menyatakan dirinya beriman atas kenabiannya itu. Sesudah peristiwa itu, pada suatu hari Muhammad pergi akan mengelilingi Kabah. Di tempat itu Waraqa b. Naufal menjumpainya. Sesudah Muhammad menceritakan keadaannya, Waraqa berkata: Demi Dia Yang memegang hidup Waraqa. Engkau adalah Nabi atas umat ini. Engkau telah menerima Namus Besar seperti yang pemah disampaikan kepada Musa. Pastilah kau akan didustakan orang, akan disiksa, akan diusir dan akan diperangi. Kalau sampai pada waktu itu aku masih hidup, pasti aku akan membela yang di pihak Allah dengan pembelaan yang sudah diketahuiNya pula.

Rasulullah Saw memikirkan, bagaimana akan mengajak Quraisy supaya turut beriman; padahal ia tahu benar mereka sangat kuat mempertahankan kebatilan itu. Mereka bersedia berperang dan mati untuk itu. Ditambah lagi mereka masih sekeluarga dan sanak famili yang dekat. Sungguhpun begitu, tetapi mereka dalam kesesatan.

Ia menantikan bimbingan wahyu dalam menghadapi masalahnya itu, menantikan adanya penyuluh yang akan menerangi jalannya. Tetapi ternyata, wahyu itu tidak turun. Malaikat Jibrilpun tidak datang lagi kepadanya. Kembali ia merasa dalam ketakutan seperti sebelum turunnya wahyu. Ia masih dalam ketakutan. Perasaan ini juga yang mendorongnya lagi akan pergi ke bukit-bukit dan menyendiri lagi dalam gua Hira. Ia ingin membubung tinggi dengan seluruh jiwanya, menghadapkan diri kepada Tuhan, akan menanyakan: Kenapa ia lalu ditinggalkan sesudah dipilihNya? Sementara ia sedang dalam kekuatiran demikian itu - sesudah sekian lama terhenti tiba-tiba datang wahyu membawa firman Tuhan:

Demi pagi cerah yang gemilang. Dan demi malam bila senyap kelam. Tuhanmu tidak meninggalkan kau, juga tidak merasa benci. Dan sungguh, hari kemudian itu lebih baik buat kau daripada yang sekarang. Dan akan segera ada pemberian dari Tuhan kepadamu. Maka

engkaupun akan bersenang hati. Bukankah Ia mendapati kau seorang piatu, lalu diberiNya tempat berlindung? Dan Ia mendapati kau tak tahu jalan, lalu diberiNya kau petunjuk? Karena itu, terhadap anak piatu, jangan kau bersikap bengis. Dan tentang orang yang meminta, jangan kau tolak. Dan tentang kurnia Tuhanmu, hendaklah kau sebarkan.(Quran, 93: 1-11)

Rasa cemas dan takut dalam diri Muhammad Saw hilang setelah wahyu turun kembali. Ketika Allah Swt telah mengajarkan Nabi bersembahyang, maka iapun bersembahyang, begitu juga Khadijah ikut pula sembahyang. Selain puteri-puterinya, tinggal bersama keluarga itu Ali bin Abi Talib sebagai anak muda yang belum balig. Lalu Rasulullah Saw mengajak sepupunya itu beribadat kepada Allah semata tiada bersekutu serta menerima agama yang dibawa nabi utusanNya. Ali adalah anak pertama yang menerima Islam. Kemudian Zaid b. Haritha, bekas budak Nabi. Dengan demikian Islam masih terbatas hanya dalam lingkungan keluarga Muhammad: dia sendiri, isterinya, kemenakannya dan bekas budaknya. Masih juga ia berpikir-pikir, bagaimana akan mengajak kaum Quraisy itu. Tahu benar ia, betapa kerasnya mereka itu dan betapa pula kuatnya mereka berpegang pada berhala yang disembah-sembah nenek moyang mereka itu. Pada waktu itu Abu Bakr b. Abi Quhafa dari kabilah Taim, teman akrab Muhammad, adalah orang dewasa pertama yang diajaknya menyembah Allah Yang Esa dan meninggalkan penyembahan berhala. Abu Bakr tidak ragu-ragu lagi memenuhi ajakan Muhammad dan beriman pula akan ajakannya itu.

Keimanannya kepada Allah dan kepada RasulNya itu segera diumumkan oleh Abu Bakr di kalangan teman-temannya. Dari kalangan masyarakatnya yang dipercayai oleh Abu Bakr diajaknya mereka kepada Islam. Usman b. Affan, Abdurrahman b. Auf, Talha b. Ubaidillah, Sad b. Abi Waqqash dan Zubair binl-Awwam mengikutinya pula menganut Islam. Kemudian menyusul pula Abu Ubaida binl-Djarrah, dan banyak lagi yang lain dari penduduk Mekah. Mereka yang sudah Islam itu lalu datang kepada Nabi menyatakan Islamnya, yang selanjutnya menerima ajaran-ajaran agama itu dari Nabi sendiri.

Mengetahui adanya permusuhan yang begitu bengis dari pihak Quraisy terhadap segala sesuatu yang melanggar paganisma, maka kaum Muslimin yang mula-mula masih sembunyi-sembunyi.

Apabila mereka akan melakukan salat, mereka pergi ke celah-celah gunung di Mekah. Keadaan serupa ini berjalan selama tiga tahun, sementara Islam tambah meluas juga di kalangan penduduk Mekah. Ajaran Muhammad sudah tersebar di Mekah, orang sudah berbondong-bondong memasuki Islam, pria dan wanita. Dakwah Secara Terang-Terangan Tiga tahun kemudian sesudah kerasulannya, perintah Allah datang supaya ia mengumumkan ajaran yang masih disembunyikan itu, perintah Allah supaya disampaikan. Ketika itu wahyu datang:

Dan berilah peringatan kepada keluarga-keluargamu yang dekat. Limpahkanlah kasih-sayang kepada orang-orang beriman yang mengikut kau. Kalaupun mereka tidak mau juga mengikuti kau, katakanlah, Aku lepas tangan dari segala perbuatan kamu. (Quran 26: 214-216) Sampaikanlah apa yang sudah diperintahkan kepadamu, dan tidak usah kauhiraukan orangorang musyrik itu.(Quran 15: 94)

Muhammadpun mengundang makan keluarga-keluarga itu ke rumahnya, dicobanya bicara dengan mereka dan mengajak mereka kepada Allah. Tetapi Abu Talib, pamannya, lalu menyetop pembicaraan itu. Ia mengajak orang-orang pergi meninggalkan tempat. Keesokan harinya sekali lagi Muhammad mengundang mereka. Selesai makan, katanya kepada mereka: Saya tidak melihat ada seorang manusia di kalangan Arab ini dapat membawakan sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari yang saya bawakan kepada kamu sekalian ini. Kubawakan kepada kamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan telah menyuruh aku mengajak kamu sekalian. Siapa di antara kamu ini yang mau mendukungku dalam hal ini? Mereka semua menolak, dan sudah bersiap-siap akan meninggalkannya. Tetapi tiba-tiba Ali bangkit - ketika itu ia masih anak-anak, belum lagi balig. Rasulullah, saya akan membantumu, katanya. Saya adalah lawan siapa saja yang kautentang. Banu Hasyim tersenyum, dan ada pula yang tertawa terbahak-bahak. Kemudian mereka semua pergi meninggalkannya dengan ejekan.

Sesudah itu Muhammad kemudian mengalihkan seruannya dari keluarga-keluarganya yang dekat kepada seluruh penduduk Mekah. Suatu hari ia naik ke Shafa2 dengan berseru: Hai masyarakat Quraisy. Tetapi orang Quraisy itu lalu membalas: Muhammad bicara dari atas Shafa. Mereka lalu datang berduyun-duyun sambil bertanya-tanya, Ada apa? Bagaimana pendapatmu sekalian

kalau kuberitahukan kamu, bahwa pada permukaan bukit ini ada pasukan berkuda. Percayakah kamu? Ya, jawab mereka. Engkau tidak pernah disangsikan. Belum pernah kami melihat engkau berdusta. Aku mengingatkan kamu sekalian, sebelum menghadapi siksa yang sungguh berat, katanya, Banu Abdl-Muttalib, Banu Abd Manaf, Banu Zuhra, Banu Taim, Banu Makhzum dan Banu Asad Allah memerintahkan aku memberi peringatan kepada keluargakeluargaku terdekat. Baik untuk kehidupan dunia atau akhirat. Tak ada sesuatu bahagian atau keuntungan yang dapat kuberikan kepada kamu, selain kamu ucapkan: Tak ada tuhan selain Allah. Tetapi kemudian Abu Lahab berdiri sambil meneriakkan: Celaka kau hari ini. Untuk ini kau kumpulkan kami? Muhammad tak dapat bicara. Dilihatnya pamannya itu. Tetapi kemudian sesudah itu datang wahyu membawa firman Tuhan:

Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan celakalah ia. Tak ada gunanya kekayaan dan usahanya itu. Api yang menjilat-jilat akan menggulungnya (Quran 102:1-8)

Kemarahan Abu Lahab dan sikap permusuhan kalangan Quraisy yang lain tidak dapat merintangi tersebarnya dakwah Islam di kalangan penduduk Mekah itu. Setiap hari niscaya akan ada saja orang yang Islam - menyerahkan diri kepada Allah. Lebih-lebih mereka yang tidak terpesona oleh pengaruh dunia perdagangan untuk sekedar melepaskan renungan akan apa yang telah diserukan kepada mereka. Akan tetapi bagi Abu Lahab, Abu Sufyan dan bangsawan-bangsawan Quraisy terkemuka lainnya, hartawan-hartawan yang gemar bersenang-senang, mulai merasakan, bahwa ajaran Muhammad itu merupakan bahaya besar bagi kedudukan mereka. Jadi yang mula-mula harus mereka lakukan ialah menyerangnya dengan cara mendiskreditkannya, dan mendustakan segala apa yang dinamakannya kenabian itu. Langkah pertama yang mereka lakukan dalam hal ini ialah membujuk penyair-penyair mereka: Abu Sufyan binl-Harith, Amr binl-Ash dan Abdullah ibnz-Zibara, supaya mengejek dan menyerangnya. Dalam pada itu penyair-penyair Muslimin juga tampil membalas serangan mereka tanpa Muhammad sendiri yang harus melayani.

Sementara itu, selain penyair-penyair itu beberapa orang tampil pula meminta kepada Muhammad beberapa mujizat yang akan dapat membuktikan kerasulannya: mujizat-mujizat seperti pada Musa dan Isa. Kenapa bukit-bukit Shafa dan Marwa itu tidak disulapnya menjadi emas, dan kitab yang

dibicarakannya itu dalam bentuk tertulis diturunkan dari langit? Dan kenapa Jibril yang banyak dibicarakan oleh Muhammad itu tidak muncul di hadapan mereka? Kenapa dia tidak menghidupkan orang-orang yang sudah mati, menghalau bukit-bukit yang selama ini membuat Mekah terkurung karenanya? Kenapa ia tidak memancarkan mata air yang lebih sedap dari air sumur Zamzam, padahal ia tahu betapa besar hajat penduduk negerinya itu akan air? Tidak hanya sampai disitu saja kaum musyrikin itu mau mengejeknya dalam soal-soal mujizat, malahan ejekan mereka makin menjadi-jadi, dengan menanyakan: kenapa Tuhannya itu tidak memberikan wahyu tentang harga barang-barang dagangan supaya mereka dapat mengadakan spekulasi buat hari depan? Debat mereka itu berkepanjangan. Tetapi wahyu yang datang kepada Muhammad menjawab debat mereka

Katakanlah: Aku tak berkuasa membawa kebaikan atau menolak bahaya untuk diriku sendiri, kalau tidak dengan kehendak Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib-gaib, niscaya kuperbanyak amal kebaikan itu dan bahayapun tidak menyentuhku. Tapi aku hanya memberi peringatan dan membawa berita gembira bagi mereka yang beriman. (Quran 7: 188)

Perlindungan Abu Talib Abu Talib pamannya belum lagi menganut Islam. Tetapi tetap ia sebagai pelindung dan penjaga kemenakannya itu. Ia sudah menyatakan kesediaannya akan membelanya. Atas dasar itu pemukapemuka bangsawan Quraisy - dengan diketahui oleh Abu Sufyan b. Harb - pergi menemui Abu Talib. Abu Talib, kata mereka, kemenakanmu itu sudah memaki berhala-berhala kita, mencela agama kita, tidak menghargai harapan-harapan kita dan menganggap sesat nenek-moyang kita. Soalnya sekarang, harus kauhentikan dia; kalau tidak biarlah kami sendiri yang akan menghadapinya. Oleh karena engkau juga seperti kami tidak sejalan, maka cukuplah engkau dari pihak kami menghadapi dia. Akan tetapi Abu Talib menjawab mereka dengan baik sekali.

Perlindungan Banu Hasyim dan Banu Muttalib Sementara itu Muhammad juga tetap gigih menjalankan tugas dakwahnya dan dakwa itupun mendapat pengikut bertambah banyak. Quraisy segera berkomplot menghadapi Muhammad itu. Sekali lagi mereka pergi menemui Abu Talib. Sekali ini disertai Umara binl-Walid binlMughira, seorang pemuda yang montok dan rupawan, yang akan diberikan kepadanya sebagai anak

angkat, dan sebagai gantinya supaya Muhammad diserahkan kepada mereka. Tetapi inipun ditolak. Muhammad terus juga berdakwah, dan Quraisypun terus juga berkomplot. Untuk ketiga kalinya mereka mendatangi lagi Abu Talib. Abu Talib kata mereka, Engkau sebagai orang yang terhormat, terpandang di kalangan kami. Kami telah minta supaya menghentikan kemenakanmu itu, tapi tidak juga kaulakukan. Kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenekmoyang kita, tidak menghargai harapan-harapan kita dan mencela berhala-berhala kita - sebelum kausuruh dia diam atau sama-sama kita lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa.

Berat sekali bagi Abu Talib akan berpisah atau bermusuhan dengan masyarakatnya. Juga tak sampai hati ia menyerahkan atau membuat kemenakannya itu kecewa. Dimintanya Muhammad datang dan diceritakannya maksud seruan Quraisy. Lalu katanya: Jagalah aku, begitu juga dirimu. Jangan aku dibebani hal-hal yang tak dapat kupikul. Pamannya ini seolah sudah tak berdaya lagi membela dan memeliharanya. Sedang kaum Muslimin masih lemah, mereka tak berdaya akan berperang, tidak dapat mereka melawan Quraisy yang punya kekuasaan, punya harta, punya persiapan dan jumlah rmanusia. Sebaliknya dia tidak punya apa-apa selain kebenaran. Tetapi jiwa Rasulullah Saw tetap teguh, ia berkata kepada pamannya: Paman, demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu ditanganku, atau aku binasa karenanya. Gemetar orang tua ini mendengar jawaban Muhammad Saw. Seketika lamanya Abu Talib masih dalam keadaan terpesona. Kemudian dimintanya Muhammad datang lagi, yang lalu katanya: Anakku, katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau bagaimanapun juga! Sikap dan kata-kata kemenakannya itu oleh Abu Talib disampaikan kepada Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib. Pembicaranya tentang Muhammad itu terpengaruh oleh suasana yang dilihat dan dirasakannya ketika itu. Dimintanya supaya Muhammad dilindungi dari tindakan Quraisy. Mereka semua menerima usul ini, kecuali Abu Lahab.

Sikap permusuhan Quraisy terhadap kaum muslimin pun semakin menjadi-jadi. Setiap kabilah itu langsung menyerbu kaum Muslimin yang ada di kalangan mereka: disiksa dan dipaksa melepaskan agamanya. Dikisahkan seorang budak yang telah muslim, Bilal, disiksa ke atas pasir di bawah terik matahari yang membakar, dadanya ditindih dengan batu dan akan dibiarkan mati. Dalam kekerasan semacam itu Bilal hanya berkata: Ahad, Ahad, Hanya Yang Tunggal! Ia memikul semua siksaan

itu demi agamanya. Hingga suatu hari Abu Bakr melihat Bilal mengalami siksaan begitu rupa, ia dibelinya lalu dibebaskan. Tidak sedikit budak-budak yang mengalami kekerasan serupa itu oleh Abu Bakr dibeli diantaranya budak perempuan Umar binl-Khattab, dibelinya dari Umar [sebelum masuk Islam]. Ada pula seorang wanita yang disiksa sampai mati karena ia tidak mau meninggalkan Islam kembali kepada kepercayaan leluhurnya. Kaum Muslimin di luar budak-budak itu, dipukuli dan dihina dengan berbagai cara. Muhammad juga tidak terkecuali mengalami gangguan-gangguan meskipun sudah dilindungi oleh Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib. Umm Jamil, isteri Abu Jahl, melemparkan najis ke depan rumahnya. Tetapi cukup Muhammad hanya membuangnya saja. Dan pada waktu sembayang, Abu Jahl melemparinya dengan isi perut kambing yang sudah disembelih untuk sesajen kepada berhala-berhala. Ditanggungnya gangguan demikian itu dan ia pergi kepada Fatimah, puterinya, supaya mencucikan dan membersihkannya kembali. Di samping semua itu, kaum Muslimin harus menerima kata-kata biadab dan keji kemana saja mereka pergi. Cukup lama hal serupa itu berjalan. Penyair-penyair memakinya, orang-orang Quraisy berkomplot hendak membunuhnya di Kabah. Rumahnya dilempari batu, keluarga dan pengikut-pengikutnya diancam. Perioda yang telah dilalui dalam hidup Muhammad Saw ini adalah perioda yang paling dahsyat yang pernah dialami oleh sejarah umat manusia. Islamnya Hamzah ra Islamnya Hamzah ra terjadi kira-kira pada tahun ke enam kerasulan beliau. Pada suatu hari Abu Jahl bertemu dengan Muhammad, ia mengganggunya, memaki-makinya dan mengeluarkan katakata yang tidak pantas dialamatkan kepada agama ini. Tetapi Muhammad tidak melayaninya. Hamzah, pamannya dan saudaranya sesusu, yang masih berpegang pada kepercayaan Quraisy, adalah seorang laki-laki yang kuat dan ditakuti. Ketika itu ia baru kembali dari berburu, dan terlebih dulu mengelilingi Kabah sebelum langsung pulang ke rumahnya.Ketika ia mengetahui bahwa kemenakannya itu mendapat gangguan Abu Jahl, ia meluap marah. Ia pergi ke Kabah, tidak lagi ia memberi salam kepada yang hadir di tempat itu seperti biasanya, melainkan terus masuk kedalam mesjid menemui Abu Jahl. Setelah dijumpainya, diangkatnya busurnya lalu dipukulkannya keras-keras di kepalanya. Beberapa orang dan Banu Makhzum mencoba mau membela Abu Jahl. Tapi tidak jadi. Kuatir mereka akan timbul bencana dan membahayakan sekali, dengan mengakui bahwa ia memang mencaci maki Muhammad dengan tidak semena-mena. Sesudah itulah kemudian Hamzah menyatakan masuk Islam. Ia berjanji kepada Muhammad akan membelanya dan akan berkurban di jalan Allah sampai akhir hayatnya.

Pihak Quraisy merasa sesak dada melihat Muhammad dan kawan-kawannya makin hari makin kuat. Terpikir oleh Quraisy akan membebaskan diri dari Muhammad, dengan cara seperti yang mereka bayangkan, memberikan segala keinginannya. Utba b. Rabia, seorang bangsawan Arab terkemuka, mencoba membujuk Quraisy ketika mereka dalam tempat pertemuan dengan mengatakan bahwa ia akan bicara dengan Muhammad dan akan menawarkan kepadanya hal-hal yang barangkali mau menerimanya. Mereka mau memberikan apa saja kehendaknya, asal ia dapat dibungkam. Ketika itulah Utba bicara dengan Muhammad. Anakku, katanya, seperti kau ketahui, dari segi keturunan, engkau mempunyai tempat di kalangan kami. Engkau telah membawa soal besar ketengah-tengah masyarakatmu, sehingga mereka cerai-berai karenanya. Sekarang, dengarkanlah, kami akan menawarkan beberapa masalah, kalau-kalau sebagian dapat kauterima Kalau dalam hal ini yang kauinginkan adalah harta, kamipun siap mengumpulkan harta kami, sehingga hartamu akan menjadi yang terbanyak di antara kami. Kalau kau menghendaki pangkat, kami angkat engkau diatas kami semua; kami takkan memutuskan suatu perkara tanpa ada persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang kauinginkan, kami nobatkan kau sebagai raja kami. Jika engkau dihinggapi penyakit saraf yang tak dapat kautolak sendiri, akan kami usahakan pengobatannya dengan hartabenda kami sampai kau sembuh. Selesai ia bicara, Muhammad membacakan Surah as-Sajda (41 = Ha Mim). Utba diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah itu. Dilihatnya sekarang yang berdiri di hadapannya itu bukanlah seorang laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan, juga bukan orang yang sakit, melainkan orang yang mau menunjukkan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara yang baik, dengan kata-kata penuh mujizat. Selesai Muhammad membacakan itu Utba pergi kembali kepada Quraisy. Apa yang dilihat dan didengarnya itu sangat mempesonakan dirinya. Ia terpesona karena kebesaran orang itu. Penjelasannya sangat menarik sekali. Persoalannya Utba ini tidak menyenangkan pihak Quraisy, juga pendapatnya supaya Muhammad dibiarkan saja, tidak menggembirakan mereka, sebaliknya kalau mengikutinya, maka kebanggaannya buat mereka. Maka kembali lagilah mereka memusuhi Muhammad dan sahabat-sahabatnya dengan menimpakan bermacam-macam bencana, yang selama ini dalam kedudukannya itu ia berada dalam perlindungan golongannya dan dalam penjagaan Abu Talib, Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib.

Hijrahnya Muslimin ke Abisinia Gangguan terhadap kaum Muslimin makin menjadi-jadi, sampai-sampai ada yang dibunuh, disiksa dan semacamnya. Waktu itu Muhammad menyarankan supaya mereka terpencar-pencar. Rasulullah Saw menyarankan supaya mereka pergi ke Abisinia (Ethiopia) yang rakyatnya menganut agama Kristen. Tempat itu diperintah seorang raja dan tak ada orang yang dianiaya disitu. Itu bumi jujur; sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua. Sebagian kaum Muslimin ketika itu lalu berangkat ke Abisinia guna menghindari fitnah dan tetap berlindung kepada Tuhan dengan mempertahankan agama. Kaum Quraisy tahu akan hal ini, kemudian mengutus dua orang menemui Najasyi. Mereka membawa hadiah-hadiah berharga guna meyakinkan raja supaya dapat mengembalikan kaum Muslimin itu ke tanah air mereka. Kedua orang utusan itu ialah Amr binl-Ash dan Abdullah bin Abi Rabia. Sebenarnya kedua utusan itu telah mengadakan persetujuan dengan pembesarpembesar istana kerajaan, setelah mereka menerima hadiah-hadiah dari penduduk Mekah, bahwa mereka akan membantu usaha mengembalikan kaum Muslimin itu kepada pihak Quraisy. Pembicaraan mereka ini tidak sampai diketahui raja. Tetapi baginda menolak sebelum mendengar sendiri keterangan dari pihak Muslimin. Lalu dimintanya mereka itu datang menghadap Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri, tetapi tidak juga tuan-tuan menganut agamaku, atau agama lain? tanya Najasyi setelah mereka datang. Yang diajak bicara ketika itu ialah Jafar b. Abi b. Talib. Ia menjelaskan kepada Raja mengenai prinsip-prinsip islam. Ketika diminta untuk membacakan ajaran islam, Jafar membacakan Surah Mariam sampai ayat 29-33. Setelah mendengar bahwa keterangan itu membenarkan apa yang tersebut dalam Injil, pemuka-pemuka istana itu terkejut. Kemudian mereka menolak untuk menyerahkan kaum muslimin. Tetapi Amr binl-Ash tidak berputus asa. Amr binl-Ash kembali menghadap Raja dengan mengatakan, bahwa kaum Muslimin mengeluarkan tuduhan yang luarbiasa terhadap Isa anak Mariam. Maka dipanggillah mereka dan ditanyakan apa yang mereka katakan itu. Jafar menerangkan bahwa : Dia adalah hamba Allah dan UtusanNya, RuhNya dan FirmanNya yang disampaikan kepada Perawan Mariam.Setelah dari kedua belah pihak itu didengarnya, ternyatalah oleh Najasyi, bahwa kaum Muslimin itu mengakui Isa, mengenal adanya Kristen dan menyembah Allah. Selama di Abisinia itu kaum Muslimin merasa aman dan tenteram.

Mereka berangkat dengan melakukan dua kali hijrah. Yang pertama terdiri dari sebelas orang pria dan empat wanita. Dengan sembunyi-sembunyi mereka keluar dari Mekah mencari perlindungan. Kemudian mereka mendapat tempat yang baik di bawah Najasyi. Bilamana kemudian tersiar berita bahwa kaum Muslimin di Mekah sudah selamat dari gangguan Quraisy, merekapun lalu kembali pulang. Tetapi setelah ternyata kemudian mereka mengalami kekerasan lagi dari Quraisy melebihi yang sudah-sudah, kembali lagi mereka ke Abisinia. Sekali ini terdiri dari delapanpuluh orang pria tanpa kaum isteri dan anak-anak. Mereka tinggal di Abisinia sampai sesudah hijrah Nabi ke Yathrib.

Islamnya Umar ibnl-Khattab ra Hal ini terjadi masih di tahun yang sama, tahun ke enam. Umar ibnl-Khattab adalah pemuda yang gagah perkasa, berusia antara tigapuluh dan tigapuluh lima tahun. Dari kalangan Quraisy dialah yang paling keras memusuhi kaum Muslimin. Tatkala itu Muhammad sedang berkumpul dengan sahabat-sahabatnya yang tidak ikut hijrah, dalam sebuah rumah di Shafa. Di antara mereka ada Hamzah pamannya, Ali bin Abi Talib sepupunya, Abu Bakr b. Abi Quhafa dan Muslimin yang lain. Pertemuan mereka ini diketahui Umar. Iapun pergi ketempat mereka, ia mau membunuh Muhammad.

Di tengah jalan ia bertemu dengan Nuaim b. Abdullah. Setelah mengetahui maksudnya, Nuiaim berkata: Umar, engkau menipu diri sendiri. Kaukira keluarga Abd Manaf. akan membiarkan kau merajalela begini sesudah engkau membunuh Muhammad? Tidak lebih baik kau pulang saja ke rumah dan perbaiki keluargamu sendiri?! Pada waktu itu Fatimah, saudaranya, beserta Said b. Zaid suami Fatimah sudah masuk Islam. Tetapi setelah mengetahui hal ini dari Nuaim, Umar cepat-cepat pulang dan langsung menemui mereka.

Di tempat itu ia mendengar ada orang membaca Quran. Setelah mereka merasa ada orang yang sedang mendekati, orang yang membaca itu sembunyi dan Fatimah menyembunyikan kitabnya. Aku mendengar suara bisik-bisik apa itu?! tanya Umar. Karena mereka tidak mengakui, Umar membentak lagi dengan suara lantang: Aku sudah mengetahui, kamu menjadi pengikut Muhammad dan menganut agamanya! katanya sambil menghantam Said keras-keras. Fatimah, yang berusaha hendak melindungi suaminya, juga mendapat pukulan keras. Kedua suami isteri itu

jadi panas hati. Ya, kami sudah Islam! Sekarang lakukan apa saja, kata meteka.

Tetapi Umar jadi gelisah sendiri setelah melihat darah di muka saudaranya itu. Ketika itu juga lalu timbul rasa iba dalam hatinya. Dimintanya kepada saudaranya supaya kitab yang mereka baca itu diberikan kepadanya. Setelah dibacanya, wajahnya tiba-tiba berubah. Menggetar rasanya ia setelah membaca isi kitab itu. Ia langsung menuju ke tempat Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu sedang berkumpul di Shafa. Ia minta ijin akan masuk, lalu menyatakan dirinya masuk Islam. Dengan adanya Umar dan Hamzah dalam Islam, maka kaum Muslimin telah mendapat benteng dan perisai yang lebih kuat. Ia masuk Islam tidak sembunyi-sembunyi, malah terang-terangan diumumkan di depan orang banyak dan untuk itu ia bersedia melawan mereka. Islamnya Umar ra ini telah memperkuat kedudukan kaum Muslimin.

Pemboikotan dan Propaganda Dengan Islamnya Umar ra ini, Quraisy lalu membuat rencana lagi mengatur langkah berikutnya. Mereka sepakat bahkan secara tertulis untuk memboikot total terhadap Banu Hasyim dan Banu Abdl-Muttalib: untuk tidak saling kawin-mengawinkan, tidak saling berjual-beli apapun. Piagam persetujuan ini kemudian digantungkan di dalam Kabah sebagai suatu pengukuhan dan registrasi bagi Kabah. Akan tetapi ternyata Muhammad sendiri malah makin teguh berpegang pada tuntunan Allah, juga keluarganya, dan mereka yang sudah berimanpun makin gigih mempertahankannya. Menyebarkan seruan Islam sampai keluar perbatasan Mekah itu pun tak dapat pula dihalanghalangi. Maka tersiarlah dakwah itu ke tengah-tengah masyarakat Arab dan kabilah-kabilah, sehingga membuat agama yang baru ini, yang tadinya hanya terkurung ditengah-tengah lingkaran gunung-gunung Mekah, kini berkumandang gemanya ke seluruh jazirah.

Mereka, kaum Quraisy itu, juga menyusun suatu alat propaganda anti Muhammad. Lebih gigih lagi mereka memikirkan hal ini sesudah orang-orang yang berziarah itu diajak juga oleh Rasul Saw supaya beribadat hanya kepada Allah yang Esa. Beberapa orang dari kalangan Quraisy berunding dan mengadakan pertemuan di rumah Walid binl-Mughira. Walid mengusulkan supaya kepada peziarah-peziarah orang-orang Arab itu dikatakan bahwa dia (Muhammad) seorang juru penerang yang mempesonakan, apa yang dikatakannya merupakan pesona yang akan memecah-belah orang dengan orangtuanya, dengan saudaranya, dengan isteri dan keluarganya. Dan apa yang dituduhkan itu pada orang-orang Arab pendatang itu merupakan bukti, sebab penduduk Mekah sudah ditimpa

perpecahan dan permusuhan.

Di samping propaganda itu Quraisy harus punya propaganda lain lagi. Untuk propaganda itu Quraisy akan mengandalkan pada Nadzr b. Harith. Orang ini pernah pergi ke Hira dan mempelajari cerita raja-raja Persia, peraturan-peraturan agamanya, ajaran-ajarannya tentang kebaikan dan kejahatan serta tentang asal-usul alam semesta. Setiap dalam suatu pertemuan Muhammad mengajak orang kepada Allah, ia lalu datang menggantikan tempat Muhammad dalam pertemuan itu. Maka berceritalah ia kepada Quraisy tentang sejarah dan agamanya, lalu katanya: Dengan cara apa Muhammad membawakan ceritanya lebih baik daripada aku? Bukankah Muhammad membacakan cerita-cerita orang dahulu seperti yang kubacakan juga? Orang-orang Quraisy menuduh, bahwa sebagian besar apa yang dibawa Muhammad berasal dari seorang budak Nasrani yang bernama Jabr. Untuk itulah datang Firman Tuhan:

Kami sungguh mengetahui bahwa mereka berkata; yang mengajarkan itu adalah seorang manusia. Bahasa orang yang mereka tuduhkan itu bahasa asing, sedang ini adalah bahasa Arab yang jelas sekali. (Quran: 16: 103)

Selama tiga tahun berturut-turut piagam yang dibuat pihak Quraisy untuk memboikot Muhammad dan mengepung Muslimin itu tetap berlaku. Dalam pada itu Muhammad dan keluarga serta sahabat-sahabatnya sudah mengungsi ke celah-celah gunung di luar kota Mekah, dengan mengalami pelbagai macam penderitaan, sehingga untuk mendapatkan bahan makanan sekadar menahan rasa laparpun tidak ada. Baik kepada Muhammad atau kaum Muslimin tidak diberikan kesempatan bergaul dan bercakap-cakap dengan orang, kecuali dalam bulan-bulan suci. Pada bulan-bulan suci itu orang-orang Arab berdatangan ke Mekah berziarah, segala permusuhan dihentikan - tak ada pembunuhan, tak ada penganiayaan, tak ada permusuhan, tak ada balas dendam. Pada bulan-bulan itu Muhammad turun, mengajak orang-orang Arab itu kepada agama Allah, diberitahukannya kepada mereka arti pahala dan arti siksa. Segala penderitaan yang dialami Muhammad demi dakwah itu justru telah menjadi penolongnya dari kalangan orang banyak. Mereka yang telah mendengar tentang itu lebih bersimpati kepadanya, lebih suka mereka menerima ajakannya. Blokade yang dilakukan Quraisy kepadanya, kesabaran dan ketabahan hatinya memikul semua itu demi risalahnya, telah dapat memikat hati orang banyak.

Gagalnya Pemboikotan Akan tetapi, penderitaan yang begitu lama, begitu banyak dialami kaum Muslimin karena kekerasan pihak Quraisy - padahal mereka masih sekeluarga: saudara, ipar. sepupu - banyak diantara mereka itu yang merasakan betapa beratnya kekerasan dan kekejaman yang mereka lakukan itu. Dan sekiranya tidak ada dari penduduk yang merasa simpati kepada kaum Muslimin, membawakan makanan ke celah-celah gunung1 tempat mereka mengungsi itu, niscaya mereka akan mati kelaparan. Hisyam ibn Amr adalah salah orang yang termasuk paling simpati kepada Muslimin. Tengah malam ia datang membawa unta yang sudah dimuati makanan atau gandum. Bilamana ia sudah sampai di depan celah gunung itu, dilepaskannya tali untanya lalu dipacunya supaya terus masuk ke tempat mereka dalam celah itu.

Merasa kesal melihat Muhammad dan sahabat-sahabatnya dianiaya demikian rupa, ia mengajak beberapa orang untuk membatalkan piagam pemboikotan itu. Demikianlah piagam itu batal dengan sendirinya, walaupun beberapa tokoh Quraisy seperti Abu Jahl menentangnya. Beberapa penulis biografi dalam hal ini berpendapat, bahwa diantara mereka yang bertindak menghapuskan piagam itu terdapat orang-orang yang masih menyembah berhala. Sesudah piagam disobek, Muhammad dan pengikut-pengikutnyapun keluar dari lembah bukit-bukit itu. Seruannya dikumandangkan lagi kepada penduduk Mekah dan kepada kabilah-kabilah yang pada bulan-bulan suci itu datang berziarah ke Mekah. Meskipun ajakan Muhammad sudah tersiar kepada seluruh kabilah Arab di samping banyaknya mereka yang sudah menjadi pengikutnya, tapi sahabat-sahabat itu tidak selamat dari siksaan Quraisy, juga dia tidak dapat mencegahnya.

Meninggalnya Abu Talib dan Khadijah ra Pada tahun ke sepuluh kerasulan Nabi Saw, yaitu beberapa bulan kemudian sesudah penghapusan piagam itu, secara tiba-tiba sekali dalam satu tahun saja Muhammad mengalami dukacita yang sangat menekan perasaan, yakni kematian Abu Talib dan Khadijah secara berturut-turut. Waktu itu Abu Talib sudah berusia delapanpuluh tahun lebih. Ketika Abu Talib meninggal hubungan Muhammad dengan pihak Quraisy lebih buruk lagi dari yang sudah-sudah. Dan sesudah Abu Talib, disusul pula dengan kematian Khadijah, Khadijah yang menjadi sandaran Muhammad, Khadijah yang telah mencurahkan segala rasa cinta dan kesetiaannya, dengan perasaan yang lemah-lembut, dengan hati yang bersih, dengan kekuatan iman yang ada padanya. Khadijah, yang dulu

menghiburnya bila ia mendapat kesedihan, mendapat tekanan dan yang menghilangkan rasa takut dalam hatinya. Ia adalah bidadari yang penuh kasih sayang. Pada kedua mata dan bibirnya Muhammad melihat arti yang penuh percaya kepadanya, sehingga ia sendiripun tambah percaya kepada dirinya. Sesudah kehilangan dua orang yang selalu membelanya itu Muhammad melihat Quraisy makin keras mengganggunya. Yang paling ringan diantaranya ialah ketika seorang pandir Quraisy mencegatnya di tengah jalan lalu menyiramkan tanah ke atas kepalanya. Tahukah orang apa yang dilakukan Muhammad? Ia pulang ke rumah dengan tanah yang masih diatas kepala. Fatimah puterinya lalu datang mencucikan tanah yang di kepala itu. Ia membersihkannya sambil menangis. Tak ada yang lebih pilu rasanya dalam hati seorang ayah dari pada mendengar tangis anaknya, lebih-lebih anak perempuan.

Taif Terasing seorang diri, ia pergi ke Taif, dengan tiada orang yang mengetahuinya. Ia pergi ingin mendapatkan dukungan dan suaka dari Thaqif terhadap masyarakatnya sendiri, dengan harapan merekapun akan dapat menerima Islam. Tetapi ternyata mereka juga menolaknya secara kejam sekali. Kalaupun sudah begitu, ia masih mengharapkan mereka jangan memberitahukan kedatangannya minta pertolongan itu, supaya jangan ia disoraki oleh masyarakatnya sendiri. Tetapi permintaannya itupun tidak didengar. Bahkan mereka menghasut orang-orang pandir agar bersorak-sorai dan memakinya. Ia pergi lagi dari sana, berlindung pada sebuah kebun kepunyaan Utba dan Syaiba anak-anak Rabia. Ketika itu keluarga Rabia sedang memperhatikannya dan melihat pula kemalangan yang dideritanya. Mereka merasa iba dan kasihan melihat nasib buruk yang dialaminya itu. Budak mereka, seorang beragama Nasrani bernama Addas, diutus kepadanya membawakan buah anggur dari kebun itu. Sambil meletakkan tangan di atas buah-buahan itu Muhammad berkata: Bismillah! Lalu buah itu dimakannya. Addas memandangnya keheranan. Kemudian Nabi Saw menerangkan itu adalah ajaran islam. Saat itu Addas lalu membungkuk mencium kepala, tangan dan kaki Muhammad. Peristiwa Nabi Saw ke Taif itu kemudian diketahui pula oleh Quraisy sehingga gangguan mereka kepada Muhammad makin menjadi-jadi. Tetapi hal ini tidak mengurangi kemauan Muhammad menyampaikan dakwah Islam. Kepada kabilah-kabilah Arab pada musim ziarah, itu ia

memperkenalkan diri, mengajak mereka mengenal arti kebenaran. Muhammad Saw sendiri tidak cukup hanya memperkenalkan diri kepada kabilah-kabilah Arab pada musim ziarah di Mekah saja, bahkan ia mendatangi kabilah-kabilah dan rumah-rumah mereka. Tapi tak seorangpun dari mereka yang mau mendengarkan.

Isra Miraj Pada tahun yang sama, tahun ke sepuluh kerasulan Nabi saw, pada masa itulah Isra dan Miraj terjadi. Malam itu Muhammad sedang berada di rumah saudara sepupunya, Hindun puteri Abu Talib yang mendapat nama panggilan Umm Hani. Pada tengah malam yang sunyi dan hening, datanglah Malaikat Jibril menemui Nabi untuk berisra dari Masjidil Haram Mekah ke Masjidil Aqsa (Baitul Maqdis) di Palestina. Nabi Saw berisra dengan mengendarai seekor hewan ajaib, yaitu buraq. Dalam perjalanan itu ia ditemani oleh malaikat. Lalu berhenti di gunung Sinai di tempat Nabi Musa menerima wahyu dari Allah Swt. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa dilahirkan. Seterusnya mereka sampai ke Baitl-Maqdis. Do tempat ini Nabi Saw sudah ditunggu oleh nabi-nabi, antara lain Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, Nabi sulaiman sa, dan Nabi Isa as. Mereka bersembahyang bersama-sama dengan Rasulullah Saw sebagai imam. Setelah sambutan-sambutan oleh mereka dan diakhiri oleh Rasulullah Saw, kemudian dibawakan tangga yang disebut Sulam Jannah, yang dipancangkan diatas batu Yaqub. Dengan tangga itu Muhammad naik ke langit bersama-sama dengan malaikat Jibril. Langit pertama terbuat dari perak murni dengan bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas. Tiap langit itu dijaga oleh malaikat, supaya jangan ada setan-setan yang bisa naik ke atas atau akan ada jin yang akan mendengarkan rahasia-rahasia langit. Di langit inilah Muhammad memberi hormat kepada Adam. Di tempat ini pula semua makhluk memuja dan memuji Tuhan. Pada langit kedua Muhammad Saw bertemu dengan Nabi Yahya as dan Nabi Isa as. Kemudian di langit ke tiga bertemu dengan Nabi Yusuf as. Di langit ke empat bertemu dengan Nabi Idris as. Dilangit ke lima bertemu dengan Nabi Harun as. Di langit ke enam Rasulullah Saw bertemu dengan Nabi Musa as. Di sini Nabi Musa as berpesan agar Nabi Saw singgah sebentar pada perjalanan pulang nanti. Kemudian Nabi Saw naik lagi ke langit ke tujuh. Di sini Rasulullah Saw berjumpa dengan Nabi Ibrahim as. Nabi Ibrahim as menasehatkan agar umat Muhammad Saw banyak-banyak membaca Lahaula wala quata illaa billahilaliyiladziim sebagai tanaman surga. Kemudian Rasulullah naik lagi bersama-sama malaikat Jibril ke Sidratul Muntaha. Selanjutnya

malaikat Jibril mengajak Rasul Saw untuk menyaksikan surga dan juga neraka. Setelah itu Nabi Saw naik ke tingkat yang lebih tinggi lagi tanpa malaikat Jibril. Jibril menyatakan bahwa ia tidak sanggup untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Kemudian sampailah Rasulullah Saw ke tingkat yang dinamakan Arasy. Beliau berjumpa dengan Allah Swt dan menerima perintah sholat sebanyak 50 kali setiap hari bagi umatnya. Kemudian Muhammad Saw kembali turun dari langit, ia singgah di tempat Nabi Musa as sesuai pesan sebelumnya. Nabi Musa as menyarankan agar Rasulullah Saw meminta keringanan karena dianggapnya perintah itu terlalu berat bagi umat Rasul Saw. Demikianlah, Rasul Saw sampai berkali-kali menghadap Allah Swt untuk meminta keringanan atas usul Nabi Musa as, hingga berakhir dengan ketentuan yang lima kali. Setelah selesai Miraj, Nabi Saw kembali ke bumi dengan tangga Sulam Jannah. Setelah itu beliau pulang ke Mekah dengan Buraq. Orang-orang Quraisy tidak dapat memahami arti isra, juga mereka yang sudah Islam banyak yang tidak memahami artinya seperti sudah disebutkan tadi. Itu sebabnya, ada kelompok yang lalu meninggalkan Muhammad yang tadinya sudah sekian lama menjadi pengikutnya. Setelah Isra Miraj itu Rasulullah masih tetap tinggal di Mekah beberapa tahun, walaupun Quraisy tambah keras menentangnya. Apabila musim ziarah sudah tiba, orang-orang dari segenap jazirah Arab sudah berkumpul lagi di Mekah, iapun mulai menemui kabilah-kabilah itu. Diajaknya mereka memahami kebenaran agama yang dibawanya itu.

Ikrar Aqaba Pertama Sementara itu, ada dua kabilah di Yathrib, Aus dan Khazraj, yang saling bermusuhan. Di sana terdapat juga orang-orang Yahudi. Hubungan tetangga dan hubungan dagang Yahudi membuat Arab -Aus dan Khazraj -lebih banyak mengetahui cerita-cerita kerohanian dan masalah-masalah agama lainnya di banding dengan golongan Arab yang lain. Dengan demikian penduduk Yathrib ini relatif lebih mudah menerima dakwah Rasul Saw. Pada waktu itu telah terjadi pertempuran sengit antara Aus dan Khazraj. Baik yang menang maupun yang kalah dari kalangan Aus dan Khazraj sama-sama berpendapat tentang akibat buruk yang telah mereka lakukan itu, karena sejak itu orang-orang Yahudi dapat mengembalikan kedudukannya di Yathrib. Ketika itu musim ziarah tiba setelah isra miraj Nabi Saw, beberapa

orang dari Yathrib pergi ke Mekah . Setelah Nabi bicara dengan mereka dan diajaknya mereka bertauhid kepada Allah, mereka menyambut dengan baik dan menyatakan diri masuk Islam. Orang-orang itu lalu kembali ke Medinah. Dua orang diantara mereka itu dari Banun-Najjar, keluarga Abdl-Muttalib dari pihak ibu Ternyata merekapun menyambut pula dengan senang hati agama ini. Tiba tahun berikutnya, bulan-bulan sucipun datang lagi bersama datangnya musim ziarah ke Mekah, dan ke tempat itu datang pula duabelas orang penduduk Yathrib. Mereka ini bertemu dengan Nabi di Aqaba. Di tempat inilah mereka menyatakan ikrar atau berjanji kepada Nabi (yang kemudian dikenal dengan nama) Ikrar Aqaba pertama. Mereka berikrar kepadanya untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah. Jangan menolak berbuat kebaikan. Barangsiapa mematuhi semua itu ia mendapat pahala surga, dan kalau ada yang mengecoh, maka soalnya kembali kepada Tuhan. Tuhan berkuasa menyiksa, juga berkuasa mengampuni segala dosa. Kemudian Muhammad Saw menugaskan kepada Mushab bin Umair supaya mengajarkan Islam serta seluk-beluk hukum agama. Setelah adanya ikrar ini Islam makin tersebar di Yathrib. Mushab bertugas memberikan pelajaran agama di kalangan Muslimin Aus dan Khazraj.

Ikrar Aqaba Kedua Pada musim haji tahun berikutnya mereka datang lagi ke Mekah dalam jumlah yang lebih besar dengan iman kepada Tuhan yang sudah lebih kuat. Tahun itu - 622 M - jemaah haji dari Yathrib praktis jumlahnya banyak sekali, terdiri dari tujuhpuluh lima orang, tujuhpuluh tiga pria dan dua wanita. Rasulullah Saw mengusulkan untuk mengadakan suatu ikrar, yang berupa ikrar pakta persekutuan. Mereka kemudian berjanji untuk bertemu di Aqaba pada tengah malam pada harihari Tasyriq. Peristiwa ini oleh Muslimin Yathrib tetap dirahasiakan dari kaum musyrik yang datang bersama-sama mereka. Sesampai mereka di gunung Aqaba, mereka semua memanjati lereng-lereng gunung tersebut. Rasulullah Saw bersama pamannya Abbas b. Abdl-Muttalib yang pada waktu itu masih menganut kepercayaan golongannya sendiri.

Inilah kata-kata Abbas yang pertama kali bicara. Saudara-saudara dari Khazraj! kata Abbas. Posisi Muhammad di tengah-tengah kami sudah sama-sama tuan-tuan ketahui. Kami dan mereka yang sepaham dengan kami telah melindunginya dari gangguan masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang yang terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di negerinya

sendiri. Tetapi dia ingin bergabung dengan tuan-tuan juga. Jadi kalau memang tuan-tuan merasa dapat menepati janji seperti yang tuan-tuan berikan kepadanya itu dan dapat melindunginya dari mereka yang menentangnya, maka silakanlah tuan-tuan laksanakan. Akan tetapi, kalau tuan-tuan akan menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada di tempat tuan-tuan, maka dari sekarang lebih baik tinggalkan sajalah.

Kemudian giliran Rasulullah Saw : Saya minta ikrar tuan-tuan akan membela saya seperti membela isteri-isteri dan anak-anak tuan-tuan sendiri. Di antara mereka adalah Al-Bara b. Marur, yang tertua di antara mereka. Ia segera mengulurkan tangan menyatakan ikrarnya seraya berkata: Rasulullah, kami sudah berikrar. Kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah kami warisi dari leluhur kami. Tetapi sebelum Al-Bara selesai bicara, Abul-Haitham ibnt-Tayyihan, seorang di antara mereka menyela: Rasulullah, kami dengan orang-orang itu yakni orang-orang Yahudi - terikat oleh perjanjian, yang sudah akan kami putuskan. Tetapi apa jadinya kalau kami lakukan ini lalu kelak Tuhan memberikan kemenangan kepada tuan, tuan akan kembali kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami? Muhammad tersenyum, dan katanya: Tidak, saya sehidup semati dengan tuan-tuan. Tuan-tuan adalah saya dan saya adalah tuan-tuan. Saya akan memerangi siapa saja yang tuan-tuan perangi, dan saya akan berdamai dengan siapa saja yang tuan-tuan ajak berdamai. Demikianlah, mereka lalu menyatakan ikrar kepadanya. Keesokan harinya pagi-pagi baru mereka bangun. Akan tetapi pagi itu juga Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar itu. Mereka terkejut sekali. Pagi itu pemuka-pemuka Quraisy mendatangi Khazraj di tempatnya masing-masing. Ketika itu juga orang-orang musyrik dari kalangan Khazraj bersumpah-sumpah bahwa hal semacam itu tidak ada sama sekali. Sedang Muslimin malah diam saja setelah dilihatnya Quraisy lagaknya akan mempercayai keterangan orang-orang yang seagama dengan mereka itu. Ketika Quraisy akhirnya mengetahui, bahwa berita itu memang benar. Tetapi mereka sudah pulang ke Yathrib.

Hijrahnya Muslimin ke Yathrib Setelah ikrar Aqaba ke dua itu, dimintanya sahabat-sahabatnya supaya menyusul kaum Anshar ke Yathrib. Hanya saja dalam meninggalkan Mekah hendaknya mereka terpencar-pencar, supaya jangan sampai menimbulkan kepanikan pihak Quraisy terhadap mereka. Mulailah kaum Muslimin melakukan hijrah secara sendiri-sendiri atau kelompok-kelompok kecil. Akan tetapi hal itu rupanya sudah diketahui oleh pihak Quraisy. Mereka segera bertindak, berusaha mengembalikan yang

masih dapat dikembalikan itu ke Mekah untuk kemudian dibujuk supaya kembali kepada kepercayaan mereka, kalau tidak akan disiksa dan dianiaya. Sampai-sampai tindakan itu ialah dengan cara memisahkan suami dari isteri; kalau si isteri dari pihak Quraisy ia tidak dibolehkan pergi ikut suami. Yang tidak menurut, isterinya yang masih dapat mereka kurung, dikurung. Akan tetapi mereka takkan dapat berbuat lebih dari itu. Mereka kuatir akan pecah perang saudara antarkabilah jika mereka mencoba membunuh salah seorang dari kabilah itu. Berturut-turut kaum Muslimin hijrah ke Yathrib. Sementara itu Muhammad Saw tetap tinggal. Setelah banyak orang yang berhijrah, Quraisy mengadakan pertemuan di Darn-Nadwa membahas semua persoalan itu serta cara-cara pencegahannya. Mereka memutuskan, dari setiap kabilah akan diambil seorang pemuda yang dipersenjatai dengan sebilah pedang yang tajam, yang secara bersama-sama sekaligus mereka akan menghantamnya, dan darahnya dapat dipencarkan antarkabilah. Dengan demikian Banu Abd Manaf takkan dapat memerangi mereka semua. Mereka menyetujui pendapat ini dan merasa cukup puas. Mereka mengadakan seleksi di kalangan pemudapemuda mereka.

Periode Madinah Dikota mekkah telah kita ketahui bahwa bangsa quraisy dengan segala upaya akan melumpuhkan gerakan Muhammad Saw. Hal ini di buktikan dengan pemboikotan yang dilakukan mereka kepada Bani Hasyim dan Bani Mutahlib. Di antara pemboikotan tersebut adalah: 1. Memutuskan hubungan perkawinan 2. memutuskan hubungan jual beli 3. memutuskan hubungan ziarah dan menziarah dan lain-lain Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas shahifah atau plakat yang di gantungkan di kakbah dan tidak akan di cabut sebelum Nabi Muhammad Saw. Menghentikan gerakannya. Nabi Muhammad Saw. Merasakan bahwa tidak lagi sesuai di jadikan pusat dakwah ialam beliau bersama zaid bin haritsah hijrah ke thaif untuk berdakwah ajaran itu ditolak dengan kasar. Nabi Saw. Di usir, di soraki dan dikejar-kejar sambil di lemparidengan batu. Walaupun terluka dan sakit, Beliau tetap sabar dan berlapang dada serta ikhlas. Meghadapi cobaan yang di hadapinya. Saat mengahadapi ujian yang berat Nabi Saw bersama pengikutnya di perintahkan oleh ALLaH SWT untuk mengalami isra dan miraj ke baitul maqbis di palestina, kemudian naik kelangit hingga ke sidratul muntaha. Kejadian isra dan miraj terjadi pada malam 17 rajab tahun ke-11 dari kenabiannya (sekitar 621 M) di tempuuh dalam waktu satu malam. Hikmah Allah Swt. Dari peristiwa isra dan miraj antar lain sebagai berikut. 1. Karunia dan keistimewaan ersendiri bagi Nabi saw. 2. Memberikan penambahan kekuatan iman keyakinan beliau sebagai rasul 3. Menjadi ujian bagi kaum muslimin sendiri. Berita ini menjadi olokan kaum Quraisy kepada Nabi saw. Mereka mengira Nabi saw telah gila. Orang pertama memperceyainya adlah Abu Bakar sehingga diberi gelar As Siddiq.

Hijrah Nabi Muhammad saw Ke Yatsrib (Madinah) Faktor yang menorong hijrahnya Nabi saw 1. Ada tanda-tanda baik pada perkembangan Islam di Yatsrib, karena:

1. pada tahun 621 M telah dating 13 orang penduduk Yatsrib menemuiNabi saw di bukit Akabah. 2. pada tahun berikutnya, 622 M datang lagi sebanyak 73 orang Yatsrib ke Mekkah yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj 2. Rencana pembunuhan Nabi saw oleh kaum Quraisy yang hasil kesepakatannya sbb: 1. Merea sangat khawatir jika Muhammad dan pengikutnya telah berkuasa di Yatsrib. 2. Membunuh Nabi saw sebelum beliau ikut pindah ke Yatsrib.

3. Rencana pembunuhan Nabi saw: 1. Setiap suku Quraisy mengirimkan seorang pemudah tangguh. 2. Mengepung rumah Nabi saw dan akan membunuhnya saat fajar. Rencana-rencana tersebut diketaui oleh Nabi saw dan parapemuda qurasy terkacoh. Mereka mengejar dan enjelajahi seluruh kota untuk mencari Nabi saw tetapi hasilnya nihil. Kemudian Nabi bersama pengikutnya melanjutkan perjalanannya menelusuri pantai laut mera

Akhir Periode Dakwah Rasululah di Kota Mekkah Dengan berpindahnya Nabi saw dari Mekkahmaka berakhirlah periode pertama perjalanan dakwah beliau di kota Mekkah. Beliau berjuang antara hidup dan mati menyerukan agama Islam di tengah masyarakat Mekkah dengan jihad kesabaran, harta benda, jiwa dan raga. Sebelum memasuki Yatsrib, Nabi saw singgah di Quba selama 4 hari beristirahat, Nabi mendirikan sebuah masjid quba dan masjid pertama dalam sejarah Islam. Tepathari Jumat 12 Rabiul awal tahun 1 hijrahbertepatan 24 September 6 M, Nabi saw mengadakan shalat Jumat yang pertama kali dalam sejarah Islam dan Beliaupun berkhotbah di hadapan muslimin Muhajirin dan Anshar.

Dakwah Rasulullah Periode Madinah Penduduk kota Madinah terb\diri dari 2 golongan yang berbeda jauh, yaitu: 1. Golongan Arab yang berasal dari selatan yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj 2. Golongan yahudi, yaitu orang-orang Israel yang berasal dari utara (Palestina)

Dengan hijrahnya kaum muslimin, terbukalah kesmpatan bagi Nabi saw untuk mengatur strategi membentuk masyarakat Islam yang bebas dari ancaman musuh baik dari luar maupun dari dalam. Manfaat Nabi Hijrah ke Madinah 1. Selain sebagai pelaku bisnis, ia mempunyai kewajiban dalam berdakwah menyiarkan islam yang aman, damai dan tidak melanggar perjanjian bisnis yang islami. 1. Perjanjian dapat dilakukan antara pebisnis yang berlainan agama 2. Sesama pebisnis muslim, baik sebagai bos maupun karyawan, dapat mengambil hikmah dai konsep muhajrin sebagi pendatang, dan anshar sebagi tuan rumah (penolong). 3. Inti dari pengembangan usaha, apapun bidangnnya harus mengikuti usaha yang islami tidak mengurangi takaran, tidak merusak dan tidak merampas hak orang lain.

B. Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah saw Adapun substansi dan strategi dakah Rasulullah saw antara lain: 1. Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum Muhajjirin dengan kaum Anshar 2. Memellihara dan mempertahankan masyarakat Islam 3. Meletakkan dasar-dasar politik ekonomi dan social untk masyarakat Islam Dengan diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan pemerintahan Islam dapat mewujudkan nagari Baldatun Thyyibatun Warabbun Ghafur dan Madinah disebut Madinatul Munawwarah . C. Hasil Dakwah Rasululah Hikmah sejarah dakwah Rasulullah saw antara lain: 1. Dengan persaudaraan yang telah dilakukan oleh kaum Muhajirin dan kaum Anshar dapat memberikan rasa aman dan tentram. 2. Persatuan dan saling menghormati antar agama 3. Menumbuh-kembangkan tolong menolong antara yang kuat dan lemah, yang kaya dan miskin

4. Memahami bahwa umat Islam harus berpegang menurut aturan Allah swt 5. memahami dan menyadaribahwa kita wajib agar menjalin hubungan dengan Allah swt dan antara manusia dengan manusia 6. Kita mendapatkan warisan yang sangat menentukan keselamatan kita baik di dunia maupun di akhirat. 7. Menjadikan inspirasi dan motivasi dalam menyiarkan agama Islam 8. Terciptanya hubungan yang kondusif

D. Ibrah Dakwah Rasulullah Sikap dan perilaku yang menceinkan dakwah Rasulullah saw antara lain: 1. mengimani dengan sebenar-benarnya bahwa Muhammad saw adalah rasul dan nabi penutup para nabi 2. Mencintai Rasullulah saw 3. Mensosialisasikan sunnah Nabi saw 4. Gemar dan senang membaca buku sejarah nabi-nabi 5. Memelihara silaturahmi dengan sesama manusia 6. Berkunjung ke tanah suci Mekkah atau Madinah untuk melihat/ menapak tilas perjuangan Nabi Muhammad saw 7. Mempelajari dan memahami Al Quran dan hadis-hadisnya 8. Senantiasa berjihad dijalan Allah 9. Aktif/ikut serta dalam acara kepanitiaan untuk memperingati hari-hari besar Islam 10. Merawat dan melestarikan tempat ibadah (masjid) 10. Menekuni dan mempelajari warisan Nabi saw

Latansa Setelah mendapatkan nasihat dari Waraqah bin Naufal seputar turunnya wahyu pertama, maka Nabi Muhammad lebih banyak tafakkur di rumah dalam upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. 40 hari dari Nabi menerima wahyu yang pertama, maka turunlah wahyu yang kedua disaat Nabi sedang berbaring dalam keadaan berselimut. Allah memberikan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, yang tidak dimiliki Nabinabi sebelumnya, yaitu: 1. Dimenangkannya beliau dari rasa takut pada musuhnya, walaupun jaraknya masih satu bulan perjalanan. 3. Dijadikannya bumi sebagai masjid dan suci. Sehingga, seorang musafir dari umat beliau jika menemui waktu shalat, ia dapat shalat di manapun. Dan jika tidak ada air, debu di bumi manapun bisa dipakai sebagai tayammum. 4. Dihalalkannya harta rampasan perang. 5. Diberikannya syafaat bagi beliau. 6. Bahwa dakwahnya luas sifatnya dan umum (universal) untuk seluruh manusia, bukan hanya untuk kaumnya saja (Bangsa Arab). Dengan demikian, perbedaan antara dakwah beliau dengan dakwah Nabi sebelumnya adalah dakwah beliau merupakan rahmat untuk seluruh alam (rahmatan lil alamin). Dengan kondisi yang demikianlah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mulai berdakwah. Pelajaran yang Bisa Diambil 1. Dari surat Iqra dan Al-Muddatsir dapat kita ambil pelajaran bahwa seorang juru dakwah harus memiliki persiapan-persiapan sebagai berikut:

Membekali diri dengan ilmu Membersihkan diri secara lahir dan batin; membersihkan badan dan pakaian dari kotoran serta najis; membersihkan jiwanya dari kesyirikan dan maksiat.

Ikhlas dalam memberikan dan mengamalkan sesuatu. Sabar. Sedangkan tugasnya adalah:

memberi peringatan. mengagungkan Allah. menjauhi dan menjauhkan segala kesyirikan dan kejelekan.

2. Bahwa seluruh dakwah para Nabi adalah tauhidullah (mengesakan Allah dalam ibadah dan menjauhi kesyirikan) dan ittiba Rasul (beribadah dengan mengikuti sunnah Rasul). 3. Bahwa seluruh dakwah Nabi shallallahu alaihi wa sallam berlaku umum untuk seluruh manusia, baik Arab maupun Ajam (non Arab). 4. Bahwa akhlak yang baik sangat mempengaruhi berhasil tidaknya dakwah, khususnya masalah kejujuran. 5. Pentingnya shalat karena dia merupakan kewajiban yang pertama di awal-awal turunnya wahyu. 6. Bahwa dakwah bisa dilakukan secara fardiyyah dari mulut ke mulut (secara perorangan). 7. Dakwah sirriyyah dilakukan di kala ajaran Islam belum dikenal oleh seorang pun dan (dilakukan) terhadap orang-orang yang kafir. Demikian pula dilakukannya shalat secara sembunyi-sembunyi adalah terhadap orang-orang yang kafir. 8. Bahwa pada tahapan ini, orang-orang Quraisy pun sudah mengetahuinya, tetapi tidak menanggapinya sehingga ini membuktikan bahwa marhalah (tahapan) ini lebih dekat kalau dikatakan dakwah fardiyyah. Beliau menyampaikannya hanya kepada orang-orang yang dia percaya dan diduga akan menerima dakwahnya. Jadi dakwah tidak disyiarkan secara umum. 11. Dengan demikian, jelaslah kesalahan kelompok-kelompok dakwah yang sampai

menghalalkan dusta untuk merahasiakan dakwahnya, karena mayoritas manusia di sekitarnya adalah kaum muslimin. Mengapa mereka menyembunyikan ajarannya? Apakah ajarannya lain dengan kita? Atau menganggap kita semua adalah orang-orang kafir? Maka jawabnya: kalau mereka berbeda dengan ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka mereka adalah ahli bidah. Wajib kaum muslimin untuk menghindari mereka. Kalau mereka menganggap kita dan (menganggap) mayoritas kaum muslimin adalah kafir, maka mereka adalah khawarij. Wajib bagi kita untuk berhati-hati terhadap mereka. Dan kalau ajarannya memang berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar, mengapa harus disembunyikan dakwah terhadap sesama kaum muslimin.

Tamrinat 1. Tuliskan beberapa alasan Nabi melakukn dakwah dengan sembunyi-sembunyi ? 2. Sejak kapan Nabi melakukan dakwah dengan terang-terangan ? 3. Siapakah yang membantu Nabi dalam melakukan dakwah selama di Makah ? 4. Tuliskan Ibrah yang dakwah diambil dari dakwah yang telah dilakukan oleh Nabi ? 5. Tuliskan ayat yang memerintahkan Nabi agar melakukan dakwah dengan cara terangterangan !

BAB II KEPEMIMPINAN PASCA NABI WAFAT


1. PROSES DAN MODEL PEMILIHAN JAMAN KHULAFAUR RASYIDIN. Khulafaur Rasyidin ( 11-40 H / 632-660 M) Khulafaurra-Rasyidin merupakan pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang demokratis. Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Saidah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.

Masa Abu Bakar ra. ( 11-13 H / 632-634 M) Abu Bakar nama aslinya adalah Abdus Syams. Tetapi, setelah masuk Islam namanya diganti oleh Rasulullah sehingga menjadi Abu Bakar. Gelar Ash- Shiddiq diberikan padanya karena ia adalah orang yang pertama mengakui peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia pun diberi gelar Ash- Shiddiq (Orang yang percaya). Ia juga adalah orang yang ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW untuk menemaninya hijrah ke yastrib. Namun saat ditengah perjalanan mereka dikejar oleh utusan para kabilah Quraisy, sehingga mereka mencari tempat untuk sembunyi. Mereka menemukan sebuah goa dan Abu Bakar menyarankan untuk sembunyi disana. Setelah Rasulullah SAW menyetujuinya, ia melarang Nabi masuk kedalam. Beliau memasukinya terlebih dahulu dan mencari kalau ada lubang tempat tinggal hewan liar. Saat ia temukan ia menutupnya dengan selembar kain kecuali satu lubang karena

kainnya telah habis. Setelah itu mereka beristirahat disana, hingga Rasulullah SAW terlelap. Ia melihat ada ular keluar dari lubang ( yang tidak ditutupinya ) lalu ia menutupinya dengan kakinya, sehingga ular itu menggigit kakinya ia menagis namun ia tidak mengatakannya kepada Nabi SAW karena takut membangunkannya. Tetapi ia tidak menyadari bahwa air matanya menetes ke pipi Nabi Muhammad SAW, sehingga beliau terbangun. Beliau melihat Abu Bakar sedang menagis lalu berkata,"Katakanlah wahai Abu Bakar Mengapa kamu menagis?" Mendengar hal itu ia terkejut karena tidak tahu bahwa Nabi SAW telah terjaga dari tidurnya. Maka ia pun menjawab,"Sesungguhnya aku melihat lubang sarang hewan melata disana dan ia(hewan itu) hendak keluar maka aku tutupi lubang itu dengan kakiku supaya tidak mengganggumu wahai rasul allah." Mendengar hal itu Nabi SAW menangis lalu berkata," Berikan kakimu" Lalu beliau meludahinya dan seketika luka Abu Bakar sembuh.Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan menuju yastrib yang lalu namanya diubah menjadi Madinah. Ketika Rasulullah SAW sakit keras, beliau tidak dapat mengimami shalat jamaah. Maka ditunjuklah Abu Bakar untuk menggantikannya. Bagi sebagian warga Madinah, ini adalah indikasi bahwa suksesi kepemimpinan Rasulullah SAW diteruskan kepada Abu Bakar. Ketika Rasulullah wafat, sebagian kalangan muslim Anshar dan beberapa orang dari pihak Muhajirin mengadakan pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah. Sempat terjadi perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Dan akhirnya, terpilihlah Abu Bakar as-Siddiq sebagai Khalifah pertama.

Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan).

Khalid ibn Al-Walid adalah jenderal yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini. Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat jenderal yaitu Abu Ubaidah, Amr ibn Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria. Salah satu hal monumental pada era Abu Bakar ra adalah pengumpulan mushaf al Quran dari para sahabat-sahabat yang lain, yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit ra.

Masa Umar Ibn Khatab ra. (13-23 H / 634-644 M) Umar Ibnu Khatab memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza, terlahir di Mekkah, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy. Orangtuanya bernama Khaththab bin Nufail Al Mahzumi Al Quraisyi dan Hantamah binti Hasyim. Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah. Sebelum Islam, sebagaimana tradisi kaum jahiliyah mekkah saat itu, Umar mengubur putrinya hidup-hidup. Sebagaimana yang ia katakan sendiri, "Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku". Ketika ajakan memeluk Islam dideklarasikan oleh Nabi Muhammad SAW, Umar mengambil posisi untuk membela agama tradisional kaum Quraish (menyembah berhala). Pada saat itu Umar adalah salah seorang yang sangat keras dalam melawan pesan Islam dan sering melakukan penyiksaan terhadap pemeluknya. Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Muhammad SAW. Saat

mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu'aim bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya. Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Qur'an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Qur'an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga. Umar adalah salah seorang yang ikut pada peristiwa hijrah ke Yathrib (Madinah) pada tahun 622 Masehi. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Ia adalah salah seorang sahabat dekat Nabi Muhammad SAW Pada tahun 625, putrinya (Hafsah) menikah dengan Nabi Muhammad. Setelah Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh tangan kanannya, Umar ibn Khattab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir alMuminin (Komandan orang-orang yang beriman). Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr ibn Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Saad ibn Abi Waqqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan

mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijrah. Salah satu hal yang monumental pada era sayidina Umar ra adalah mengenai sholat tarawih. Berikut salah satu riwayatnya, yang menjadi pegangan umat islam di seluruh dunia sampai saat ini. Diriwayatkan oleh Yazid Ibn Khusayfah dari Sib Ibn Yazd bahwa semua orang mengerjakan sholat tarawih 20 rakaat dalam bulan ramadlan pada masa khalifah Umar Ibn Khatab ra. (Baihaqi dalam As Sunaul Kubra, vol.2 hal 496) Peganglah kuat-kuat sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin.(Abu Dawud vol 2 hal 635, Tirmidzi vol 2 hal 108, Sunan Darimi vol 1 hal 43 dan Ibn Majah hal 5). Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad. Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk shalat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk

shalat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia shalat. Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam. Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di jaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah. Umar ra memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Luluah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Saad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib. . Masa Utsman Ibn Afan ra. ( 23-35 H / 644-655 M) Nama beliau ra. adalah Utsman bin Affan bin al-Ash bin Umayyah bin Abdus Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Kaab bin Luay bin Ghalib, al-Quraisyi alUmawi al-Makki.

Beliau ra. dilahirkan pada tahun keenam sejak Tahun Gajah. Beliau ra. masuk Islam lewat ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. serta termasuk Assabiqunal Awwalun. Beliau ra. adalah satu dari 10 Sahabat yang dijamin surga. Terdapat 146 hadits yang beliau ra. riwayatkan, menurut Imam Suyuthi. Beliau ra. melakukan dua kali hijrah, ke Habasyah (Ethiopia) dan Madinah. Dari Anas ra., dia berkata: Orang yang pertama kali melakukan hijrah dari kalangan kaum muslimin ke Habasyah adalah Utsman dan keluarganya.

Ibnu Asakir meriwayatkan dari berbagai jalur periwayatan bahwa Utsman bin Affan adalah lelaki yang berpostur semampai, tidak tinggi dan tidak juga pendek. Wajahnya rupawan, putih kemerahan. Di wajahnya ada bintik-bintik cacar. Jenggotnya tebal, tulang-tulang sendinya besar, pundaknya lebar, betisnya gempal, tangannya panjang, penuh bulu. Dia berambut keriting, botak, gigi depannya indah, rambut kepalanya menutupi kedua telinganya, memakai semir kuning. Dia menempeli giginya dengan emas. Ibnu Asakir meriwayatkan dari AbduLlah bin Hazm al-Muzanni, dia berkata: Saya melihat Utsman. Saya tidak melihat seorang lelaki atau wanita yang memiliki keindahan wajah seelok wajah Utsman. Di masa pemerintahan Utsman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristall berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini. Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umumnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H 1655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Usman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh karabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada kegiatan-kegjatan yang penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah. Penulisan Al Quran dilakukan kembali pada masa sayidina Utsman ra. Ini terjadi pada tahun 25 H. Dan al Quran yang kita pegang saat ini adalah mushaf Utsman.

Perngumpulan data-data Al-Quran Hudzaifah bin al-Yaman sepulang dari Perang di Armenia pergi menemui Utsman ra. setelah melihat perbedaan di kalangan umat Islam di beberapa wilayah dalam membaca Al-Quran. Perbedaan yang dapat mengancam lahimya perpecahan. Beliau ra. berkata kepada Utsman: Aku menjumpai orang-orang, wahai Amirul Mukminin, di mana mereka berselisih di dalam membaca AlQuran. Hudzaifah ra. juga berkata: Ambillah tindakan untuk umat ini sebelum berselisih tentang kitab mereka seperti orang Kristen dan Yahudi. Kemudian Utsman ra. mengeluarkan kebijakan beliau ra. guna menertibkan hal itu dan sejumlah besar sahabat ra. sependapat dengan terobosan terpuji tsb. Berkata Ibnut Tin: ...Sedang pengumpulan Utsman sebabnya banyaknya perbedaan dalam hal qiraat, sehingga mereka membacanya menurut logat mereka masing-masing dengan bebas dan ini menyebabkan timbulnya sikap saling menyalahkan, karena kawatir akan timbul bencana , Utsman segera memerintahkan menyalin lembaran-lembaran itu dalam satu mushaf dengan menertibkan surah-surahnya dan membatasinya hanya pada bahasa Quraisy saja dengan alasan bahwa Al-Quran diturunkan dengan bahasa mereka (Quraisy). Sekalipun pada mulanya memang diizinkan membacanya dengan bahasa selain Quraisy guna menghindari kesulitan. Dan menurutnya keperluan demikian ini sudah berakhir, karena itulah ia membatasinya hanya pada satu logat saja. (Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat beberapa rujukan semisal: Ulumul Quran karya Manna Khalil Al-Qattan, History of Quranic Text karya Al-Azami, dll.)

Masa Ali Ibn Abi Thalib kwh. ( 35-40 H / 655-660 M) Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi[1] atau 600[2](perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah.

Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi SAW terkesan tidak suka, karena itu mulai memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi(derajat di sisi Allah). Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu. Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad. Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tesebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun. Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaranpelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus kepada beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain. Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing. Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior)atau syariah dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak. Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada

negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar. Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah. Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Muawiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Muawiyah, Syiah (pengikut) Ali, dan al-Khawarij (oran-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Muawiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij. Pasca Sayidina Ali ibn Abi Thalib kwh., Hasan ibn Ali (40-41 H / 660-661 M) Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan tentaranya lemah, sementara Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain, perjanjian itu juga menyebabkan Muawiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jamaah (am jamaah)! Dengan demikian berakhirlah masa

yang disebut dengan masa Khulafaur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam. Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah: 1. Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat. 2. Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaranajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Disamping itu, suku-suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat dakwah dan kegemaran berperang tersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam. 3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing. 4. Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia. 5. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam. 6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka. 7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh. 2. Proses pemilihan pemimpin pada masa khulafaur-rasyidin Dimana pemilihan khalifah pertama ini dilakukan di pendopo kaum anshar Bani Sa'idah, yang dipimpin oleh Sa'ad bin Ubbadah kepala suku Khazradj. Walaupun Abu Bakar sendiri pada mulanya menolak, bahkan beliau mengajukan dua calon khalifah yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah Amir bin Djarrah. Namun Umar

dan

Abu

Ubaidah

menolaknya,

dengan

mengatakan

"tidak

mungkin

jadi,

selama

tuan (AbuBakar) masih beradad itengah-tengah kami".

Kemudian Umar Nabi bin untuk

mereka Abu

sepakat Bakar.

untuk Besok atas

mengangkat harinya

Abu

Bakar

sebagai

khalifah, bai'atnya ke

lalu atas

Khattab melakukan

maju bai'at

kedepan

langsung dan

memberikan seluruh pelantikan Abu

pengangkatan

dipanggillah

rakyat

Masjid sebagai

pemilihan

Bakar

khalifah. Yang tidak hadir dalam bai'at itu ada empat tokoh utama, Ubbadah. Beberapa Disini hari Abu dilihat Bakar berikhitiar jelas untuk bahwa memperoleh pemilihan bai'atnya dari

yaitu Ali

bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Mutthalib, Fatimah putri Nabi dan Sa'ad bin

mereka. adalah

dapat

dengan

khalifah

pertama

dipilih oleh para utusan ulil amri walaupun tidak lengkap dan langsung semua rakyat melakukan bai'atnya. Pemilihan khalifah kedua yaitu Umar bin Khatthab dilakukan bin sedikit lebih

teratur. Sebelum Khalifah Abu Bakar meninggal, dilakukan terlebih dahulu perundingan dengan beberapa anggota ulil amri, Kepala Bakar ulil khalifah. Negara yang akan akan itu juga mengajukan amri Pada calon khalifah diantaranya yaitu Umar Umar Abdur Rahman sidang ulil bin bin Khatthab, Khatthab suatu Auf tentang ini Abu sidang menjadi atas menggantikannya. pencalonan Abu Bakar Dalam amri untuk surat

kemudian

menyetujui waktu

menandatangi

bai'at

penganggkatan khalifah kedua ini. Disinipun dahulu khalifah kita lihat para Khalifah ulil amri Bukan Abu untuk Bakar sebelum dengan meninggal siapa yang paksaan, merundingkan akan menjadi mengangkat

dengan

membicarakan

sepeninggalnya.

melakukannya

begitu saja Umar bin Khatthab menjadi khalifah. Dimana dicalonkan enam calon khalifah yaitu Usman bin Affan, Ali bin Abi

Thalib, Zuber bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah dan Abdur Rahman bin Auf. Keenam calon khalifah ini diajukan oleh Khalifah Umar bin Khatthab. Dari enam calon ini dua yang tinggal, Usman bin Affan dan Ali

bin

Abi

Thalib.

Kedua-duanya

siap

untuk

menggantikan

khalifah

Ummar

bin

Khatthab. Namun dalam sidang ulil amri yang dipimpin oleh Abdur Rahman bin Auf, dipilih yang tidak melakukan Usman bin Affan sebagai khalifah. Sedangkan Ali bin Abi Thalib terpilih, bai'at atas dia menerima dengan Usman perasaan bin dan jiwa sebagai yang besar dan pengangkatan Affan khalifah ketiga.

Dalam Thalhah

pemilihan bin sempat Ali

khalifah

ini dan

diajukan Zubair ulil

tiga bin

calon karena

yaitu, Khalifah

Ali

bin

Abi bin

Thalib, ini Affan oleh setelah sebagai ini, Islam. dan ulil

Ubaidillah mengajukan bin lainnya Abi yang

Awwam. dikarenakan

Pemilihan Usman telah

khalifah

diserahkan tidak para Disinipun kedua sebagai khalifah. Dengan boleh Sedangkan Usmaniyah amri, khalifah

sepenuhnya

kepada

amri,

pencalonannya, Thalib maka tidak

dibunuhnya namun bin Thalib

pemberontak. menerima diri dan Ali dimasa umum pencalonannya, memilih bin Ali Abi calon mengundurkan Abi Thalib

khalifah cara kita

keempat,

dipilihlah

pengangkatan ambil sebagai masa ada bin yang Abi

khalifah-khalifah contoh namanya khalifah Sufyan pemilihan

Khulafaur dalam dan

Rasyidin Khilafah Fathimiyah melibatkan

pada tidak

dinasti-dinasti

Umaiyah, pemilihan langsung dari dinasti

Abbassiyah, khalifah menurut Umaiyah

karena

pengangkatan

keturunan. mengangkat

Misalnya, putranya

Mu'awiyah

Jazid sebagai khalifah. Begitu seterusnya.

Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut al-Khulafa al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan Nabi. Mereka dipilih melalui proses musyawarah, yang dalam istilah sekarang disebut demokratis. Setelah periode ini, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain itu, seorang khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan khalifah-khalifah sesudahnya sering bertindak otoriter .

3. Ibrah Di bawah pimpinan Abu Bakar, pengaruh Islam menyebar ke seluruh Jazirah Arab, dan mulai masuk ke Palestina. Di bawah pimpinan Umar bin Khatab, pengaruh Islam menyebar ke Syiria, Mesopotamia, Mesir, dan mulai masuk ke Persia. Untuk menangani wilayah yang semakin luas, Umar menata administrasi pemerintahan, antara lain dengan membentuk propinsi- propinsi dan lembaga pengadilan. Di bawah pimpinan Usman bin Affan, pengaruh Islam menyebar ke seluruh Persia, Cyprus, Rhodes, Transoxiana, dan Tabaristan. Adanya pembangunan di bidang ekonomi dan di bidang keagamaan. Trjadi perpecahan karena konflik yang di sebabkan oleh ketidaktegasan kepemimpinan dan kecenderungan nepotisme. Khalifah berikutnya, Ali bin Abu Talib, menghadapi pergolakan yang semakin rumit. Pemberontakan lain muncul dari keluarga Usman bin Affan an dari gubernur Damsyik. Menyebabkan adanya perpecahan Islam menjadi Muawiyah, Syiah, dan al- Khawarij. Berakhirnya kepemimpinan Ali bin Abu Talib menandai berakhirnya Khulafaur Rasyidin yaitu pada tahun 661M. kepemimpinan Islam beralih ke Muawiyah atau lebih sering kita kenal sebagai Bani Umayyah.

Latansa Khulafaurra-Rasyidin merupakan pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang demokratis Abu Bakar nama aslinya adalah Abdus Syams. Tetapi, setelah masuk Islam namanya diganti oleh Rasulullah sehingga menjadi Abu Bakar. Gelar Ash- Shiddiq diberikan padanya karena ia adalah orang yang pertama mengakui peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia pun diberi gelar Ash- Shiddiq (Orang yang percaya).

Umar Ibnu Khatab memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza, terlahir di Mekkah, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy. Orangtuanya bernama Khaththab bin Nufail Al Mahzumi Al Quraisyi dan Hantamah binti Hasyim

Nama beliau ra. adalah Utsman bin Affan bin al-Ash bin Umayyah bin Abdus Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Kaab bin Luay bin Ghalib, al-Quraisyi al-Umawi al-Makki.

Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi[1] atau 600[2](perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun

Tamrinat 1. 2. 3. 4. 5. Siapakah yang disebut Khulafaur-rasyidin ? Sebutkan proses pengangkatan pada masa khulafaur-rasyidin ! Jelaskan perbedaan proses pengangkatan pada setap khulafaur-rasyidin ! Sejak khalifah siapa Al-Quran mulai dibukukan ? Tuliskan biografi lengkap dari keempat khulafaur-rasyidin.

BAB III PERKEMBANGAN ISLAM PERIODE KLASIK ( JAMAN KEEMASAN 650 M. 1250 M.))
A. Periode Klasik Dinasti bani Umayah muncul pada peristiwa sangat bersejarah bagi umat Islam. Yaitu pada peristiwa Am al-Jamaah (rekonsiliasi umat Islam) di Maskin, dekat Madain, Kufah pada tahun 41 H. Bertepatan pada tahun 661 M. Peristiwa ini merupakan sejarah yang tidak dapat dilupakan bagi umat Islam, karena peristiwa ini merupakan awal dari penyerahan khilafah (kekuasaan) dari hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan. Pada saat itu Hasan bin Ali melakukan sumpah setia serta mengakui Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai pemimpin umat Islam yang syah. Pengakuan ini kemudian secara serempak diikuti oleh seluruh pendukungnya yang mayoritas berada di kota Kufah, Irak. Kekuasaan hasan bin Ali sangatlah singkat, yaitu kurang lebih 6 bulan. Meskipun demikian

peristiwa ini telah tercatat sebagai sejarah penting bagi politik umat Islam. Pada masa ini telah tercatat sebagai masa peralihan dari pemerintahan yang bersifat demokratis menjadi pemerintahan yang bersifat monarchi heridities, yaitu masa pemerintahan Bani Umayah ( 661-750 M). Sistem inilah yang kemudian dijadikan sistem pemerintahan Islam selanjutnya. Seperti pemerintahan, Bani Abas, Bani Fathimah, Bani Umayah di Spanyol dan seterusnya. Pemerintahan Hasan bin Ali berakhir dengan gejolak politik yang luar biasa. Gejolak politik ini sebenarnya berawal dari setelah wafatnya khalifah Usman bin Affan pada tahun 656 M. Pada saat itu khalifah Usman bin Affan dibunuh oleh sebagaian kelompok yang tidak puas dengan kepemimpinannya yang dianggabnya banyak KKN pada tahun 35 H/ 656 M Setelah meninggalnya Usman bin Affan, para tokoh Madinah seperti, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam mendatangi Ali bin Abi Thalib untuk menggantikan khalifah Usman bin Affan. Setelah dipertimbangkan, maka tawaran tersebut diterima oleh Ali bin Abi Thalib. Pada saat itu Ali di baiat oleh para tokoh dan pendukungnya. (17 Juni 656 M/ 18 Dzulhijjah 35 H. Para pendukung Ali bin Abi Thalib banyak yang berlebihan dalam mendukung nya, bahkan sebagaian pendukungnya sampai mengkultuskannya sebagai pemimpin yang wajib diikuti layaknya mengikuti seorang Nabi Muhammad saw. Sikap yang berlebihan dari anggota kelompoknya inilah akhirnya menimbulkan ketidak senangan oleh sebagaian kelompok, misalnya: Muawiyah bin Abi Sufyan, Gubernur Syiria dan Marwan bin Hakam yang pada pada masa khalifah Usman Ia menjabat sebagai sekretais kekhalifahan. Muawiyah bin Abi sufyan dan para sekutunya sangat tidak mendukung terhadap kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, yang kemudian menyebabkan konflik politik yang berkepanjangan yang pada ujungnya terjadilah perang shiffin pada tahun 38 H/ 657 M, Dengan berbagai macam cara Muawiyah mencoba menurunkan Ali dari kursi kekhalifahan. Kelompok Muawiyah mencurigai bahwa terbunuhnya khalifah Usman adalah hasil ulah kelompok Ali. Dan masih banyak lagi alasan yang lain yang menyebabkan kelompok Muawiyah tidak senang kepada Ali. Sementara itu kelompok Muslim yang ada di Madinah, Kufah, Basrah, dan Mesir telah mendukung Ali sebagai khalifah yang sah menggantikan khalifah Usman bin Affan. Ketika Ali dibaiat sebagai Khalifah, Muawiyah merasa terpaksa mendukung Ali karena tidak meiliki pendukung yang cukup

untuk menolaknya. Muawiyah mendasak kepada khalifah Ali agar segera mengusut kasus pembunuhan yang sangat sadis terhadap khalifah Usman bin Affan. Namun cara kerja Ali dalam mengusut kasus ini sangatlah lambat sehingga menimbulkan kecurigaan kelompok Muawiyah kepada Ali semakin dalam. Alasan Ali bin Abi thalib tidak segera memenuhi tuntutan kelompok Muawaiyah bin Abi Sufyan, Thalhah bin Ubaidilah dan Zubair bin Awwam, untuk pengusut secara tuntas pembunuhan khalifah Usman bin Affan, mengingat situasinya saat itu tidak memungkinkan,karena masih dalam suasana duka dan keadaan masih kacau dan sebagainya,maka tuntutan itu tidak di kabulkan. Namun khalifah Ali bin Abi Thalib berjanji akan menyelesaikanya setelah ia berhasil mengamankan situasi dan kondisi dalam negeri. Sebab menurut analisa khalifah Ali, pengusutan tindakan terhadap yang terlibat dalam pembunuhan khalifah Usman, sama artinya dengan memperkeruh kondisi politik dalam negeri. Karena kasus itu tidak hanya melibatkan sejumlah kecil Individu, juga menimbulkan banyak pihak dari beberapa daerah, seperti Kufah, Basrah dan Mesir. Disinilah letak kepiawaian politik Ali dalam menyikapi situasi politik yang sedang kacau. Ia tidak mau terlalu banyak mengabil resiko dalam menangani persoalan yang tengah terjadi pada saat itu. Ali bin Abi Thalib merasa semakin terdesak setelah Aisyah istri Rasulullah juga menginginkan agar kasus terbunuhnya usman bin Affan segera dituntaskan. Thalhah bin Ubaidilah dan Zubair bertemu dengan Aisyah ketika mereka berdua kembali dari Basrah. Mereka menjelaskan situasi politik yang tengah terjadi di Madinah, sehingga Aisyah pun menginginkan hal hal yang sama, yaitu agar kasus pembunuhan khalifah Usman segera di tuntaskan khalifah Ali bin Abi Thalib. Namun, keinginan tersebut tidak dapat di penuhi oleh khalifah Ali bin Abi Thalib pada saat itu. Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berkeinginan agar kasus itu di selesaikan dalam situasi yang tepat, yaitu pada saat situasi politik dalam negeri sudah aman dan terkendali, demi menghindari konflik horizontal yang lebih luas lagi. Penanganan kasus terbunuhnya khalifah Usman bin Affan yang sangat lamban akhirnya muncul isu bahwa khalifah Ali bin Abi Thalib sengaja mengulur waktu karena ia mempunyai kepentingan politis untuk mengeruk keuntungan dalam situasi kritis tersbut. Bahkan Muawiyah menuduh khalifah Ali bin Abi Thalib berada di balik kasus pembunuhan tersebut.

Tuduhan Muawiyah dan kelompoknya saat itu, sangat tidak beralasan, karena pada saat itu, massa yang begitu banyak dan tidak mampu mengendalikan emosi menyerbu masuk ke rumah khalifah. Bahkan kedua putra Ali, hasan dan husen dengan para pengikutnya, membantu menjaga kediaman khalifah dari serangan massa yang sedang marah. Namun, serbuan massa tersebut tidak dapat di bendung. Mereka menerobos rumah khalifah Usman bin Affan dan memanjat dinding rumah khlifah. Kenyataan ini tidak dapat di atasi oleh Ali dan para sahabanya. Akhibatnya, khalifah Usman meninggal mengenaskan di dalam rumah dan di hadapan kelurganya di tangan orang yang tidak di ketahui identitasnya. Yang menjadikan tanda tanya dalam catatan sejarah Islam adalah : kenapa peristiwa pembunuhan terhadap khalifah Usman bisa terjadi ? Sementara itu semua yang ada disekelilingnya adalah para pembesar istana yang berasal dari keluarga Usman dan Bani Umaiyah, misalnya Marwan bin Hakam dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Pada saat pemberontakan terjadi, tak seorangpun dari mereka yang berada di dekat Usman bin Affan dan mencoba memberi bantuan penyelesaian masalah tersebut. Muawiyah baru datang ke istana khalifah Usman bin Affan agak terlambat dan tanpa bala tentara, sesuai isi surat yang di kirim khalifah ke padanya. Padahal, surat yang dikirim lewat kurir bernama Al Musawwir bin Makhramah berisikan perintah agar Muawiyah bin Abi Sufyan mengirim bantuan pasukan secepatnya untuk mengatasi situasi tersebut. Tapi itu tidak di lakukanya. Dia malah pergi dikawal oleh orang kepercayaanya yaitu; Muawiyah bin Khudaij, dan muslim bin Uqbah. Muawiyah tidak membawa bala bantuan karna ia takut khalifah terbunuh sebelum bala bantuan itu tiba. Untuk mengatasi persoalan itu, Muawiyah mengusulkan agar khalifah pindah ke Syam karena di sana ia akan aman di kelilingi orang-orangMuawiyah yang setia. Tapi usulan itu di tolak khalifah, karena Madinah adalah tempat hijrahnya, dekat dengan para sahabat dan makam Nabi Muhammad saw. Setelah ia mendapat jawaban seperti itu, Muawiyah kembali ke Syam unutk mengambil bantuan dan meninggalkan khalifah Usman bin Affan menghadapi para pemberontak sendirian, tanpa di bantu oleh orang-orang dekatnya. Diantara alasan para pemberontak yang terdeteksi mereka berasal dari Kufah, Basrah dan Mesir adalah karena ketidak setujuan mereka atas kebijakan yang di keluarkan khalifah terhadap para sahabat dan masyarakat muslim di tempat-tempat tersebut, terutama perilaku politik gubernur Mesir, Abdullah bin Saad bin Abi Sarah yang di anggap arogan oleh masyarakat Mesir dan berkuasa sewenang-wenang. Para pemberontak ini menuntut agar di ganti. Kemarahan mereka semakin menjadi ketika mengetahui ada seseorang berkulit hitam yang mengaku utusan istana

sedang menuju Mesir, di tangkap. Salah satu yang dijadikan alasan bagi para pemberontak adalah, adanya utusan Usman bin Affan yang membawa sepucuk surat resmi yang di stempel khalifah, yang isinya memerintahkan gubernur Mesir, Abdullah bin Saad bin Abi Sarah, sepupu khalifh Usman bin Affan, untuk membunuh Muhammad bin Abu Bakar, gubernur Mesir baru yang di angkat atas permintaan masyarakat Mesir, menggantikan posisi Abdullah bin Saad dan para demonstran setibanya mereka di mesir. Isi surat itu tentu saja membuat mereka semakin marah dan menuduh khalifah Usman sengaja mau mencari masalah baru. Akhirnya mereka tidak jadi kembali ke mesir tapi berbalik arah menuju pusat kekuasaan di Madinah untuk menuntut pertanggung jawaban khalifah atas kebijakan yang mengancam nyawa para sahabat. Akhirnya utusan pembawa surat itu di tangkap dan di hakimi masa, sementara surat yang dibawanya di jadikan sebagai barang bukti kesewenangan khalifah Usman bin affan yang mengeluarkan kebijakan untuk menghilangkan nyawa orang lain tanpa sebab yang jelas dan tidak dapat di pertanggung jawabkan. Oleh karena itu, umat Islam Mesir melakukan protes dan demonstrasi secara masal menuju rumah khalifah Usman bin Affan. Amuk massa dan ketidak pastian penjelasan khalifah mengenai penulis surat tersebut, serta kengganan khalifah untuk menyerahkan pemegang stempel surat resmi, di tambah dengan ketidak sewenangan masyarakat atas sistem pemerintahan yang sarat kolusi dan nepotisme, menjadi pemicu utama terjadinya demonstrasi besar-besaran yang menuntut khalifah Usman mundur dari jabatan khalifah. Persoalan yang di hadapi khalifah Usman bin Affan, merupakan problem rumit yang tidak mudah untuk di selesaikan secepatnya, sesuai tuntutan para pemberontak. Akibatnya, masyarakat tidak lagi percaya terhadap pemerintah yang di anggap telah melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang telah di amanatkan masyarakat muslim kepadanya. Massa yang mengamuk pada saat itu tidak dapat menahan emosi dan langsung menyerbu masuk rumah khalifah, sehingga khalifah Usman bin Affan terbunuh dengan cara yang sangat menggenaskan. Terbununya khalifah Usman bin Affan (35H/656M) yang kemudian disusul naiknya Ali bin Abi Thalib sebagi khalifah baru, sangat mengguncang keluarga Bani Umaiyah. Kelompok ini merasa kehilangan orang yang selama ini melindungi kepentingan mereka. Karena itu, mereka berusaha mencari informasi siapa pembunuh khalifah Usman sebenarnya dan mereka akan menuntut kematianya dengan cara melakukan balas dendam. Untuk itu, Muawiyah bin Abi Sufyan dan

keluarganya melakukan provokasi kepada massa pendukung Bani Umaiyah untuk tidak mengakui kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib yang telah disumpah sebagai khalifah baru. Kelompok Bani Umaiyah berusaha melakukan pelacakan ke berbagai anggota masyarakat mengenai pembunuh Usman sebenarnya. Akhirnya, mereka mendapat informasi bahwa yang terlibat yang terlibat dalam pembunuhan adalah Muhammad bin Abu Bakar. Karena ketika peristiwa itu terjadi, Muhammad ada di dalam, di dekat khalifah Usman. Karena itu, mereka menuntut kepada Ali bin Abi Thalib yang telah di angkat menjadi khalifah, agar Muhammad bin Abu Bakar diserahkan untuk di adili. Namun, permintaan tersebut di tolak khalifah Ali bin Abi Thalib, karena segala bukti yang di tuduhkan kepada anak angkatnya itu tidak berdasar sama sekali. Justru keberadaan Muhammad pada saat itu semata untuk melindungi khalifah Usman dari kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada saat itu. Hal itu di lakukan karena massa yang mengamuk tidak dapat di bendung, sehingga mereka dengan mudah masuk ke rumah khalifah Usman dan membunuhnya. Salah upaya yang dilakukan Bani Umaiyah beserta kelompoknya dalam menjatuhkan khalifah Ali bin Abi Thalib adalah dengan cara meduhan Muhammad bin Abu Bakar dan khalifah Ali bin Abi Thalib. Karen Muawiyah bin Sufyan dan para pendukungnya tidak menginginkan mereka berada di bawah kekuasaan khalifah yang di kenal tegas itu. Sebab selama ini mereka telah mendapatkan hak-hak istimewa pada masa pemerintahan khalifah Usman bin Affan yang di kenal lemah lembut, sehingga mereka dapat memanfaatkan keadaan itu untuk kepenting mereka masing-masing. Tuduhan yang diarahkan kepada Ali semakin mantab dengan adanya bukti bahwa, setalah naiknya Ali sebagai khalifah banyak gubernur lama yang diganti oleh gubernur yang dianggab dengannya, misalnya Muawiyah bin Abi Sufyan, gubernur Syam yang di gantikan oleh Sahal bin Hunaif. Pengiriman gubernur baru ini di tolak Muawiyah dan masyarakat Syam, karena mereka telah mempunyai seorang gubernur, yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan, gubernur lama yang di angkat pada masa khalifah Umar bin Al-Khatab. Sementara itu alasan khalifah Ali menggantikan para gubernur itu adalah, karena para gubernur yang diangkat khalifah Usman lebih banyak berasal dari familinya yang mereka semua kurang memiliki keahlian dibidangnya. Buktinya, ketika massa melakukan pemberontakan, orang-orang dekat khalifah, seperti Muawiyah bin Abi Sufyan dan Marwan bin Hakam, tidak dapat berbuat

banyak, meskipun orang seperti Muawiyah mempunyai pengikut dan kekuatan yang bisa di andalkan untuk menghalau massa saat itu. Inilah yang menjadi dasar kebijakan khalifah Ali bin Abi Thalib untuk melakukan pemecatan para pejabat yang pernah di bentuk khalifah Usman bin Affan. Kebijakan khalifah Ali bin Abi Thalib dalam mengganti para gubernur yang diangkat oleh masa khalifahh Usman bin Affan, sebelumnnya telah diigatkan Mughirah bin Syubah dan Abdullah bin Abbas, karena di khawatirkan akan memperkeruh situasi politik dan menambah persoalan baru dalam masa pemerintahanya kelak, misalnya pemecatan gubernur Syam, Muawiyah bin Abi Sufyan. Menurut mereka, kalau bisa pemberhentian itu di tunda hingga menunggu waktu yang tepat dan situasi politik telah reda. Sebab, Muawiyah bukan orang sembarangan dan dia bukan di angkat oleh khalifah Usman bin Affan, melainkan oleh khalifah Umar bin Al-Khatab. Ia tetap di pertahankan oleh khalifah Usman dalam masa pemerintahanya bukan karena nepotisme, yaitu pengangkatan pejabat negara berdasarkan kedekatan hubungan keluarga, melainkan berdasarkan keahlian yang di miliki para pejabat tersebut. Pemecatan yang dilakukan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib telah mendapatkan reaksi yang cukup keras dari kalangan Muawiyah dan para pendukungnya di Syam. Ia menolak pemberhentian dirinya dan memerintahkan utusan khalifah untuk kembalike Madinah. Muawiyah kemudian mengutus seorang kurir dari Bani absin membawa surat penolakan tersebut, yang sebenarnya isi surat itu hanya bacaan Basmalah. Dalam perjalanan menuju Madinah, si kurir itu di perintahkan Muawiyah untuk mempengaruhi masyarakat di sepanjang jalan yang di laluinya dengan membawa jubah khalifah Usman bin Affan yang berlumur darah. Muawiyah dan penduduk Syam menuduh Ali bin Abi Thalib terlibat dalam kasus pembunuhan khalifah Usman. Kebijakan lain yang juga mengundang konflik adalah perihal, penarikan kembali tanah-tanah yang telah di bagi-bagikan khalifah Usman secara tidak sah kepada kerabat dekatnya. Di samping itu, khalifah Ali bin Abi Thalib mengeluarkan kebijakan ekonomi dengan memberikan tunjangan kepada kaum muslimin yang di ambil dari baitul mal. Dalam setiap kebijakan yang dilakukan Ali bin Abi Thalib tidak pernah mengkompromikan terlebih dahulu dengan para pejabat khalifah sebelumnya, sehingga pejabat senior sebelumnya merasa tidak diorangkan lagi, sehingga menuduh Ali telah berbuat semena-mena sebagai seorang khalifah. Dan masih banyak lagi yang membuat kegusaran para penduduk dan sahabat yang masih

tinggal di Madinah adalah keinginanya untuk memindahkan pusat pemerintahan sementara ke Kufah pada 656 M/36 H. Meskipun kebijakan untuk memindahkan pusat pemerintahan tidak berluku permanen, tetapi menimbulkan masalah pada masa kepemimpinanya. Hampir semua kebijakan khaliafah Ali bin Abi Thalib telah menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat, terutama mereka yang terkena lansung kebijakan tersebut. Maka tak heran kalau kemudian khalifah menghadapi oposisi yang sangat kuat dari berbagai tokoh terkenal, misalnya dari Thalhah, Zubair, dan Aisyah serta Muawiyah bin Abi Sufyan. Meskipun Thalhah dan Zubair merupakan sahabat besar yang menghendaki Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Mengingat kebijakan-kebijakan yang di lakukan oleh khalifah Ali di anggap sangat revolusioner dan tidak akan mampu menyelesaikan masalah, maka keduanya meminta agar penggantian para gubernur, terutama Muawiyah bin Abi Sufyan, di tunda terlebih dahulu dan melihat situasi yang memungkinkan untuk melakukan kebijakan lainya. Banyak hal yang menyebabkan kenapa Thalhah, Zubair dan Aisyah tidak suka kepada khalifah Ali bin Abi Thalib, antara lain ketidak mampuan khalifah mengatasi krisis politik berkepanjangan dan kasus pembunuhan khalifah Usman bin Affan yang tidak kunjung usai, karena tidak dilakukan khaifah Ali. Bahkan kelompokmini menyerukan kepada umat islam untuk melakukan balas dendamatas kematian khalifah Usman bin Affan dan menyerang khalifah Ali karena tidak menghukum para pemberontak sebagai pembunuh. Selain itu, kedua sahabat besar tersebut, sejak awal menunjukan sifat keengganan untuk menentukan sifat mereka, apakah mengangkat dan mengakui khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah atau tidak. Mereka baru mengakui kekhalifahan tersebut setelah mendapat desakan dari para pemberontak. Sebelum terjadinya konflik intern di lingkungan pemerintahan Ali, Thalhah dan Zubair seorang kepercayaan khalifah Ali ini, telah menginginkan menjadi gubernur. Namun keinginan mereka di tolak khalifah Ali bin Abi Thalib dengan alasan mereka berdua adalah sahabat besar yang harus membantu khalifah dalam mengatasi berbagai persoalan yang terjadi di dalam pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Selain itu, khalifah juga menginginkan agar mereka berdua tidak meninggalkanya, karena ia memerlukan dukungan dan nasehat kedua sahabat besar tersebut. Penolakan ini tentu saja sangat mengecewakan kedua sahabat besar itu. Bahkan mereka kemudian melakukan aksi untuk mempengaruhi masyarakat sebagai pelampiasan kekecewaan tersebut dengan mengatakan Ali bin

Abi Thalib tidak mampu menjalankan pemerintahan dan gagal menyelesaikan kasus terbunuhnya khalifah Usman. Tindakan ini di lakukan semata bertujuan untuk menjatuhkan kepemimpinan dan pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib. Untuk menghindari terjadinya konflik internal Muslim, kedua tokoh itu meminta kepada khalifah agar di berikan izin meninggalkan Madinah untuk melaksanakan Umrah ke Mekkah. Mendengar permintaan ini, khalifah Ali bin Abi Thalib hanya mengatakan kalian ku izinkan untuk melaksanakan Umrah. Namun, demi Allah, bukan itu tujuan utama kalian. Kalian hanya ingin menghindar dari persoalan yang tengah terjadi. Karena itu, laksanakanlah. Jelasnya, bahwa kepergian mereka ke Mekkah tidak hanya sekedar melaksanakan ibadah Umrah, juga melakukan sesuatu yang dapat merusak citra kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib dengan cara membuat kekacauan dan mempengaruhi massa agar mereka tidak mengakui kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, sebelum khalifah Ali berhasil mengungkap kasus tragedi pembunuhan khalifah Usman bin Affan secara tuntas. Thalhah bin Ubaidilah dan Zubair bin Awwam telah berusaha menemui Aisyah yang baru saja melaksanakan Umrah. Dalam pertemuan itu, Aisyah menanyakan tentang situasi kota Madinah. Thalhah bin Ubaidilah menjawab, Madinah rusuh dan Usman di bunuh, kemudian masyarakat membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Mendengar berita itu, Aisyah terkejut dan Marah. Kemudian ia bersumpah, demi Allah, meskipun langit akan runtuh, aku tak perduli. Aku akan menuntut balas atas kematian khalifah Usman bin Affan. Setelah itu, Aisyah tidak jadi pulang ke Madinah, tapi kembali lagi ke Mekkah. Kemudian Thalhah, Zubair dan Aisyah di kota Mekah telah merencanakan sesuatu untuk melakukan penyelidikan atas peristiwa terbunuhnya khalifah Usman bin Affan. Selain mereka, dalam kelompok ini bergabung pula dua orang mantan gubernur yang baru saja di pecat dari jabatanya oleh khalifah Ali bin Abi Thalib. Mereka adalah Yaali bin Umaiyah, mantan gubernur Yaman, dan Abdulallah bin Amir, mantan gubernur Basrah. Mereka bersekutu untuk menghadapi Khalifah Ali bin Abi Thalib dan menuntutnya untuk segera menyelidiki kasus terbenuhnya Usman bin Affan. Kelompok ini kemudian menuju Basrah untuk menghimpun kekuatan. Aisyah telah berusaha mempengaruhi penduduk untuk memerangi khaifah Ali bin Abi Thalib. Namun tidak semua penduduk ikut dalam ajakan Aisyah tersebut. Meskipun begitu, mereka

berhasil menawan gubernur Basrah, Usaman bin hanief, yang diangkat oleh khalifah Ali. Peristiwa ini memicu gerakan konflik baru antara khalifah Ali dengan para penentangnya, termasuk Siti Aisyah. Pertempuran ini berujung pada pertempuran yang dikenal dalam sejarah dengan sebutan Perang Unta. Dimanakan Perang Unta atau Perang Jamal, karena Siti Aisyah mengendarai Unta ketika pergi ke medan perang untuk menentang khalifah Ali. Abdulallah bin Zubair yang berambisi untuk menjadi khalifah telah berhasil untuk mempengaruhi Aisyah, agar Aisyah berasedia bergabung dengan mereka untuk melakukan tindakan menentang khalifah Ali. Ajakan mereka disambut baik oleh Aisyah, sehingga ia mau terjun ke dalam dunia politik praktis guna meminta pertangungjawaban Ali bin Abi Thalib atas terjadinya kekacauan politik yang melanda umat Isalm. Khalifah Ali tidak tinggal diam atas fitnahan kelopok Muawiyah. Ia juga telah mempersiapkan pasukannya untuk menggempur kekuatan Muawiyah, seorang gubernur Syam yang membangkang dan tidak mengakui kekhalifahannya. Namun, setelah mendengar berita dari saudaranya, Aqil bin Abi Thalib dari Basrah bahwa Aisyah telah mempersiapkan diri untuk memerangi khalifah Ali bin Abi Thalib, Ali membelokkan pasukannya menuju Basrah untuk mengatasi pemberontakan tersebut. Akhirnya kedua kekuatan itu bertemu di Kharaibah, dekat Basrah pada tanggal 4 Desember 656 M/10 Jumadil Akhir 36 H. Khalifah Ali bin Abi Thalib mencoba bersikap tegar dengan berupaya menyelesaikan lewat caracara damai. Hal itu karena diantara lawan yang dihadapi ada Aisyah. Untuk itu, Ali berusah berbicara dengan Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Pada intinya, kedua sahabat besar itu sepakat bahwa persoalan itu harus di selesaikan lewat perundingan, demi menghindari konflik internal kaum Muslimin. Namun, perundingan damai tersebut tidak dapat dilaksanakan karena dari para pendukung mereka tidak nenginginkan perdamaian. Mereka terus mendesak agar pertempuran terus di lanjutkan. Akhirnya tidak ada pilihan lain bagi kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan tersebut, kecuali melalui pertempuran. Dalam pertempuran itu, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam tewas terbunuh. Sementara Aisyah selamat dan di perlakukan dengan baik oleh khalifah dan dikembalikan yang ditemani oleh saudara laki-lakinya, yaitu Muhamad bin Abu Bakar. Peristiwa peperangan unta tersebut, jelas merupakan problem politis dan teologis bagi kaum

Muslimin pada masa kekhalifahan Ali. Sehingga Ali harus ekstra hati-hati dalam menangani setiap kasus dalam krisis politik yang sedang terjadi. Karena itu, dalam setipa tindakan kemudian, Ali sangat kriris dan berhati-hati dalam setiap menghadapi bentuk tantangan, meskipun kemudian sikapnya ini banyak merugikan dirinya karena di manfaatkan oleh para pendukungnya, misalnya dalam Perang Shiffin. Peperangan yang terjadi antara khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Suffan pada tahun 657 M. Dampak politis dan mungkun juga teologis dari peperangan tersebut adalah terpecahnya kelompok pendukung Ali bin Abi Thalib (Khawarij). Pada dasarnya terjadinya perang ini adalah disebabkan oleh ketidak sukaan Muawiyah bin Abi Sufyan terhadap kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Bahkan Muawiyah menolak melakukan sumpah setia (baiat) sebagai pengakuan dirinya atas kepemimpinan khalifah Ali. Hal itu antara lain disebabkan karena Ali dianggap ingin mengeser atau mencopot kedudukan Muawiyah dari jabatan gubernur Syiria yang telah di perolehknya sejak masa pemerintahan khalifah Umar bin AlKhattab. Selain itu Ali juga dianggap orang yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan kasus terbunuhnya khalifah Usman bin Affan. Kelambanannyan dalam menangani kasus tersebut, juga menjadi salah satu pemicu terjadinya perang Shiffin. Dalam upayanya untuk menjatuhkan kekhalifahan Ali, Muawiyah telah melakukan berbagai macam cara, seperti pengungkapan kasus tragedi pembunuhan khalifah Usman bin Affan, Muawiyah melakukan provokasi dengan membawah baju khalifah Usman yang berlumuran darah. Lewat orasinya yang hebat dan kelicikannya, Muawiyah berhasil mempengaruhi massa yang kemudian mereka berpendapat bahwa Ali tidak mampu menyelesaikan kasus terbunuhnya khalifah Usman, dan dan bahkan Ali di Anggap gagal mengatasi kasus tersebut. Dalam hal ini, Ahmad Amin berpendapat bahwa Muawiyah berpendapat bahwa dialah yang paling berhak menuntut atas kematian khalifah Usman, karena dia adalah saudaranya. Setelah Muawiyah berhasil memprofokasi para penduduk dan kelompok pendukungnya, maka Muawiyah segera mengumpulkan para penduduk dan segera mempersiapkan diri untuk memerangi Ali bin Abi Thalib. Dukungan masyarakat dan tentara syiria sangat di mungkinkan, karena saat masa kekuasaanya di Syiria, Muawiyah telah berhasil membangun basis tentara militer, di samping berhasil menarik simpati dari penduduk kota tersebut. Sehingga ketika Muawiyah menjadi beberapa kelompok antar lain pendukung setia Ali (Syiatu Ali) dan kelompok sempalan

melakukan mobilisasi massa untuk menyerang pasukan khalifah, masyarakat Syiria memberi dukungan penuh terhadap rencana Muawiyah. Muawiyah selain berhasil mempengaruhi penduduk Syiria juga berhasil mempengaruhi tokoh karismatik yang memiliki masa yang sangat banyak, yaitu Amr bin Al-Ash, dengan tawaran jika berhasil akan diangkat menjadi gubernur. Khalifah Ali bin Abi Thalib setelah melihat keseriusan Muawiyah dalam menolak kekhalifahannya, maka khalifah segera mengirim Jarir bin Abdullah Al-Bujali ke Damaskus untuk memperingatkan keseriusan khalifah menggempur pasukam Muawiyah, bila ia pada pendiriannya semula, yakni tidak akan melupakan sumpah setia (baiat) kepada khalifah Ali. Akan tetapi, utusan khalifah, Jarir bin Abdullah, ditahan dalam waktu beberapa lama. Hal ini, menurut Ibnu Qutaybah, sengaja dilakukan Muawiyah agar ia dapat melakukan konsolidasi dan konsultasi dengan para pembantunya. Di antara mereka yang terlibat konsultasi itu adalah Amr bin Al-Ash, polisi yang telah dikenal kelicikannya dalam berdiplomasi, selain Atbah bin Abi Sufyan. Dalam musyawarah yang dilakukan di kediaman Muawiyah bin Abi Sufyan itu, Amr bin Al-Ash berpendapat bahwa baiat belum dapat dilakukan oleh Muawiyah dan masyarakat Syiria. Sebelum khalifah Ali bin Abi Thalib menuntaskan tragedi pembunuhan khalifah Usman bin Affan. Bila tidak dapat diselesaikan, maka yang terjadi bukan baiat melainkan perang. Untuk kepentingan tersebut, dilakukan koordinasi antara Muawiyah dengan Amr bin Al-Ash. Namun, sebelum persetujuan kerja sama itu disepakati, ada sebuah tuntutan sebagai bagian dari kompensasi persetujuan tersebut yang di minta Amr bin Al-Ash, yaitu jabatan gubernur mesir. Persoalan inilah yang menjadi negoisasi berjalan sangat lamban. Kelambanan ini terjadi karena Muawiyah sendiri belum dapat mengeluarkan kebijakan seperti itu, sebab ia sendiri masih menjabat gubernur Syiria. Persoalan itu akan sangat mumngkin diselesaikan segera, bila Muawiyah berada dalam posisi pengambil kebijakan. Melihat kondisi yang semakin genting, maka Utbah bin Abi Sufyan, berpandapat bahwa sebaiknya permintaan yang diajukan Amr bin Al-Ash harus dipenuhi, agar persoalan dalam negeri Syiria cepat selesai dan upaya pelacakan terhadap pelaku pembunuhan khalifah Usman bin Affan segera berjalan. Selain itu, kerja sama dengan Amr akan menguntungkan pihak Muawiyah, karena akan menambah kekuatan barisan penentang khalifah Ali. Permintaan tersebut akhirnya di setujui

Muawiyah dengan cacatan bahwa Amr bin Al-Ash harus membantunya dalam dalam upaya mencapai tujuan politisnya, yaitu keinginan Muawiyah yang tetap mempertahankan kedudukan sebagai gubernur Syiria dan menentang kebijakan khalifah Ali yang ingin mencopot kedudukan tersebut. Bergabungnya Amr bin Al-Ash ke dalam barisan Muawiyah bin Abi Sufyan, menambah darah segar bagi kekuatan barisan Muawiyah yang tidah menyukai kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Usai bermusyawarah, Jarir bin Abdullah Al-Ajali, utusan khalifah Ali bin Abi Thalib yang ditahan, diizinkan kembali ke Kuffah dengan membawaa informasi mengenai penegasan kembali Muawiyah yang menolak mengakui kekhalifaan Ali, sebelum menuntaskan penyelidikan atas tragedi pembunuhan khaifah Usman bin Affan. Keputusan hasil musyawarah dari Syiria yang telah dibawa Jarir bin Abdullah Al Bujali telah disampaikan kepada khalifah Ali bin Abi Thalib di Kufah. Ia menjelaskan situasi kota Damaskus yang tengah mengadakan konsolidasi kekuatan untuk menghadapi kemungkinan pahit yang akan terjadi, misalnya perang. Mendengar informasi itu, Ali bin Abi Thalib berkesimpulan bahwa genderang perang tampaknya telah di bunyikan oleh Muawiyah, sehingga konflik fisik antara kedua kekuatan tidak dapat di hindari lagi. Tidak ada pilihan lain bagi khalifah Ali bin Abi Thalib dalam menyelesaikan kasus tersebut, kecuali dengan memerangi para pembangkang yang di prakasai Muawiyah bin Abi Sufyan. Dengan persiapan sekitar 90.000 orang pasukan, khalifah Ali bin Abi Thalib pergi menuju syiria untuk memetangi Muawiyah. Tampaknya Muawiyah pun tidak kalah sigap. Ia telah mempersiapkan sekitar 85.000 orang pasukan untuk menghadang kekuatan khalifah Ali. Di lembah Eufrat ( Shiffin). Pertempuran berlangsung sangat sengit, karena kedua pasukan mencoba mengerahkan kekuatan masing-masing untuk mengalahkan lawan tempurnya. Pada hari pertama jalanya pertempuran , kedua pasukan saling mengintai kelemahan masing-masing. Namun pada hari ke dua, tampaknya pasukan Muawiyah mulai terdesak, dan ada tanda-tanda kekalahan berada di pihaknya. Menghadapi situasi kritis ini, Amr bin Al-Ash, tokoh politik yang di kenal licik, melakukan tipu muslihat. Di tengah berkecamuk peperangan, Amr bin Al-Ash pada 28 juli 657M mengusulkan agar Al Quran diletakan di ujung tombak, sebagai isyarat penghentian perang. Sementara itu Muawiyah Muawiyah, mengatakan bahwa Al Quran ini akan menjadi hakim yang akan menyelesaikan persoalan ini. Mengetahui hal itu, sebagian tentara khalifah Ali bi Abi Thalib

menghentikan pertempuran. Perbuatan itu tentu saja mengecewakan khalifah dan sebagian tentaranya yang mengetahui bahwa Al Quran itu hanya tipu daya saja. Padahal kemenangan telah menghampiri khalifah. Untuk itu, Ali bin Abi Thalib mengajak kembali pasukanya agar meneruskan pertempuran, karena apa yang di lakukan Amr bin Al-Ash dan pasukannya hanya merupakan tipuan agar pasukan Ali bin Abi Thalib terpecah belah. Upaya khalifah Ali bin Abi Thalib untuk tidak terpengaruh apa yang disampaikan oleh kelompok Muawiyah gagal, bahkan sebagaian pasukan khalifah Ali menuntut agar perang di hentikan dan di selesaikan dengan cara damai melalui satu proses yang kemudian di kenal dengan sebutan Tahkim atau Arbitrase. Karena itu, pertempuran di hentikan untu membicarakan cara terbaik dalam menyelesaikan krisis politik militer yang tengah terjadi. Jeda waktu ini di manfaatkan oleh kedua belah pihak untuk memberi keselamatan kepada masyarakat muslim mengenai langkah-langkah terbaik yang akan di ambil dalam mengatasi persoalan ini. Tekanan telah datang dari berbagai ragam, termasuk dari sebagaian pasukan Ali sendiri yang setuju perang dihentikan. sehingga tidak ada pilihan lain bagi khalifah Ali bin Abi Thalib kecuali menuruti keinginan orang banyak. Oleh karena itu, kedua belah pihak merundingkan utusan masing-masing. Dari pihak khalifah, pada awalnya Abdullah bin Abbas yang di tunjuk, tapi di tolak oleh pengikut Ali karenaia di anggap lemah dalam berdiplomasi melawan utusan Muawiyah. Kemudian atas kesepakatan bersama antara para sahabat dengan khalifah Ali, akhirnya posisi itu di tempati oleh Abu Musa Al-Asyari yang di tunjuk menjadi delegasi. Awalnya khalifah Ali kurang setuju atas terpilihnya Abu Musa Al-Asyari sebagai utusan perundingan, karena ia tahu bahwa ia bukan termasuk ke dalam kategori politisi dan militer yang memiliki kemampuan kuat untuk adu berdiplomasi. Abu Musa di kenal sebagai salah seorang sahabat besar yang tingkat keimanan dan ketaqwaanya tidak dapat di ragukan. Muawiyah bin Abi Sufyan menunjuk Amr bin Al-Ash sebagai utusan. Alasan pilihan itu jatuh kepada Amr karena ia di anggap orang yang memiliki kemampuan diplomatis yang sangat kuat dan mempunyai keahlian dalam bidang strategi politik diplomasi, sehingga di percaya oleh Muawiyah untuk menjadi utusan dalam perundingan tersebut. Untuk kelancaran jalan perundingan, maka masing-masing utusan, baik dari pihak khalifah Ali bin Abi Thalib maupuin pihak Muawiyah bin Abi Sufyan, mengirim utusan lain sebagai saksi.

Tempat yang disepakati oleh kedua pihak untuk menjadi tempat pertemuan adalah; Daumatul Jandal (sekarang al-Jawf), sebelah selatan Syiria pada 657 M/38 H. ditempat inilah, kedua belah pihak sependapat bahwa pangkal persoalan yang kini tengah melanda umat Islam terletak pada kedua pemimpin itu, yakni Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Oleh karena itu, cara yang terbaik adalah menurunkan keduanya dari jabatan masing-masing dan membentuk lembaga syura untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin Umat Islam. Dengan lembaga itu, diharapkan masyarakat mampu menentukan siapa pemimpin mereka. Karena itu, ketika mulai melaksanakan Tahkim/ arbitrasi, da kesepakatan di antara kedua utusan itu, yakni baik Ali bin Abi Thalib mau pun Muawiyah diminta untuk meletakkan jabatan masing-masing dan melepaskan klaim bahwa masing-masing sebagai pemimpin yang sah. Namun khalifah Ali bin Abi Thalib menolak hasil dari musyawarah tersebut karena diangkat merugikan Ali dan menguntungkan kelompok Muawiyah. Sebab dari kesepakatan tersebut memutuskan hendaknya dari kedua kelompok, yaitu kelompok Ali dan kelompok Muawiyah hendaknya masing-masing meletakkan jabatannya. Berawal darisinilah maka kelompok Ali terpecah menjadi dua. Kelompok pertama menyatakan keluar, yang disebut dengan khawarij. Sedang kelompok satunya menyatakan akan mendukung Ali sampai kapanpun dan kelompok ini disebut dengan Syiatu Ali (syiah. Kelopok Khawarij menyatakan diri tidak mendukung kelopok manapn. Meskipn demikian secara politis munculna kelompok khawarij telah menguntungkan kelompok Muawiyah. Sebab secara otomatis dengan munculnya lelompok khawarij telah mengurangi jumlah pendukung khalifah Ali bin Abi thalib. Kelompok khawarij selalu berusaha untuk mencari sebab tidak selesainya konflik internal pada kaum Muslimin ini. Mereka menganggab bahwa sebab utama adalah dari ketiga orang, yaitu Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sofyan dan Amr bin Al-Asr. Oleh karena itu dari ketiganya harus dibunuh. Kelopok khawarij kemudian menugaskan Abdur Rahman bin Muljam untuk membunuh Ali bin Abi Thali, Amr bin Bakr bertugas membunuh Ar bi Al-Asr dan Al-Hajjaj bin Abdillah At-Tamimi bertugas membunuh Muawiyah. Dari ketiga yang ditugaskan oleh kelompok khawarij tersebut hanya Abdur Rahman bin Muljam

untuk membunuh Ali bin Abi Thalib yang berhasil sedangkan yang lainnya gagal. Ali bin Abi Thalib dibunuh ketika ketika sedang melaksanakan shalat shubuh pada tanggal 24 Januari 661/ 15 Ramadhan 40 H. Terbunuhnya khalifah Ali ini berarti telah menambah catatan negatif bagi sejarah Islam. Ali terbunuh bukan oleh kaum kafir, melainkan oleh mantan pengikut setianya yang tidak setuju dari hasil tahkim. B. Zaman Keemasan Semasa Zaman Keemasan Islam (750 - 1250: zaman Kerajaan Abbasiyah; para ahli falsafah dan ahli sains, serta jurutera-jurutera dari dunia Islam banyak menyumbang kepada teknologi. Mereka melakukan ini dengan dua cara, iaitu dengan mengekalkan tradisi-tradisi yang awal, serta dengan menambahkan rekaan-rekaan dan pembaharuan-pembaharuan mereka sendiri. Pencapaianpencapaian saintifik dan intelektual mekar pada zaman keemasan itu. Kerajaan Islam mewarisi "pengetahuan dan kemahiran Timur Tengah kuno, Yunani, Parsi dan India. Mereka menambah pembaharuan penting dari luar, contohnya seperti penomboran kedudukan dari India," tulis Bernard Lewis dalam bukunya What Went Wrong? (Apakah Silapnya?).

Satu lagi pembaharuan ialah kertas - asalnya rahsia yang dijaga ketat orang Cina. Seni pembuatan kertas diperolehi daripada dua tawanan di Pertempuran Talas (751), hingga kilang kertas dapat dibina di Samarkand dan Baghdad. Orang Arab memperbaiki teknik orang Cina dengan menggunakan kain linen berbanding kulit pokok mulberi. Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang nonArab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh orang Mamluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan. Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang menyatukan dunia Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah yang mengaku bahwa anak perempuannya adalah keturunan Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah Afrika Utara. Pada awalnya ia hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah

kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun 1031. Bani Abbasiyyah merupakan keturunan dari Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652) yang juga merupakan paman dari Nabi Muhammad, oleh karena itu mereka termasuk ke dalam Bani Hasyim. Sedangkan Bani Umayyah yang merupakan salah satu kabilah dalam Quraisy, bukan termasuk yang seketurunan dengan Nabi. Muhammad bin Ali, Abbas_bin_Abdul-Muththalib" Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani_Hasyim" Bani Hasyim di Iran" Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar_bin_Abdul_Aziz" Umar bin Abdul Aziz. Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan_II" Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750" 750, Abu_al-Abbas_al-Saffah" Abu al-Abbas al-Saffah menang melawan pasukan Bani_Umayyah" Bani Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah. Pada masa kekhalifahan ini dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya-karya di bidang pengetahuan, sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia, dan Hindustan. Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak diantara mereka bukan Islam dan bukan Arab Muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan Hindu, dan ilmu zaman pra-Islam kepada masyarakat Kristen Eropa. Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang ahli filsafat Yunani yaitu Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan ilmu geografi, matematik, dan astronomi seperti Euclid dan Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sebagainya. Zaman ini juga menyaksikan lahir ilmuwan Islam terkenal seperti Ibnu Sina, Al-Kindi, al-Farabi dan sebagainya.

Tokoh-tokoh pada masa khalifah Bani Abbasyiah Harun Al rasyid Harun Ar-Rasyid lahir di Rayy pada tahun 766 dan wafat pada tanggal 24 Maret 809, di Thus,

Khurasan. Harun Ar-Rasyid adalah kalifah kelima dari kekalifahan Abbasiyah dan memerintah antara tahun 786 hingga 803. Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang ketiga dan kakaknya, Musa Al-Hadi adalah kalifah yang ketiga.Ibunya Jurasyiyah dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman. Meski berasal dari dinasti Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid dikenal dekat dengan keluarga Barmaki dari Persia (Iran). Di masa mudanya, Harun banyak belajar dari Yahya ibn Khalid Al-Barmak. Era pemerintahan Harun, yang dilanjutkan oleh Ma'mun Ar-Rasyid, dikenal sebagai masa keemasan Islam (The Golden Age of Islam), di mana saat itu Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia. Di masa pemerintahannya beliau :

Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat. Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan megah. Membangun tempat-tempat peribadatan. Membangun sarana pendidikan, kesehatan, dan perdagangan. Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian. Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, mesjid-mesjid, dan istana.

Al-Zahrawi (936-1013 M.) Di era keemasannya, peradaban Islam memiliki seorang dokter bedah yang paling top. Kontri businya sungguh sangat besar bagi pengembangan ilmu bedah. Selain melahirkan prosedur dan metode ilmu bedah modern, dia juga menciptakan beragam alat dan teknologi yang digunakan untuk bedah. Tak heran bila dunia pun mendapuknya sebagai Bapak Ilmu Bedah Modern. Peletak dasar-dasar ilmu bedah modern itu bernama Al-Zahrawi (936 M -1013 M). Orang Barat mengenalnya sebagai Abulcasis. Al-Zahrawi adalah seorang dokter bedah yang amat fenomenal. Karya dan hasil pemikirannya banyak diadopsi para dokter di dunia Barat. Prinsipprinsip ilmu kedokteran yang diajarkan Al- Zahrawi menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa, Kisah masa kecilnya tak banyak terungkap. Sebab, tanah kelahirannya Al- Zahra dijarah dan dihancurkan. Sosok dan kiprah Al-Zahrawi baru terungkap ke permukaan, setelah ilmuwan Andalusia Abu Muhammad bin Hazm (993 M - 1064 M) menempatkannya sebagai salah seorang

dokter bedah terkemuka di Spanyol. Sejarah hidup alias biografinya baru muncul dalam AlHumaydis Jadhwat al- Muqtabis yang baru rampung setelah enam dasawarsa kematiannya. Al-Zahrawi mendedikasikan separuh abad masa hidupnya untuk praktik dan mengajarkan ilmu kedokteran. Sebagai seorang dokter termasyhur, Al-Zahrawi pun diangkat menjadi dokter Istana pada era Kekhalifahan Al-Hakam II di Andaluasia. Berbeda dengan ilmuwan Muslim kebanyakan, Al-Zahrawi tak terlalu banyak melakukan perjalanan. Ia lebih banyak mendedikasikan hidupnya untuk merawat korban kecelakaan serta korban perang. Para dokter di zamannya mengakui bahwa Al-Zahrawi adalah seorang dokter yang jenius terutama di bidang bedah. Jasanya dalam mengembangkan ilmu kedokteran sungguh sangat besar. AlZahrawi meninggalkan sebuah harta karun yang tak ternilai harganya bagi ilmu kedokteran yakni berupa Kitab Al-Tasrif li man ajaz an-il-taliI sebuah ensiklopedia kedokteran. Kitab yang dijadikan sekolah kedokteran di Eropa itu terdiri dari 30 volume. Dalam kitab yang diwariskannya bagi peradaban dunia itu, Al-Zahrawi secara rinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum. Ia juga mengupas tentang kosmetika. Al-Zahrawi pun ternyata begitu berjasa dalam bidang kosmetika. Sederet produk kosmetika seperti deodoran, hand lotion, pewarna rambut yang berkembang hingga kini merupakan hasil karya Al-Zahrawi. Popularitas Al-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar hingga ke seantero Eropa. Tak heran, bila kemudian pasien dan anak muda yang ingin belajar ilmu kedokteran dari Abulcasis berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Menurut Will Durant, pada masa itu Cordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yang ingin menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki tak kurang 50 rumah sakit yang menawarkan pelayanan yang prima Sebagai seorang guru ilmu kedokteran, Al-Zahrawi begitu mencintai murid-muridnya. Dalam AlTasrif, dia mengungkapkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan siswanya. Al-Zahrawi pun mengingatkan kepada para muridnya tentang pentingnya membangun hubungan yang baik dengan pasien. Menurut Al-Zahrawi, seorang dokter yang baik haruslah melayani pasiennya sebaik mungkin tanpa membedakan status sosialnya. Dalam menjalankan praktik kedokterannya, Al-Zahrawi menankan pentingnya observasi tertutup

dalam kasus-kasus individual. Hal itu dilakukan untuk tercapai - nya diagnosis yang akurat serta kemung - kin an pelayanan yang terbaik. Al-Zahrawi pun selalu mengingatkan agar para dokter untuk berpegang pada norma dan kode etik kedokteran, yakni tak menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan materi. Menurut Al-Zahrawi profesi dokter bedah tak bisa dilakukan sembarang orang. Pada masa itu, dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan operasi bedah kepada dokter atau dukun yang mengaku-ngaku memiliki keahlian operasi bedah. Hanya dokter yang memiliki keahlian dan bersertifikat saja yang boleh melakukan operasi bedah. Mungkin karena itulah di era modern ini muncul istilah dokter spesialis bedah (surgeon). Kehebatan dan profesionalitas Al- Zahrawi sebagai seorang ahli bedah diakui para dokter di Eropa. Tak diragukan lagi, Al-Zahrawi adalah kepala dari seluruh ahli bedah, ucap Pietro Argallata. Kitab Al- Tasrif yang ditulisnya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard of Cremona pada abad ke-12 M. Kitab itu juga dilengkapi dengan ilustrasi. Kitab itu menjadi rujukan dan buku resmi sekolah kedokteran dan para dokter sera ahli bedah Eropa selama lima abad lamanya pada periode abad pertengahan. Sosok dan pemikiran Al-Zahrawi begitu dikagumi para dokter serta mahasiswa kedokteran di Eropa. Pada abad ke-14 M, seorang ahli bedah Prancis bernama Guy de Chauliac mengutip Al-Tasrif hampir lebih dari 200 kali. Kitab Al-Tasrif terus menjadi pegangan para dokter di Eropa hingga terciptanya era Renaissance. Hingga abad ke- 16 M, ahli bedah berkebangsaan Prancis , Jaques Delechamps (1513 M 1588 M) masih menjadikan Al-Tasrif sebagai rujukan. Al-Zahrawi tutup usia di kota Cordoba pada tahun 1013 M - dua tahun setelah tanah kelahirannya dijarah dan dihancurkan. Meski Corboba kini bukan lagi menjadi kota bagi umat Islam, namun namanya masih diabadikan menjadi nama jalan kehormatan yakni Calle Albucasis. Di jalan itu terdapat rumah nomor 6 yakni rumah tempat Al-Zahrawi tinggal. Kini rumah itu menjadi cagar budaya yang dilindungi Badan Kepariwisataan Spanyol.heri ruslan.

Al-Khowarizmi (780 - 850 M), Muhammad bin Musa al-Khawarizmi adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi yang berasal dari Persia. Lahir sekitar tahun 780 di Khwarizm (sekarang Khiva, Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850. Hampir sepanjang hidupnya, ia bekerja sebagai dosen di Sekolah

Kehormatan di Baghdad Buku pertamanya, al-Jabar, adalah buku pertama yang membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Sehingga ia disebut sebagai Bapak Aljabar. Translasi bahasa Latin dari Aritmatika beliau, yang memperkenalkan angka India, kemudian diperkenalkan sebagai Sistem Penomoran Posisi Desimal di dunia Barat pada abad ke 12. Beliau merevisi dan menyesuaikan Geografi Ptolemeus sebaik mengerjakan tulisan-tulisan tentang astronomi dan astrologi. Kontribusi beliau tak hanya berdampak besar pada matematika, tapi juga dalam kebahasaan. Kata Aljabar berasal dari kata al-Jabr, satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau. Kata logarisme dan logaritma diambil dari kata Algorismi, Latinisasi dari nama beliau. Nama beliau juga di serap dalam bahasa Spanyol Guarismo dan dalam bahasa Portugis, Algarismo yang berarti digit. Riwayat Hidup Sedikit yang dapat diketahui dari hidup beliau, bahkan lokasi tempat lahirnya sekailpun. Nama beliau mungkin berasal dari Khwarizm (Khiva) yang berada di Provinsi Khurasan pada masa kekuasaan Bani Abbasiyah (sekarang Xorazm, salah satu provinsi Uzbekistan). Gelar beliau adalah Abu ‘Abd Allah atau Abu Ja’far. Sejarawan al-Tabari menamakan beliau Muhammad bin Musa al-Khwarizmi al-Majousi al-Katarbali. Sebutan al- Qutrubbulli mengindikasikan beliau berasal dari Qutrubbull, kota kecil dekat Baghdad. Tentang agama al-KhawArizmI', Toomer menulis: Sebutan lain untuk beliau diberikan oleh al-Tabari, "al-Majusi," dapat dilihat mengindikasikan ia adalah pengikut Zoroaster.Ini mungkin terjadi pada orang yang berasal dari Iran. Tetapi, kemudian buku Al-Jabar beliau menunujukkan beliau adalah seorang Muslim Ortodok,jadi sebutan Al-Tabari ditujukan pada saat ia muda, ia beragama Majusi. Dalam Kitab al-Fihrist Ibnu al-Nadim, kita temukan sejarah singkat beliau, bersama dengan karyakarya tulis beliau. Al- Khawarizmi menekuni hampir seluruh pekerjaannya antara 813-833. setelah Islam masuk ke Persia, Baghdad menjadi pusat ilmu dan perdagangan, dan banyak pedagang dan ilmuwan dari China dan India berkelana ke kota ini, yang juga dilakukan beliau. Dia bekerja di Baghdad pada Sekolah Kehormatan yang didirikan oleh Khalifah Bani Abbasiyah Al- Ma'mun, tempat ia belajar ilmu alam dan matematika, termasuk mempelajari terjemahan manuskrip Sanskerta dan Yunani. Karya-Karya Besar Al-Khawarizmi Karya terbesar beliau dalam matematika, astronomi, astrologi, geografi, kartografi, sebagai fondasi dan kemudian lebih inovatif dalam aljabar, trigonometri, dan pada bidang lain yang beliau tekuni. Pendekatan logika dan sistematis beliau dalam penyelesaian linear dan notasi kuadrat memberikan keakuratan dalam disiplin aljabar, nama yang diambil dari nama salah satu buku beliau pada tahun 830 M, al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa'l-muqabala atau: "Buku Rangkuman untuk Kalkulasi dengan Melengkapakan dan Menyeimbangkan”, buku pertama beliau yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12.

Pada buku beliau, Kalkulasi dengan angka Hindu, yang ditulis tahun 825, memprinsipkan kemampuan difusi angaka India ke dalam perangkaan timur tengah dan kemudian Eropa. Buku beliau diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Algoritmi de numero Indorum, menunjukkan kata algoritmi menjadi bahasa Latin. Beberapa kontribusi beliau berdasar pada Astronomi Persia dan Babilonia, angka India, dan sumbersumber Yunani. Sistemasi dan koreksi beliau terhadap data Ptolemeus pada geografi adalah sebuah penghargaan untuk Afrika dan Timur –Tengah. Buku besar beliau yang lain, Kitab surat al-ard ("Pemandangan Bumi";di terjemahkan oleh Geography), yang memperlihatkan koordinat dan lokalisasi yang diketahui dasar dunia, dengan berani mengevaluasi nilai panjang dari Laut Mediterania dan lokasi kota-kota di Asia dan Afrika yang sebelumnya diberikan oleh Ptolemeus. Ia kemudian mengepalai konstruksi peta dunia untuk Khalifah Al-Ma’mun dan berpartisipasi dalam proyek menentukan tata letak di Bumi, bersama dengan 70 ahli geografi lain untuk membuat peta yang kemudian disebut “ketahuilah dunia”. Ketika hasil kerjanya dikopi dan di transfer ke Eropa dan Bahasa Latin, menimbulkan dampak yang hebat pada kemajuan matematika dasar di Eropa. Beliau juga menulis tentang astrolab dan sundial. Buku I Aljabar al-Kitab al-mukhtasar fi Hisab al-jabr wa-l-muqabala Buku Rangkuman Kalkulasi dengan Melengkapkan dan Menyeimbangkan) adalah buku matematika yang ditulis tahun 830. Buku tersebut merangkum definisi aljabar. Buku ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin berjudul Liber algebrae et almucabala oleh Robert of Chester (Segovia, 1145) dan juga oleh Gerard of Cremona. Metode beliau dalam menyelesaikan linear dan notasi kuadrat dilakukan dengan meredusi notasi ke dalam 6 bentuk standar (dimana b dan c adalah angka positif) * Angka ekual kuadrat (ax2 = c) * Angka ekual akar (bx = c) * Kuadrat dan akar ekual (ax2 + bx = c) * Kuadrat dan angka akar ekual (ax2 + c = bx) * Akar dan angka kuadrat ekual (bx + c = ax2) * Kuadrat ekual akar (ax2 = bx) Dengan membagi koefisien dari kuadrat dan menggunakan dua operasi aljabar (Arab: penyimpanan ataumelengkapkan) dan al-muqabala (menyeimbangkan). Aljabar adalah proses memindahkan unit negatif, akar dan kuadratdari notasi dengan menggunakan nilai yang sama di kedua sisi. Contohnya, x2 = 40x - 4x2 disederhanakan menjadi 5x2= 40x. Al-muqabala adalah proses memberikan kuantitas dari

tipe yang sama ke sisi notasi. Contohnya, x2 + 14 = x + 5disederhanakan ke x2 + 9 = x. Beberapa pengarang telah menerbitkan tulisan dengan nama Kitab al-gabr wa-l-muqabala, termasuk Abu Hanifa al-Dinawari, Abu Kamil (Rasala fi al-gabr wa-al-muqabala), Abu Muhammad al‘Adli, Abu Yusuf al-Missisi, Ibnu Turk,Sind bin ‘Ali, Sahl bin Bišr, dan Šarafaddin al-Tussi. Buku 2 - Dixit algorizmi Buku kedua besar beliau adalah tentang aritmatika, yang bertahan dalam Bahasa Latin, tapi hilang dari Bahasa Arab yang aslinya. Translasi dilakukan pada abad ke-12 oleh Adelard of Bath, yang juga menerjemahkan tabel astronomi pada1126. pda manuskrip Latin,biasanya tak bernama,tetapi umumnya dimulai dengan kata: Dixit algorizmi ("Seperti kata al-Khawarizmi"), atau Algoritmi de numero Indorum ("al-Kahwarizmi pada angka kesenian Hindu"), sebuah nama baru diberikan pada hasil kerja beliau oleh Baldassarre Boncompagni pada 1857. Kitab aslinya mungkin bernama Kitab alJam’a wa-l-tafriq bi-Hisab al-Hind ("Buku Penjumlahan dan Pengurangan berdasarkan Kalkulasi Hindu")Buku 3 - Rekonstruksi Planetarium Peta abad ke-15 berdasarkan Ptolemeus sebagai perbandingan. Buku 3 beliau yang terkenal adalah Kitab Surat al-Ard (Bhs.Arab: "Buku Pemandangan Dunia" atau "Kenampakan Bumi" diterjemahkan oleh Geography), yang selesai pada 833 adalah revisi dan penyempurnaan Geografi Ptolemeus, terdiri dari daftar 2402 koordinat dari kota-kota dan tempat geografis lainnya mengikuti perkembangan umum. Hanya ada satu kopi dari Kitab Surat al-Ard, yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Strasbourg. Terjemahan Latinnya tersimpan di Biblioteca Nacional de Espaa di Madrid. Judul lengkap buku beliau adalah Buku Pendekatan Tentang Dunia, dengan Kota-Kota, Gunung, Laut, Semua Pulau dan Sungai, ditulis oleh Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi berdasarkan pendalaman geografis yamg ditulis oleh Ptolemeus dan Claudius. Buku ini dimulai dengan daftar bujur dan lintang, termasuk “Zona Cuaca”, yang menulis pengaruh lintang dan bujur terhadap cuaca. Oleh Paul Gallez, dikatakan bahwa ini sanagat bermanfaat untuk menentukan posisi kita dalam kondisi yang buruk untuk membuat pendekatan praktis. Baik dalam salinan Arab maupun Latin, tak ada yang tertinggal dari buku ini. Oleh karena itu, Hubert Daunicht merekonstruksi kembali peta tersebut dari daftar koordinat. Ia berusaha mencari pendekatan yang mirip dengan peta tersebut.

Buku 4 - Astronomi Kampus Corpus Christi MS 283 Buku Zij al-sindhind ("tabel astronomi”) adalah karya yang terdiri dari 37 simbol pada kalkulasi kalender astronomi dan 116 tabel dengan kalenderial, astronomial dan data astrologial sebaik data yang diakui sekarang. Versi aslinya dalam Bahasa Arab (ditulis 820) hilang, tapi versi lain oleh astronomer Spanyol Maslama al-Majriti (1000) tetap bertahan dalam bahasa Latin, yang diterjemahkan oleh Adelard of Bath (26 Januari 1126). Empat manuskrip lainnya dalam bahasa Latin tetap ada di Bibliothque publique (Chartres), the Bibliothque Mazarine (Paris), the Bibliotheca Nacional (Madrid) dan the Bodleian Library (Oxford). Buku 5 - Kalender Yahudi Al-Khawarizmi juga menulis tentang Penanggalan Yahudi (Risala fi istikhraj ta'rikh al-yahud "Petunjuk Penanggalan Yahudi"). Yang menerangkan 19-tahun siklus interkalasi, hukum yang mengatur pada hari apa dari suatu minggu bulan Tishri dimulai; memperhitungkan interval antara Era Yahudi(penciptaan Adam) dan era Seleucid ; dan memberikan hukum tentang bujur matahari dan bulan menggunakan Kalender Yahudi. Sama dengan yang ditemukan oleh al-Biruni dan Maimonides. Karya lainnya Beberapa manuskrip Arab di Berlin, Istanbul, Tashkent, Kairo dan Paris berisi pendekatan material yang berkemungkinan berasal dari al-Khawarizm?. Manuskrip di Istanbul berisi tentang sundial, yang disebut dalam Fihirst. Karya lain, seperti determinasi arah Mekkah adalah salah satu astronomi sferik. Dua karya berisi tentang pagi (Ma’rifat sa’at al-mashriq f? kull balad) dan determinasi azimut dari tinggi (Ma’rifat al-samt min qibal al-irtifa’). Beliau juga menulis 2 buku tentang penggunaan dan perakitan astrolab. Ibnu al-Nadim dalam Kitab al-Fihrist (sebuah indeks dari bahasa Arab) juga menyebutkan Kitab ar-Rukama(t) (buku sundial) dan Kitab al-Tarikh (buku sejarah) tapi 2 yang terakhir disebut telah hilang. Al-Biruni (973 - 1050 M), Dia adalah salah satu ilmuwan terbesar dalam seluruh sejarah manusia. Begitulah AI Sabra menjuluki Al-Biruni ilmuwan Muslim serba bisa dari abad ke-10 M. Bapak Sejarah Sains Barat, George Sarton pun begitu mengagumi kiprah dan pencapaian Al-Biruni dalam beragam disiplin ilmu. Semua pasti sepakat bahwa Al-Biruni adalah salah seorang ilmuwan yang sangat hebat sepanjang zaman, cetus Sarton. Bukan tanpa alasan bila Sarton dan Sabra mendapuknya sebagai seorang ilmuwan yang agung. Sejatinya, Al-Biruni memang seorang saintis yang sangat fenomenal. Sejarah mencatat, Al-Biruni

sebagai sarjana Muslim pertama yang mengkaji dan mempelajari tentang seluk beluk India dan tradisi Brahminical. Dia sangat intens mempelajari bahasa, teks, sejarah, dan kebudayaan India. Kerja keras dan keseriusannya dalam mengkaji dan mengeksplorasi beragam aspek tentang India, AlBiruni pun dinobatkan sebagai Bapak Indologi studi tentang India. Tak cuma itu, ilmuwan dari Khawarizm, Persia itu juga dinobatkan sebagai Bapak Geodesi. Di era keemasan Islam, Al-Biruni ternyata telah meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuan tertua yang berhubungan dengan lingkungan fisik bumi. Selain itu, Al-Biruni juga dinobatkan sebagai antropolog pertama di seantero jagad. Sebagai ilmuwan yang menguasai beragam ilmu, Al-Biruni juga menjadi pelopor dalam berbagai metode pengembangan sains. Sejarah sains mencatat, ilmuwan yang hidup di era kekuasaan Dinasti Samanid itu merupakan salah satu pelopor merote saintifik eksperimental. Dialah ilmuwan yang bertanggung jawab untuk memperkenalkan metode eksperimental dalam ilmu mekanik. Al-Biruni juga tercatat sebagai seorang perintis psikologi eksperimental. Dia juga merupakan saintis pertama yang mengelaborasi eksperimen yang berhubungan dengan fenomena astronomi. Sumbangan yang dicurahkannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan sungguh tak ternilai. Al-Biruni pun tak hanya menguasai beragam ilmu seperti; fisika, antropologi, psikologi, kimia, astrologi, sejarah, geografi, geodesi, matematika, farmasi, kedokteran, serta filsafat. Dia juga turun memberikan kontrbusi yang begitu besar bagi setiap ilmu yang dikuasainya itu. Dia juga mengamalkan ilmu yang dikuasainya dengan menjadi seorang guru yang sangat dikagumi para muridnya. Ilmuwan kondang itu bernama lengkap Abu Rayhan Muhammed Ibnu Ahmad Al-Biruni. Dia terlahir menjelang terbit fajar pada 4 September 973 M di kota Kath - sekarang adalah kota Khiva - di sekitar wilayah aliran Sungai Oxus, Khwarizm (Uzbekistan). Sejarah masa kecilnya tak terlalu banyak diketahui. Dalam biografinya, Al-Biruni mengaku sama sekali tak mengenal ayahnya, hanya sedikit mengenal tentang kakeknya. Selain menguasai beragam ilmu pengetahuan, Al-Biruni juga fasih sederet bahasa seperti Arab, Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi, dan Suriah. Al-Biruni muda menimba ilmu matematika dan Astronomi dari Abu Nasir Mansur. Menginjak usia yang ke-20 tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya di bidang sains. Dia juga kerap bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina - ilmuwan besar Muslim lainnya yang begitu berpengaruh di Eropa. Al-Biruni tumbuh dewasa dalam situasi politik yang kurang menentu. Ketika berusia 20 tahun, Dinasti Khwarizmi digulingkan oleh Emir Mamun Ibnu Muhammad, dari Gurganj. Saat itu, Al-Biruni

meminta perlindungan dan mengungsi di Istana Sultan Nuh Ibnu Mansur. Pada tahun 998 M, Sultan dan Al-Biruni pergi ke Gurgan di Laut Kaspia. Dia tinggal di wilayah itu selama beberapa tahun. Selama tinggal di Gurgan, Al-Biruni telah menyelesaikan salah satu karyanya yakni menulis buku berjudul The Chronology of Ancient Nations. Sekitar 11 tahun kemudian, Al-Biruni kembali ke Khwarizmi. Sekembalinya dari Gurgan dia menduduki jabatan yang terhormat sebagai penasehat sekaligus pejabat istana bagi penggati Emir Mamun. Pada tahun 1017 M, situasi politik kembali bergolak menyusul kematian anak kedua Emir Mamun akibat pemberontakan. Khwarizmi pun diinvasi oleh Mahmud Ghazna pada tahun 1017 M. Mahmud lalu membawa para pejabat Istana Khwarizmi untuk memperkuat kerjaannya yang bermarkas di Ghazna, Afghanistan. ALBiruni merupakan salah seorang ilmuwan dan pejabat istana yang ikut diboyong. Selain itu, ilmuwan lainnya yang dibawa Mahmud ke Ghazna adalah matematikus, Ibnu Iraq, dan seorang dokter, Ibnu Khammar. Untuk meningkatkan prestise istana yang dipimpinnya, Mahmud sengaja menarik para sarjana dan ilmuwan ke Istana Ghazna. Mahmud pun melakukan beragam cara untuk mendatangkan para ilmuwan ke wilayah kekuasaannya. Ibnu Sina juga sempat menerima undangan bernada ancaman dari Mahmud agar datang dan mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya di istana Ghazna. Meski Mahmud terkesan memaksa, namun Al-Biruni menikmati keberadaannya di Ghazna. Di istana itu, dia dihormati dan dengan leluasa bisa mengembangkan pengetahuan yang dikuasainya. Salah satu tugas Al-Biruni adalah menjadi astrolog isatana bagi Mahmud dan penggantinya. Pada tahun 1017 M hingga 1030 M, Al-Biruni mendapat kesempatan untuk melancong ke India. Selama 13 tahun, sang ilmuwan Muslim itu mengkaji tentang seluk beluk India hingga melahirkan apa yang disebut indologi atau studi tentang India. Di negeri Hindustan itu, Al-Biruni mengumpulkan beragam bahan bagi penelitian monumental yang dilakukannya. Dia mengorek dan menghimpun sejarah, kebiasaan, keyakian atau kepecayaan yang dianut masyarakat di sub-benua India. Selama hidupnya, dia juga menghasilkan karya besar dalam bidang astronomi lewat Masudic Canon yang didedikasikan kepada putera Mahmud bernama Masud. Atas karyanya itu, Masud menghadiahkan seekor gajah yang bermuatan penuh dengan perak. Namun, Al-Biruni mengembalikan hadiah yang diterimanya itu ke kas negara. Sebagai bentuk penghargaan, Masud juga menjamin Al-Biruni dengan uang pensiun yang bisa membuatnya tenang beristirahat serta terus mengembangkan ilmu pengetahuan. Dia juga berhasil menulis buku astrologi berjudul The Elements of Astrology. Selain itu, sang ilmuwan itu pun menulis

sederet karya dalam bidang kedokteran, geografi, serta fisika. Al-Biruni wafat di usia 75 tahun tepatnya pada 13 Desember 1048 M di kota Ghazna. Untuk tetap mengenang jasanya, para astronom mengabadikan nama Al-Biruni di kawah bulan. Sumbangan Sang Ilmuwan Astronomi Dia telah menulis risalah tentang astrolabe serta memformulasi tabel astronomi untuk Sultan Masud,papar Will Durant tentang kontribusi Al-Biruni dalam bidang astronomi. Selain itu, Al-Biruni juga telah berjasa menuliskan risalah tentang planisphere dan armillary sphere. Al-Biruni juga menegaskan bahwa bumi itu itu berbentuk bulat. Al-Biruni tercatat sebagai astronom yang melakukan percobaan yang berhubungan dengan penomena astronomi. Dia menduga bahwa Galaksi Milky Way (Bima Sakti) sebagai kupulan sejumlah bintang. Pada 1031 M, dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat panjang berjudul Kitab AlQanun Al Masudi. Astrologi Dia merupakan ilmuwan yang pertama kali membedakan istilah astronomi dengan astrologi. Hal itu dilakukannya pada abad ke-11 M. Dia juga menghasilkan beberapa karya yang penting dalam bidang astrologi. Ilmu Bumi Al-Biruni juga menghasilkan sejumlah sumbangan bagi pengembangan Ilmu Bumi. Atas perannya itulah dia dinobatkan sebagai Bapak Geodesi. Dia juga memberi kontribusi signifikan dalam kartografi, geografi, geologi, serta mineralogi. Kartografi Kartografi adalah ilmu tentang membuat peta atau globe. Pada usia 22 tahun, Al-Biruni telah menulis karya penting dalam kartografi, yakni sebuah studi tentang proyeksi pembuatan peta. Geodesi dan Geografi Pada usia 17 tahun, Al-Biruni sudah mampu menghitung garis lintang Kath Khawarzmi dengan menggunakan ketinggian matahari. Kontribusi penting dalam geodesi dan geografi telah dibuat disumbangkan Al-Biruni. Dia telah memperkenalkan teknik mengukur bumi dan jaraknya menggunakan triangulasi, papar John J OConnor dan Edmund F Robertson dalam MacTutor History of Mathematics.

Geologi Al-Biruni juga telah menghasilkan karya dalam bidang geologi. Salah satunya, dia menulis tentang geologi India. Mineralogi Dalam kitabnya berjudul Kitab al-Jawahir atau Book of Precious Stones, Al-Biruni menjelaskan beragam mineral. Dia mengklasifikasi setiap mineral berdasarkan warna, bau, kekerasan, kepadatan, serta beratnya. Metode Sains Al-Biruni juga berperan dalam memperkenalkan metode saintifik dalam setiap bidang yang dipelajarinya. Salah satu contohnya, dalam Kitab al-Jamahir dia tergolong ilmuwan yang sangat eksperimental. Optik Dalam bidang optik, Al-Biruni termasuk ilmuwan yang pertama bersama Ibnu Al-Haitham yang mengkaji dan mempelajari ilmu optik. Dialah yang pertama menemukan bahwa kecepatan cahaya lebih cepat dari kecepatan suara. Antropologi Dalam ilmu sosial, Biruni didapuk sebagai antropolog pertama di dunia. Ia menulis secara detail studi komparatif terkait antropologi manusia, agama, dan budaya di Timur Tengah, Mediterania, serta Asia Selatan. Dia dipuji sejumlah ilmuwan karena telah mengembangkan antropologi Islam. Dia juga mengembangkan metodelogi yang canggih dalam studi antropologi. Psikologi Eksperimental Al Biruni tercatat sebagai pelopor psikologi eksperimental lewat penemuan konsep reaksi waktu. Sejarah Pada usia 27 tahun, dia menulis buku sejarah yang diberi judul Chronology. Sayangnya buku itu kini telah hilang. Dalam kitab yang ditulisnya Kitab fi Tahqiq ma lil-Hind atau Penelitian tentang India, AlBiruni telah membedakan antara menode saintifik dengan metode historis. Indologi Dia adalah ilmuwan pertama yang mengkaji secara khusus tentang India hingga melahirkan indologi atau studi tentang India. Matematika

Dia memberikan sumbangan yang signifikan bagi pengembangan matematika, khususnya dalam bidang teori dan praktik aritmatika, bilangan irasional, teori rasio, geometri dan lainnya

Al-Kindi (801 - 873 M), Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asyath ibn Qais al-Kindi. Tahun kelahiran dan kematian al-Kindi tidak diketahui secara jelas. Yang dapat dipastikan tentang hal ini adalah bahwa ia hidup pada masa kekhalifahan alAmin (809-813), al-Mamun (813-833), al-Mutasim (833-842), al-Wathiq (842-847), dan alMutawakkil (847-861).

Al-Kindi hidup pada masa penerjemahan besar-besaan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab. Dan memang, sejak didirikannya Bayt al-Hikmah oleh al-Mamun, al-Kindi sendiri turut aktif dalam kegiatan penerjemahan ini. Di samping menerjemah, al-Kindi juga memperbaiki terjemahan-terjemahan sebelumnya. Karena keahlian dan keluasan pandangannya, ia diangkat sebagai ahli di istana dan menjadi guru putra Khalifah al-Mutasim, Ahmad. Ia adalah filosof berbangsa Arab dan dipandang sebagai filosof Muslim pertama. Memang, secara etnis, al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut. Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi, di antara sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi. Yang paling utama dari seluruh cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Di sini kita bisa melihat samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras. Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational). Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu)

sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut. Jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan al-Kindi seperti anjing dan babi, sedang bagi mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja. Menurut al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu. Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, al-Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini pula, al-Kindi mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.

Al-Battani (850 - 929 M), Sejak berabad-abad lamanya, astronomi dan matematika begitu lekat dengan umat Islam. Tak heran bila sejumlah ilmuwan di kedua bidang tersebut bermunculan. Salah seorang di antaranya adalah Abu Abdallah Muhammad Ibn Jabir Ibn Sinan Al-Battani. Ia lebih dikenal dengan panggilan Al-Battani atau Albatenius. Al Battani lahir di Battan, Harran, Suriah pada sekitar 858 M. Keluarganya merupakan penganut sekte Sabbian yang melakukan ritual penyembahan terhadap bintang. Namun ia tak mengikuti jejak langkah nenek moyangnya, ia lebih memilih memeluk Islam. Ketertarikannya dengan benda-benda yang ada di langit membuat Al Battani kemudian menekuni astronomi. Secara informal ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya yang juga seorang ilmuwan, Jabir Ibn San'an Al-Battani. Keyakinan ini menguat dengan adanya bukti kemampuan Al Battani membuat dan menggunakan sejumlah perangkat alat astronomi seperti yang dilakukan ayahnya. Beberapa saat kemudian, ia meninggalkan Harran menuju Raqqa yang terletak di tepi Sungai Eufrat, di sana ia melanjutkan pendidikannya. Di kota inilah ia melakukan beragam penelitian hingga ia menemukan berbagai penemuan cemerlangnya. Pada saat itu, Raqqa menjadi terkenal dan mencapai

kemakmuran. Ini disebabkan karena kalifah Harun Al Rashid, khalifah kelima dalam dinasti Abbasiyah, pada 14 September 786 membangun sejumlah istana di kota tersebut. Ini merupakan penghargaan atas sejumlah penemuan yang dihasilkan oleh penelitian yang dilakukan Al Battani. Usai pembangunan sejumlah istana di Raqqa, kota ini menjadi pusat kegiatan baik ilmu pengetahuan maupun perniagaan yang ramai.

Buah pikirnya dalam bidang astronomi yang mendapatkan pengakuan dunia adalah lamanya bumi mengelilingi bumi. Berdasarkan perhitungannya, ia menyatakan bahwa bumi mengelilingi pusat tata surya tersebut dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik. Perhitungannya mendekati dengan perhitungan terakhir yang dianggap lebih akurat. Itulah hasil jerih payahnya selama 42 tahun melakukan penelitian yang diawali pada musa mudanya di Raqqa, Suriah. Ia menemukan bahwa garis bujur terajauh matahari mengalami peningkatan sebesar 16,47 derajat sejak perhitungan yang dilakukan oleh Ptolemy. Ini membuahkan penemuan yang penting mengenai gerak lengkung matahari. Al Battani juga menentukan secara akurat kemiringin ekliptik, panjangnya musim, dan orbit matahari. Ia pun bahkan berhasil menemukan orbit bulan dan planet dan menetapkan teori baru untuk menentukan sebuah kondisi kemungkinan terlihatnya bulan baru. Ini terkait dengan pergantian dari sebuah bulan ke bulan lainnya. Penemuannya mengenai garis lengkung bulan dan matahari, pada 1749 kemudian digunakan oleh Dunthorne untuk menentukan gerak akselerasi bulan. Dalam bidang matematika, Al Battani juga memberikan kontribusi gemilang terutama dalam trigonometri. Laiknya, ilmuwan Muslim lainnya, ia pun menuliskan pengetahuannya di kedua bidang itu ke dalam sejumlah buku. Bukunya tentang astronomi yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dengan judul De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerum et Motibus oleh Plato dari Tivoli. Terjemahan tertua dari karyanya itu masih ada di Vatikan. Terjemahan buku tersebut tak melulu dalam bahasa latin tetapi juga bahasa lainnya. Terjemahan ini keluar pada 1116 sedangkan edisi cetaknya beredar pada 1537 dan pada 1645. Sementara terjemahan karya tersebut ke dalam bahasa Spanyol muncul pada abad ke-13. Pada masa

selanjutnya baik terjemahan karya Al Battani dalam bahasa Latin maupun Spanyol tetap bertahan dan digunakan secara luas. Tak heran bila tulisannya, sangat memberikan pengaruh bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa hingga datangnya masa Pencerahan. Dalam Fihrist, yang dikompilasi Ibn An-Nadim pada 988, karya ini merupakan kumpulan Muslim berpengaruh pada abad ke-10, dinyatakan bahwa Al Battani merupakan ahli astronomi yang memberikan gambaran akurat mengenai bulan dan matahari. Informasi lain yang tertuang dalam Fihrist menyatakan pula bahwa Al Battani melakukan penelitian antara tahun 877 dan 918. Tak hanya itu, di dalamnya juga termuat informasi mengenai akhir hidup sang ilmuwan ini. Fihrist menyatakan bahwa Al Battani meninggal dunia dalam sebuah perjalanan dari Raqqa ke Baghdad. Perjalanan ini dilakukan sebagai bentuk protes karena ia dikenai pajak yang berlebih. Al Battani memang mencapai Baghdad untuk menyampaikan keluhannya kepada pihak pemerintah. Namun kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya ketika dalam perjalanan pulang dari Baghdad ke Raqq Ibn-Sina (973 - 1037 M), Abu Ali al-Husayn ibn Abdullah ibn Sina (980-1037) atau yang secara umum dikenal dengan nama Ibn Sina atau Avicenna (bahasa Latin yang terdistorsi dari bahasa Hebrew Aven Sina) adalah seorang ensiklopedis, filosof, fisiologis, dokter, ahli matematika, astronomer dan sastrawan. Bahkan, di beberapa tempat ia lebih terkenal sebagai sastrawan daripada seorang filosof. Dia adalah ilmuwan dan filosof Muslim yang sangat terkenal dan salah seorang ilmuwan dan filosof terbesar sepanjang masa. Diakui oleh semua orang bahwa pikirannya merepresentasikan puncak filsafat Arab. Dia dipanggil oleh orang Arab dengan sebutan al-Shaykh al-Rais. Dia lahir di Afsanah, Bukhara, Transoxiana (Persia Utara). Dia mengajar kedokteran dan filsafat di Isfahan, kemudian tinggal di Teheran. Dia adalah seorang dokter ternama, di mana mulai abad ke-12 sampai ke-17, bukunya dalam bidang pengobatan, Qanun fi al-Tibb, menjadi rujukan di berbagai universitas Eropa. Ia lebih menekankan pada rasionalitas daripada keyakinan buta. Di sinilah Ibn Sina banyak mendapat serangan dari kalangan Muslim ortodok. Bahkan, ia dituduh ateis. Karena itu, dia lebih dikenal di Barat daripada di Timur. Pengaruhnya di Barat karena buku-bukunya banyak diterjemah ke dalam bahasa Latin.

Dia menjadi sahabat karib raja karena keahliannya dalam masalah pengobatan. Di usia enam belas tahun, ia telah menyembuhkan Sultan Samaniyah, Nuh ibn Mansur, dari penyakit serius yang dideritanya. Dia kemudian diangkat menjadi dokter istana. Dengan posisinya ini, dia memiliki kesempatan untuk mempelajari buku-buku langka di perpustakaan Sultan. Dalam usia dua belas tahun, dia telah banyak meringkas buku-buku filsafat. Bahkan, buku pertama yang ditulisnya dalam masalah psikologi dipersembahkan untuk Sultan, dengan judul Hadiyah al-Rais ila al-Amir. Dia banyak menulis buku dalam berbagai persoalan, mulai filsafat, geometri, aritmatika, bahasa, teologi, sampai musik. Yang paling terkenal di antaranya ialah Kitab al-Shifa yang terdiri dari 18 jilid, al-Najah terdiri dari 10 jilid, al-Hikmah terdiri dari 10 jilid dan Qanun fi al-Tibb yang di dalamnya berisi lebih dari 700 resep dan kegunaannya. Di usia 22 tahun, setelah kematian ayahnya, ia meninggalkan Bukhara menuju Jurjan. Tidak lama kemudian ia meninggalkan Jurjan karena kekacauan politik. Ia pergi ke kota Hamazan, di mana ia berhasil menyembuhkan penyakit Sultan Shams al-Dawlah dari Dinasti Buwaihi. Atas jasanya, Sultan mengangkatnya menjadi perdana menteri di Rayyand. Tapi, kalangan tentara memusuhinya dan menjebloskannya ke dalam penjara. Atas bantuan Sultan, ia dikeluarkan dari penjara. Dia berhasil menyembuhkan penyakit Sultan. Dan sekali lagi, ia diangkat menjadi menteri di Hamadan. Jabatan ini diembannya sampai meninggalnya Sultan. Ketika ia hendak pergi ke Isfahan, ia ditangkap oleh Taj al-Muluk, putra Sultan Shams al-Dawlah, dan dijebloskan ke penjara selama empat bulan. Dia dapat melarikan diri ke Isfahan dengan cara menyamar. Dia meninggal di usia 57 tahun, di mana di akhir hayatnya ia menjadi guru filsafat dan dokter di Isfahan. Ibnu Sina mengembangkan kosep logikanya kurang lebih semodel dengan komentar al-Farabi tentang Organon-nya Aristoteles. Filsafat Logikanya bisa ditemukan dalam kitabnya yang berjudul al-Najat dan dalam beberapa bagian penting karya yang lain yang berjudul al-Isharat. Dalam sebuah monograf ringkas tapi sangat penting yang berisi tentang Klasifikasi Ilmu Pengetahuan, Ibn Sina membagi pengetahuan logika ke dalam sembilan bagian yang berbeda, yang berkaitan dengan delapan buku Aristoteles yang didahului oleh Isagoge-nya Prophyry, salah satu buku yang sangat terkenal di Timur pada abad pertengahan. Bagian pertama, berhubungan dengan Isagoge, adalah filsafat umum tentang bahasa yang berkaitan dengan pembicaraan dan elemen-elemen abstraknya. Kedua, berkaitan dengan ide-ide sederhana dan abstrak, yang dapat diterapkan pada semua hal, dan disebut oleh Aristoteles dengan kategori. Ketiga, berkaitan dengan kombinasi dari ide-ide sederhana tersebut untuk menyusun proposisi yang dinamakan

Aristoteles dengan hermeneutika dan oleh filosof Muslim dengan al-ibarah atau al-tafsir. Keempat, mengkombnsikan proposisi dalam bentuk-bentuk silogisme yang berbeda dan merupakan bahasan pokok First Analytics Aristoteles, yaitu analogi (al-qiyas). Kelima, mendiskusikan berbagai hal yang harus dipenuhi oleh premis-premis yang darinya rangkaian reasoning dijalankan dan ini disebut dengan Second Analytics, yaitu pembuktian (al-burhan). Keenam, mempertimbangkan sifat dan batas-batasan penalaran yang mungkin, yang berkaitan dengan Topic-nya Aristoteles, yaitu perdebatan (al-jadl). Ketujuh, membicarakan kesalahan penalaran logis, intensional atau yang lain, dan ini disebut Sophisticii atau kesalahan-kesalahan (al-maghalit). Kedelapan, menjelaskan seni mempersuasi secara oratorikal dan ini disebut Rhetoric atau pidato (al-khatabah). Kesembilan, menjelaskan seni mengaduk jiwa dan imajinsi pendengar melalui kata-kata. Ia adalah puisi (al-shir) atau Poetics-nya Aristoteles yang dianggap filosof Muslim menjadi bagian dari Organon logisnya. Logika digunakan Ibn Sina dalam pengertian yang luas. Logika silogistik dianggapnya hanya bagian darinya. Sekalipun Ibn Sina memberikan logika posisi yang sangat penting di antara ilmu-ilmu yang lain, dia pada saat yang sama juga mengakui batas-batasnya. Fungsinya, dia jelaskan sangat jelas, bisa juga digunakan untuk hal yang negatif. Tujuan utamanya adalah menyediakan bagi kita beberapa aturan yang akan mengarahkan kita agar tidak jatuh ke dalam kesalahan penalaran. Jadi, logika tidak menemukan kebenaran baru, tapi membantu kita untuk menggunakan kebenaran yang telah kita miliki tersebut dengan baik dan mencegah kita dari dari penggunaan yang salah atas kebenaran tersebut. Penalaran, menurut Ibn Sina, berawal dari terma-terma khusus yang diterima dari luar. Ini merupakan data awal pengalaman atau prinsip-prnsip pertama pemahaman. Rangkaian deduksi dihasilkan dari pengetahuan, diturunkan dari pengetahuan yang mendahului, dan ini bukan tidak terbatas. Ia harus memiliki starting point yang menjadi pondasi dari keseluruhan struktur logika. Starting point ini tidak didirikan di dalam logika itu sendiri, tapi di luarnya. Ini secara jelas mengindikasikan bahwa logika seperti itu semata-mata sistem formal, tidak terkait dengan kebenaran atau kesalahan. Isi kebenaran dari sistem tersebut tidak datang dari dalam, tapi dari luar, yaitu dari data pengalaman pertama. Deskripsi atau definisi pertama dibentuk dari pengalaman langsung atau ide-ide dan kemudian disusun dengan menggunakan argumen-argumen. Ibn Sina menyarakan untuk menggunakan justifikasi pragmatis terhadap definisi dan argumen: dengan definisi, seseorang dapat merepersentasikan obyek dan dengan argumen, dia dapat melakukan persuasi. Ibn Sina menjelaskan bahwa pengalaman dan penalaran memiliki andil yang sama dalam formasi dan

pertumbuhan data seorang ilmuwan. Dengan melihat pengetahuan kita secara umum, terlihat ada keyakinan dasar tetentu yang semua orang mengakuinya berdasarkan perasaan bersama (common feeling), atau karena opini dari orang-orang terdidik yang tidak bertentangan dengan orang-orang awam. Sebagian muncul dari kebiasaan-kebiasaan yang terbiasakan sejak masa kanak-kanak dan yang lain berdasarkan atas pengalaman hidup. Semua keyakinan-keyakinan dasar ini bergandengan dengan prinsip pertama penalaran yang diproduksi dalam diri manusia oleh daya intelektualnya dengan mensyaratkan usaha sadar untuk mengarahkannya kepada kebenaran-kebenaran tersebut. Sejauh prinsip-prinsip pertama ini diperhatikan, pikiran merasakan dirinya sendiri meyakini validitasnya dan bahkan tidak menyadari bagaimana keyakinan tersebut muncul. Ini memang benar, misalnya, aksioma matematis, contohnya, bahwa keseluruhan lebih besar dari sebagian, atau hukum pemikiran semisal A sama dengan B dan pada saat yang sama tidak sama dengan B. Ketika membicarakan bentuk dan materi definisi dan argumen, Ibn Sina membedakan antara definisi, deskripsi dan ringkasan. Pertama, apakah sesuatu itu, dan bagaimana ia sesungguhnya. Kemudian, di mana ia, dan terakhir mengapa ia seperti itu. Ini adalah aplikasi kategori Aristotelian terhadap pengetahuan dunia fenomenal.

Ibn-Rusyd (1128 - 1198 M), Dia adalah Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Ahmad bin Ibn Rusyd ( 520 - 595 H. = 1126 - 1198 M.). Salah seorang filosof Islam terbesar, ahli ilmu kalam dan pembesar ulama mazhab Maliki yang mendalami ilmu fikih perbandingan antara mazhab-mazhab fikih Islam. Dia juga seorang tokoh ilmu kedokteran baik dalam penulisan maupun dalam praktek kedokteran dalam sejarah peradaban Islam. Terakhir, beliau adalah qadi yang mencapai derajat qadi al-qudat di Cordova yang menyamai kedudukan menteri kehakiman di zaman sekarang. Ibn Rusyd dilahirkan di kota Cordova, Andalusia (Spanyol sekarang), keluarga yang mempunyai kedudukan tinggi dalam ilmu, fikih, peradilan, politik dan administrasi. Dia belajar ilmu kedokteran dan filsafat pada tokoh masa itu, di antaranya adalah Abu Jafar Harun, Abu Marwan bin Jarbul al-Balansi, Ibn Bajah dan Ibn Tufail. Dia menjabat sebagai qadi di Asbilia pada tahun 564 H. = 1169 M., kemudian menjabat sebagai qadi alqudat Cordova pada tahun 566 H. = 1171 M. Ibn Rusyd menyaksikan akhir masa daulah Murabbitin (448 - 541 H. = 1056 - 1146 M.) dan awal masa daulah Muwahhidin (541 - 668 H. = 1146 - 1269 M.) yang memerintah Maroko dan Andalusia.

Pada saat berusia tiga puluh enam tahun, Ibn Rusyd mulai menulis dan mengarang. Orang-orang yang menulis sejarah hidupnya berkata: sungguh Ibn Rusyd tidak meninggalkan membaca dan menulis pada sisa umurnya kecuali pada dua malam; malam pengantinnya dan malam saat bapaknya meninggal dunia. Dalam sejarah filsafat, Ibn Rusyd dikenal secara internasional, dengan proyeknya, membaca, memahami, dan mensyarah hasil karya filosof Yunani Aristoteles (384 = 322 S.M.). Dia memulai proyek filsafatnya ini, karena permintaan kerajaan dan Sultan Abu Yusuf Yaqub bin Yusuf (555 - 595 H. = 1160 - 1199 M.) dan karena dorongan dari filosof Ibn Tufail (494 - 581 H. = 1100 - 1185 M.). Pada saat itu, terjemahan buku-buku Aristoteles sedikit dan tidak jelas tulisannya, sulit untuk dipahami. Ibn Rusyd bangkit memperbaiki bahasa terjemahannya dan mensyarahnya ke dalam 3 jenis syarah, yaitu: syarah yang ringkas, sedang dan besar. Dia secara luas dikenal sebagai pensyarah terbesar bagi Aristoteles. Syarah Ibn Rusyd telah membuka jalan bagi Eropa untuk mengetahui warisan Aristoteles dan filsafat Yunani. Ibn Rusyd memulai syarah Aristoteles pada tahun 564 H. = 1169 M., yaitu setelah dia menjabat sebagai qadi, dan setelah dia matang sebagai ahli ilmu kalam dan ilmu fikih, maka syarah Aristoteles tersebut berisi banyak kritik dan tambahan-tambahan darinya. Sedang kreasi dan prestasi Ibn Rusyd dalam ilmu kalam terepresentasi dalam warisan pemikirannya, yaitu: tahafut al-Tahafut kitab yang menjawab serangan Abu Hamid Al-Ghazali (450 - 505 H. = 1058 - 1111 M.) atas para filosof terdahulu -, Manahij al-Adillah fi aqaid al-Millah kitab yang didalamnya menghakimi manhaj para ahli kalam, terutama Asyariyah. Dia melihatnya secara logika Al-Quran yang menggabungkan antara hikmah dan syariat -, Fasl al-Maqal fi ma bain al-Hikmah wa al-Syariah min al-Ittisal dan kitab Dhamimah fi al-ilm al-Ilahi. Walaupun kecil ukurannya, kitab tersebut merupakan dua teks peninggalan Islam yang sangat berharga. Dalam warisan ilmu kalam dan filsafat ini, Ibn Rusyd mewujudkan mazhabnya dalam mempertemukan antara hikmah (filsafat) dengan syariat (agama dan wahyu). Sedang dalam ilmu fikih, dia mempunyai kitab istimewa, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid, yang tidak hanya menjadikannya sebuah kitab mazhab Maliki, tetapi dia menjadikannya sebagai filsafat fikih dan menguraikan sebab-sebab perbedaan para ahli fikih semua ahli fikih dari semua mazhab -, sehingga kitab ini datang sebagai studi perbandingan fikih Islam yang mencerminkan batas tertinggi bagi peneliti yang sedang (tidak terlalu mendalam) dan batas permulaan bagi para mujtahid, di samping sebagai kitab yang penting dalam fikih Maliki. Dalam ilmu kedokteran, Ibn Rusyd mempunyai lebih dari dua puluh buku. Bukunya yang terkenal

adalah al-Kulliyat. Para penulis sejarah mengungkapkan tentang kedalaman Ibn Rusyd dalam bidang kedokteran, fatwanya dalam ilmu kedokteran dikagumi sebagaimana kekaguman mereka terhadap fatwanya dalam fikih. Itu semua karena kedalaman filsafat dan ilmu kalamnya. Ibn Rusyd dikenal dengan syarah Aristoteles, syarah yang tersebar luas di Eropa pada saat kebangkitannya, maka ada aliran pemikiran pada saat itu yang berlindung dibalik nama besarnya, dengan pendapat yang tidak pernah diucapkan oleh Ibn Rusyd dan dihasilkannya dalam karyakaryanya, baik dalam bidang filsafat maupun ilmu kalam. Aliran pemikiran ini dikenal dengan aliran Rusydi Latin (Aviroes Latin). Tetapi mereka yang mempelajari Ibn Rusyd dan melihat pada hakikat pemikiran Islam, walaupun mempelajarinya dari para orientalis besar, tentu mengetahui penyimpangan penisbahan aliran tersebut kepada filosof Islam Ibn Rusyd. Arnest Rinan (1823 - 1892 M.), salah seorang filosof Barat yang menonjol dalam mempelajari Ibn Rusyd, berkata: Takdir telah menentukan bahwa Ibn Rusyd telah menjadi perantara bagi munculnya kebohongan orang-orang yang sangat dengki dan menjadi perantara atas kekerasan berbagai bentuk pertentangan aqliyah dan pemikiran, sebagaimana namanya dijadikan bendera yang mengibarkan pendapat-pendapat tersebut, yang secara meyakinkan dia tidak pernah berpikir tentangnya sama sekali. Senada dengan makna ucapan Rinan di atas, Orientalis Spanyol Asin Plasius (1871 - 1944), mengatakan : Sungguh wajib bagi kita untuk memberi isyarat kepada pemikiran-pemikiran palsu, yang mana semua sejarawan menjadi korbannya. Yaitu sesungguhnya ketika mereka (para sejarawan) mendapati sekelompok para guru yang pada masa pertengahan dan masa kebangkitan diberikan pada mereka nama Rusydiyin, maka para sejarawan tersebut tidak ragu-ragu untuk menisbatkan semua teori dan pemikiran kepada Ibn Rusyd, yang mana dia (Ibn Rusyd) berbeda dengan kelompok tersebut. Dengan demikian, filsafat Ibn Rusyd harus lebih banyak kita sentuh dari kreasinya daripada syarahsyarahnya terhadap pemikiran Aristoteles. Berhati-hati dalam membebankan tanggungjawab pendapat dan pemikiran yang diucapkan oleh Aviroes Latin, karena terdapat perbedaan yang sangat besar antara aliran Aviroes Latin yang palsu dengan aliran Aviroes Islam yang dihasilkn oleh ahli fikih yang mutakallim dan filosof Muslim ini.

Latansa Dinasti bani Umayah muncul pada peristiwa sangat bersejarah bagi umat Islam. Yaitu pada peristiwa Am al-Jamaah (rekonsiliasi umat Islam) di Maskin, dekat Madain, Kufah pada tahun 41 H. Bertepatan pada tahun 661 M. Peristiwa ini merupakan sejarah yang tidak dapat dilupakan bagi umat Islam, karena peristiwa ini merupakan awal dari penyerahan khilafah (kekuasaan) dari hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan. Pada saat itu Hasan bin Ali melakukan sumpah setia serta mengakui Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai pemimpin umat Islam yang syah. Pengakuan ini kemudian secara serempak diikuti oleh seluruh pendukungnya yang mayoritas berada di kota Kufah, Irak Zaman Keemasan Islam (750 - 1250: zaman Kerajaan Abbasiyah; para ahli falsafah dan ahli sains, serta jurutera-jurutera dari dunia Islam banyak menyumbang kepada teknologi. Mereka melakukan ini dengan dua cara, iaitu dengan mengekalkan tradisi-tradisi yang awal, serta dengan menambahkan rekaan-rekaan dan pembaharuan-pembaharuan mereka sendiri. Pencapaianpencapaian saintifik dan intelektual mekar pada zaman keemasan itu. Bani Abbasiyyah merupakan keturunan dari Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652) yang juga merupakan paman dari Nabi Muhammad, oleh karena itu mereka termasuk ke dalam Bani Hasyim. Sedangkan Bani Umayyah yang merupakan salah satu kabilah dalam Quraisy, bukan termasuk yang seketurunan dengan Nabi.

Tamrinat 1. Sejak kapan Dinasti Bani Umayah muncul ? 2. Sebutkan beberapa faktor yang menyebabkan munculnya Dinasti Bani Umayah ! 3. Tuliskan sejarah singkat pergantian dari Dinasti Bani Umayah ke Dinasti Bani Abbasyiah !

4. Tuliskan tokoh-tokoh dari Bani Abbasyiah ! 5. Bani Abbasiyyah merupakan keturunan dari Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652) yang juga merupakan paman dari Nabi Muhammad. Jelaskan !

BAB IV PERKEMBANGAN ISLAM PADA PERIODE PERTENGAHAN (ZAMAN KEMUNDURAN 1250-1800 M )

A. PERKEMBANGAN ISLAM ABAD PERTENGAHAN Islam pernah menjadi sebuah kejayaan dan kebesaran peradaban umat. dinasti Abbasyiah membawa islam sebagai sebuah agama dan peradaban yang sangat terkenal dan masyur dimasanya. Harun Al Rasyid, beliau adalah khalifah dinasti Abbasiyah, berkuasa pada tahun 786. Beliau mampu membawa kejayaan islam terutama dalam bidang ilmu dan teknologi. Masa itu lahirlah para ilmuan besar seperti ibnu sina (Avicenna). Pada masa dinasti Utsmaniah (abad 14), wilayah kekuasaan islam juga sangat luas hingga wilayah eropa, yaitu spanyol dan prancis. Kejayaan tersebut saat ini menjadi sebuah kenangan dan cerita sejarah yang membanggakan ditengah kondisi umat islam di Indonesia yang terpuruk. Hal ini bukan tanpa sebab, secara umum penulis melihat ada dua penyebab terpuruknya umat islam di negeri ini. Pertama kelemahan

internal, umat sudah jauh dari Al-quran dan Hadits. Kedua adalah peng-kondisian yang sengaja terus diupayakan oleh orang-orang, kelompok serta Negara yang sangat membenci Islam. Pada tahun132 H/750 M, keturunan bani Umayyah ditumpas habis dan menandai berkahirnya dinasti tersebut. Hanya Abdurrahman, satu-satunya keturunan bani Umayah yang berhasil melarikan diri ke Andalusia dan mendirikan dinasti Umayyah II di daratan Eropa tersebut. Sejalan dengan pesatnya perkembangan Islam di Asia dan Afrika, Islam juga menyebar ke Eropa. Yaitu melalui tiga jalan sebagai berikut. 1. Jalan barat, yakni dilakukan dari Afrika Utara melalui Semenanjung Iberia di bawah pimpinan thariq bin ziyad (711 M). Bahkan, tentara Islam dapat melewati Pegunungan Pirenia yang akhirnya ditahan oleh tentara perancis di bawah pimpinan karel martel di kota poitiers (732 M). Akhirnya, pemerintahan Khilafah Umayyah memipmpin di semenanjung Iberia yang dikenal dengan bani Umayah II (711 M-1492 M) dengan ibukotanya Cordoba. 2. Jalan tengah, yakni dilakukan dari Tunisia melalui Sisilia menuju sepenanjung Apenina. Islam dapat menduduki Sisilia dan Italia selatan, tetapi dapat direbut kembali oelh bangsa Nordia pada abad ke-XI 3. Jalan timur, dimana pada tahun 1453, turki dibawah pimpinan Sultan Muhammad II berhasil menaklukkan Byzantium dengan terlebih dahulu menyerang Konstantinopel dari arah belakang yakni laut hitam sehingga mengejutkan tentara byzantium timur. Dari Byzantium, tentara turki usmani terus melakukan perlawanan sampai ke kota Wina di Austria. Setelah itu, tentara Turki Usmani mundur kembali ke Semenanjung Balkan dan menguasai daerah ini selama kurang lebih empat abad. Baru pada abad ke-19, daerah ini berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Islam. Akan tetapi, kota konstantinopel masih tetap dikuasai dinasty Umayyah dan berubah menjadi Istanbul

B. KEMUNDURAN UMAT ISLAM Sebab-sebab Kemunduran Pemerintahan Bani Abbas (Masa Disintegrasi) Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan periode pertama Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya pemerintahan dinasti ini mulai menurun, terutama di bidang politik. Dimana salah satu sebabnya adalah kecenderungan penguasa untuk hidup mewah dan kelemahan khalifah dalam memimpin roda pemerintahan. Berakhirnya kekuasaan dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah merupakan awal dari

periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Ada diantaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancurluluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan. Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Persaingan antar Bangsa Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Stryzewska, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya Nashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas Nashabiyah tradisional. Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab di dunia Islam. Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi berbagai

bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya, disamping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu'ubiyah. Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka dianggap sebagai hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena jumlah dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa bahwa negara adalah milik mereka; mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuasaan khalifah. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan selanjutnya beralih kepada dinasti Seljuk pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu. 2. Kemerosotan Ekonomi Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi. Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil

menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan. 3. Konflik Keagamaan Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Al-Manshur berusaha keras memberantasnya. Al-Mahdi bahkan merasa perlu mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orangorang Zindiq dan melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu. Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadangkadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein di Karbela dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni. Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi'ah saja, tetapi juga antar aliran dalam Islam. Mu'tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid'ah oleh golongan salaf. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M.), dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan salaf kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali itu (salaf) terhadap Mu'tazilah yang rasional telah menyempitkan horizon intelektual.

Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa dinasti Buwaih. Namun pada masa dinasti Seljuk yang menganut aliran Asy'ariyyah, penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiranpikiran al-Ghazali yang mendukung aliran ini menjadi ciri utama paham Ahlussunnah. Pemikiranpemikiran tersebut mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam, konon sampai sekarang. Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan: "Agama Muhammad SAW seperti juga agama Isa as., terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya dalam suatu kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai hal-hal yang masih dalam lingkungan pengetahuan manusia. Soal kehendak bebas manusia... telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam Islam ...Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama mustahil berbuat salah ... menjadi sebab binasanya jiwa-jiwa berharga".

4. Ancaman dari Luar Apa yang disebutkan di atas adalah faktor-faktor internal. Disamping itu, ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur. Pertama, Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban. Kedua serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah disebutkan, orangorang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun, diantara komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib itu. Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahl al-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancurleburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.

Latansa
Islam pernah menjadi sebuah kejayaan dan kebesaran peradaban umat. dinasti Abbasyiah membawa islam sebagai sebuah agama dan peradaban yang sangat terkenal dan masyur dimasanya. Harun Al Rasyid, beliau adalah khalifah dinasti Abbasiyah, berkuasa pada tahun 786. Beliau mampu membawa kejayaan islam terutama dalam bidang ilmu dan teknologi. Masa itu lahirlah para ilmuan besar seperti ibnu sina (Avicenna). Pada masa dinasti Utsmaniah (abad 14), wilayah kekuasaan islam juga sangat luas hingga wilayah eropa, yaitu spanyol dan prancis banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: 1). persaingan antar bangsa, 2). kemerosotan ekonomi, 3). konflik keagamaan dan 4). ancaman dari luar.

Tamrinat
Ada beberapa faktor yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur. Jelaskan !

SEMESTER II

PERKEMBANGAN ISLAM MASA MODERN (ZAMAN KEBANGKITAN 1800-SEKARANG)

a. Pemikiran Islam Modern Pemikiran merupakan wacana yang berkembang secara dialektik, yakni dalam periodisasi waktu, atau pada tempat atau kawasan tertentu. Setidaknya kita menyegarkan kembali akan pemahaman yang dimaksud dengan modern, dan juga yang dimaksud dengan islami. Pembahasan ini meliputi dua arus besar pemikiran yang selalu dihadapkan sebagai dua buah ideologi besar, yakni Islam dan Barat. Dalam wacana pemikiran modern, antara Islam dan Barat, titik utama kajiannya terletak pada tataran epistemologis, yakni sumber pengetahuan. Corak pemikiran Islam, sesuai dengan sumber pengetahuannya selalu mengacu pada Al-Quran dan Sunnah yang menjadi ciri kahasnya. Keduanya sebagai epistemologi merupakan pembeda dengan corak pemikiran lainnya. Bergitu pun berbagai kajian yang notabene melingkupi berbagai keilmuan Islam. Maka, berbagai kerangka pemikiran yang mengabsenkan Al Quran dan Sunnah -yang menjadi khasnya- barang tentu tidak dikatakan sebagai pemikiran Islam. Adapun pada tataran aksiologis, pemikiran Islam ataupun Barat akan membias dan hilang corak khasnya karena disesuaikan dengan world view yang ada. Renessains yang terjadi di Eropa pada abad-16, merupakan dasar tombak bagi Barat dalam kemajuannya, terutama dalam lini pemikiran. Kebebasan akal yang menjadi prioritas diusung oleh beberapa tokoh seperti Rene Descartes, August Comte, Imanuel Kant, dan Fancis Bacon, mampu menjelma seketika pemikirannya- sebagai sebuah hegemoni pemikiran yang sangat terasa gaungnya. Renessains menjadikan Eropa bergerak pesat meninggalkan peradaban yang lainnya, khususnya Islam. Inilah dimana Barat memulai kemodernan yang menjadi pengaruh di seluruh dunia, sehingga tak pelak bahwa modern kerap identik dengan Barat. Basis epistemologis yang dipakai dalam pemikiran Barat, setelah dipaparkan di atas, menjadi jelas akan kebebasan akal yang dipakai sebagai pijakan sumber pengetahuan. Yang kemudian menjadi pertanyaan, dengan tidak menafikan fakta sejarah, akan banyaknya pemikir Islam yang menggunakan metodologi Barat sebagai kacamata dalam melihat Islam. begitupun para

pemikir Barat yang menggunakan kacamata Islam dalam melihat Barat. Seperti yang dilakukan oleh beberapa pemikir Islam yang pernah mengenyam pendidikan di Barat, seperti Seyyed Hosein Nasr, Ali Syariati, Imam Khomeini, dsb, membuat kita bertanya kembali sebagai umat Islam, apakah modernitas merupakan sesuatu yang haram karena ke-Baratannya, dan apakah modern hanya melulu dikalaim sebagai milik Barat? Kembali pada pengartian modern dan islami yang dikaitkan pada pemikiran kontemporer Islam. Modern secara bahasa berarti kekinian. Terminologi modern juga dikaitkan dengan istilah kontemporer. Keduanya sama-sama memilik arti kekinian, ini akan menjadi pembahasan kita kemudian. Namun pada wacana ini yang dimaksud adalah modern yang identik dengan Barat, istilah yang timbul setelah rennesains di Eropa. Pengaruh pemikiran Barat (modern) sangat besar dalam pemikiran Islam, sehingga kerap metodologi menjadi perdebatan. Penggunaan istilah modern atau islami pada para pemikir Islam keduanya mempunyai persinggungan yang kemudian harus disikapi. Tidak bisa dielakkan bahwa pengaruh modernisasi yang terjadi pada tubuh Islam merupakan pengaruh Barat. Hal tersebut dapat dilihat pada pembaharu-pembaharu Islam awal seperti misalnya Khairuddin dan Thahtahawi yang bersinggungan langsung dengan dunia Eropa. Seperti dikatakan Albert Hourani, mereka lebih melihat ide-ide pencerahan tersebut sebagai penemuan baru yang bisa diadopsi ke dalam Islam. Sebelumnya, pemikiran Islam pramodern telah melewati masa dimana corak pemikiran sekuler berkembang. Secara umum keadaan tersebut diakibatkan karena pemikiran Islam yang sempat stagnan. khususnya permasalahan-permasalahan baru yang tidak mampu lagi di selesaikan oleh syariah menjadi batu sandungan yang cukup signifikan. Syariah tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang berubah. Pemikiran islam pada awal kali berkembang merupakan pemikiran yang ortodoks. Pemikiran ini mengacu pada era khalifah hingga dinasti-dinasti Islam yang melakukan perluasan daerah Islam di kawasan Arab. Terakhir perjalanan Islam ortodoks yakni kejayaan imperium Usmani berdiri. Atas dasar itulah mengapa kemudian Islam memasuki masa modern, yakni pengadopsian kemodernan yang dibawa oleh Barat. Ada pun islami, merupakan sikap yang didasari pada ajaran islam. Disikapi dan diaktualisasikan sesuai ajaran Islam. Semisal pada bentuk gaya hidup yang dilakukan berdasarkan ajaran Islam, maka gaya hidup tersebut akan disebut islami. Begitu pula dalam berpakaian, cara berpakaian tersebut kemudian akan dikatakan islami. Berkenaan dengan pemikiran, maka pemikiran tersebut tidak terlepas seputar berbagai bidang kajian Islam. Pemikiran kontemporer Islam bersifat islami dan bukan modern lebih dikarenakan penafsiran ulang yang dilakukan pada berbagai bidang kajian Islam. Seperti penafsiran ulang terhadap Al Quran, misalnya. Begitu juga Juga pengkonstrksian

ulang pemikiran Islam yang dilakukan. Semuanya menjadikan pemikiran kontemporer Islam disebut islami, dan tidak modern. Pembaharuan dalam Islam bukanlah sesuatu yang menyebabkan kemudian, para pemikir Islam disebut modern, terlepas dari rennesains yang terjadi di Eropa. Dalam Islam pembaharuan akan tetap selalu ada, mengingat Islam itu selalu sesuai pada setiap zaman dan tempat (shahih fi kulli zaman wa makan). Dengan menerima pembaharuan yang datang demi merespon tuntutan zaman bukanlah sesuatu yang menyebabkan Islam kehilangan keotentikannya. Nahdhah yang terjadi di Mesir sejatinya merupakan konstruksi atas pelbagai pemikiran Islam yang dianggap sudah tidak relevan. Adapun metodologi Barat yang datang dan diadopsi tetap menjadi barang baru dalam Islam tidak dapat dinafikan-, namun kekhasan Islam tetap tidak ditinggalkan. Maka metodologi barat yang dianggap liberal waktu itu direkonstruksi kembali dengan tidak meninggalkan Al Quran dan Sunnah. Pemikiran kontemporer pra-60 dan pasca-60 juga kembali menjadi pertanyaan apa yang menandakan zaman itu disebut dengan kontemporer. Sebelum menjawab pertanyaan ini kiranya harus dijelaskan terlebih dahulu modern dan kontemporer berdasarkan terminologinya. Keduanya sama menurut terminologi, namun tidak secara maknanya. Menurut Seyyed Hosein Nasr, ia membedakan antara modern dengan kontemporer. Modern lebih bersifat pada arus pemikiran yang tentunya tidak terkait dengan penandaan waktu, sedangkan kontemporer jelas mengarah pada periodisasi zaman yang bersifat temporal. Modern merupakan corak pemikiran yang tentu tidak berdasarkan periodisasi waktu tertentu. Maka setiap corak pemikiran dapat dikatakan sebagai modern. Ciri akan rasionalitas dan humanisme tidak diklaim pada periodisasi waktu tertentu. Sejak zaman Yunani, mereka tentu akan mengaku sebagai masyarakat yang telah rasional dalam berpikir. Hanya saja rasionalitas yang mereka katakan berdasarkan pemahaman rasionalitas yang mereka pahami. Meskipun pada masanya masih akrab pada pengetahuan yang bersifat mitos, bukan logos, namun mereka telah menganggap pengetahuan telah cukup rasional pada zamannya. Maka modern bukan suatu bentuk pemikiran yang dibatasi oleh waktu melainkan suatu gerak pemikiran yang beyond time and space. Lain halnya ketika modern dipahami sebagai pembaharuan dalam tubuh Islam yang terjadi saat persentuhan Islam dengan Barat, sehingga merubah pemikiran Islam menjadi ke-Barat-an. Maka modern -yang dimaksud tersebutadalah corak pemikiran yang lahir dari rennesains di Eropa . Adapun kontemporer dibatasi pada periodisasi waktu. Disebut sebagai kontemporer, sesuai

kebahasaannya, berarti kekinian, yakni zaman yang masih baru atau zaman yang belum lama berlalu. Istilah kontemporer dipahami sebagai zaman peralihan dari zaman sebelumnya, yakni klasik. Maka klasik dipahami sebagai masa yang telah lalu atau masa dimana belum tersentuh oleh pembaharuan. Oleh sebab itu, masa yang disebut sebagai kontemporer dimulai pasca-60. Dengan mengacu kembali pada sejarah pemikiran Islam, dimana persinggungan awal kali Islam dengan Barat di Mesir yang kemudian menjadi batas antara klasik dan kontemporer. Dalam konteks pemikiran kontemporer, corak pemikiran ini dimulai pasca-60. sedangkan pra-60 disebut kemudian sebagai pemikiran klasik. Pemikiran klasik, dalam studi sejarah dapat dipetakan sebagai perode yang masih sangat menutup diri dari adanya pengaruh luar yang bersifat pembaharuan. Dalam Islam, masa klasik ditandai dengan masa yang identik menjaga tradisi sunnah nabi dan menghindarkannya dari pemikiran-pemikiran baru yang datang. Dengan perangkat qiyas mereka menyikapi setiap permasalahan baru yang datang dikemudian hari. Melalui sejarah, Pra-60 ditandai malalui gerakan nahdhah (kebangkitan), yakni penentangan terhadap Barat. Gerakan ini sudah dimulai sejak Eropa mendarat di Mesir dan menggulingkan kekuasaan imperium Usmani Dimulai dari politik Islamnya Tahtahawi, kemudian beralih menjadi Pan Islamenya Jamaluddin Al Afgahani dan terus dikembangkan melalui jurnal Urwah Al Wutsqa yang dilanjutkan oleh muridnya Afghani, yakni Abduh dan Rasyid Ridha. Semua itu dilakukan sebagai reaksi terhadap Barat yang dianggap membawa pembaharuan, terutama pemikiran yang dianggap dapat merusak keotentikan Islam. Meskipun penentangan yang mereka lakukan berbeda antara satu dengan yang lain, seperti Tahthawi dengan politiknya, Afghani dengan orasi-orasinya, dan Abduh yang melalui jalur pendidikan, namun mengusung tujuan yang sama akan penentangan terhadap Barat (Eropa). Sebenarnya penekanan masa pra-60 lebih disoroti pada Maududi yang menyongsong dan menandai masa pra-60 Sedangkan corak pemikiran yang terjadi pasca-60 telah merubah haluannya. Tidak lagi seperti yang dilakukan oleh pemikir Islam awal saat bersentuhan dengan Eropa. Corak pemikiran kontemporer lebih pada pengkonstruksian dalam berbagai bidang keislaman. Pemikiran kontemporer yang merupakan warisan kolonialisme pada dasarnya memang telah membawa perubahan yang signifikan. Tidak hanya militerisasi yang diusung, melainkan juga pencerahan. Pencerahan yang berdampak pada dunia muslim mengejawantah dalam berbagai pemikiran para pemikir muslim kemudian. Pasca-60 dimulai oleh Sayyid Qutub di Mesir. Ia mengusung upaya kebangkitan, dan juga

universalitas Islam. Ia juga mengkonstruksi kembali corak pemikiran kalam Qodariyah yang sangat bersebrangan dengan kepercaayaannya sebagai seorang Asyariyyah. Setelah itu muncul Imam khomeini dengan Wilayah Al Faqihnya, dan pemikirannya yang berkenaan denan konsep Imamah. Lalu dilanjutkan kemudian oleh Ali Syariati yang bermain dalam ranah politik, yang mengusung Islam sebagai ideologi negara. Filsafat Barat yang ia geluti, dan yang terakhir ia berusaha mensintesakan pemikiran Sunni dan Syiah. Begitu pula Fazlur Rahman yang pemikirannya masih hanat diperbincangkan. Ia banyak disebut oleh kaum cendekia sebagai neomodernis. Ia berkonsentrasi pada Islam dan kesejarahan. Lalu permasalahan yang berkenaan dengan Hermeneutika Al Quran dan juga pedagogi Islam. Sederet tokoh kontemporer tersebut membuat kesimpulan akan tradisi yang berbeda dibanding pada masa pra-60. Mereka secara berkala intens dalam mengkonstruksi pemikiran Islam dalam berbagai isu yang lebih relevan. Corak pemikiran yang kentara antara pemikiran Sunni dan Syiah, dalam hal ini lebih pada bidang kajian Islam itu sendiri. Secara sederhana, kecenderungan antara keduanya sudah dapat dipetakan. Seperti Sunni yang lebih pada tekstualis dalam menyikapi segala permasalahan agama dengan menafikan rasionalitas. Mereka meyakini akan Al-Quran dan Sunnah yang ditinggalkan Nabi sebagai pedoman hidup dan menerima apa adanya tanpa harus dilakukan perubahan yang bagi mereka hanya akan menghilangkan makna agama yang sebenarnya. Sedangkan Syiah yang mendasarkan agama pada rasionalitas lebih mengacu pada nalar yang dimiliki manusia, yang pasti tidak meninggalkan Al Quran dan Sunnah sebagai dasar hukum. Kaum Syiah meyakini bahwa rasio dalam arti yang sebenarnya- mampu membimbing manusia tanpa adanya doktrin sebelumnya. Secara umum, para pemikir kontemporer Islam yang dilakukan oleh pemikir Sunni lebih mengena pada pemurnian aqidah, yakni pengembalian keotentikan Al-Quran dan Sunnah Nabi. Arus modernisasi yang diadopsi ke tubuh Islam diyakini telah menghilangkan keotentikan Islam itu sendiri. Meskipun mereka menjadi wacana kekinian, tetapi pemikiran mereka tetap menentang pembaharuan yang ada dalam tubuh Islam seperti yang dilakukan pada masa prakontemporer. Pengklaiman bidah bagi segala yang dianggap melenceng dari agama. Apa yang dilakukan oleh Al Ghazali terhadap penggunaan rasionalitas dalam berbagai bidang keilmuan telah menyebabkan keterpurukan di sunia sunni hampir satu abad lamanya -800 tahun-. Penyeranganya akan filsafat sebagai bidang keilmuan rasional yang dapat menggoyangkan aqidah seseorang telah mematikan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada dalam dunia Sunni. Meskipun

dikemudian hari Ibn Rusyd berusaha mengembalikan filsafat kembali ke permukaan, namun sepertinya tidak membawa pengaruh yang signifikan dalam dunia Sunni. Selain itu, pemikiran yang banyak menjadi perdebatan adalah seputar khilafah. keyakinan akan masalah kepemimpinan yang dianggap telah diserahkan penuh pada manusia, menjadi keidentikan dalam pemikiran Sunni. Di sini jelas terlihat penafian sisi sakralitas akan kepemimpinan. Bidang tersebut dalam agama hanya dipertegas pada tataran praksis. Begitu pula dalam beberapa masalah lainnya yang berhubungan langsung dengan masalah sosial, sakralitanya kerap dinafikan. Sedangkan dalam Syiah yang lebih mengandalkan rasio sebagai anugerah yang paling besar kepada manusia, pada corak pemikirannya lebih mengarah pada pendekonstruksian agama. Pendekonstruksian di sini bukan sekedar melakukan perubahan, melainkan demi menjawab tantangan zaman. Agama yang diyakini shahih fi kulli zaman wal makan menjadi pijakan dasar akan pengkajian Islam yang kontinuitas, yakni disesuaikan dengan tuntutan zaman. Hukum normatif yang tidak sesuai dengan zamannya dikonstruksi kembali. Setidaknya ini dilakukan oleh orang yang capable pada bidangnya, yakni legislatif. Legislatif yang berada dalam ranah pemerintahan, yang melakukan dekonstruksi dalam ranah keagamaan, maka menjadikan pemerintahan bersifat Ilahi. Itulah mengapa keyakinan mereka akan masalah kepemimpinan yang berstatus Ilahi ditekankan diperjelas-. Lagi-lagi tidak melenceng dari sejarah yang ada bahwa kepemimpinan pascaNabi telah diwarisi pada yang kemudian diakui sebagai Imam-imam dalam Syiah. Begitupula dalam perkembangan pemikiran yang bertolak belakang dari dunia Sunni. Saat penyerangan Al Ghazali terhadap filsafat, sehingga menyebabkan kejumudan di dunia Sunni, maka tidak di dunia Syiah. Perkembangan filsafat dan ilmu-ilmu rasional lainnya berkembang pesat. Begitupula tasawuf yang tidak lepas dari sisi rasinalitasnya sehingga muncul kemudian apa yang disebut sebagai tasawaf falsafi, yang berbeda dari tasawuf sunnni. Hal ini dapat dibuktikan ketika Shadr Mutaallihin mensintesakan tradisi filsafat yang ada sebelumnya menjadi sebuah karya monumental Asfar Al Arbaah, yakni penyatuan antara tradisi masyaiyyah, isyraqiyyah, dan harakah jawhariyahnya. Begitu pula yang dilakukan oleh berbagai pemikir kontemporer syiah di kemudian hari. Seperti Sayyed Hosein Nasr yang intens dalam bidang filsafat dan tasawuf. Mengenai penglaiman terhadap para pemikir kontemporer sebagai pemikir liberal tidak sertamerta bisa dijustifikasi begitu saja. Liberal merupakan istilah yang tidak pernah jelas, dalam artian tidak pernah ada kesepakatan pada arti liberal yang sebenarnya. Setiap orang punya penafsiran berbeda

tentang definisi liberal. Kalaulah kita melihat fenomena JIL yang sedang mencuat di Indonesia, tentu mereka akan mempubnyai pengklaiman yang berbeda pula tentang apa sebenarnya liberal. Pembahasan mengenai liberal setidaknya harus dilihat melalui basis epistemologis yang akhirnya baru dapat diklaim apakah seseorang disebut sebagi liberal atau tidak. Liberal merupakan ciri kahas dimana kebebasan akal dipacu dengan sebebas-bebasnya. Kalulah ini yang dimaksud sebagai liberal, maka hampir semua pemikir kontemporer Islam seperti Ali Syariati, Nasr Hammid Abu Zaid, Mohammad Arkoun, dan bahkan para filsuf klasik masuk dalam kategori pemikir liberal. Dalam pemikiran Islam, Al Quran dan Sunnah menjadi ciri khas akan corak pemikiran tersebut. Disini menjadi jelas bahwa selama corak pemikirannya masih berdasarkan Al Quran dan Sunnah, maka tidak ada penyebutan liberal. Lebih jelas lagi ketika predikat Islam telah disandangkan pada para pemikir kontemporer, sudah berarti ia tidak lagi dikatakan liberal. Mengingat pemikirannya masih berdasarkan pada dua ajaran normatif Islam tersebut, maka yang dimaksud liberal adalah tokoh yang pemikirannya melencenga jauh dari Al Quran dan Sunnah. Kalaulah pemikir Islam seperti Ulil Abshar sebagai tokoh yang mengemuka pada JIL, dalam berbagai pemikirannya tidak lagi berdasarkan pada Al Quran dan Sunnah, ia baru bisa disebut sebagai liberal. Namun nyatanya, dalam berbagai kajian pemikirannya tetap pada seputar kajian keislaman dan masih bersandar pada Al Quran dan Sunnah. Menjadi jelas bahwa ia tidak bisa dikatakan sebagai pemikir liberal. Di sini saya berpendapat bahwa tidak ada pemikir kontemporer Islam yang liberal. Sebelum menjustifikasi haruslah dahulu kita mengerti akan liberal dalam pemaknaan sesungguhya. Islam merupakan tubuh yang satu. Secara umum, dengan dua sumber ajaran Tuhan Al Quran dan Sunnah- menjadi jelas bahwa kita bukan dari bagian yang berbeda-beda. Perbedaan yang terjadi bukan menjadikan kita ummat mutafarriqah melainkan menjadi kekayaan dalam tubuh Islam sendiri. Selama Islam masih berpegang pada Al Quran dan Sunnah maka ia merupakan Ummah Wahidah. Maka janganlah mudah mengklaim terhadap sesuatu yang menyebabkan kita masuk dalam rumusan-rumusan kotak yang menyusahkan. B. Keadaan dunia Islam saat kedatangan bangsa Barat Sejak Andalusia, Sicilia dan beberapa wilayah Islam lainnya di Asia dan Afrika mengalami kemunduran, dunia Islam semakin melemah, baik dari segi kekuasaan politik maupun dari segi penguasaan sains dan tegnologi. Kemunduran Islam diperparah dengan jatuhnya kota Bagdad ke tangan bangsa Mongol di bawah pmpinan Hulughu Khan pada tahun 1258 M. Padahal Bagdad

merupakan simbol negara adidaya Islam yang menjadi kebanggaan dunia Islam saat itu. Dengan demikian, sejak saat itu tidak ada adikuasa lagi di dunia Islam. Kekuasaan Islam terpecah menjadi beberapa kesultanan, seperti Murabithun, Muwahhidun, Bani Abad, Bani Ahmar dan sebagainya. Keadaan ini diperparah karena masing-masing kesultanan memiliki kewenangan dan kekuasaan sendiri, sehingga tidak ada kerja sama yang baik denganmengatasnamakan Islam dan umat Islam. Mereka hanya berfikir bagaimana caranya dapat mempertahankan kekuasaan masing-masing. Pada permulaan abad ke-16 M. Muncul tiga adikuasa baru di dunia Islam, yaitu Kerejaan Turki Usmani (1229-1924 M), yang berpusat di Istambul, kerajaan Safawai (1602-1732 M) di Persia, dan kerajaan Mughal di India (1482-1857 M). Pada permulaan abad ke-17 kerajaan Turki Usmani dapat meluaskan kekuasaannya sampai ke pintu gerbang kota Wina di Austria. Keberhasilan ini membuka peluang bagi bangsa Turki Usmani untuk melakukan ekspansi ke wilayah Eropa Timur, Asia kecil, dunia Arab di Asia Barat dan Afrika Utara. Tiga adikuasa ini dalam hal memimpin pemerintahan tidak sebagaimana Bani Abbasyiah dan Bani Umayyah. Mereka dalam memimpin negara tidak diimbangi kemajuan dalam bidang peradaban. Karenanya, ketika kerajaan itu besar dan mengalami kemajuan dalam bidang politik dan ekonomi, tetapi melemah dalam bidang pemikiran, sains, tegnologi dan filsafat. Akhirnya, kerajaan-kerajaan tersebut mengalami kemunduran pada akhir abad ke-17 M dan kemudian mengalami kehancuran pada awal abad ke-19 atau awal abad ke-20 M seperti kerajaan Turki Usman. Disaat dunia Islam mulai mengalami kemunduran, di Eropa justru sebaliknya, yang sebelumnya dalam kegelapan mulai mengalami perubahan. Bangsa Eropa pada abad ke-16 dan 17 M bangkit dan mengalami kemajuan dalam bidang industri, tegnologi, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Mereka mulai mengembangkan sains dan tegnologi yang mereka pelajari dari dunia Islam, khususnya di universitas-universitas yang ada di Cordova, Granada, Seville dan Toledo. Orang-orang Eropa menguasai bahasa Arab dan filsafat yang pernah dikembangkan ilmuwan muslim, buku-buku berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Mereka bukan saja memindahkan filsafat dan sains ke Eropa, melainkan juga mengadopsi pemikiran rasional Islam untuk menggantikan pemikiran dogmatis yang dikembangkan Gereja di Eropa. Kajian yang mereka lakukan menghasilkan temuan luar biasa dan melahirkan satu periode, yaitu renaisans di Eropa. Pemikiran filosofis dan sains yang dipelajari dari dunia Islam mereka

kembangkan, sehingga sejak abad ke-16 Eropa mulai berada di jaman modern. Pada saat yang sama, Eropa juga mengalami kemajuan yang signifikan (berarti) dalam bidang ekonomi, sehingga mereka mampu mengembangkan sains dan tegnologi modern. Hal inilah yang akhirnya mendorong Eropa untuk melakukan penetrasi dalam bentuk kolonialisme dan imperialisme ke dalam dunia Islam. Para ilmuwan bangsa Eropa telah berhasil menemukan mesin uap, sebuah hasil revolusi industri yang sangat revolusioner ketika itu. Setelah itu, Eropa semakin terdorong untuk menjelajahi samudera (dunia) guna memperoleh dan menguasai jalur perdagangan internasional yang menguntungkan. Dengan pengetahuan yang diperoleh dari dunia Islam bahwa bumi itu bundar, bangsa Eropa berpendirian bahwa untuk pergi ke sumber rempah-rempah dan sutra di Timur, jalan yang bisa dilalui bukan hanya Timur Tengah, tetapi juga bisa dicapai melalui jalan Barat dan Selatan. Tokoh legendaris yang berhasil menjelajahi dunia adalah Columbus dan Vasco Da Gama. Colombus berusaha menemukan jalan ke Timur Jauh melalui arah Barat dan berhasil menemukan Benua Amerika (1492 M). Sebenarnya Columbus ingin menemukan sumber rempah-rempah dan sutera di Timur Jauh, seperti India. Tetapi dalam pelayarannya, ia malah menemukan benua Amerika. Di benua baru ini ia bertemu dengan penduduk asli benua Amerika itu dengan Indian. Meskipun begitu, Columbus telah mencatat sejarah penting bagi bangsa Eropa, karena ternyata benua yang baru ditemukan itu memiliki harta kekayaan yang sangat berlimpah yang dapat memperkaya bangsa Eropa ketika itu. Keberhasilan Columbus diikuti pula oleh Vasco da Gama. Karena ia berhasil menemukan jalan ke Selatan melalui Tanjung Harapan ke Timur jauh (1498 M). Dengan keberhasilannya ini, Vasco da Gama berpendapat bahwa hubungan perdagangan dan pencarian rempah, sutra dan jenis atau barang komoditi dagang lainnya, tidak harus melalui dunia Islam di Timur Tengah. Sebab hubungan itu dapat dilakukan secara langsung antara Eropa dengan Timur Tengah. Sebab hubungan itu dapat dilakukan secara langsung antara Eropa dengan Timur Jauh melalui Tanjung Harapan. Para pedagang eropa telah menemukan jalur perdagangan baru melalui Tanjung Harapan, hal ini memperparah perekonomian dunia Islam. Sebab, jalur strategis yang ada melalui Timur Tengah, tidak lagi menguntungkan karena tidak banyak disinggahi para pedagang asing. Dua penemuan ini merupakan peristiwa yang sangat berharga bagi bangsa Eropa, karena para

pedagang Eropa tidak lagi bergantung pada jalur lama yang dikuasai umat Islam, tetapi telah memiliki jalur sendiri. Tidak hanya itu, penemuan tersebut membuat bangsa Eropa dalam sekejap menjadi penguasa laut dan penguasa dunia. Keseimbangan kekuatan antara dunia Islam dan Kristen Eropa (Barat) mulai goyah dengan keuntungan lebih banyak pada Barat. Penemuan Benua Amerika mendatangkan sebuah daerah baru bagi bangsa Barat dengan sumber penghasilan yang potensial untuk dikembangkan. Harta yang baru ditemukan di Amerika mendorong timbulnya kapitalisme yang melahirkan organisasi industri besar-besaran dan perkembangan teknologi. Salah satu bangsa Eropa yang dapat menandingi kekuatan ekonomi, politik dan militer umat Islam ketika itu adalah bangsa Portugis. Bangsa Portugis merupakan kekuatan kristen Eropa pertama yang menentang supremasi maritim Islam di Laut Arab dan Samudera India. Pada tahun 1509 M, mereka mengalahkan dan menghancurkan persekutuan armada Islam, termasuk Armada Mesir dekat Diu, di barat Pantai India. Serangan Portugis ke Laut Arab merupakan isyarat yang menunjukkan kejatuhn politis, ekonimis dan intelektual bagi dunia Islam. Karena ulah Portugis ini perdagangan Arab (dunia Islam) menjadi lumpuh. Namun, kaum muslimin tidak menyadari akan hal ini. Imperium-imperium Usmani, Persia dan Mughal tidak mengambil langkah-langkah penyembuhan terhadap situasi yang sangat menyedihkan ini. Lumpuhnya perdagangan laut itu akhirnya menimbulkan perbudakan di seluruh dunia Islam, baik secara langsung atau tidak langsung. Ketiga adikuasa Islam tersebut kini menghadapi saingan berat dari bangsa Eropa. Sementara itu pemikiran rasional dan orientasi dunia yang telah hilang dari dunia Islam, digantikan dengan pemikiran tradisional dan orietasi akherat. Pemikiran seperti ini jelas tidak bisa mengembangkan sains dan teknologi. Sementara di Eropa sains dan teknologi berkembang pesat, di dunia Islam tidak ada lagi sains dan teknologi. Dalam persaingan Inggris dan Perancis denagn sains dan teknologinya yang modern mengungguli ketiga adikuasa Islam senantiasa mengalami kekalahan. Jangankan melawan Inggris dan Perancis, melawan Spanyol dan Portugal saja, dunia Islam tidak sanggup. Spanyol dan Portugal melawan dunia Islam sebagai balas dendam terhadap umat Islam yang menguasai daerah mereka di Eropa untuk lebih dari 700 tahun. Di Timur jauh Spanyol dan Portugal

dapat menjajah beberapa daerah seperti Philipina oleh Spanyol dan Timor-Timur oleh Portugal. Sejak kemunduran dan jatuhnya negara-negara adikuasa Islam, wilayah kekuasaan (dunia) Islam jatuh ke dalam pendudukan dan kekuasaan Barat. Kerajaan Usmani yang semula ditakuti Barat karena ketangguhan militernya, kini digelari dengan The sick man of Europe, Si Sakit dari Eropa. Abad ke-18 merupakan babak awal pembalikan sejarah dunia. Bila sebelumnya dunia Islam menjadi adikuasa, kini giliran Eropa yang menguasai dan mendominasi dunia Islam dalam berbagai kehidupan meliputi sains teknologi, ekonomi, politik dan militer. Sejak itulah, maka dunia Islam terus mengalami kemerosotan, karena pada abad ke-19 M dan ke-20 M dapat disebut sebagai abad kemajuan kolonialisme Barat. Pada abad ini, hampir seluruh dunis Islam berada dalam cengkeraman bangsa-bangsa Barat. Dunia Islam yang pertama kali yang mengalami penetrisi dan penjajahan bangsa Barat adalah India dan Malaka yang berada di bawah kekuasaan Inggris. Sejak pada abad ke-17 M Inggris telah datang ke kepulauan Hindia. Koloni Dagang Inggris (BEIC: British East India Company) berusaha menguasai bagian Timur India. Ketika kerajaan Mughal melemah, Inggris mencoba menguasai seluruh India. Pada tahun 1857 M kerajaan Mughal dapat dikuasainya, dan mulai saat itu India berada di bawah kekuasaan kolonial Inggris. Kemudian pada tahun 1879 M Inggris menguasai Afganistan dan menjadikannya sebagai wilayah kekuasaan India-Inggris. Awal abad ke-19 M Inggris telah melengkapi penaklukannya di India, Birma (Myanmar) dan Malaysia. Belanda di Indonesia dan Rusia di Kaukasus dan Turkistan. Kekuasaan Inggris berkembang dari India, Aden dan Teluk Persia. Tiga kali pasukan Inggris menyerbu Afganistan, sedangkan penaklukan Rusia dalam beberapa kesempatan menduduki sebagian Iran Utara.

Di Afrika, Perancis merebut Aljazair pada tahun 1830 M. Dari sana dan sepanjang Pantai Antlantik, Perancis terus menaklukan Sahara Tengah dan sebagian wilayah Barat serta daerah Katulistiwa Afrika yang kebanyakan penduduknya beragama Islam dengan pengecualian nama negara Emiratemirat Nigeria Utara, yang jatuh ke dalam proteksi Inggris. Kemudian Perancis menduduki Tunisia pada tahun 1882 M, pada tahun 1980-an bergerak masuk ke wilayah sungai Nil ke Sudan.

Sementara itu, Spanyol memperluas kedudukan bersejarahnya di Maroko dan Sahara Barat, tetapi bagian terpenting Maroko berada di bawah pengaruh Perncis, yang akhirnya menjadi derah perlindungannya (protektorat) pada tahun 1912 M. Di bagian Sealatan batas dunia Islam, Jerman merebut Kamerun dan Tangnyika. Raja Leopold dari Belgia mendirikan sebuah kerajaan pribadi di Kongo, dan Inggris mengambil Zanzibar, Kenya dan Uganda. Italia merebut Eriteria dan membagi daratan Somalia dan Inggris, sedangkan Perancis memperoleh tempat strategis di pelabuhan Jibouti. Bahkan kerajaan Kristen Ethiopia setempat bergabung dalam pertempuran menundukkan penduduk muslim tetangganya, walaupun negeri itu sendiri akhirnya jatuh sebagai korban imperialisme Italia. Sebelumnya Italia telah menaklukan Libya pada tahun 1911 M. Penetrasi dan penjajahan kolonial Barat yang melibatkan banyak negara berkembang sangat pesat, sehingga dunia Islam bukan saja dipecah-pecah oleh penjajah, juga menjadi mangsa politik dan ekonomi mereka. Mereka menguasai politik dunia Islam dan mengeksploitasi kekayaan alam yang ada di dalamnya. Demikian cepatnya perkembangan penetrasi dan penjajahan bangsa Barat atas dunia Islam, sehingga pada tiga puluh tahun terakhir di abad ke-19 M, Inggris telah bertambah wilayahnya seluas lima juta mil persegi, dan penduduk sebesar 88 juta jiwa. Pada tahun 1900 wilayahnya telah meliputi seperlima luas dunia, dan memerintah 400 juta jiwa. Imperium Perancis berkembang dari 700 ribu hingga lebih dari 800 juta mil persegi, dari 50 juta jiwa menjadi 52 juta jiwa. Jerman yang tidak memiliki imperium menguasai satu juta mil persegi dan mempunyai penduduk koloni sebanyak 14 juta jiwa pada tahun 1900 M. Selama 10 tahun sejak dari 1841-1851 M, Inggris telah memperoleh New Zealand, Pantai Emas (Gold Coast), Labuan, Natal, Punjab, Sind dan Hongkong. Pada tahun 1870 M, hanya sepersepuluh luas benua Afrika yang ada di bawah kendali Eropa. Pada tahun 1900 M hanya tinggal sepersepuluh saja yang tetap berstatus merdeka. Secara lebih rinci Inggris menguasai wilayah India, Asia dan Afrika Utara, yaitu dengan menaklukan Malaka (1811 M), Oman dan Qatar (1820 M), Aden (1839 M), India (1858 M), Mesir (1882 M), Sudan (1890 M) dan Bulichistan (1899 M). Bahkan pada abad ke-20 M, koloni Inggris telah menckup kesultanan Muslim di Nigeria Utara (1906 M), Kuwait (1914 M) dan setelah berakhirnya perang dunia II, negara tersebut memperoleh mandat penguasaan Irak, Palestina dan Yordania.

Penaklukan Inggris atas Mesir semula dilatarbelakangi oleh kesepakatan dan jaminan yang diberikan oleh penguasa Mamluk saat itu, kepada armada Inggris untuk melintasi Laut Merah (1778 M). Perancis melihat hal ini sebagai ancaman bagi stabilitas ekonomi dan perdagangan. Perancis yang telah melakukan hubungan dagang di sana, sehingga berakibat terganggunya hubungan perdagangannya di wilayah tersebut. Perancis memasuki Mesir tahun 1798 M, Aljazair tahun 1830 M, Tunisia tahun 1881 M, dan Maroko tahun 1912 M. Rusia memasuki wilayah Azov tahun 1775 M dan Besarrabia tahun 1812 M. Berikutnya Azerbaijan, Kazakhstan, Uzbekistan, Turkmenistan, Tazikistan dan Kirghistan. Sedangakn Austria memasuki Hongaria dan Transilvania. Selain itu, terdapat beberapa negara bagian yang melepaskan diri dari kerajaan Turki Usmani, seperti Yunani pada tahun 1830 M, kemudian Bosnia, Rumania, Bulgaria, Serbia dan Montenegro pad tahun 1878 M. Selain itu, Indonesia juga menjadi wilayah jajahan Barat. Belanda pertama kali datang ke Indonesia tahun 1595 M dengan kompeni dagangnya VOC. Sejak abad ke-17 M Belanda telah memonopoli perdagangan di wilayah Nusantara. Pada abad selanjutnya, abad 18 M, Voc berhasil menguasai hegemoni politik di pulau jawa dengan perjanjian Giyanti (1755 M). Pada abad ke-19 M, tepatnya tahun 1800-1939 M, merupakan suatu masa di mana bangsa-bangsa Eropa mendominasi dunia, khususnya dunia Islam. Dunia Islam saat itu tampak tidak berdaya menghadapi penetrasi kolonial Barat, sehingga hampir seluruh dunia Islam menjadi daerah jajahan mereka. Hanya empat negara Islam yang tidak mereka kuasai, yaitu Turki, Saudi Arabia, Afganistan dan Yaman.

Motivasi bangsa Barat menjajah dunia Islam 1. Motivasi Ekonomi Motifasi utama kolonialisasi Barat menjajah dunia Islam tidak dapat dipisahkan atas kepentingan ekonimi dan perdagangan. Ketika dunia Islam mengalami kemunduran, Eropa sedang berada di jaman kemajuan. Kemajuan yang diraih Barat mampu melhirkan dan mengembangkan industri. Industri ini tentu saja membutuhkan bahan-bahan baku dan rempah-rempah. Pada saat yang sama Barat juga perlu wilayah temapt memasarkan produk industri mereka. Bangsa Barat terus berupaya mencari terobosan baru guna menguasai jalur-jalur perdagangan yang menguntungkan. Terobosan itu ternyata membawa hasil, yaitu dengan ditemukannya tanjung

Harapan oleh Vasco da Gama dan Benua Amerika oleh Colombus. Penemuan ini sangat berarti bagi Amerika, tetapi merupakan tragedi yang merugikan bagi dunia Islam. Setelah penemuan ini Eropa semakin menumbuhkan semangat ekspansif dan penetratifnya ke dalam dunia Islam. Dalam kondisi demikian, mereka mengeksploitasi dan menguras kekayaan alam serta memeras sumber daya manusia di saerah yang dikuasainya. 2. Motivasi Politik Motivasi politik juga merupakan salah satu dari tujuhan mereka menjajah dunia Islam. Karena suatu wilayah yang secara politik sudah dikuasai akan memudahkan penguasa kolonial melakukan hubungan dagang dan monopoli kepentingan ekonominya. Jika penguasa kolonial sudah menguasai wilayah atau jajahan tentu saja berupaya mewujudkan stabilitas perdagangan dan ekonominya. Sehingga pada saat yang sama penguasa kolonial merasa perlu mempertahankan kekuasaannya. Hal ini menjadi penting terutama penjajah harus menghadapi saingan politis dari bangsa Barat lainnya dalam melebarkn kekuasaannya. Stabilitas politik dalam negeri jajahan diperlukan untuk memperlancar eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia di satu pihak, dan di pihak lain mempertahankan kepentingan ekonomi atau gangguan dari rekan kolonial lainnya. Untuk dapat mengusai lebih lama, maka bangsa Barat juga melakukan politik adu domba seperti yang dilakukan Belanda terhadap rakyat dan pemimpin di Indonesia. Hal ini ditempuh tidak lain untuk melemahkan persatuan dan kesatuan pribumi. Sehingga pihak kolonial denagn leluasa dapat melanggengkan kedudukan dan pemerasan ekonominya. Dari politik adudomba yang diterapkan tersebut, berarti pihak kolonoal berkepentingan membuat kebijakan mengenai pribumi untuk memahami dan menguasai pribumi yang mayoritas muslim. Untuk kepentingan itu, Belanda mendatangkan ahli Islam bernama Christian Snounk Hourgronye yang ahli Islam dan pandai berbahasa Arab itu ke Indonesia. Sekalipun Snouck memahami bahwa orang Indonesia sangat toleran, cinta damai, tetapi ia tidak memungkiri adanya kemungkinan kelompok tertentu yang anti Belanda menggerakkan massa melakukan gerakan perlawanan. Karena itu, sebagai penasehat politik keagamaan pemerintah, C. Snouck Hurgronye, menyatakan bahwa musuh Belanda sebenarnya bukan Islam sebagai sebuah agama, melainkan Islam politik. Kembali untuk memperkuat posisi politiknya, akhirnya pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan untuk melarang kelompok Islam melaksanakan komunikasi politik dengan dunia Islam di luar melalui perjalanan haji. Karena itu, pemerintah Belanda mengeluarkan aturan untuk memperketat pemberangkatan haji dari Indonesia. Tapi memberikan kelonggaran bagi mereka yang akan menjalankan ibadahnya di Indonesia, dan tidak perlu dicurigai. 3. Motivasi Agama Selain motivasi ekonomi dan politik, tetapi juga agama. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pendeta dan pastur yang dikirim ke negara-negara Islam guna menyebarkan agama Kristen. Hal itu didasari atas tumbuhnya semangat reconquista, semangat balas dendam bangsa Barat, khususnya Portugal dan Spanyol, atas penjajahan bangsa Arab Islam di negeri mereka selama hampir delapan abad. Semangat ini terus mewarnai usaha mereka dalam melakukan penjajahan atas dunia Islam. Bangsa Barat mengetrapkan tiga idiologi dalam usaha penguasaaan negara-negara Islam, yaitu Gold, Glory and Gospel. Usaha pertama adalah menguasai dunia Timur Islam yang sangat kaya itu

menjadi bagian wilayah jajahan, sehingga mereka menguasai seluruh sektor penting di dalam perekonomian dunia. Setelah itu, mereka akan menjadi bangsa yang kaya dan makmur serta mencapai kejayaan (glory). Usaha selanjunya, dan ini tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan usaha lain, adalah penyebaran agama Kristen di dunia Islam. Ketiga motivasi ini membawa hasil yang cukup signifikan dalam usaha mereka menguasai dunia Islam. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penganut Kristen di dunia Islam, seperti di dunia Islam, seperti Indonesia, Mesir, wilayah jazirah Arabia dan lain sebagainya. Dampak penjajahan Barat terhadap dunia Islam Kedatangan bangsa Barat telah membawa dampak negatif bagi kemajuan umat Islam dalam berbagai bidang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemerintahan kolonial merupakan bencana yang tidak tanggung-tanggung. Kolonialisasi telah mempengaruhi upaya pencapaian cita-cita Islam dengan cara mengubah dan memutarbalikkan kenyataan yang sebenar-benarnya. Selama masa penjajahan, orang Islam harus berkorban dalam medan perang demi menyelamatkan panji-panji Islam. Bayaran yang dikeluarkan sangat mahal, tidak hanya ongkos politik, budaya, agama, juga bidangbidang lain, terutama pengetahuan dan moral bangsa, yang terimbas oleh pengaruh penjajahan bangsabangsa Barat atas dunia Islam. Bahkan hingga kini masyarakat Islam masih harus membayar ongkos tersebut. Pemerintah kolonial telah melumpuhkan masyarakat muslaim, membekukan pemikiran dan menguburkan kejayaan Islam masa lalu. Lebih buruk lagi, kolonial telah merusak rasa percaya diri orang Islam, sehingga membuat mereka tak berdaya, seperti anak kecil. Politik kolonial juga berdampak pada kelemahan umat Islam dalam memahami ajaran agamanya. Dalam hal ini Barat menempuh dua cara, pertama membangunkan beberapa pemikir muslim dengan gerakan progresivisme Islam yang bertujuan mencari legitimasi dari pemerintah kolonial dan memberikan pembenaran untuk pemerintahan kolonial terhadap umat Islam agar mereka tidak melakukan perlawanan. Kedua, menugasi beberapa orang Barat keturunan Asia yang beragama Kristen untuk meruncingkan perbedaan mazhab, memperlebar jurang pemisah dan politik adu domba di antara golongan umat Islam. Penjajahan Barat terhadap dunia Islam juga meninggalkan warisan moral yang rusak. Sedikit banyak induvidualisme, materialisme dan kapitalisme yang diakibatkan oleh kemajuan sains dan tegnologi Barat yang sekuler telah merasuki umat Islam. Akibatnya banyak orang Islam kehilangan moralitas dan identitas keislamamnya. Seiring dengan penetrasi ekspansi dan pendudukan Barat terhadap dunia Islam masih juga tampak cahaya konsep ideal Islam. Kolonialisasi di satu segi melemahkan tatanan nilai dan masyarakat Islam, tetapi di segi lain juga melahirkan semangat jihad untuk membebaskan diri dari penguasaan kolonial. Sejumlah cendikiawan dan pemimpin di Asia dan Afrika masih tetap berpegang teguh pada Al-Quran dan Syariah, meskipun pasukan penjajah Eropa semakin dekat. Pasuka Sanusi dan Mahdi bertempur melawan orang Eropa di Afrika, Imam Syamil di Kaukakus berjuang menentang orang Rusia, kelompok Naqsabandi yang berseragam hijau menentang pemerintahan pusat Cina, Umar Tal Al-Haji yang menentang pemerintahan teokrasinya dikuasai oleh Perancis, Muhammad Abdul Hasan di Somalia, Abdul Kadir di Aljazair; Orang Akhnud di Swat, Sayyid Ahmad Barelvi di India Utara, dan Haji Syariatullah di Binggal, semua berjuang menentang musuh Islam. Pengaruh lain yang disisahkan Barat di dunia Islam adalah nasionalisme. Nasionalisme merupakan salah satu politik dalam memecah belah kesatuan dan kekuatan umat Islam serta memudahkan mereka membagi-bagi wilayah Islam dan meguasainya. Namun demikian, masuknya Barat ke dunia Islam dengan membawa kultur asing mempunyai pengaruh yang besar terhadap rakyat dan merupakan fktor dalam mempercepat kesadaran nasional mereka. Akhirnya ide nasionalisme diterima oleh negara-negara Islam secara meluas. Paham ini secara khusus pernah dipakai dalam perjuangan melawan kekuasaan kolonialisme.

Bersamaan dengan kolonialisasi, berkembanglah di kalangan Barat sebuah kajian mengenai dunia Timur, yang kita kenal dengan orientalisme. Bahkan orientalisme merupakan kunci Barat untuk memahami dunia Timur, khususnay Islam. Semula orientalisme ini bertujuan memindahkan ilmu pengetahuan dan filsafat yang terdapat dalam peradaban Islam ke Eropa. Namun untuk kepentingan kolonialisasi, Barat perlu mempelajari adat-istiadat dan agama yang dianut bangsa-bangsa di dunia Timur (Islam). Oleh karena itu, mencullah tulisan-tulisan yang mencoba memberikan gambaran yang sebenarnya tentang Islam. Mengenai adat-istiadat Indonesia terdapat karangan-karangan yang disusun oleh Mersden, Raffles, Wilken, Snouck Hourgronye dan sebagainya. Sewaktu Napoleon mengadakan ekspedisi ke Mesir pada thun 1798 M, dalam ronbongannya turut satu golongan orientalis untuk mempelajari adat istiadat, perekonomian dan pertanian Mesir. Hasil penyelidikan mereka perlu bagi Napoleon untuk menjalin hubungan baik dengan bangsa Mesir. Di antara orientalis yang mereka bawa adalah Langles, ahli bahasa Arab, Villoteau, yang mempelajari musik Arab, dan Marcel yang mempelajari sejarah Mesir. Tradisi orientalisme ini sampai sekarang tetap berkembang di dunia Barat, meskipun orientasi mempelajari dunia Timur dan Islam sudah berubah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penjajahan bangsa-bangsa Barat atas dunia Islam pada akhirnya banyak membawa dampak negatif terhadap dunia dan umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan, seperti kehidupan ekonomi, politik, ekonomo, budaya, agama, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Karena itu, Islam dan umatnya menjadi terpuruk dan keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan menjadi pemandangan sehari-hari. Mentalitas dan kultur yang ditanamkan oleh penjajah agaknya masih terasa hingga kini, paling tidak di kalangan rakyat Indonesia.

La Tansa Sejak Andalusia, Sicilia dan beberapa wilayah Islam lainnya di Asia dan Afrika mengalami kemunduran, dunia Islam semakin melemah, baik dari segi kekuasaan politik maupun dari segi penguasaan sains dan tegnologi. Kemunduran Islam diperparah dengan jatuhnya kota Bagdad ke tangan bangsa Mongol di bawah pmpinan Hulughu Khan pada tahun 1258 M. Bagdad merupakan simbol negara adidaya Islam yang menjadi kebanggaan

dunia Islam saat itu. Dengan demikian, sejak saat itu tidak ada adikuasa lagi di dunia Islam. Kekuasaan Islam terpecah menjadi beberapa kesultanan, seperti Murabithun, Muwahhidun, Bani Abad, Bani Ahmar dan sebagainya Pada permulaan abad ke-16 M. Muncul tiga adikuasa baru di dunia Islam, yaitu Kerejaan Turki Usmani (1229-1924 M), yang berpusat di Istambul, kerajaan Safawai (1602-1732 M) di Persia, dan kerajaan Mughal di India (1482-1857 M). Pada permulaan abad ke-17 kerajaan Turki Usmani dapat meluaskan kekuasaannya sampai ke pintu gerbang kota Wina di Austria. Keberhasilan ini membuka peluang bagi bangsa Turki Usmani untuk melakukan ekspansi ke wilayah Eropa Timur, Asia kecil, dunia Arab di Asia Barat dan Afrika Utara. Orang-orang Eropa menguasai bahasa Arab dan filsafat yang pernah dikembangkan ilmuwan muslim, buku-buku berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Mereka bukan saja memindahkan filsafat dan sains ke Eropa, melainkan juga mengadopsi pemikiran rasional Islam untuk menggantikan pemikiran dogmatis yang dikembangkan Gereja di Eropa Kajian yang mereka lakukan menghasilkan temuan luar biasa dan melahirkan satu periode, yaitu renaisans di Eropa. Pemikiran filosofis dan sains yang dipelajari dari dunia Islam mereka kembangkan, sehingga sejak abad ke-16 Eropa mulai berada di jaman modern Para ilmuwan bangsa Eropa telah berhasil menemukan mesin uap, sebuah hasil revolusi industri yang sangat revolusioner ketika itu. Setelah itu, Eropa semakin terdorong untuk menjelajahi samudera (dunia) guna memperoleh dan menguasai jalur perdagangan internasional yang menguntungkan Tokoh legendaris yang berhasil menjelajahi dunia adalah Columbus dan Vasco Da Gama. Colombus berusaha menemukan jalan ke Timur Jauh melalui arah Barat dan berhasil menemukan Benua Amerika (1492 M). Sebenarnya Columbus ingin menemukan sumber rempah-rempah dan sutera di Timur Jauh, seperti India. Tetapi dalam pelayarannya, ia malah menemukan benua Amerika Sejak kemunduran dan jatuhnya negara-negara adikuasa Islam, wilayah kekuasaan (dunia) Islam jatuh ke dalam pendudukan dan kekuasaan Barat. Kerajaan Usmani yang semula ditakuti Barat karena ketangguhan militernya, kini digelari dengan The sick man of Europe, Si Sakit dari Eropa Pada abad ke-19 M, tepatnya tahun 1800-1939 M, merupakan suatu masa di mana bangsa-bangsa Eropa mendominasi dunia, khususnya dunia Islam. Dunia Islam saat itu tampak tidak berdaya menghadapi penetrasi kolonial Barat, sehingga hampir seluruh dunia Islam menjadi daerah jajahan mereka Ada beberapa motivasi bangsa Barat menjajah dunia Islam. Diantaranya adalah: - Motivasi ekonomi - Motivasi Politik - Motivasi Agama Kedatangan bangsa Barat telah membawa dampak negatif bagi kemajuan umat Islam dalam berbagai bidang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemerintahan kolonial merupakan bencana yang tidak tanggung-tanggung. Kolonialisasi telah mempengaruhi upaya pencapaian cita-cita Islam dengan cara mengubah dan memutarbalikkan kenyataan yang sebenar-benarnya

Tamrinat

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar ! Sejak kapan bangsa Barat menguasai dunia Islam ? Sebutkan beberapa kelemahan kepemimpinan Islam sehingga banghsa Barat dapat menguasainya ! Jelaskan apakah yang dimaksud dengan renaisans ! Dan apakah yang dimaksud dengan The sick man of Europe Sebutkan beberapa motivasi bangsa Barat menguasai dunia Islam ! Amanah ; Buatlah cerita singkat tentang sejarah masuknya bangsa Barat ke dunia islam !

Bagian

MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB (1703-1787 M)

BIOGRAFI MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB Nama lengkap Lahir Nama Bapak : Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid At-Tamimi : Uyainah, Najd pada tahun 1115 H/1703 M. : Abdul wabah (seorang qodi/ hakim)

Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab meniti karir dari ayahnya sendiri dibidang fiqih

bermadzhab Hambali, Al-Quran (tafsir), hadits dan tauhid. Pendidikan yang diterima dari ayahnya telah menjadi dasar yang kuat bagi Muhammad bin Abdul Wahab dalam menghafal Al-Quran dan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Kutubus Sittah. Memasuki usianya yang ke-20 (dua puluh), ia sudah mulai bersikap kritis terhadap kondisi sosial dan keagamaan pada masyarakatnya. Tak jarang ia melakukan kritikan bahkan celaan terhadap segala macam bentuk kepercayaan yang berbau kemusyrikan dan praktik-praktik yang menyimpang dari syariat Islam. Sikap kritisnya berdampak besar bagi diri dan keluarganya. Ia sendiri diasingkan oleh para ulama. Sementara ayahnya dipecat dari jabatannya sebagai Qadi. Akibat tekanan politik dan keagamaan masyarakatnya, ditambah dengan pemecatan ayahnya, menyebabkan keluarga Muhammad bin Abdul Wahab tidak dapat menjalani kehidupan sebagaimana mestinya. Menyadari kenyataan ini, akhirnya Muhammad dan keluarganya pergi hijrah ke Huraimila pada tahun 1726 M. Tetapi mereka tidak lama menetap di daerah ini. Karena itu, mereka berusaha untuk kembali ke kampung halaman di Uyainah, namun kedatangan mereka tidak disambut dengan baik, karena dirinya telah mempermalukan masyarakat Uyainah, dan posisi ayahnya juga telah jatuh. Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab Akhirnya memilih pergi meninggalkan Uyainah dan menuju Hijaz. Di kota inilah Muhammad bin Abdul Wahab menunaikan ibadah haji. Menurut laporan Ibn Bishr di dalam kitabnya Unwan di Madinah belajar dibawah bimbingan dua orang syeikh yaitu Abdullah bin Ibrahim bin Sayf dan syeikh Muhammad Hayyat Al-Sindi. Ke dua syeikh tersebut adalah pengagum ajaran Ibnu Taimiyah dan ulama yang menganjurkan untuk melakukan gerakan reformasi dimana-mana. Doktrin yang diterima dari kedua ulama tersebut memberi pengaruh besar terhadap pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab. Muhammad Hayyat memberikan pengaruh besar atas pandanganpandangan keagamaan Muhammad bin Abdul Wahab, terutama menyangkut pentingnya doktrin tauhid, penentangan terhadap taqlid, dan perlunya kembali kepada Al-Quran dan hadits. Muhammad Hayyat, termasuk salah seorang yang menentang pertikaian yang tidak perlu di antara mazhab-mazhab, dan sebaliknya mengajarkan toleransi dan rekonsiliasi.. Lebih jauh lagi, ia menghimbau ulama untuk melakukan ijtihad berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Ia juga menentang inovasi yang tak berdasarkan (bidah al-dhalalah) yang dapat membawa kepada syirik. Sementara itu Abdullah bin Ibrahim bin Sayf adalah seorang ulama yang terkemuka di Madinah yang menguasai fiqh Hambali dan hadits. Selain itu, Ibnu Sayf juga salah seorang peagum pemikiran Ibnu Taimaiyah yang menyerukan kepada kaum muslimin untuk kembali kepada Al-Quran dan hadits serta meninggalkan praktik-praktik bidah mereka. Oleh karena itu, tampaknya ada kemungkinan besar ia menyuruh Muhammad bin Abdul Wahab membaca karya-karya Ibnu Taimaiyah. Ibnu Syf yang meikuti perkembangan Ibnu Taimiyah percaya bahwa perubahan harus dilaksanakan untuk menyebarkan pemahaman serta praktik-praktik Islam yang benar. Hanya saja cara yang dianjurkannya tidak dengan kekerasan, melainkan dengan cara-cara sejuk dan damai, seperti melalui pengajaran. Selain itu juga diketahui bahwa Ibnu Sayf mengatakan kepada Muhammad bin Abdul Wahab bahwa senjata yang paling baik lainnya untuk memerangi keyakinan dan praktik-praktik agama yang tidak benar adalah buku. Proses evolusi intelektual Muhammad bin Abdul Wahab adalah ketika ia melanjutkan studinya ke Basra dan tinggal menetap di kota ini selama 4 (empat) tahun. Di Basra, ia mempelajari hadits, fiqh dan filologi. Salah seorang gurunya di Basra adalah Muhammad Al-Majmui. Selain aktifitas belajar dari para ulama setempat, ia juga aktif dalam kelompok studi. Aktifitas lainnya yaitu mengajak para ulama untuk melakukan reformasi dunia Islam. Namun usahanya itu mendapat perlawanan dari para ulama, sehingga ia pun meninggalkan Basra. Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab kemudian mengikuti pendidikan di Basra, ia pindak ke Bagdad. Di kota ini ia memasuki kehidupan baru dengan menikahi seorang wanita kaya. Lima tahun kemudian, setelah istrinya meninggal dunia, ia pindah ke Kurdistan kemudian ke Hamdan dan Isfahan. Di kota terakhir ini, ia sempat mempelajari filsafat dan tasawuf. Setelah bertahun-tahun merantau,

akhirnya ia kembali ke tempat kelahirannya di Najd. Di negeri asalnya itu, ia masih sempat mempelajari tafsir Al-Quran, syarah assunah dan kitabkitab lain mengenai ilmu-ilmu keislaman, seperti kitab karangan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayim AlJauziah. Sejak ia tinggal di Najd, Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab mulai bersikap kritis terhadap praktik-praktik keagamaan yang bersifat khurafat, bidah dan syirik. Akibat dari sikap kritisnya ini, ia mendapat perlawanan keras dari para ulama dan bahkan dari ayahnya sendiri. Semua pemikiran keras ((radikal itu, ditulisnya ke dalam bentuk buku yang berjudul Kitab Al-Tauhid. Karyanya ini ditulisnya ketika ia menetap kembali ke kampung halamannya, Unaiyah, Najd. Kitab ini dicetak berulangkali dan disebarkan ke kota Najd. Pemikirannya yang dianggap keras tersebut baru diwujudkan dalam bentuk gerakan setelah kematian ayahnya pada tahun 7440 M. Sejak saat itulah pemikirannya tentang perlunya kembali kepada ajaran Al-Quran dan hadits dan hanya Allah yang maha Esa, disebarkan ke dalam bentuk gerakan yang sangat agresif. Dalam waktu yang relatif singkat, gerakan dan pengaruh pemikiran reformasi tauhid yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab tersebar luas. Gerakannya ini semakin kuat ketika salah seorang penguasa Uyainah bernama Usman bin Muammar melindungi gerakannya. Usman bin Muammar mencoba merealisasikan dasar-dasar gerakan Muhammad bin Abdul Wahab. Aktifitas pertama yang dilakukannya adalah menghancurkan makam Zayd bin al-Khattab, yang banyak dikunjungi masyarakat untuk meminta berbagai keperluan dan sebagainya. Selain itu, ia juga mulai menghidupkan kembali penerapan hukum Islam tentang perzinahan. Bagi pelaku zina, laki-laki dan perempuan harus dirajam hingga mati. Aktifitas Muhammad bin Abdul Wahab mendapatkan perlindungan dari penguasa Uyainah ini, mendapatkan reaksi dari para ulama dan masyarakat sekitarnya. Karena begitu kuatnya perlawanan tersebut, akhirnya ia meninggalkan Uyainah dan pergi ke kota Dariyah. Kota ini berada di bawah kekuasaan Muhammad bin Saud. Di kota ini, Muhammad bin Abdul Wahab menetap selama lebih kurang 2 (dua) tahun, dan selama itu pula ia mempropagandakan pandangannya dan mengirimkan surat kepada penguasa, ilmuan dan kepala suku di Arabia. Pada tahun 1744 M Ibnu Saud dan Muhammad bin Abdul Wahab telah membentuk koalisi dalam menyebarkan gerakan Wahabiyah. Penguasa dan pemimpin reformis ini saling bekerja sama dalam menciptakan negara Saudi yang berideologi Wahabi. Pada tahun 1773 M aktifitas Muhammad bin Abdul Wahab lebih terfokus kepada pendidikan ibadah saja. Hal ini dilakukan terus-menerus hingga kematiannya pada tahun 1791 M. Kematiannya ini tidak membuat gerakan Wahabiyah padam, melainkan terus menyebar dan berpengaruh ke daerahdaerah lain di Jazirah Arabia. Paham ini menjadi kuat ketika Wahabiyah dijadikan sebagai ideologi negara kerajaan Saudi Arabia hingga kini. Pemikiran dan karya Muhammad bin Abdul wahab 1. Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab Terdapat tiga faktor yang menjadi latar belakang kemunculan gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. 1). Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang memiliki basis agama yang cukup kuat. Dengan didikan dan tempaan yang matang dalam bidang agama, khususnya mazhab Hambali, menjadi modal dasar dalam pembentukan pemikirannya.

2).

Dari kedua guru Muhammad Hayyat dan Ibnu Sayf, Muhammad bin Abdul Wahab banyak mengenal dan mengkaji pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah. Seperti diketahui bahwab Ibnu Taimiyah yang hidup pada peralihan abad ke- dn ke- dikenal sebagai bapak pembaharuan, karena ide dan pemikirannya untuk kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah, pembukaan kembali pintu ijtihad dn anti taqlid merupakan tema pokok dalam pemikirannya. Seruan ini kemudian banyak mempengaruhi pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab.

3). kondisi sosio-relegius di Najd dan daerah-daerah yang dikunjungi sangat memprihatinkan, terutama paham tauhid yang banyak menyimpang dari ajaran Islam. Pada setiap negara yang dikunjunginya, Muhammad bin Abdul Wahab melihat kuburan-kuburan syekh terekat bertebaran. Tiap kota, bahkan juga kampung-kampung mempunyai kuburan syekh atau wali masing-masing. Ke kuburan-kuburan itu umat Islam pergi naik haji dan meminta pertolongan dari syekh atau wali yang dikuburkan di dalamnya untuk menyelesaikan problema hidup mereka sehari-hari. Ada yang meminta supaya diberi anak, jodoh, disembuhkan dari penyakit dan meminta kekayaan dan lain sebagainya. Selain itu, masyarakat masih dipengaruhi oleh keyakinan animisme. Mereka meyakini pohon dan batu-batuan yang memiliki kekuatan ghaib serta tempat-tempat tertentu untuk meminta pertolongan dalam mengatasi persoalan-persoalan hidup mereka. Pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab di antaranya; a. Tauhid Tauhid merupakan tema sentral dalam pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab Tauhid. Menurutnya, seperti yang ada dalam bukunya Kitab Al-Tauhid, yakni Al-Ibadah atau pengabdian kepada Allah, karena rasul yang diutus Allah memulai seruannya kepada manusia agar beribadah hanya kepada Allah SWT. Selanjutnya ia mengartikan kalimat tauhid La ilaha illallah bahwa hanya Allah-lah yang mempunyai kekuasaan hakiki dan hanya Allah pula-lah yang patut disembah selain Allah adalah syirik dan thagut. Muhammad bin Abdul Wahab membagi tauhid dalam empat bagian yaitu: Tauhid Uluhiyah, (tauhid terhadap Allah sebagai yang disembah). Tauhid Rububiyah, (tauhid terhadap Allah sebagai pencipta segala sesuatu), Tauhid Asma dan Sifat, (tauhid yang berhubungan dengan nama dan sifat Allah), dan Tauhid Afal (tauhid yang berhubungan dengan perbuatan Allah). Namun dari ketiga tauhid yang disebut terakhir hanya tauhid ilmu dan keyakinan saja. Adapun tauhid yang sesungguhnya adalah tauhid Uluhiyah. Menurutnya, kebanyakan manusia di muka bumi ini hanya memiliki salah satu dari tiga bentuk tauhid (Rububiyah, Asma dan Sifat, serta Afal), sedangkan tauhid uluhiyah ditolak oleh banyak orang. Kesimpulan tauhid yang diajarkan dari Muhammad bin Abdul Wahab pada intinya sebagai berikut ; 1). Yang boleh dan harus disembah hanyalah Tuhan Allah SWT, dan bagi orang yang menyembah selain dari Tuhan Allah telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh. 2). Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang sebenarnya, karena mereka meminta pertolongan bukan lagi kepada tuhan tetapi dari syekh atau wali dari kekuatan ghaib. Orang Islam yang demikian menjadi musyrik. 3). Menyebut nama nabi, syekh atau malaikat sebagai pengantar dalam doa juga merupakan syirik.

4). Meminta syafaat selain dari kepada Tuhan Allah adalah juga syirik. 5). Bernazar kepada selain dari Tuhan Allah juga syirik 6). Memperoleh pengetahuan selain dari Al-Quran, hadits dan qiyas merupakan kekufuran. 7). Tidak percaya kepad qada dan qadar Tuhan juga merupakan kekufuran. 8). Menafsirkan Al-Quran dengan tawil (interpretasi bebas) adalah kafir. Ajaran tauhid yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab bukan hanya dalam tatanan teoritis, tetapi ia juga mencoba mewujudkan pemikiran tauhidnya dalam bentuk aksi. Dengan gerakan wahabiyahnya, ia berusaha keras untuk memurnikan ajaran Islam dan mengembalikan ajaran pemahaman umat Islam kepada Islam yang murni, yakni Islam yang terdapat di dalam Al-Quran dan hadits. Ia pun mengajarkan untuk kembali kepada Al-Quran dan Hadits. b. Terbukanya pintu ijtihad dan melarang taqlid Seruan untuk kembali kepada Al-Quran dan Hadits membawa konsekkuensi logis bagi terbukanya pintu ijtihad. Hal ini dapat dipahami karena tidak semua ajaran Islam yang bersifat universal diformulasikan secara rinci di dalam Al-Quran dan Hadits. Dengan terbukanya pintu ijtihad, maka Muhammad bin Abdul Wahab melarang umet Islam untuk bertaqlid kepada para ulama. c. Penetapan hukum Islam harus merujuk kepada Al-Quran dan Hadits Prosedur yang harus dilalui dalam menetapkan hukum Islam yaitu pertama-tama harus meneliti apakah persoalan tersebut terdapat dalam Al-Quran dan Hadits. Jika tidak ada, maka diperlukan ijma (konsensus). Bagi Muhammad bin Abdul Wahab, ijma dipahami secara terbatas, yakni pada beberapa generasi muslim pertama. d. Tawassul dan bidah Muhammad bin Abdul Wahab membantah dengan keras lawan-lawannya yang membolehkan adanya tawassul. Menurutnya, ibadah dimaksudkan untuk menyerahkan seluruh ucapan dan tigkah laku hanya kepada Allah semata. Meminta bantuan atau perlindungan melalui perantaraan seseorang atau kepada simbol-simbol yang bersifat mistik dilarang dalam Islam. Sementara itu, dalam mengartikan bidah Ibn Abdul Wahab sangat ketat. Bidah didenifisikan sebagai ajaran atau aktifitas yang tidak berdasarkan kepada Al-Quran dan As-Sunnah (praktikpraktik yang dijalankan oleh Rasullulah). Ia menolak semua bentuk bidah. Baginya tidak ada bidah hasanah. Beberapa contoh yang diklaim sebagai bidah yaitu; memasang kain Raudhah, mengucapkan kata Sayyidina Muhammad, merayakan hari lahirnya nabi, meminta tawassul dari para wali, mengirimkan Fatihah kepada para pendiri sufi setelah sholat lima waktu, dan mengulang sholat lima waktu setelah selesai shalat Jumat di bulan Ramadhan. 2. Karya-karya Muhammad bin Abdul Wahab Muhammad bin Abdul Wahab dapat digolongkan sebagai ulama yang produktif. Hal ini dapat dilihat dari karangannya yang mencapai puluhan judul. Kitab-kitabnya itu antara lain adalah: Kitab Al-Tauhid, yang isinya berkisar tentang ajaran pemberantasan bidah dan kurafat yang terdapat di kalangan masyarakat dan ajaran untuk kembali pada ajaran tauhid yang murni.

Tafsir Surah Al-Fatihah Mukhtasar Sahih Al-Bukhari Mukhtasar As-Sirah An-Nabawiyah Nasihah Al-Mudlimin bi Ahadis Khatam An-Nabiyin Usuhul Iman Kitabul Kabair Kasyf Asysyubuhat Salasul Usul Adabul Masi Ila As-Salah Ahadis Al-Fitah Mukhtasar Zad Al-Maad Al-Masail Al-Lati Khalafa Fiha Rasulullah Ahi Al-Jahiliyah At-Tauhid Fi Ma Yajibu min Haqqillah Alal Abid Arbai Qawaid fittauhid Istinbathul Quran. Gerakan Wahabiyah dan implikasinya pada pembaharuan Islam Gerakan Wahabiyah tidak bisa dilepaskan dari nama Muhammad bin Abdul wahab. karena dialah yang membangun gerakan tersebut. Namun, nama gerakan itu tidak berasal dari Muhammad bin Abdul Wahab sendiri, melainkan dari golongan lain yang menjadi lawannya. Para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab menamakan kelompoknya dengan sebutan Al-Muwahidun, yaitu kelompok yang berusaha mengesakan Tuhan semurni-murninya. Selain itu, mereka menamakan dirinya sebagai kaum Suni, pengikut mazhab Hambali, seperti yang dianut oleh Ibnu Taimiyah. Para ahli sejarah menilai bahwa tujuan didirikan gerakan Wahabiyah adalah usaha untuk melakukan usaha perbaikan semata-mata, maksudnya memperbaiki kepincangan-kepincangan, menghapuskan segala perbuatan takhayul dan kembali pada Islam sejati. Namun dalam perkemangan sejarahnya, orientasi gerakan ini mengalami pembiasaan sehingga tujuan awal untuk pemurnian ajaran tauhid mengalami perkembangan dengan menambahkan adanya misi politik untuk membangun negara Saudi. Perubahan orientasi ini terlihat jelas ketika Muhammad bin Abdul Wahab berkoalisi dengan keluarga Al-Saud untuk memperluas wilayah kekuasaan dan kemudian mendirikan kerajaan Saudi Arabia. Gerakan Wahabiyah dapat dikatagorikan ke dalam tiga periode: 1. Periode Muhammad bin Abdul Wahab Periode ini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan awal dari gerakan Wahabiyah. Seperti yang telah diuraikan pada bagian awal bahwa ketika Muhammad bin Abdul Wahab berada di Basra, ia sudah melakukan berbagai analisis kritis dan kritikan tajam mengenai keadaan masyarakat di kota itu. Sikap ini menunjukkan adanya keinginan Muhammad bin Abdul Wahab untuk melakukan upaya gerakan reformasi akidah dan pemurnian ajaran Islam dari berbagai ketidabenaran dan penyimpangan. Keinginan tersebut baru dapat diwujudkan dalam bentuk gerakan ketika ia kembali lagi ke kampung halamannya, Uyainah, Najd. Bahkan dalam kurun waktu yang tidak begitu lama, gerakan tersebut semakin tumbuh berkembang hingga akhirnya terjadi koalisi dengan penguasa Usman bin Muammar. Kemudian pada tahun 1744 M, gerakan Wahabiyah lahir di Dariyah, berkat kerja sama yang baik antara Muhammad bin Abdul Wahab dengan Muhammad bin Saud. Dua orang tokoh inilah yang kemudian mengembangkan gerakan Wahabiyah dan menjadikannya sebagai simbol gerakan dan

ideologi karajaan Saudi Arabia. Kematian kedua tokoh ini, Muhammad bin Saud pada tahun 1765 M dan Muhammad bin Abdul Wahab pada tahun 1792 M, tidak menghentikan misi kedua tokoh tersebut dalam melakukan usaha gerakan reformasi Islam. Gerakan Wahabiyah dalam kepemimpinan selanjutnya di pegang oleh keluarga Saud dan keturunan keluarga Muhammad bin Abdul Wahab. Oleh karena itu, di sekitar permulaan abad ke-19 M, masyarakat Saudi Arabia, Wahabiyah menguasai semenanjung Arabia dan kota suci Mekkah dan Madinah. Selanjutnya, untuk menyebarkan paham Wahabiyah secara luas, kaum Wahabi melakukan ekspansi ke wilayah Irak dan Syria. Namun usaha itu mendapatkan perlawanan dari penguasa Turki. Pemimpin Turki meminta bantuan kepada Gubenur Mesir, Muhammad Ali Pasha, untuk mengirim tentaranya mengalahkan kaum Wahabi. Akhirnya pada tahun 1812 M tentara Mesir menduduki Madinah dan tahun 1818 M menguasai pusat pemerintahan Saudi di Dariyah. Dengan kekalahan ini, maka periode gerakan pertama Wahabiyah berakhir. 2. Periode Negara Saudi yang Berideologi wahabiyah Tentara Mesir tidak lama menguasai Arabia. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para pemimpin Saudi untuk mengambil alih kekuasaan, kemudian mereka mendirikan pusat pemerintahan di Riyadh. Tokoh kunci yang mengambil alih kekuasaan ini adalah cucu Muhammad bin Saud, yakni Turki (wafat 1834), dan anak-anaknya Faisal (wafat 1865). Negara Wahabi yang baru ini secara politis dan keagamaan lebih kecil dibandingkan dengan negara Saudi-Wahabi yang pertama. Meskipun demikian, negara ini dianggap sebagai negara yang mampu mewariskan ajaran-ajaran Wahabiyah. Kemudian pada penghujung abad ke-19 M, tepatnya setelah meninggalnya Faisal, terjadi konflik di dalam keluarga Saud. Dalam kondisi tersebut, akhirnya kekuasaan pada wilayah Saudi dipegang oleh kepala suku Arab lainnya. Pada tahun 1890 M keluarga Saud diasingkan dan sejak itu pula periode kedua berakhir. 3. Periode Kebangkitan Abad Ke-20 M Periode ini ditandai dengan pengambil alihan kota Riyadh oleh Abdul Aziz bin Abduurrahmman yang terkenal dengan panggilan Ibn Saud (1879-1953 M), mengambil alih Riyadh. Kemudian, ia melakukan ekspansi ke beberapa daerah untuk menetapkan kekuasaannya. Akhirnya pada tahun 1920 M Abdul Aziz dapat menguasai kembali beberapa daerah yang telah menjadi kekuasaan negara Saudi-Wahabi pertama dengan gerakan militer dan diplomasi. Abdul Aziz dalam memimpin Saudi ini sangat konsisten akan misi Wahabi dan konstitusi yang digunakan berdasarkan Al-Quran. Keluarga syeikh memainkan peranan penting sebagai penasehat dan orang yang mengesahkan kebijakan negara. Kunci kesuksesan militer Saudi adalah menciptakan persaudaraan dan tentara-tentara suku Arab diorganisir dengan baik. Pasca perubahan negara Saudi menjadi kerajaan, peranan gerakan Wahabiyah masih dominan. Namun gerakan Wahabiyah tidak lagi bersifat konserfatif, melainkan bekerja dalam kerangka modern. Implikasi yang ditimbulkan gerakan Wahabiyah terhadap pembaharuan Islam cukup besar. Implikasi itu paling tidak dapat dilihat dalam dua hal besar yang berpengaruh terhadap dunia Islam.

1).

ajaran-ajaran kaum Wahabiyah terutama Tauhid, kembali kepada Al-Quran dan Hadits serta Ijtihad, mempengaruhi pemikiran dan usaha-usaha pembaharuan pada periode modern dari sejarah Islam, perkembangan dan pemikiran dan usaha-usaha pembaharuan terutama terjadi di Mesir, India, Afrika dan Indonesia. sikap teokratik-revolusioner yang ditunjukkan gerakan Wahabiyah banyak mempengaruhi gerakan militansi yang ada pada abad ke-19 M. Beberapa contoh gerakan semisal yaitu; di India, ada sebuah gerakan yang dipimpin oleh Syariatullah dan Sayyid Ahmad melawan kesultanan Moghul yang tengah mengalami kemunduran, kelompok-kelompok Sikh, dan penjajahan Inggris. Di Aljazair, gerakan tarekat yang dipimpin oleh Ibnu Ali Al-Sanusi di Cyrenaica yang mendirikan negara teokratik di Lybia bagian selatan dan di wilayah katulistiwa Afrika sebagai protes terhadap kecenderungan sekuleristik sulta-sulta Usmani; dan tarekat Al-mahdi dibentuk oleh Muhammad Ahmad sebagai alat pemberontak di Sudan Timur melawan pemerintah Turki-Mesir dan para penasehatnya dari Eropa. Bahkan wilayahwilayah yang sangat jauh seperti di Nigeria dan Sumatera (gerakan Paderi), pengaruh Wahabi berperan dalam meledakkan gerakan-gerakan militan Islam.

2).

Posisi gerakan Wahabiyah Gerakan Wahabiyah, adalah murni sebuah gerakan purifikasi keagamaan yang timbul sebagai reaksi terhadap kondisi internal umat Islam pada saat itu. Gerakam purifikasi keagamaan ini dinilai sebagai gerakan yang paling berhasil dari usaha yang serupa di seluruh dunia Islam. Karena di antara tujuan ideal dari gerakan Wahabiyah berhasil menampilkan gagasan pembaharuan yang sedikit demi sedikit tersebar di seluruh dunia Islam. Gerakan Wahabiyah memiliki beberapa kelemahan; 1). terlalu revolusioner dan radikal sehingga banyak mendapat perlawanan dari para ulama ortodoks. Karena itu ada ahli kemudian memandang bahwa gerakan Wahabiyah merupakan prototipe (jadi model) gerakan fundamentalisme keagamaan dan politik yang mempunyai semangat purifikasi internal. Muhammad bin Abdul Wahab menggoyang pendulum reformisme Islam ke titik ekstrem: Fundamentalisme Islam. 2). anti rasionalisme yang berlebihan sehingga semangat ijtihad yang diserukannya tidak efektif, karena intelektualisme tidak diberikan tempat yang proposional. Peneilaian yang seringkali muncul dan menimbulkan perbedaan terhadap gerakan Wahabiyah yakni keberadaan gerakan tersebut dalam wacana pembaharuan Islam. Satu sisi menilai gerakan Wahabiyah sebagai gerakan purifikasi. Sementara pada sisi yang lain gerakan Wahabiyah sebagai gerakan pembaharuan (modernisme). Kedua penilaian ini kadang didikotomiskan antara satu dengan yang lainnya, sehingga terjadi perbedaan. Sebenarnya perbedaan ini tidak perlu ada apabila diambil dari akar kata kedua istilah tersebut yaitu kata Tajdid. Sebab kata Tajdid mengemban misi ganda,yaitu : 1). Mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan pada contoh jaman awal Islam. Gerakan yang mengorientasikan pada tijuan ini disebut dengan gerakan purifikasi. 2). Dengan landasan universalitas ajaran Islam, kata Tajdid kemudian dimaksudkan sebagai upaya untuk mengimplementasikan ajaran Islam sesuai dengan tantangan perkembangan kehidupan. Gerakan yang memperjuangkan gerakan ini biasanya dikenal sebagai gerakan renewal (pembaharuan).

Gerakan pembaharuan atau purifikasi yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab dapat dikelompokkan ke dalam gerakan yang disebut sebagai revivalisme pramodernis (pramodernisme revivalis). Pertimbangan dasar yang digunakan karena gerakan Wahabiyah lebih berorientasi pada perbaikan moral dan kehidupan sosial masyarakat.

La Tansa Nama lengkap Abdullah bin Abdul Wahab adalah : Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid AtTamimi Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab meniti karir dari ayahnya sendiri dibidang fiqih bermadzhab Hambali, Al-Quran (tafsir), hadits dan tauhid Pendidikan yang diterima dari ayahnya telah menjadi dasar yang kuat bagi Muhammad bin Abdul Wahab dalam menghafal Al-Quran dan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Kutubus Sittah. Memasuki usianya yang ke-20 (dua puluh), ia sudah mulai bersikap kritis terhadap kondisi sosial dan keagamaan pada masyarakatnya. Tak jarang ia melakukan kritikan bahkan celaan terhadap segala macam bentuk kepercayaan yang berbau kemusyrikan dan praktik-praktik yang menyimpang dari syariat Islam. Sikap kritisnya berdampak besar bagi diri dan keluarganya. Ia sendiri diasingkan oleh para ulama. Sementara ayahnya dipecat dari jabatannya sebagai Qadi. Akibat tekanan politik dan keagamaan masyarakatnya, ditambah dengan pemecatan ayahnya, menyebabkan keluarga Muhammad bin Abdul Wahab tidak dapat menjalani kehidupan sebagaimana mestinya Di Madinah Muhammad bin Abdul Wahab belajar dibawah bimbingan dua orang syeikh yaitu Abdullah bin Ibrahim bin Sayf dan syeikh Muhammad Hayyat Al-Sindi. Ke dua syeikh tersebut adalah pengagum ajaran Ibnu Taimiyah dan ulama yang menganjurkan untuk melakukan gerakan reformasi dimana-mana. Karya-karya Muhammad bin Abdul Wahab, diantaranya adalah : - Kitab Al-Tauhid, yang isinya berkisar tentang ajaran pemberantasan bidah dan kurafat yang terdapat di kalangan masyarakat dan ajaran untuk kembali pada ajaran tauhid yang murni. - Tafsir Surah Al-Fatihah - Mukhtasar Sahih Al-Bukhari - Mukhtasar As-Sirah An-Nabawiyah - Nasihah Al-Mudlimin bi Ahadis Khatam An-Nabiyin - Usuhul Iman - Kitabul Kabair - Kasyf Asysyubuhat - Salasul Usul - Adabul Masi Ila As-Salah

Tamrinat

Ahadis Al-Fitah Mukhtasar Zad Al-Maad Al-Masail Al-Lati Khalafa Fiha Rasulullah Ahi Al-Jahiliyah At-Tauhid Fi Ma Yajibu min Haqqillah Alal Abid Arbai Qawaid fittauhid Istinbathul Quran. 5

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar ! 1. 2. 3. 4. 5. Siapakah nama lengkab Abdullah bin Abdul wahab ? Dimanakah Abdullah bin Abdul wahab memperoleh pendidikan ? Sebutkan dampak dari sikap kritis Abdullah bin Abdul Wahab ! Jelaskan ! Apakah yang dimaksud dengan faham Wahabiyah ? Tuliskan beberapa karya Abdullah bin Abdul wahab !

Amanah : Ceritakan dengan singkat perjalanan hidup Abdullah bin Abdul wahab !

Bagian

JAMALUDDIN AL-AFGHANI

BIOGRAFI SINGKAT JAMALUDDIN AL-AFGHANI Nama lengkap : Jamaluddin al-Afghani Lahir : tahun 1838 M. di Asadabad, dekat Konar wilayah Kabul. Gelar : Sayyid, jalur keturunan keturunan Husein bin Ali bin Abi Tholib Madzhab : Hanafi Pendidikan : Menekuni dalan dunia filsafat, juga mempelajari tasawuf, bahasa Arab, bahasa Persia dan bahasa Perancis. Pada usia 18 tahun Jamaluddin al- Afghani pergi ke India dan tinggal di sana selama 1 (satu) tahun sebelum menunaikan ibadah haji pada tahun 1857 M. Sekembalinya di Afghanistan, ia memasuki dinas pemerintahan Amir Dost Muhammad Khan. Ketika Amir Dost meninggal dan digantikan oleh Sher Ali, ia diangkat menjadi menteri. Tetapi, karena situasi politik ketika itu tidak menentu, akhirnya Amir Sher Ali dijatuhkan. Kejatuhan Amir Sher Ali juga berdampak pada kedudukan Al-Afghani, hingga ia juga turun dari jabatan itu. Jamaluddin al-Afghani tidak mau terlibat lebih jauh dalam politik praktis, akhirnya Al-Afghani berusaha menghindar dengan meninggalkan Afghanistan pada tahun 1869 M dan pergi menuju India. Di India Jamaluddin Al-Afghani menetap selama lebih kurang 2 (dua) bulan. Waktu yang sangat relatif singkat itu dimanfatkannya untuk memberikan pengeringatan kepada dunia Islam tentang bahaya dominasi Barat. Tidak hanya itu, ia juga terus berfikir untuk mencari jalan keluarnya dengan berbagai cara agar umat Islam dapat keluar dari dominasi Barat yang sudah begitu kuat ketika itu. Pemikiran gerakan yang dilancarkan dari India itu merupakan langkah awal baginya untuk mengkampanyekan anti kolonialisme dan imperialisme Barat. Jamaluddin al-Afghani melakukan kampanye anti imperialisme dan kolonialisme. Hal ini dipandang oleh bangsa-bangsa barat, India dan Inggris sangat membahayakan. Pemerintah penjajahan Inggris di India sangat mengkhawatirkan pengaruh kekuatan Al-Afghani, karena dinilai akan menghasut bangsa India yang kemudian akan melakukan gerakan perlawanan terhadap penjajah Inggris. Karena itu, Al-Afghani selalu berhadapan dengan kekuatan penguasa Inggris dan seringkali dijebloskan ke penjara. Setelah beberapa lama dipenjarakan di India, Al-Afghani keluar dari penjara, maka ia memilih meninggalkan India dan selanjutnya pada tahun 1871 M ia menuju Mesir. Pada awal kedatangannya di Cairo, Mesir, Al-Afghani berusaha meninggalkan persoalan-persoalan politik di negeri itu dan memusatkan perhatiannya pada ilmu pengetahuan dan sastra Arab. Karena ia termasuk orang yang cukup dikenal ketika itu, maka tak heran apabila tempat tinggalnya menjadi pusat pertemuan untuk mendiskusikan perihal ilmu pengetahuan, filsafat, logika, tasawuf dan astronomi. Para peserta diskusi terdiri dari orang-orang terkemuka dalam bidang peradilan, dosen-dosen, pegawai pemerintah dan mahasiswa dari Al-Azhar serta perguruan tinggi lain di Mesir. Di antara murid-murid Jamaluddin AlAfghani, ada yang berasal dari kelompok akademis, budayawan dan tokoh pergerakan, seperti Muhammad Abduh, Saad Zaghlul dan para pemimpin kemerdekaan Mesir.

Rencana Al-Afghani untuk meninggalkan lapangan politik dan menekuni bidang ilmiah, ternyata tidak bertahan lama, karena ketika campur tangan Inggris meningkat dalam soal politik di Mesir, Al-Afghani terpanggil untuk membela kepentingan rakyat Mesir dari campur tangan Inggris. Untuk itu Al-Afghani kembali ke kancah politik di Mesir, meskipun hanya 3 (tiga) tahun (1876-1879 M). Meskipun singkat, Al-Afghani telah memberikan sumbangan pemikiran dan gerakan yang sangat besar bagi kepentingan perjuangan masyarakat Mesir pada periode berikutnya. Aktifitas politik yang dilakukannya di Mesir mendapat perhatian serius dari penguasa lokal Khedewi Taufiq. Karena itu, pada tahun 1879 M atas tekanan Inggris. Khadewi Taufiq mengusir AlAfghani dari Mesir. Pengusiran ini secara diam-diam disambut baik oleh kelompok konservatif (kolot) Al-Azhar yang selama ini ini terganggu oleh ajaran filsafat Al-Afghani. Setelah terusir dari Mesir, AlAfghani pergi menuju India. Di India Al-Afgani juga terlibat dalam urusan politik di sana, sehingga ia ditahan dan dibebaskan pada tahun 1882. Pada tahun 1883 M Al-Afghani pergi ke London, Inggris terus pindak ke Paris. Di kota yang terakhir ini Al-Afghani mendirikan perkumpulan Al-Urwah Al-wusqa, dengan anggota terdiri dari orang-orang Islam, India, Suria, Afrika Utara dan lain-lain. Di antara tujuan yang hendak dicapai ialah memperkuat rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan membawa umat Islam kepada kemajuan. Majalah Al-Urwah Al-Wusqa yang menerbitkan oleh perkumpulan ini cukup terkenal tidak hanya di Perancis dan negara-negara Timur Tengah, dan anak Benua di India, tetapi juga di Indonesia. Hanya saja, majalah yang cukup fenomenal itu tidak berumur panjang karena dibreidel. Penerbitannya terpaksa dihentikan, karena dunia Barat melarang majalah itu masuk ke dunia Islam yang berada dibawah kekuasaan bangsa-bangsa Barat. Pada tahun 1889 M, Al-Afghani diundang datang ke Pesia untuk membantu penyelesaian persengketaan Persia-Rusia yang timbul karena politik pro Inggris yang dianut pemerintah Persia ketika itu. Al-Afghani tidak setuju denagn pemberian konsesi-konsesi ekonomi oleh Syah Nasiruddin kepada Inggris berupa pengakuan monopoli warga negara Inggris dalam pembelian, penjualan dan ekspor semua tembakau Iran. Akibatnya, timbul perselisihan paham antara Syah dengan Al-Afghani. Perselisihan ini berujung pada pengusiran dari Persia. Tetapi ia sempat berlindung pada sebuah tem,pat suci di Persia. Baru pada bulan januari tahun 1891 M, ia ditangkap, dihajar dan dipaksa berjalan dengan kaki tangan terikat rantai. Perbuatan yang dilakukan oleh Syah Nasruddin ini menimbulakan kemarahan pada pengikut Jamaluddin Al-Afghani. Akibatnya, pada tahun 1896 M Syah dibunuh oleh seorang pengikut fanatik Al-Afghani. Pada tahun 1892 M atas undangan Sulta Abdul Hamid dari kerajaan Turki Usmani, Al-Afghani pindah ke Istambul. Tujuan antara lain adalah untuk membicarakan mengenai bentuk kerja sama dan penggalangan ketakutan umat Islam guna melawan kekuatan Eropa. Hal itu dilakukan Sulta karena bangsa Barat telah semakin merajalela menguasai wilayah Timur Tengah dan daerah-daerah kekuasaan Usmani lainnya. Tetapi rupanya kerja sama antara keduanya tidak bisa tercapai.karena ternyata pengaruh jamaluddin Al-Afghani di dunia Islam lebih besar ketimbang pengaruh kekuasaan Sutan sementara Al-Afghani menyadari bahwa bila ia meneruskan kerja sama, kebebasan akan hilang karena dibatasi oleh Sultan, sehingga ia tidak dapat keluar dari Istambul. Meskipun begitu, akhirnya ia tetap bertahan di Istambul hingga akhir hayatnya pada tahun 1897 M karena kangker dan tidak meninggalkan anak istri, karena ia hidup membujang sepanjang umurnya. Pemikiran dan Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani Dalam sejarah hidupnya Al-Afghani seka pindah-pindah dari suatu negara Islam ke negara Islam lainnya, seperti telah diuraikan di atas merupakan pengalaman yang sangat berarti. Karena dapat memberikan kesadaran penuh bagi dirinya tentang adanya dua kehidupan yang berlainan, yaitu kehidupan Barat dan Islam. Dunia Islam hampir mengalami kemunduran di segala kehidupan, termasuk bidang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan di dunia Islam dalam keadaan mandeg (stagnasi) dan umat

Islam banyak dipengaruhi oleh sifat statis, kuat berpegang pada taklid dan bersikap fatalistis. Sebaliknya, ia melihat dunia Barat dalam kemajuan yang pesat. Realitas tersebut selanjutnya mendorong Al-Afghani untuk memunculkan pemikiran-pemikiran baru agar umat Islam dapat mengejar ketinggalan mereka dari dunia Barat dan membenaskan diri dari sikap fatalistis. Jamaluddin Al-Afghani memiliki pemikiran, bahwa Islam adalah agama yang sesuai untuk semua agama, semua jaman dan semua keadaan. Kalau kelihatan ada pertentangan antar ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa perubahan jaman dan perubahan kondisi, penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interprestasi baru tentang ajaran-ajaran Islam seperti tercantum dalam Al-Quran dan hadits. Untuk interprestasi itu diperlukan ijtihad dan pintu ijtihad baginya terbuka. Jamaluddin Al-Afghani yakin, bahwa dalam ajaran agama Islam tidak pernah menganjurkan apalagi memerintahkan umat Islam untuk berlaku statis dan mundur. Namun sebaliknya, Islam terus mendorong umat manusia untuk selalu maju. Jika pada kenyataannya umat Islam mengalamu kemunduran pada suatu periode sejarah, maka dapat dipastikan bahwa kemunduran itu disebabkan oleh umat Islam itu sendiri bukan disebabkan oleh ajaran agama yang dianutnya. Jamaluddin Al-Afghani menilai bahwa kemunduran umat Islam pada masa itu disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Umat Islam telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya, telah dipengaruhi sifat statis, kuat perpegang pada taqlid, bersikap fatalistis telah meninggalkan ahklak tinggi dan telah melupakan ilmu pengetahuan. Sikap seperti itu pada gilirannya akan menimbulkan kejumudan befikir di dunia Islam dan kebodohan yang menyeluruh, bahkan akan menciptakan jurang pemisah antara golongan elit ulama dan masyarakat awam. 2. Adanya paham Jabariyah dan salah paham tentang qada dan qadar, sehingga memalingkan mereka untuk berusaha dengan sungguh-sungguh dan bekerja keras. Qada dan Qadar yang dipahami msyarakat pada waktu itu tidak lagi seperti yang dipahami oleh beberapa generasi sebelumnya. Pemahaman yang berkembang saat itu telah mencapai tingkat ekstrim yang menjelma dalam bentuk fatalistik. Sebenarnya Qada dan qadar itu sendiri mengandung pengertian bahwa segala sesuatu terjadi menurut ketentuan sebab akibat, kausalitas. Kemauan manusia merupakan mata rantai kausalitas itu. 3. Salah satu pengertian tentang maksud hadits yang mengatakan bahwa umat Islam akan mengalami kemunduran di akhir jaman. Salah pengertian ini membuat umat Islam tidak berusaha merubah nasib mereka. 4. Lemahnya rasa persaudaraan di kalangan umat Islam dan terputusnya tali persaudaraan. Hal ini tidak terjadi di kalangan awam saja, tetapi dikalangan alim ulama. Ulama Turki tidak lagi kenal dengan ulama Hijaz, demikian para ulama India tidak mempunyai hubungan dengan ulama Afganistan. Kondisi serupa juga terjadi di kalangan raja-raja, seorang raja Islam tidak lagi mempunyai hubungan dengan raja Islam lainnya, bahkan terkadang mereka saling menyerang. 5. Sebab-sebab kemunduran yang bersifat politis ialah perpecahan yang terdapat pada umat Islam, pemerintahan absolut, mempercayakan pimpinan umat kepada orang-orang yang tidak dapat dipercaya, mengabaikan permasalahan militer, menyerahkan administrasi negara kepada orang yang tidak kompeten dan intervensi asing. Untuk dapat merubah kemunduran umat Islam menjadi maju, Al-Afghani dengan kemampuan intelektual dan keluasan berfikirnya terus berusaha untuk mengikis dan menghilangkan kemunduran tersebut di atas. Upaya untuk memajukan kembali umat Islam seperti yang pernah dicapai pada saat klasik, pernah dilakukannya ketika ia berada di Mesir. Di sana ia memberikan kuliah dan mengadakan diskusi dalam berbagai disiplin ilmu, terutama dalam bidang filsafat, logika, tasawuf dan astronomi yang pada waktu itu tidak ada lagi dipelajari oleh kaum muslimin. Adapun buku-buku yang diajarkan dan didiskusikan adalah sebagai berikut: 1. Dalam bidang ilmu tasawuf, ia menggunakan kitab Al-Zaura karya Al-Duwani. Melalui kitab ini mengembalikan ajaran tasawuf ke jalur sebenarnya dan sesuai dengan ajaran Islam. Selain

itu juga berguna mengantisipasi tarekat-tarekat yang pada saat itu telah diliputi oleh khurafat dan superstisi (bidah) 2. Dalam bidang logika, ia menggunakan buku Syah Al-Quthb Al-Syamsiyah. Melalui kitab ini, ia ingin mengajak umat untuk berpikir lurus dan benar, sedang caranya ilmu logika harus dikuasai. 3. Dalam bidang filsafat, ia menggunakan kitab Al-Hidayah, Al-Isyarah, Al-Hikmah Al-Isyraq. Melalui buku-buku ini, Al-Afghani ingin mengajarkan cara berpikir benar dan mendalam tentang segala sesuatu. Karena dengan cara demikian, umat Islam akan mampu menggali ajaran agama dari sumbernya, yaitu Al-Qur,an dan Al-Hadits. 4. Dalam bidang astronomi, ia menggunakan buku Tadzkirah, karangan Syekh Al-Thusi. Dengan demikian, cara dan metode atau media yang dipergunakan Jamaludin Al-Afghani dalam mengadakan pembaharuan berlainan dari apa yang dilakukan oleh Muhammad Ali dan Al-Tahtawi. Jika Al-Tahtawi mengadakan pembaharuan di Mesir dengan mengirimkan pelajar ke Barat (Perancis) dan Muhammad Ali dengan menerjemahkan buku-buku asing, maka Al-Afgani lebih tertarik untuk menggali pengetahuan dan filsafat tersebut dari kitab-kitab klasik, karena dengan menguasai filsafat umat Islam akan dapat mengejar ketinggalannya dari Barat, bahkan kemungkinan akan melampauinya. Jamaluddin Al-Afghani berpendapat, bahawa untuk memeperbaiki kondisi umat Islam hanya ada satu jalan, yaitu kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya yang terdapat pada dalam Al-Quran dan hadits. Selain itu, hati mesti disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali. Demikian pula kesediaan berkurban untuk kepentingan umat. Dengan berpedoman pada ajaran-ajaran dasar dan riset yang dilakukan, umat Islam akan dapat bergerak dinamis dan mencapai kemajuan. Jamaluddin Al-Afghani dalam setiap aktifitas ilmiahnya tidak pernah membatasi pembahasan buku-buku di atas hanya pada apa yang tertera (tekstual), tetapi ia juga mengajak murid-muridnya untuk menggali dan mengembangkan lebih dalam lagi secara kontekstual. Tidak hanya memahami lafal dan kalimatnya saja, tetapi juga harus dikaji dan dipahami secara mendalam. Karenanya tak heran bila terkadang ia membawa kajian tersebut pada kehidupan nyata, pada keadaan sosial yang sedang berkembang saat itu. Pemikiran lain yang juga dikemukakan oleh Al-Afghani guna memperbaiki keadaan umat Islam ialah: 1. Corak pemerintahan otokrasi harus dirubah dengan corak pemerintahan demokrasi. Kepala negara harus mengadakan syura dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang banyak mempunyai pengalaman. Pengetahuan manusia secara individual terbatas sekali. Islam menurut pendapatnya menghendaki pemerintahan republik yang di dalamnya terdapat kebebasan mengeluarkan pendapat dan kewajiban kepala negara tunduk kepada undang-undang dasar 2. Di atas segala-galanya itu, persatuan umat Islam itu mesti diwujudkan kembali. Denagn bersatu dan bekerja sama yang erat umat Islam akan dapat kembali memperoleh kemajuan. Persatuan dan kerja sama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam Dari banyak uraian di atas, dapat kita simpulkan yang ditekankan oleh Al-Afghani dalam semua kegiatan dan tulisannya bukan hanya Islam, melainkan juga masalah anti imperialisme. Al-Afghani merupakan seorang pemikir dan pejuang umat Islam yang dihadapkan pada imperialisme Barat. Ia juga menyerukan kepada kepada orang-orang yang beriman untuk melawan serangan gencar orang-orang kafir (Barat), karena mereka membahayakan Islam dan umat Islam. Selain itu, ia juga berusaha menemukan sumber kekuatan Barat. Oleh karena itu, ia terus mendorong semua umat Islam untuk memperkuat peradaban mereka dengan mempelajari ilmu pengetahuan dari Barat dan mencontohnya. Ide dan pemikiran Jamaluddin Al-Afghani telah menumbuhkan semangat luar biasa di dunia Islam. Pemikirannya ini banyak mempengaruhi pemikiran Saad Zaghlul yang nasionalis dan Muhammad Abduh yang modernis. Dan Abduh, sebagaimana gurunya juga mempunyai pengaruh besar di dunia Islam. Pan Islamisme dan Politik ala Jamaluddin al-Afghani

Jamaluddin Al-Afghani dalam sejarah hidupnya, sejak usia remaja hingga akhir hayatnya selalu terlibat dalam kegiatan politik. Hal ini tidak terlepas dari tujuan pokok yang ingin diperjuangkannya, yaitu kemerdekaan kaum muslimin dari dominasi Barat. Perjalannanya dari satu negara Islam ke negara Islam lainnya teklah menimbulkan kesadaran dalam dirinya. Bahkan mungkin ia adalah orang Islam yang pertama yang dengan jelas menyadari bahwa dunia Islam yang dijajah bukan hanya Afghanistan atau India dan Mesir saja, tetapi juga semua negara Islam berada di bawah dominasi bangsa-bangsa Barat. Ia pula yang pertama-tama yang menggunakan konsep Islam dan Barat sebagai istilah yang mengandung arti gejala sejarah yang korelatif. Sejak usia 18 tahun ia sudah aktif dalam dunia politik. Ketika pulang haji pada tahun 1857 M. Setelah itu ia memasuki dinas pemerintahan Amir Dost Muhammad Khan. Ketika Amir Dost meninggal dan digantikan oleh Amir Sher Ali, Al-Afghani diangkat menjadi penasehatnya. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad Azam Khan menjadi Perdana Menteri. Ketika pada tahun 1869 M pihak yang disokong Inggris dapat menggulingkan pemerintahan Muhammad Azam Khan, AlAfghani merasa lebih aman meninggalkan Afganistan menuju India. Selama tinggal di India, Al-Afghani tidak dapat berbuat banyak, karena adanya tekanan dari pihak pemerintah setempat. Oleh karena itu, pada tahun 1871 M ia pindah ke Mesir dan menetap disana sampai tahun 1871 M ia pindah ke Mesir dan menetap di sana sampai tahun 1879 M. Kegiatan politik Jamaluddun Al-Afghani dimulai sejak tahun 1876 M pada saat campur tangan Inggris sangat kuat di negeri itu. Kegiatan politik yang menonjol dilakukannya ialah menghubungi para tokoh dan pejabat, berbicara di berbagai forum pertemuan dan majlis-majlis tertentu. Memberikan pelajaran politik tentang bentuk pemerintahan yang demokratis, adanya majlis syura dan hak-hak masyarakat sebagai warga negara. Selanjutnya, untuk dapat bergaul dengan orang-orang politik di Mesir, ia memasuki perkumpulan Freemason Mesir. Perkumpulan ini memiliki semboyan kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan. Al-Afghani mengira perkumpulan ini akan dapat menyalurkan ide-ide politiknya. Tetapi, suaranya tidak didengar di kalangan Freemason. Oleh karena itu, ia kemudian keluar dari perkumpulan ini. Ide trias politica dan pratiotisme yang disiarkan Al-Tahtawi melalui buku-buku terjemahan dan karangannya, mulai menyentuh masyarakat Mesir. Diperkirakan situasi Mesir pada saat itu telah memulai menerima perubahan besar, sebagaimana telah digambarkan oleh Ahmad Amin dalam tulisannya: Mesir laksana bensin dan Al-Afghani korek apinya, ketika korek api dihidupkan, maka terbakarlah kota. Al-Afghani melihat bahwa tiba waktunya untuk membentuk partai politik sebagai wahana penempungan aspirasi umat Islam. Oleh karena itu, pada tahun 1879 M atas usahanya terbentuklah partai Al-Hizb Al-Watani (Partai Nasional). Slogan Mesir untuk orang Mesir mulai kedengaran. Tujuan partai ini selanjutnya ialah memperjuangkan pendidikan universal, kemerdekaan pers dan pemasukan unsur-unsur Mesir ke dalam posisi-posisi bidang militer. Atas dukungan Al-Hizb Al- Wathani, Al-Afghani berusaha menggulingkan raja Mesir yang berkuasa saat itu, yaitu Khadewi Ismail, untuk diganti dengan putra mahkota Taufik. Taufik berjanji akan mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang dituntut Al-Hizb Al-Wathani. Tetapi setelah menjadi raja, Khadewi Taufik tidak banyak melakukan perubahan karena selalu mendapat tekanan kuat dari Inggris. Bahkan akibat dari tekanan Inggris yang begitu kuat, Khadewi Taufik mengusir Jamaluddin Al-Afghani dari Mesir pada tahun 1879. Al-Afghani di India banyak terlibat urusan politik praktis, sehingga ia ditahan dan baru dibebaskan pada tahun 1883 M. Kemudian Al-Afghani pergi ke London dan kemudian ke Paris. Di kota ini, mendirikan perkumpulan Al-Urwah Al-Wusqa, dengan anggota terdiri dari orang-orang Islam dari India, Mesir, Suria, Afrika Utara dan lain-lain, seperti Muhammad Abduh yang diusir dari Mesir karena dituduh terlibat dalam pemberontakan Urabia Pasha. Majalah yang dibuat untuk memperkuat rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan membawa umat Islam pada kemajuan ini tidak berumur panjang. Setelah terbit 8 bulan, ia terpaksa dihentikan karena dunia Barat melarang pemasukannya ke

negara-negara Islam yang berada di bawah kekuasaan mereka. Pada tahun 1886 M, Al-Afghani di undang oleh Syah Nasiruddin ke Teheran sebagai tamu. Namun popularitas Al-Afghani yang terus meluas membuat Syah cemas dan curiga terhadapnya. Oleh karena itu, ia pergi meninggalkan Teheran karena alasan kesehatan. Pada tahun 1889 M Al-Afghani di undang kembali ke Iran akibat politik pro Inggris yang dianut Iran saat itu, Al-Afghani tidak setuju dengan pemberian konsesi-konsesi ekonomi oleh Syah Nasir kepada Inggris. Akibatnya timbul pertikaian paham antara Syah denagnnya, suatu pertikaian yang menyebabkan diusir secara istimewa. Di tahun 1896 M Syah dibunuh oleh seorang pengikut Al-Afghani. Jamaluddin Al-Afghani pada saat itu melemparkan gagasan persatuan umat Islam (Pan Islamisme), suatu gagasan yang bertujuan untuk mengembalikan keutuhan umat Islam dalam suatu ikatan politik tersbut, harus meliputi seluruh umat Islam dalam suatu ikatan politik. Asosiasi politik tersebut harus meliputi seluruh umat Islam dari segala penjuru dunia Islam, baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka termasuk Persia, maupun mereka yang masih merupakan rakyat-rakyat jajahan. Ikatan tersebut yang didasarkan atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membina kesetiakawanan dan persatuan umat Islam dalam perjuangan menentang kolonialisme dan dominasi Barat. Menurut Al-Afghani, dalam kaitan itu eksistensi dan kemandirian masing-masing negara tetap diakui dan dihormati. Sedangkan kedudukan para kepala negaranya, apa pun gelarnya, tetap sama dan sederajat satu dengan yang lain, tanpa ada satu pun dari mereka yang lebih ditinggikan. Dari perjalanan sejarahnya ini, Al-Afghani terlihat berhasil menyadarkan masyarakat dan pemerintahan negara-negara Islam akan musuh mereka yang sebenarnya, tetapi ia sendiri gagal dalam mewujudkan gagasan persatuan umat Islam (Pan Islamisme) Demikian biografi dan pemikiran Jamaluddin Al-Afghani. Dalam tataran sejarah Islam, AlAfghani menempati posisi khusus. Sebab ia tidak hanya dikenal sebagai seorang pembaharu Islam, dengan memproklamirkan ide-ide pembaharuannya, tetapi juga dikenal sebagai seorang aktifis politik. Aktivitas politik yang dilakukannya bertujuan untuk membebaskan umat Islam dari hegemoni politik penjajah Barat. Al-Afghani mengajak umat Islam untuk bangkit kembali dengan melakukan kajian ilmiah dan kembali kepada sumber ajaran Islam sebenarnya, yaitu Al-Quran dan hadits. Karena menurut pandangannya, hanya dengan cara seperti itu, umat Islam akan terbebas dari imperialisme dan kolonialisme Barat Kristen..

La Tansa Jamaluddin Al-Afghani mendapatkan gelar Sayyid, karena masih memiliki jalur keturunan dari Husein bin Ali bin Abi Tholib Ia menekuni dalan dunia filsafat, juga mempelajari tasawuf, bahasa Arab, bahasa Persia dan bahasa Perancis

Dalam sejarah hidupnya ia selalu pindah-pindah tempat dari negara Islam satu ke negara Islam lainnya. Jamaluddin al-Afghani melakukan kampanye anti imperialisme dan kolonialisme. Hal ini dipandang oleh bangsa-bangsa barat, India dan Inggris sangat membahayakan dan akhirnya dijebloskan ke penjara. Aktifitas politik yang dilakukannya di Mesir mendapat perhatian serius dari penguasa lokal Khedewi Taufiq. Karena itu, pada tahun 1879 M atas tekanan Inggris. Khadewi Taufiq mengusir Al-Afghani dari Mesir Adapun buku-buku yang diajarkan dan didiskusikan adalah sebagai berikut: Dalam bidang ilmu tasawuf, ia menggunakan kitab Al-Zaura karya AlDuwani. Melalui kitab ini mengembalikan ajaran tasawuf ke jalur sebenarnya dan sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu juga berguna mengantisipasi tarekat-tarekat yang pada saat itu telah diliputi oleh khurafat dan superstisi (bidah) - Dalam bidang logika, ia menggunakan buku Syah Al-Quthb Al-Syamsiyah. Melalui kitab ini, ia ingin mengajak umat untuk berpikir lurus dan benar, sedang caranya ilmu logika harus dikuasai. - Dalam bidang filsafat, ia menggunakan kitab Al-Hidayah, Al-Isyarah, AlHikmah Al-Isyraq. Melalui buku-buku ini, Al-Afghani ingin mengajarkan cara berpikir benar dan mendalam tentang segala sesuatu. Karena dengan cara demikian, umat Islam akan mampu menggali ajaran agama dari sumbernya, yaitu Al-Qur,an dan Al-Hadits. - Dalam bidang astronomi, ia menggunakan buku Tadzkirah, karangan Syekh Al-Thusi. Jamaluddin Al-Afghani pada saat itu melemparkan gagasan persatuan umat Islam (Pan Islamisme), suatu gagasan yang bertujuan untuk mengembalikan keutuhan umat Islam dalam suatu ikatan politik tersbut, harus meliputi seluruh umat Islam dalam suatu ikatan politik. -

Tamrinat

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar ! 1. 2. 3. 4. Siapakah Jamaluddin Al-Afghani Itu ? Sebutkan beberapa ilmu yang ditekuni oleh Jamaluddin Al-Afghani ! Jelaskan beberapa alasan Jamaluddin Al-afghani selalu pindah-pindah tempat tinggal ! Jamaluddin al-Afghani melakukan kampanye anti imperialisme dan kolonialisme. Jelaskan apa yang dimaksut dengan imperialisme dan kolonialisme.

5. Jamaluddin Al-Afghani pada saat itu melemparkan gagasan Pan Islamisme. Jelaskan apakah yang dimaksud Pan Islamisme ! Amanah : Ceritakan dengan singkat sejarah Jamaluddin Al-afghani dalam dunia politik !

Bagian

MUHAMMAD ABDUH

BIOGRAFI SINGKAT MUHAMMAD ABDUH Nama lengkap : Syaik Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah Lahir : Di Mahallat Nashr, di kabupaten Al-Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M. Keluarga : Ia lahir dari keluarga yang sangat sederhana.

Muhammad Abduh bukan berasal dari keluarga kaya, dan bukan pula dari keturunan bangsawan. Namun ayahnya dikenal sebagai orang terhormat dan suka memberi pertolongan. Situasi yang dialamina keika lahir sangat tidak menguntungkan, karena penguasa Mesir bernama Muhammad Ali Pasha, bertindak sewenang-wenang. Ia memungut pajak begitu tinggi dari masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang berusaha menghindar dari tagihan itu dengan cara berpindah tempat tinggal. Dalam pengungsian itulah Muhammad Abduh dilahirkan. Meskipun demikian, orang tua Abduh sangat perhatian dalam bidang pendidikan anaknya. Untuk itu, Abduh kecil dikirim ke masjid Al-Ahmadi Tanta. Tapi karena sistem pengajaran di sini sangat monoton dan menjemukan, akhirnya setelah bertahan lebih kurang dua tahun, Abduh kembali ke kampung halamannya, Mahallat Nashr. Di sini Abduh menjalani kehidupannya sebagai petani, seperti yang dilakukan saudara-saudaranya. Tak lama setelah kembali ke desa, kira-kira dalam usia 16 tahun, Abduh dinikahkan dengan seorang gadis di desanya. Ketika Muhammad Abduh baru sekitar 4 (empat) bulan menikah, ia dipaksa kembali melanjutkan studinya di Tanta. Tetapi keinginan itu tidak dipenuhi, bahkan Abduh bersembunyi di rumah pamannya bernama Syaikh Daewis Khadr. Berkat bujukan dan bimbingan pamannya itu, akhirnya Abduh mau meneruskan studinya di Tanta. Setelah menyelesaikan studinya di Tanta, akhirnya pada tahun 1866 M, Abduh melanjutkan studinya ke Al-Azhar, Kairo Mesir. Studi ini diselesaikannya dalam tempo 11 (sebelas) tahun, yaitu pada tahun 1877 M dan memperoleh gelar Alim (sarjana). Setelah itu, ia mengajar di Darul ,Ulum dan di rumanya sendiri. Pada saat belajar di Al-Azhar, Abduh bertemu dengan Jamaluddin Al-Afghani,, bahkan sering mendampingi Al-Afghani ketika mengajar dan mencari murid keyasangan Al-Afghani. di bawah bimbingan Afghani, Abduh belajar filsafat dan menulis artikel. Tulisannya banyak berkisar pada bidang sosial poliik dan keagamaan terutama berkaitan dengan persoalan pembaharuan Islam. Artikel-artikel tersebut umumnya dimuat dalam surat kabar Al-Ahram. Jamaluddin Al-Afghani dituduh mengadakan gerakan menentang Khedewi Taufiq, raja Mesir saat itu, akhirnya pada tahun 1879 M Jamaluddin Al-Afghani diusir dari Mesir. Sebagai murid kesayangan dan pengikut setia, Abduh juga terkena imbasnya karena itu, Abduh dipecat dari jabatannya dan diasingkan ke luar kota Kairo. Tetapi, sekitar tahun 1880 M, Abduh diperbolehkan kembali ke Kairo dan diangkat sebagai direktur surat kabar resmi pemerintah, yaitu surat kabar Al-Waqai AlMisriyah. Di bawah pimpinan Abduh, surat kabar ini mengalami perkembangan, karena berita resmi yang dimuat, juga berita-berita atau artikel tentang pentingnya nasionalisme. Karena dituduh terlibat dengan gerakan revolusi Urabi Pasha pada tahun 1882 M, akhirnya Abduh dijatuhi hukuman 3 (tiga) tahun buangan, setelah menjalani hukuman tahanan selama 3 (tiga) bulan. Setelah itu, Abduh diberikan kebebasan untuk memilih daerah atau tempat untuk mengasingkan diri. Akhirnya, memilih Syiria sebagai tempat pengasingannya. Edi sini, Abduh menetap selama 1 (satu) tahun. Kemudian ia pergi ke Paris memenuhi panggilan gurunya, Jalaluddin Al-Afghani. Di Paris, bersama gurunya, Abduh mengelola majalah Al-Urwatul Wutsqa, yang bertujuan untuk mendirikan Pan-Islamisme serta menentang penjajahan Barat, khususnya Inggris. Karena sikap dan pendapatnya yang sangat keras menentang kolonialisme dan memperjuangkan hak-hak rakyat Mesir, pada tahun 1885 M Abduh datang ke Inggris atas nama majalah Al-Urawatul Wutsqa, memenuhi undangan para tokoh Inggris yang simpati atas usaha dan gerakannya. Setelah itu pada tahun yang sama, Abduh meninggalkan Inggris dan Paris, kemudian kembali ke Bairut. Di kota inilah Abduh banyak menghabiskan waktunya untuk menuangkan pemikirannya ke dalam bentuk tulisan ilmiah. Muhammad Abduh dapat masuk kembali ke Mesir setelah mendapat bantuan temannya yang berkebangsaan Inggris pada tahun 1888 M. Tetapi pemerintah setempat tidak memberikan ijin kepadanya untuk kembali mengajar karena pemerintah takut pemikirannya mempengaruhi mahasiswa. Karena kecakapannya, akhirnay ia diteriam bekerja sebagai Hakim pada salah satu mahkamah.

Meskipun pemerintah tidak menyukai pemikiran dan gerakannya, Abduh ternyata masih memiliki peluang besar untuk menjadi inspirator dan motivator bagi pengembangan dunia pendidikan. Karena itu, sekitar tahun 1894 M, Abduh diberi kepercayaan untuk menjadi salah seorang anggota Majlis Ala universitas Al-Azhar, Mesir. Ketika itulah ia mempunyai kesempatan besar untuk melakukan berbagai perubahan dalam tubuh Al-Azhar. Kemudian pada tahun 1899 M, Abduh menduduki jabatan sebagai seorang mufti Mesir. Jabatan ini dipegangnya hingga ia meninggal pada tahun 1905 M. Pemikiran Muhammad Abduh dalam bidang pendidikan Seagaimana Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh juga memiliki perhatian serius dan keprihatinan terhadap kemunduran dan problem yang dihadapi umat Islam. Mereka berdua sama-sama berupaya melakukan pembaharuan untuk memperbaiki keadaan umat Islam. Hanya saja, Abduh memiliki cara dan pandangan berbeda dengan gurunya dalam mencapai tujuan usaha pembaharuan. AlAfghani berpendapat bahwa usaha perbaikan umat gharus dilakukan melalui politik, Sementara Abduh melalui pendidikan walaupun memerlukan waktu yang cukup lama. Karena Abduh berkeyakinan bahwa cara terbaik untuk mengadakan pembaharuan dan meningkatkan kehidupan umat Islam adalah melalui pendidikan yang dapat meletakkan dasar-dasar kuat bagi suatu perubahan lebih baik. Muhammad Abduh memperhatikan bahwa di Mesir Tengah terjadi dualisme sistem pendidikan. Di satu sisi, terdapat madrasah-madrasah pendidikan agama tanpa memasukkan kurikulum pendidikan umum. Di sisi lain, terdapat sekolah-sekolah umum yang dikelola pemerintah yang tidak memberikan pendidikan agama memadai bagi murid-muridnya. Akibatnya, menurut Abduh, duslisme sistem pendidikan ini seperti menghasilkan dua golongan yang sulit dipertemukan membuat jurang pemisah yang sangat besar dan sulit dijembatani, yaitu golongan agama dan golongan umum (sekuler). Muhammad Abduh memandang bahwa dualisme sistem pendidikan di Mesir kala itu tidak baik dan kurang menguntungkan bagi perkembangan umat Islam. Sebab akan dirinya paling unggul, dan seterusnya. Karena sistem madrasah yang lama akan melahirkan dua kubu yang berbeda yang saling mengklaim dirinya paling unggul, dan seterusnya. Karena sistem maderasah yang lama akan melahirkan ulama yang tidak memiliki pengetahuan ilmu-ilmu umum atau ilmu modern. Sementara sekolah umum, akan melahirkan para ahlimilmu pengetahuan sedikit tentang agama. Karena itu, perlu dimasukkan kurikulum ilmu pengetahuan umum ke dalam kurikulum maderasah. Sebaliknya, memasukkan kurikulum agama pada sekolah-sekolah umum denagncara seperti itu, maka jurang pemisah antara kedua lembaga pendidikan antara ahli agama dan ahli umum pengetahuan umum, akan dapat dihilangkan atau diminimalkan. Muhammad Abduh terus melontarkan pemikirannya, tentang usaha pembaharuan sistem pendidikan nasional di Mesir dengan mempersatukan dua golongan agama dan umum dengan ide penghapusan dualisme sistem pendidikan nasional dan perubahan kurikulum. Karena itu, Abduh melihat bahwa Al-Azhar sebagai lembaga pendidikan yang tepat untuk mewujudkan pemikiranpemikirannya dalam pendidikan. Abduh memiliki obsesi untuk menjadikan Al-Azhar memiliki posisi yang sama dengan universitas yang ada di Eropa. Ia juga berharap agar universitas Al-Azhar menjadi pusat pembaharuan yang ideal bagi dunia Islam. Kesempatan untuk mewujudkan pemikiran-pemikirannyan dalam bidang pendidikan di AlAzhar terbuka lebar ketika ia terpilih menjadi wakil pemerintah Mesir dalam dewan pimpinan AlAzhar. Dewan yang dibentuk pada tanggal 15 Januari 1895 M berdasarkan keputusan Khadewi Abbas atas usul Muhammad Abduh sendiri. Dewan ini terdiri dari ulama-ulama besar dengan mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Sebagai wakil pemerintah, Abduh memiliki peran yang sangat besar dan motor penggerak kegiatan dewan tersebut. Kapasitas Muhammad Abduh sebagai anggota dewan pimpinan Al-Azhar, berusaha menerapkan pemikiran pembaharuannya di Al-Azhar. Abduh membuat pengaturan yang melarang

pembacaan komentar (hasyiyah) dan penjelasan komprehensif tentang teks suatu buku (syarah) untuk para mahasiswa selama di masa empat tahun pertama. Sebagai gantinya, mahasiswa diberi pokok pokok mata kuliah yang disampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami. Langkah pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh di Al-Azhar, selain memperbaharui sistem pendidikannya, juga meningkatkan gaji pimpinan dan rektor (syaikh) Al-Azhar, memperbaiki menajemen administrasi dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan utama dan penunjang lain, seperti asrama mahasiswa. Karena sebelum Abduh menjadi pimpinan Al-Azhar, para syaikh (rektor) Al-Azhar menjalankan tugas dri rumah masing-masing. Hal ini tidak efektif karena pimpinan, para dosen dan mahasiswa selalu berkerumun di rumah rektor sehingga administrasi tidak berjalan denagn tertib. Karena itu, Abduh kemudian membangun gedung rektorat tersendiri dan mengangkat para pegawai yang ditugaskan membantu rektor. Muhammad Abduh juga memiliki keinginan untuk membawa ilmu-ilmu modern ke dalam perguruan tinggi Al-Azhar. Tetapi, gagasan dan keinginan Abduh mendapat tantangan dari para ulama yang memiliki pengaruh cukup di Al-Azhar. Alasannya, mereka berpendapat bahwa ilmu pengetahuan modern itu tidak sesuai denagn ajaran Islam. Muhammad Abduh juga berhasil memasukkan beberapa mata kuliah umum ke Al-Azhar, seperti ilmu ukur, ilmu bumi, ilmu matematika, dan Aljabar ke dalam kurikulum pendidikan Al-Azhar. Argumentasi yang dikemukakan Abduh adalah bahwa Islam sejati yang dipahami secara tepat tidak akan bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern. Ilmu pengetahuan tentang fenomena alam memiliki pengaruh positif dalam mewujudkan dan menumbuhkan pengetahuan serta keyakinan tentang adanya Tuhan. Pemikiran Muhammad Abduh dalam bidang politik Ide politik yang dikemukakan Muhammad Abduh, bahwa jabatan pemerintahan atau kepala negara perlu dibatasi. Sebagai seorang manusia, menurutnya, kepala negara bisa saja berbuat salah. Pembatasan kekuasaan ini dapat dilakukan melalui konstitusi. Konstitusi ini dibuat berdasarkan musyawarah dengan memperhatikan prinsip-prinsip keadilan. Muhammad Abduh juga menekankan perlu adanya kontrol sosial dalam menyelenggarakan suatu pemerintahan. Nasihat dari rakyat sebagai bentuk aspirasi yang dikembangkan, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan dapat dijadikan sebagai alat kontrol masyarakat bentuk mengoreksi kesalahan-kesalahan kepala negara. Ia sering melontarkan pemikirannya tentang hak dan kewajiban rakyat dalam berhadapan dengan penguasa. Ia juga menghimbau rakyat Mesir untuk menyadari hak masing-masing sebagai warga negara dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat juga harus menyadari kewajibannya untuk mencintai tanah air sebagai tempat tinggal mereka dan membela negara. Selain itu, msyarakat juga harus patuh kepada pemerintah selama pemerintah mampu bersikap adil. Menurut Muhammad Abduh, bahwa rakyat Mesir pada masa itu belum sepenuhnya siap dengan sistem demokrasi. Hal ini dapat dilihat dari penolakan yang dilakukan masyarakat dan penguasa Mesir terhadap gerakan urabi Pasha. Bahkan Abduh sendiri ketika itu tidak mnyetujui gerakan tersebut, sebab akan mengganggu stabilitas negara. Tetapi kemudian ia melihat hal penting yang ingin disampaikan oleh gerakan tersebut sehingga ia merasa simpatik. Karena itu, ia sempat dituduh terlibat dalam gerakan tersebut dan mengungsikan selama tiga tahun dari Mesir. Demikian juga tentang tuntutan yang dianjurkan oleh gerakan Urabi Pasha yang menentang penguasa dan menuntut parlemen, semula Abduh tidak setuju dengan haluan politik Urabi Pasha. Sebab menurutnya, rakyat Mesir belum siap dengan sistem parlemen. Untuk menghadapi situasi itu, rakyat Mesir harus cerdas dan terdidik. Sebab yang diperlukan masyarakat Mesir saat itu adalah memperoleh pendidikan yang baik, bukan parlemen. Oleh karena itu, rakyat harus dicerdaskan terlebih dahulu karena hanya dengan pendidikan, rakyat akan dengan sendirinya dapat menentukan dan menilai sistem

apa yang baik. Sikap dan persepsi Muhammad Abduh mulai berubah mengenai gerakan Urabi Pasha, ketika gerakan ini menentang Barat. Tidak hanya itu, Abduk kemudian mendukung gerakan tersebut. Karena menurutnya, bangsa Barat yang menjajah Mesir harus diusir dan Mesir harus merdeka. Untuk mengantar rakyat yang belum siap dengan sistem demokrasi, tampaknya Abduh tidak keberatan jika untuk sementara rakyat diperintah oleh diktaktor yang adil, hingga masyarakat memiliki pengetahuan luas dan pendidikan yang lebih baik. Dengan begitu, masyarakat sudah siap baru dan kebebasan. Pada saat masyarakat sudah matang, dewan-dewan perwakilan rakyat akan dibentuk secara bertahap. Karena itu, menurut Abduh, jangka waktu 50 tahun merupakan masa yang cukup bagi masyarakat untuk mempersiapkan diri guna memperoleh hak-hak mereka secara penuh. Namun, ide cemerlang Muhammad Abduh itu sulit diwujudkan karena terlalu ideal. Abduh sendiri tidak menjelaskan secara rinci kriteria orang yang dapat bertindak sebagai diktator yang mau berlaku adil terhadap rakyatnya. Selain itu, waktu setengah abad juga sangat lama untuk merubah sistem monorchi ke demokrasi. Salah satu langkah strategis Muhammad Abduh adalah memasuki dunia politik praktis dengan menjadi salah seorang anggota majelis Syura sebelumnya, lembaga legistatif ini sering diabaikan oleh lembaga eksekutif oleh pemerintah. Tetapi atas usaha Abduh kedua lembaga ini dapat bekerja sama lebih baik. Semua rencana program pemerintah dikirim ke majelis Syura yang untuk dibahas dalam panitia yang dibentuk sesuai dengan komisi masing-msing. Secara umum dapat dikatakan bahwa menurut Abduh, cara-cara yang ditempuh untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan politik dapat saja berubah sesuai dengan perubahan dan perkembangan situasi dan kondisi sosial politik. Karena itu, meskipun ia pernah membicarakan hak-hak untuk rakyat untuk mengoreksi atau mengontrol pemerintah yang salah, namun penyelesaian seperti itu diserahkan sepenuhnya kepada perkembangan jaman. Selain itu, terkadang Abduh juga konsisten dalam berpolitik. Sebab menurutnya, politik dapat mengekang kebebasan berpikir, perkembangan ilmu dan agama. Hal itu wajar, bila mengingat proses perjalanan kariernya di Mesir. Sebagai seorang intelektual pembaharu, tampaknya berpolitik praktis tidak memuaskan bahkan cenderung menjemukannya. Pandangan Muhammad Abduh tentang taqid dan ijtihad Muhammad Abduh berpendapat bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam disebabkan oleh pandangan dan sikap jumud. Sikap dan pandangan seperti ini menyebabkan umat Islam statis, tidak dinamis serta tidak mau menerima perubahan. Selain itu, sikap jumud ini dalam pandangan Abduh sebagai sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti kepatuhan membabi buta terhadap ulama, pemujaan berlebihan terhadap syaikh dan paham taqlid. Agar umat Islam keluar dari situasi ini, mereka harus membebaskan diri dari tradisi taqlid, dan kembali pada ajaran Islam yang murni sesuai dengan Al-Quran dan hadits. Kondisi yang semakin puruk bagi kemajuan umat Islam ini tidak pelu dipertahankan. Bahkan Muhammad Abduh sangat mengecam taqlid. Orang yang melakukan taqlid (muqallid), menurut Abduh, memiliki derajat yang lebih rendah dari orang yang diikutinya. Karena muqallid hanya melihat lahir perbuatan orang yang diikutinya, tanpa memeriksa dasar dan rahasia perbuatannya. Hal ini membuat pekerjaan muqallid menjadi tanpa dasar dan tidak karuan. Muhammad Abduh terus-menerus melakukan seruan untuk melakukan ijtihad dengan menonjolkan pendapat Ibnu Taimiyah. Dalam konteks ini, Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa ajaran Islam terdiri dari dua kategori: Ibadah dan Muamalah. Al-Quran dan hadits telah menetapkan aturanaturan tegas, jelas dan sangat terinci mengenai ibadah. Sedangkan ajaran-ajaran Islam mengenai hidup kemasyarakatan, merupakan ajaran-ajaran dasar dan prinsip-prinsip umum yang tidak terinci. Karena itu, dapat disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan jaman. Umat Islam menurut Muhammad Abduh harus segera bisa menyesuaikan dasar-dasar kehidupan

masyarakat yang terdapat di dalam Al-Quran dengan perubahan dan perkembangan jaman, ijtihad bukan hanya boleh dilakukan, justru merupakan suatu keharusan. Ijtihad yang dimaksud oleh Abduh tidak terbuka untuk setiap orang. Hanya orang-orang yang memenuhi syarat tertentu yang boleh melakukan ijtihad. Orang yang tidak memenuhi persyaratan ijtihad, dapat mengikuti pendapat mujtahid yang sesuai dengan pendapatnya. Menurut Muhammad Abduh, pendapat para ulama tidak bersifat mengikat. Karena itu, pendapat mereka dapat diambil dan dapat pula ditinggalkan. Ijma mereka juga bisa bersifat salah. Ijtihad menurut Abduh, harus bersmber pada Al-Quran dan hadits, karena keduanya merupakan sumber utama ajaran Islam. Pandangan Muhammad Abduh tentang perlunya ijtihad dan pemberantasan taqlid, tampaknya didasari atas kepercayaannya yang tinggi terhadap akal. Karena menurutnya, Islam menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Sebab akal dapat membedakan ang baik dan yang buruk, antara yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat. Kebenaran yang dicapai akal tidak bertentangan dengan kebenaran yang disampaikan oleh wahyu. Menurutnya dalil akal yang meyakinkan bertentangan dengan dalil naql yang tidak meyakinkan. Namun, masih menurut Abduh, ada dua cara yang dapat ditempuh jika ditemukan adanya kontradiksi antara dalil akal dengan dalil naql. Pertama, kita menerima dalil naql itu sebagai dalil yang sah, tetapi kita mengakui bahwa kita tidak mampu untuk memahaminya dan menyerahkan hal yang sesungguhnya kepada Allah SWT. Kedua, kita mentawilkan dalil naql itu sesuai dengan tata bahasa sehingga artinya dapat menjadi sesuai dengan yang ditetapkan oleh akal. Meskipun begitu, Abduh tetap mengakui keterbatasan akal manusia. Menurutnya, selain akal juga diperlukan wahyu. Sebab, tanpa wahyu akal tidak mampu membawa manusia mencapai kebahagian. Selanjutnya, Abduh berpendapat bahwa masalah-masalah yang berkenaan dengan hakekat Tuhan dan masalah-masalah metafisika, bukan merupakan wilayah sepenuhnya dapat dijangkau akal. Karena itu, penjelajahan akal dalam hal seperti itu perlu dibatasi. Di samping itu, akal juga memiliki keterbatasan dalam mengetahui kegunaan perbuatan-perbuatan tertentu, seperti jumlah rakaat shalat dan amalan-amalan dalam ibadah haji. Pengaruh pemikiran Muhammad Abduh dalam pembaharuan Islam. Usaha Muhammad Abduh dalam melakukan pembaharuan dapat bejalan sesuai dengan keinginannya. Sebab, seringkali Abduh mendapat tantangan dari para ulama yang bersikukuh berpegang pada tradisi lama. Bahkan Abduh sendiri pernah dicap sebagai orang kafir dan dituduh tidak percaya kepada Tuhan. Tuduhan kafir yang dilakukan para ulama yang diserahkan kepadanya, membuat banyak orang lebih tertarik lagi untuk mengetahui pemikiran-pemikiran Abduh yang sebenarnya. Untuk membuktikan tuduhan itu, mereka mengikuti berbagai kegiatan ilmiah dan kuliah yang diadakan Abduh. Dari pengamatan dan pendengaran mereka, ternyata apa yang dituduhkan kepadanya tidak terbukti kebenarannya. Setelah mereka mengatahui perihal yang sebenarnya, mereka malah menjadi pengikut setia Muhammad Abduh. Tantangan yang dihadapai Muhammad Abduh tidak membuatnya surut untuk melangkah terus untuk menjelaskan pemikiran-pemikiran pembaharuannya. Salah satu usaha pembaharuan yang telah dilakukannya adalah pembaharuan dalam bidang pendidikan di Al-Azhar. Meskipun usahanya boleh dibilang gagal, tetapi Abduh telah berhasil memasukkan beberapa ilmu pengetahuan umum ke dalam kurikulum Al-Azhar, seperti lmu bumi, ilmu ukur, ilmu matematika dan Aljabar. Karena itu, pemikiran Muhammad Abduh besar pengaruhnya di kalangan pemuda, meskipun Abduh telah wafat pengaruh yang ditinggalkannya pada generasi kemudian menggerakkan Al-Azhar untuk menata kembali metode pengajaran dan kurikulumnya. Ide dan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir telah melahirkan banyak ulama modern, seperti

Mustafa Al-Maraghi, Mustafa Abdul Raziq, Tatawi Jauhari, dan Rasyid Ridha. Pemikiran-pmikiran Abduh juga berpengaruh bagi para penulis produktif seperti Muhammad Husain Haikal, Farid Wajdi, Ahmad Amin dan Qasim. Selain berpengaruh di negeri asalnya, pemikiran Abduh juga memiliki pengaruh yang cukup luas di luar Mesir, terutama di negara-negara Arab. Pengaruh itu diperoleh melalui tulisan-tulisan Abduh dan para pengikutnya yang menyebarkan paham pembaharuannya. Seperti apa yang dilakukan Rasyid Ridha dalam majalah Al-Manar dan usahanya dalam pembukuan memiliki pemikiran gurunya dalam bidang tafsir, seperti tafsir Al-Manar, memiliki pengaruh yang sangat luas di kalangan para pelajar atau mahasiswa Timur Tengah, selain mereka yang belajar di Universitas Al-Azhar, Mesir. Lewat merekalah pemikiran-pemikiran Abduh tersosialisasikan dengan baik, hingga dikenal banyak orang dan dijadikan bahan rujukan bagi usaha pembaharuan Islam di negeri asal masing-masing mahasiswa tersebut, termasuk mahasiswa yang berasal dari Indonesia. Di Indonesia, pengaruh pemikiran Muhammad Abduh masuk dan berkembang melalui majalah Al-Urwatul Wutsqa, Al-Manar, Tafsir Al-Manar, dan buku Abduh yang sangat monumental, Risalah Tauhid. Karenanya tak heran bila banyak ahli yang berpendapatan bahwa pemikiran Abduh turut mempengaruhi pergerakan pembaharuan Islam di Indonesia, baik yang dicetuskan oleh Muhammadiyah maupun Al-Irsyad, Persis dan beberapa firqah lain-lain. Organisasi pembaharuan di Indonesia, seperti Muhammadiyah memiliki visi dan misi dengan gerakan dan pemikiran Muhammad Abduh, antara lain adalah perlunya dilakukan ijtihad, penolakan taqlid dan memandang Rasul serta para sahabat sebagai contoh dalam melaksanakan ibadah. Para sahabat sebagai contoh dalam melaksanakan ibadah. Karena ada ahli yang berpendapat bahwa gerakan pembaharuan di Indonesia merupakan salah satu usaha reproduksi dari perkembangan pembaharuan Islam di Mesir.

La Tansa Muhammad Abduh bukan berasal dari keluarga kaya, dan bukan pula dari keturunan bangsawan. Namun ayahnya dikenal sebagai orang terhormat dan suka memberi pertolongan Meskipun demikian, orang tua Abduh sangat perhatian dalam bidang pendidikan anaknya. Untuk itu, Abduh kecil dikirim ke masjid Al-Ahmadi Tanta. Tapi karena sistem pengajaran di sini sangat monoton dan menjemukan, akhirnya setelah bertahan lebih kurang dua tahun, Abduh kembali ke kampung halamannya Setelah menyelesaikan studinya di Tanta, akhirnya pada tahun 1866 M, Abduh melanjutkan studinya ke Al-Azhar, Kairo Mesir. Studi ini diselesaikannya dalam tempo 11 (sebelas) tahun, yaitu pada tahun 1877 M dan memperoleh gelar Alim (sarjana). Setelah itu, ia mengajar di Darul ,Ulum dan di rumanya sendiri Seagaimana Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh juga memiliki perhatian serius dan keprihatinan terhadap kemunduran dan problem yang dihadapi umat Islam. Mereka berdua sama-sama berupaya melakukan pembaharuan untuk memperbaiki keadaan umat Islam. Hanya saja, Abduh memiliki cara dan pandangan berbeda dengan gurunya dalam mencapai tujuan usaha pembaharuan Di Indonesia, pengaruh pemikiran Muhammad Abduh masuk dan berkembang

melalui majalah Al-Urwatul Wutsqa, Al-Manar, Tafsir Al-Manar, dan buku Abduh yang sangat monumental, Risalah Tauhid. Karenanya tak heran bila banyak ahli yang berpendapatan bahwa pemikiran Abduh turut mempengaruhi pergerakan pembaharuan Islam di Indonesia, baik yang dicetuskan oleh Muhammadiyah maupun Al-Irsyad, Persis dan beberapa firqah lain-lain.

Tamrinat

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar ! 1. 2. 3. 4. 5. Tuliskan biografi singkat Muhammad Abduh ! Dimanakah Muhammad Abduh menyelesaikan pendidikannya ? Muhammad Abduh dikenal sebagai pembaharu dalam Islam. Jelaskan ! Sebutkan beberapa kitab yang dipengaruhi oleh pemikiran Muhammad Abduh ! Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam pembaharu di Indonesia. Jelaskan !

Amanah : Bagimana menurut pendapatmu tentang ide pembaharuan Muhammad Abduh tersebut ! Bagian

MUHAMMAD RASYID RIDHA

BIOGRAFI SINGKAT MUHAMMAD RASYID RIDHA Nama lengkap : Al-Sayyid Muhammad Rasyid Ibn Ridha Lahir : hari rabu tanggal 17 Jumadil Ula 1882 H/18 Oktober 1865 M di Qalamun, Nama Ibu : Fatimah (mempunyai pertalian darah dengan Al-Husain, cucu Rasulullah saw) Rasyid Ridha dilahirkan dari keluarga terhormat. Ayah dan kakeknya merupakan orang yang terpandang di masyarakat Qalamun. Menurut Rasyid Ridha, ketika masih remaja ia sering melihat para pendeta dan pemuka kristen Tripoli datang mengunjungi ayahnya di Qalamun, terutama pada hari-hari raya. Ayahnya menyambut mereka dengan penuh penghormatan sebagaimana ia menyambut para ulama dan penguasa muslim lainnya. Pada usia 7 (tujuh) tahun, Rasyid Ridha di sekolahkan di lembaga pendidikan dasar yang disebut Kuttab. Di lembaga ini, Rasyid Ridha belajar membaca Al-Quran, menulis, dan berhitung. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnnya, ia dibimbing oleh guru privat di rumahnya untuk memperdalam ajaran Islam. Ketika berusia 17 tahun, Rasyid Ridha melanjutkan pendidikan di Tripoli. Pada awalnya, ia melanjutkan pendidikan di Tripoli. Pada awalnya, ia memasuki Al-Madrasah AlRusyidiyah (sekolah kedasaran). Materi pelajaran yang diberikan di sekolah ini adalah grametika bahasa Arab (nahwu), aqidah, berhitung dan ilmu bumi dengan menggunakan bahasa Turki sebagai bahasa pengantar. Hal itu didasari atas kenyataan sejarah bahwa pendidikan lembaga ini bertujuan mendidik para pemuda untuk menjadi pegawai pemerintah Turki Usmani. Rasyid Ridha tidak tertarik menjadi pegawai pemerintah, ia memutuskan keluar dari madrasah

tersebut. Di sini ia hanya bersekolah selama lebih kurang 1 (satu) tahun. Kemudian ia masuk sekolah Al-Madrasah Al-Wathaniyah Al-Islamiyah (Sekolah Nasional Islam) yang didirikan dan dikelola oleh Syaikh Husain Al-Jisr, seorang ulama besar Libanon yang telah dipengaruhi oleh ide-ide modern. Hal itu dapat dibuktikan, antara lain dari pernyataannya bahwa umat Islam tidak akan maju, kecuali dengan mempelajari dan menguasai ilmu-ilmu umum secara terpadu dan melaksanakan pendidikan secara nasional. Sejalan dengan pendiriannya itu, maka ilmu-ilmu agama, ilmu-ilmu umum seperti matematika, fisika, logika dan filsafat, bahasa Arab, bahasa Turki, bahasa Perancis, harus dipelajari dan dikuasai secara baik. Berbeda dengan yang berlaku di madrasah Rusyidiyah, bahasa pengantar di madrasah Wathaniyah Islamiyah adalah bahasa Arab. Meskipun tujuan didirikannya madrasah Al-Wathaniyah itu adalah untuk mendidik generasi muda agar tidak tertarik masuk k sekolah Kristen, penguasa Turki Usmani tidak mau mengakui madrasah tersebut sebagai sekolah agama dan tidak mau membebaskan para siswanya dari dinas militer. Akibatnya, madrasah tersebut terpaksa ditutup dan para siswanya pindah ke madrasah-madrasah yang ada di Tripoli tak trkecuali Rasyid Ridha. Meskipun Rasyid Ridha pindah ke lembaga pendidikan lain, hubungan dengan Syaikh Al-Jisr masih tetap berlangsung sebagaimana biasa sebab di madrasah yang baru dimasukinya itu Rasyid Ridha tetap berguru kepada Syaikh Al-Jisr yang dalam bidang studi ilmu agama dan bahasa Arab. Setelah lebih kurang delapan tahun berguru kepada Syaikh Al-Jisr, akhirnya Rasyid Ridha berhasil memperoleh ijasah untuk mengajar ilmu agama, bahasa Arab, dan ilmu umum. Selain itu, berkat kesempatan dan bimbingan yang diberikan gurunya, ia juga memperoleh pengalaman menulis artikel di berbagai surat kabar di Tripoli, suatu pengalaman yang sangat penting artinya dalam menunjang kariernya di kemudian hari. Selain Syeikh Al-Jisr, masih ada beberapa ulama lagi yang berjasa dalam memberikan pelajaran dan bimbingan kepada Rasyid Ridha. Mereka itu antara lain; Muhammad Al-Husaini, Syaikh Muhammad Kamil Al-Rafii, Syaikh Abdul Ghani Al-Rafii, Syaikh Muhammad Al-Qawaji dan Syaikh Mahmud Nasyabah.merka semuanya adalah para ahli hadits. Berkat bimbingan mereka itulah, Rasyid Ridha juga menjadi ahli hadits dan pakar dalam menilai kualitas-kualitas hadits. Selain itu, ia juga mempunyai kemampuan menilai kualitas isi buku-buku akhlak, tasawuf dan khutbah. Kenyataan ini dibuktikan dengan pengakuan para ulama yang hidup pada masanya ataupun yang hidup sesudahnya. Rasyid Ridha sangat berbeda dengan Syaikh Muhammad Abduh yang pada masa mudanya mempunyai kegemaran berolah raga dan keunggulan dalam menunggang kuda dan berenang, Rasyid Ridha tidak mempunyai kegemaran semacam itu. Bahkan sewaktu kecil, ia lebih senang mendengarkan percakapan para ulama yang datang ke rumahnya dari pada bermain dengan kawan sebayannya. Bahkan setelah dewasa, tidak hanya tekun melaksanakan ibadah, tapi juga tekun melaksanakan riyadlah (latihan-latihan) yang biasa dilakukan oleh para sufi, seperti hidup sederhana, menghindari menyantp yang lezat-lezat dan tidur di atas kasur, dan membaca wirid-wirid khusus, terutama yang berasal dari tarekat Naqsyabandiyah. Karena kesholehan dan ketekunan beribadah, ditambah dengan beberapa kelebihan ruhaniyah yang dimilikinya, tak jarang masyarakat sekitarnya menganggap Rasyid Ridha adalah seorang pemuda yang sudah sampai ke peringkat wali yang memiliki barakah dan karamah meskipun anggapan itu selalu dibantahnya. Menurut Rasyid Ridha, kesalehan dan kecenderungannya kepada kehidupan sufi itu adalah karena pengaruh ajaran Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum Al-Din. Menurutnya, kitab tersebut tidak hanya menarik niatnya untuk membaca berulang kali, juga merupakan gurunya yang pertama dalam mmbentuk kepribadian dan sikap keberagaman. Bahkan begitu besarnya pengaruh kitab itu terhadap jiwa dan tingkah lakunya, ia pernah memiliki perasaan dapat berjalan di atas air dan terbang di udara. . Dalam perkembangan selanjutnya, rasyid Ridha juga telah membaca majalahAl-Urwat AlWusqa yang berisi artikel-artikel tentang ide-ide pembaharuan Sayyid Jamaluddin Al-Afghani dan Syaikh Muhammad Abduh.

Menurut Rasyid Ridha, setiap kali ia membaca majalah tersebut, ia selalu merasakan dirinya seperti terkena aliran listrik yang kemudian menimbulkan gerakan dan ledakan. Kalau sebelum membaca majalah itu, cita-citanya hanya ingin meluruskan akidah umat Islam, mencegah mereka dari melakukan perbuatan-perbuatn haram, mendorong mereka agar melakukan perbuatan-perbuatan yang diperintah agama. Dan mengajak mereka agar Zuhud terhadap dunia. Tetapi setelah ia membaca buku itu, keinginannya menjadi bertambah besar untuk membimbing mereka agar hidup maju, mampu melepaskan negeri dan diri mereka dari belenggu penjajahan Barat. Sanggup bersaing dengan umatumat lain yang telah maju dalam bidang sains, tegnologi, industri dan bidang-bidang lain yang menjadi sendi-sendi kehidupan masyarakat dan umat. Ide-ide pembaharuan dari kedua tokoh itu pengaruhnya semakin dalam ketika Rasyid Ridha bertemu dan berdialog langsung dengan Muhammad Abduh. Ia bertemu untuk pertama kalinya dengan Abduh ketika tokoh tersebut dibuang ke Beirut pada tahun 1882 M, karena dituduh terlibat pemberontakan Urabi Pasha. Selanjutnya, Rasyid Ridha bertemu lagi untuk kedua kalinya dengan Abduh sewaktu tokoh itu singgah di Beirut pada tahun 1894 M, dalam perjalanan pulang dari Paris ke Mesir. Pertemuan kedua kalinya telah menimbulkan kesan luar biasa pada Rasyid Ridha terhadap Muhammad Abduh dan ide-ide pembaharuannya. Rasyid Ridha kemudian ia melakukan sosialisasi gerakan dan pemikiran para tokoh pembaharu tersebut. Tapi usahanya mendapat tantangan dari penguasa Turki Usmani. Karena merasa tidak memiliki kebebasan bergerak dan menjelaskan pemikiran-pemikiran para pembaharu, termasuk ide dan pemikirannya, akhirnya pada thun 1898 M Rasyid Ridha pergi ke Mesir untuk menjadi murid Muhammad Abduh dan mitranya dalam melakukan pembaharuan. Di Mesir, Rasyid Ridha menerbitkan majalah Al-Manar. Majalah tersebut banyak memuat ideide Muhammad Abduh. Guru memberikan ide-ide kepada murid, murid menulis dan menganalisisnya, kemudian mempublikasikannya pada majalah Al-Manar. Selain itu, Al-Manar juga mempublikasikan tulisan-tulisan Abduh sendiri dan tulisan dari murid-muridnya, seperti tulisan-tulisan Rasyid Ridha dan tulisan para pendukung pembaharuan di berbagai negeri Islam. Salah satu tujuan diterbitkannya majalah al-Manar adalah : mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, sosial dan ekonomi, memberantas takhayul, khurafat dan bidah yang masuk ke dalam tubuh Islam. Menghilangkan paham fatalisme yang terdapat di kalangan umat Islam dan paham-paham yang salah telah dibawa oleh tarekat-tarekat tasawuf. Meningkatkan mutu pendidikan umat Islam, dan membela umat Islam terhadap permainan politik negara-negara Barat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Rasyid Ridha selain yang berkenaan dengan majalah Al-Manar adalah menerbitkan buku-buku klasik, terutama yang telah disusun oleh para ulama Salafiyah dan buku-buku yang telah disusun oleh dia sendiri. Menulis tafsir Al-Quran, terjun ke dalam bidang politik dalam upaya mempersatukan bangsa Turki dan bangsa Arab, mempertahankan negeri-negeri Islam, dan mengusir penjajah dari negeri-negeri mereka. Selain itu, beliau juga terjun ke dalam bidang pendidikan dan dakwah, antara lain dengan mendirikan Madrasah Al-Irsyad wa Al-Dakwah. Pada tanggal 23 Jumadil ula 1334/22 Agustus 1935 M, Rasyid Ridha pun wafat pada saat sedang membaca Al-Quran dalam perjalanan pulang dari kota Suez.

Pemikiran pembaharuan Rasyid Ridha 1. Pemikiran Pembaharuan Rasyid Ridha dalm Bidang Keagamaan

Menurut Rasyid Ridha, umat Islam membutuhkan pembaharuan di bidang agama, ilmu pengetahuan, sosial, politik, ekonomi dan lain-lain. Semuanya saling melengkapi, karena yang satu tidak terlaksana, kecuali dengan dilaksanakan sektor atau bidang lainnya. Meskipun begitu, ia akan mengarahkan perhatiannya hanya pada bidang agama, sosial dan politik. Sebab pada tiga bidang itulah yang memerlukan perhatian yang serius guna memperbaiki keadaan umat Islam. Menurut Rasyid Ridha, yang mendorongnya untuk melakukan pembaharuan di bidang agama adalah karena adanya kesalah pahaman sebagian besar umat Islam terhadap ajaran Islam yang sebenarnya. Kesalapahaman itu menjadi faktor penyebab kemunduran umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan. Faktor penyebab kemunduran umat Islam adalah karena mereka tidak lagi menganut ajaran-ajaran Islam yang benar. Selain itu, perilaku mereka bnayak yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam yang benar. Bidah-bidan sudah banyak yang masuk ke dalam kepercayaan mereka. Misalnya, keyakinan kekuatan batin yang dapat membuat sang pemiliknya memperoleh apa saja yang dikehendakinya. Padahal menurut ajaran Islam, kebahagian di dunia dan di akherat hanya akan dapat diperoleh melalui usaha yang sesuai dengan sunattullah. Bidah lain yang juga membawa kemunduran adalah ajaran-ajaran dari Syaikh-syaikh tarekat tentang tawakal, tawassul, dan kepatuhan yang berlebihan kepada wali dan Syaikh. Zuhud yang berlebihan menurut Rasyid Ridha, merupakan salah satu sebab dari mundurnya umat Islam. kebanyakan cerita tentang zuhud Rasulullah saw. Yang kemudian dijadikan dalil bagi ajaranajaran mereka adalah maudlu dan tidak ada dasarnya. Sebab, seperti dijelaskan dalam sejarah bahwa Rasulullah saw. Itu menyantap makanan yang tidak lezat dan makanan lezat, memakai pakaian kasar dan bagus, dan tidak pernah meminum air, kecuali air tawar bersih. Zuhudnya Rasulullah saw terhadap dunia adalah zuhud terhadap apa yang ditangan orang lain, bukan zuhud dalam arti tidak mau bekerja dan menjauhi pekerjaan. Lebih dari itu, Islam tidak pernah melarang siapapun bekerja dan mencari rizki dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat. Islam tidaklah diturunkan hanya untuk memperbaiki jasmani dan ruhani secara bersamaan dan mendatangkan kemaslahatan kepada kita, baik di dunia maupun di akherat, baik jasmani maupun nurani. Sementara itu kaum muslimin ada yang salah dalam memahami makna zuhud. Mereka mengartikan zuhud adalah: lebih mengutamakan hidup miskin daripada kecukupan atau lebih mengutamakan orang yang bekerja daripada saudaranya yang tekun beribadah, sedangkan biaya hidupnya ditanggunmg saudaranya yang bekerja itu. Menurut Rasyid Ridha zuhud yang disukai itu apabila orang yang tidak menjadi hamba harta benda dan hal itu merupakan sikap mental terhadap harta itu. Rasyid Ridha juga menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab juga menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab kmunduran umat Islam adalah berkembangnya paham zabariyah (fatalis). Sebaliknya, diantara faktor kemajuan bangsa Barat adalah membudayakan paham ikhtiar (dinamis). Padahal Islam telah mendorong umatnya agar bersikap dinamis. Ajaran tersebut termuat dalam kata Jihad, yang berarti berrusaha keras, bersungguh-sunguh mencurahkan segenap pikiran, kekuatan, dan kemampuan untuk mencapai kekuatan yang luhur, dan berani berkurban, baik dengan harta benda maupun dengan jiwa raga untuk mencapai tujuan perjuangan. Oleh karena itu, apabila umat Islam ingin maju, maka harus kembali kepada ajaran-ajaran Islam

yang sebenarnya, murni dari segala bentuk bidah, khurafat, dan takhayul. Islam yang murni itu sederhana sekali, baik dalam masalah ibadah maupun dalam masalah muamalah. Ibadah kelihatannya berat dan ruwet karena hal-hal yang wajib. Demikian pula masalah muamalah. Islam hanya menetapkan dasar-dasarnya, seperti perasaan, keadilan, dan musyawarah untuk pemerintahan. Hukum-hukum fiqh yang berkenaan dengan kemayarakatan meskipun didasarkan pada Al-Quran dan As-Sunnah, tidak boleh dianggap absolut dan tidak dapat dirubah. Hukum-hukum itu ditetapkan sesuai dengan tempat dan jaman. Selain itu, umat Islam juga harus meninggalkan paham jabariyah (fatalis). Sebaliknya, umat Islam juga harus menganut paham jihad. Sebab dengan paham itu umat Islam klasik dapat menguasai dunia. Sebagaimana Muhammad Abduh, Rasyid Ridha juga menghargai akal manusia. Meskipun penghargaannya tidak setinggi yang diberikan gurunya. Karena ia menghargai akal, ia juga sependapat dengan gurunya bahwa taqlid harus dibasmi dan ijtihad harus dikembangkan. Namun perlu digaris bawahi di sini bahwa yang dimaksud dengan ijtihad bukanlah ijtihad yang leberal mencakup segala hal. Menurut Rasyid Ridha, ijtihad hanya diperlukan untuk hal-hal yang berkenaan dengan muamalat dan kemasyarakatan, namun tidak diperlukan lagi untuk hal-hal yang berkenaan dengan ibadah. Demikian pula, ijtihad hanya dapat diterapkan untuk menjawab masalah-masalah yang tidak ada nashnya dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Selainitu, ijtihad hanya dapat dilakukan dalam upaya memahami ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengandung pengertian zhani, tetapi tidak dapat diterapkan dalam upaya memahami ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengandung pengertian yang qathi 2. Pemikiran Pembaharuan Rasyid Ridha dalam Bidang Pendidikan. Pemikiran pembaharuan yang dikemukakan Rasyid Ridha adalah soal perempuan dan pendidikan. Menurut Rasyid Ridha Islam datang antara lain untuk memperbaiki taraf hidup kaum perempuan. Sebab, dengan membaiknya taraf kehidupan perempuan, akan baik pula kehidupan masyarakat. Perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan pria, kecuali dalam hal-hal tertentu karena adanya sifat-sifat biologis khusus yang ada padanya, seperti menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui. Karena itu, kaum pria berkewajiban mendidik kaum perempuan dan memberi mereka ilmu pengetahuan agar mereka dapat memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban mereka, baik terhadap Tuhan, suami, anak, keluarga dekat maupun warga masyarakat mereka. Bagaimana mungkin mereka dapat melaksanakan kewajiban dan memperoleh hak mereka kalau mereka bodoh-bodoh.. Rasyid Ridha juga mengatakan bahwa para para pembaharu yang telah mencela bangsa mereka, sebenarnya telah melecehkan dan mengekang kaum perempuan. Ia menuntut kepada mereka agar memberikan kebebasan dan persamaan kepada kaum perempuan agar kaum perempuan memperoleh ilmu pengetahuan dan hal-hal yang diperlukan dalam kehidupan mereka di dunia ini. Menurut Rasyid Ridha, para pembaharu tersebut dapat diklasifikasiakan menjadi dua kelompok: (1) para pembaharu yang menuntut perbaikan nasib kaum perempuan dengan mengikuti petunjuk Islam dan (2) para pembaharu yang menuntut perbaikan nasib perempuan dengan mengikuti apa yang telah dilakukan di dunia Barat. Dalam penilainnya, Ridha mengatakan bahwa kelompok pertama menuntut perbaikan hanya dengan

omongan (verbalisme). Sementara kelompok kedua menuntut perbaikan dengan perbuatan dan tindakan. Mereka memberikan pelajaran membaca, menulis, berbahasa Eropa, memainkan alat-alat musik, menjahit, dan membordir, kepada anak-anak gadis mereka, namun tidak memberikan pelajaran agama, moral dan adat kebiasaan mereka. Meskipun dengan cara itu akan terjadi perubahan sosial, namun dampaknya akan menghancurkan sendi-sendi kamasyarakatan dan kepribadian kita. Menurut Ridha pendidikan perempuan harus didasarkan pada moral agama dan hukum-hukum Islam. Selain itu kepada anak-anak gadis kita harus diajarkan bahasa Arab, sejarah umat Islam, ilmu pendidikan, berhitung, cara mengatur rumah tangga, merawat anak, menjaga kebersihan dan berbagai ketrampilan yang dibutuhkan, seperti menjahit, membordir dan memasak. Ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh setiap perempuan harus diajarkan kepada setiap perempuan sebagai pengalaman pendidikan dasar. Selain itu Rasyid Ridha juga menganjurkan agar sebagian perempuan menempuh pendidikan tinggi, seperti mempelajari ilmu kedokteran dan ilmu bedah, terutama yang berkaitan dengan persoalan perempuan. Sebab, menurut ajaran Islam, perempuanlah yang seharusnya mengobati perempuan-perempuan yang sakit. Perempunlah yang seharusnya mendidik anak-anak gadis. Pokoknya, ilmu apa saja yang bermanfaat untuk kaum perempuan dan umat, mereka berhak untuk mempelajarinya. Berkaitan dengan pendidikan, Rasyid Ridha mengatakan bahwa orang membaca sejarah dan mengetahui bahwa kekuatan dan kesejahteraan suatu bangsa dapat terwujud berkat pendidikan yang merata pada bangsa itu. Namun, di kalangan umat Islam pendidikan yang merata itu telah diabaikan. Karena itu, agar umat Islam menjadi kuat, makmur dan sejahtera, kita harus terlebih dahulu melakukan pembaharuan di bidang pendidikan dan pengajaran. Pendidikan dan pengajaran tersebut mencakup semua ilmu pengetahuan yang diperlukan. Akan tetapi, dia juga menyadari bahwa setiap orang tidak akan mampu mempelajari semua ilmu pengetahuan, meskipun ia sudah menghabiskan waktu dan meninggalkan semua pekerjaan. Sebab ilmu itu sangat banyak, sedangkan umur manusia sangat terbatas. Karena itu, Islam telah membagi ilmu pengetahuan yang wajib dipelajari itu menjadi dua macam: Yang termasuk wajib aini, yaitu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim, seperti ilmu-ilmu yang berkenaan dengan akidah, ibadah, halal dan haram, dan akhlak. Yang termasuk wajib kifai, yaitu yang wajib dipelajari oleh orang-orang tertentu saja, seperti ilmuilmu yang menjadi penopang agama (misalnya, tafsir, hadits dan fiqh) dan yang akan menjadi penompang kemakmuran dan kesejateraan dunia (misalnya, ilmu pertanian, perindustrian, kedokteran dan teknologi). Apabila sudah ada sekelompok orang yang mempelajari ilmu-ilmu tersebut, bebaslah semua orang dari dosa. Rasyid Ridha menjelaskan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan modern tidaklah bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu, peradaban Barat mengalami kemajuan karena ditopang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Karenanya, sudah sepantasnya umat Islam di seluruh dunia mendambakan kemajuan mempelajari ilmu pengetahuan tersebut. Hal itu didasari atas kenyataan sejarah bahwa kemajuan yang pernah dicapai umat Islam pada jaman klasik adalah juga berkat kemajuan mereka di bidang ilmu pengetahuan. Namun, ilmu pengetahuan itu telah diabaikan oleh umat Islam dan dikembangkan oleh bangsa-bangsa Barat, sehingga umat Islam mengalami kemunduran, sementara bangsa-bangsa Barat mengalami kemajuan. Karena itu, jika umat Islam sekarang ini mempelajari ilmu pengetahuan dari Barat, sebenarnya mereka mempelajari kembali ilmu pengetahuan yang pernah mereka miliki.

Pemikiran Pembaharuan Rasyid Ridha dalam Bidang Politik Rasyid Ridha mengatakan bahwa, semua umat Islam harus bersatu di bawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem hukum dan undang-undang. Hukum dan undang-undang tidak akan dapat dijalani tanpa ada kekuasaan pemerintah. Karena itu, kekuasaan umat mengambil bentuk negara dengan pimpinan seorang khalifah. Khalifah itu harus memenuhi syarat-syarat seorang mujtahid dan tidak boleh bersifat absolut. Untuk dapat melaksanakan tugasnya itu dengan baik, ia harus dibantu oleh para ulama. Menurut Rasyid Ridha; perbedaan mazhab dan aliran jangan sampai menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam. Guna menghindari perpecahan tersebut, maka perlu dihidupkan sikap toleransi di antara para pengikut suatu mazhab dengan para pengikut mazhab lain, yaitu dengan cara saling menghormati paham dan pendirian masing-masing. Hanya saja dalam masalah-masalah pokok diperlukan persamaan, sedangkan masalah-masalah yang tidak pokok tidak diperlukan. Bahkan untuk mereka diberi kebebasan untuk mengikuti mazhab dan aliran-aliran masing-masing. Dalam upaya memasyarakatkan ide-ide pembaharuan Rasyid Ridha, baik yang berasal dari gurunya maupun dari dirinya sendiri, Rasyid Ridha tidak hanya mengandalkan pada majalah Al-Manar, tetapi juga menulis Tafsir Al-Quran sebagaimana yang pernah dilakukan sebelumnya oleh para pemuka mazhab dan aliran dalam memperkuat pendirian masing-masing agar masyarakat dapat menerima pendirian mereka. Pada mulanya penulisan Tafsir Al-Quran itu telah diusulkannya kepada Syekh Muhammad Abduh, namun gurunya itu menolak dengan alasan bahwa kitab-kitab tafsir sudah cukup banyak dan saling melengkapi. Akan tetapi, karena Rasyid Ridha terus mendesaknya dan mengemukakan pentingnya tafsir itu dalam upaya pembaharuan, akhirnya Abduh bersedia memberikan kuliah tafsir, yang dimulai pada tahun 1323 H. Kuliah itu dihadiri oleh para mahasiswa Al-Azhar, termasuk Rasyid Ridha sendiri. Salah satu ketrampilan Rasyid Ridha adalah: Ia selalu mencatat keterangan-keterangan gurunya di dalam kuliah, kemudian dieditnya sehingga menjadi sebuah karangan yang sistematis. Hasil kerjanya diserahkan kepada gurunya untuk diperiksa. Apabila gurunya setuju, baru dimuat dalam majalah Al-Manar agar dapat dibaca oleh banyak orang. Itulah sebabnya tafsir itu disebut Tafsir AlManar. Setelah Syekh Muhammad Abduh wafat, Rasyid Ridha sendiri yang menafsirkan ayat-ayat selanjutnya sampai dia wafat. Sekarang Tafsir Al-Manar itu sudah dicetak secara tersendiri yang terdiri 12 jilid besar yang dimulai dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nisa, ayat 125 merupakan hasil kerja sama antara Abduh dengan Rasyid Ridha, sedangkan selebihnya merupakan hasil karya Rasyid Ridha sendiri. Dalam hal menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, Rasyid Ridha tidak selalu mengikuti metode Abduh. Hal itu terlihat, antara lain ketika ia menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat, seperti Tuhan mempunyai tangan dan kaki dengan pengertian majazi. Ridha menafsirkan dengan arti harfiahnya, meskipun dengan catatan bahwa yang diberikan Tuhan itu tidak sama dengan organ tubuh yang ada pada manusia. Begitu pula dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan balasan di akhirat, Abduh lebih menekankan tafsiran filosofis sehingga tafsirannya mengandung pengertian bahwa balasan tersebut bersifat ruhani, sedangkan Ridha menafsirkannya lebih menekankan tafsiran harfiah, sehingga tafsirannnya mengandung pengertian bahwa balasan tersebut bersifat ruhani dan jasmani.

Karya-karya Rasyid Ridha Rasyid Ridha adalah seorang ilmuwan yang cukup produktif menulis. Hal ini dapat dilihat dari hasil karya dan pemikirannya yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Berikut antara lain karya Rasyid Ridha: 1. Al-Hikmah As-Syariyyah fi Muhakamati Dariyyah wal Rifaiyah 2. Al-Azhar wa Al-Manar 3. Tarikhul Ustadz wal Imam 4. Nida lil Jinsil Lathief 5. Dzikra Mauludin Nabi 6. Risalatul Hujjaatul Islam Al-Ghazali 7. As-Sunnah wa Syiah 8. Al-Wahdatul Islamiyah 9. Haqiqaturriba 10. Al-Wahyu Al-Muhammadi 11. Al-Khilafah awil Imam Al-Udzma 12. Tafsir Al-Manar Semua tulisan ini merupakan representasi dari pemikiran Rasyid Ridha. Hampir semua persoalan umat yang menjadi perhatian dunia Islam ketika itu, dikajinya dengan baik sehingga Ridha mampu memberikan formulasi penting bagi upaya pemecahan problematika umat Islam. La Tansa Rasyid Ridha dilahirkan dari keluarga terhormat. Ayah dan kakeknya merupakan orang yang terpandang di masyarakat Qalamun Pada usia 7 (tujuh) tahun, Rasyid Ridha di sekolahkan di lembaga pendidikan dasar yang disebut Kuttab Menurut Rasyid Ridha, yang mendorongnya untuk melakukan pembaharuan di bidang agama adalah karena adanya kesalah pahaman sebagian besar umat Islam terhadap ajaran Islam yang sebenarnya. Kesalapahaman itu menjadi faktor penyebab kemunduran umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan Faktor penyebab kemunduran umat Islam adalah karena mereka tidak lagi menganut ajaran-ajaran Islam yang benar. Selain itu, perilaku mereka bnayak yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam yang benar. Bidah-bidan sudah banyak yang masuk ke dalam kepercayaan mereka Zuhudnya Rasulullah saw terhadap dunia adalah zuhud terhadap apa yang ditangan orang lain, bukan zuhud dalam arti tidak mau bekerja dan menjauhi pekerjaan. Lebih dari itu, Islam tidak pernah melarang siapapun bekerja dan mencari rizki dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat Menurut Ridha pendidikan perempuan harus didasarkan pada moral agama dan hukum-hukum Islam. Selain itu kepada anak-anak gadis kita harus diajarkan bahasa Arab, sejarah umat Islam, ilmu pendidikan, berhitung, cara mengatur rumah tangga, merawat anak, menjaga kebersihan dan berbagai ketrampilan yang dibutuhkan, seperti menjahit, membordir dan memasak Salah satu ketrampilan Rasyid Ridha adalah: Ia selalu mencatat keteranganketerangan gurunya di dalam kuliah, kemudian dieditnya sehingga menjadi sebuah karangan yang sistematis. Hasil kerjanya diserahkan kepada gurunya

untuk diperiksa. Apabila gurunya setuju, baru dimuat dalam majalah Al-Manar agar dapat dibaca oleh banyak orang.

Tamrinat

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar ! 1. Tuliskan biografi singkat rasyid Ridha ! 2. Menurut Rasyid Ridha ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran umat Islam. Jelaskan ! 3. Jelaskan yang dimaksud zuhud menurut Rasulullah ! 4. Sebutkan beberapa peranan Rasyid Ridha dalam membawa kemajuan bagi umat Islam ! 5. sebutkan konsep pemikiran Rasyid Ridha dala pembaharuan ! Amanah : Sebutkan beberapa konsep Rasyid Ridha dalam upaya mewujudkan pembaharuan bagi dunia Islam !

Bagian

MUSTAFA KEMAL ATTARTURK

BIOGRAFI MUSTAFA KEMAL ATTARTURK Nama lengkap : Musthafa Kemal Attarturk Lahir : Selonika pada tahun 1881 M Nama ayah : Ali Reza Nama Ibu : Zubeyde Kelebihan : al-Hafidz Musthafa Kemal Attarturk pada waktu kecil disekolahkan di sebuah sekolah tradisional yang bernama Madrasah Fatima Mollah Kadin. Tetapi Kemal tidak betah dan sering melawan gurunya. Akhirnya Kemal dimasukkan pada sekolah umum Shemsi Effend. Ternyata di sekolah inilah ia sukses dalam belajar dan memiliki prestasi bagus. Kemudian Kemal memasuki sekolah militer menengah atas keinginannya sendiri. Ia tamat ketika berusia empat belas tahun. Kemudian ia masuk pada sekolah latihan militer di Monastir. Setelah tamat, ia masuk sekolah tinggi Militer di Istambul tahun 1899 M. Enam tahun kemudian, ia berhasil memperoleh ijasah dan diberi pangkat kapten. Untuk menambah wawasan dan pengetahuannya tentang politik, ia belajar banyak tentang politik dari kawannya, yaitu Ali Fethi. Orang inilah yang mendorong Kemal untuk belajar bahasa Perancis. Tujuannya supaya Kemal dapat membaca karya-karya Rousseau, Voltaire, Auguste Comte dan lain-lain, serta sejarah dan sastra yang menarik minatnya. Mustafa Kemal ketika belajar di Istambul terlibat dalam berbagai aktivitas untuk menentang kekuatan absolut Sultan Abdul Hamid. Bahkan menerbitkan surat kabar tulis tangan sebagai media komunikasi para aktivis dan forum untuk melakukan kritik terhadap kebijakan Sultan. Aktifitas politiknya ini terus dilakukan hingga ia menyelesaikan pendidikan militernya. Risikonya, kemudian ia ditangkap dan dipenjarakan beberapa bulan. Setelah dibebaskan, ia bersama temannya, Ali Fuad diasingkan ke Syiria. Penjara ternyata tidak membuat Kemal jera, ia tetap melakukan aktivitas politik praktis, bahkan dalam pengasingannya di Damaskus, Kemal mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh terkemuka yang dibuang ke kota itu. Di sana ia mendirikan perkumpulan Vatan (tanah air) tahun 1906 M. Perkumpulan ini kemudian membuka berbagai cabangnya di Yaffa, Yerusalem dan Beirut. Tetapi ia melihat bahwa daerah-daerah itu tidak strategis untuk melakukan provokasi guna melakukan gerakan revolusi. Sebab, selain tempatnya jauh dari Istambul, mayoritas penduduknya adalah orang Arab. Karena itu, ia memilih Selonika sebagai tempat yang sangat strategis dalam pergerakan. Di kota inilah kemudian ia mendirikan cabang Vatan dan mengubah nama organisasi tersebut menjadi Vatan ve Hurrivet Cemiyeti (perkumpulan tanah air dan kemerdekaan). Selain jenjang militer yang ditekuni Kemal, ia juga bekerja sebagai staf umum pada tahun 1907 M di Selonika. Di sini ia bergabung dengan Komite Persatuan dan Kemajuan (Comitte of Union and Progress/Ittihad Ve Terekki), yang telah memiliki pengaruh cukup lama dan luas ketimbang Vatan ve Hurriyet Cemiyeti. Pada revolusi 1908 M peran Kemal belum begitu menonjol, karena masih ada tokoh-tokoh yang lebih senior dan berpengaruh, seperti Enver, Talaat dan Jamal. Sultan Abdul Hamid II pada tahun 1908 M telah membuat kebijakan yang memberlakukan kembali konstitusional 1876 M, sangat tidak menguntungkan posisi dan gerakan Turki Muda. Karena terjadi perbedaan Mustafa Kemal seorang militer, ia sangat tidak setuju terhadap pendapat pemimpin Union Progress tentang keterlibatan militer dalam dunia politik. Hal itu menimbulkan berbagai

tindakan protes dan demonstrasi yang dipelopori oleh Derwis Vahdeti pemimpin ittihad Muhammadi suatu organisasi Pan Islamisme. Mereka menuntut pemberlakuan kembali Syariah Islam. Untuk mengatasi berbagai gerakan demonstrasi itu, Mustafa Kemal diangkat menjadi kepala staff kesatuaan Angkatan Darat dari Selonika untuk memadamkan pemberontakan tersebut. Meskipun demikian, tetap saja kekuasaan dipegang oleh partai Union Kongres sejak tanggal 23 Januari 1913 M hingga akhir perang dunia I. Situasi sosial politik ketika itu belum mereda, bahkan terjadi pertentangan antara Mustafa Kemal dan para pemimpin Turki Muda, khususnya antara Kemal dengan Enver Pasya. Mustafa Kemal juga menganggap terlalu pagi atas keputusan Turki untuk bergabung dengan Jerman. Dampak kritikan ini, Kemal dan temannya Ali Fethi dibuang ke Sofia pada tahun 1913 M. Kalau Ali Fethi dibuang sebagai tahanan politik, sementara Kemal diangkat sebagai duta Atase militer. Tampaknya Kemal senang di tempatkan di daerah ini, sebab ia dapat berkenalan langsung dengan peradaban Barat yang dikagumi, terutama dalam hal sistem pemerintahan parlemen. Perang dunia I pecah pada tahun 1914 M, Kemal dipanggil kembali untuk memimpin devisi 19 di Gallipolli. Sebagai perwira ia menjadi komandan pada pasukan dalam perang Dardanela 1915 M, perang Kaukakus 1916 M, dan perang Palestina 1917 M. Sebagai penghargaan atas kehebatannya dalam pertempuran, pangkatnya dinaikan dari kolonel menjadi jenderal ditambah dengan gelar Pasya Pada tahun 1920 M, Kemal menjadi Ketua Majlis Nasional Agung. Melalui sidangnya di Ankara, mengantarkannya menjadi seorang Presiden di Turki. Pemerintahannya diakui, baik secara de fakto maupun de jure, oleh dunia internasional maupun oleh sekutu setelah ditandatangani perjanjian Laussanue pada tanggal 23 Juli 1923 M. Mustafa Kemal baru menikah setelah ia berhasil menggapai semua cita-cita yanng diinginkannya. Ia menikah dengan Latifa Hanim, puteri Usakizade Muammer, seorang pedagang kaya dari Izmir. Sayang sekali, perkawinan ini tidak berumur panjang dan berakhir dengan perceraian, karenna Mustafa sibuk denngann tugas dan kewajjiban sebagai kepala negara Turki yang baru lahir hingga ia meninggal dunia pada tanggal 10 november 1938 M, dalam usia 57 tahun. Musthafa Kemal melawan penjajah Dalam Perang Dunia I, pemerintahan Turki dikuasai oleh tiga serangkai Turki Muda; yaitu Enver, Talaat dan Jamal. Mereka bersimpati terhadap Jerman, dan sebaliknya sangat benci terhadap Rusia yang selalu mengancam Turki. Ketika perang terjadi, Turki memihak Jerman, dan menyerang Rusia. Sekutu menyerang Dardanella, tetapi gagal sama sekali berkat keperkasaan Kemal mempertahankannya. Ketika terjadi perang antara Turki dengan Inggris dan Perancis di Timur Tengah, Turki kalah, sehingga dibuatlah gencatan senjata di Mudros pada tanggal 30 Oktober 1918 M. Sejak itu mulailah era baru pendudukan Sekutu di Turki. Pada tanggal 13 November 1918 M, armada Sekutu menduduki Selat Borporus dan berlabuh di Tanduk Emas. Dalam keadaan demikian, Mustafa Kemal memutuskan untuk pergi ke Anatolia, karena di tempat itu ada tanda-tanda kebangkitan nasional. Mustafa Kemal yang tiba di daerah itu ternyata tidak menjalankan perintah Sultan, tetapi malah mengadakan pertempuran; bergabung dengan para pimpinan kelompok itu dan dengan komandokomando tentara seperti Jenderal Karabakir corp Angkatan Darat di Erzurum. Mobilisasi ini dilakukan untuk membentuk kader-kader tentara nasional untuk mengadakan apa yang disebut dengan Perang Pembebasan (the war of liberation). Dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh nasionalis seperti Rauf Bey, Ali Fuad dan Refat berhasil membuat kesepakatan membentuk bangsa Turki yang merdeka, bebas dari kontrol asing dan diputuskan pula mengundang semua kelompok perlawanan untuk berkonverensi. Mustafa Kemal melihat perlunya diadakan pemerintahan tandingan, dan menjadikan anatolia sebagai pusat pergerakan/pemerintahan. Setelah pemerintahan di bentuk, Mustafa Kemal dengan rekan-

rekannya segera mengeluarkan maklumat yang berisi pernyataan-pernyataan berikut ini; 1. Kemerdekaan tanah air sedang dalam keadaan bahaya. 2. Pemerintahan ibu kota terletak di bawah kekuasaan Sekutu, dan karena itu tidak dapat menjalankan tugasnya. 3. Rakyat Turki harus berusaha sendiri untuk membebaskan tanah air dari kekuasaan asing. 4. Gerakan-gerakan tanah air yang sudah ada harus dikoordinasi oleh suatu panitia nasional pusat. 5. Untuk itu perlu diadakan kongres. Dari usaha-usaha perjuangan, dan atas tersiarnya maklumat tersebut di atas, Mustafa Kemal diperintahkan datang ke Istambul untuk menghadap Sultan, tetapi ia menolak. Atas sikapnya yang menolak atas perintah Sultan, maka Mustafa Kemal dicopot dari jabatannya sebagai panglima; artinya ia dikeluarkan dari dinas militer. Meskipun begitu, tidak berarti Kemal kehilangan wibawa di kalangan rakyat Turki, malah sebaliknya ia segera diangkat sebagai ketua perkumpulan pembela hak-hak rakyat di daerah Erzurum. Setelah Kemal menjadi ketua, langkah pertama yang dilakukan Kemal adalah melaksanakan kongres pertama di Erzurum pada tanggal 23 Juli 1919 M. Keputusan penting yang dihasilkan oleh kongres tersebut adalah lahirnya deklorasi yang dikenal dengan Piagam Nasional (Milli Misaq/National Fact) isi piagam mengukuhkan komitmen mereka membentuk gerakan pembela tanah air, guna membebaskan Turki dari kekuasaan asing; sebagai reaksi terhadap pendudukan sekutu dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah Sultan yang sudah lumpuh. Pada Kongres kedua, yang diselenggarakan di Sivas pada tanggal 4-11 September 1919 M. Keputusan penting yang diambil adalah mempertegas keputusan pada kongres pertama; yaitu Turki harus bebas dan mereka. Keputusan lain adalah membentuk Komite Perwakilan Rakyat. Setelah Komite Perwakilan Rakyat terbentuk, Mustafa Kemal terpilih menjadi ketuanya. Perasaan benci kemal terhadap sekutu di Istambul semakin meningkat. Gerakan nasionalis semakin kuat kedudukannya dan banyak di antara anggota parlemen yang mendukung gerakan ini secara terang-terangan. Bahkan golongan nasionalis mendapat jumlah mayoritas ketika diadakan pemilihan parlemen di Istambul. Pada bulan Maret 1920 M Istambul dikuasai oleh sekutu secara paksa dan Turki dinyatakan dalam keadaan darurat perang. Perdana Menteri Ali Reza diganti olehh Saleh Pasha, para pemimpin gerakan nasionalis ditangkap dan diasingkan ke Malta. Mereka yang sempat lari melarikan diri ke Annatolia menggabungkan diri dengan Mustafa Kemal. Sultan melancarkan kampanye anti nasionalis, dan Syikhnul Islam mengeluarkan fatwa bahwa membunuh pemberontak atas perintah khalifah merupakan suatu kewajiban dalam agama. Di samping iu keputusan hukuman mati diambil oleh pengadilan perang di Istambul terhadap Mustafa Kemal. Ancaman lain, perjanjian rahasia antara Inggris, Perancis dan Rusia yang terkenal dengan Sykes Agreement 1916 yang akan membagi-bagikan wilayah Turki di antara mereka. Pada tahun 1920 M atas usaha Kemal dan teman-temannya dapat dibentuk Majlis Nasional Agung (MNA). Tampaknya parlemen sudah dikuasai oleh golongan nasionalis, Kemal sebagai tokohnya. Pada sidang pertama MNA yang berlangsung di Ankara yang kemudian menjadi ibu kota Republik Turki, Mustafa Kemal dipilih menjadi ketua sekaligus kepala pemerintahan tandingan. Keputusan sidang itu sebagai berikut: 1. Kekuasaan tertinggi terletang di tangan rakyat Turki. 2. MNA merupakan perwakilan rakyat tertinggi 3. MNA, bertugas sebagai bertugas sebagai bahan legislatif dan badan eksekutif. 4. Majelis negara yang anggotanya dipilih dari MNA akan menjalankan tugas pemerintah. 5. Ketua MNA merangkap jabatan ketua Majelis Negara. 6. Pada tanggal 10 Agustus Sultan menandatangani Perjanjian Surves, yang menciutkan wilayah Turki yang tinggal hanya Istambul dan sekitarnya serta Anatolia Utara. Wilayahwilayah lain diserahkan kepada Sekutu. Langkah ini mendapat reaksi keras dari Kemal: Saya

akan bertempur sampai kiamat, katanya tegas Kemal membuktikan ucapannya, ia memmobilisir beberapa pasukan yang didukung oleh kaum nasionalis dan beberapa kelompok masyarakat untuk melakukan perjuangan fisik melawan sekutu. Pada tahun 1921 M tentara pendudukan Yunani dikalahkan oleh tentara Turki di bawah komado Ismet Inano. Pada tahun 1922 M, pasukan Kemal menyerbu Izmir yang sejak 1919 M dikuasai Yunani, kemudian akhirnya kota itu jatuh. Izmir berikut penduduknya yang moyoritas berbahasa Yunani kini kembali menjadi milik pemerintah Turki. Dengan demikian, seluruh kekuatan Yunani berakhir di Anatolia. Atas kemenangan dan sekaligus pengabdiannya, MNA memberinya gelar Ghazi (pahlawan perang). Keberhasilan tersebut amat menentukan bagi kaum nasionalis untuk meneruskan perjuangan fisik dan monuver politik berikutnya, sehingga mereka dapat menguasai situasi dan membebaskan Turki dari penguasa asing. Akhirnya sekutu terpaksa mengakui mereka sebagai penguasa baik secara de vakto maupun de jure di Turki. Kemudian setelah ditandatangani perjanjian Lausanue tanggal 24 Juli 1923 di Lausanue Swiss pemerintah Kemal mendapat pengakuan internasional. Dengan ditandatanganinya perjanjian Lausanue, Turki memperoleh kemerdekaan. Sekitar sebulan kemudian, Inggris meninggalkan Istambul, menandai berakhirnya pendudukan sekutu di Turki. Dengan demikian, terbentuklah negara RepublikTurki pada tanggal 29 Oktober 1923 M. Ankara dijadikan Ibu Kota, Kemal Ataturk ditunjuk menjadi Presiden didampingi Ismet Inonu sebagai Perdana Menteri. Usaha Kemal membentuk Rebublik Turki Untuk mengawali usaha pembaharuan dan modernisasi besar-besaran, pemimpin Turki, Mustafa Kemal Attarturk mengubah Turki menjadi negara sekulernyang memberlakukan hukum sipil, menyelenggarakan siatem pendidikan bebas, dan melarang poligami. Segala sesuatu yang bersifat tradisional ditinggalkannya. Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan Kemal di negara Republik Turki baru; yang diproklamirkan pada tanggal 29 Oktober 1923 meliputi bidang politik, hukum, pendidikan, peradaban dan ekonomi. Berikut ulasan singkatnya. Pembaharuan dalam Bidang Politik Sebelum Mustafa Kemal diangkat menjadi Presiden Republik Turki, pada tahun 1920 M dibentuk Majlis Nasional Agung, atas usaha beliu dan teman-temannya. Dalam sidang di Ankara, yang kemudian menjadi ibu kota Republik Turki, ia dipilih sebagai ketua serta diambil keputusankeputusan antara lain sebagai berikut: Kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat Turki. Majlis Nasional Agung merupakan perwakilan rakyat tertinggi Majlis Nasional Agung bertugas sebagai badan legislatif dan badan eksekutif. Majlis Negara yang anggotanya dipilih dari Majlis Nasional Agung akan menjalankan tugas pemerintah Ketua Majlis Nasional Agung merangkap jabatan ketua Majlis Negara. Konstitusi yang diambil merupakan bentuk baru dan sama sekali berbeda dengan pemikiran elite birokrat tradisional yang kedaulatannya terletak ditangan sultan dan khalifah. Juga bentuk negara baru berdasarkan pada nasionalisme Turki yang mengharuskan diadakannya sekulerisasi; di mana pemerintahan harus dipisahkan dari agama. Ide nasionalisme yang diterima Kemal merupakan ide nasionalisme Turki yang terbebas dari geografisnya dan bukan ide nasionalisme Turki yang luas. Dalam piagam nasional tahun 1920 M,

disebut antara lain bahwa Turki melepaskan tuntutan teritorial terhadap daerah-daerah yang dahulu terletak di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani kecuali daerah yang di dalamnya terdapat ayoritas Turki. Dalam salah satu pidatonya, Kemal menjelaskan bahwa kaum nasionalis akan bekerja dalam lingkungan daerah teritorial Turki untuk kebahagian dan kesejahteraan rakyat Turki. Pernyataan Kemal itu mengindikasikan bahwa bangsa Turki yang nasionalismenya adalah MenTurki-kan segala-galanya agar menjadi bangsa Turki yang berbahasa satu, berbudaya satu, yang dijiwai semangat patriotik Turki. Langkah selanjutnya Kemal mengambil alih semua jabatan-jabatan penting dan strategis serta membebaskannya dari pengaruh-pengaruh agama di dalamnya. Hal ini pada kenyataannya tidak sampai menghilangkan agama; Turki masih tetap memainkan peranan kunci dalam kontrol agama melalui Direkorat Jederal Urusan Keagamaan, lembaga yang berada di bawah wewenang Perdana Menteri. Sesuai dengan konstitusi pada tahun 1920 M dinyatakan bahwa Turki adalah Negara Republik dengan Islam sebagai agama negara. Oleh karenanya, negara yang baru lahir ini belum menjadi negara sekuler. Perkembangan selanjutnya, Turki menjadi negara sekuler. Sekulerisasi yang dilakukkan Kemal bukan untuk menghapus agama, melainkan suatu proses rasionalisasi terhadap ajaran-ajaran Isalam. Meskipun sebagai seorang sekuler, Kemal sangat memahami arti pentingnya peranan agama dalam kehidupan rakyat Turki, terutama saat perjuangan kemerdekaan. Dengan demikian, pembaharuan yang dilakukan Kemal di Turki merupakan gabungan antara sekulerisasi dan westernisasi. Setelah negara republik terbentuk, di Turki terdapat dua pemegang kekuasaan duniawi, Raja Turki di satu pihak dan Majlis Negara di pihak lain. Untuk menghindari Turki dari dualisme pemerintahan ini, langkah pertama yang ditempuh Kemal adalah menghapuskan lembaga kesultanan pada bulan November 1922 M. Selain itu ada tendensi lain dalam penghapusan jabatan sultan ini, di mana sultan di Istambul masih dianggap oleh Sekutu sebagai penguasa nsatu-satunya; padahal sultan itu tidak berkuasa lagi. Seiring dengan sirnanya jabatan-jabatan sultan, maka semua instansi yang bernaung di bawah kekuasaannya kehilangan fungsi strukturalnya seperti Al-Syaikh Al-Islam. Biro ini dihapuskan pada 1924 M, lalu diganti dengan kementrian Syariat-zaman Kerajaan Usmani jelas tidak adayang langsung bertanggung jawab kepada presiden. Dengan demikian, bahwa jelas Turki diperintah oleh seorang presiden dengan sebuah konstitusi. Salah satu pasal dari konstitusi itu adalah: kedaulatan-kedaulatan berada di tangan Barat tanpa syarat. Kekuasaan legislatif dijalankan oleh wakil-wakil dalam sidang Majlis Nasional Agung. Pemerintahan didasarkan atas pemerintahan rakyat yang langsung menentukan naib mereka sendiri. Dengan demikian, Turki akan terhindar dari kekuasaan dalam sistem pemerintahan yang absolut. Pasca dihapuskan hapusnya jabatan Sultan, saat itu di Turki masih ada jabatan khalifah yang dipegang oleh Abdul Majid. Khalifah tidak mempunyai kekuasaan duniawi, yang ada hanyalah kekuasaan spiritual. Oleh karena itu, di Turki tidak ada lagi terjadi dualisme dalam memegang kekuasaan duniawi. Walau begitu, pada kenyataannya kedudukan khalifah masih diberi pengertian oleh golongan Islam sebagai Kepala Negara. Mereka mempertahankan adanya khalifah dan memperkuat kedudukannya; sehingga ia bertindak sebagai raja Usmani sebelumnya, seperti menerima wakil-wakil dari luar negeri, mengirim wakil-wakil ke luar negeri, mengadakan prosesi

kebesaran pada hari Jumat ke masjid untuk sembahyang, dan tetap tinggal di Istana Istambul. Eksistensi kekhalifahan ini selalu mengundang perdebatan antara golongan Islam dan golongan nasionalis, akhirnya pada tahun 1924 M jabatan khalifah sebagai penguasa spiritual dan politik tertinggi yang berkuasa selama berabad-abad di kesultanan Turki dihapus oleh Kemal. Selanjutnya, Khalifah Abdul Majid diusir dari Turki dan ia beserta keluarganya pergi ke Swiss. Setelah dihapusnya kedua lembaga itu, timbul reaksi dari golongan oposisi yang diatur oleh kelompok mistik dalam organisasi tarekat; dengan melakukan gerakan di bawah tanah untuk melawan kekuasaan Mustafa Kemal Attarturk. Kelimpik mistik itu diantaranya adalah Bekhtasiyah, Naksyabandiyah, qodiriyah dan Maulawiyah. Oleh karena itu, pada tahun 1925 M aliran-alira keagamaan dan tarekat-tarekat dibubarkan beserta tempat-tenpat pertemuan mereka, tekke dan maqam-maqam ditutup. Hal ini dianggap jalan terbaik bagi Kemal mengingat aliran-aliran mistik itu dipandang sebagai penghalang bagi langkah-langkah pembahauan yang digalakkan oleh kelompok nasionalis. Pembaharuan dalam Bidang Hukum dan Pendidikan Kemal menghapuskan Kementerian Urusan Syariat yang semula dibentuk sebagai pengganti biro Syaikh Al-Islam. Lalu pada tahun 1926 M, hukum syariat diganti dengan UU sipil yang diambil dari UU Swiss. Perkawinan tidak lagi dilakukan menurut hukum syariat tapi menurut hukum sipil; juga dibuat dan diberlakukan hukum dan perundang-undangan baru seperti hukum dagang, hukum pidana dan hukum laut yang semuanya diambil dari hukum Barat. Kementrian Syariat dihapus dengan tujuan untuk memudahkan usaha Kemal menghilangkan pasalpasal dalam konstitusi 1921 M, yang menyatakan bahwa Islam sebagai agama negara. Sembilan tahun kemudian, ia memasukkan prinsip sekulerisme dalam konstitusi dan sejak itulah Turki secara resmi menjadi negara sekuler. Di bidang pendidikan, langkah pembaharuan yang dilakukan Kemal adalah mengeluarkan dan memberlakukan dekrit 7 Pebruari 1924 M, yang melepaskan unsur-unsur keagamaan dari sekolahsekolah asing. Sebulan kemudian, pada 1 Maret 1924 M ditetapkan penyatuan pendidikan di bawah satu atap yakni berada di bawah pengawasan yang dilakukan oleh badan-badan Islam terhadap sekolah-sekolah. Pembaharuan bidang pendidikan berikutnya terjadi pada tahun 1928 M yaitu menghilangkan simbol-simbol peradaban Islam, seperti bahasa Arab dan bahasa Persia yang terdapat pada kurikulum sebelumnya. Lalu pada tahun 1930 M hingga tahun 1933 M, pendidikan agama di sekolah-sekolah baik yang ada di sekolah maupun yang ada di pedesaan seluruhnya dihapuskan. Pendidikan agama hanyalah tanggung jawab orang tua, demikian pula lembaga pendidikan imam dan khatib (negeri) ditutup tahun 1931 M dan tahun 1933 M, fakultas theologi di Istambul ditutup. Dari pembahasan di atas terlihat bahwa usaha-usaha pembaharuan yang dilakukan Kemal tidak bertujuan menghilangkan agama dari kehidupan masyarakat Turki; ia hanya menghilangkan unsurunsur agama dari konstitusi dan struktur pemerintah. Pendidikan agama menjadi tanggung jawab orang tua bukan berarti menghilangkan agama dari kehidupan masyarakat. Karena Kemal percaya bahwa kehidupan modern dapat ditopang oleh agama rakyat, dan agama rakyat di Turki adalah Islam.

Pembaharuan dalam Bidang Peradaban dan Ekonomi. Pembaharuan di bidang peradaban dan ekonomi juga dilakukan. Di bidang peradaban, pada tahun 1925 M dilarangnya pemakaian terbus (peci) dan diganti dengan topi Barat. Pakaian keagamaan dilarang dan rakyat Turki diharuskan memakai pakaian Barat baik pria maupun wanita. Tahun 1931 M dibuat keputusan bahwa azan harus dengan bahasa Turki, bukan bahasa Arab. Al-Quran harus diterjemahkan ke dalam bahasa Turki agar dapat dipahami oleh rakyat Turki. Kutbah jumat pun harus diberikan dalam bahasa Turki. Pada tahun 1935 M rakyat Turki diwajibkan mempunyai nama belakang. Hari cuti resmi mingguan diganti dari hari jumat menjadi hari minggu. Begitu pula corak musik yang beraliran Timur harus diganti dengan corak musik beraliran Barat. Serta radio-radio Turki harus menyiarkan lagu-lagu Barat. Khusus bidang ekonomi, Kemal membatasi diri untuk bekerja sama dengan Barat. Ia tidak menginginkan negerinya dikuasai oleh kekuatan asing sebagaimana yang pernah dialami oleh pemerintahan Sultan. Sumber-sumber vital dalam negeri diambil alih oleh negara. Dalam menghadapi resesi ekonomi sebagai akibat dari perang dunia I, Kemal menerapkan berbagai kebijakan antara lain, mengurangi volume perdagangan luar negeri, menekan belanja rutin, mengurangi pengeluaran atau anggaran militer menjadi rata-rata dari seluruh anggaran pengeluaran, memberi bantuan pada sektor swasta agar lebih bisa mandiri. Kebijakan ekonomi yang diterapkan, tahun 1949 M ekonomi Turki sangat baik. Sektor pertanian masyarakat Turki selalu mengalami surplus; kebutuhan pangan dalam negeri selalu terpenuhi. Oleh karenanya, Kemal dapat mempertahankan kekuasaannya selama 15 tahun meski tak sedikit tantangan yang datang dari pihak oposisi. Pembaharuan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Attarturk, bukan tidak mendapat respon dari dunia internasional, khususnya dunia Islam dan para ulama. Reaksi keras justru datang dari dunia Islam. Bahkan Indonesia juga turut bereaksi saat itu, dengan membentuk Komite Hijaz yang dilakukan oleh para ulama Indonesia guna mengklarifikasi mengenai berbagai pembaharuan Turki dan tanggapan pemerintah Ibnu Saud ketika itu. Umat Islamm khawatir kebijakan Kemal akan berdampak pada semakin melemahnya umat Islam, karena tidak ada simbol pemersatu dunia Islam, yaitu khalifah La Tansa Musthafa Kemal Attarturk pada waktu kecil disekolahkan di sebuah sekolah tradisional yang bernama Madrasah Fatima Mollah Kadin. Tetapi Kemal tidak betah dan sering melawan gurunya. Akhirnya Kemal dimasukkan pada sekolah umum Shemsi Effend. Ternyata di sekolah inilah ia sukses dalam belajar dan memiliki prestasi bagus Pada tahun 1920 M atas usaha Kemal dan teman-temannya dapat dibentuk Majlis Nasional Agung (MNA). Tampaknya parlemen sudah dikuasai oleh golongan nasionalis, Kemal sebagai tokohnya. Pada sidang pertama MNA yang berlangsung di Ankara yang kemudian menjadi ibu kota Republik Turki, Mustafa Kemal dipilih menjadi ketua sekaligus kepala pemerintahan tandingan Untuk mengawali usaha pembaharuan dan modernisasi besar-besaran, pemimpin Turki, Mustafa Kemal Attarturk mengubah Turki menjadi negara

sekulernyang memberlakukan hukum sipil, menyelenggarakan siatem pendidikan bebas, dan melarang poligami. Segala sesuatu yang bersifat tradisional ditinggalkannya Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan Kemal di negara Republik Turki baru; yang diproklamirkan pada tanggal 29 Oktober 1923 meliputi bidang politik, hukum, pendidikan, peradaban dan ekonomi Sesuai dengan konstitusi pada tahun 1920 M dinyatakan bahwa Turki adalah Negara Republik dengan Islam sebagai agama negara. Oleh karenanya, negara yang baru lahir ini belum menjadi negara sekuler Kemal menghapuskan Kementerian Urusan Syariat yang semula dibentuk sebagai pengganti biro Syaikh Al-Islam. Lalu pada tahun 1926 M, hukum syariat diganti dengan UU sipil yang diambil dari UU Swiss. Perkawinan tidak lagi dilakukan menurut hukum syariat tapi menurut hukum sipil; juga dibuat dan diberlakukan hukum dan perundang-undangan baru seperti hukum dagang, hukum pidana dan hukum laut yang semuanya diambil dari hukum Barat Khusus bidang ekonomi, Kemal membatasi diri untuk bekerja sama dengan Barat. Ia tidak menginginkan negerinya dikuasai oleh kekuatan asing sebagaimana yang pernah dialami oleh pemerintahan Sultan. Sumber-sumber vital dalam negeri diambil alih oleh negara

Tamrinat

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar ! 1. 2. 3. 4. 5. Tuliskan biografi singkat Musthafa Kemal Attarturk ! Sejak kapa Musthafa Kemal Attarturk aktif dalam dunia politik ? Ide apa yang dilontarkan Musthafa Kemal Attarturk dalam pembaharuan Islam ? Bagaimana sikap Musthafa Kemal Attarturk dalam bidang ekonomi terhadap Barat ! bagaimana kebijakan Musthafa Kemal Attarturk dibidang hukum dan politi ?

amanah : Ceritakan dengan singkat sejarah Musthafa Kemal Attarturk !

Bagian

10

SIR MUHAMMAD IQBAL

BIOGRAFI SINGKAT SIR MUHAMMAD IQBAL Nama lengakap; Muhammad Iqbal Lahir ; 22 Pebruari 1873 M/ 22 Dzulhijjah 1289 H. Nama ayah ; Nur Muhammad Pendidikan ; Scottish Mission School (SMS) Keturunan Iqbal memperoleh pendidikan yang baik yang akan menjadi bekal hidupnya kelak dari seorang ulama yang terkenal bernama Syams Mir Hasan. Beberapa tahun kemudian Iqbal mengakuai besarnya jasa yang telah diberikan gurunya itu, hingga ia menjadi orang terkenal. Bentuk pengakuan itu dilukiskan dalam bentuk sajak nafasnya mengembangkan kuntum hasratku menjadi bunga. Pendidikan dapat diselesaikan di SMS, Sialkot, kemudian melanjutkan studinya di Government College pada tahun 1987 M dengan memperoleh gelar BA ( Bachelor of Art) dengan nilai yang cukup memuaskan, terutama dalam bidang studi bahasa, Arab dan inggris. Kemudian ia melanjutkan program MA (Master Of Art) pada lembaga yang sama di bidang studi filsafat. Dari sinilah Iqbal memperoleh pendidikan filsafat Islam dari Sir Thomas W. Arnold. Pasca memperoleh gelar MA ia ditunjuk sebagai pengajar sejarah dan filsafat di Oriental Colegeh Lahor. Selain itu juga mengajar filsafat dan bahasa Inggris di almamaternya disinilah ia menjadi pengajar yang populer dan namanya terkenal di lingkungan pendidikan. Iqbal terkenal tidak hanya dari mengajar, melainkan juga penyair populer di Lahore. Pada tahun 1899 M ia membawakan sebuah syair yang berjudul Nala-i Yatim (rintihan si yatim) dihadapan undangan pertemuan tahunan Anjuman Humayat-i Islam (organisasai pemelihara Islam). Pada tahun

berikutnya ia membacakan sajak An Orphans Address to Id Crescent (Khutbah seorang yatim pada Idul Fitri). Atas dorongan gurunya Sir Thomas Arnold, pada tahun 1905 M, Iqbal yang saat itu berusia 32 tahun melanjutkan pendidikannya di Eropa. Di Inggris, Iqbal masuk ke Combridge University dan belajar ilmu filsafat dibawah bimbingan Dr. Mc Taggart, disinilah ia memperoleh gelar akademis dalam bidang filsafat moral. Kemudian ia melanjutkan pendidikan ilmiahnya di Jerman dan masuk ke Munich University dan menyelesaikan studinya dengan disertasi yang berjudul The Development of Metaphysics in Persia. Selanjutnya Muhammad Iqbal kembali ke London, Inggris untuk belajar ilmu hukum dan menyelesaikan studinya dan meraih keadvokatannya. Selain itu, Iqbal juga masuk ke School of Political Sciences. Pada tahun 1908 M, Muhammad Iqbal kembali ke India dan dinana beliau mengajar di almamaternya yaitu di Government College untuk bidang ilmu filsafat, sastra Arab dan sastra Inggris. Dan hal itu hanya bertahan satu tahun, karena ia ingin lebih berkonsentrasi di bidang advokat, karena ia berkeyakinan bahwa sebagai advokad ia mampu memusatkan perhatiannya pada soal hukum dan keyakinannya mengenai politik, nasionalisme dan cita-cita keislaman selama ia menjadi advokat. Profesi ini ditekuninya hingga tahun 1934 M, yaitu seblum Iqbal meninggal dunia. Pada tahun 1922, Muhammad Iqbal memperoleh gelar kebangsawanan (Sir) dari penguasa Inggris di India. Peanugrahan ini didasari atas ketenarannya lewat publikasi karya sastranya di Eropa dan di dunia Timur. Kemudian ia diangkat sebagai anggota legislatif Punjab selama tiga tahun yaitu pada tahun 1927 -1930 M. Selanjutnya pada tahun 1930, ia diangkat sebagai Presiden Liga Muslimin dalam kongres Liga Muslimin yang diadakan di Alahabad. Kemudian Iqbal berencana untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi Anak Benua India yaitu ia mendukung sebuah gagasan negara Islam di wilayag Timur Laut India. Dan pada saat itulah ia diberi gelar sebagai Bapak Pemimpin Pakistan. Kemudian pada tahun 1931-1932 M ia mengikuti Konfrensi Meja Bundar di London untuk merumuskan Undang-Undang Negara. Di samping aktifitasnya dalam berpolitik, pada tahun 1928 M, ia juga gemar mengumpulkan berbagai makalah seminar, untuk kemudian dieditnya dan menjadikannya sebuah buku yang berjudul The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Dan ia juga gemar melakukan safari intelektual dan sering memberikan ceramah di Madras, Hiderabad, Aligarth. Karya-karya Muhammad Iqbal Karya-karya Muhammad Iqbal dalam pemikiraanya dituangkan dalam sajak berbahasa sajak Urdu dan Persia, serta prosa (essey) ditulis dalam bahasa Inggris yang diterbitkan di Lahore. Untuk lebih jelasnya mengenai karya-karya Muhammad Iqbal adalah sebagai berikut: 1. Berupa sajak, antara lain: i.Asrar-i Khudi, berbahasa Persia diterbitkan tahun 1915 M. ii.Rumuz-i, berbahasa Persia diterbitkan tahun 1915 M iii.Payam-i Mashriq, berbahasa Persia diterbitkan tahun 1923 M iv.Zzabur-i Ajam, berbahasa Persia diterbitkan tahun 1929 M. v.Javid Nama, berbahasa Persia diterbitkan tahun 929 M vi.Musafir, berbahasa Persia diterbitkan tahun 1934 M vii.Bal-i Jirail, berbahasa Urdu diterbitkan tahun 1935 M viii.Pas Chai Bayard Kard, brbahasa Persia diterbitkan tahun 1936 M ix.Darb-i Kalim, berbahasa Urdu diterbitkan tahun 1937 M x.Armughan-i Hijaz, berbahasa Persia dan Urdu, diterbitkan setelah ia wafat. 2. Berupa prosa, antara lain: a. Ilm Al-Iqtishad, berbahasa Urdu diterbitkan tahun 1901 M

b. The Development of Metapysics in Persia, berbahasa Inggris, diterbitkan tahun 1908 M c. Islam as a Moral and Political Ideal, berbahasa Inggris, diterbitkan tahun 1909. d. The Recontruksion of Religious Thought in Islam, berbahasa Inggris diterbitkan tahun 1934 M e. Letters of Iqbal to Jinnah, berbahasa Inggris diterbitkan tahun 1944 M f. Speeches and Statements of Iqbal, berbahasa Inggris diterbitkan tahun 1944 M Dari kesimpulan karya-karya pemikiran Sir Muhammad Iqbal, mengandung pesan bahwa ia ingin mendorong kebangkitan kembali Islam melalui kecintaan kepada Allah dan pembinaan aktifitas diri. Selain itu, sepenuhnya Iqbal percaya bahwa yang mampu menggerakkan manusia adalah kebebasan dan kekuatan aktifitas itu sendiri. Pemikiran Muhammad Iqba 1. Pemikiran Pembaharuan dan Politik Muhammad Iqbal Sir Muhammad Iqbal bukan hanya seorang penyair, tetapi ia juga seorang pembaharu Islam, khususnya di India. Kecerdasannya berhasil mengungkap beberapa faktor penyebab mundurnya kejayaan umat Islam, ia berpendapat bahwa umat Islam harus merebut kembali kejayaan Islam dan merespon berbagai tantangan yang datang dari Barat. Menurut pengamatan Iqbal beberapa faktor penyebab mundurnya umat Islam disebabkan oleh tiga faktor yaitu: a. Pertama, hancurnya Bagdad yang telah menjadi pusat politik, kebudayaan dan pusat kemajuan pemikiran umat Islam pada tahun 1258 M oleh serangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulughu Khan. Akibatnya, pemikiran ulama pada saat itu hanya bertumpu pada ketertiban sosial saja, mereka menolak pembaharuan di bidang hukum dan ijtihad, hal ini menyebabkan kemunduran dinmika berfikir umat Islam. Timbulnya paham fanatisme yang menyebabkan umat Islam pasrah pada nasib, dan enggan bekerja keras. Pengaruh zuhud yang terdapat dalam ajaran tasawuf yang dipahami secara berlebihan dan salah, menyebabkan umat Islam tidak mementingkan soal kemasyarakatan. Ketiga, sikap zumud (statis) dalam pemikiran umat Islam. Hukum dalam Islam telah sampai pada situasi statis atau stagnan. Kaum konservatif menganggap bahwa kaum rasional telah menyebabkan timbulnya disintegrasi yang mengancam kestabilan umat. Oleh karena itu kaum konservatif hanya memilih tempat yang aman dengan bertaqlid kepada Imam mazhab.

b.

c.

2. Pemikiran Muhammad Iqbal tentang Filsafat Ego Para ahli sejarah menilai bahwa filsafat ego Muhammad Iqbal merupakan respon atas adanya paham-paham baik di dalam sistem kepercayaan maupun dalam sistem filsafat yang mengajarkan penyangkalan diri dan peniadaan diri (the Negation of Self). Ajaran itu pada gilirannya memalingkan orang dari kenyataan kehidupan dan menyingkirkannya dari perjuangan memperbaiki dan merubah nasibnya. Menurut Muhammad Iqbal Khudi atau ego manusia sebagai kesatuan intuitif atau titik kesadaran

pencerah yang menerangi pemikiran, perasaan dan keinginan manusia, merupakan hal yang diliputi rahasia dan mengorbanisasi berbagai kemampuan yang tidak terbatas dalam fitrah manusia. Dalam kontek ini ia mengambil rujukan dari ayat Al-Quran surat 17 ayat 85


Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". Filsafat ego menurut Iqbal berkembang ke tiga jurusan, yaitu kemerdekaan ego manusia, keabadian ego manusia dan terwujudnya perwakilan Tuhan di muka bumi. Untuk mencapai predikat ego yang demikian, manusia harus menempuh sesuatu yang dapat memperkuat egonya dan menghindari hal-hal yang dapat melemahkannya. Hal yang memperkuat ego itulah yang baik dan melemahkannya itulah yang buruk. Faktor-faktor tersebut menurut Iqbal: a. Faktor-faktor yang memperkuat ego manusia: 1. Cinta (Isyq) 2. Faqr, yang dapat diartikan perasaan sama sekali tidak mengharapkan balasan yang akan diberikan di dunia 3. Semangat atau keberanian 4. Toleransi (tenggang rasa) 5. Kasbul Halal, dapat diartikan dengan hidup dari penghasilan halal 6. Bekerja orisinil dan kreatif b. Faktor-faktor yang melemahkan ego manusia: 1. Rasa takut (fear) 2. Sual, atau meminta-minta (beggary) 3. Perbudakan (slavery) 4. Rasa bangga akan keturunan (pride of extraction). Sebagai gambaran kalau cinta memperkuat ego manusia, maka sual (meminta-minta) melemahkannya. Jadi, untuk memperkuat egonya, manusia harus memupuk cinta, yakni kemampuan bertindak asimilatif dan menghindari segala bentuk meminta, yakni tidak bertindak apa pun.

La tansa

Iqbal memperoleh pendidikan yang baik yang akan menjadi bekal hidupnya kelak dari seorang ulama yang terkenal bernama Syams Mir Hasan Beberapa tahun kemudian Iqbal mengakuai besarnya jasa yang telah diberikan gurunya itu, hingga ia menjadi orang terkenal. Bentuk pengakuan itu dilukiskan dalam bentuk sajak nafasnya mengembangkan kuntum hasratku menjadi bunga. Iqbal terkenal tidak hanya dari mengajar, melainkan juga penyair populer di Lahore. Pada tahun 1899 M ia membawakan sebuah syair yang berjudul Nala-i Yatim (rintihan si yatim) dihadapan undangan pertemuan tahunan Anjuman Humayat-i Islam (organisasai pemelihara Islam). Pada tahun berikutnya ia membacakan sajak An Orphans Address to Id Crescent (Khutbah seorang yatim pada Idul Fitri). Atas dorongan gurunya Sir Thomas Arnold, pada tahun 1905 M, Iqbal yang saat itu berusia 32 tahun melanjutkan pendidikannya di Eropa. Di Inggris, Iqbal masuk ke Combridge University dan belajar ilmu filsafat dibawah bimbingan Dr. Mc Taggart, disinilah ia memperoleh gelar akademis dalam bidang filsafat moral. Kemudian ia melanjutkan pendidikan ilmiahnya di Jerman dan masuk ke Munich University dan menyelesaikan studinya dengan disertasi yang berjudul The Development of Metaphysics in Persia. Selanjutnya Muhammad Iqbal kembali ke London, Inggris untuk belajar ilmu hukum dan menyelesaikan studinya dan meraih keadvokatannya. Selain itu, Iqbal juga masuk ke School of Political Sciences Pada tahun 1922, Muhammad Iqbal memperoleh gelar kebangsawanan (Sir) dari penguasa Inggris di India. Peanugrahan ini didasari atas ketenarannya lewat publikasi karya sastranya di Eropa dan di dunia Timur. Kemudian ia diangkat sebagai anggota legislatif Punjab selama tiga tahun yaitu pada tahun 1927 -1930 M. Selanjutnya pada tahun 1930, ia diangkat sebagai Presiden Liga Muslimin dalam kongres Liga Muslimin yang diadakan di Alahabad.

Tamrinat

10

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar ! 1. Dimanakah Iqbal menyelesaikan pendidikannya yang terakhir ? 2. Siapak nama guru Igbal yang paling berjasa ? 3. Apakah yang diberikan Iqbal kepada gurunya sebagai ucapan terima kasih ? 4. Menurut Iqbal ada beberapa faktor yang dapat memperkuat ide manusia. Sebutkan ! 5. dan juga ada beberapa faktor yang dapat melemahkan ide manusia . Sebutkan ! Amanah : Tuliskan sebuah ayat yang dijadikan Iqbal sebagai rujukan dalam menulis tentang ego manusia !

Bagian

11

KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA

Kedatangan Islam di Indonesia Dalam beberapa sejarah telah tercatat bahwa agama Islam telah masuk ke Indonesia sejak awal perkembangan Islam sekitar abad ke-7 M/abad ke-1 H, langsung dari Arab atau Persia. Namun ada pula sejarah yang mencatat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia baru terjadi pada abad ke-11 M/5 H. Bahkan ada juga sejarah yang mencatat Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M yang datang dari Gujarat atau India. Beberapa sejarah tersebut memiliki landasan dan argumentasi masing-masing, sehingga antara penulis satu dengan penulis sejarah yang lainnya sebenarnya tidak bertentangan, melainkan menjadi pelengkap satu sama lain. Sejarah yang mengatakan bahwa agama Islam yang datang ke Indonesia sejak awal perkembangan Islam di Timur Tengah antara lain Thomas W. Arnold, Azyumardi Azra, Hamka, Uka Tjandrasasmita, A. Hasymi, dan seterusnya. Sejarah lain yang mencatat bahwa agama Islam telah datang ke Indonesia sejak abad ke-7 M atau abad ke-1 H. Agama Islam ini langsung dibawa para saudagar dan mubaligh yang berasal dari negeri Arab atau Persia. Sedangkan sejarah yang mencatat bahwa agama Islam yang masuk ke Indonesia pada abad ke11 M/ 5 H. Didasari atas penemuan arkeologis berupa batu nisan. Bukti arkeologis tersebut ditemukan di daerah jalur perdagangan internasional serta jalur persimpangan. Batu nisan tertua yang ditemukan di kuburan Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tanggal 7 Rajab 475 H/ Desember 1082 M. Bentuk nisan dan tulisan yang lain juga ditemukan atas nama Ahmad bin Abu Ibrahim bin Arradh Rahdar alias Abu Kamil (wafat kamis malam, 29 Shafar 431 H/ 1039 M). Berdasarkan data arkeologi ini maka dapat diperkirakan bahwa di pesisir Utara Jawa Timur, khususnya di Leran, Gresik telah terdapat sekelompok komunitas muslim yang berasal dari Timur Tengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia berasal dari Timur Tengah oleh para saudagar dan para mubaligh Arab atau Persia muslim. Sementara itu, sejarah yang menyebutkan agama Islam yang masuk ke Indonesia pada abad ke13 M berasal dari Gujarat, India. Tulisan ini didasari atas data arkeologi berupa batu nisan pada makam raja Malikus Saleh yang ditemukan di kerajaan Islam Samudera Pasai. Batu nisan ini bertuliskan angka tahun 686 H/ 1297 M. Penyebaran Islam di Indonesia Islam masuk ke Indonesia dengan melalui beberapa media, seperti perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian dan tasawuf. 6. Melalui Perdagangan Proses Islamisasi di Indonesia salah satunya adalah melalui perdagangan hal ini dapat diketahui melalui adanya kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M. Aktifitas perdagangan ini banyak melibatkan bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Arab, Persia, India, Cina dan lainnya. Islamisasi lewat jalur perdagangan ini sangat menguntungkan, karena para raja dan bangsawan turut serta dalam aktifitas perdagangan tersebut. Bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham perdagangan itu. Fakta sejarah ini dapat diketahui berdasarkan data dan informasi penting yang dicatat Tome Pirres bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa

yang ketika itu penduduknya masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar, sehingga jumlah mereka semakin bertambah banyak. Dalam perkembangan selanjutnya, anak keturunan mereka menjadi penduduk muslim yang kaya raya. Hubungan perdagangan ini dimanfaatkan oleh pedagang muslim sebagai sarana atau media dakwah. Sebab dalam Islam setiap muslim mempunyai kewajiban untuk menyebarkan ajaran Islam kepada siapa saja dengan cara yang baik dan tanpa paksaan. Sebagaimana dalam surat an-Nahl : 125

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan h ikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. 7. Melalui Perkawinan Para pedagang muslim mayoritas kondisi ekonominya lebih baik dari pada penduduk pribumi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk pribumi, terutama para wanita yang tertarik menjadi istri-istri para saudagar muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus di-Islamkan terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga mereka tidak merasa keberatan, karena proses peng-Islaman hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Perkawinan ini akan lebih menguntungkan lagi apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja atau anak Adi Pati. Sebab mereka memiliki bawahan yang jika atasannya masuk Islam, maka mereka akan ikut masuk Islam. Salah satu contohnya adalah: perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten, Brawijaya dengan Putri Campa, orang tua Raden Patah, raja kerajaan Islam Demak dan masih banyak lagi lainnya. Semuanya itu lebih menguntungkan bagi dakwah Islam. 8. Melalui Pendidikan Proses Islamisasi di indonesia juga ada yang melalui pendidikan. Banyak para muballigh kita yang mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam atau pondok-pondok pesantren. Dari lembagalembaga inilah kemudian para ulam atau muballigh mengajarkan ilmu agama Islam. Diantara para lembaga yang berhasil didirikan pada awal Islam di Jawa adalah : Pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmad di Ampel Delta, Pesantren Giri yang didirikan oleh Sunan Giri. Pesantren-pesantren ini memiliki gaung keseluruh Pulau Jawa hingga Maluku. 9. Melalui Tasawuf Media lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah Tasawuf salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi terhadap budaya lokal, sehingga menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang menerima ajaran Tasawuf. Pada umumnya, para pengajar

Tasawuf atau para Sufi adalah guru-guru pegembara, dengan sukarela menghayati kemiskinan, juga sering berhubungan dengan perdagangan, mereka juga mengajarkan teosofi yang telah bercamppur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam hal magis dan memiliki kekuatan untuk menyenbuhkan. Diantara mereka juga ada yang menikahi gadis bangsawan setempat. Dengan tasawuf bentuk Islam yang ajarkan kepada pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya telah memeluk agama Hindu. Dianatar para Sufi yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra Islam adalah Hamzah Fan Suri di Aceh, Syeikh Lemah Abang dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini dianut hingga kini. 10. Melalui Kesenian Islamisasi melalui kesenian adalah pertunjukan wayang. Seperti Sunan kali Jaga adalah tokoh yang mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah materi dalam setiap pertunjukannya. Diah hanya menginginkan penonton untuk mengikutinya dalam dua kalimah syahadad. Sebagaian besar cerita wayang dianbil dari cerita Ramayana dan Brata, tetapi muatan isinya berisi tentang ajarn Islam dan nama-nama pahlawan Muslim. Selai9n wayang juga seni bangunan., seni pahat, seni tari, seni musik dan seni sastra. Diatara bukti pengembangan Islam awal adalah seni bangunan Masjid Agung Demak, Sedang Duwur, Agung Kasepuha, Ciribon, Masjid Agung Banten dan seterusnya Pengaruh Islam terhadap kebudayaan Indonesia. Islam datang di Indonesia tidak hanya mempengaruhi keyakinan masyarakat pribumi, melainkan juga berpengaruh kepada kebudayaannya. Penerimaan Islam di Indonesia sangat berkaitan dengan corak Islam sufistik yang berkembang, sehingga mudah diterima karena sesuai dengan kebudayaan lokal yang ada. Dari ciri sufistik tersebutlah, maka Islam disambut baik dan dapat diintregrasikan ke dalam pola sosial, budaya, dan politik yang sudah ada. Para tokoh yang sudah dikenal masyarakat Jawa dalam pengembangan Islam adalah wali 9 (wali songo). Di antara cara vyang ditempuh oleh para wali. Misalnya Sunan Kudus menggunakan sapi (hewan suci umat Hindu) sebagai media dakwah dalam masyarakat yang sebagian besar beragama Hindu. Sunan Kalijaga menciptakan perayaan sekaten (asal kata dari shahadatain) untuk memperingati maulid Nabi saw. Dengan gamelan sekaten yang dibunyikan di Masjid Agung dekat keraton. La Tansa Dalam beberapa sejarah telah tercatat bahwa agama Islam telah masuk ke Indonesia sejak awal perkembangan Islam sekitar abad ke-7 M/abad ke-1 H, langsung dari Arab atau Persia Namun ada pula sejarah yang mencatat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia baru terjadi pada abad ke-11 M/5 H. Bahkan ada juga sejarah yang mencatat Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M yang datang dari Gujarat atau India. Sejarah yang mengatakan bahwa agama Islam yang datang ke Indonesia sejak awal perkembangan Islam di Timur Tengah antara lain Thomas W. Arnold, Azyumardi Azra, Hamka, Uka Tjandrasasmita, A. Hasymi, dan

seterusnya. Islam masuk ke Indonesia dengan melalui beberapa media, seperti perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian dan tasawuf Islam datang di Indonesia tidak hanya mempengaruhi keyakinan masyarakat pribumi, melainkan juga berpengaruh kepada kebudayaannya

Tamrinat

11

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar ! 1. Sejak kapan Islam masuk ke Indonesia ? 2. Jelaskan alasan, bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke 7 ! 3. Tuliskan nama sejarawan yang mengatakan bahwa Islam masuk ke indonesia sejak perkembangan islam di Timur Tengah ! 4. Tuliskan beberapa media yang dijadikan untuk menyebarkan agama Islam ? 5. Masuknya Islam ke Indonesia juga mempengaruhi terhadap kebudayaan. Jelaskan ! Amanah ; Ceritakan dengan singkat awal masuknya Islam ke Indonesia !

Bagian

12

PERANAN WALI SONGO DALAM PENYEBARAN ISLAM

Penyebaran Islam di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan wali atau syeikh. Para wali atau syeikh memiliki peran yang sangat penting dalam proses Islamisasi. Dari sekian banyak wali atau syeikh, khususnya di Jawa lebih dikenal dengan sebutan wali 9 atau walisongo. Walisongo berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Derajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati. Dari kesembilan wali tersebut tidak hidup saat bersamaan, tapi satu sama lain mempunyai hubungan yang sangat erat. Hubungan itu bisa terjadi karena adanya hubungan darah, juga bisa karena ada hubungan guru dengan murid. Dari beberapa sunan tersebut, Maulana Malik Ibrahim. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Derajat adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijogo meruipakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijogo. Sunan Kudus murid Sunan Kalijogo. Sunan Gunung jati adalah sahabat Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal. Pada umumnya para wali tersebut tinggal di pantai Utara Jawa sejak dari awal abad 15 M hingga pertengahan abad 16 M di tiga wilayah penting yaitu Surabaya, Gresik, Lamongan di Jawa Timur, Demak, Kudus, Muria di Jawa Tengah serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru, mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian serta kemasyarakatan hingga pemerintahan. Biografi Walisongo 1. Maulana Malik Ibrahim. Nama aslinya adalah Maulana Makhdum Ibrahim Assamarkandy. Lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh pertama abad ke-14 M. Malik Ibrahim juga disebut Syeikh Magribi. Ia bersaudara dengan Maulana Ishaq, ulama terkenal di Samudera Pasai sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku) Ibrahim dan Ishaq adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubra, yang menetap di Samarkand 2. Sunan Ampel. Beliau adalah putara tertua Maulana Malik Ibrahim. Nama aslinya

3.

4.

5.

6.

7. 8.

9.

adalah Raden Rahmat. Beliau lahir pada tahun 1401 M. di Campa. Dari seorang ibu keturunan raja Campa. Nama Ampel sendiri diidentikkan dengan nama tempat dimana ia bermukim, wilayah yang kini menjadi bagian dari surabaya. Sunan Giri. Nama asli Sunan Giri adalah Muhammad Ainul Yaqin. Nama kecil Sunan Giri adalah Raden paku. Ia lahir di Blambangan (Banyuwangi) pada tahun 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaga Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya_ seorang ptri raja Blambangan bernama Dewi Sekar Dadu ke laut. Raden paku kemudia dipungut anak oleh Nyai Semboja. Ayahnya dalah Maulana Ishak, saudara kandung Malulana Malik Ibrahim. Sunan Bonang. Sunan Bonang adalah anak dari sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya dalah Raden Makdum Ibrahim. Diperkirakan lahir pada tahun 1465 M. Dari seorang perempuan yang bernama Nyi Ageng manila, putri seorang Adipati di Tuban. Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Delta Sunan kalijaga. Sunan ini namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Lahir sekitar tahun 1450 M. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban, salah seorang keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit. Pada masa itu Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam. Naa kecil sunan kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki beberapa nama panggilan seperti; Loka Jaya, Syaikh Malaya Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman. Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir pada tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran, raden Manah Rasasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syafif Abdullah Maulana Huda, Pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina. Sunan Drajat. Ia dilahirkan kira-kira pada tahun 1470 M. Nama kecilnya adalh raden Qosim dan bergelar Raden Syaifuddin. Ayahnya adalah Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Sunan Kudus. Nama kecilnya adalah ; shadiq. Ia ptra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah, adaik Sunan Bonang, anak Nyi Ageng maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Dikesultanan Demak ia diangkat menjadi panglima perang. Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kali Jaga. Sunan Muria. Ia adalah putra Dewi Sarah dari hasil perkawinanya dengan Sunan kali Jaga. Dewi Sarah adalah adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syek Maulana Ishak. Nama kecil Sunan Muria adalah Raden Prawoto. Nama muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya dilereng gunung Mulia, ang berjarak 18 km. Ke utara kota Kudus. La Tansa

Penyebaran Islam di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan wali atau syeikh. Para wali atau syeikh memiliki peran yang sangat penting dalam proses Islamisasi. Dari sekian banyak wali atau syeikh, khususnya di Jawa lebih dikenal dengan sebutan wali 9 atau walisongo Walisongo berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Derajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati

Dari kesembilan wali tersebut tidak hidup saat bersamaan, tapi satu sama lain mempunyai hubungan yang sangat erat. Hubungan itu bisa terjadi karena adanya hubungan darah, juga bisa karena ada hubungan guru dengan murid Pada umumnya para wali tersebut tinggal di pantai Utara Jawa sejak dari awal abad 15 M hingga pertengahan abad 16 M di tiga wilayah penting yaitu Surabaya, Gresik, Lamongan di Jawa Timur, Demak, Kudus, Muria di Jawa Tengah serta Cirebon di Jawa Barat Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru, mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian serta kemasyarakatan hingga pemerintahan 12

Tamrinat

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar ! 1. 2. 3. 4. 5. Siapakah yang paling berperan dalam upaya penyebaran Islam di jawa ? Sebutkan nama-nama wali sembilan ! Sebutkan tempat tugas dari masing-masing wali sembilan ! Sebutkan hubungan antara wali satu dengan wali lainnya ! Sebutkan beberapa peranan wali sembilan dalam upaya menyebaran agama Islam di Jawa !

Amanah : Tuliskan sejarah adanya wali sembilan ?

Bagian

13

MUHAMMADIYAH

Sejarah berdirinya Muhammadiyah Ada dua faktor yang menyebabkan berdirinya gerakan Muhammadiyah, yaitu; 1. Faktor eksternal yaitu berkaitan dengan politik Islam Belanda terhadap kaum muslimin di Indonesia, pengaruh ide dan gerakan dari Timur Tengah, dan juga kesadaran dari beberapa pemimpin Islam tentang kemajuan yang telah dicapai oleh Barat. 2. Faktor internal yaitu berkaitan dengan kondisi kehidupan keagamaan kaum muslimin di Indonesia yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Melihat kondisi keagamaan yang ada di Indonesia pada waktu itu Islam datang ke Jawa, kehidupan keagamaan yang nampak adalah campuran antara kepercayaan tradisional yang telah menjelma menjadi adat kebiasaan yang bersifat agamis dengan bentuk mistik yang dijiwai oleh agama Hindu dan Budha. Sehingga yang terlihat adalah kepercayaan tradisional Jawa tetap hidup dan mempengaruhi bentuk kehidupan keagamaan. Ide Pembaharuan Muhammadiyah Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Pada tahun 1912 M di Yogyakarta, merupakan organisasi sosial keagamaan. Sebagai gerakan Islam modern, Muhammadiyah mendasarkan programnya untuk membersihkan Islam dsari pengaruh ajaran yang salah, memperbaharui sistem pendidikan Islam dan memperbaiki kondisi sosial kaum muslimin di Indonesia. Diantara program-program ini, maka pendidikan merupakan aspek yang sangat menonjol dari pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan yang berlandaskan agama, maka ide pembaharuan Muhammadiyah ditentukan pada usaha untuk memurnikan Islam dari pengaruh tradisi dan kepercayaan lokal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Usaha yang dilakukan Muhammadiyah banyak terkait dengan masalah-masalah praktis ubudiyah dan muamalah. Pembaharuan yang dilakukan Muhammadiyah adalah kembali kepada ajaran yang murni, yakni Al-Quran dan sunnah. Ini berarti bahwa masalah yang berkaitan dengan ubudiyah kaum muslimin hanya mengikuti apa yang diperintahkan oleh Al-Quan dan As-Sunnah, bukan dari yang lain. Di dalam pemikiran kaagamaan Muhammadiyah hanya berpegang pada Al-Quran dan sunnah sebagai pokok ajaran Islam. Muhammadiyah juga gigih mempertahankan pendapat bahwa pitu ijtihad masih tetap terbuka dan menolak tentang taqlid. Hal ini bukan berarti Muhammadiyah menolak pendapat para imam mazhab, tetapi menganggap bahwa fatwa yang berpendapat para imam begitu juga ide-ide yang lain merupakan subyek untuk penelitian selanjutnya. Bagi Muhammadiyah kebenaran suatu amalan pada prinsipnya didasarkan pada Al-Quran dan sunnah. Di bidang sosial Muhammadiyah mempelopori pendayagunaan modal yang ada yang berasal dari zakat, infak dan sadaqah, ke dalam bentuk usaha yang permanen dalam rangka meringankan beban sosial dan memberikan bantuan bagi yang memerlukannya. Dalam hal ini Muhammadiyah mendirikan rumah sakit, panti asuhan dan beberapa lembaga sosial lainnya. Sementara itu dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah sangat berkeinginan untuk mencetak

elite. Muslim terdidik yang memberikan bimbingan dan keteladanan terhadap masyarakat, sekaligus sebagai kekuatan untuk mengimbangi tantangan kaum elite sekuler yang berpendidikan Barat yang dihasilkan oleh sistem pendidikan Belanda pada waktu itu Sebagai konsekwensi untuk mencapai tujuan tersebut, Muhammadiyah menyempurnakan kurikulum pendidikan Islam dengan memasukkan pendidikan agama (Islam) ke sekolah umum dan pengetahuan sekuler ke dalam sekolah agama. Sedangkan di bidang teknik penyelenggaraan, pembaharuan yang dilakukan meliputi metode, alat dan sarana pengajaran, organisasi sekolah serta sistem evoluasi. Bentuk pembaharuan teknis diambil dari sistem pendidikan modern yang belum dikenal di sekolah Islam pada saat itu. Muhammadiyah juga melakukan gerakan pembaharuan sistem pendidikan Islam yang berpusat di pondok pesantern pada waktu itu yang terisolasi dari perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat modern. Di sisi lain, sekolah sekolah Belanda yang sekuler mengancam kehidupan spiritual kaum muda muslim dan menjauhkannya dari agama dan budaya mereka. Hal inilah yang menjadikan alasan Muhammadiyah untuk memperbaharui sistem pendidikan Islam. Ada beberapa hal yang mendorong tumbuh menjadi kekuatan dalam bidang pendidikan: 1. Karena tatanan struktur kelembagaan pendidikan dan wewenang yang jelas, sehingga memudahkan pembinaan dan kontrol terhadap sekolah Muhammadiyah. 2. Adanya keseragaman pemakaian nama atau label sekolah bagi setiap perguruan Muhammadiyah. 3. Karena sifatnya yang fleksibel dari kebijaksanaan dari organisasi pendidikan Muhammadiyah, dibeberapa daerah dibentuk suatu koordinator yang bertanggung jawab atas sejumlah sekolah menjadi suatu unit pengelolaan. Sekolah yang berada dalam satu atap pengolahan ini biasanya nterdiri dari berbagai jenis dan tingkatan, misalnya SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi jadi satu Lembaga-lembaga pendidikan yang telah didirikan Muhammadiyah telah menghasilkan tamatan yang memiliki pengetahuan dasar agama Islam yang cukup tentang ibadah praktis yang terkait dengan muamalah, selain pengetahuan umum dan ketrampilan lain. Muhammadiyah pada era modern ini menghadapi dua tantangan besar pertama yang bersifat ekstern, dan yang kedua bersifat intern. Secara ekstern Muhammadiyah akan menghadapi tantangan global akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teghnologi. Perubahan-perbahan yang terjadi sedikit banyak akan mempengaruhi, bukan saja pada individu warga Muhammadiyah, juga kelembagaan yang ada di Muhammadiyah. Dari sisi intern, Muhammadiyah akan semakin merasakan kekurangan kader-kader ulama penerus organisasi, yang sekarang ini sudah dirasakannya. Tipe kader yang di8butuhkan tidak banyak bisa dihasilkan dari sekolah Muhammadiyah setimgkat SMP dan SMA tetapi melalui dari lembaga pendidikan lain yang harus dimiliki oleh Muhammadiyah, apakah Perguruan Tinggi atau Takhassus. Reaksi atas gerakan Muhammadiyah Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912 M di Yogyakarta, mengundang reaksi dari berbagai pihak, baik dari pemerintah kolonial Belanda maupun dari beberapa kelompok masyarakat Indonesia. Reaksi tersebut ada yang positif dan ada pula yang negatif. Sikap positif ditunjukkan oleh kaum muda (kelompok pembaharu) yang memiliki kesamaan ide dengan Muhammadiyah sedang sikap negatif datang dari kelompok Belanda, bagian kelompok nasionalis dan kelompok tradisionalis yang masing-masing kelompok memiliki alasan tersendiri. D Indonesia, kelompok kaum modernis yang memperjuangkan Islam secara murni disebut kaum muda. Mereka dipandang sebagai pelopor dalam melaksanakan dalam perubahan-perubahan radikal di bidang pemikiran dan pelaksanaan ajaran Islam. Itulah sebabnya tatkala beberapa organisasi Islam

modern berdiri pada awal abad kedua puluh, mereka menjadi kelompok masyarakat pertama yang menyambut dengan baik munculnya organisasi-organisasi Islam tersebut. Oleh karena itu, tidak beberapa lama setelah Muhammadiyah berdiri, banyak dari pimpinannya berasal dari kelompok ini. Ketika Muhammadiyah diperkenankan membuka cabangnya di luar Yogyakarta oleh pemerintah kolonial, daerah-daerah yang semula menjadi basis Kaum Muda dengan cepat berubah menjadi cabang dari Muhammadiyah. Tidak semua sambutan atas berdirinya Muhammadiyah disambut baik oleh semua kalangan. Contohnya kolonial Belanda mengizinkan Muhammadiyah berdiri melalui surat keputusan Pemerintah kolonial Belanda nomor : 81, tanggal 22 Agustus 1914. Keputusan mengizinkan Muhammadiyah berdiri adalah bertentangan dengan kebijaksanaan mereka terhadap Islam di Indonesia. Meraka mengizinkan Muhammadiyah berdiri karena ingin mendapat simpati dan mengurangi sikap kaum muslimin terhadap pemerintah Kolonial.

La Tansa Ada dua faktor yang menyebabkan berdirinya gerakan Muhammadiyah, yaitu; 1. Faktor eksternal yaitu berkaitan dengan politik Islam Belanda terhadap kaum muslimin di Indonesia, pengaruh ide dan gerakan dari Timur Tengah, dan juga kesadaran dari beberapa pemimpin Islam tentang kemajuan yang telah dicapai oleh Barat. 2. Faktor internal yaitu berkaitan dengan kondisi kehidupan keagamaan kaum muslimin di Indonesia yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Pada tahun 1912 M di Yogyakarta, merupakan organisasi sosial keagamaan. Sebagai gerakan Islam modern, Muhammadiyah mendasarkan programnya untuk membersihkan Islam dsari pengaruh ajaran yang salah, Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan yang berlandaskan agama, maka ide pembaharuan Muhammadiyah ditentukan pada usaha untuk memurnikan Islam dari pengaruh tradisi dan kepercayaan lokal yang bertentangan dengan ajaran Islam Pembaharuan yang dilakukan Muhammadiyah adalah kembali kepada ajaran yang murni, yakni Al-Quran dan sunnah. Ini berarti bahwa masalah yang berkaitan dengan ubudiyah kaum muslimin hanya mengikuti apa yang

diperintahkan oleh Al-Quan dan As-Sunnah, bukan dari yang lai Ada beberapa hal yang mendorong tumbuh menjadi kekuatan dalam bidang pendidikan: Karena tatanan struktur kelembagaan pendidikan dan wewenang yang jelas, sehingga memudahkan pembinaan dan kontrol terhadap sekolah Muhammadiyah. - Adanya keseragaman pemakaian nama atau label sekolah bagi setiap perguruan Muhammadiyah. - Karena sifatnya yang fleksibel dari kebijaksanaan dari organisasi pendidikan Muhammadiyah, dibeberapa daerah dibentuk suatu koordinator yang bertanggung jawab atas sejumlah sekolah menjadi suatu unit pengelolaan. Sekolah yang berada dalam satu atap pengolahan ini biasanya nterdiri dari berbagai jenis dan tingkatan, misalnya SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi jadi satu Lembaga-lembaga pendidikan yang telah didirikan Muhammadiyah telah menghasilkan tamatan yang memiliki pengetahuan dasar agama Islam yang cukup tentang ibadah praktis yang terkait dengan muamalah, selain pengetahuan umum dan ketrampilan lain -

Tamrinat

13

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar ! 1. 2. 3. 4. 5. Sejak kapan Muhammadiyah berdiri di Indonesia ? Siapak pendiri Muhammadiyah ? Sebutkan misi dari berdirinya Muhammadiyah! Sebutkan peranan Muhammadiyah dalam mencerdaskan bangsa Indonesia ! Sebutkan beberapa hambatan bagi perkembangan Muhammadiyah !

Amanah : Ceritakan dengan singkat sejarah berdirinya Muhammadiyah !

Bagian

14

NAHDLATUL ULAMA (NU)

Periodesasi Berdirinya NU Jamiya Nadlatul Ulama (NU) berdiri di Surabaya pada tahun 1926 M. Dalam kurun waktu yang relatif singkat organisasi ini segera tersebar pesat di seluruh pulau Jawa. Kemudian pada tahun 1930 M dibuka cabang pertama di Banjar, Martapura, Kalimantan. Meskipun begitu, basis kekuatannya tetap berada di Jawa Timur, yaitu pesantren yang bergabung ke dalam organisasi NU. Dalam perkembangan selanjutnya, sekitar tahun 1936 M sebuah organisasi lokal di Kalimantan, bernama Hidayatul Islamiyah bergabung dengan Nahdlatul Ulama. Sebagai organisasi para ulama saat itu, NU telah melakukan gerakan muktamar yang dihadiri para ulama terkenal yang berasal dari Jawa dan luar Jawa. Pada muktamar pertama, organisasi ini telah dihadiri oleh 93 orang kyai dari pulau Jawa dan Madura. Kemudian pada muktamar ke-2 tahun 1927 M dihadiri sekitar 260 orang kyai dari 35 cabang NU. Pada muktamar ke -5 pada tahun 1930 M telah terbentuk 46 cabang (18 cabang di Jawa Timur termasuk Madura, 21 cabang di Jawa Tengah dan 6 cabang di Jawa Barat). Pada periode awal NU, kegiatan ini lebih banyak dilakukan dalam rangka menjaga kemurnian paham yang diyakininya. Menyebarluaskan pandangan-pandangan yang dianggap penting untuk diketahui oleh para jamaahnya, mengambil bagian dari masyarakat di bidang sosial, bidang pendidikan dan bidang perekonomian. Dalam anggaran dasar organisasi, disebutkan bahwa NU akan mendirikan badan-badan perdagangan. Hal ini didasari atas kenyataan bahwa banyak diantara organisasi ini berprofesi sebagai pedagang dan petani, pemilik kebun sehingga perlu dirasakan mendirikan badanbadan tersebut. Pada tahun 1930 M dalam muktamar ke-5 diputuskan pembentukan Lajnah Waqfiyah (panitia waqaf) pada setiap cabang NU yang bertugas mengurus waqaf. Meskipun waqaf tidak dapat dianggap sebagai perusahaan tapi dalam pengurusannya ada yang mendapatkan keuntungan dan dapat dipergunakan untuk urusan sosial tertentu. Pada tahun 1937 M NU mendirikan badan khusus yaitu

Waqfiyah NU yang boleh membeli, menguasai atau menjadi nazir bagi tanah-tanah waqaf berdasarkan ajaran-ajaran Islam dengan merujuk pada mazhab empat. Usaha lain yang dilakukan oleh NU adalah mendirikan badan-badan koprasi yang disebut syrikah muawanah. Badan-badan koprasi ini didirikan di Surabaya, Singosari, Bangil dan Gresik. Rencana untuk mengimpor sepeda dari Singapura tidak dapat diwujudkan tetapi mengimpor barang pecah belah dari Jepang dapat terlaksana dengan diberi tanda cap simbol Nahdlatul Ulama Selain kegiatan-kegiatan tersebut, NU juga memiliki kegiatan ke arah perjuangannya menentang penjajah. Pola perjuangan ini antara lain diwujudkan dalam bentuk kultural, seperti keputusan NU mengharamkan pakaian pantolan (celana panjang) dan dasi, karena menyerupai Belanda. Perkembangan berikutnya NU berhasil membentuk para kyai dan santri-santrinya menjadi lapisan masyarakat bangsa Indonesia yang sangat besar pada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada saat Jepang berkuasa di Indonesia yaitu pada tahun (1942-1945) semua partai dan organisasi dibubarkan, termasuk NU. Kemudian NU berusaha supaya organisasi ini hidup kembali agar dapat mengadakan pembinaan kepada cabang-cabagnya, usaha ini diperbolehkan oleh Jepang. Pada waktu itu Jepang memperalat setiap organisasi untuk kepentingan perangnya, mak NU pun dibatasi kegiatannya. NU hanya boleh mengurusi pesantren saja, pengajian dan Madrasah-madrasah. KHA. Wahid Hasyim mengundurkan diri dari MIAI kemudian memusatkan perhatiannya untuk mengurusi Pesantren Tebuireng di Jombang (Jatim). Walaupun begitu, NU sama sekali tidak melepas MIAI, karena ketika MIAI berubah namanya menjadi Majlis Syura Muslimin Indonesia yang disingkat dengan Masyumi, K.H.A. Wahid Hasyim kembali aktif sebagai pimpinan majalah Masyumi yang bernama Muslimin Indonesia. NU periode Tahun 1945-1973 M. NU pada periode ini berkiprah aktif tidak hanya pada pengembangan pendidikan, tetapi juga dalam bidang sosial politik dan keagamaan lainnya. Karena itu Partai Masyumi adalah satu-satunya partai Islam yang menampung aspirasi politik umat, yaitu berdiri pada tanggal 7 Ncpember 1945 M. NU dalam muktamarnya ke 16 di Purwakerto pada tahun 1946 M. Mengajak seluruah anggotanya agar mendukung partai ini. Pada tahun 1949 M saat terjadinya konggres di Yogyakara Masyumi mengalami perubahan dalam hal status dan fungsi, yaitu majlis Syuro yang dulunya sebagai tempat penting bagi para ulama dan pemimpin Islam, sebagai badan legislatif berubah menjadi badan penasehat saja. Karena perubahan tersebut, maka NU mengundurkan diri dari Masyumi. Keputusa ini secara resmi diputuskan pada saat Muktamar NU ke 19 M di Palembang pada bulan Oktober 1952 M. Setelah NU memutuskan untuk keluar dari Masyumi, maka ia segera mengusulkan dibentuk federasi bagi partai-partai Islam. Usul NU ditanggapi oleh Masyumi dengan sikap dingin. Oleh sebab itu, NU berpaling kepada PSII dan Perti yang menyambutnya dengan hangat, kemudian pada tanggal 30 Agustus 1952 M. Tiga muslimin Indonesia, berdiri yang diikuti oleh tiga partai Islam serta organisasi Islam yang berkedudukan di Sulawesi Selatan, yaitu Darud-Dakwah wal Irsyad. NU Periode tahun 1973 sampai Sekarang Pada tanggal 5 Januari 1973, dibentuklah partai persatuan pembangunan yang merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII dan Perti. Dalam kepengurusan yang pertama DPP Partai Persatuan Pembangunan, sebagai presiden partai KH. Idam Khalid, ketua umum NPP KH. Maskur, dan Rois Am (Ketua Umum) Majlis Syura PPP KH. Bisri Syamsuri. Bila melihat dari susunan dan struktur kepengurusan partai tersebut maka dapat dikatakan bahwa PPP merupakan satu-satunya Partai Islam yang kepengurusannya didominasi oleh orang-orang NU. Pada tanggal 5 Januari 1973 M, PPP merupakan satu-satunya partai Islam yang dapat

menampung seluruh aspirasi pilitik umat Islam. Kemudian pada tanggal5-8 Mei 1975 M NU mengadakan konfrensi besar di jakarta yang isinya memantapkan kedudukan dan fungsi Jamiyah Nahdlatul Ulama, yang isinya yaitu bahwa NU sebagai organisasi sosial keagamaan yang menitikberatkan perjuangannya dalam bidang-bidang dakwah, pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya untuk kesejahteraan umat dalam rangka pembangunan bangsa dan manusia indonesia seutuhnya. Statusnya sebagai Jamiyah dimantapkan pada muktamar ke-26 di Semarang pada tanggal 5-11 Juni 1979 M. Dalam muktamar ke-27 di Situbondo pada tanggal 18 sampai 21 Desember 1983 M berhasil merumuskan pokok-pokok pikiran tentang NU kembali kepada khittahnya 1926 M. Yang dimaksud dengan khittah NU 1926 M adalah landasan befikir, bersikap dan bertindak warga NU yang harus dicerminkan dalam tinkah laku perseorangan maupun organisasi, serta dalam setiap proses dalam setiap pengambilan keputusan. Sebagai bukti kembalinya NU ke khittah 26 antara lain, dapat dikemukakan sebagai berikut: Syariah NU sebagai lembaga formal NU yang mencerminkan kepemimpinan ulama dalam jamiyah NU. Pengurus Tanfidziyah dapat diberhentikan oleh pengurus syuriah bila syuriah berpendapat bahwa yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan jamiyah maupun agama, tanpa menunggu jabatan selesai Pengurus Tanfidziyah yang terkena tindakan tersebut dapat diberi kesempatan untuk membela diri pada kesempatan musyawarah berikutnya. NU bukan merupakan wadah bagi kegiatan politik praktis. NU dalam melaksanakan kegiatannya akan lebih memperioritaskan pada kegiatan dakwah Islamiyah, kegiatan pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah yang bersifat keagamaan maupun yang non-keagamaan. Bidang Pendidikan di Lingkungan NU Lembaga yang mengurusi pendidikan disebut Lembaga Pendidikan Maarif. Lembaga Pendidikan Maarif dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada AD/ART NU. Program dasar pengembangan dasar pendidikan NU, peraturan dasar lembaga pendidikan Maarif dan peraturan rumah tangga lembaga pendidikan Maarif Di dalam anggaran dasar NU pasal 6 antara lain disebutkan, bahwa di bidang pendidikan, pengajarann dan kebudayaan NU mengusahakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, serta pengembangan kebudayaan berdasarkan agama Islam untuk membina manusia muslaim yang bertaqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, berkepribadian serta berguna bagi agama, bangsa dan negara. Pada peraturan dasar lembaga pendidikan maarif pasal 9 antara lain disebutkan: lembaga pendidikan maarif berusaha mendirikan dan menyelenggarakan sekolah atau madrasah mulai dari pendidikan pra sekolah sampai dengan pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan maarif selain menyelenggaran pendidikan formal juga pendidikan non-formal Untuk merealisasikan program yang tercantum dalam anggaran dasar tersebut di atas lembaga pendidikan maarif mengelola beberapa pendidikan sebagai berikut, TK, SD, SMP, SMU sampai Perguruan Tinggi.

La Tansa Jamiya Nadlatul Ulama (NU) berdiri di Surabaya pada tahun 1926 M. Dalam kurun waktu yang relatif singkat organisasi ini segera tersebar pesat di seluruh pulau Jawa. Kemudian pada tahun 1930 M dibuka cabang

pertama di Banjar, Martapura, Kalimantan. Meskipun begitu, basis kekuatannya tetap berada di Jawa Timur, yaitu pesantren yang bergabung ke dalam organisasi NU Dalam perkembangan selanjutnya, sekitar tahun 1936 M sebuah organisasi lokal di Kalimantan, bernama Hidayatul Islamiyah bergabung dengan Nahdlatul Ulama. Sebagai organisasi para ulama saat itu, NU telah melakukan gerakan muktamar yang dihadiri para ulama terkenal yang berasal dari Jawa dan luar Jawa. Pada muktamar pertama, organisasi ini telah dihadiri oleh 93 orang kyai dari pulau Jawa dan Madura. Kemudian pada muktamar ke-2 tahun 1927 M dihadiri sekitar 260 orang kyai dari 35 cabang NU. Pada muktamar ke -5 pada tahun 1930 M telah terbentuk 46 cabang (18 cabang di Jawa Timur termasuk Madura, 21 cabang di Jawa Tengah dan 6 cabang di Jawa. Pada periode awal NU, kegiatan ini lebih banyak dilakukan dalam rangka menjaga kemurnian paham yang diyakininya. Menyebarluaskan pandanganpandangan yang dianggap penting untuk diketahui oleh para jamaahnya, mengambil bagian dari masyarakat di bidang sosial, bidang pendidikan dan bidang perekonomian. Usaha lain yang dilakukan oleh NU adalah mendirikan badan-badan koprasi yang disebut syrikah muawanah. Badan-badan koprasi ini didirikan di Surabaya, Singosari, Bangil dan Gresik Selain kegiatan-kegiatan tersebut, NU juga memiliki kegiatan ke arah perjuangannya menentang penjajah. Pola perjuangan ini antara lain diwujudkan dalam bentuk kultural, seperti keputusan NU mengharamkan pakaian pantolan (celana panjang) dan dasi, karena menyerupai Belanda Dalam muktamar ke-27 di Situbondo pada tanggal 18 sampai 21 Desember 1983 M berhasil merumuskan pokok-pokok pikiran tentang NU kembali kepada khittahnya 1926 M. Lembaga yang mengurusi pendidikan disebut Lembaga Pendidikan Maarif. Lembaga Pendidikan Maarif dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada AD/ART NU. Program dasar pengembangan dasar pendidikan NU, peraturan dasar lembaga pendidikan Maarif dan peraturan rumah tangga lembaga pendidikan Maarif

Tamrinat

13

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar ! 1. Sejak kapan organisasi NU mulai terbentuk ! 2. Siapakah pendiri organisasi NU ? 3. Pada muktamarnya yang ke 27 di Situbondo NU menyatakan kembali ke khittah 26. Jelaskan yang dimaksud dengan kembali ke khittah 26 tersebut ! 4. Sebutkan peranan NU dalam bidang pendidikan ! 5. Sebutkan peranan NU dalam mengusir penjajah Belanda ! Amanah :

Tuliskan cerita sejarah berdirinya NU dengan baik ! dan berilah komentar antar NU pada awal berdirinya dengan NU pada saat sekarang !

DAFTAR PUSTAKA Abdur Raziq naufal, Kisah-kisah Teladan Sepanjang Sejarah Islam, Husaini, bandung, 1987 Abdul Hamid Judas As Sahhar, Sejarah Nabi Muhammad, Mizan, Bandung, 1992 Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, Bumi Aksara, Jakarta, 1991 Ali Syariati, Rasulullah SAW Sejak Hijrah Hingga Wafat, Pustaka Hidayah, Bandung, 1995 Al-Quran Al-karim dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Edisi Revisi 2002, Thaha Putra, Semarang, 2002

Arifin Muhammad, Klasifikasi Ayat Al-quran, FIAD UMSurabaya, Surabaya, 2004 A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, Bulan Bintang, jakarta, 1979 A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1992 Bisri M. Djailani, Sejarah Nabi Muhammad SAW, Buana Pustaka, Yogyakarta, 2004. Hamka, Sejarah Umat Islam, Bulan Bintang, jakarta, 1989 Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Kota Kembang, Yogyakarta, 1989. Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Madrasah Aliyah, Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2004. Departemen Agama RI

M. Din Syamsuddin, Muhammadiyah Kini dan Isuk, Pustaka Panji Mas, Jakarta, 1990 Marijan, Kacung, Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926, erlangga, jakarta. Tt. Mughni, syafiq, Sejarah kebudayaan Islam di Turki, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997 M. Ebrahim Khan, Kisah-Kisah Teladan, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2003 Rusli Ishaq, Sejarah Kebudayaan Islam, Thoha Putra, Semarang, 2003. Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Rosdakarya, Bandung, 1994.

You might also like