You are on page 1of 6

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

KUALITAS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA PENANGKAR DAN UPBS BALITSEREAL Sania Saenong, Fauziah, Rahmawati dan Oom Komalasari Balai Penelitian Tanaman Serealia
Abstrak. Produsen benih umumnya berupaya menghasilkan benih dengan kualitas optimal agar dapat tumbuh dan berproduksi tinggi meski telah disimpan beberapa waktu. Dalam banyak kasus, benih yang telah disimpan beberapa bulan, telah menurun daya berkecambahnya dan tidak dapat lagi digunakan sebagai benih. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2008, dengan pendekatan survei untuk mengetahui mutu benih dari beberapa penangkar di Sulsel, NTT, dan UPBS Balitsereal, dari hasil panen tahun 2005 - 2008. Sampel benih varietas Bisma, Lamuru, Srikandi Kuning, dan Sukmaraga, dari hasil survei dan UPBS Balitsereal dievaluasi mutunya di laboratorium dan rumah kaca untuk analisis mutu fisik dan mutu fisiologinya. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa kadar air benih penangkar berkisar antara 11,0 dari hasil panen musim kemarau dan 13,2% dari hasil panen musim hujan, dengan daya berkecambah 70-91%. Kadar air benih UPBS Balisereal pada penyimpanan ruang AC periode simpan 1-4 tahun (tahun 2005-2008) berkisar antara 10,2-12,7%, dan daya berkecambah 78-95%. Kadar air benih yang tinggi dari UPBS Balitsereal diperoleh pada periode simpan 4 tahun dari varietas Srikandi Kuning 1. Pada umumnya penyimpanan benih pada kadar air 10-11% memberikan daya berkecambah lebih tinggi dibanding kadar air 12% pada periode simpan yang sama. Karena itu, kadar air benih varietas Bisma, Lamu, Srikandi Kuning,dan Sukmaraga yang akan disimpan sebaiknya tidak lebih dari 11%, dan disimpan pada wadah penyimpanan kedap udara. Kata kunci: Mutu benih, kadar air, daya berkecambah, jagung komposit.

PENDAHULUAN Pada umumnya produsen benih berupaya untuk menghasilkan benih dengan kualitas yang optimal agar dapat tumbuh dan berproduksi tinggi setelah disimpan beberapa waktu. Dalam banyak kasus, benih dengan daya berkecambah yang sama tidak dapat digunakan sebagai benih setelah disimpan beberapa bulan. Penanganan benih sebaiknya dimulai dari penetapan lokasi produksi yang mencakup tingkat kesuburan tanah, kondisi iklim, manajemen produksi, termasuk isolasi jarak dan waktu, penetapan waktu panen, cara pengeringan/sortasi, dan penyimpanan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hasil jagung pada musim hujan menghasilkan benih dengan mutu yang kurang baik karena bocoran membran benih lebih tinggi, dapat mencapai 2 - 4 kali lipat dibanding benih yang diproduksi pada musim kemarau, sehingga tidak dapat disimpan lebih lama. Kadar air benih merupakan faktor dominan dalam proses deteriosasi benih, menyusul suhu ruang simpan (Harrington 1973). Apabila penyimpanan benih jagung dapat dilakukan pada kadar air yang rendah (di bawah 10%) maka daya berkecambahnya masih cukup tinggi (lebih dari 90%) walaupun telah disimpan selama satu tahun pada suhu kamar (Saenong 1986, 1987, Saenong et al. 1999). Setelah dikeringkan sampai kadar air yang sesuai untuk penyimpanan, benih harus segera dikemas pada wadah kedap udara agar selalu mencapai keseimbangan kadar air dengan kelembaban relatif (RH) di sekitarnya. Waktu yang diperlukan benih jagung untuk mencapai kadar air keseimbangan dipengaruhi oleh kondisi RH lingkungan. Pada benih jagung, proses absorbsi (penyerapan) lebih cepat dibanding proses desorbsi (pelepasan) uap air dari benih. Hasil penelitian Saenong (1987) menunjukkan bahwa

21

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

kadar air keseimbangan benih jagung dapat diperoleh pada 39 hari penyimpanan pada RH 86%, 42 hari pada RH 86%, 46 hari pada RH 76%, 51 hari pada RH 62,5%, 59 hari pada RH 52,5% dan 65 hari pada RH 42,5%. Makin rendah kelembaban ruang simpan benih makin lama proses terjadinya keseimbangan kadar air benih. Benih jagung yang sudah kering hendaknya disimpan pada ruang simpan tertutup rapat (kedap udara) atau pada ruang dengan kelembaban udara tidak lebih dari 75%. Pada kelembaban udara tersebut, kadar air benih jagung sudah mencapai 12% (maksimum kadar air benih) di daerah tropis dengan suhu udara ruang simpan (28 32oC). Pada musim hujan kelembaban udara dapat mencapai 96%, sehingga benih yang disimpan pada kondisi ruang terbuka (kemasan tidak kedap udara) cepat rusak karena kadar air benih dapat mencapai 21%, sehingga diperlukan alat penyedot udara (dehurmidifier) agar keseimbangan kadar air benih dapat menurun. Namun, di pedesaan dengan fasilitas penyimpanan yang serba terbatas, petani yang menyimpan benih untuk kebutuhan usahataninya disarankan menggunakan kemasan kedap udara seperti jerigen plastik. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi mutu benih (terutama mutu fisik dan mutu fisiologi) dari para penangkar benih di beberapa lokasi pengembangan jagung komposit. BAHAN DAN METODE Survei dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2008, dengan mengambil beberapa sampel benih dari beberapa penangkar di Sulsel, NTT, dan UPBS Balitsereal, hasil panen pada tahun 2005 sampai tahun 2008. Benih yang diperoleh kemudian dievaluasi mutu fisik (kadar air) dan mutu fisiologinya (daya berkecambah benih, kecepatan tumbuh benih, daya hantar listrik, dan bobot kering kecambah) di laboratorium dan rumah kaca Balitsereal. Pengujian daya berkecambah benih dilakukan dengan menggunakan media pasir, dan kadar air benih diukur dengan metode langsung dengan menggunakan Grain Moisture Tester PM-400. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar air benih dari penangkar cukup bervariasi, berkisar antara 11,0% dari hasil panen musim kemarau dan 13,2% dari hasil panen musim hujan, dengan daya berkecambah 70-91%. Kadar air benih UPBS Balisereal pada penyimpanan di ruang AC berkisar antara 10,1-12,7% dalam periode simpan 1-4 tahun, (tahun 2005-2008) dengan daya berkecambah 78-95%. Kadar air benih yang tinggi dari UPBS Balitsereal diperoleh pada periode simpan 4 tahun untuk varietas Srikandi Kuning. Daya kecambah benih UPBS Balitsereal masih cukup tinggi, walaupun telah disimpan selama 4 tahun di ruang AC dengan kadar air simpan dipertahankan pada kisaran 10-10,6% (Tabel 1). Mutu fisiologi benih telah menurun pada penyimpanan 3 tahun jika kadar airnya mendekati 11%. Tampaknya yang lebih menentukan ketahanan simpan benih adalah kadar air dan periode simpan karena penyimpanan dilakukan di ruang AC. Dari segi daya hantar listrik sebagai ukuran kerusakan membran sel, makin lama benih disimpan makin cepat kerusakan membran, namun jika kadar air benih tinggi (lebih dari 11%) maka kerusakan membran tetap lebih tinggi walaupun penyimpanan baru sampai satu tahun (Tabel 1). Karena itu, untuk mempertahankan daya simpan benih lebih lama, kadar air benih yang akan disimpan tidak lebih dari 11%.

22

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

Tabel 1. Mutu fisiologis dari berbagai varietas produk UPBS Balitsereal pada periode simpan dari tahun 2004-2009 Varietas 2005 Bisma Srikandi Kuning Sukmaraga Lamuru 2006 Bisma Srikandi Kuning Sukmaraga Lamuru 2007 Bisma Srikandi Kuning Sukmaraga Lamuru 2008 Bisma Srikandi Kuning Sukmaraga Lamuru Kadar Air (%) 10,23 11,67 11,53 10,43 10,70 10,07 11,67 10,53 10,53 10,50 10,70 10,30 11,27 10,60 11,47 11,60 Daya berkecambah (%) 92 81 78 92 87 89 94 93 93 93 89 94 92 91 95 90 Kecepatan Tumbuh (%/etmal) 27,17 22,37 21,16 20,10 27,54 28,18 25,50 26,11 27,10 29,09 25,71 26,20 28,53 27,97 29,74 29,06 Berat Kering Kecambah (g/kecambah) 0,220 0,233 0,232 0,256 0,192 0,208 0,230 0,205 0,204 0,208 0,224 0,194 0,217 0,186 0,219 0,220 DHL (ug/100 butir) 17,25 14,62 16,82 13,37 17,01 16,06 18,73 18,66 15,17 13,97 14,22 14,98 13,84 17,66 12,08 23,46

Hasil pengujian viabilitas benih dari hasil survey di berbagai propinsi menunjukkan bahwa benih yang disimpan pada kadar air rendah tetap tinggi walaupun status benihnya hanya sebagai benih pokok (BP) yang diperoleh dari Waesao Kupang, NTT. Di lain pihak, benih Sukmaraga yang berasal dari Bone Sulsel memiliki kadar air yang tinggi (13- 14%) walaupun berstatus benih dasar (BD), daya berkecambahnya hanya 82,75% dan daya hantar listriknya sebagai indikator permeabilitas membran sel telah mencapai 22,11 umhos/g. Sementara benih yang berkadar air rendah memiliki daya berkecambah cukup tinggi karena penyimpanan pada kadar air 10,1-11,6%. Kerusakan membran dicerminkan oleh daya hantar listrik dengan nilai hanya 12,99-16,86 umhos/g benih. Benih yang disimpan pada kadar air tinggi (12-13%), daya hantar listriknya mencapai 1822 umhos/g benih (Tabel 2). Karena itu, ketahanan simpan atau kualitas benih sebagian besar terletak pada kadar air benih yang akan disimpan. Benih jagung mengandung lebih banyak karbohidrat (70-75%) yang sebagian besar tersimpan pada endosperm, di samping protein (11-12%) dan lemak (5-9%) yang sebagian besar tersimpan pada embrio (Copeland dan Mc Donald 1985). Protein menyerap air lebih banyak dibanding pati dan selulosa, tetapi lemak tidak menyerap air. Pada kadar air > 30%, benih jagung dapat berkecambah, tetapi pada kadar air 18-30% dapat terjadi deteriorasi yang cepat oleh mikroorganisme (Bhattacharya dan Raha 2006), dan pada kadar air kurang dari 18% dengan ventilasi kurang baik akan berespirasi secara anaerob dan menghasilkan panas serta terakumulasinya etanol pada embrio yang dapat

23

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

mempercepat kematian benih. Perunutan dengan teknik radioisotop menggunakan etanol-c14 terdeteksi bahwa penurunan vigor benih terjadi seiring dengan meningkatnya kadar etanol-c14 di dalam embrio benih (Saenong 1986). Karena itu, aktivitas enzim dan integritas membran menurun sehingga terjadi deteriorasi benih (Baum dan Scaife 1975; Newell 1977). Tabel 2. Rata-rata Kadar Air, Daya Berkecambah dan Kecepatan Tumbuh Benih, Bobot Kering Kecambah, Bobot 100 Biji Konstan, dan DHL pada periode simpan 3 bulan dari propinsi Sulsel dan NTT,2009 pada penyimpanan suhukamar dan produk UPBS Balitsereal. Kadar air (%) 11,0 13,2 12.5 12,6 12,6 12,4 12,8 10,9 10,1 11,6 10,5 Parameter Pengamatan Daya Kecepatan Bobot Kering Berkecambah Tumbuh Kecambah (%) (%/etmal) (g/kecambah) 91,25 29,85 0.111 82,75 69,75 89,00 84,00 91,00 78.70 95.50 99.75 99.75 99.75 26,66 2155 27,52 27,19 29,75 24,15 31,52 33,06 33.00 32.63 0.110 0.118 0.113 0.112 0.110 0.114 0.106 0.104 0.104 0.103 DHL umhos/g benih 16.31 22.11 14.36 13.83 16.48 19.01 18.63 22.70 16.86 12.99 13.52

Lot benih S1 (BP) S2 (BD) S3(BP) S4(BP) S5(BD) S6(BD) S7(BP) S8 (BD ) S9 (BD UPBS) S10(BD UPBS) S11(UPBS)

Catatan: S1: BP (Sukmaraga) UPBS Balitsereal S2:BD (Ka 1314 %)/Sukmaraga asal kab.Bone Sulsel S3:BP asal Nunkurus NTT S4:Lamuru BP, Waesao NTT S5:Srikandi K1 BD, asal Nunkurus NTT 2007 S6:Lamuru BD, Nunkurus NTT 2007

S7. Dolof/BP/Lamuru S8: Lamuru/BD/NTT BBI 2006 S9: Lamuru BD, UPBS Balitsereal 2007 S10. Srikandi K1/BD, UPBS 2006 S11. Srikandi K1/BD/UPBS 2007

Pada awal penyimpanan menurut para penangkar, kadar air benih sudah cukup rendah (10,5-11%) dan telah dinyatakan lulus oleh pengawas benih. Namun belum dikemas oleh penangkar ke dalam kantong plastik karena masih menunggu permintaan benih (pemasaran). Dalam periode menunggu tersebut, benih yang sudah kering hanya disimpan di karung plastik lalu diikat dengan tali rafia. Tiga bulan kemudian ternyata kadar air benih telah meningkat menjadi 12 - 13,2%. Peningkatan kadar air benih tertinggi diperoleh pada penangkaran benih dari Kabupaten Bone. Karena itu mutu benih turun hingga mencapai 82,75%, dan bocoran membrannya juga cukup tinggi dengan daya hantar listriknya 22,11 umhos/g benih (Tabel 2). Kadar air benih dapat bervariasi selama penyimpanan, bergantung pada kelembaban ruang simpan dan tingkat kekedapan wadah penyimpan. Pada wadah jerigen plastik, kadar air benih stabil (tidak ada perubahan kadar air), sementara pada wadah simpan lainnya (karung plastik) terjadi peningkatan kadar air benih.

24

Prosiding Sem minar Nasional Serealia 2009 l

ISBN :978-979-8940 N 0-27-9

Kada air benih merupakan faktor dom ar h n minan dalam proses ke m emunduran benih, b menyusul s suhu ruang s simpan. Harr rington (1972 mengemu 2) ukakan kaidah (rule of thumbs) h sebagai ber rikut: (1) setiap 1% penu urunan kadar air benih, ja r angkauan hid benih me dup enjadi oC p dua kali lip dan (2) setiap 5 penurunan su ruang sim pat, uhu mpan benih maka masa hidup benih menj jadi dua kali lipat. Kaida tersebut hanya berlaku pada kadar air benih 5-14%. i ah h u r Karena itu manipulasi kadar air b u, i benih lebih mudah diba anding manip pulasi suhu ruang penyimpan nan. Hasil penelitian R Rahmawaty dan Saenon (2008) ju membuk ng uga ktikan bahwa pe enyimpanan benih jagu ung pada su uhu kamar d dengan kada air 10%, daya ar berkecambah benih ma lebih da 90% pada periode sim asih ari a mpan satu tah hun. Penyim mpanan benih deng kadar air yang lebih rendah (8%) pada suhu kamar (28-3 oC), mutu dapat gan r 32 bertahan sa ampai 16 bul pada kadar air 10% sampai 14 b lan, bulan, dan pa kadar air 12% ada r hanya hing 10 bulan (Saenong et al. 1999). gga ULAN KESIMPU Kada air benih memegang peranan pen ar nting dalam mempertaha ankan mutu benih jagung dal lam penyimp panan. Peny yimpanan be enih pada ka adar air 10-11% membe erikan daya berke ecambah yan cukup ting dibandin penyimpa ng ggi ng anan pada ka adar air 12% pada % periode sim mpan yang sama. Untu penyimpanan selama satu tahun kadar air benih uk a n, sebaiknya tidak lebih d 11%, da disimpan pada wadah kedap uda Untuk pe dari an h ara. eriode simpan leb dari satu tahun sampa 4 tahun, kadar air ben yang disi bih ai k nih impan harus lebih s rendah lagi yaitu 10-11,5%. i Beni yang suda dikeringk hendakn segera d ih ah kan nya dikemas deng menggu gan unakan kemasan k kedap udara, karena dal , lam waktu hanya satu bulan kadar air benih sudah h r meningkat dari 10,5-11% menjad 12-13,5% bergantun pada kele di %, ng embaban uda di ara lingkungan penyimpana n an. DAFTAR PUSTAKA
Baum, S.J., and C.W.J. S Scaife. 1975. Chemistry. A life science approach. Ma acmillian publ lishing Macmillian Pub blishers. 746p p. Co., inc. Collier M Bhattachary K and S. R ya, Raha. 2006. Deteriorative ch hanges of mai groundnu and soybean seeds ize, ut n by fu ungi in storag Volume 155, No. 3/No ge. ovember, 200 revised ver 02, rsion was pub blished onlin in June 200 with correc ne 06 ctions to the Cover Date. P PDF (211.3 K KB)HTML, diakses d tangg 22 Mei 20 ISSN 030 gal 009. 01-486X (Prin 1573-0832 (online). nt) Copeland, L O. and M. B McDonald 1985. Princi L. B. d. iples of Seed Sciense and T Technology (s second editio on). Macmill lan Publishin Company New York, Collier Ma ng , acmillan Publishers Lond don. Harrington, J.F. 1972. See storage and longevity. In T.T. Kozlow (Ed.). Se biology Vol. III. ed d n: wski eed V Acad demic Press. N York. p. 145-245. New Harrington, J.F. 1973. B Biochemical B Basis of Seed Longevity. Seed Sci. an Technol.1: d nd :453 461. Newell, S. B 1977. Che B. emistry. An In ntroduction. Little, Brown and Company Bostom-To L y, oronto. 524p p. Rahmawati and S. Saen nong. 2008. T Effect of Seed Size on Seed Vi The iability of Maize Varie eties Lamuru and Srikandi Kuning-.1. Poster presen i P nted at Asia Maize Re an egional Work kshop, CIMM MYT-AARD, 20 to 23 October 2008 in Makassa South Sul O 8 ar, lawesi, Indon nesia. Publish Report, CI hed IMMYT-AAR RD. Saenong, S. 1986. Kontr . ribusi vigor aw terhadap daya simpan benih jagung (Zea mays L.) dan wal g L kedel (Glycine m L. Merr.). Disertasi Do lai max oktor Fakultas Pasca Sarjan Institut Per s na rtanian Bogo 200p. or.

25

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

Saenong, S. 1987. Kadar air keseimbangan dan upaya mempertahankan viabilitas benih jagung (Zea mays L.) dan kedelai (Glycine max L. Merr.) pada beberapa kelembaban nisbi. Agrikam. Buletin Penelitian Pertanian Maros, Vol 2(3) 79-88 p. Saenong,S., Syafruddin, Ramlah Aref, Ningsih Widyati, dan Nanny Riani.1997. Pengelolaan daya simpan benih jagung. Akselerasi Pengembangan Teknologi Hasil Penelitian Jagung Menunjang Intensifikasi. Prosiding dan Lokakarya Nasional Jagung. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain. Maros. p.277-287. Saenong, S., Syafruddin, N. Widiyati, dan R. Arief. 1999. Penetapan cara pendugaan daya simpan benih jagung. Teknologi Unggulan, Pemacu Pembangunan Pertanian Vol. 2, Januari 1997. Badan Litbang Pertanian.

26

You might also like