You are on page 1of 40

ANALISIS ISM FAIL BERBENTUK MUFRAD DALAM NOVEL AL-KARNAK KARYA NAJIB MAHFUZ

Ism fail berbentuk mufrad dalam novel al-Karnak karya Najib Mahfuz (1982) terdiri dari tiga keadaan, yaitu dalam keadaan ber-tanwin, dalam keadaan di-idafah-kan, dan dalam keadaan ber-al ( .) Di bawah ini, akan dibahas ism fail dalam tiga keadaan tersebut satu persatu.

3.1 Analisis ism fail berbentuk mufrad yang ber-tanwin Ism fail harus dibaca tanwin jika didahului oleh nafy, didahului oleh istifham, menjadi khabar, menjadi nat, atau menjadi hal dari kata yang ada di depannya. Istifham dan mausuf (kata yang disifati) kadang-kadang dikira-kirakan saja (al-Galayaini, 2000: 280, jilid III). Ism fail memiliki kesamaan dengan fil mudari baik dari segi makna maupun lafal (al-Galayaini, 2000: 182, jilid I). Ism fail itu mengandung makna fil mudari jika ber-tanwin (al-Hadrami, tanpa tahun: 20). Dalam novel al-Karnak terdapat 46 kalimat yang mengandung ism fail berbentuk mufrad dan ber-tanwin. Empat puluh enam kalimat ini dijadikan bahan mentah penelitian. Dari segi nahw, posisi yang ditempati oleh ism fail-ism fail dalam 46 kalimat tersebut adalah: hal (delapan belas kalimat), nat (sembilan kalimat), khabar mufrad (enam kalimat), khabar inna wa akhwatuha (lima kalimat), khabar kana wa akhwatuha (empat kalimat), dan maful (empat

kalimat). Dari enam posisi ini masing-masing diambil satu kalimat sebagai bahan

?????? ???? ??? ????? ?????? ??

jadi penelitian, kecuali yang berposisi hal, dengan pertimbangan jumlahnya yang lebih banyak maka diambil dua. Pengambilan dilakukan dengan metode pertimbangan-pertimbangan. Dengan demikian, kalimat yang menjadi bahan jadi berjumlah tujuh. Ketujuh kalimat itu adalah: 1a. ( Mahfuz, 1982: 7) Dia meninggalkan aku sambil kembali duduk di kursi kantor. 2a. ( Mahfuz, 1982: 9) Dia belum lagi maju selangkahpun, sampai akhirnya dia menahannya dengan perasaan kacau 3a. ( Mahfuz, 1982: 7) Aku adalah seorang seniwati yang cakap dan dihormati 4a. ( Mahfuz, 1982: 18) Pada suatu hari, sesuai dengan janjiku, aku datang dan aku temukan tempat duduk anak-anak muda itu kosong. 5a. ( Mahfuz, 1982: 37) Aku adalah orang yang cocok untuk menjaganya 6a. ( Mahfuz, 1982: 63) Cobaan itu sangat keras 7a. ( Mahfuz, 1982: 84) Aku yakin dia putus asa terhadap Qaranfulah Adapun analisis terhadap ketujuh kalimat ini adalah sebagai berikut: 1a. (Mahfuz, 1982: 7)

??

Dia meninggalkan aku sambil kembali duduk di kursi kantor. : mubtada : fil mudari, fail-nya adalah damir mustatir hiya yang : hal : harf jarr : majrur dan mudaf : mudaf ilaih

kembali kepada Qaranfulah : ya maful bih, nun wiqayah

Ism fail pada kalimat 1a adalah kata yang berasal dari kata pulang (Munawwir, 2000: 476). Dari kata ini dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Bentuk ism fail yang berbentuk muzakkar diubah menjadi bentuk muannas dengan cara menambahkan ta marbutah sehingga menjadi karena sahibul hal-nya adalah muannas. Kata ber-irab nasb sesuai dengan kedudukannya sebagai hal. Sahibul hal-nya adalah kata yang berposisi sebagai mubtada, sedangkan amil-nya adalah kata . Tanda nasb-nya adalah fathah zahirah karena adalah ism mufrad. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, kata ber-irab nasb sesuai dengan kedudukannya sebagai hal. Hal adalah sifat berlebih yang disebutkan untuk menjelaskan keadaan ism yang memiliki sifat itu (al-Galayaini, 2000: 78, jilid III). Hal adalah sifat berlebih yang dibaca nasb yang disebutkan untuk menjelaskan keadaan ism yang memiliki sifat itu (Malik, tanpa tahun: 90). Salah satu bentuk hal, yaitu hal mufrad. Hal mufrad adalah hal yang tidak berbentuk jumlah atau syibhul jumlah (berbentuk kata). Kata-kata yang boleh menjadi hal harus memenuhi beberapa syarat, yaitu: berbentuk sifah

mutanaqqalah, berbentuk ism nakirah, semakna dengan sahibul hal dan berasal dari ism musytaq (al-Galayaini, 2000: 82-85, jilid III). Pada dasarnya, hal wajib diletakkan setelah sahibul hal (al-Galayaini, 2000: 89, jilid III) dan juga wajib diletakkan setelah amil-nya (al-Galayaini, 2000: 92, jilid III). Berdasarkan kaidah-kaidah ini, kata adalah hal mufrad karena kata berbentuk kata, dan dengan memperhatikan syarat-syarat di atas, kata sudah memenuhi syarat untuk menjadi hal. Susunan kalimat 1a juga meletakkan hal pada posisi setelah sahibul hal dan amil-nya. Dengan melihat hubungan antara kata dengan sahibul hal dan amilnya, kata tergolong hal muakkadah yang menguatkan amil-nya yaitu kata . Ini sesuai dengan pendapat al-Galayaini (2000: 99, jilid III), yang menyatakan bahwa hal muakkadah adalah hal yang maknanya menguatkan kata yang lain dan dipergunakan sebagai taukid, baik sebagai taukid untuk amil-nya, sahibul hal, ataupun untuk maksud yang tersimpan dari jumlah yang terdiri dari dua ism marifah. Kata memiliki makna kata yang merupakan fil mudari. Untuk lebih memperjelas adanya makna fil mudari ini, kata diganti dengan kata sehingga menjadi: 1b. Dia meninggalkan aku sambil dia sekarang kembali duduk di kursi kantor. 1b, makna fil mudari yang dikandung oleh kata pada 1a menjadi jelas. Kata dalam 1a tidak boleh diberi al- karena akan mengakibatkan kerancuan pemahaman, seperti:

1c. Kemudian wanita yang selalu duduk di kursi kantor itu meninggalkan aku, atau Kemudian dia meninggalkan aku sambil selalu duduk di kursi kantor. Pada penerjemahan pertama, kata yang sudah mendapat tambahan al- seakan-akan berposisi sebagai fail . Fungsi hal yang seharusnya dimiliki oleh kata menjadi hilang. Sedangkan pada penerjemahan kedua, makna waktu berubah, dari mudari menjadi dawam. 2a. ( Mahfuz, 1982: 9) Dia belum lagi maju selangkahpun, sampai akhirnya dia menahannya dengan perasaan kacau : waw ibtida : harf jazm : fil mudari, fail-nya adalah damir mustatir huwa yang kembali ke Arif Sulaiman : maful bih Ism fail pada kalimat 2a adalah kata yang berasal dari kata kacau (Munawwir, 1992: 1249). Kata adalah sulasi mazid yang berasal dari kata . Penambahan ta di awal kata dan tasydid pada ain fil untuk memberi arti sairurah (menjadi). Dari kata dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Kata ber-irab nasb sesuai dengan kedudukannya sebagai hal. Sahibul hal-nya adalah damir mustatir yang ada pada kata sedangkan amil-nya adalah fil . Tanda nasb-nya adalah fathah zahirah : harf nasb : fil madi, fail-nya adalah damir mustatir huwa yang kembali ke Arif Sulaiman : hal

karena adalah ism mufrad. Sebagaimana kata , kata juga merupakan hal mufrad karena kata berbentuk kata dan juga sudah memenuhi syarat untuk menjadi hal karena ia berbentuk sifah mutanaqqalah, berbentuk ism nakirah, semakna dengan sahibul hal dan berasal dari ism musytaq. Susunan kalimat 2a juga meletakkan hal pada posisi setelah sahibul hal dan amil-nya. Dilihat dari hubungan antara kata dengan sahibul hal dan amil-nya, kata juga tergolong hal muakkadah yang menguatkan amil-nya yaitu kata . Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa ism fail yang ber-tanwin memiliki makna fil mudari, maka untuk lebih memperjelas adanya makna fil mudari pada kata , kata pada kalimat 2a diganti dengan kata sehingga menjadi: 2b. Dia belum lagi maju selangkahpun, sampai akhirnya dia menahannya dengan perasaan yang sedang kacau Dalam kalimat 2b, yang menjadi hal adalah jumlah . Jumlah dalam kalimat 2b sudah memenuhi syarat sebagai hal karena jumlah itu adalah jumlah khabariyyah, tidak bersambung dengan tanda mustaqbal, dan memiliki rabit yaitu damir mustatir yang kembali kepada pada kata sebagai sahibul hal. Dalam kalimat 2b di atas, makna fil mudari yang dikandung oleh kata pada 2a menjadi jelas.. Kata dalam 2a tidak boleh diberi al- karena akan mengakibatkan kerancuan, seperti:

2c. Dia belum lagi maju selangkahpun, sampai akhirnya yang perasaannya kacau menahannya Pada penerjemahan pertama, kata yang sudah mendapat tambahan alseakan-akan berposisi sebagai fail . Fungsi hal yang seharusnya dimiliki oleh kata menjadi hilang. Sedangkan pada penerjemahan kedua, makna waktu berubah, dari mudari menjadi dawam. Dalam kalimat 1b dan 2b di atas, makna fil mudari menjadi jelas.

Pertanyaan mengenai kapan dilakukannya pekerjaan yang dikandung hal bisa dijawab. Hal ini bisa dilihat terutama ketika kalimat itu diterjemahkan. Selain itu, pernyataan bahwa ism fail yang bertanwin mengandung makna mudari dapat dibuktikan. 3a. ( Mahfuz, 1982: 7) Aku adalah seorang seniwati yang cakap dan dihormati : kana dan ism-nya : khabar kana : nat Ism fail pada kalimat 3a adalah kata yang berasal dari kata ( Munawwir, 2000: 76). Dari kata ini dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Bentuk ism fail yang berbentuk muzakkar diubah : waw atf

: matuf

menjadi bentuk muannas dengan cara menambahkan ta marbutah sehingga menjadi karena sebagai nat menyesuaikan dengan . Kata berirab nasb sesuai dengan kedudukannya sebagai nat. Yang menjadi manut

adalah kata yang juga ber-irab nasb karena kedudukannya sebagai khabar kana. Tanda nasb-nya adalah fathah zahirah karena kata adalah ism mufrad. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, kata ber-irab nasb sesuai dengan kedudukannya sebagai nat. Kata sudah memenuhi syarat menjadi nat dan dilihat dari segi sifah yang dijelaskan, kata termasuk nat haqiqiy. Ini didasarkan pada pendapat al-Galayaini (2000: 222-223, jilid III), bahwa pada dasarnya nat berasal dari ism musytaq dan nat yang menjelaskan salah satu sifah manut-nya disebut nat haqiqiy. Sifah yang dimaksud di sini adalah sifah yang dimiliki oleh kata . Sedangkan dilihat dari bentuknya, kata termasuk nat mufrad karena ia tidak berbentuk jumlah atau syibhul jumlah. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa ism fail yang ber-tanwin memiliki makna fil mudari, maka untuk lebih memperjelas adanya makna fil mudari pada kata , kata diganti diganti dengan kata sehingga menjadi: 3b. Aku adalah seorang seniwati yang sekarang cakap dan dihormati Dalam kalimat 3b, yang menjadi nat adalah jumlah . Menurut al-Galayaini (2000: 226-227, jilid III) ada tiga syarat bagi jumlah untuk menjadi nat, yaitu: terletak setelah ism nakirah, berupa jumlah khabariyyah, dan memiliki rabit yang kembali kepada manut. Jumlah dalam kalimat 3b sudah memenuhi syarat sebagai nat karena jumlah itu terletak setelah ism nakirah yaitu , berupa jumlah khabariyyah, dan memiliki rabit yang kembali kepada manut yaitu damir

mustatir yang kembali kepada sebagai manut. Dalam kalimat 3b di atas, makna fil mudari yang dikandung oleh kata pada 3a menjadi jelas. Kata dalam 3a tidak boleh diberi al- karena akan mengakibatkan kerancuan posisi dari segi nahw, misalnya: 3c. Aku adalah seorang seniwati seseorang yang cakap dan dihormati Pada kalimat 3c di atas, kata yang sudah mendapat tambahan altidak bisa lagi menjadi nat karena tidak sesuai dengan manut-nya yang berbentuk ism nakirah. Kata di atas berkedudukan sebagai mudaf ilaih. 4a. ( Mahfuz, 1982: 18) Pada suatu hari, sesuai dengan janjiku, aku datang dan aku temukan tempat duduk anak-anak muda itu kosong. : fil dan fail : maful bih : harf jarr : fil dan fail : maful bih dan mudaf : mudaf ilaih

: mudaf dan mudaf ilaih : maful bih : harf syart Ism fail dalam kalimat 4a adalah kata . Kata adalah ism fail

dari kata , sepi (Munawwir, 1992: 366). Dari kata dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Harf illah waw ( ) dibuang karena berat diucapkan. Dari kata yang berbentuk muzakkar ini dibentuk kata yang berbentuk muannas dengan cara menambahkan ta marbutah dan mengubah waw menjadi ya karena menyesuaikan dengan kata . Kata ber-irab

nasb sesuai dengan kedudukannya sebagai maful bih dari fil . Tanda nasb-nya adalah fathah zahirah karena kata adalah ism mufrad. Fail dalam kalimat di atas adalah ta damir mutakallim. Kata adalah maful bih kedua dari kata . Maful bih yang

pertama adalah kata . Kata menuntut adanya dua maful ini. Kedua maful ini termasuk maful sarih karena disebut secara jelas. Hal ini didasarkan pada pendapat al-Galayaini (2000: 5-6, jilid III) yang menyatakan bahwa maful bih dalam sebuah kalimat kadang-kadang lebih dari satu, dengan syarat fil yang ada pada kalimat tersebut menuntut maful lebih dari satu (mutaaddi ila mafulain). Maful bih yang disebut secara jelas dinamakan maful bih sarih. Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa ism fail yang ber-tanwin memiliki makna fil mudari, maka untuk lebih memperjelas adanya makna fil mudari pada kata , kata diganti dengan kata sehingga menjadi: 4b. Pada suatu hari, sesuai dengan janjiku, aku datang dan aku temukan tempat duduk anak-anak muda itu sedang kosong Dalam kalimat 4b, yang menjadi maful bih adalah jumlah . Menurut alGalayaini (2000: 6, jilid III) maful bih berbentuk jumlah yang bisa saling menggantikan dengan ism mufrad, termasuk kelompok maful bih gairu sarih. Jumlah dalam kalimat 4b merupakan maful bih gairu sarih karena bisa saling menggantikan dengan kata . Dalam kalimat 4b di atas, makna fil mudari yang dikandung oleh kata pada 4a menjadi jelas. Kata dalam 4a tidak boleh diberi al- karena akan mengakibatkan

kerancuan, misalnya: 4c. Pada suatu hari, sesuai dengan janjiku, aku datang dan aku temukan tempat duduk anak-anak muda itu selalu kosong. Pada kalimat 4c di atas, keberadaan kata yang sudah mendapat tambahan al- menjadi rancu. Bila kata tetap menjadi maful bih, maka makna yang dimiliki adalah makna dawam yang ditandai dengan al- al-mausulah. Ini tentu saja berbeda dengan tujuan penulis yang menginginkan makna waktu mudari. 5a. ( Mahfuz, 1982: 37) Aku adalah orang yang cocok untuk menjaganya : mubtada : khabar : harf jarr : majrur : harf jarr : majrur

Ism fail pada kalimat 5a adalah kata yang berasal dari kata , cocok (Munawwir, 2000: 382). Dari kata ini dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Bentuk ism fail yang berbentuk muzakkar diubah menjadi bentuk muannas dengan cara menambahkan ta marbutah sehingga menjadi . Kata ber-irab raf sesuai dengan kedudukannya sebagai khabar mubtada. Mubtada-nya adalah kata . Tanda raf -nya adalah dammah zahirah karena adalah ism mufrad. Menurut al-Galayaini (2000: 259-268, jilid II) khabar mubtada memiliki beberapa aturan, yaitu: harus ber-irab raf, harus seusai dengan mubtada dari

segi ifrad, tasniyah, jam, tazkir, dan tanis, pada umumnya berbentuk ism nakirah musytaqqah, dan bisa dibuang dalam keadan-keadaan tertentu. Pada dasarnya, khabar mubtada harus diakhirkan daripada mubtada kecuali dalam beberapa keadaan, yaitu: mubtada berbentuk ism nakirah sedangkan khabar berupa jarr majrur atau zarf, khabar berupa ism istifham atau mudaf kepada ism istifham, dalam mubtada terdapat damir yang kembali kepada khabar, dan mubtada bersambung dengan istisna. Khabar yang tidak berbentuk jumlah dinamakan khabar mufrad. Dengan melihat ketentuan-ketentuan ini, maka kata ber-irab raf sesuai dengan kedudukannya sebagai khabar. Sebagai khabar, kata harus sesuai dengan mubtada-nya, yaitu kata , baik dari segi ifrad, tasniyah, jam, tazkir, dan tanis. Kata , yang menjadi mubtada, didahulukan sebelum kata . Kata belum memenuhi syarat untuk didahulukan. Dilihat dari bentuknya, kata tergolong khabar mufrad. Untuk lebih memperjelas adanya makna fil mudari pada kata , kata diganti dengan kata sehingga menjadi: 5b. Aku adalah orang yang cocok untuk menjaganya Dalam kalimat 5b, yang menjadi khabar adalah jumlah . Menurut alGalayaini (2000: 264, jilid II) syarat jumlah untuk bisa menjadi khabar yaitu harus memiliki rabit yang menghubungkannya dengan mubtada. Jumlah dalam kalimat 5b merupakan khabar jumlah yang memiliki rabit berupa damir mustatir . Dalam kalimat 5b di atas, makna fil mudari yang dikandung oleh kata pada 5a menjadi jelas.

Kata dalam 5a tidak boleh diberi al- karena akan mengakibatkan kerancuan,misalnya: 5c. Aku adalah orang yang selalu cocok untuk menjaganya Pada kalimat 5c di atas, keberadaan kata yang sudah mendapat tambahan almenjadi rancu. Kerancuan ini terutama pada makna waktu yang dimiliki. Makna yang dimiliki oleh kata adalah makna dawam yang ditandai dengan al-almausuliyah. Ini tentu saja berbeda dengan tujuan pengarang yang menginginkan makna waktu mudari. 6a. ( Mahfuz, 1982: 63) Cobaan itu sangat keras : kana dan ta alamat tanis : ism kana : khabar kana : hal

Ism fail dalam kalimat 6a adalah kata . Kata adalah ism fail dari kata , keras (Munawwir, 2000: 1119). Dari kata dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Harf illah waw ( ) dibuang karena berat diucapkan. Dari kata yang berbentuk muzakkar ini dibentuk kata yang berbentuk muannas dengan cara menambahkan ta marbutah dan mengubah waw menjadi ya. Kata ber-irab nasb sesuai dengan kedudukannya sebagai khabar kana. Tanda nasb-nya adalah fathah zahirah karena kata adalah ism mufrad. Al-Galayaini (2000: 271-284, jilid II) menyatakan bahwa kana tergolong fil naqis yaitu fil yang masuk kepada mubtada dan khabar, mubtada ber-

irab raf seperti fail dan khabar ber-irab nasb seperti maful bih. Khabar pada fil naqis berbeda dengan maful bih pada fil tamm karena khabar pada fil naqis bukan fudlah (pelengkap) sedangkan maful bih pada fil tamm adalah fudlah. Setelah fil naqis masuk, maka mubtada disebut ism fil naqis dan khabar disebut khabar fil naqis. Fil - fil itu disebut fil naqis karena kalimat yang didalamnya terdapat fil naqis tidak bisa sempurna hanya dengan kalimat yang didalamnya terdapat fil naqis tidak bisa sempurna hanya dengan menggunakan fail , tetapi harus menyertakan khabar. Umumnya khabar jumlah filiyyah dari fil naqis berupa fil mudari. Khusus untuk khabar kana boleh diberi zaidah berupa ba dengan syarat didahului oleh nafy dan nahy. Sebelum dimasuki oleh kata , kata ber-irab raf sesuai dengan kedudukannya sebagai khabar mubtada. Dengan masuknya kata maka kedudukan kata berubah, dari khabar mubtada menjadi khabar . Irab kata juga berubah, dari raf menjadi nasb karena kata dianalogikan kepada maful bih. Kata tidak boleh diberi zaidah berupa ba karena tidak didahului oleh nafy maupun nahy. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa ism fail yang ber-tanwin memiliki makna fil mudari, maka untuk lebih memperjelas adanya makna fil mudari pada kata , kata diganti dengan kata sehingga menjadi: 6b. Cobaan itu sekarang sangat keras Seperti halnya kata pada kalimat 5b di atas, jumlah dalam kalimat 6b merupakan khabar jumlah yang memiliki rabit berupa damir mustatir .Damir

mustatir ini kembali kepada ( dalam keadaan normal, ism kana adalah mubtada). Dalam kalimat 6b makna fil mudari yang dikandung oleh kata pada 6a menjadi jelas. Kata dalam 6a tidak boleh diberi al- karena akan mengakibatkan kerancuan, misalnya: 6c. Cobaan yang keras sangat. Cobaan itu selalu sangat keras Pada kalimat 6c di atas, keberadaan kata yang sudah mendapat tambahan al- menjadi rancu. Kerancuan ini terutama pada makna waktu yang dimiliki. Makna waktu yang dimiliki oleh kata adalah makna dawam yang ditandai dengan al- al-mausulah. Ini tentu saja berbeda dengan tujuan pengarang yang menginginkan makna waktu mudari. 7a. ( Mahfuz, 1982: 84) Aku yakin dia putus asa terhadap Qaranfulah. : fil mudari, fail-nya damir mustatir ana yang kembali kepada : harf nasb dan harf taukid : ism anna : khabar inna : harf jarr : majrur dan mudaf : majrur

Ism fail dalam kalimat 7a adalah kata . Kata adalah ism fail dari kata , putus asa (Munawwir, 2000: 1587). Dari kata dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Kata ber-irab raf sesuai

dengan kedudukannya sebagai khabar anna. Tanda raf-nya adalah dammah

zahirah karena kata adalah ism mufrad. Al-Galayaini (2000: 313-, jilid II) menyatakan bahwa harf anna ( ) hamzah-nya harus dibaca fathah jika ism dan khabar-nya bisa digantikan oleh masdar, misalnya bisa di-tawil menjadi . Kalimat 7a di atas, juga mengandung . Kalimat tersebut bila di-tawil menjadi: 7b. Aku yakin akan keputusasaannya terhadap Qaranfulah. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa ism fail yang ber-tanwin memiliki makna fil mudari, maka untuk lebih memperjelas adanya makna fil mudari pada kata , kata diganti dengan kata sehingga menjadi: 7c. Aku yakin dia sekarang dia putus asa terhadap Qaranfulah. Seperti halnya kata pada kalimat 5b dan jumlah dalam kalimat 6b, jumlah pada kalimat 7c merupakan khabar jumlah yang memiliki rabit berupa damir mustatir .Damir mustatir ini kembali kepada damir pada (dalam keadaan normal, ism inna adalah mubtada). Dalam kalimat 7c makna fil mudari yang dikandung oleh kata pada 7a menjadi jelas. Kata dalam 7a tidak boleh diberi al- karena akan mengakibatkan kerancuan. Perhatikan kalimat 7d berikut ini! 7d. Aku yakin dia selalu putus asa terhadap Qaranfulah. Pada kalimat 7d di atas, keberadaan kata yang sudah mendapat tambahan al- menjadi rancu. Kerancuan ini terutama pada makna waktu yang

dimiliki. Pada kalimat 7d makna yang dimiliki oleh kata adalah makna dawam yang ditandai dengan al- al-mausulah. Ini tentu saja berbeda dengan tujuan pengarang yang menginginkan makna waktu mudari. Dari analisis-analisis terhadap kalimat-kalimat di atas, dapat disimpulkan bahwa ism fail ber-tanwin yang ditemukan dalam novel al-Karnak karya Najib Mahfuz menunjukkan makna fil mudari.

3.2 Analisis ism fail berbentuk mufrad yang di-idafah-kan Idafah yaitu pengkategorian antara dua ism dengan memperkirakan adanya harf jar. Idafah ada dua macam, yaitu idafah manawiyyah dan idafah lafziyyah. Idafah manawiyah adalah idafah yang bertujuan me-marifah-kan atau mentakhsis-kan mudaf, misalnya: ini buku Said dan ini buku seorang laki-laki. Idafah manawiyah selalu dengan memperkirakan adanya harf jar yang menghubungkan mudaf dan mudaf ilaih. Idafah lafziyyah adalah idafah yang bertujuan men-takhfif-kan mudaf dengan cara membuang tanwin dan nun pada musanna dan jam muzakkar salim, misalnya: laki-laki ini adalah orang yang mencari ilmu, ini adalah dua orang yang mencari ilmu. Idafah lafziyyah tidak dengan memperkirakan adanya harf jar (al-Galayaini, 2000: 205-208, jilid III). Dalam novel al-Karnak terdapat sembilan kalimat yang mengandung ism fail berbentuk mufrad dan di-idafah-kan. Sembilan kalimat ini kemudian dijadikan bahan mentah penelitian. Dari segi nahw, posisi yang ditempati oleh ism

fail -ism fail dalam sebelas kalimat tersebut adalah: khabar ( lima kalimat), hal (satu kalimat), nat (satu buah), matuf ( satu kalimat), dan fail (satu kalimat). Dari lima ism fail yang berposisi sebagai khabar diambil satu kalimat sebagai bahan jadi penelitian dengan pertimbangan kalimat yang paling sederhana dan terletak dibagian awal. Berikut ini adalah contoh-contoh kalimat yang mengandung ism fail berbentuk mufrad dalam novel al-Karnak yang menjadi mudaf: 8a..( Mahfuz, 1982: 3) Aku melihat seorang wanita di antara dua kursi kantor, seorang wanita yang mendekati tua.. 9a. (Mahfuz, 1982: 21) Dia (Qaranfulah) tidak terlihat setengah hari bahkan kadang sehari penuh, meninggalkan kafe pada Arif Sulaiman dan Imam al-Fawal 10a.( Mahfuz, 1982: 26) Tetapi dia rakus kepada harta dan wanita pemilik harta 11a. ( Mahfuz, 1982: 76) Menjadi jelaslah bahwa dia mati 12a. ( Mahfuz, 1982: 22) Apakah kita tahu apa yang diderita oleh penduduk perkampungan Kairo? Adapun analisis terhadap kelima kalimat ini adalah sebagai berikut: 8a..( Mahfuz, 1982: 3) Aku melihat seorang wanita di antara dua kursi kantor, seorang wanita

yang mendekati tua.. : fil dan fail-nya : maful bih dan mudaf : maful bih : taukid : mudaf : mudaf ilaih

: mudaf dan mudaf ilaih : mudaf ilaih

Ism fail dalam kalimat 8a adalah kata . Kata adalah ism fail dari kata , mendekati (Munawwir, 1992: 459). Dari kata dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Harf illah waw ( ) dibuang karena berat diucapkan. Dari kata yang berbentuk muzakkar ini dibentuk kata yang berbentuk muannas dengan cara menambahkan ta marbutah dan mengubah waw menjadi ya. Selanjutnya kata di-idafah-kan ke kata sehingga menjadi yang merupakan tarkib idafy, sebagai mudaf dan

sebagai mudaf ilaih. Jenis idafah-nya adalah idafah lafziyyah karena tujuannya adalah men-takhfif-kan dengan cara membuang tanwin pada kata . Kata ber-irab nashab karena kata menjadi nat dari kata . Tanda nasb-nya adalah fathah zahirah karena kata berbentuk mufrad. Kata ber-irab jarr karena kedudukannya sebagai mudaf ilaih. Tanda jarr-nya adalah kasrah zahirah, karena kata berbentuk mufrad. Kata ber-irab nasb karena menjadi taukid dari kata sebelumnya. Tanda nasb-nya berupa fathah zahirah karena kata berbentuk mufrad. Irab pada kata mengikuti irab pada kata ( nasb) karena menjadi nat. Nat adalah apa saja yang disebut setelah sebuah ism untuk menjelaskan keadaan ism tersebut atau menjelaskan keadaan sesuatu yang terkait dengan ism

tersebut (al-Galayaini, 2000: 221, jilid III). Nat, dilihat dari bentuknya, bisa dibagi menjadi tiga, yaitu: nat mufrad, nat jumlah, dan nat syibh al-jumlah. Nat mufrad adalah nat yang tidak berbentuk jumlah atau syibh al-jumlah. Nat jumlah yaitu jika ada jumlah yang menempati posisi nat. Nat syibh al-jumlah yaitu jika ada zarf atau jarr dan majrur yang menempati posisi nat. Jumlah hanya bisa menjadi nat dari ism nakirah (al-Galayaini, 2000: 226, jilid III) . Kata adalah nat karena terletak setelah ism nakirah yaitu . Akan tetapi, karena yang datang setelah kata itu bukan jumlah melainkan kata (ism fail ), dalam hal ini , maka harus dibuktikan bahwa kata itu sederajat dengan jumlah. Untuk kasus ini, cara yang bisa dipakai adalah mengubah ism fail ( ) menjadi fil. Fil yang dipakai adalah fil madi

karena ism fail ( ) adalah ism fail yang di-idafah-kan kepada maful, sesuai dengan pendapat al-Hadrami ( tanpa tahun: 20). Bila pengubahan ini dilakukan, maka kalimat 8a di atas menjadi: 8b. aku melihat di antara dua kursi kantor itu seorang wanita, seorang wanita yang sudah mendekati tua. Susunan merupakan jumlah, sehingga memenuhi syarat untuk menjadi nat dari kata sebagaimana digariskan oleh al-Galayaini di atas. Secara semantis, makna madi (lampau) yang dikandung oleh ism fail () dalam kalimat di atas dapat dibuktikan keberadaannya. Hal ini terlihat pada penerjemahan yang dilakukan. Analisis di atas juga membuktikan bahwa ism fail hanya bisa di-idafah-kan kapada maful-nya.

Kata pada 8a tidak boleh ber-tanwin karena menurut al-Galayaini (2000: 209-210) mudaf tidak boleh ber-tanwin. Kata boleh diberi al () karena ia di-idafah-kan kepada kata yang ber- al. Akan tetapi, bila kata diberi al, maka makna waktu pada kata berubah, dari madi menjadi dawam, misalnya: 8c. Al- pada kata adalah al al-mausulah. Hal ini sesuai dengan pendapat alGalayaini (2000: 152, jilid I) bahwa al- yang masuk pada ism fail dan ism maful memiliki arti ism mausul. Ism fail yang ber-al memiliki makna dawam (al-Galayaini, 2000: 280, jilid III), misalnya: 8d. 8e. aku melihat di antara dua kursi kantor itu seorang wanita, seorang wanita yang mendekati tua, kemarin, sekarang, atau besok. Dengan perubahan makna waktu ini, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis novel tidak tercapai. 9a. (Mahfuz, 1982: 21) Dia (Qaranfulah) tidak terlihat setengah hari bahkan kadang sehari penuh, meninggalkan kafe pada Arif Sulaiman dan Imam al-Fawal : kana dan ism-nya : majrur dan mudaf : mudaf ilaih : hal dan mudaf

: khabar kana

:maful bih dan mudaf

:mudaf ilaih : badl dan mudaf : mudaf ilaih

: mudaf ilaih. : harf jarr

: majrur : harf atf : matuf

:zarf zaman : maful bih : harf jarr

Ism fail pada kalimat 9a adalah kata yang berasal dari kata , meninggalkan(Munawwir, 1992: 143). Dari kata ini dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Bentuk ism fail yang berbentuk

muzakkar diubah menjadi bentuk muannas dengan cara menambahkan ta marbutah sehingga menjadi . Selanjutnya kata di-idafah-kan kepada kata sehingga menjadi yang merupakan tarkib idafy, sebagai mudaf dan sebagai mudaf ilaih. Jenis idafah-nya adalah idafah lafziyyah dengan cara membuang tanwin pada kata . Untuk lebih mempermudah pemahaman, kalimat 9a diubah menjadi: 9b. ) ( )( )( Dia (Qaranfulah) tidak terlihat setengah hari bahkan kadang sehari penuh, meninggalkan kafe pada Arif Sulaiman dan al-Imam Fawal. Kata ber-irab nasb sesuai dengan kedudukannya sebagai hal.

Sahibul hal-nya adalah kata . Tanda nashabnya adalah fathah zahirah karena ia adalah ism mufrad. Kata ber-irab jarr karena kedudukannya sebagai mudaf ilaih, di-jarr-kan oleh mudaf, tanda jarr-nya adalah kasrah muqaddarah

pada alif maqsurah. Catatan: Merujuk pada al-Galayaini (2000: 104, jilid I) dan Munawwir (1992: 1255), kata dibentuk dari kata dan mengikuti wazn . Alif maqsurah pada kata menunjukkan arti tempat, dalam hal ini tempat untuk menikmati kopi. Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa kata ber-irab nasb sesuai dengan kedudukannya sebagai hal. Hal adalah sifat berlebih yang disebutkan untuk menjelaskan keadaan ism yang memiliki sifat itu (al-Galayaini, 2000: 78, jilid III). Hal adalah sifat berlebih yang dibaca nasb yang disebutkan untuk menjelaskan keadaan ism yang memiliki sifat itu (Malik, tanpa tahun: 90). Merujuk pada pendapat al-Galayaini (2000: 100-101, jilid III ), jumlah yang bisa menjadi hal harus memenuhi tiga ketentuan, yaitu: 1. Jumlah itu berbentuk jumlah khabariyah bukan jumlah talabiyyah atau taajubiyyah. 2. 3. Jumlah itu tidak mengandung tanda istiqbal. Jumlah itu mengandung rabit yang manghubungkan hal dengan sahibul hal. Menurut pendapat Malik (tanpa tahun: 94-95), jumlah yang menjadi hal itu bisa berupa jumlah ismiyyah atau jumlah filiyyah. Kata adalah hal yang berbentuk jumlah. Hal ini dapat dijelaskan dengan cara mengganti kata dengan fil. Fil yang digunakan adalah fil madi karena ism fail yang di-

idafah-kan mengandung makna madi. Perhatikan perubahan pada kalimat 9a berikut ini: 9c Jumlah dalam 9c adalah hal yang berbentuk hal jumlah. Sesuai dengan pendapat al-Galayaini, jumlah dalam 9c memenuhi syarat sebagai hal

karena jumlah itu adalah jumlah khabariyyah, tidak bersambung dengan tanda mustaqbal, dan memiliki rabit yaitu ta damir yang kembali kepada sebagai sahibul hal. Fil yang dipakai adalah fil madi karena ism fail yang terdapat pada kalimat 9a di-idafah-kan kepada maful . Kata pada 9a tidak boleh ber-tanwin karena menurut al-Galayaini (2000: 209-210) mudaf tidak boleh ber-tanwin. Kata boleh diberi al () karena ia di-idafah-kan kepada kata yang ber- al. Tetapi, bila kata diberi al, maka makna waktu pada kata berubah, dari madi menjadi dawam, seperti pada kalimat 9d berikut ini: 9d Al- pada kata adalah al mausulah. Hal ini sesuai dengan pendapat alGalayaini (2000: 152, jilid I) bahwa al- yang masuk pada ism fail dan ism maful memiliki arti ism maushul. Ism fail yang ber- al memiliki makna dawam (al-Galayaini, 2000: 280, jilid III), misalnya: 9e

9f

Dia (Qaranfulah) tidak terlihat setengah hari bahkan kadang sehari penuh, meninggalkan kafe pada Arif Sulaiman dan Imam al-Fawal kemarin, sekarang, atau besok. Dengan perubahan makna waktu ini, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis novel tidak tercapai. 10a.( Mahfuz, 1982: 26) Tetapi dia rakus kepada harta dan wanita pemilik harta : harf nasb : ism inna : khabar inna : harf jarr : majrur : harf atf

: matuf dan mudaf : mudaf ilaih

Ism fail dalam 10a adalah kata . Kata dibentuk dari kata menemani (Munawwir, 2000: 763). Dari kata dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Dari kata yang berbentuk muzakkar ini dibentuk kata yang berbentuk muannas dengan cara menambahkan ta marbutah. Selanjutnya kata di-idafah-kan ke kata sehingga menjadi yang merupakan tarkib idafy, sebagai mudaf dan sebagai mudaf ilaih. Karena di-idafah-kan, maka arti kata berubah menjadi pemilik. Jenis idafah-nya adalah idafah lafziyyah karena tujuannya adalah mentakhfif-kan dengan cara membuang tanwin pada kata .Kata ber-irab jarr karena kata menjadi matuf. Tanda jarr-nya adalah kasrah zahirah

karena kata berbentuk mufrad. Kata ber-irab jarr karena kedudukannya sebagai mudaf ilaih. Tanda jarr-nya adalah kasrah zahirah, karena kata berbentuk mufrad. Kata ber-irab jarr karena matuf kepada kata yang terletak sebelumnya. Harf atf yang dipakai adalah waw. Kata dijarr-kan dengan harf jarr yaitu . Tanda jarr-nya berupa kasrah zahirah karena kata berbentuk mufrad. Irab pada kata mengikuti irab pada kata (jarr) karena matuf. Atf ada dua yaitu atf bayan dan atf nusq. Atf bayan adalah tabi yang berupa ism jamid yang menyerupai nat dalam mengungkap suatu maksud seperti yang dilakukan oleh nat (al-Galayaini, 2000: 241, jilid III). Atf nusq adalah tabi yang antara tabi dan matbu-nya dihubungkan oleh salah satu harf atf (Malik, tanpa tahun: 133). Kata adalah atf nusq karena terletak setelah harf atf yaitu waw. Waw berfungsi menggabungkan antara matuf dan matuf alaih dari segi hukm dan irab secara mutlak, bukan memberi arti berurutan atau bergantian (alGalayaini, 2000: 245, jilid III). Dalam 10a, hukm yang digabungkan oleh waw adalah hukm rakus yang terdapat pada kata ( rakus). Artinya sifat rakus yang dimiliki oleh Halid Safwan adalah pada harta ( )sekaligus pada wanita pemilik harta (.) Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa berbentuk tarkib idafiy. Sebagaian ism fail , kata hanya bisa di-idafah-kan kepada maful. Dengan demikian, kata adalah maful dari kata . Akan tetapi, maful dalam 10a tidak begitu tampak jelas. Untuk memperjelas keberadaan maful ini,

kata diubah menjadi bentuk fil. Fil yang dipakai adalah fil madi karena adalah ism fail yang di-idafah-kan kepada maful, sesuai dengan pendapat al-Hadrami (tanpa tahun: 20). Bila pengubahan ini dilakukan, maka 10a di atas menjadi: 10b. Tetapi dia rakus kepada harta dan (wanita yang) memiliki harta Dalam susunan yang merupakan jumlah fil iyyah, tampaklah dengan jelas bahwa kata adalah maful dari kata .Akan tetapi, kata dalam 10b jelas tidak bisa berfungsi sebagai matuf dari kata karena kata berbentuk fil sedangkan kata berbentuk ism. Dengan demikian, harus ditentukan kata lain yang bisa menjadi matuf. Kata itu berbentuk muannas mufrad karena mengacu pada damir yang ada pada kata dan juga harus marifah karena matuf alaih berbentuk marifah. Kata yang dipilih oleh penulis adalah kata .Bila kata ini dimasukkan maka kalimat 10b menjadi: 10c. Tetapi dia rakus kepada harta dan wanita yang meemiliki harta cara semantis, makna madi (lampau) yang dikandung oleh ism fail () dalam kalimat di atas dapat dibuktikan keberadaannya. Hal ini terlihat pada penerjemahan yang dilakukan. Analisis di atas juga membuktikan bahwa ism fail hanya bisa di-idafah-kan kapada maful -nya. Kata pada 10a tidak boleh ber-tanwin karena menurut al-Galayaini (2000: 209-210) mudaf tidak boleh ber-tanwin. Kata boleh diberi al ( ) karena ia di-idafah-kan kepada kata yang ber- al. Tetapi, bila kata

diberi al, maka makna waktu pada kata berubah, dari madi menjadi dawam, misalnya: 10d. Tetapi dia rakus kepada harta dan wanita pemilik harta Al- pada kata adalah al mausulah. Hal ini sesuai dengan pendapat alGalayaini (2000: 152, jilid I) bahwa al- yang masuk pada ism fail dan ism maful memiliki arti ism mausul. Ism fail yang ber- al memiliki makna dawam (al-Galayaini, 2000: 280, jilid III), misalnya: 10e. 10f. Tetapi dia rakus kepada harta dan wanita pemilik harta, kemarin, sekarang, atau besok. Dengan perubahan makna waktu ini, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis novel tidak tercapai. 11a. ( Mahfuz, 1982: 76) Menjadi jelaslah bahwa dia mati : fil madi : khabar anna dan mudaf

: harf nasb dan taukid : mudaf ilaih : ism anna Ism fail dalam kalimat 11a adalah kata . Kata adalah ism

fail dari kata , terpisah (Munawwir, 2000: 1050). Dari kata dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Selanjutnya kata diidafah-kan ke kata sehingga menjadi yang merupakan tarkib idafy,

sebagai mudaf dan sebagai mudaf ilaih. Tarkib mengandung makna yang baru yaitu mati. Jenis idafah-nya adalah idafah lafziyyah karena tujuannya adalah men-takhfif-kan dengan cara membuang tanwin pada kata . Kata ber-irab raf karena kata menjadi khabar . Tanda raf-nya adalah dammah zahirah karena kata berbentuk mufrad. Kata ber-irab jarr karena kedudukannya sebagai mudaf ilaih. Tanda jarr-nya adalah kasrah zahirah, karena kata berbentuk mufrad. Kata di-idafah-kan ke kata sehingga menjadi yang merupakan tarkib idafy, sebagai mudaf dan sebagai mudaf ilaih. Menurut al-Galayaini (2000: 280. jilid III) ism fail hanya bisa di-idafah-kan kepada maful -nya. Sedangkan menurut al-Hadrami ( tanpa tahun: 20) ism fail yang diidafah-kan kepada maful-nya memiliki makna madi. Untuk bisa membuktikan pernyataan di atas, ism fail ( )diubah menjadi fil. Fil yang dipakai

adalah fil madi karena ism fail ( ) adalah ism fail yang di-idafah-kan kepada menjadi: 11b. Menjadi jelaslah bahwa dia telah mati Susunan dikandung oleh ism fail merupakan jumlah, makna madi (lampau) yang ( ) dalam kalimat di atas dapat dibuktikan maful . Bila pengubahan ini dilakukan, maka kalimat 11a di atas

keberadaannya. Hal ini terlihat pada penerjemahan yang dilakukan. Analisis di atas juga membuktikan bahwa ism fail hanya bisa di-idafah-kan kapada maful -nya.

Kata pada 11a tidak boleh ber-tanwin karena menurut al-Galayaini (2000: 209-210) mudaf tidak boleh ber-tanwin. Kata boleh diberi al () karena ia di-idafah-kan kepada kata yang ber- al. Tetapi, bila kata diberi al, maka makna waktu pada kata berubah, dari madi menjadi dawam, seperti: 11c. Menjadi jelaslah bahwa dialah yang mati Al- pada kata adalah al al-mausulah. Hal ini sesuai dengan pendapat alGalayaini (2000: 152, jilid I) bahwa al- yang masuk pada ism fail dan ism maful memiliki arti al mausul. Ism fail yang ber- al memiliki makna dawam (al-Galayaini, 2000: 280, jilid III), misalnya: 11d. 11e. Menjadi jelaslah bahwa dialah yang mati, kemarin, sekarang, atau besok. Dengan perubahan makna waktu ini, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis novel tidak tercapai. 12a. ( Mahfuz, 1982: 22) Apakah kita tahu apa yang disembunyikan oleh penduduk perkampungan Kairo? : ism istifham : fil madi dan f il-nya : ism mausul : fil naqis : fil mudari khabar kana : maful bih : fail dan mudaf : mudaf ilaih : harf jarr

: majrur

Ism fail dalam kalimat 12a adalah kata . Kata adalah ism fail dari kata , mendiami (Munawwir, 1992: 646). Dari kata dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Selanjutnya kata di-idafah-kan ke kata sehingga menjadi yang merupakan tarkib idafy, sebagai mudaf dan sebagai mudaf ilaih. Jenis idafah-nya adalah idafah lafziyyah karena tujuannya adalah men-takhfif-kan dengan cara membuang tanwin pada kata . Kata ber-irab raf karena kata menjadi fail dari kata . Tanda raf-nya adalah dammah zahirah karena kata berbentuk

mufrad. Kata ber-irab jarr karena kedudukannya sebagai mudaf ilaih. Tanda jarr-nya adalah kasrah zahirah, karena kata berbentuk mufrad. Kata adalah fail dari fil . Maful dalam kalimat tersebut

adalah yang berupa damir muttasil yang berfungsi sebagai maful muqaddam. Fail adalah musnad ilaih yang terletak setelah fil tamm dan berbentuk malum atau yang serupa dengan fil tersebut (al-Galayaini, 2000: 233, jilid II). Fail terbagi menjadi tiga, yaitu: sarih, damir, dan muawwal. Fail sarih adalah fail yang disebutkan secara jelas misalnya . Fail damir yang berbentuk damir baik damir muttasil maupun munfasil misalnya . , , Fail muawwal yaitu jika sebuah fil memiliki fail berupa masdar yang bisa dipahami dari fil yang terletak sesudah fil yang pertama, misalnya ( al-Galayaini, 2000: 244-245, jilid II) . Bila salah satu dari fail dan maful berupa damir muttasil sedangkan yang lainnya berupa ism zahir maka yang berupa damir harus didahulukan (al-Galayaini, 2000: 10, jilid III) Didahulukannya maful dalam 12a dibenarkan karena maful berbentuk

damir sedangkan fail berupa ism zahir. Kata di-idafah-kan ke kata sehingga menjadi yang merupakan tarkib idafy, sebagai mudaf dan sebagai mudaf ilaih. Menurut al-Galayaini (2000: 280. jilid III) ism fail hanya bisa di-idafah-kan kepada maful -nya. Sedangkan menurut al-Hadrami, ( tanpa tahun: 20) ism fail yang di-idafah-kan kepada maful -nya memiliki makna madi. Untuk bisa membuktikan pernyataan di atas, ism fail ( ) diubah menjadi fil . Fil yang dipakai adalah fil madi karena ism fail ( ) adalah ism fail yang di-idafah-kan kepada maful . Bila pengubahan ini dilakukan, maka 12a di atas menjadi: 12b. Apakah kita tahu apa yang disembunyikan oleh (orang yang mendiami) perkampungan Kairo? Susunan merupakan jumlah, makna madi (lampau) yang dikandung oleh ism fail ( ) dalam kalimat di atas dapat dibuktikan

keberadaannya. Hal ini terlihat pada penerjemahan yang dilakukan. Analisis di atas juga membuktikan bahwa ism fail hanya bisa di-idafah-kan kapada maful -nya. Kata pada 12a tidak boleh ber-tanwin karena menurut al-Galayaini (2000: 209-210) mudaf tidak boleh ber-tanwin. Kata boleh diberi al () karena ia di-idafah-kan kepada kata yang ber- al. Tetapi, bila kata diberi al, maka makna waktu pada kata berubah, dari madi menjadi dawam, misalnya: 12c. Apakah kita tahu apa yang diderita oleh penduduk perkampungan Kairo

Al- pada kata adalah al mausulah. Hal ini sesuai dengan pendapat alGalayaini (2000: 152, jilid I) bahwa al- yang masuk pada ism fail dan ism maful memiliki arti ism mausul. Ism fail yang ber- al memiliki makna dawam (al-Galayaini, 2000: 280, jilid III). Perhatikan kalimat berikut ini: 12d. 12e. Apakah kita tahu apa yang diderita oleh penduduk perkampungan Kairo, kemarin, sekarang, atau besok? Dengan perubahan makna waktu ini, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis novel tidak tercapai. Dari analisis-analisis ini dapat disimpulkan bahwa ism fail yang di-idafah-kan mengandung makna madi. 3.3 Analisis ism fail berbentuk mufrad yang ber-al Dari tujuan penambahannya, al- terbagi menjadi tiga yaitu: al at- tarif, alaz-zaidah, dan al- al-mausulah. Al- at-tarif yaitu al- yang digunakan untuk memarifah-kan ism nakirah. Al- az-zaidah yaitu al- yang digunakan hanya sebagai tambahan, bukan karena tarif. Al- al-mausulah yaitu al- yang ada pada ism fail dan ism maful dengan syarat tidak untuk menjelaskan jins atau ahd (alGalayaini, 2000: 147-153, jilid I). Dalam skripsi ini penulis hanya akan membicarakan al- al-mausulah dalam ism fail yang berbentuk mufrad, karena objek pembahasan penulis adalah ism fail yang berbentuk mufrad. Dalam novel al-Karnak terdapat dua puluh tiga kalimat yang menggunakan ism fail berbentuk mufrad yang ber-al. Dari segi nahw, posisi yang ditempati oleh ism fail itu hanya dua, yaitu sebagai nat (dua puluh satu

kalimat), dan sebagai fail (dua kalimat). Dari dua puluh satu kalimat yang mengandung ism fail berposisi nat, ada satu kalimat mengandung ism fail dari fil mutaaddi. Kalimat tersebut, dengan pertimbangan representasi, dijadikan bahan jadi. Sedangkan dua puluh kalimat yang lain, diambil satu kalimat sebagai bahan jadi dengan cara diundi. Hal ini juga dilakukan pada kalimat yang mengandung ism fail berposisi fail . Dengan demikian, kalimat yang menjadi bahan jadi berjumlah tiga kalimat. Tiga kalimat tersebut adalah: 13a. ( Mahfuz, 1982: 4) Dia menggerakkan matanya yang menyapu sekeliling ruangan 14a. ( Mahfuz, 1982: 9) Kedatangan-kedatangannya tidak mengijinkan dia untuk ragu terus-menerus dalam kesia-siaan 15a. ( Mahfuz, 1982: 11) Yang berlalu belum tentu buruk Adapun analisis terhadap ketiga kalimat ini adalah sebagai beikut: 13a. ( Mahfuz, 1982: 4) Dia menggerakkan matanya yang menyapu sekeliling ruangan : fil mudari : maful bih dan mudaf : mudaf ilaih Ism fail dalam kalimat 13a adalah kata . Kata adalah ism fail dari kata , memuat (Munawwir, 2000: 742). Dari kata dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Dari kata yang : nat dan mudaf : mudaf ilaih

berbentuk muzakkar ini dibentuk kata yang berbentuk muannas dengan cara menambahkan ta marbutah. Selanjutnya kata diberi al- al-mausuliyah. Kata ber-irab nasb karena kata menjadi nat dari tarkib idafy . Tanda nasb-nya adalah fathah zahirah karena kata berbentuk mufrad. Tarkib idafy ber-irab nasb karena menempati posisi nasb yaitu maful dari kata . Tanda nasb-nya berupa fathah zahirah pada mudaf, yaitu kata karena kata berbentuk mufrad. Damir adalah damir mabni ala sukun menempati posisi jarr sebagai mudaf ilaih. Kata adalah nat mufrad karena ia berbentuk ism mufrad. Akan tetapi, karena menurut al-Galayaini (2000: 153, jilid I), al- yang ada pada ism fail dan ism maful disebut al- al-mausulah dengan syarat tidak untuk

menjelaskan jins atau ahd, maka untuk menjelaskan makna mausulah ini, kata pada kalimat 13a itu diganti dengan ism mausul. Sehingga menjadi: 13b. Dia menggerakkan matanya yang menyapu sekeliling ruangan Al-Galayaini (2000: 280, jilid III) juga menyatakan bahwa ism fail yang ber- al memiliki makna dawam. Untuk menjelaskannya, kalimat 13a diubah menjadi: 13c. ( ( 13d. ( ( Dia menggerakkan matanya yang menyapu sekeliling ruangan kemarin, sekarang, atau besok Kata pada kalimat 13c merupakan mudaf yang di-idafah-kan ke kata . Walaupun kata di-idafah-kan kepada kata ,bukan berarti kata

memiliki makna madi, karena didahului oleh kata . Kata menunjukkan bahwa makna waktu yang dikandung adalah makna dawam. Perhatikan pula kalimat 13d! Kata adalah fil mudari yang menunjukkan makna fil mudari, tetapi karena didahului oleh kata , maka makna waktu yang dikandung juga menjadi makna dawam. Al- pada kata tidak boleh dibuang, karena jika al- itu dibuang, maka kata harus dibaca dengan tanwin. Jika kata dibaca dengan tanwin, maka makna waktu yang dikandung menjadi mudari, misalnya pada kalimat berikut ini: 13e. Dia menggerakkan matanya yang sedang menyapu sekeliling ruangan Bila kata dibaca dengan tanwin maka kata menjadi maful. Kata juga menjadi hal. Sahibul hal-nya adalah damir mustatir, sedangkan amal-nya adalah kata . Perubahan waktu seperti ini tentu berbeda dengan tujuan penggunaan ism fail tersebut. 14a. ( Mahfuz, 1982: 9) Kedatangan-kedatangannya tidak mengijinkan dia untuk ragu terus-menerus dalam kesia-siaan : harf jazm : fil naqis majzum : majrur : harf jarr

: khabar fil naqis dan mudaf : majrur : mudaf ilaih : khabar fil naqis : nat : harf jarr

: harf jarr

: majrur

Ism fail dalam kalimat 14a adalah kata . Kata adalah ism fail dari kata , terus berlangsung (Munawwir, 2000: 434). Dari kata dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Waw diubah menjadi hamzah. Selanjutnya kata diberi al- al-mausuliyah. Kata ber-irab jarr karena kata menjadi nat dari kata . Tanda jarr-nya adalah kasrah zahirah karena kata berbentuk mufrad. Kata ber-irab jarr karena didahului oleh harf jarr, yaitu ba. Tanda jarr-nya berupa kasrah zahirah karena kata berbentuk mufrad. Kata adalah nat mufrad karena ia berbentuk ism mufrad. Tetapi, karena menurut al-Galayaini (2000: 153, jilid I), al- yang ada pada ism fail dan ism maful disebut al- al-mausulah dengan syarat tidak untuk menjelaskan jins atau ahd, maka untuk menjelaskan makna mausulah ini, kata pada kalimat 14a itu diganti dengan ism mausul. 14b. Kedatangan-kedatangannya tidak mengijinkan dia untuk ragu yang terusmenerus dalam kesia-siaan Al-Galayaini (2000: 280, jilid III) juga menyatakan bahwa ism fail yang ber- al memiliki makna dawam. Untuk menjelaskannya, kalimat 14a diubah menjadi: 14c. ( ( 14d. ( ( Kedatangan-kedatangannya tidak mengijinkan dia untuk ragu terus-menerus dalam kesia-siaan

Kata pada kalimat 14c merupakan silah mausul. Walaupun kata ber-tanwin, bukan berarti kata memiliki makna mudari, karena didahului oleh kata . Kata yang menunjukkan bahwa makna waktu yang dikandung adalah makna dawam. Perhatikan pula kalimat 14d! Kata adalah fil mudari yang menunjukkan makna fil mudari, tetapi karena didahului oleh kata , maka makna waktu yang dikandung juga menjadi makna dawam. Al- pada kata tidak boleh dibuang, karena jika al- itu dibuang, maka kata harus dibaca dengan tanwin. Jika kata dibaca dengan tanwin, maka makna waktu yang dikandung menjadi mudari, misalnya: 14e. Kedatangan-kedatangannya tidak mengijinkan dia untuk ragu terus-menerus dalam kesia-siaan Bila kata dibaca dengan tanwin maka kata tidak memenuhi syarat menjadi nat karena tidak sesuai dengan manut-nya dari segi marifah. 15a. ( Mahfuz, 1982: 11) Yang berlalu belum tentu buruk : harf jazm : fil naqis, majzum : ism fil naqis : khabar fil naqis

Ism fail dalam kalimat 15a adalah kata . Kata adalah ism fail dari kata , berlalu (Munawwir, 2000: 1342). Dari kata dibentuk ism fail dengan mengikuti wazn . Ya dibuang karena berat diucapkan. Selanjutnya kata diberi al- al-mausuliyah. Masuknya al- pada kata mengakibatkan ya yang tadinya dibuang harus dimunculkan. Kata

ber-irab raf karena kata menjadi ism dari kata . Tanda rafnya adalah dammah muqaddarah karena kata berbentuk mufrad dan diakhiri oleh alif mamdudah. Kata adalah ism dari kata yang berbentuk ism mufrad. Akan tetapi, karena menurut al-Galayaini (2000: 153, jilid I), al- yang ada pada ism fail dan ism maful disebut al- al-mausulah dengan syarat tidak untuk

menjelaskan jins atau ahd. Untuk menjelaskan makna mausulah ini, al kata pada kalimat 15a itu diganti dengan ism mausul. Perhatikan kalimat berikut ini: 15b. Yang berlalu belum tentu buruk Al-Galayaini (2000: 280, jilid III) juga menyatakan bahwa ism fail yang ber- al memiliki makna dawam. Untuk menjelaskannya, kalimat 15a diubah menjadi: 15c. ( ( 15d. ( ( Yang sedang berlalu belum tentu buruk Kata pada kalimat 15c merupakan silah mausul al-khas karena terletak setelah kata .Kata bisa menjadi silah mausul, karena walaupun berbentuk ism fail, tetapi kata memiliki makna fil mudari. Perhatikan pula kalimat 15d! Kata adalah fil mudari yang menunjukkan makna fil mudari, tetapi karena didahului oleh kata ,maka makna waktu yang

dikandung juga menjadi makna dawam. Damir aid pada silah mausul yang kembali pada kata adalah damir mustatir yang ada baik pada kata

maupun kata . Ism mausul beserta silah-nya pada kalimat 15c dan 15d menempati posisi sebagai ism dari . Dari analisis-analisis ini disimpulkan bahwa ism fail yang mendapat tambahan al- memiliki makna dawam.

You might also like