You are on page 1of 11

PERMASALAHAN PENDIDIKAN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendididkan yang dibina oleh Ibu Umi Saflul Ummah

Oleh Ratna Wijayanti Nur Huda Abdillah Ajeng Arief D

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRA SEKOLAH PRODI PENDIDIKAN LUAR BIASA November 2010

PEMBAHASAN

A. Permasalahan Pokok Pendidikan dan Penanggulangannya. Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kits dewasa ini yaitu: 1. Bagaimana semua warga Negara pendidikan. 2. Bagaiman pendidikan dapat membekali peserta didik keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat. Yang pertama mengenai masalah pemerataan dan yang kedua adalah masalah mutu, relevansi dan juga efisiensi pendidikan. B. Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan. Empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan penanggulangannya. 1. Masalah Pemerataan Pendidikan Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana system pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumberdaya manusia untuk menunjang pembangunan. Pada masa awalnya, masalah pemerataan di tanah air kita telah dinyatakan dalam UU No.4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah Bab XI, Pasal 17, selanjutnya dalam kaitannya wajib belajar Bab VI, Pasal 10 Ayat 1. Tujuan yang terkandung dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam dapat menikmati kesempatan

pembangunan, maka setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulailah diperhatikan upaya pemerataan mutu pendidikan. Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan.

Langkah-langkah

yang

di

tempuh

oleh

pemerintah

untuk

meningkatkan pemerataan pendidikan melalui cara konvensional dan cara inovasi. Cara konvensional antara lain: a. Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar. b. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (system bergantian pagi dan sore). Cara inovatif antara lain: a. System pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua dan guru) atau INPACT System (Intructional Managemant by Parent,

Community and Teacher). b. SD kecil pada daerah terpencil. c. Sistem Guru Kunjung. d. SMP terbuka (ISOSA-In School out off School Approach). e. Kejar paket A dan B. f. Belajar jarak jauh seperti Universitas Terbuka.

2. Masalah Mutu Pendidikan. Pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemrosesan pendidikan. Selanjutnya kelancaran pemrosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, bahkan juga masyarakat sekitar. Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu. Di dalam TAP MPR RI 1988 tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pembangunan pendidikan di letakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan. (BP-7 Pusat. 1989:68). Umumnya kondisi mutu pendidikan di seluruh tanah air menunjukkan bahwa di daerah terpencil lebih rendah dari pada di daerah perkotaan. Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan.

Pada dasarnya pemecahan masalah mutu pendidikan bersasaran pada perbaikan kualitas komponen pendidikan (utamanya komponen masukan mentah untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi, dan komponen masukan instrumental) serta mobilitasi komponen-komponen tersebut. Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia dan manajemen sebagai berikut: a. Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan P.T. b. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut latihan, penataran, seminar, kegiatan-kegiatan kelompok studi seperti PKG dll. c. Penyempurnaan kurikulum (materinya yang esensial dan mengandung muatan local, metode yang menantang dan menggairahkan belajar, evaluasi beracuan PAP). d. Pengembangan prasarana yang tenteram untuk belajar. e. Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media menciptakan lingkungan yang

pembelajaran, dan peralatan lab. f. Peningkatan administrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran. g. Kegiatan pengendalian mutu berupa kegiatan-kegiatan: 1) Laporan penyelanggaraan pendidikan oleh semua lembaga pendidikan. 2) Supervise dan monitoring pendidikan oleh penilik dan pengawas. 3) System ujian nasional/Negara. 4) Akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu lembaga. 3. Masalah Efisiensi Pendidikan. Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah: a. Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan.

b. Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan. c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan. d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga. Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Misalnya guru bahasa Indonesia harus mengajarkan matematika. Gejala tersebut membawa ketidak efisienan dalam memfungsikan tenaga guru. Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. b. Masalah efisiensi dalam penggunaan prasarana dan sarana. Penggunaan prasarana dan sarana pendidikan yang tidak efisien bisa terjadi antara lain sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering juga karena perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum sering membawa akibat tidak dipakainya lagi buku paket siswa dan buku pegangan guru beserta perangkat lainnya karena harus diganti dengan buku-buku yang baru. Semuanya ini menggambarkan bahwa dibalik pembaharuan terjadi pemborosan, meski sukar dielakkan. 4. Masalah Relevansi Pendidikan. Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana system pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam sektor produksi, sektor jasa dll. Sebenarnya kriteria relevansi seperti tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi system pendidikan pada umumnya pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara lain sebagai berikut: Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam

kualitasnya.

System pendidikan tidak pernah menghasilakn luaran siap pakai, yang ada ialah siap kembang. Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratan yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun progamnya tidak tersedia. Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing-masing dikatakan teratasi jika pendidikan: 1) Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya: semua warganegara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan. 2) Dapat mencapai hasil yang bermutu, artinya: perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. 3) Dapat terlaksana secara efisien, artinya: pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dlam rancangan. 4) Produknya yang bermutu tersebut relevansi, artinya: hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. C. Saling Berkaitan antara Masalah-masalah Pendidikan. Dalam kenyataan pelaksanaan pendidikan di lapangan masalah-masalah pendidikan tersebut saling berkaitan. Ada dua factor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikian. Pertama, gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana dan daya. Kedua, kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan mutu Karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, saran yang tidak memadai dst. D. Factor-Faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan.

Masalah pembangunan mikro, yaitu masalah-masalah yang berlangsung di dalam system pendidikan sendiri. Sedangkan masalah pembangunan makro, yaitu masalah di luar system pendidikan, sehingga juga harus diperhitungkan di dalam memecahkan masalah mikro pendidikan. Masalah-masalah makro yang merupak factor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan yaitu: 1. Perkembangan Iptek dan Seni. a. Perkembang Iptek. Ilmu pengetahuan merupakan hasil eksplorasi secara system dan terorganisasi mengenai alam semesta, dan teknologi adalah penerapan yang direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. b. Perkembangan Seni. Kesenian merupakan aktivitas berkreasi manusia, secara individual ataupun kelompok yang menghasilakn sesuatu yang indah. 2. Laju Pertumbuhan Penduduk. Masalah kependudukan dan kependidikan bersumber pada 2 hal, yaitu: a. Pertambahan penduduk. b. Penyebaran penduduk. 3. Aspirasi Masyarakat. Aspirasi terhadap pendidikan tidaklah perlu untuk diredam, justru sebaliknya harus tetap dibangkitkan dan di tingkatkan, utamanya pada masyarakat yang belum maju dan masyarakat di daerah terpencil, sebab aspirasi menjadi motor penggerak roda kemajauan. 4. Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan. Keterbelakangan budaya terjadi karena: Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat (missal terpencil). Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsure budaya baru karena tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak sendi masyarakat.

Ketidak mampuan masyarakat secara ekonomis untuk menyangkut unsur kebudayaan tersebut. Sehubungan dengan factor penyebab terjadinya keterbelakangan budaya umumnya dialami oleh: Masyarakat daerah terpencil. Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis. Masyarakat yang kurang terdidik. Yang menjadi masalah ialah bahwa kelompok masyarakat yang terbelakang kebudayaannya tidak ikut berperan serta dalam pembangunan, sebab mereka kurang memiliki dorongan untuk maju. Jadi intinya ialah menyadarkan mereka akan ketertinggalannya, dan bagaimana cara menyediakan sarana kehidupan, dan bagaimana system pendidikan dapat melibatkan mereka. E. Permasalahan Pendidikan Aktual dan Penaggulangannya. 1. Permasalahan Aktual Pendidikan Di Indonesia. Permasalahan actual berupa kesenjangan-kesenjangan yang pada saat ini kita hadapi dan terasa mendesak untuk ditanggulangi. Beberapa masalah aktual pendidikan yang akan dikemukakan meliputi, masalah-masalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peran guru, pendidikan 9 tahun dan pendayagunaan teknologi pendidikan. masalah aktual juga ada yang mengenai konsep dan ada yang mengenai pelaksaannya. a. Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran. Keberhasilan pendidikan dinilai dari kemampuan kognitif atau penguasaan pengetahuan. Hambatan-hambatan yang harus dihadapi: 1) Beban kurikulum sudah terlalu sarat. 2) Pendidikan afektif sulit diprogamkan secara eksplisit, karena dianggap menjadi bagian dari kurikulum tersembunyi yang keterlaksanaannya sangat tergantung kepada kemahiran dan pengalaman guru.

3) Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan waktu, sehingga memerlukan ketekunan dan kesabaran pendidik. 4) Menilai hasil pendidikan afektif tidak mudah. b. Masalah Kurikulum. Konsep kurikulum 1984 juga memiliki kelbihan karena adanya keluwesan-keluwesan antara lain: Disediakannya aneka progam belajar, untuk melanjutkan

keperguruan tinggi dan untuk memasuki lapangan kerja. Adanya program inti yang sifatnya nasional untuk persatuan nasional, memuat pengetahuan minimal dan progam khusus A dan B dapat dipilih sesuai dengan kemampuan dan minat siswa. Adanya progam pusat dan progam daerah (muatan lokal). Dengan disediakannya aneka progam belajar berarti sekolah menengah berfungsi ganda, sebagai sekolah umum sekaligus juga sebagai sekolah kejuruan. Kondisi demikian menimbulkan masalah personil khususnya tenaga pengajar, pengorganisasian, fasilitas, administrasi dan biaya. Masalah yang muncul dari keadaan tersebut ialah tanpa sengaja kurikulum 1984 menggiring peserta didik untuk beramai-ramai (karena desakan keadaan) memasuki perguruan tinggi, tanpa melihat secara potensial mampu atau tidak mampu. Satu segi modern dari kurikulum 1984 ialah adanya progam daerah (disamping progam pusat) yang dikenal sebagai muatan lokal. Progam ini mengantisipasi hari depan pendidikan yang mengarah kepada desentralisasi. Kerumitan-kerumitan itu meliputi: Pemilihan materi muatan local yang tepat. Penyusunan progam (disajikan secara monolitik atau secara integratif), juga menentukan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan, dari dalam dan dari luar lingkungan sekolah. Koordinasi pelaksanaan. Penyediaan sarana, fasilitas dan biaya.

Hambatan yang besar ialah pemecahan terhadap konsep tersebut bahwa memasyarakat di kalangan para pelaksana pendidikan di lapangan. c. Masalah Peranan Guru. Multi peran guru: Melakukan kontak dan pendekatan manusiawi lebih intensif dengan murid-muridnya. Masalah yang timbul ialah bagaimana guru dapat melakukan multiperan seperti itu jika pada kebanyakan sekolah mereka adalah pejuang tunggal. Kalaupun guru didampingi oleh petugas yang lain seperti konselor dll. Mereka belum siap untuk melakukan multi peran tersebut. d. Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun. UU RI No.2 Tahun 1989 pasal 6 menyatakan tentang hak warga Negara untuk mengikuti pendidikan sekurang-kurangnya tamat pendidikan dasar, pasal 13 menyatakan tujuan Pendidikan Dasar. Kemudian PP No.28 Tahun 1990 tentang pendidikan dasar pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan 9 tahun. Secara konseptual dan acuan yang diberikan oleh ketetapan-ketetapan resmi tersebut sudah sejalan dengan kebutuhan pembangunan antara lain: Untuk memasuki PJPT II diperlukan Sumber Daya Manusia yang lebih berkualitas. Pendidikan dasar akan memperkuat fungsinya sebagai akar tunjang yang menopang kualitas proses pendidikan pada jenjang-jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang selama ini posisinya sangat lemah. Persyarata kerja yang dituntut dunia kerja semakin meningkat sehingga dengan basis pendidikan dasar 9 tahun tentunya lebih baik dari pada hanya 6 tahun. Hambatan-hambatan mengenai penyelenggaraan sekolah antara lain:

10

1) Realisasi pendidikan dasar yang diatur dengan PP No.28 Tahun 1989 masih harus dicarikan titik temunya dengan PP No.65 Tahun 1951 yang mengatur Sekolah Dasar sebagai bagian dari pendidikan dasar, karena PP tersebut belum dicabut. (HAR Tilaar, 1992:21). 2) Kurikulum belum siap. 3) Pada masa transisi para pelaksana pendidikan di lapangan perlu disiapkan melalui bimbingan-bimbingan, penyuluhan, penataran dll. Hambatan lain berasal dari masyarakat, utamnya dari orang

tua/kalangan yang kurang mampu.

2. Upaya Penanggulangan. Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menggulangi masalahmasalah aktual sebagai berikut: a. Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terprogam tidak cukup berlangsung hanya secara incidental. b. Pelaksanaan ko dan ekstra kurikuler dikerjakan dengan penuh kesungguhan dan hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir atau pelulusan. c. Pemilahan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan belajar ke Perguruan Tinggi dengan yang akan terjun ke masyarakat merupakan hal yang prinsip karena pada dasarnya tidak semua siswa secara potensial mampu belajar di Perguruan Tinggi. d. Pendidikan tenaga kependidikan (prajabatan dan dalam jabatan) perlu diberikan perhatian khusu. Untuk pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, apalagi dikaitkan gerakan wajib belajar, perlu diadakan penelitian secara meluas pada masyarakat untuk menemukan factor penunjang dan utamanya factor penghabatnya.

11

You might also like