Professional Documents
Culture Documents
Diterbitkan oleh :
Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma
Daftar Isi :
Artikel :
3 Pengantar Farmakokinetika
8 Farmakokinetika Klinik
13 Monitoring Kadar Terapeutik Obat
18 Ketersediaan Hayati Obat
21 Pengukuran Klirens Ginjal Obat
26 Teknik Analisis Obat Dalam Cairan Biologis Dengan GLC
dan HPLC
32 Farmakoterapi Rasional
Karya Sriwidodo
37 Ketersediaan Hayati Sediaan Pelepasan Lambat
41 Strategi Penelitian Farmakokinetika
49 Bioavailabilitas Obat
53 Bagaimana Pengaruh Tubuh Terhadap Obat
55 Konsultasi Farmakologik di Samping Penderita
58 Sekilas Tentang Sub Bagian Farmakokinetika Bagian Pene-
litian dan Pengembangan PT Kalbe Farma
Pengantar Farmakokinetika
PENDAHULUAN
Sejak beberapa tahun yang lalu, pola pengontrolan kualitas
dan pemakaian klinik obat dipengaruhi oleh suatu disiplin
ilmu yang mempelajari nasib obat dalam tubuh. Disiplin ilmu
tersebut kita kenal dengan nama "Fammakokinetika".
Kata " farmakokinetika" berasal dari kata-kata "pharma-
con " , kata Yunani untuk obat dan racun, dan "kinetic".
Jadi " farmakokinetika" adalah ilmu yang mempelajari kinetika
obat, yang dalam hal ini berarti kinetika obat dalam tubuh.
Proses-proses yang akan menentukan kinetika obat dalam tu-
buh meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi. Untuk memahami kinetika obat dalam tubuh tidak
cukup hanya dengan menentukan dan mengetahui perkem-
bangan kadar atau jumlah senyawa asalnya saja (unchanged
compound), tetapi juga meliputi metabolitnya.
Bagian tubuh di man konsentrasi/jumlah obat dan atau
metabolitnya ditentukan biasanya darah (plasma/serum),
ekskreta (urin, faeses, ludah, dan lain - lain), atau jaringan tubuh
lain. dengan saat ini memang tidak mungkin untuk dapat menentu-
kan kinetika obat dalam tubuh secara eksperimental dalam
PEMODELAN DALAM FARMAKOKINETIKA waktu yang kontinyu. Dengan demikian, data eksperimental
Da lam suatu penelitian/studi farmakokinetika, perkembarig- yang akan kita peroleh hanyalah untuk waktu-waktu tersebut
an kadar/jumlah obat (senyawa asal dan atau metabolitnya) tadi. Sebagai contoh dapat dilihat gambar 1.
dalam tubuh dilakukan pada titik-titik waktu yang diskon- Jika data tersebut dibiarkan apa adanya, tidak banyak man-
tinyu (misalnya pada waktu-waktu 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 faat yang bisa ditarik. Oleh karena itu, dalam dunia farina- "
jam, 6 jam dan 8 jam setelah pemberian obat), karena sampai kokinetika akan dijumpai apa yang disebut dengan "model .
"
"Model yang paling sering dipakai adalah model komparte-
– Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan mental, di mana keadaan tubuh direjpresentasikan ke dalam
Alam Institut Teknologi Bandung bentuk kompartemen: satu kompartemen atau pluri-komparte-
– Konsultan pada Sub Bidang Farmakokinetika, Bidang Farina- men. Tiap kompartemen mempunyai besarai volume (isi) yang
kologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farina,
Jakarta disebut "volume distribusi " . Model-model tadi hanyalah suatu
representasi matematika yang tidak bisa dihubungkan dengan
Waktu
Gambar 3. Bentuk umum kurva perkembangan kadar obat dalam
darah menurut model satu kompartemen setelah pemberian obat secara
injeksi intravena (A), infus dimana infus dihentikan sebelum kesetim-
bangan dicapai (B1), infus dimana infus dihentikan setelah kesetim-
bangan dicapai (B2), dan secara ekstravaskular (oral, rektal, dan lain-
lain) (C).
PENDAHULUAN
Semenjak Dost l mengajukan istilah farmakokinetika kira-
kira 30 tahun yang lalu, yang kurang lebih diartikan sebagai
"ilmu mengenai analisis kuantitatif antara organisma dan
obat", maka kita telah melihat perkembangan yang begitu
pesat bidang ilmu ini sampai sekarang. Pengertian yang di-
cakup dalam definisi dari Dost tadi sebenarnya kalau ditelaah
lebih dalam meliputi "analisis matematika dari jumlah dan ak-
tifitas obat dalam badan dalam hubungannya dengan waktu".
Namun demikian tulisan ini tidak akan membahas panjang
lebar mengenai "analisis matematka" seperti yang dimaksud
dalam pengertian di atas, tetapi lebih banyak membicarakan
tempat dan manfaat dari farmakokinetika dalam klinik, teruta-
ma sehubungan dengan perawatan penderita. Ini didasarkan
pada kenyataan, analisis matematika dalam badan terutama
mengenai jumlah maupun aktifitasnya telah banyak sekali
dibahas dalam berbagai tulisan dan penerbitan. Di lain pihak,
kemanfaatan farmakokinetika dalam kepentingan klinik se-
cara luas sering tidak mendapat perhatian yang layak.
Pengaruh klinik atau terapeutik suatu obat pada seorang
pasien sebenarnya merupakan hasil dari daya farmakologik
obat tersebut, di man hal yang terakhir ini akan sangat ter-
gantung pada kadar yang bisa dicapai pada tempat kerja obat
(reseptor). Sayangnya, pengukuran kadar obat pada reseptor
hampir selalu tidak dimungkinkan. Namun demikian, karena
setiap perubahan kadar obat yang terukur dalam cairan darah
secara praktis akan mencerminkan perubahan pada reseptor,
dengan pengukuran kadar obat dalam cairan darah akan bisa
diperhitungkan atau diramalkan tingkat aktifitas farmakolo-
gik yang tercapai (lihat Bagan 1). Tinggi rendahnya kadar obat
dalam cairan darah merupakan hasil dari besarnya dosis Dengan melihat alur peristiwa yang tergambar pada bagan
yang diberikan, dan pengaruh-pengaruh proses -proses alami satu, sebenarnya farmakokinetika merupakan analisis mate-
dalam tubuh mulai dari absorpsi, distribusi, metabolisme sam- matika dari proses-proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan
pai ekskresi obat. ekskresi obat. Namun demikian, jika kita kembali kepada defi-
Contoh kasus 1
Misalnya: jika dalam suatu unit darurat dihadapi seorang
penderita status asmatikus berat, di mana sebagai tindak lanjut
diagnosis dan evaluasi klinik diputuskan untuk memberi-
kan terapi teofilina per infus. Dengan melihat beratnya serang-
an asma yang diderita, klinikus menginginkan kadar teofilina
dalam keadaan tunak (steady state = C s) sebesar 12 ug/ml.
Untuk menentukan berapa kecepatan infus yang perlu diberi-
kan, dan berapa besarnya bolus yang diperlukan bisa diper-
hitungkan dari perhitungan-perhitungan farmakokinetika:
KEPUSTAKAAN
dr Armen Muchtar
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indo-
nesia, Jakarta
Primodon 93 12,3 77,2 0,0 -83 Pada permulaan tahun 1960 kromatografi gas-cair (GLC)
5 12,5 11,5 100-13,5 mulai diperkenalkan. Kelebihan dari fotometri yaitu pemerik-
saan lebih spesifik, karena alat ini mampu memisahkan dan
Etasuksemid 71 14,9 504,7 0,0 - 633,3 merlgukur kadar lebih dari satu macam obat. Kekurangannya
5 1,4 156,4 0,0-5.0 alat ini memerlukan penanganan oleh teknisi yang terlatih.
Perkembangan baru dalam GLC adalah pemanfaatan detektor,
terutama detektor nitrogen-fosfor yang bertujuan untuk me-
ningkatkan sensitifitas alat, sehingga hanya sedikit sampel
PERSONIL D AN PERALATAN DALAM MONITORING. darah yang diperlukan.
Sesuai dengan kemampuan personil, kegiatan monitoring Kemudian muncul teknk radioimmunoassay yang memung-
kadar terapeutik obat dapat dibagi atas dua kelompok; perta- kinkan pengukuran kadar obat dalam volume kecil. Satu tero-
ma yang mengeijakan pengukuran dan kemudian melaporkan bosan dalam teknilc radioimmunoassay adalah pengembangan
hasilnya, dan yang kedua selain melakukan pengukuran dan enzyme immunoaasay (EMIT) dapat memeniksa kadar obat
pelaporan hasil, mempunyai kemampuan untuk berdialog de- dari sediaan sebanyak 50 mcl. Setelah kurva harian selesai di-
ngan dokter pengirim sehubungan dengan status klinik dan far- buat, pengukuran setiap sediaan dapat dilakukan dalam waktu
makologik penderita. Sesungguhnya yang diharapkan adalah beberapa menit saja. Kelebihan EMIT adalah sampel darah
monitoring yang terintegrasi ke dalam therapeutic audit yang yang diperlukah cukup kecil, prosedur sederhana dan hasilnya
bertujuan memperbaiki kualitas farmakoterapi. Dalam hal ini, cepat diperoleh, serta akurat (Tabel 6).
seorang ahli farmakologi klinik mempunyai peranan sentral
Tabel 6. Uji kualitas pengukuran kadar fenitoin dengan menggunakan
dalam kegiatan monitoring kadar terapeutik obat, karena la- berbagai metoda (Page dan Richens)
tar belakang pendidlkannya dalam kedokteran dan farmako-
kinetika klinik (Tabel 4). Jumlah percoba-
Jumlah Jumlah hasil an yang di luar
Metoda laboratorium pemeriksaan 95% confidence
Tabel 4 Pengukuran kadar obat dalam plasma sebagai bagian dari limits (%).
therapeutic audit (Sjogvist) 9
GLC
senyawa
Pihak yang Keahlian dalam Farmako- asal 34 691 64 (9,3%)
terlibat Analisis obat Terapi kologi
Klink. Turunan 51 904 47 (5,2%)
PENDAHULUAN
Dalam menentukan dosis obat suatu individu, seringkali
perhatian khusus perlu diberikan, sehubungan dengan kemam- Cl r = Q r x Er (volume/unit waktu), sedangkan E r adalah
puan tubuh individu untuk mengeliminasi obat yang diberikan. selisih kadar obat dalam plasma arteri dan vena per kadar
Ini dapat dijumpai misalnya pada individu dengan usia lanjut, obat dalam plasma arteri, atau
bayi, kelainan fungsi alat-alat eliminasi, atau karena terjadi
interaksi dengan obat lain sehingga eliminasinya terhambat l-2
Untuk mengetahui kemampuan tubuh mengeliminasi obat
tertentu, pengukuran parameter -parameter kinetika eliminasi
Dapat dikatakan pula, sebenarnya nilai klirens ginjal tersebut
merupakan metoda yang telah banyak dikenal dan diperguna-
kan. Pengukuran parameter - parameter ini meliputi kecepatan merupakan tetapan yang menggambarkan hubungan antara
eliminasi (kel), waktu paro biologik (t0,5) dan klirens tubuh kecepatan ekskresi obat pada waktu t (= dAe/dt) dengan
total (Cl) yang memerlukan pengambilan sampel darah secara konsentrasi obat dalam plasma Dada waktu t (= C). atau
serial selama waktu tertentu. Tentu saja ini merupakan metode
yang rumit dan kurang menyenangkan bagi pasien.
Untuk obat-obat tertentu, terutama yang mengalami
eliminasi dengan cara ekskresi melalui ginjal, dengan meng- Perlu diperhatikan bahwa sebenarnya klirens ginjal merupakan
ukur nilai klirens ginjal kita telah mendapatkan gambaran hasil dari proses -proses filtrasi glomeruler dan sekresi maupun
kemampuan tubuh untuk mengeliminasi obat tersebut. Ini reabsorpsi di sepanjang tubuli renis.
berdasarkan asumsi bahwa : Banyak manfaat yang dapat diambil dari pengukuran kadar
obat dalam urin. Keterbatasan kemampuan ekskresi ginjal
Cl total suatu obat misalnya, dapat diketahui dari nilai klirens ginjal
= Cl renal + Cl nonrenal
yang terukur setelah pemberian dosis bertingkat. Manfaat
Apabila ekskresi ginjal merupakan cara eliminasi utama untuk yang sangat besar dalam hubungannya dengan terapi obat itu
suatu obat, maka : untuk mengetahui kemampuan tubuh mengeliminasi obat
Cl total = Cl renal yang diberikan, bila obat tersebut dieliminasi terutama dengan
ekskresi ginjal. Untuk obat-obat ini, perubahan kemampuan
Klirens ginjal suatu obat didefinisikan sebagai volume ekskresi ginjal akan memberikan akibat yang nyata pada efek
darah yang dapat dibersihkan dari obat tersebut oleh ginjal farmakologiknya. Selain itu, pengukuran klirens ginjal juga
per satuan waktu, sehingga sebenarnya nilai klirens ginjal ini bermanfaat untuk kepentingan monitoring terapi obat, ter-
merupakan suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan utama pada keadaan-keadaan dimana overdosis perlu dicurigai,
ginjal untuk membersihkan obat dari tubuh. Secara lebih se- mengingat :
derhana klirens ginjal dapat didefinisikan, dalam hubungan-
nya dengan pembuangan obat melalui ginjal, sebagai hasil
dari kecepatan aliran darah ginjal (Q r ) dan extraction ratio
ginjal (E r ); dimana t0,5 adalah waktu paro obat, kel adalah tetapan ke-
cepatan eliminasi, dan k r adalah tetapan kecepatan ekskresi
Disajikan pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi dan Simpo-
sium Farmakokinetla Klinik - Yogyakarta, 3 - 4 Desember 1984.
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 21
ginjal.
Sekresi aktif
Selain hal di atas, untuk obat-obat yang eliminasi utama-
nya adalah ekskresi ginjal ini, pengukuran jumlah obat dalam Filtrasi berlangsung terus. Sekresi dapat diketahui bila
urin dapat memberikan gambaran kemampuan absorpsinya ternyata kecepatan ekskresi melebihi kecepatan filtrasi obat.
tanpa harus memberikan obat secara intravenosa. Mengingat persamaan :
MEKANISME EKSKRESI
Ekskresi obat melalui ginjal dipengaruhi oleh sifat-sifat
fisiko-kimia obat, ikatan dengan protein plasma dan faal sehingga
ginjal. Nefron merupakan unit utama fungsi ginjal, terdiri atas
glomerulus, tubulus proksimalis, ansa Henle, tubulus distalis
dan duktus kolektikus. Glomerulus menyaring darah dan maka terlihat, apabila nilai klirens ginjal ternyata melebihi
filtrat mengalir ke tubulus. Hampir semua air dari filtrat klirens yang disebabkan filtrasi, tentu terjadi pula sekresi.
direabsorpsi, dan hanya 1—2 ml/menit saja yang menjadi Mungkin pula terjadi reabsorpsi, namun lebih kecil daripada
urin. Sementara itu terjadi pula sekresi dan reabsorpsi di se- sekresinya.
panjang tubuli proksimalis dan distalis.
Jumlah obat yang diekskresi ke dalam urin merupakan Reabsorpsi
hasil filtrasi, sekresi dan reabsorpsi. Filtrasi dan sekresi mem- Reabsorpsi diduga pasti terjadi, apabila klirens ginjal yang
perbesar jumlah obat, sedangkan reabsorpsi mengurangi. terukur ternyata nilainya lebih kecil daripada klirens yang
Dengan kata lain : disebabkan filtrasi glomeruler (yang ditunjukkan dengan nilai
klirens kreatinin). Mungkin pula berlangsung sekresi aktif,
namun besarnya tidak melebihi reabsorpsi. Reabsorpsi dapat
bervariasi dari nol sampai sempurna. Reabsorpsi aktif terjadi
Filtrasi giomeruler pada beberapa senyawa endogen misalnya vitamin -vitamin,
Kira-kira 25% volume semenit jantung, yaitu 1,2 — 1,5 liter elektrolit, glukosa dan asam-asam amino, namun untuk ke-
darah permenit, mengalir ke ginjal. Sepuluh persen dari jumlah banyakan obat reabsorpsi berlangsung secara pasif. Derajat
tersebut difiltrasi di glomerulus. Hanya obat dalam bentuk reabsorpsi tergantung pada sifat-sifat obat, misalnya polaritas,
bebas yang terfiltrasi. Molekul obat yang terikat pada makro- derajat ionisasi dan berat molekulnya. Obat-obat yang sangat
molekul atau sel-sel darah tak dapat melalui membran glo- lipofilik akan mengalami reabsorpsi sempurna. Reabsorpsi di-
meruler. Dengan demikian filtrat mengandung obat dengan pengaruhi pula oleh faktor - faktor fisiologik seperti misalnya
kadar yang identik dengan kadarnya di cairan plasma, yaitu pH dan kecepatan pembentukan urin.
fraksi obat yang bebas (= Cb). PENGUKURAN KLIRENS GINJAL
Kecepatan filtrasi pada orang dewasa normal adalah sebesar
kira-kira 125 ml/menit, dan disebut sebagai kecepatan filtrasi Untuk mengukur klirens ginjal suatu obat, dikenal dua
glomeruler atau GFR (glomenilar filtration rate), sehingga : metode dengan kelebihan dan kelemahan masing - masing.
Dasar ke dua metode ini adalah pengertian yang telah dijelas-
kan di muka, hahwa :
KEPUSTAKAAN
Gambar 7. Nilai klirens ginjal sulfametazin setelah pemberian
1. Breimer DD & Danhof M. Interindividual differences in pharma- per oral dosis 500 mg dan 1000 mg. (dari : Suryawati & Santoso,
cokinetics and drug metabolism. Dalam: Breimer DD (ed.). Towards 1985 a).
Bagi beberapa kelompok peneliti, metode analisis obat da- tersebut. Kegiatan studi farmakokinetika klinik seperti ini ti-
lam cairan biologis mempunyai arti yang sangat penting. dak akan pernah dapat dilakukan tanpa melaksanakan analisis
Masalah- masalah yang berhubungan dengan studi ketersediaan obat dalam cairan biologis.
hayati obat, pengembangan obat baru, penyalahgunaan obat, Dalam pengembangan obat baru, pertanyaan tentang keter-
farmakokinetika klinik dan riset obat - obatan, semuanya me- sediaan hayatinya merupakan sesuatu yang sangat penting.
nuntut adanya metode analisis obat dalam sampel biologis Bisa saja suatu obat baru pada uji farmakologik menunjukkan
dengan kepekaan, kespesifikan, kecepatan, ketepatan dan ke- adanya potensi, yang kemudian pada uji farmakokinetika
telitian yang tinggi, tetapi dengan biaya yang tidak terlalu memberikan absorpsi yang kurang baik dan memberikan harga
mahal. waktu paruh yang rendah dalam tubuh. Tentunya agar tidak
Kesulitan utama yang dihadapi ialah, selain kadar yang diderita kerugian yang lebih lanjut, arah dari pengembangan
biasanya sangat kecil, dalam cairan biologis obat ada bersama- obat baru tersebut harus ditinjau kembali. Keputusan yang
sama dengan metabolit -metabolitnya dengan struktur kimia cepat dan tepat itu mutlak memerlukan informasi atau data
yang hampir mirip. Tercampurnya obat dengan zat-zat endoge- yang diperoleh dari percobaan analisis obat dalam cairan bio-
nous dalam sampel biologis (dalam jumlah yang jauh lebih logis.
besar dari obatnya) menambah kesulitan tersebut. Metode Studi metabolisme suatu senyawa, yang juga melakukan
analisis yang digunakan dengan sendirinya harus mampu men- analisisnya dalam cairan biologis, seringkali menjurus pada pe-
deteksi dan menetapkan kadar obat dan metabolit-metabolit- nemuan obat baru. Oksifenbutazone dan desipramine merupa-
nya, serta mempunyai prosedur clean-up yang singkat dan kan contoh obat-obat baru yang ditemukan setelah studi
sederhana, agar kehilangan obat dan metabolitnya dapat di- metabolisme. Mereka masing -masing sebagai metabolit dari
hindarkan. fenilbutazone dan imipramine.
Kromatografi cairan-gas (GLC) dan kromatografi cairan Selain dalam studi biofarmasetika dan farmakokinetika
tekanan tinggi (HPLC) telah membuktikan keunggulannya tersebut di atas, analisis obat dalam cairan biologis mem-
terhadap metode-metode yang lain dalam analisis obat dalam punyai peranan yang penting pula dalam toksikologi, pusat-
cairan biologis. pusat rehabilitasi korban penyalahgunaan obat, deteksi bebe-
rapa penyakit (meningkatnya kadar metilguanidina dalam
PERANAN ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN BIOLOGIS serum penderita uremia), memperoleh informasi tentang se-
DALAM BERBAGAI STUDI berapa jauh penyebaran suatu tumor (meningkatnya kadar
Tidak sedikit obat yang mempunyai indeks terapeutik yang 5-S-sisteinildopa, suatu asam amino baru, dalam cairan bio-
rendah, di mama rasio dosis toksis/dosis terapeutik < 10. Obat- logis), dan lain sebagainya.
obat tertentu, seperti teofilina, akan memberikan efek samping
yang toksis apabila konsentrasinya dalam darah mencapai PROBLEM ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN BIOLOGIS
dua kali konsentrasi terapeutiknya. Sering timbul kesulitan- Kadar obat dalam cairan biologis yang umumnya sangat
kesulitan yang serius bagi penderita yang diberi obat jenis ini, kecil (10-6 - 10- 12 g mr -1 ) membatasi metoda -metoda yang
karena adanya perbedaan konsentrasi terapeutik antar -individu
dapat digunakan untuk menetapkan kadarnya; hanya metode-
yang besar. Untuk terapi yang optimal dan pengaturan dosis metode yang
sangat sensitif saja yang dapat dipakai. Dalam
secara individu diperlukan adanya data kinetika obat-obat
cairan biologis, obat selalu ada bersama-sama dengan meta-
Menurut saya, kalau penanggulangan penyakit secara medis PENENTUAN OBAT DAN REJIMEN TERAPI
itu rasional, maka sudah semestinya farmakoterapinya juga Suatu hat yang masih belum kita ketahui dengan pasti
rasional. Sayang sekali banyak pengobatan oleh dokter tidak adalah apakah suatu obat yang dibuat oleh industri farmasi
dilakukan secara rasional; apalagi orang awam yang meng- yang terkenal itu tentu lebih bail( dari pada suatu obat yang
obati diri sendiri (self medication) dengan obat bebas atau sama yang dihasilkan oleh industri farmasi yang kecil yang
obat bebas terbatas. kurang terkenal (therapeutic equivalence).
Untuk dapat melakukan pengobatan secara rasional, per- Penentuan obat secara rasional dapat lebih mudah dilaku-
tama-tama kali harus ditegakkan diagnosanya, atau bila hal ini kan bila kita selalu membiasakan diri untuk mempertimbang-
tidak mungkin dilakukan, setidak -tidaknya harus ditentukan kan lebl dulu masak-masak hubungan antara indikasi, hukum-
diagnosa kemungkinan. Jika seorang dokter tak dapat menen- hukum farmakologi klinik dan sifat-sifat obat. Kalau kita su-
tukan diagnosa kemungkinan, maka dengan sendirinya ia tak dah terbiasa berpikir secara logis -metodis sistematis, maka
dapat memberi pengobatan secara kausal rasional. Karena pengalaman menjadi berharga untuk di kemudian hari diguna-
kewajiban dokter harus mengurangi penderitaan dan memper- kan untuk menentukan penggunaan obat dengan cepat. Se-
panjang umur, maka kalau ia tak dapat memberi pengobatan lain itu, kebiasaan mengevaluasi hasil terapi menyebabkan
kausal rasional, setidak -tidaknya ia dapat mengurangi pen- kita lebih menguasai ilmu pengobatan tersebut, termasuk me-
deritaan secara simtomatik rasional, asal ini tidak menopengi ngetahui obat mana yang balk stabilitasnya, tidak mudah di-
(masking) penyakitnya atau bahkan membuat penyakitnya rusak oleh isi lambung-usus, keterdapatan hayati (bioavailabi-
bertambah parah. lity), sedikit efek sampingnya, dan kurang mengganggu organ-
Yang paling disayangkan tentunya ialah, bila diagnosa su- organ badan yang penting.
dah dapat ditegakkan secara rasional, akan tetapi farmakotera- Patofisiologi dari penyakit perlu diketahui supaya dapat
pinya tidak rasional. disesuaikan dengan macam obatnya, formulasinya, dosisnya,
Hal ini dapat disebabkan karena dokter kurang menguasai frekuensi pemberian seharinya, dan cara pemberiannya.
patofisiologi dari badan yang sakit, kurang menguasai farmako- Formulasi obat harus sesuai dengan keadaan tertentu dari
logi klinik dengan farmakokinetikanya dan kurang dapat traktus digestivus. Misalnya jangan memberikan obat yang
menghubungkan secara logis patofisiologi dengan farmakologi. mudah dirusak oleh asam bila ada gangguan hiperasiditas
Dari pihak penderita, seringkali terapi rasional tak memberi- dan sebagainya. Pengurangan dosis obat perlu dilakukan pada
kan hasil yang diinginkan karena kurang menuruti nasihat adanya gangguan ekskresi renal atau; frekuensi pemberian obat
dokter (penderita dengan pengobatan jangka panjang, harga sehari mungkin perlu dikurangi ataupun obat diganti dengan
obat mahal, orang berumur lanjut yang suka lupa dsb.) (Black- yang diekskresi melalui hepar/empedu. Pada keadaan hipo-
well, 1973). proteinemia, dosis perlu dikecilkan karena albumin yang
Evaluasi dari terapi tentunya diperlukan untuk membukti- mengikat obat berkurang, sehingga obat bebas (unbound)
kan bahwa terapi itu tepat, artinya dapat menyembuhkan bertambah konsentrasinya. Penderita dengan gangguan hepar,
dan tidak menyebabkan efek-efek yang merugikan. perlu dikurangi dosisnya atau frekuensi pemberian sehari.
Beberapa hal tidak rasional dapat terjadi, seperti misalnya, Pada adanya dekompensasi kordis, karena distribusi obatnya
dalam : (a) Penentuan obat dengan rejimen terapinya, atau lambat, maka dosisnya perlu dikurangi, karena pada permula-
(b) Cara pemberian obat. an terjadi kumulasi dari obat di dalam darah; jika konsentrasi
obat itu mencapai otak dan jantung, maka obat itu dapat me-
racuni.
Jika penderita memerlukan lebih dari satu macam obat,
maka perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya interaksi- atau
interaksi antara obat itu sendiri, fungsional atau kimiawi Dosis obat = Volume distribusi X konsentrasi obat dalam plasma
maupun fisikokimiawi atau secara tidak langsung melalui darah.
pendesakan dari ikatannya pada albumin atau melalui pe- Volume distribusi dari obat yang satu berbeda dengan obat yang lain,
macuan atau penghambatan enzim-enzim metabolisme obat. karena kelarutannya di dalam cairan-cairan badan dan ikatannya pada
Interaksi antara obat yang satu dan yang lain dapat juga terjadi
jaringan jaringan badan berbeda.
pada tempat absorpsinya, tempat aksinya dan pada ekskresi
renalnya. Di samping itu masih juga adanya variabilitas karena misalnya :
Digoksin (Lanoksin) :
perbedaan genetik (poor and efficient metabolizer, rapid and — konsentrasi plasma darah terapeutik : 0,9 ng/cc
slow acetylator dll.). Sehubungan dengan ini perlu dipertim- 0,0009 ug/cc
bangkan tentang kemungkinan perubahan -perubahan dosis 0,0009 mg/L
atau frekuensi pemberian obat sehari, karena dosis yang ter- — Vd : 7,5 L/kg
tera di buku-buku farmakologi atau farmakope (dosis stan- dosis obat = 7,5 X 0,0009 = 0,00675 mg/kg
dar ) kebanyakan ditentukan pada orang ras Kaukasoid. (initial)
Karena kemungkinan adanya interaksi - interaksi antara obat
yang satu dan yang lain — yang kadang -kadang sukar diperkira- Walaupun Vd itu ditentukan dari data yang didapat pada pem-
kan terlebih dulu itu — maka dokter perlu mengendalikan diri berian i.v., juga dapat digunakan untuk pemberian per os dan
untuk tidak terlalu banyak memberikan obat sekaligus (poly- i.m.
pharmacy) pada seorang penderita. Obat-obat yang absorpsi i.m. nya kurang baik, lebih balk di-
Farmakoterapi hams dilakukan secara individual mengingat berikan secara i.v. lambat, terutama bila diperlukan onset of
keadaan penderita : action yang cepat (misalnya digoksin, fenitoin, diazepam dan
— umur yang muda sekali atau yang tua sekali sebagainya).
— sifat-sifat genetik Eliminasi renal
— lingkungan hidup (kebiasaan merokok, minum alkohol, Mempertahankan konsentrasi plasma darah terapeutik suatu
business dan sebagainya).
obat dilakukan dengan memberikan obat dalam dosis yang
— riwayat sakit dan riwayat pengobatan sebelumnya : derajat
ekuivalen dengan eliminasinya.
sakitnya setelah diobati, berhasil atau tidak berhasil me- Obat-obat poler seperti : penisillin, aminoglykosides dan se-
nyembuhkan, efek samping yang merugikan, allergi, inter-
bagainya dapat langsung diekskresi oleh ginjal. Kumulasi dapat
aksi-interaksi, kebiasaan tak dihabiskan atau dimakan tak
terjadi jika frekuensi pemberian obat itu lebih cepat dari wak-
menurut aturan, kebiasaan mengobati sendiri dan sebagai-
tu paruh. Jadi interval pemberian obat harus dilakukan sesuai
nya.
dengan 1 — 2 waktu paruh. Suatu steady state (plateau) dapat
Umur muda sekali l tercapai.
— Makin muda anak, relatif makin besar dosisnya, karena Eliminasi hepatik
metabolismenya lebih kuat (per kg BB).
Untuk menentukan dosis dari obat-obat yang dimetabolisir
— Makin tinggi temperatur badan, makin kuat metabolisme-
di dalam hepar haruslah berhati-hati, karena hepar mempunyai
nya : tiap derajat Celcius kenaikan temperatur badan sesuai
kapasitas metabolistik yang terbatas. Sehingga ada kemungkin-
dengan 10% kenaikan metabolisme.
an suatu ketika pemberian dosis multipel tidak dimetabolisir
— Anak terlalu gemuk (obesitas) relatif memerlukan lebih se-
dan konsentrasi obat dalam plasma darah akan naik dengan
dikit obat, karena jaringan lemak relatif kurang berpenga- cepat (lihat gambar). Jika hal ini tidak dikontrol dengan pe-
ruh dalam metabolisme.
nentuan konsentrasi obat di dalam plasma darah, maka akan
Karena enzim-enzim detoksifikasi, fungsi renal, pengikatan terjadi akumulasi.
pada protein serum dan barier darah — otak belum sepurna,
maka jangan mudah memberi obat pada bayi. Untuk bayi Contoh :
yang baru lahir (neonatus) penetapan dosis belum ditetapkan Seorang anak mempunyai BB : 20 kg
secara tepat (akurat). Anak itu mendapat fenitoin tiap 24 jam sekali per os.
Oliguria pada tiap umur memerlukan pengurangan dosis atau 4 jam sesudah mendapat obat, konsentrasi plasma darahnya :
pengurangan frekuensi pemberian obat sehari. 18 ug/cc = 18 mg/L.
Penentuan konsentrasi obat di dalam plasma darah penting Dekat sebelum diberikan dosis per os yang kedua, pada kon-
untuk memonitor terapi; jadi bukan dosis obatnya waktu di- trol ternyata konsentrasi obat di dalam plasma darah menjadi
berikan pada penderita. Therapeutic range adalah jarak antara 10 ug/cc = 10 mg/L. Ini berarti bahwa dalam 20 jam (24 — 4)
konsentrasi efektif minimal dan konsentrasi efektif maksimal terjadi penurunan konsentrasi obat, karena metabolisme, se-
dari obat di dalam plasma darah pada sebagian besar dari banyak 8 mg/L.
populasi. Vd fenitoin = 0,75 L/kg, jadi anak dengan BB = 20 kg, Vd
Intoksikasi karena obat dapat diharapkan terjadi, jika konsen- nya : 20 x 0,75 = 15 L
trasi obat itu di dalam plasma darah melebihi therapeutic Dosis = Vd x konsentrasi obat dalam plasma darah
range. Do sis = 15 L x 8 mg/ L = 120 mg
Pengembangan teknologi formulasi baru pada dua dekade darah sama dengan pemberian obat secara intermiten dengan
terakhir banyak ditekankan pada pengembangan bentuk sedia- dosis tunggal.
an obat yang dapat melepaskan obat secara terkontrol. Salah Sediaan pelepasan lambat didesain untuk memberikan
satu di antaranya adalah pengembangan bentuk sediaan obat kadar obat dalam darah yang adekuat selama periode waktu
yang, didisain untuk meningkatkan durasi aksi obat yang ter- tertentu untuk mendapatkan keuntungan -keuntungan klinik,
kandung di dalamnya. Beberapa jenis bentuk sediaan obat yaitu :
yang dikembangkan untuk maksud ini adalah l ,2 1. meningkatkan hasil terapi obat, berupa peningkatan efekti-
• Sediaan pelepasan lambat vitas dan penurunan efek samping serta efek toksik obat
• Sediaan aksi diperpanjang 2. meningkatkan kepatuhan penderita dengan aturan dosis
• Sediaan aksi berulang yang lebih menyenangkan
Ketiga jenis sediaan di atas dapat dibedakan sebagai ber- 3. untuk obat tertentu, dari segi ekonomi dapat diperoleh
ikut : penghematan biaya pengobatan
Tetapi di samping keuntungan-keuntungan di atas, ada pula
Sediaan pelepasan lambat kerugian-kerugian dalam pemakaian sediaan pelepasan lambat
Obat dalam sediaan pelepasan lambat mempunyai sistem yaitu
pelepasan obat yang unik, yaitu mula-mula dilepaskan kira- 1. tidak adanya fleksibilitas aturan dosis
kira separuh dari dosis total yang merupakan 2. untuk beberapa obat harganya semakin mahal oleh karena
dosis inisial, kemudian diikuti dengan pelepasan sisa obat se- penerapan teknologi yang tinggi
cara bertahap dan seragam selama periode waktu tertentu. 3. adanya risiko over dosis 1,2
Tujuan sediaan ini adalah untuk memperoleh kadar tera-
peutik obat dalam darah dengan cepat, dan mempertahankan FARMAKOKINETIKA SEDIAAN PELEPASAN LAMBAT
kadar tersebut selama periode waktu tertentu. Dengan menggunakan konsep sederhana model farmakoki-
Sediaan aksi diperpanjang netika satu kompartemen terbuka, efek laju pelepasan lambat
Sediaan ini melepaskan obat dengan laju pelepasan tertentu, terhadap kadar obat dalam darah dapat digambarkan sebagai
yang dapat menghasilkan durasi aksi obat yang lebih panjang berikut4 :
dibandingkan dengan pemberian dosis tunggal yang normal.
Sediaan ini berbeda dengan sediaan pelepasan lambat yaitu
tidak adanya dosis inisial.
Sediaan aksi berulang
Sediaan aksi berulang didesain untuk melepaskan dengan
segera satu dosis tunggal, kemudian diikuti dengan pelepasan
dosis tunggal kedua, ketiga dan selanjutnya setelah interval
waktu tertentu. Keuntungan utama dari sediaan ini adalah ber-
kurangnya frekuensi pemberian obat. Tetapi kadar obat dalam
Disajikan pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi dan Simpo-
slum Farmakokinetika Klinik - Yogyakarta, 3 - 4 Desember 1984.
Fraksi pelepasan cepat didesain untuk mencapai kadar 1. sediaan larutan atau suspensi dari obat yang sama
terapeutik dengan cepat, dan fraksi pelepasan lambat didesain 2. sediaan konvensional dengan aturan dosis biasa yang me-
untuk mempertahankan kadar terapeutik tersebut1 ngandung zat aktif yang sama
3. sediaan pelepasan lambat standar
EVALUASI SEDIAAN PELEPASAN LAMBAT 4. sediaan lain.
Pengembangan sediaan pelepasan lambat bertujuan : Metoda uji ketersediaan hayati sediaan pelepasan lambat
1. absorpsi obat dari sediaan pelepasan lambat yang maksimal Dosis tunggal
2. meminimalisir variabilitas antar pasien. a) Dosis tunggal sediaan pelepasan lambat dibandingkan
Pada pengembangan sediaan pelepasan lambat, pendekatan dengan dosis tunggal sediaan pelepasan cepat yang konven-
yang dilakukan adalah dengan memodifikasi laju pelepasan sional. Profil farmakokinetika obat dengan t½ 1,7 jam dalam
obat dengan manipulasi farmasetika, yang dapat merubah laju sediaan pelepasan cepat dan sediaan pelepasan lambat dapat
absorpsi obat dan kadar obat dalam darah. Oleh karena itu dilihat pada Gambar 1 berikut4 :
harus ada jaminan dan bukti ilmiah bahwa efektivitas ab-
sorpsi obat tidak terganggu, dan variabilitas tidak meningkat 4 .
Menurut FDA 4 , obat-obat dalam sediaan pelepasan lambat
dianggap sebagai obat baru, sehingga harus memenuhi per-
syaratan keamanan dan khasiat obat secara klinik. Sama
seperti obat baru dalam bentuk sediaan konvensional, per-
setujuan terhadap sediaan pelepasan lambat berdasarkan
pada evaluasi khasiat dan keamanan secara klinik dan bukti
karakteristik pelepasan lambatnya.
Persyaratan keamanan dan khasiat
Untuk obat yang dalam sediaan konvensional telah di-
ketahui aman dan efektif : 2 6 10 14 16 20 26
1. diperlukan suatu studi klinik terkontrol untuk membukti- Waktu (jam)
kan keamanan dan keefektifan obat tersebut dalam sediaan Gambar 1. Simulasi kurva kadar obat dalam plasma vs waktu dari
pelepasan lambat obat dengan t½ 1,7 jam berdasarkan model farmakokinetika satu
2. data ketersediaan hayati obat dalam sediaan pelepasan lam- kompartemen.
bat. Tampak bahwa pada sediaan pelepasan lambat, kurva berben-
Sedangkan untuk obat yang dalam sediaan pelepasan lam- tuk flat sedang sediaan pelepasan cepat berupa lembah dengan
bat telah terbukti aman dan efektif, diperlukan adanya : puncak yang tinggi.
1. data ketersediaan hayati yang komparabel dengan standar Keefektifan dan keamanan obat dalam sediaan pelepasan lam-
sediaan pelepasan lambat obat sejenis. bat ini harus dibuktikan secara klinik, dan dibandingkan de-
2. data ketersediaan hayati yang pada keadaan mantap (steady- ngan sediaan pelepasan cepatnya.
state) komparabel dengan obat sejenis dalam sediaan pe- b) Dosis tunggal sediaan pelepasan lambat dibandingkan de-
lepasan cepat yang konvensional. ngan dosis berganda sediaan pelepasan cepat yang konven-
Data ketersediaan hayati dapat berupa profil kadar obat sional. Profil kadar obat dalam darah sediaan pelepasan lambat
dalam darah dan profil kecepatan ekskresi melalui urin pada dengan t½ 1 jam, yang dibandingkan dengan 3 dosis berturut-
keadaan mantap 4 . an dari obat yang sama dengan sediaan pelepasan cepat dapat
Uji ketersediaan hayati sediaan pelepasan lambat ber- dilihat pada Gambar 2 4 .
tujuan untuk menentukan apakah kondisi berikut ini dipe- Terjadi penurunan kadar puncak sampai 30% pada. sediaan
nuhi atau tidak s pelepasan lambat, tetapi luas area di bawah kurvanya relatif
1. produk sediaan pelepasan lambat tersebut memenuhi sama bila dibandingkan dengan sediaan pelepasan cepat. Profil
persyaratan pelepasan lambat atau tidak. Dengan perkataan kadar obat dalam darah sediaan pelepasan lambat harus ber-
lain, apakah memang benar produk tersebut merupakan se- ada dalam batas-batas kadar terapi obat tersebut. Hal ini
diaan pelepasan lambat ? harus dikaitkan dengan efektivitas dan keamanan secara klinik.
2. keadaan mantap yang ditunjukkan ekivalen dengan produk
biasa yang mengandung zat aktif yang sama Dosis berganda
3. formulasi produk tersebut menunjukkan profil farmakoki-. Seringkali tidak mungkin untuk mengevaluasi dengan baik
netika yang konsisten ketersediaan hayati sediaan pelepasan lambat berdasarkan
dosis tunggal, sehingga penelitian ketersediaan hayati dosis
KEPUSTAKAAN
Perkembangan terakhir dalam proses pengembangan dan pe- UJI BIOAVAILABILITAS DAN UJI IN-VITRO
masaran obat banyak disesuaikan dengan perubahan sikap dari Untuk menjamin ekivalensi terapeutik dan klinik dari suatu
dokter, pejabat pemerintah, dan masyarakat terhadap obat. produk obat dalam berbagai batch produksi, secara ideal pen-
Pada 10 — 20 tahun yang lalu industri-industri farmasi banyak ting untuk mengukur secara tepat efek klinik dan potensi dari
menekankan pada penemuan obat-obat baru, dan peta ke- sampel yang representatif dari masing-masing batch produk
farmasian pada saat itu ditandai dengan cepatnya suatu mo- obat tersebut. Walaupun demikian, pada prakteknya hal ter-
lekul obat baru ditemukan. Dewasa ini, kecepatan penemuan sebut tidak mungkin dilakukan karena adanya pertimbangan
obat baru mulai menurun, sebagian disebabkan karena sudah praktis dan aspek etis seperti :
cukup banyak tersedia obat yang efektif untuk berbagai pe-
1) Uji klinik memerlukan populasi penderita yang ekstensif
nyakit. Masa paten yang sudah daluwarsa dari berbagai macam dengan jenis dan keparahanpenyakit yang seragam
obat seringkali menyebabkan munculnya bermacam-macam
2) Uji klinik pelaksanaannya kompleks dan mahal
produk obat yang mengandung zat aktif yang ekivalen.
3) Teknik pengukuran yang obyektif sulit ditemukan dan
Sementara itu masyarakat mengharapkan obat bermutu
seringkali tidak sensitif terhadap berbagai kondisi penyakit
dengan harga yang terjangkau, dan banyak industri obat mem-
Cara pendekatan yang terbaik untuk memperkirakan efek
promosikan penulisan resep obat dalam nama generik sebagai
klinik suatu obat adalah dengan pengukuran kadar obat dalam
salah satu usaha untuk meningkatkan kompetisi harga obat
di antara industri obat. darah, karena ada hubungan yang erat antara kadar obat dalam
darah dengan efek klinik obat tersebut. Tetapi dalam hal ini
Situasi ini menempatkan apoteker di tengah-tengah dua sisi
juga ditemukan beberapa kelemahan seperti :
yang ekstrim. Di sisi pertama apoteker dituntut untuk menu-
runkan biaya pemeliharaan kesehatan melalui penurunan harga 1) Uji kadar obat dalam darah biayanya mahal, memerlukan
obat, tetapi di sisi lain apoteker bertanggung jawab terhadap peralatan analitis yang canggih, tenaga ahli yang terampil,
kualitas obat yang baik. Apoteker bertanggung jawab dalam dan sejumlah sukarelawan sehat. Dengan demikian kelayakan
untuk melakukan uji bioavailabilitas dari setiap batch produk
seleksi obat, dan dalam banyak hal peranannya semakin besar
obat patut dipertanyakan.
dalam pemilihan produk obat yang bermutu tinggi.
2) Konsep bioavailabilitas berpijak pada asumsi bahwa para-
Dalam pemikiran para dokter seringkali timbul beberapa
meter biologis suatu obat (kadar obat dalam darah dan jaring-
pertanyaan :
an, ekskresi obat dalam urin atau pengukuran produk meta-
1) Apakah ada perbedaan klinik yang bermakna di antara
bolit) secara langsung berkaitan dengan efek klinik obat. Se-
produk obat komersial yang mengandung jenis dan jumlah
mentara asumsi ini mungkin saja absah, tetapi sulit untuk
zat aktif yang sama ?
memperkirakan ketepatan korelasinya. Misalnya, jika dua
2) Bagaimanakah sifat perbedaan-perbedaan tersebut ?
produk menunjukkan perbedaan bioavailabilitas sebesar 20%,
3) Faktor apa sajakah yang menyebabkan perbedaan terse-
apakah perbedaan ini secara klinik bermakna ?
but ?
Sementara saat ini tidak mungkin untuk melakukan uji ka-
4) Bagaimanakah perbedaan tersebut dapat diukur dan di- dar obat dalam darah untuk setiap batch produk obat, industri
evaluasi ? obat dapat menggunakan uji bioavailabilitas untuk menentu-
5) Kriteria apa yang digunakan apoteker untuk memilih obat kan bahwa produk obatnya dengan formulasi dan proses pro-
yang ditulisnya dalam resep ?
Untuk dapat menjawab pertanyaan yang kelihatannya se- aktivitas enzim yang berbeda. Tentu saja hal ini dapat menye-
derhana ini, ada sejumlah parameter yang harus diperhatikan. babkan adanya efek obat yang jauh menyimpang dari yang
Pada prinsipnya setiap orang harus menyadari bahwa tidak ada diharapkan. Setelah pemberian beberapa obat seperti sulfa-
"tubuh standar", tiap organisme akan memberikan pengaruh sulfa, nitrofurantoin, primaquin, maka pada sekitar 10% orang
yang tidak sama terhadap suatu obat. Di samping perbedaan negro dan sebagian penduduk sekitar Laut Tengah (Iran,
genetik, juga harus disadari bahwa individu yang sakit tidak Junani, Sardinia) timbul anemia hemolitik yang parah. Ter-
sama reaksinya terhadap obat dibandingkan individu yang nyata ini disebabkan kurangnya enzim glukose-6-fosfat de-
sehat dan normal. Belum lagi pengaruh lain,misalnya interaksi hidrogenase yang berperan pada biotransformasi senyawa-
dengan obat lain, makanan, lingkungan hidup sehari-hari yang senyawa tersebut. Gangguan pada enzim glukuronil transferase
kesemuanya ini dapat mempengaruhi absorpsi, distribusi, misalnya menyebabkan hiperbilirubinemia di samping tentu-
biotransformasi maupun ekskresi obat. Jika kita perhatikan nya juga akan menghambat ekskresi senyawa seperti paraseta-
hal-hal tersebut, kebiasaan memberikan obat sehari 3 kali mol yang juga membutuhkan enzim ini. Polimorfisme genetik
akan berkurang, apalagi kalau kronofarmakologi ikut diper- ini juga terjadi untuk senyawa lain misalnya INH (asetilasi),
timbangkan. suksametonium (hidrolisis) dan lain-lain.
Better Savety of Drugs and Pharmaceutical Products. Elsevier 6.Suryawati S & Santoso B. Penurunan kecepatan eliminasi renal
Biomedical Press, 1980: 117–42. salisilat karena pra perlakuan propranolol. In press: Majalah Farma-
2.Ritschel WA. Handbook of Basic Pharmacokinetics, first edition, kologi & Terapi Indonesia, 1985b.
Hamilton: Drug Intelligence Publication Inc, 1976 : 143–59. 7.Rane A & Wilson JT. Clinical pharmacokinetics in infants and
3.Rowland M & Tozer TN. Clinical Pharmacokinetics: concepts and children. Clin Pharmacokin, 1976; 1 : 2–24.
applications, Philadelphia: Lea & Febiger, 1980 : 48–64. 8.Crooke J, O'Malley K & Stevenson IH. Pharmacokinetics in the
4.Brun C, Hilden T & Raaschou F. The significance of the difference elderly. Clin Pharmacokin, 1976; 1 : 280–96.
in systemic arterial and venous blood concentrations in renal 9.Beckett AH & Rowland M. Urinal)) excretion kinetics of methyl-
clearance methods. J Clin Invest, 1949 : 144–52. amphetamine in man. Nature, 1965; 206 : 1260–1.
5.Tucker GT. Measurement of the renal clearance of drugs. Br J Clin 10.Suryawati S & Santoso B. Pengaruh dosis terhadap eliminasi renal
Pharmac, 1981; 12 : 761–70. salisilat, sulfadiazin dan sulfametazin. Akan dipublikasi, 1985a.
2. VF Smolen. Quantitative determinations of drug bioavailability 5. J Lindenbaum, MH Mellow, MO Blackstone, VP Butler Jr. Variation
and biokinetic behavior from pharmacological - data for ophthalmic in biologic availability of digoxin from four preparations, New Engl
and oral administrations of a mydriatic drug, J Pharm Sci 1971; J Med 1971; 285 – 1344 – 47.
60;354 – 365. 6. Blair DC, Barnes RW, Wildner EL, Murray WJ. Biological availability
3. VF Smolen, WA Weigand . Drug bioavailability and pharmacokinetic of oxytetracycline hydrochloride capsules. A comparison of all
analysis from pharmacological data, J. Pharmacokin Biopharm manufacturing sources supplying the United States market, JAMA
1973;1: 329 -- 335. 1971; 215 : 251 – 254.
4. RL Wolen, A Rubin BE Rodda, AS Ridolfo, CM Gruber Jr. Pro- 7. WH Hauck, S Anderson. A New Statistical procedure for testing
blems associated with bioavailability and dosage regimen studies in equivalence in two - group comparative bioavailability trials. J
man, J Pharmacokin Biopharm. 1974; 2 : 365 – 377. Pharmacokin Biopharm. 1984;12 : 83 – 117.
Kualitas suatu protein bahan makanan ditentukan oleh pola Dengan cara kimia ini tidak diperhitungkan besarnya daya
asam aminonya, serta jumlah masing - masing asam amino cerna (digestibility) protein, dan pula apakah asam amino ber-
esensialnya. Asamamino esensial, yaitu asamamino yang tidak ada dalam bentuk yang dapat dipakai tubulr (bio-availability).
dapat disintesis oleh tubuh kita sendiri, dan dengan demikian Juga perlu perhatian bahwa pola asam amino suatu protein
harus diperoleh dari makanan sehari-hari adalah : valin, leusin, akan berubah dari keadaan semula, sesudah mengalami pe-
iso-leusin, lisin, triptofan, metionin, fenilalanin, threonin. nyerapan dan pemecahan (absorpsi dan pencernaan).
Asam amino non-esensial juga diperlukan oleh tubuh, te-
CARA BIOLOGIK
tapi karma dapat disintesis oleh tubuh sendiri, jadi tak mutlak
harus ada dalam makanan sehari-hari. Kualitas suatu protein Binatang percobaan untuk keperluan ini, yang umum di-
nrakanan akan semakin tinggi, bola pola asam aminonya se- pakai adalah tikus putih (albino rats), tetapi dapat dipakai
makin menyamai pola asam amino protein tubulr kita. Kualitas juga binatang lain, misalnya ayam. Tikus putih dipakai karena
suatu protein dapat ditentukan dengan beberapa cara, misal- tikus putih seperti juga manusia, adalah omnivor, dan telah
nya cara Knnia dan cara Biologik. terbukti bahwa kebutuhan akan asarn amino esensialnya me-
nyamai kebutuhan manusia, khususnya anak-anak. Di samping
CARA KIMIA itu pemeliharaannya relatif murah, misalnya makanan dan
kandang, pula dapat berkembang biak dengan pesat. Tikus
Penentuan Chemical Score atau Amino Acid Score dengan
laboratorium dalam keadaan sehat dapat hidup 2 - 3 tahun.
menggunakan kadar asam amino (esensial) dapat memberikan
perkiraan tentang kualitas protein, tapi tidak tentang bio- Satu minggu umur tikus putih ekivalen dengan 30 minggu
umur manusia, sehingga pengaruh zat gizi terhadap pertum-
availability asam-aminonya.
Dengan cara ini, sesudah kadar masing-masing asam-amino buhan dapat dipelajari dengan cepat pada tikus putih.
esensial-nya ditentukan, kadar ini dibandingkan dengan yang Untuk penelitian ilmiah harus dipakai tikus putih dari
tertera pada suatu reference protein. Sebagai Reference pro- inbred strain, dengan syarat tertentu mengenai usia, kelamin
tein sekarang dipakai whole hen's egg protein atau Cow's dan berat badan. Juga harus memenuhi syarat defined labo-
milk protein1 . Sebelumnya digunakan Provisional Amino Acid ratory animal. Artinya apabila genotype, phenotype dan
Pattern (PAAP) dari FAO/WHO. PAAP adalah suatu "pro- dramatype-nya telah konstan.
tein" hepotetis yang mempunyai nilai biologik yang tinggi Syarat-syarat ini perlu diperhatikan, karena hasil yang
dan pola asam amino yang spesifik2. First limiting amino diperoleh harus dapat dibandingkan dengan hasil lain dari
acid adalah asam amino esensial yang juinlahnya terkecil penentuan sendiri (reproducibility). Juga untuk dapat di-
dibanding dengan jumlah asam amino yang sama yang ada bandingkan dengan hasil peneliti lain yang menggunakan
pada suatu reference protein. First limiting amino acid ini tikus-tikus putih yang sama. Tikus putih yang memcnuhi
dapat dipakai untuk menghitung chemical score 3 atau amino syarat ini (defined) tcrsedia di Unit Penelitian Gizi Dipone-
acid score 4 yang merupakan suatu ramalan ilmiah mengenai goro dari Badan Penclitian dan Pengembangan Kesehatan,
kualitas suatu protein. Asam amino dengan kadar yang kedua Dep Ke, Jakarta.
terkecil dibandingkan dengan yang ada pada reference protein Tikus putih ini sejak tahun 1954 khusus dibiakkan di Unit
dinamakan second limiting amino acid, dan seterusnya. Penelitian Gizi Diponegoro, dan dinamakan Lembaga Makanan
Muda : ???
Umi GANGGUAN KESEIMBANGAN
Seorang pasien datang ke tempat praktek Dokter Ahli saraf
Pasien: "Dok, akhir-akhir ini saya selalu pusing. Kenapa kiranya Dok?"
Dokter: "Apakah anda bekerja?"
Pasien: "Ya, saya bekerja di kota pada sebuah perusahaan swasta, tapi masih harian
Dok!"
Dokter: "Berapa orang yang anda tanggung?"
Pasien: "Tujuh orang Dok, satu istri dan enam orang anak". Sambil mengerutkan da-
hi Dokter mangguk-mangguk.
"Oooooo............begitu, jadi pusing anda ini akibat gangguan keseimbangan".
Pasien terheran-heran : "Tidak Dok, kalau jalan saya tidak pernah sempoyongan".
Dokter: "Ya, memang, yang terganggu keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
A nda".
Pasien: ??????????
dr. IGN Mayun
Lab. Histologi FK
UNUD Denpasar-Bali