You are on page 1of 49

PENDIDIKAN, PEMBINAAN GENERASI MUDA DAN KEBUDAYAAN NASIONAL

B A B XIV PENDIDIKAN, PEMBINAAN GENERASI MUDA DAN KEBUDAYAAN NASIONAL. A. PENDIDIKAN DAN PEMBINAAN GENERASI MUDA. I. Pendahuluan Sebagaimana ditentukan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber Pancasila. Kecuali itu pembangunan pendidikan ditujukan pula untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggungjawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai selama manusia sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945. Dalam rangka pengembangan pendidikan tersebut serta pengembangan ilmu pengetahuan diusahakan penambahan berbagai fasilitas dengan prioritas yang tepat dan disesuaikan dengan kemampuan pembiayaan, baik yang bersumber dari Negara maupun dari masyarakat sendiri. Kebijaksanaan dasar pembangunan di bidang pendidikan dan pembinaan generasi muda selama Repelita II yang telah ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haitian Negara tersebut telah dijabarkan dalam serangkaian kebijaksanaan yang sebagai kebulatan diarahkan pada pemecahan secara mendasar sejumlah masalah pokok yang berkaitan satu sama lain. Masalah-masalah tersebut menyangkut baik bidang pendidikan dan pembinaan generasi muda itu sendiri maupun berbagai masalah di bidang-bidang pembangunan lainnya. Untuk itu dilakukan berbagai kegiatan pembangunan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan pokok sebagai berikut:

865

a. b.

c. d. e. f.

Perpaduan program pendidikan sebagai bagian dari pada pengembangan kebudayaan dengan program kebudayaan nasional dalam konteks pendidikan seumur hidup. Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar untuk menampung laju pertambahan kelompok-kelompok usia anak didik dan lulusan yang mencari tempat di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Pemeliharaan dan peningkatan mutu pendidikan pada semua ting- kat dan jenis pendidikan. Pengembangan sistem pendidikan yang lebih serasi (relevan) dengan pembangunan. Pemantapan pendidikan di luar sistem sekolah (pendidikan nonformal) dan usaha-usaha pembinaan generasi muda.

Pengembangan efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan sehingga dapat diandalkan untuk melaksanakan pembaharuan pendidikan. a. Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.

Usaha perluasan dan pemerataan kesempatan belajar, merupakan suatu penerapan azas keadilan sosial di bidang pendidikan. Hal ini dilakukan terutama untuk SD dalam rangka memungkinkan tertampungnya 85% dari anak usia kelompok 712 tahun pada akhir Repelita II. Usaha-usaha ini dilakukan dengan mengadakan pembangunan gedung-gedung Sekolah Dasar baru dan penambahan ruang-ruang kelas pada SD yang sudah ada, di samping perbaikan kembali gedung sekolah yang ada (Sekolah Dasar. Negeri dan Swasta serta Madrasah Ibtidaiyah Swasta). Kegiatan serupa dilakukan pula pada sekolahsekolah lanjutan terutama pada SMP, SMA dan SPG. Dalam pada itu beberapa unsur penunjang penting dalam usaha memperluas kesempatan belajar antara lain berupa pembebasan dan penggantian Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) untuk Sekolah Dasar, penyediaan beasiswa, dharmasiswa dan tunjangan ikatan dinas untuk sejumlah pelajar dan mahasiswa, terutama yang berasal dari keluarga yang kedudukan sosial-ekonominya lemah. Usaha perluasan kesempatan belajar di luar sekolah telah lebih dimantapkan terutama dengan mengembangkan bahan-bahan pengetahuan praktis di samping

866

meningkatkan efisiensi dari berbagai jenis kursus ketrampilan dasar serta kegiatan lainnya seperti KEJAR ( "bekerja sambil belajar ") dan PAMONG (Pendidikan Anak Oleh Masyarakat, Orang Tua dan Guru). b. Peningkatan mutu pendidikan

Usaha meningkatkan mutu pendidikan dilaksanakan dengan kurikulum baru yang lebih menjamin mutu pendidikan, penataran tenaga guru, penyediaan buku-buku pelajaran pokok dan buku perpustakaan, penyediaan peralatan laboratorium (untuk SMP dan SMA) serta peralatan kerja praktek untuk STM. Perintisan pembaharuan pendidikan melalui sekolah pembangunan pada 8 IKIP dilanjutkan dengan pemantapan "modul". Di samping itu teknologi komunikasi pendidikan telah dimanfaatkan dalam bentuk penggunaan siaran radio pendidikan untuk penataran guru-guru SD. Mengenai peningkatan mutu pendidikan tinggi diusahakan antara lain melalui program doktor, berbagai bentuk penataran peningkatan kemampuan penelitian dan penyediaan sarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium dan sebagainya. Begitupun halnya dengan konsolidasi dan integrasi program-program penyediaan guru untuk semua jenis dan tingkatan pendidikan. c. Pembinaan relevansi pendidikan

Sesuai dengan GBHN maka sistem pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pembangunan. Hal ini berarti bahwa sistem pendidikan tersebut lebih dikaitkan dengan kebijaksanaan pengembangan kesempatan kerja termasuk prakarsa lapangan kerja oleh para lulusan sendiri. Dalam rangka ini pendidikan kejuruan dan teknik sangat penting dalam menghasilkan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pembangunan. Demikian pula pendidikan tinggi mulai lebih banyak memberikan perhatian pada berbagai tingkat dan keahlian yang tidak mensyaratkan gelar sarjana (sub profesional). Kuliah Kerja Nyata (KKN) dimaksudkan pula sebagai kegiatan yang bermanfaat untuk menunjang relevansi pendidikan dengan pembangunan dan perkembangan masyarakat.

867

d. Pemantapan pendidikan di luar sekolah dan pembinaan generasi muda Pendidikan di luar sekolah erat hubungannya dengan pembinaan generasi muda karena memberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar kepada anak didik yang kurang dapat memanfaatkan pendidikan sekolah. Kegiatan ini dilakukan atas dasar "bekerja dan belajar untuk menambah penghasilan ". Pendidikan di luar sekolah juga ditujukan untuk memelihara aksarawan dan menghasilkan aksarawan gaya baru, dalam arti bebas dari sekaligus tiga "buta" yaitu buta aksara latin dan angka, buta bahasa Indonesia dan buta pendidikan dasar. Dalam pada itu juga dikembangkan kehidupan berorganisasi di kalangan generasi muda baik di lingkungan sekolah dan kampus mau-pun di kalangan masyarakat luas termasuk kepramukaan dan organisasi kepemudaan lainnya. Di samping itu juga diberikan kesempatan untuk memanfaatkan waktu secara produktif dalam rangka mempersiapkan diri untuk tanggung jawab yang lebih besar di masa mendatang, sekaligus meningkatkan partisipasi generasi muda dalam proses pembangunan. Untuk ini diusahakan fasilitas latihan ketrampilan, latihan kepemimpinan, latihan olahraga dan rekreasi lainnya serta berbagai kesempatan pengabdian kepada masyarakat. e. Peningkatan fasilitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan Selama Repelita II sistem pengelolaan pendidikan telah makin dimantapkan. Hal ini dimungkinkan berhubung telah ditetapkannya susunan organisasi, perincian tugas dan tata cara kerja segenap kesatuan pelaksanaan pendidikan, baik di pusat maupun di daerah. Demikian pula telah dipertegas tanggung jawab fungsional di bidang pendidikan dan ditingkatkan pengawasan (supervisi) kegiatan pendidikan baik dalam arti teknis maupun yang menyangkut administrasi keuangan. 2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Rangkaian kebijaksanaan pembangunan di bidang pendidikan tersebut telah dituangkan dalam berbagai program nyata yang hasil-

868

hasil pelaksanaannya selama masa Repelita II adalah sebagai berikut: a. Pembinaan Pendidikan Dasar Pada dasarnya program ini meliputi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan dan pengembangan Sekolah Dasar, Taman Kanak-kanak dan Sekolah Luar Biasa, yang meliputi usaha : (1) perluasan dan pemerataan kesempatan belajar; (2) peningkatan jumlah dan mutu guru; (3) penyempurnaan dan pengadaan sarana pendidikan lainnya. Banyak kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan untuk memperluas kesempatan belajar. Kegiatan tersebut mencakup pembangunan gedung Baru SD dan penambahan ruang kelas yang dilengkapi dengan pengangkatan guru dan tenaga lainnya yang diperlukan. Sedangkan untuk meningkatkan mutu pendidikan dilakukan penataran bagi guru-guru SD, kepala sekolah, penilik SD dan tenaga teknis lainnya, pemantapan pelaksanaan kurikulum tahun 1975 dan 1976, di samping pengadaan buku pelajaran dan buku bacaan/perpustakaan, pengadaan alat peraga Serta peningkatan kegiatan pengawasan (supervisi oleh para penilik sekolah). Sejak tahun ajaran 1973/74 sampai menjelang Repelita III, jumlah murid SD bertambah sekitar 6,0 juta orang, yaitu dari 13,1 juta pada tahun 1973/74 menjadi 19,1 juta pada tahun 1978/79, berarti mengalami kenaikan 46% selama Repelita II. Sebagai perbandingan, jumlah murid SD pada tahun 1968, sekitar 12,3 juta sehingga kenaikan selama Repelita I adalah 800 ribu murid atau 63% saja (Tabel XIV 1). Karena perpanjangan tahun ajaran 1978/79 untuk tahun ajaran 1979/80 penambahan murid diperkirakan akan lebih banyak dari pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu sekitar 2 juta orang. Dengan demikian pada awal Repelita III (tahun ajaran 1979/80) jumlah murid SD diperkirakan mencapai 21,2 juta termasuk di dalamnya 17,9 juta murid yang berumur 7 - 12 tahun atau 82,1% dari seluruh anak kelompok usia 7 - 12 tahun yang berjumlah 21,8 juta

869

pada tahun 1979. Di samping itu pada tahun 1979 terdapat pula se kitar 3,0 juta murid Madrasah Ibtidaiyah termasuk didalamnya sekitar 2,53 juta murid berusia 7 - 12 tahun atau sekitar 11,6% dari seluruh anak kelompok usia 7 - 12 tahun. Dengan demikian pada awal Repelita III (tahun ajaran 1979/80) diperkirakan 93,7% dari kelompok usia 7 - 12 tahun sudah mendapat kesempatan belajar di pendidikan dasar (SD dan MI). Sebagai perbandingan, pada tahun 1973/74 kelompok usia 7 - 12 tahun yang bersekolah pada SD dan MI adalah 65,5%, yaitu 54,2% pada SD dan 11,3% pada MI (Tabel XIV - 2). Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada Sekolah Dasar dilakukan melalui serangkaian Instruksi Presiden tentang Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar (,,Inpres SD") yang telah dimulai menjelang akhir Repelita I (Triwulan IV 1973/74). Sebagai hasil pelaksanaannya selama Repelita II telah dibangun 31 ribu buah gedung SD baru dengan masing-masing 6 ruang kelas dan satu ruang guru, di samping penambahan 15 ribu ruang kelas baru pada SD yang sudah ada Serta rehabilitasi sebanyak 56.000 gedung sekolah, yaitu 33.600 SD Negeri, 7.340 SD Swasta dan 15.060 Madrasah Ibtidaiyah Swasta (Tabel XIV-3). Hal ini berarti bahwa sebagai hasil pelaksanaan Repelita II telah tersedia tambahan tempat belajar pada SD bagi Negeri untuk sekitar 8,0 juta murid baru. Hasil usaha tersebut adalah sepadan dengan perkembangan jumlah murid SD sejak 1973/74 sampai dengan awal Repelita III (tahun ajaran 1979/80), yaitu yang menunjukkan pertambahan murid sekitar 8,1 juta. Untuk memenuhi keperluan tambahan guru dan tenaga lainnya dengan adanya pembangunan gedung-gedung SD tersebut di atas, sejak tahun 1974/75 sampai dengan 1978/79 telah dilaksanakan pengangkatan 263 ribu guru dan tenaga lainnya pada SD, yaitu 197 ribu guru kelas, 6.150 kepala sekolah, 31 ribu guru agama dan 28.850 penjaga sekolah. Dalam rangka pemanfaatan buku pelajaran pokok baru yang telah dibekukan, selama Repelita II telah ditatar sekitar 634 ribu guru kelas rata-rata dua kali sesuai dengan bidang-bidang studinya masingmasing, selain penataran untuk sekitar 34 ribu pembina SD. Kegiatan penataran tersebut telah sangat meningkat selama Repelita II diban-

870

dingkan dengan jumlah 11,7 ribu guru SD yang ditatar selama Repelita 1. Jumlah buku pelajaran pokok (Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial) termasuk buku pedoman guru yang telah/sedang dicetak dan dibagikan kepada semua SD (Negeri dan Swasta) selama Repelita Ii berjumlah lebih dari 272,8 juta buku, termasuk 105,8 juta buah pada tahun 1978/79. Sebagai perbandingan, selama Repelita I jumlah buku pelajaran yang telah disediakan adalah sekitar 62,6 juta, sedangkan sebagian besar pengadaannya adalah dalam tahun 1973 yaitu 25,8 juta, termasuk 2,8 juta buah melalui Inpres SD tahun 1973. Untuk lebih meningkatkan mutu pelajaran telah diusahakan pula pengadaan buku bacaan/perpustakaan untuk SD (Negeri dan Swasta). Sejak tahun 1974/75 sampai dengan tahun 1978/79 telah atau sedang disediakan lebih dari 38,8 juta buku bacaan anak-anak/perpustakaan termasuk 8,5 juta buku pada tahun 1978/79. Penyediaan buku bacaan tersebut telah dimulai dalam tahun 1973/74 sebagai suatu kegiatan utama dari Inpres SD, yaitu sebanyak 6,6 juta buku. Dengan demikian maka pada akhir Repelita II semua SD negeri dan swasta (termasuk SD Inpres yang sudah ada kelas IV) memiliki masing-masing 600 judul/buah buku bacaan/perpustakaan. Alat peraga yang telah dibagikan ke sekolah-sekolah dasar selama Repelita II sebanyak 67,1 ribu set yang masing-masing terdiri dari peta dinding Indonesia dan unit alat peraga matematika untuk kelas I. Di samping itu telah pula mulai disediakan dan dibagikan kurang lebih 100 ribu set buku Pendidikan Moral Pancasila (PMP) ke sekolahsekolah dasar di seluruh Indonesia (negeri dan swasta). Selanjutnya dalam rangka memupuk dan meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah disediakan pula naskah/bukubuku agama baik untuk guru maupun untuk murid yang meliputi bukubuku agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Dalam Repelita II telah dicetak sebanyak 70 ribu buku pedoman guru agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha untuk kelas I SD.

871

Untuk meningkatkan mutu Taman Kanak-kanak (TK) telah dilaksanakan pengadaan buku kurikulum TK tahun 1976 sebanyak 15 ribu buah dan buku pedoman guru sebanyak 90 ribu buah. Demikian pula telah dilaksanakan penataran guru dan pembina TK sebanyak 2.394 orang dan penyediaan alat peraga sebanyak 1.761 unit. Selanjutnya telah didirikan sebanyak 5 TK negeri pembina, 3 buah di antaranya akan selesai dibangun dalam tahun 1979/80. Seperti halnya dengan Taman Kanak-kanak, pembinaan Sekolah Luar Biasa (SLB) pertama-tama ditekankan pada usaha pengembangan kurikulum serta penataran guru dan pembina SLB. Selama Repelita II telah disusun sebanyak 210 naskah kurikulum serta pedoman guru dan murid untuk 5 jenis SLB, termasuk 34 naskah dalam tahun 1978/79. Penataran guru dan pembina SLB selama Repelita II berjumlah 1.130 orang, termasuk penataran 631 orang dalam tahun 1978/79. Selanjutnya telah pula disediakan sebanyak 635 set alat peraga untuk 9 SLB Negeri dan 125 SLB Swasta. Di samping itu telah pula direhabilitasi sebanyak 29 gedung SLB Negeri dan Swasta serta dimulai pembangunan 1 (satu) buah SLB baru. b. Pembinaan Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama Sesuai dengan garis kebijaksanaan Repelita II, pengembangan pendidikan pada sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) diarahkan pertama-tama untuk meningkatkan mutu Sekolah Menengah Pertama (SMP) disertai dengan perluasan kesempatan belajar bagi lulusan SD. Dalam rangka pengembangan SMP ini maka sebagian besar sekolahsekolah kejuruan/teknik tingkat pertama secara berangsur-angsur akan diintegrasikan menjadi SMP. Selama Repelita II jumlah murid SLTP telah meningkat dari 1.536 ribu pada tahun ajaran 1973/74 (termasuk di dalamnya 1.207 ribu di SMP) menjadi 2.674 ribu (termasuk 2.271 ribu murid SMP) pada tahun 1978/79. Hal ini berarti pertambahan sejumlah 1.138 ribu murid atau 74% untuk SLTP secara keseluruhan selama Repelita II. Pada SMP saja kenaikannya adalah sebanyak 1.064 ribu atau 88%

872

(Tabel XIV 1). Pada tahun ajaran 1979/80 sebagai tahun awal Repelita III jumlah murid SLTP diperkirakan mencapai 2.897 ribu (2.744 ribu di antaranya di SMP). Perkembangan jumlah-jumlah murid SLTP ini sesuai dengan meningkatnya lulusan SD dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah maupun proporsinya yang melanjutkan ke SLTP terutama ke SMP. Pada akhir tahun ajaran 1973/74 jumlah lulusan SD adalah 1.139 ribu dan yang melanjutkan pendidikan ke SLTP pada tahun ajaran berikutnya 58,4% atau 665 ribu, termasuk di dalamnya 45,3% atau 301 ribu ke SMP. Sedangkan pada akhir tahun ajaran 1977/78 jumlah lulusan SD mencapai 1.453 ribu dengan angka melanjutkan ke SLTP sebesar 70,5% atau 1.024 ribu lulusan SD, di antaranya 60,2% atau 875 ribu ke SMP. Untuk tahun ajaran 1978/79 jumlah lulusan SD diperkirakan 1.546 ribu dan yang memasuki SLTP pada awal Repelita III (tahun ajaran 1979/80) adalah sekitar 71,1% atau 1.099 ribu, di antaranya sekitar 67,5% atau 1.044 ribu lulusan SD melanjutkan ke SMP. Perluasan daya tampung pada SLTP, khususnya SMP, antara lain diusahakan melalui pembangunan 352 gedung baru SMP (dengan ratarata 10 ruang kelas) dan penambahan 4.450 ruang kelas baru pada SMP yang sudah ada, sehingga keseluruhannya ekivalen dengan pembangunan baize 797 gedung sekolah. Gedung sekolah dan ruang kelas baru yang dibangun diusahakan agar supaya sejauh mungkin dimanfaatkan dengan penjadwalan ganda sehingga diharapkan dapat memperluas daya tampung dengan sekitar 637,6 ribu tempat belajar pada SMP Negeri. Sejalan dengan peningkatan daya tampung pada SMP maka selama Repelita 11 jumlah guru SMP telah naik dari 47,6 ribu tenaga pada tahun 1973 menjadi 68,3 ribu pada tahun 1978 yang berarti kenaikan dengan 20,7 ribu guru. Sebagian besar dari guru baru ini adalah hasil PGSLP (pendidikan khusus selama satu tahun setelah SMA) dan yang sejak tahun 1976/1977 telah menghasilkan 15,8 ribu lulusan. Dalam pada itu, usaha peningkatan mutu SMP telah diusahakan antara lain melalui penyempurnaan kurikulum, penyediaan buku pela873

jaran pokok dan buku perpustakaan, penataran guru, pengadaan ruang laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) lengkap dengan peralatannya, serta penyediaan alat-alat kesenian, olah raga dan ketrampilan. Pada permulaan tahun 1975 telah selesai disusun kurikulum baru (kurikulum 1975) untuk 11 bidang studi yang secara bertahap telah dilaksanakan sejak tahun 1976. Kurikulum baru tersebut sifatnya lebih berorientasi kepada tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan, dalam arti lebih bermutu dan relevan dengan tuntutan pembangunan. Dalam rangka pelaksanaan kurikulum baru telah pula dirintis dan dicobakan secara terbatas suatu metode belajar mengajar dengan menggunakan "modul" sebagai satuan-satuan terkecil dari berbagai bidang studi yang dapat diselesaikan oleh murid sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing, sedang-kan guru lebih banyak berperan sebagai pengarah dan pendamping belajar. Sesuai dengan rencana semula maka selama 2 tahun pertama Repelita II semua gedung SMP negeri telah mengalami rehabilitasi sekaligus dengan diberikan tambahan ruangan praktek atau laboratorium IPA lengkap beserta peralatannya. Dengan demikian maka 1.754 buah SMP Negeri, termasuk 1.417 buah yang sudah ada pada awal Repelita II, telah memiliki ruang dan peralatan laboratorium praktek IPA, di samping 26 SMP Swasta yang telah pula diberi bantuan peralatan laboratorium, dan 9 Balai Penataran Guru (BPG). Penataran Guru dan tenaga pendidikan lainnya selama Repelita II telah menjangkau sejumlah 10,6 ribu guru dalam berbagai bidang studi/mata pelajaran, serta 1,5 ribu kepala sekolah dalam pengelola-an pelaksanaan kurikulum 1975. Untuk menunjang kegiatan pena-taran ini telah dibangun 9 BPG (3 BPG Nasional dan 6 BPG Regional). Sedangkan dalam rangka pemerataan tenaga guru telah dipindahkan sejumlah 1.866 guru. Penyediaan buku mata pelajaran yang telah/sedang dilaksanakan selama Repelita II mencapai 40 juta buku pelajaran (Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris), dan 425 ribu buku

874

pegangan guru. Selanjutnya telah disediakan 3,6 juta buku perpustakaan bacaan remaja juga untuk SMA, di samping sekitar 2 juta buku ketrampilan. Sarana pendidikan lainnya ialah alat-alat kesenian dan olah raga yang rata-rata telah dibagikan dua kali untuk semua SMP dan alat ketrampilan yang minimal telah disediakan sekali untuk masingmasing SMP. Akhirnya, pengintegrasian bertahap sebagian besar SLTP Kejuruan/teknik menjadi SMP telah dimulai pada tahun 1977, dengan cara tidak lagi menerima murid kelas E. Dengan demikian pada awal tahun 1979 telah diintegrasikan sejumlah 752 SLTP Kejuruan/ Teknik menjadi SMP. c. Pembinaan Pendidikan Lanjutan Tingkat Atas Dalam Repelita II pengarahan pembinaan sekolah-sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) ditujukan terutama kepada peningkatan mutu pendidikannya di samping (1) meningkatkan daya tampung SMA; (2) meningkatkan SLTA Kejuruan/Teknik sesuai dengan kebutuhan pembangunan akan tenaga terampil yang bermutu dan (3) meningkatkan daya tampung SPG sesuai dengan keperluan penyediaan guru SD. Keseluruhan jumlah murid SLTA yang pada tahun 1973/74 berjumlah 686 ribu telah meningkat menjadi 1.290 ribu pada tahun ajaran 1978/79, yang berarti kenaikan sebanyak 604 ribu atau 88% (Tabel XIV 1). Pada tahun 1973/74 tersebut keseluruhan murid SLTA yang berjumlah 686 ribu itu terdiri atas 303 ribu murid SMA, murid SLTA Kejuruan/Teknik 302 ribu dan murid SPG/SGO 81 ribu. Pada tahun ajaran 1978/79 murid SLTA yang mencapai jumlah 1.290 ribu itu terbagi atas 604 ribu di SMA, di SLTA Kejuruan/Teknik 474 ribu dan di SPG/SGO 212 ribu. Dengan perkataan lain, kenaikan sebanyak 604 ribu murid SLTA selama lima tahun Repelita II adalah kenaikan untuk SMA 301 ribu atau 99%, pada SLTA Kejuruan/Teknik 172 ribu atau 57% dan di SPG/SGO sebanyak 131 ribu atau 162%.

875

Kenaikan-kenaikan dalam jumlah murid SLTA pada umumnya berkaitan dengan makin meningkatnya jumlah lulusan SLTP dari tahun ke tahun dan yang sekaligus pula karena perluasan daya tampung SLTA dalam arti persentase lulusan SLTP yang melanjutkan pendidikannya ke SLTA. Jumlah lulusan SLTP pada akhir tahun ajaran 1973/74 sebanyak 363 ribu dan yang dapat ditampung pada awal tahun ajaran 1974/75 berikutnya di SLTA adalah 74,1% atau 269 ribu, khususnya 31,9% di SMA, 34,2% di SLTA Kejuruan/Teknik dan 8,0% di SPG/SGO. Pada tahun 1977/78 jumlah lulusan SLTP mencapai 618 ribu dan yang ditampung di SLTA pada tahun 1978/79 adalah 82,5% atau 510 ribu lulusan SLTP, dalam arti 40,7% di SMA, di SLTA Kejuruan/Teknik 28,8% dan 13,0% di SPG/SGO. Sedangkan lulusan SLTP tahun 1978/79 yang diperkirakan berjumlah 627 ribu, sekitar 91,9% diperkirakan dapat ditampung di SLTA, khususnya 48,8% di SMA, di SLTA Kejuruan/Teknik 29,4% dan 13,0% di SPG/SGO. Dari angka-angka tersebut di atas nampak pula bahwa perbandingan jumlah-jumlah murid pada SMA, SLTA Kejuruan/Teknik dan SPG/SGO mengalami perubahan, yaitu kalau pada tahun terakhir Repelita I (1973/74) perbandingan jumlah murid SLTA adalah 44% di SMA, di SLTA Kejuruan/Teknik 44% dan di SPG/SGO 12%, maka pada akhir Repelita II (1978/79) perbandingannya menjadi 47% di SMA, 37% di SLTA Kejuruan/Teknik dan 16% di SPG/SGO. (1) Pembinaan Sekolah Menengah Atas (SMA) Sebagaimana halnya dengan pembinaan SMP, perluasan daya tampung SMA dilakukan melalui pembangunan gedung sekolah baru dan penambahan ruang kelas pada sekolah yang sudah ada. Selama Repelita II telah dibangun 86 gedung bare SMA (dengan masing-masing 15 ruang kelas) dan 998 ruang kelas bare sebagai tambahan, sehingga keseluruhannya ekivalen dengan 152 gedung SMA yang dengan penjadwalan ganda dapat memberikan tambahan kesempatan belajar untuk sekitar 183 ribu murid. Di samping itu keseluruhan 426 gedung SMA yang ada pada awal Repelita II telah mengalami rehabilitasi.

876

Sesuai dengan penambahan fasilitas belajar telah dapat diusahakan tambahan guru baru sebanyak 5,5 ribu sehingga jumlah guru telah meningkat dari 12,9 ribu pada tahun 1973 menjadi 18,4 ribu pada tahun 1978. Dalam rangka memenuhi kebutuhan guru, PGSLA sebagai bentuk pendidikan khusus untuk Sarjana Muda menjadi guru SMA telah menghasilkan sejumlah 2,9 ribu lulusan sejak didirikan dalam tahun 1977/1978. Dalam rangka peningkatan mutu, kurikulum 1975 yang meliputi 12 bidang studi telah diterapkan secara bertahap sejak tahun 1976. Selanjutnya, pengadaan ruang-ruang laboratorium IPA beserta peralatannya telah dilakukan pada 491 SMA termasuk 8 Proyek Perintis (PPSP), di samping bantuan peralatan untuk 32 SMA swasta. Buku pelajaran pokok yang telah/sedang disediakan untuk SMA adalah sekitar 12,0 juta. Sedangkan guru dan tenaga kependidikan lainnya yang telah ditatar meliputi 6,4 ribu guru termasuk 590 kepala sekolah, 481 instruktur guru SLU (SMP dan SMA) dan 356 pembina SLU. Dalam rangka pemerataan tenaga telah dipindahkan 156 guru SMA. Selanjutnya, semua SMA telah mendapat alat-alat kesenian dan olah raga dan sebagian di antaranya juga telah mendapat alat-alat ketrampilan. (2) Pembinaan Sekolah-sekolah Kejuruan/Teknik Jenis pendidikan ini sangat penting peranannya di dalam menghasilkan tenaga kerja trampil tingkat Menengah di berbagai bidang pembangunan. Khususnya untuk pembinaan pendidikan teknologi maka pengembangan 8 proyek perintis STM (4 tahun) diteruskan. Begitupun halnya dengan 9 Pusat Latihan Pendidikan Teknik (PLPT) yang masing-masing menunjang 3-4 buah STM sekitarnya untuk menghasilkan juru teknik dalam jurusan bangunan, mesin konstruksi, otomotif, listrik dan elektronika. Di samping itu pembinaan terus menerus ditingkatkan pula terhadap sejumlah 80 STM lainnya, 8 Sekolah Menengah Teknologi Pertanian (SMPP), 4 STM khusus (Grafika, Perkapalan, Perikanan Laut dan Penerbangan), 6 Sekolah Menengah Teknologi Kerumah-

877

tanggaan (SMTK), 7 Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga (SMKK), 7 Sekolah Menengah Pekerja Sosial (SMPS) dan 12 berbagai Sekolah Menengah Kesenian. Untuk meningkatkan mutu pendidikan teknologi dilakukan pula pembakuan kurikulum, penataran 3,2 ribu guru dan pembina sekolah lainnya serta mengusahakan penyediaan 5 juta buku pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum. Dalam hubungan ini kerjasama dengan sektor industri mulai ditingkatkan. Untuk menghasilkan jumlah guru yang bermutu maka FKIT-IKIP di Padang dan Yogyakarta sedang dikembangkan, demikian pula pusat penataran guru teknologi di Bandung. Dalam rangka menghasilkan tenaga menengah yang terampil dan cakap di bidang ekonomi telah dilakukan pembinaan terhadap 100 SMEA Pembina (4 tahun). Usaha ini ditujukan agar dapat menghasilkan tenaga pengatur tata usaha dan pembukuan. Pembakuan kurikulum dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan SMEA. Demikian pula halnya dengan penataran terhadap 1,2 ribu kejuruan ekonomi khususnya guru praktek SMEA Pembina. Untuk melengkapi bahan pelajaran telah/sedang diusahakan tersedianya 4,7 juta buku pelajaran kejuruan ekonomi. Sebagai pembinaan pendidikan kesenian telah mulai dikembangkan 12 Sekolah-sekolah Kesenian terutama melalui penyusunan naskah/buku pelajaran dan penataran guru, di samping perluasan fasilitas belajar dan menambah peralatan. Buku pelajaran yang telah disediakan bagi berbagai Sekolah Menengah Kesenian, SMTK, SMKK dan SMPS adalah sekitar 900 ribu buah. (3) Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Dalam rangka pembinaan pendidikan guru, khususnya untuk meningkatkan mutu dan sekaligus meningkatkan jumlah lulusan SPG, telah dilakukan rehabilitasi dan perluasan SPG beserta asrama sesuai dengan kebutuhan daerah. Dalam rangka pengembangan terutama 64 SPG, 1 SGPLB dan 12 SGO maka selama lima tahun telah dilaksanakan rehabilitasi, penambahan ruang belajar, perluasan ruang adminis-

878

trasi, perluasan asrama siswa dan pembangunan rumah kepala sekolah serta rumah penjaga sekolah. Selanjutnya telah/sedang diterbitkan sebanyak 3,2 juta buku pelajaran dan telah ditatar sejumlah 2,7 ribu guru dan tenaga teknis lainnya. Usaha penataran telah ditunjang oleh 8 Balai Penataran Guru (BPG) termasuk 1 BPG tertulis. Di samping itu mute pendidikan guru SPG sedang ditingkatkan melalui pusat-pusat sumber belajar pada 10 IKIP dan SFGK yang dilengkapi dengan peralatan audiovisual dan laboratorium. Selanjutnya telah diadakan ruang laboratorium IPA beserta peralatannya bagi 82 SPG, di samping disediakan pula alat pelajaran IPA untuk 50 SPG, alat pelajaran matematika untuk 190 SPG dan pengadaan alat pelajaran IPS untuk 90 SPG, serta alai kesenian, olah raga dan ketrampilan untuk sebanyak 190 SPG dan 42 SGO. Pengadaan ruang perpustakaan dan ruang workshop telah dilakukan untuk 36 SPG, sedangkan pengadaan buku perpustakaan mencapai 239,5 ribu eksemplar, yaitu untuk 204 SPG sebanyak 105 judul dengan masing-masing sekitar 10 eksemplar. d. Pembinaan Pendidikan Tinggi Selma Repelita II telah dilakukan pembangunan baru fasilitas belajar pada 47 Universitas/lnstitut/Sekolah Tinggi Negeri seluas lebih dari 155,8 ribu m 2 ruang kuliah/kantor; 82,1 ribu m 2 ruang laboratorium dan 10,5 ribu m 2 ruang perpustakaan, di samping rehabilitasi lebih dari 43,8 ribu m 2 ruang kuliah/kantor; 13,8 ribu m 2 ruang laboratorium dan 21,1 ribu m 2 ruang perpustakaan. Dengan demikian telah diusahakan perluasan prasarana melalui pembangunan gedung baru seluas 248,4 ribu m2, di samping pemantapan fasilitas yang ada melalui rehabilitasi seluas 78,7 ribu m 2 . Selanjutnya telah dibangun 959 buah rumah staf pengajar. Kecuali itu telah dimulai pembangunan kampus baru untuk beberapa universitas yang sangat memerlukannya. Perluasan fasilitas belajar adalah untuk sejauh mungkin memenuhi kebutuhan meningkatnya mahasiswa yang dapat ditampung pada perguruan tinggi. Pada tahun akademis 1973/74 pada perguruan tinggi

879

negeri terdapat 118,5 ribu mahasiswa (45,1 ribu mahasiswa bidang eksakta; 39,2 ribu bidang non-eksakta dan 34,2 ribu bidang keguruan pendidikan). Jumlah mahasiswa meningkat pada tahun 1978/79 menjadi 190 ribu (68,2 ribu bidang eksakta; 81,8 ribu bidang non-eksakta; 40 ribu bidang keguruan/pendidikan). Sedangkan jumlah mahasiswa perguruan tinggi negeri dan swasta keseluruhannya telah meningkat dari 196 ribu pada tahun 1973/74 menjadi 324 ribu pada tahun 1978/ 79 (Tabel XIV-1). Hal ini berarti bahwa dalam lima tahun terakhir jumlah mahasiswa keseluruhannya telah meningkat dengan 128 ribu atau 65,3%, khususnya 71,5 ribu atau 60,3% kenaikan di perguruan tinggi negeri. Sebagai perbandingan, jumlah mahasiswa pada tahun 1968 adalah 156 ribu termasuk 97,8 ribu pada perguruan tinggi negeri, sehingga kenaikan jumlah mahasiswa selama Repelita I adalah 40 ribu termasuk 20,7 ribu pada perguruan tinggi negeri, atau kenaikan 25,6% untuk keseluruhannya dan 21,2% untuk perguruan tinggi negeri. Dalam rangka meningkatkan mutu, perhatian khusus telah diberikan pada kelengkapan peralatan laboratorium, terutama di bidang teknologi dan ilmu alam, baik untuk keperluan pendidikan mahasiswa maupun untuk tugas penelitian bagi dosen. Di samping itu telah disediakan 107,2 ribu tambahan buku perpustakaan. Selama Repelita II, sebanyak 8,9 ribu staf pengajar telah memperoleh kesempatan mengikuti berbagai penataran/lokakarya untuk berbagai bidang ilmu di dalam negeri. Di samping itu sejumlah 932 dosen sedang mengikuti pendidikan Pasca Sarjana/Doktor, termasuk 478 tenaga akademis yang mendapat kesempatan menjalaninya di luar negeri. Dalam pada itu, 30 orang Doktor dan 50 Magister telah dihasilkan di dalam negeri Serta 24 Doktor (Ph. D) dan 20 M.Sc. telah pula berhasil dicapai di luar negeri. Kuliah Kerja Nyata telah diikuti oleh mahasiswa sebanyak 21,3 ribu orang. Di samping itu telah dapat disediakan 12,4 ribu beasiswa dalam berbagai bidang studi yang relatif langka peminatnya. Selama lima tahun telah dilakukan 2.150 penelitian, di samping telah pula dilaksanakan 18 proyek pengabdian masyarakat.

880

e. Pembinaan Bakat dan Prestasi Melalui program pembinaan bakat dan prestasi beasiswa diberikan kepada siswa SD (kelas V dan VI), SLTP dan SLTA (kelas 1 sampai dengan III) serta mahasiswa (tingkat I sampai dengan V), khususnya siswa dan pelajar yang menunjukkan prestasi tinggi dengan memperhitungkan keadaan sosial-ekonomi orang tua mereka. Beasiswa yang mulai diberikan sejak tahun 1974/75 sebanyak 44,5 ribu, yaitu sekitar 20,6 ribu untuk pelajar SD, 9,2 ribu siswa SLTP dan 9,2 ribu SLTA serta 5,5 ribu untuk mahasiswa. f. Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah

(Pendidikan Non-Formal) Usaha-usaha pendidikan luar sekolah terutama dilaksanakan untuk memelihara aksarawan lama dan menghasilkan aksarawan baru dengan melibatkan segenap warga masyarakat. Usaha tersebut dilakukan dalam bentuk penyediaan bahan-bahan belajar (Paket A) yang di samping mengandung unsur-unsur pendidikan yang esensial juga mengandung bahan penerangan dan penyuluhan mengenai berbagai bidang pembangunan masyarakat. 1) samping itu diberikan kesempatan belajar bagi aksarawan-aksarawan baru untuk mengikuti kursus pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar. Untuk memberikan peranan yang lebih besar kepada kaum wanita dalam pembangunan, disediakan kesempatan peningkatan pengetahuan dan ketrampilannya terutama dalam rangka kesejahteraan keluarga. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan non-formal ini diusahakan melalui kelompok-kelompok belajar dengan menggali sumber-sumber yang terdapat dalam masyarakat sendiri baik yang berupa sumber manusiawi maupun sumber non-manusiawi. Selama Repelita II sejumlah kursus dari berbagai jenis telah melibatkan sekitar 837 ribu peserta, di

antaranya 579,9 ribu yang mengikuti kursus pengetahuan dasar; 120,1 ribu orang yang mengikuti kursus pendidikan kesejahteraan keluarga dan 54,4 ribu orang mengikuti berbagai jenis kursus kejuruan serta 82,5 ribu sebagai pamong kursus pengetahuan dasar/kesejahteraan keluarga. Di samping itu telah ditatar 4,4 ribu tenaga teknis. 881

Selama periode Repelita II ditertibkan sebanyak hampir 7,9 juta buku pelajaran termasuk "Paket A" dan 3,3 juta eksemplar buletin. Di samping itu telah disediakan alat perlengkapan pendidikan berupa paket kebutuhan belajar sebanyak 4,6 ribu set, alat praktek kejuruan 323 set, alat praktek pendidikan kesejahteraan keluarga 325 set dan alat penyuluhan sebanyak 3,7 ribu buah. Latihan talon pembimbing dilaksanakan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang telah berjumlah 153 buah di seluruh Indonesia. g. Pembinaan Generasi Muda Garis-garis Besar Haluan Negara telah menetapkan bahwa usaha pembinaan generasi muda sebagai tunas-tunas bangsa ditujukan agar mereka dapat menjadi generasi yang lebih baik, lebih bertanggungjawab dan lebih mampu mengisi dan membina kemerdekaan bangsa. Pembinaan dilakukan melalui bentuk-bentuk dan cara-cara kegiatan yang dapat diterima oleh generasi muda itu sendiri. Dalam hal ini maka pembinaan itu meliputi gerakan pramuka, lewat berbagai organisasi untuk meningkatkan kegiatan produktif dan kesegaran jasmani yang bersifat kreatif, melalui penyediaan berbagai latihan, bimbingan dan rangsangan untuk melaksanakan sendiri proyek-proyek sederhana dan lewat berbagai kesempatan kerja yang terbuka. Dalam pembinaan organisasi dan aktivitas generasi muda maka selama lima tahun terakhir ini telah dilaksanakan latihan wiraswasta dalam rangka pembentukan unit kerja produktif yang mengikutsertakan 25,2 ribu orang, penataran pembina pemuda/pimpinan organisasi sebanyak 9,7 ribu orang dan pertukaran pemuda antar propinsi sebanyak 380 orang. Bantuan aktivitas Pramuka dalam Repelita II telah dimantapkan untuk membangun 27 buah Gedung Cadika; menyelenggarakan Kursus Mahir II, Pelatih Dasar untuk 1.525 orang; Perpanitera/Raimuna dengan peserta sebanyak 10.000 orang; Musyawarah Nasional untuk 400 orang; Perkemahan Wirakarya untuk 5.000 orang dan Lomba tingkat Penggalang untuk 27 Kwartir Daerah.

882

Bantuan KNPI telah dimanfaatkan untuk mengadakan kegiatankegiatan yang meliputi : lokakarya tentang lembaga studi kewanitaan untuk 85 orang, penataran anggota DPP untuk sebanyak 20 orang, Rapat Kerja Nasional untuk 600 orang; kaderisasi untuk 60 orang; bantuan pendidikan kader Pemuda Tingkat II untuk 11.360 orang; bantuan kader Pemuda Tingkat I untuk 780 orang dan bantuan Kongres Nasional untuk 2.000 orang. h. Pembinaan Olah Raga Pembinaan pendidikan olah raga telah dilakukan antara lain melalui pengintegrasian SMOA ke dalam pendidikan kejuruan menjadi SGO. Demikian juga STO diintegrasikan menjadi Fakultas Keolahragaan pada IKIP. Permasalahan olah raga dilakukan dengan jalan menyelenggarakan pertandingan dan perlombaan olah raga pelajar/POPSI sekolah lanjutan dan umum, pengadaan paket-paket alat olah raga untuk tingkat propinsi dan kabupaten, serta pembinaan prestasi olah raga dengan pemberian bantuan kepada KONI dan PON. Selama periode lima tahun terakhir telah dibangun/direhabilitasi sebanyak 7 STO dan 10 SMOA dan telah ditatar sebanyak 2,4 ribu guru SMOA. Pertandingan pelajar/mahasiswa melibatkan 240 ribu orang selama lima tahun ini, sedangkan olah raga massal diikuti 173,5 ribu orang. Di samping itu telah disediakan perlengkapan pendidikan sebanyak 118 ribu eksemplar. Bantuan kepada KONI telah dimanfaatkan antara lain untuk penataran pelatih olah raga sebanyak 1,8 ribu orang, penyelenggaraan pemusatan persiapan Asian Games VIII dalam 7 cabang olah raga dan penyelenggaraan PON IX dengan 30 cabang olah raga, pengiriman pelatih olah raga sebanyak 41 orang ke luar negeri, pengiriman peserta pertandingan olah raga nasional/internasional dan penyelenggaraan ceramah/workshop/seminar/simposium sebanyak 5 kegiatan. Dalam rangka pembinaan kesegaran jasmani dan rekreasi telah dilakukan penelitian penampilan kemampuan kerja tubuh serta ketram-

883

pilan/ketangkasan olahraga terhadap 12,8 ribu orang murid SD sampai dengan SLTA dan masyarakat umum, penelitian laboratorium mengenai kesegaran jasmani; faal kerja dan kesehatan olah raga terhadap olahragawan/pelajar sebanyak 570 orang; penelitian rekreasi pendidikan terhadap 20,5 ribu pelajar; penelitian tentang kesehatan sekolah dengan mendapat data dari 14,7 ribu orang; dan partisipasi dalam beberapa kongres internasional sebagai cara meningkatkan mutu tenaga teknis/penelitian. i. Pengembangan Sistem Pendidikan Pengembangan sistem pendidikan bertujuan melakukan pembaharuan sistem pendidikan secara menyeluruh ke arah terwujudnya sistem pendidikan nasional yang efektif, efisien dan relevan dengan tujuan pembangunan dan tujuan nasional. Tujuan ini diusahakan pertama-tama dengan membina dan memantapkan sistem informasi bagi pengelolaan dengan jalan pengumpulan-pengumpulan, pengolahan, analisa penyajian dan penyebaran data informasi, statistik dan sebagainya. Informasi ini dipergunakan bagi perencanaan dan pengambilan keputusan lainnya. Sampai saat ini telah dilakukan usaha untuk membina sistem data informasi yang lebih efisien dengan standarisasi laporan, koordinasi pengumpulan data, penggunaan komputer dalam pengolahan dan analisa data serta berbagai penataran dalam data informasi. Usaha kedua adalah dengan jalan melakukan penelitian dan penilaian terhadap sistem pendidikan yang sedang berjalan dengan harapan memperoleh informasi yang dapat dipergunakan untuk perbaikan sistem pendidikan secara menyeluruh. Berbagai penelitian telah dilakukan yang mencakup bidang pendidikan dan kebudayaan. Selama Repelita II telah diselesaikan penelitian dan penilaian sebanyak 75 buah. Penelitian dan penilaian yang dilakukan mencakup antara lain mengenai pendidikan non-formal, kurikulum pendidikan guru, pendidikan guru, pendidikan olah raga, pendidikan kesenian sejarah pendidikan swasta, kesesuaian sistem pendidikan dengan sektor tenaga kerja, biaya pendidikan, pembinaan kebudayaan, survai SD kelas VI, pendidikan agama, kebudayaan, olah raga dan putus sekolah.

884

TABEL XIV 1 JUMLAH MURID DAN MAHASISWA, 1973/74 1979/90 (dalam ribuan)

885

GRAFIK XIV 1 JUMLAH MURID DAN MAHASISWA 1968/69, 1973/74 1979/80

886

887

TABEL XIV PERKEMBANGAN MURID PENDIDIKAN DASAR, 1973/74 1979/80

888

TABEL XIV PEMBINAAN PENDIDIKAN DASAR, 1973/74 1979/80

889

TABEL XIV 4 BUKU PELAJARAN POKOK, 1973/74 1978/79 (dalam ribuan)

890

TABEL XIV 5 PENGADAAN BUKU-BUKU PERPUSTAKAAN DAN MAJALAH 1973/74 1978/79 (Eksemplar)

891

TABEL XIV 6 PENATARAN PERSONIL, 1973/74 1978/79 (orang)

1 ) 2 )

A n g k a - a n g k a A n g k a

d i p e rb a i k i

S e m e n ta ra

892

Penilaian dilakukan antara lain terhadap Proyek Perintis Sekolah Pembangunan, Proyek Paket Buku, STM Pembangunan, Penataran guru IPA SMP, Proyek Pembinaan Pendidikan Dasar, penataran pengawas dan monitoring pelaksanaan kurikulum 1975 untuk SMP dan SMA. Usaha lainnya adalah pengembangan berbagai proyek perintis untuk kemudian dilaksanakan sepenuhnya setelah mengalami percobaan di lapangan dan penyempurnaan selanjutnya. Proyek pengembangan ini mencakup antara lain Proyek Perintis Sekolah Pembangunan di 8 IKIP, perencanaan integral pendidikan daerah di Jawa Timur dan Sumatera Barat, pendidikan luar sekolah dengan mempergunakan simulasi di Malang, proyek Pamong di Solo dan Bali, Sistem Kegiatan Belajar Masyarakat di Ujung Pandang dan Indramayu, pengembangan sistem karir dan prestasi kerja dan jaringan penelitian di Sumatera Barat dan Jawa Timur. Di samping itu dikembangkan Proyek Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan yang bertujuan untuk mengembangkan radio dan televisi sebagai sarana pendidikan. Kecuali itu dilakukan studi pra-investasi untuk pengembangan berbagai komponen pendidikan yang mencakup pendidikan guru, pendidikan luar sekolah, paket buku dan pendidikan tinggi. B. KEBUDAYAAN NASIONAL 1. Pendahuluan Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Tap MPR No. IV/ MPR/78) dinyatakan bahwa peningkatan usaha pembinaan dan pemeliharaan kebudayaan nasional adalah untuk memperkuat kepribadian bangsa, kebanggaan nasional dan kesatuan nasional serta memupuk kebudayaan daerah sebagai unsur penting yang memperkaya dan memberi corak kebudayaan nasional. Di samping itu tradisitradisi dan peninggalan sejarah yang mempunyai nilai-nilai perjuangan, kebanggaan dan kemanfaatan nasional dibina dan dipelihara untuk diwariskan kepada generasi muda. Dalam pada itu usaha pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional tersebut harus sesuai dengan norma-norma Pancasila dan mencegah timbulnya nilai-nilai sosial budaya yang bersifat feodal dan pengaruh kebudayaan asing yang negatif. Diusahakan pula pe-

893

ningkatan kemampuan masyarakat dalam menyerap nilai-nilai dari luar yang positif dan yang diperlukan bagi pembaharuan dalam proses pembangunan dan yang tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa. Dalam Repelita II pengembangan kebudayaan nasional bertujuan untuk memperkuat kepribadian nasional, kebanggaan nasional dan kesatuan nasional. Kesenian nasional perlu terus dikembangkan dan diperkaya oleh generasi muda dan generasi berikutnya dengan hasil karya dan ciptaan baru. Dalam pada itu bahasa nasional dan karya kesusasteraan yang bermutu terus dikembangkan dan perlu mendapat rangsangan yang mendorong daya kreativitas. Di samping itu ditumbuhkan lingkungan dan iklim yang cocok untuk peningkatan daya kreativitas, pendukung kesenian yang mampu dan sarana kesenian yang bermutu, demikian pula peranan media massa dalam usaha pengembangan kebudayaan terus ditingkatkan. Untuk mencapai tujuan pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional tersebut dilakukan langkah-langkah usaha yang kongkrit. Langkah-langkah tersebut adalah : a. b. c. d. Penyelamatan, pemeliharaan dan penelitian warisan sejarah kebudayaan nasional serta kebudayaan daerah; Pengembangan serta pendidikan kebudayaan dan kesenian Indonesia;

Pengembangan bahasa dan kesusasteraan Indonesia; Pengembangan perbukuan dan majalah pengetahuan.

Langkah-langkah tersebut sesuai dengan kerangka kebijaksanaan umum pengembangan kebudayaan nasional yaitu : a. Kesesuiannya dengan nilai-nilai Pancasila. b. Pengintegrasian secara selaras antara unsur kebudayaan daerah serta unsur kebudayaan dari luar yang positif. c. Perkembangan kebudayaan nasional yang menguatkan bahasa nasional.

894

2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan dan Hasil-hasilnya. a. Penyelamatan, pemeliharaan dan penelitian warisan sejarah kebudayaan nasional dan daerah Tujuan utama dari program ini ialah untuk menyelamatkan warisan sejarah, khususnya peninggalan purbakala di berbagai daerah agar terhindar dari kemusnahan. Warisan sejarah tersebut meliputi seni rupa, benda-benda, monumen-monumen, alat perlengkapan rumah tangga dan alat perhiasan tradisional dan lain sebagainya. Untuk dapat memelihara benda-benda warisan sejarah tersebut, pendidikan tenaga arkeologi telah mendapat perhatian yang saksama. Di samping itu warisan sejarah tersebut diharapkan dapat merangsang kembali kegairahan kehidupan budaya daerah menuju suatu perkembangan kesatuan kebudayaan karya seni yang mengungkapkan warisan sejarah, mengandung nilai perjuangan termasuk perjuangan wanita, serta kebanggaan nasional telah memperoleh perhatian, sehingga dapat dihayati pula oleh generasi muda. Untuk mencapai tujuan penyelamatan dan pemeliharaan warisan budaya nasional tersebut telah dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : (1) Inventarisasi Peninggalan Kegiatan inventarisasi peninggalan purbakala ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan tentang budaya bangsa Indonesia yang telah ikut membentuk identitas bangsa. Untuk menunjang kegiatan ini telah ditingkatkan antara lain pengetahuan di bidang kepurbakalaan melalui penataran sebanyak 232 orang. Selain itu telah disempurnakan inventarisasi kepurbakalaan terhadap peninggalan kepurbakalaan yang pernah dilakukan pada tahun 1914 1915 dan kini mencatat sebanyak 1.166 situs di 26 propinsi. (2) Penelitian dan Penggalian Peninggalan Purbakala Tujuan Penelitian dan Penggalian Purbakala adalah untuk mengungkapkan kembali perikehidupan dan nilai-nilai luhur masa lampau nenek moyang bangsa Indonesia agar dapat dikembangkan guna di-

895

kaji lebih lanjut untuk keperluan pendidikan, pemupukan kepribadian bangsa dan meningkatkan kepercayaan pada diri sendiri. Hasil penelitian tersebut akan memberikan keterangan tentang kekayaan hasil karya dan kemampuan bangsa di masa lampau, baik dalam pembangunan fisik maupun spiritual, ekonomi, politik, sosial budaya serta tata pemerintahan. Selama Repelita II telah dilakukan penelitian prasejarah di Jawa Barat (Parigi/Jampangkulon, Cijulang), Jawa Tengah (Wonogiri, Brebes, Sangiran), Jawa Timur (Surabaya Utara dan Pegunungan Kendeng), Bali (Denpasar dan Gilimanuk), Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Selain itu telah diadakan penggalian purbakala di Jawa Barat (Plered), Jawa Tengah (Matesih dan Batang), DI Yogyakarta (Gunung Wingko), Jawa Timur (Parengan), Bali (Gilimanuk), Nusa Tenggara Barat (Lombok: Gunung Piring), Nusa Tenggara Timur (Flores dan Kupang), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Penelitian arkeologi klasik dilakukan di Jawa Timur (Trowulan dan Madura), Bali (Gianyar, Buleleng dan Bangli), Sumatera Selatan (Kota Cina), Riau (Muara Takus). Penelitian Palaeoekologi Radiometri dengan survai dilaksanakan pada 5 (lima) daerah (Jawa Barat, Jawa Timur, Gunung Pandan, Jawa Tengah/Sangiran, Sulawesi Selatan). Penggalian arkeologi Islam telah dilakukan di Aceh, Sulawesi Selatan, Banten, dan Nusa Tenggara Barat. Penelitian naskah-naskah Islam telah dilaksanakan di Kuningan (Cirebon). Untuk meningkatkan mutu penelitian, telah dimulai pembangunan suatu laboratorium penelitian purbakala di Jakarta, seluas 2028 m 2 dan dikembangkan' kerjasama penelitian purbakala dengan Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Udayana dan Institut Teknologi Bandung. Di samping itu juga telah ditingkatkan kemampuan pengolahan data, pendokumentasian hasil penelitian/penggalian kepurbakalaan. (3) Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan Purbakala. Tujuan pembinaan dan pemeliharaan peninggalan purbakala adalah mempertahankan keutuhan bukti warisan sejarah/kebudayaan

896

bangsa dari kemusnahannya. Pemanfaatan dan pemeliharaan peninggalan purbakala meliputi pemugaran Taman Purakala, Kraton/Puri Pura/Mesjid, Rumah Adat, Makam dan Gedung Bersejarah di berbagai daerah seluruh Indonesia. Selama Repelita II Kraton-kraton yang selesai di pugar adalah Kraton Kasepuhan dan Kanoman di Cirebon (Jawa Barat), sebagian Kraton Kasunanan dan Mangkunegaran di Surakarta (Jawa Tengah) dan Kraton Kesultanan serta Paku Alaman di Yogyakarta, Kraton Sumenep (Madura), Istana Sultan BIMA (NTB), Istana Deli di Medan (Sumatera Utara), dan Balai Kerapatan Tinggi Siak (Riau). Selain itu diadakan rehabilitasi terhadap Istana Pagaruyung (Sumatera Barat), Istana Gowa (Sulawesi Selatan), dan Istana Cigugur Kuningan (Jawa Barat). Selama Repelita II telah dipugar Mesjid Agung Deli (Medan), Mesjid Raya Azizi Tanjung Pura, Mesjid Abung Cirebon, Mesjid Kuno Mantingan (Jepara), Mesjid Menara Kudus dan Mesjid Katangka di Gowa (Sulawesi Selatan). Pura yang telah dipugar adalah pura Saraswati, Pura Kahyangan Tiga, Pura Balanjang, Taman Ayun, Pura Kehen, Kareben Langit, Pura Bukit Dharma Kutri, Penataran Sasih, Kahyangan Alas Kedaten, 9 buah Pura di Kabupaten Badung, 9 buah Pura di Kabupaten Tabanan, 4 buah di Kabupaten Bangli, 7 buah di Kabupaten Gianyar 6 buah di Kabupaten Jem-baran, 9 buah di Kabupaten Buleleng, 4 buah di Kabupaten Karang Asem, 4 buah di Kabupaten Klungkung, Pura Besakih, serta Pura Luhur dan Taman Majura, di Cakranegara (Lombok). Di samping itu telah dipugar Gereja Portugis di Kampung Tugu Jakarta Utara. Rehabilitasi dan rekonstruksi Rumah Adat dilakukan terhadap Rumah Adat di Bukit Tinggi, Toraja, Nias, Tapanuli Selatan dan Rumah Adat di Marunda Jakarta. Makam kuno yang telah dipugar adalah makam Watang Lamuru, Jera Lompoe dan Tallo di Sulawesi Selatan, Makam Islam dan makam adipati-adipati zaman Majapahit di Gresik, Makam Islam di Gending Suro (Sumatera Selatan), Makam Kyai Maja di Tondano (Sulawesi Utara), Makam Islam di Seloparang (NTB), dan makam raja-raja Landak di Ngabang kabupaten Pontianak.

897

Taman Purbakala yang telah atau mulai dipugar selama Repelita II adalah Taman Purbakala Cipari di Kuningan, Leles/Garut, Pasirangin/Bogor, Kotalama Banten, Sunyaragih Cirebon kesemuanya di Jawa Barat. Selain itu selesai dipugar Gunongan di Aceh, Padang Lawas di Sumatera Utara, Pagaruyung di Sumatera Barat, Muara Jambi di Jambi, Pugung Raharjo di Lampung, Kompleks Percandian di Amuntai Kalimantan Selatan, kompleks Waruga di Minahasa Sulawesi Utara, Kompleks Megalitik Natunonju di Sulawesi Tengah, dan Gua-gua prasejarah di Maros Sulawesi Selatan. Sedangkan gedung sejarah yang selesai atau masih dipugar adalah gedung Linggarjati di Cirebon dan gedung Merdeka di Bandung, Benteng Marlborough di Bengkulu, Benteng Wolio Buton di Sulawesi Tenggara, Benteng Gorontalo dan Benteng Doorstede Saparua di Ambon. (4) Pemugaran Candi Borobudur dan Candi Lainnya Candi yang dipugar selama Repelita II antara lain adalah Candi Cangkuang di Jawa Barat, Candi Borobudur, Candi Brahma di kompleks Prambanan, Candi Sambisari, Candi Banyunibo, Kompleks percandian Dieng dan Gedong Sanga masing-masing di Jawa Tengah, Candi Jawi di Jawa Timur dan kompleks percandian Muara Takus di Riau. Pemugaran Candi Borobudur mengalami kemajuan pesat, sedangkan pelaksanaannya makin didasarkan atas kemampuan sendiri bahkan sejak Juni 1977 pemugaran Candi Borobudur dilakukan sepenuhnya oleh tenaga Indonesia. Dalam tahun 1976/77 pembongkaran kembali batu candi mencapai 7.087 m3, sedangkan hingga Maret 1979 pekerjaan pembongkaran kembali pada sisi Utara dan Selatan telah selesai (26.235 m 3 ). Selain itu kompleks Borobudur dijadikan pula Pusat Pendidikan dan latihan pemugaran kepurbakalaan baik secara nasional maupun internasional dalam rangka SEAMEC dan ASEAN. Pada tahun 1978 pemugaran Candi Borobudur diteruskan dengan mempekerjakan 117 orang tenaga yang terdiri dari berbagai tenaga ahli, untuk kegiatan-kegiatan survai arkeologi, pembongkaran, penelitian laboratorium, penyediaan peralatan dan fasilitas pemugaran. Selama Repelita II dalam rangka pemeliharaan peninggalan sejarah dan

898

kepurbakalaan telah dikeluarkan biaya pemeliharaan bagi 1.000 buah bangunan candi, makam kuno dan peninggalan-peninggalan lainnya. (5) Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah

Kegiatan ini menitik beratkan pendokumentasian 5 aspek kebudayaan daerah di seluruh Indonesia yaitu: sejarah daerah, adat istiadat, legenda rakyat, geografi budaya dan musik rakyat. Di samping itu juga disusun sejarah kesenian, pencak silat, terjemahan buku etnografi dari Bahasa asing ke Bahasa Indonesia, biografi Pahlawan Nasional, album alat-alat musik Indonesia dan lain-lain. Hasil yang telah dicapai adalah 326 buku/naskah tentang berbagai bidang seperti: sejarah daerah termasuk sejarah kebangkitan nasional, zaman Jepang, Revolusi fisik, Adat Istiadat daerah (seperti upacara perkawinan, sistem gotong royong dan kehidupan masyarakat desa di Indonesia), geografi budaya daerah (seperti pengaruh migrasi penduduk terhadap perkembangan kebudayaan dalam wilayah pembangunan), legenda rakyat, ensiklopedia musik dan tari daerah, sejarah kesenian Indonesia, permainan rakyat yang mengandung nilai kepahlawanan dan ketangkasan, naskah ensiklopedia alat musik Indonesia dan penerbitan kembali dari naskah lontar daerah. Dalam rangka peningkatan mutu telah ditatar 126 orang tenaga peneliti di tingkat pusat dan daerah. (6) Pengumpulan Benda Purbakala dan Benda Kebudayaan Daerah/Permuseuman Kegiatan ini diarahkan pada perluasan sarana museum di pusat dan daerah sebagai wadah hasil inventarisasi dan penelitian kebudayaan daerah, sehingga dapat menumbuhkan perhatian masyarakat Indonesia terhadap sejarah dan karya budaya bangsanya. Di samping itu fungsi museum diperluas menjadi tempat belajar, penelitian dan rekreasi. Dalam bidang permuseuman selama Repelita II telah dibangun sebuah museum di tiap propinsi serta rehabilitasi sarana Museum Pusat di Jakarta. Selama Repelita II telah dapat dimanfaatkan atau

899

ditingkatkan sarana dan fungsi dari museum-museum di DKI Jakarta (Museum Pusat), Jawa Timur, Bali, DI Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Maluku. Sedangkan pembangunan di propinsi-propinsi lain secara bertahap akan diselesaikan. Bantuan-bantuan kepada museum-museum daerah/ swasta telah diberikan pula antara lain untuk Museum Batik di Pekalongan, Museum Sekolah di Slawi, Museum Guesan Wun di Sumedang, Museum Sumenep, Museum Bundo Kandung di Bukit tinggi, Museum Kedaton Ternate di Ternate. Museum Gowa dan Bone di Sulawesi Selatan, Museum Tekstil dan Bahari di DKI Jaya. Koleksi etnografi, historika, arkeologi pada 26 museum propinsi ditingkatkan, pertambahan koleksi mana selalu didahului oleh suatu survai koleksi. Demi peningkatan apresiasi masyarakat terhadap museum, telah diadakan pula penataan kembali/pengaturan koleksi, dokumentasi penerbitan pembinaan tenaga permuseuman dan pengelolaan museum. Peningkatan pelayanan terhadap masyarakat dalam bidang permuseuman ditunjang oleh peningkatan kemampuan dari personalia museum antara lain diusahakan melalui penataran sebanyak 117 orang dalam bidang pengetahuan dasar, 32 orang dalam tingkat kejuruan 12 orang dalam ilmu permuseuman sehingga jumlah tenaga yang ditatar dalam bidang permuseuman pada akhir Repelita II sebanyak 161 orang. b. Pengembangan dan Pendidikan Kesenian serta Kebudayaan Indonesia Kegiatan ini menitik beratkan pada peningkatan mutu seniman yang berbakat daya cipta dan kreativitas yang tinggi. Selain itu program ini bertujuan mempertinggi daya pemahaman dan penghayatan kesenian di kalangan masyarakat luas, sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dan memberi peranan yang lebih besar kepada perkumpulan kesenian melalui pembinaan dan pengembangan jenis dan variasi kesenian. Tujuan ini dicapai melalui kegiatan-kegiatan antara lain :

900

(1)

Pengembangan Pusat Pendidikan Kesenian

Peningkatan sarana dan fasilitas lembaga pendidikan kesenian yang sudah ada dimaksudkan agar dapat lebih berfungsi. Berbagai kegiatan telah diadakan seperti inventarisasi kesenian dan persiapan naskah buku pelajaran dan bacaan kesenian, penelitian metode pengajaran kesenian untuk sekolah umum dan masyarakat dalam rangka penyusunan naskah metode pengajaran kesenian di sekolah umum, dan kursus-kursus bagi masyarakat. Kegiatan-kegiatan ini meliputi bidang seni rupa, seni tari, seni karawitan dan seni drama. Di samping itu telah diadakan standar persyaratan tenaga guru pendidikan kesenian, dan pendidikan kesenian secara informal lewat TVRI. Pula telah dikembangkan alat-alat kesenian guna pendidikan berupa prototipe seruling diatonis dan pentatonic dari bahan murah.

(2) Pengembangan dan Pembentukan Pusat Kebudayaan di


Propinsi Sarana Pusat Kebudayaan bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan berbagai bentuk kesenian tradisional termasuk kesenian rakyat, sehingga menggairahkan kehidupan seni dan memberi hiburan sehat dan bermutu kepada masyarakat. Selama Repelita II sebanyak 6 Pusat Kebudayaan di Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur telah diresmikan, sedangkan Pusat Kebudayaan di propinsi lainnya dalam tahap penyelesaiannya. Pusat Kebudayaan dimanfaatkan sebagai sarana menyelenggarakan berbagai kegiatan kebudayaan seperti pagelaran, pameran, pekan seni dan untuk menunjang kegiatan tersebut diadakan pula pengumpulan dokumentasi data tentang kebudayaan. Pengembangan pemahaman dan penghayatan seni telah dilakukan melalui pagelaranpagelaran, pengiriman duta seni dalam lomba seni dan lomba vokal ditingkat propinsi dan nasional serta pengadaan benda seni untuk pameran. Pengamanan kebudayaan Indonesia dari pengaruh negatif secara inter-departemental dilakukan melalui pemantapan organisasi, pengumpulan data, dan pengendalian serta penyusunan pedoman pengawasan.

901

(3)

Melakukan persiapan Pendirian Wisma Seni Nasional

Dalam Repelita II telah diselesaikan rencana arsitektur Wisma Seni Nasional. Suatu Panitia Nasional telah menilai desain tersebut yang masih perlu disesuaikan dengan arsitektur yang lebih bersifat Indonesia. Di samping itu telah dilakukan pengumpulan benda-benda berbagai jenis seni budaya yang bermutu untuk Wisma Seni Nasional tersebut. Data kesenian daerah telah dikumpulkan yang mencakup 5 (lima) bidang seni yaitu seni tari, seni musik, seni rupa, seni teater, dan seni pedalangan di 26 propinsi. Selain itu telah dibuat film-film kesenian dari ke 5 bidang seni tersebut, penulisan dan penerbitan naskah, bimbingan untuk empat bidang seni, penyusunan kriteria ketrampilan seni teater modern dan tradisional serta pemberian bimbingan dengan pengarahan teknis kesenian kepada peserta dari 26 daerah. (4) Pengadaan Sistem Penghargaan

Kegiatan ini ditujukan untuk merangsang penciptaan baru dalam kesenian melalui hadiah. Dalam bidang kesenian telah dilakukan sayembara karya seni: seni musik dan seni tari dengan memberikan hadiah dan piagam. Di samping telah pula diberikan penghargaan dan hadiah kepada seniman yang telah menunjukkan prestasi yang tinggi. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat telah diberikan bantuan dana dan bimbingan teknis kepada perkumpulan/organisasi/yayasan kesenian. Dalam bidang bahasa, guna menunjang dan menggairahkan minat terhadap bahasa serta sastra Indonesia dan daerah diselenggarakan sayembara mengarang bahasa Indonesia secara nasional, yang diikuti oleh Guru SD, murid SD, murid SL, dan mahasiswa. Di samping itu juga diberikan bea siswa kepada 156 orang mahasiswa jurusan bahasa dan sastra, dan penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan bahasa melalui mass media RRI dan TVRI. Dalam bidang kepurbakalaan telah diberikan hadiah/imbalan jasa terhadap penemu benda-benda purbakala dan pemilik benda-benda purbakala sebagai ganti rugi atau jasa pemeliharaannya.

902

c. Pengembangan Bahasa dan Kesusasteraan Tujuan program ini adalah meningkatkan kemampuan pemakaian bahasa Indonesia secara tepat dan benar sebagai sarana komunikasi antar warga Indonesia, sebagai bahasa Negara, sebagai bahasa dalam pendidikan, serta sebagai sarana komunikasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Program ini berusaha menggairahkan perhatian masyarakat terhadap Sastra Indonesia dan menggunakannya sebagai sumber untuk memperkaya bahasa dan sastra Indonesia. (1) Penyusunan Buku Pedoman dan Buku Sumber Kegiatan ini ditujukan untuk menyusun dan menerbitkan bukubuku pedoman/sumber tentang bahasa Indonesia seperti pedoman pembentukan istilah, kamus umum dan berbagai kamus bahasa daerah, kamus filologi, pembakuan tata bahasa, sejarah bahasa dan sastra Indonesia dan daerah, perekaman dan pemetaan bahasa daerah, pedoman ujian bahasa Indonesia dan kompilasi sereta sinoptis tulisan bahasa dan sastra. Pula telah diterbitkan berbagai kamus bahasa daerah seperti kamus Mandar-Indonesia, dan bahasa Jawa Banten-Indonesia. Sementara itu naskah siap dicetak yang ada mencakup kamus Ekabahasa Indonesia, kamus Administrasi, kamus Biologi, kamus Geografi, kamus Ilmu Pengetahuan Sosial, kamus Kesenian, kamus Kimia Organik, kamus Kimia Umum, kamus Linguistik, kamus Pertanian, kamus Psikologi dan kamus Sejarah. Dalam rangka ini telah diterbitkan baik karya sastra klasik dalam bahasa asalnya, maupun transkripsinya ke dalam bahasa Indonesia seperti Centini, Hikayat Putri Gombak Mas (Aceh), Panji Wulung (Jawa Barat), Panji Parangraras (Bali), Bharatayuda, Nitisastra (Jawa), Syair Burung Nuri dan lain-lain guna meningkatkan pengetahuan pelajar dan mahasiswa serta dunia universitas tentang sastra Indonesia. (2) Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Dalam Repelita II kegiatan ini diarahkan kepada pembinaan tenaga pengajar pengembangan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Hasil-hasil yang telah dicapai selama Repelita II antara lain pening-

903

katan pengetahuan 30 orang tenaga penyusun kamus; peneliti dialektologi 30 orang, peneliti sosiolinguistik 30 orang, peneliti sastra dan penyuluh bahasa 30 orang. Pula telah diberikan beasiswa kepada mahasiswa jurusan bahasa dan sastra 156 orang. Selain itu melalui sayembara telah diusahakan peningkatan kegairahan menulis dan mengarang dalam bahasa Indonesia untuk siswa SD, SLTP dan SLTA, mahasiswa dan para guru. Dalam rangka ini telah diterbitkan sebanyak 150.000 eksemplar pedoman ejaan, pedoman pembentukan istilah dan pedoman penulisan. Telah diusahakan pula Seminar Politik Bahasa Nasional dan Seminar Pengembangan Sastra Indonesia dan Daerah yang lelah menghasilkan buku-buku pedoman masing-masing sebanyak 2.000 eksemplar dalam bidang-bidang ini. Hubungan kerjasama kebahasaan telah ditingkatkan dengan beberapa negara di lingkungan ASEAN, Eropa, Amerika dan Australia. Penyuluhan Bahasa Indonesia diadakan melalui TVRI 200 kali, RRI Pusat dan Daerah 200 kali, pertemuan berkala dengan wakil media massa 60 kali. Dalam kaitan dengan hubungan kerjasama kebahasaan di kawasan ASEAN kegiatan yang penting adalah kerjasama dengan Malaysia melalui Majelis Bahasa Indonesia Malaysia yang bersidang dua kali setahun. d. Pengembangan perbukuan dan majalah pengetahuan Kegiatan perbukuan dan majalah pengetahuan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bahan-bahan bacaan populer dan seni ilmiah dikalangan masyarakat. (1) Penyelamatan Buku/Naskah berharga dan terjemahan Karya Sastra Daerah. Tujuan kegiatan ini adalah menyelamatkan buku dan naskah klasik atau yang hampir punah dengan jalan membeli, membuat mikrofilm dan menerbitkannya kembali dalam bahasa Indonesia. Kegiatan yang telah dilakukan adalah membeli beberapa naskah bahasa sastra kuno (klasik) serta menerbitkan kembali naskah kuno

904

tersebut seperti Syair Burung Nuri, ceritera Panji Galuh Matebuk, Geguritan. dari Bali, Panji Kuda Semirang, Panji Anggraini, Panji Wulung, Telah Sastra Daerah, Novel-novel Minangkabau, dan naskah Melayu. Di samping itu, telah dibeli beberapa judul buku tentang bahasa dan sastra Indonesia untuk menghindari mengalirnya karya-karya kuno tersebut ke luar negeri. Buku-buku dan bahan-bahan kepustakaan lain mengenai bahasa dan sastra disimpan untuk kepentingan dokumentasi penelitian. (2) Pembinaan dan Pengembangan Perpustakaan Pembinaan dan pengembangan perpustakaan pada dasarnya bertujuan antara lain untuk memenuhi kebutuhan membaca masyarakat, khususnya generasi muda. Kebiasaan membaca berarti mengisi waktu senggang dengan hiburan sehat dan bermutu, memperluas pengetahuan dan peningkatan ketrampilan demi partisipasi yang aktip dan sadar dalam pembangunan. Kegiatan standardisasi sistem perpustakaan nasional ditujukan guna meningkatkan koordinasi, kerjasama antar lembaga pemerintah dan swasta dalam pengadaan bahan kepustakaan demi peningkatan pelayanan masyarakat. Selama Repelita II telah ditingkatkan kemampuan pelayanan Perpustakaan Negara di Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, Padang, Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda, Menado, Singaraja, Bandung, Surabaya, Mataram dan Kupang. Melalui kerjasama dengan fihak Pemerintah Daerah, sedang dirintis 212 Perpustakaan Daerah Tingkat II. Untuk memantapkan pola koordinasi dan pelayanan masyarakat telah diadakan beberapa proyek yakni : 27 Perpustakaan Umum tingkat Desa, 14 Perpustakaan Keliling, 11 Perpustakaan perintis bagi Sekolah dan 2 Perpustakaan Umum. Untuk mengatasi kebutuhan tenaga yang terdidik dan terampil telah diadakan penataran tenaga perpustakaan/pustakawan yang telah melibatkan 724 orang. Untuk pemantapan pendidikan tenaga pustakawan telah didirikan pula dua buah Pusat Latihan Perpustakaan di Jakarta dan Yogyakarta.

905

Guna mempermudah pelayanan informasi perpustakaan telah diadakan petunjuk/pedoman pelaksanaan, penerbitan Peraturan Katalogisasi Nama-nama Indonesia Daftar Tajuk Subyek, Terjemahan DDC Direktori Perpustakaan, Direktori Majalah dan Surat Kabar Indonesia, Bahan Pegangan untuk Perpustakaan Sekolah, dan Pedoman Standar Perpustakaan di Indonesia. (3) Penerbitan Buku Bacaan Sastra Indonesia dan Daerah Tujuan kegiatan ini antara lain mengamankan naskah/buku sastra tradisional dari kehancuran, meningkatkan minat baca dan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra, kamus dan mendorong penerbitan buku bacaan sastra. Selama Repelita II telah diterbitkan buku bacaan Sastra Indonesia dan Daerah sebanyak 200 judul, diadakan Sastra Melayu/ Indonesia edisi baru 48 judul, Sastra Jawa 57 judul, Sastra Sunda 32 judul, Sastra Bali 17 judul, Sastra Batak 15 judul, Sastra Gayo/Aceh 8 judul, Sastra Minangkabau 4 judul, Sastra Sasak 4 judul, Sastra Kutai 5 judul, Sastra Bugis/Makasar 4 judul, Sastra Toraja 1 judul, Sastra Minahasa 3 judul dan Sastra Ambon 2 judul.

906

TABEL XIV 7 KEGIATAN PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN NASIONAL (1974/75 1978/79)

907

TABEL XIV 8 PENATARAN TENAGA KEBUDAYAAN (1974/75 1978/79)

908

909

You might also like