You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Latar Belakang Batik tulis Surakarta adalah batik yang diproduksi oleh para pengrajin dan perusahaan batik yang ada di Surakarta dan sekitarnya. Ciri khas dari batik tulis Surakarta dapat dilihat dalam motif batiknya yang sangat menekankan keanggunan dan kehalusan, penggunaan warna soga, biru, nila dan krem serta Tinjauan Motif Hias Batik Tulis Surakarta bertujuan untuk mengkaji proses perkembangannya, makna perlambang pada motif batik Surakarta. Mengingat beberapa masalah yang begitu kompleks dan untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal, maka penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif, untuk mendapatkan data dan informasi tersebut penulis menggunakan teknik studi literatur, wawancara, pengamatan, dan informasi tersebut penulis menggunakan teknik-teknik dokumentasi. Batik tulis Surakarta sudah ada sejak abad ke XVII ,hal ini terbukti ditemukannya batik-batik kuno. Jika kita telaah motif-motif hias batik tulis Surakarta pada umumnya akan tampak adanya perbedaan-perbedaanyang jelas baik pada bentuk ornamennya maupun pada penggunaan warnanya dengan daerah di pantai utara pulau Jawa, Yogjakarta, dan Surakarta terkenal sebagai penghasil batik dengan sifat-sifat keanggunan kraton. Menurut sejarahnya kerajinan batik tulis tersebut sebagai pengisi waktu luang oleh para abdi dalam kraton dan permaisuri di dalam kraton, daerah pesisir menggambarkan kehidupan yang tumbuh dan berkembangdi kalangan petani dan nelayan. Motif hias batik tulis Surakarta terpengaruhi dari budaya Hindu, Budha,kepercayaan Jawa dan agama islam. Sebagian besar motifnya berbentuk Surakarta yaitu motif kawung, Sidomukti, dan lain-lain. Sedangkan dalam penggunaan warna-warnanya adalah warna coklat, hitam dan krem. Batik kraton dan batik pesisiran yang telah disebutkan di atas mempunyai fungsi sebagai pemenuhan kebutuhan sandang dan estetis, yang di dalamnya termuat kebutuhan identitas dan merupakan nilai kebudayaan lama yang harus dilestarikan, faktor pertumbuhan dan perkembangan tersebut motif hias batik

kraton dan pesisiran dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ekonomi, adat istiadat, sosial dan SDM, sedangkan pertumbuhan dan perkembangan teresbut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi geografis daerah setempat seni budaya yang berkembang, konsumen batik, daerah perbaikan lainnya dan SDM. Penelitian ini memfokuskan perhatian pada bidang kesenirupaan, terutama pada motif hias dan cara kerja dalam pembuatan batik tulis. Pada kenyataannya tidak semua pengrajin batik tulis Surakarta dapat bertahan terus, karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk mempertahankan dan mengembangkan kelestarian seni batik tulis Surakarta. I.2. Tujuan Pada dasarnya penyusunan makalah ini bertujuan untuk: 1. Memperkenalkan kembali motif-motif batik Surakarta. 2. Mengetahui makna yang terkandung dalam motif-motif batik-batik Surakarta 3. Mengetahui bagaimana sejarah perkembangan batik-batik Indonesia 4. Mengetahui bagaimana karakteristik dan pembuatan batik tulis Surakarta. I.3. Rumusan masalah Penyusunan makalahBatik Surakarta ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan batik? 2. Bagaimana sejarah perkembangan batik di Indonesia? 3. Apa saja alat dan bahan untuk membatik? 4. Seperti apa karakteristik batik Surakarta? 5. Seperti apa motif batik khas Surakarta?

BAB II PEMBAHASAN II.1. Pengertian Batik Penulisan kata bathik dengan batik atau huruf yang seharusnya tha ditulis dengan ta. Bathik dalam penulisannya menurut Jarwodhosok diartikan ngembat titik atau rambating titik-titik. Menurut Jarwodhosok hal tersebut dimaksudkan bahwa bathik merupakan rangkaian dari titik-titik. Kalau mengacu pada penulisan tersebut bathik kalau di-Jarwodhosok-kan akan menjadi ngembat thithik atau rambataning thithik-thithik. Dilihat dari hal itu arti bathik secara Jarwodhosok tidaklah tepat, hanya sekedar dolanan tembang atau bermain katakata saja. Lain halnya dengan pendapat Hamzuri (1985) yang memandang batik sebagai lukisan atau gambar pada mori yang dibuat dengan menggunakan alat bernama canting. Orang yang melukis atau menggambar atau menulis pada mori memakai canting disebut membatik (bahasa Jawa : mbatik). Membatik menghasilkan batik atau batikan berupa macam-macam motif dan mempunyai sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh batik itu sendiri. (Hamzuri, 1985) Konsep batik tersebut diperkuat dengan pendapat Yudoseputro (1999) yang memandang batik berarti gambar yang ditulis pada kain dengan mempergunakan malam sebagai media sekaligus sebagai penutup kain batik. Canting sebagai alat dalam membatik tidak hanya untuk membuat garis tetapi juga untuk mengisi bidang dalam disain gambar. Tetapi menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (1989), mori yang digambarkan dan diproses secara tradisional untuk dikenakan sebagai pakaian bawahan oleh banyak suku, terutama suku-suku di pulau Jawa. Menurut Konsensus Nasional 12 Maret 1996, Batik adalah karya seni rupa pada kain, dengan pewarnaan rintang, yang menggunakan kain batik sebagai perintang warna. Menurut konsensus tersebut dapat diartikan bahwa yang membedakan batik dengan tekstil pada umumnya adalah proses pembuatannya. Proses pewarnaan batik adalah upaya menampilkan motif pada latar dengan

sistem rintang atau tidak langsung. Latar penutup yang dipergunakan pada proses batik dimaksudkan untuk menutup bagian-bagian yang dikehendaki tidak terkena warna pada proses pewarnaan berikutnya. Sedangkan motif dan isi-isian batik yang digambarkan dapat berupa apapun. Demikian pula penggunaan motifnya dapat diatur secara bebas, dapat secara vertikal, horizontal, diagonal, radial ataupun menyebar di seluruh permukaan. Batik menggunakan isian-isian dan pola motifnya memenuhi seluruh permukaan bidang seperti yang terdapat pada batik tradisional di Jawa. Akan tetapi batik dapat pula tidak menggunakan isian-isian seperti pada batik-batik di luar Jawa dan batik kreasi baru. Batik yang berupa kain lembaran dimasukkan kategori seni rupa dua dimensi, memiliki unsur pokok garis, warna, bidang dan tekstur. Unsur-unsur seni yang membentuk batik disusun secara harmonis, dapat menghasilkan karya yang baik atau indah. Menurut Herbert Read, indah berarti adanya suasana yang menyenangkan dan mengakibatkan adanya kelancaran pandangan bagi yang melihatnya. Dalam menyusun unsur-unsur seni perlu adanya ritual, variasi, titik pusat perkotaan, dominasi. Unsur-unsur seni rupa tersebut merupakan ekonomi seni, maka dalam penggunaannya tidak boleh berlebihan. Semakin sederhana penyusunan elemen tersebut hakekatnya lebih mendekati sesuai keindahan, sebagaimana dikemukakan oleh Pieth Mondrian. Ciri utama keindahan jika suatu karya seni diawali secara utuh terjadi kelancaran pandangan, tidak terdapat suatu gangguan dari keseimbangan maupun ritmenya. Menurut budaya Jawa, batik tidak dapat diartikan hanya dengan satu dua kata ataupun padanan kata tanpa penjelasan yang lebih lanjut lagi. Karena batik merupakan suatu hasil dari proses yang panjang mulai dari melukis motif hingga pada tahap akhir proses babaran. Yang menjadi ciri utama dari batik adalah didalam proses tersebut dipergunakan bahan utama berupa mori, malam dan pewarna. Dalam buku Pratingkahing Adamel Sinjang proses pembuatan batik ada dua macam yang keduanya memiliki perbedaan mendasar yang kemudian dari

perbedaan proses tersebut menghasilkan dua jenis batik yaitu batik Carik dan batik Cap. Perbedaan yang mendasar itu terletak pada proses awal pembuatan batik, dimana pada batik Carik pembuatan pola awal motif batik digambar menggunakan pensil yang kemudian dilindas dengan malam menggunakan canting. Sedangkan pada batik Cap, pola atau motif batik dibuat dengan menggunakan cap atau stamp yang terbuat dari tembaga. Cap tersebut dibasahi dengan malam dan langsung dicapkan pada mori putih tanpa menggunakan pola dari pensil dan tanpa menggunakan canting. Pada proses selanjutnya kedua jenis batik ini menggunakan cara yang sama (Honggopuro, 2002). II.2. Sejarah Perkembangan Batik Indonesia Batik merupakan hasil karya seni kerajinan yang telah ada sejak jaman nenek moyang bangsa Indonesia dan masih berkembang sampai sekarang. Batik sebagai warisan tradisi budaya memiliki komposisi dan pewarnaannya dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu: 1. Batik kraton dari daerah Surakarta dan Yogyakarta, memiliki ciri-ciri ragam hiasnya bersifat simbolis dari pengaruh kebudayaan Hindu-Jawa. Komposisi warna terdiri dari soga, hitam dan putih. 2. Batik pesisir adalah semua batik yang berkembang ke daerah-daerah pantai utara Jawa antara lain Banyumas, Gresik, Madura, Pekalongan, Cirebon, Indramayu dan lain-lain memiliki ragam hias bersifat naturalistik dengan latar belakang etnik dari berbagai budaya, termasuk budaya asing, komposisi warna beraneka ragam. (Katalog Batik Indonesia : 8) Batik Jakarta, Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Lasem, Sidoarjo baik ragam hias ataupun komposisi warnanya termasuk kelompok batik pesisir, sedangkan daerah Wonogiri, Karanganyar, Surakarta dan Banyumas termasuk batik Vastenlanden. Bangsa Indonesia sebelum bertemu dengan kebudayaan India, telah mengenal aturan-aturan menyusun syair, mengenal teknik membuat batik, mengenal industri logam dan cara penanaman padi di sawah di jalan pengairan. Yang

mengembangkan seni batik di Indonesia adalah bangsa Indonesia sendiri. Beda dengan pendapatnya R. Soeprapto dalam bukunya The Art of Batik pada mulanya batik merupakan suatu seni yang dikembangkan di kalangan kraton di Jawa. Pada masa pemerintahan Sultan Honjokro Kusumo sekitar tahun 1613 sampai tahun 1645, beliau sangat mencintai karya-karya batik yang mempunyai arti yang dalam mengenai falsafah hidup yang mencerminkan unsur-unsur kehidupan. Dengan simbol-simbol di dalam perjalanan hidup manusia, maka berkembanglah beberapa motif atau ragam hias yang dihubungkan dengan upacara-upacara, seperti motif untuk upacara perkawinan, mengandung anak pertama, melahirkan, pengobatan, penyambutan tamu untuk upacara kematian. Menurut G.P. Ronffor (1900) dan Yasper yang diperkuat pendapat Pirgadi (1912) yang mengatakan bahwa batik Jawa berasal dari India. Perkembangan batik pada jaman Hindu-Indonesia terjadi setelah masuknya agama islam ke Indonesia. Pada waktu itu terjadi perubahan sosial yaitu orientasi agama islam lebih demokratis, sehingga mempengaruhi kreativitas seni, seperti pada seni kerajinan batik dalam pengembangan ragam hias. Pada awalnya batik berpusat pada di kraton, misalnya kraton Yogyakarta dan Surakarta akhirnya berkembang keluar ke daerah-daerah pantai utara Jawa antara lain Gresik, Lasem, Rembang, Banyumas, Pekalongan, Demak, Kudus, Cirebon, Indramayu dan lainlain. Di Jawa Barat berkembang ke daerah Garut dan Tasikmalaya dan khusus wilayah Jakarta berkembang batik khas Betawi. Akhirnya batik juga sampai di Jakarta. Van Der Hop (1949) menyatakan bahwa batik adalah hasil kerajinan asli Indonesia yang mana didalam perkembangannya pada pola-pola batik masih pengaruh Hindu-Cina maupun Eropa terutama pada batik-batik pesisir pantai atau kota-kota pelabuhan tempat pedagang-pedagang asing singgah.

II.3. Alat dan Bahan Batik Alat-alat yang dipakai dalam pembuatan batik diantaranya: 1. Canting tulis; sebagai alat menggambar, tepatnya untuk menuliskan cairan malam pada kain dalam membuat motif. Ada beberapa jenis canting yang dipakai diantaranya: a. Canting Rengrengan : Digunakan untuk ngrengrengi awal sesuai pola. b. Canting Isen-ise pola. c. Canting Cecekan d. Canting Tembokan : Digunakan untuk membuat titik-titik kecil dan : Digunakan untuk memotif bidang yang lebar baik garis- garis kecil sebagai pengisi bidang. pada motif maupun di luar motif 2. Wajan; digunakan untuk mencairkan malam sewaktu dipanaskan 3. Jembangan; digunakan untuk mencuci, mengkanji, ngeloyor atau ngetel 4. Kemplong; digunakan untuk memukul-mukul kain yang telah dikanji dan kering agar lebih halus II.4. Karakteristik Batik Surakarta Batik teramat banyak jumlahnya dan berada dalam ungkapan seni rupa yang sangat beragam baik dalam variasi bentuk maupun warna. Hal ini terjadi karena perbedaan latar belakang yang melandasi pembuatan kain batik seperti letak geografis, kepercayaan, adat istiadat, tatanan sosial, gaya hidup, masyarakat serta lingkungan alam setempat. Setiap daerah pembatikan tampil dengan ciri khasnya masing-masing. Ciri-ciri batik tulis Surakarta: a. Ungkapan coraknya cenderung simbolis, statis, magis. Tradisi falsafah jawa yang mengutamakan pengolahan jati diri religius dan mistik dalam mencapai kemuliaan adalah satu sumber utama penciptaan corakcorak tersebut selain pengabdian sepenuhnya kepada kekuasaan raja sebagai pengejawantahan yang maha kuasa di dunia. Sikap tersebut yang menjadi akar : Dipakai untuk membatik isi bidang atau mengisi

nilai simbolik yang terdapat pada corak-corak batik kraton Surakarta. b. Jumlah warnanya terbatas Penggunaan utama pada batik tulis Surakarta berbeda dengan batik tulis pesisiran. Batik pesisiran tidak terbatas pada coklat dan biru tetapi merah, hijau, biru muda, kuning dan lain sebagainya. Batik tulis Surakarta terbatas pada warna coklat dan biru nila di atas latar putih gading. c. Motifnya berbentuk gamis Batik tulis Surakarta corak motifnya adalah berbentuk geometris. Motif geometris lainnya dalah motif parang, kawung, dan semen. d. Onamennya terusun padat Beberapa batik pesisir motif batik tidak mesti disusun penuh merata di seluruh permukaan, berbeda dengan batik tulis Surakarta dalam menyusun ornamennya padat memenuhi ruangan. e. Kualitas batiknya halus Kehalusan busana kraton, khususnya kain batik termasuk dalam tata tertib. Karya-karya batik terindah dan terhalus dari segi bahan, teknik pengganbaran, corak warna serta perlambangannya dipilih dan diarahkan untuk mrncapai tingkatan yang lebih halus dan sopanb, teristimewa untuk kalangan kraton . Batik tulis Surakarta dapat terpenuhi kualitas batikannya yang halus. II.5. Macam-macam motif hias batik tulis Surakarta 1. Motif Hias Alas-alasan Batik ini dipakai untuk dodot atau kampuh. Motif alas-alasan menggambarkan binatang dan tumbuhan di hutan belantara. Hal itu suatu kandungan dari isi bumi. Makna yang etrsirat bahwa laki-laki harus memberikan pengayoman kepada rumah tangganya.Komposisi motif hias alas-alasan pada penempatan ornamen naga dan burung berhadapan tetapi pada ornamen binatang gajah bertolak balakang dan ditengah-tengahnya terdapat ornamen binatang

harimau. Bentuk motifnya adalah motif tumbuh-tumbuhan, binatang dan lar- laran. Warna yang digunakan merupakan perpaduan warna hitam dengan warna putih. 2. Motif Hias Ayam Wana Ayam Wana , wana berarti hutan. Ibarat seekor ayam hutan yang bisa membuat daya tarik karemna keluwesan dan keindahan alam lingkungannya. Demikian dalam batik ini diharapkan bisa membuat daya tarik tersendiri dengan pasangannya. Batik ayam wana bisa dipakai untuk semua golongan apa saja. Artinya tidak memandang kedudukan atau pangkat. Biasa dipakai oleh orang muda. Komposisi motif hias ayam wana adalah simetris, yang terlihat pada penempatan motif ayam, tumbuh-tumbuhan serta pada bunganya. Bentuk motifnya adalah motif tumbuh-tumbuhan dan lar-laran. Warna yang digunakan sebagai latarnya adalah warna putih kekuning-kuningan. 3. Motif Hias Babon Angrem Maksud dari Babon Angrem adalah ayam betina yang sedang mengerami telur. Batik ini termasuk kategori semenan . tergolong batik tengahan. Maknanya suatu harapan untuk diberi keturunan sebagai penyambung sejarah. Batik ini bisa dipakai untuk orang dewasa berstatus apa saja. Jenis semen latar hitam bermotif besar-besaran, sehingga kurang serasi apabila dipakai anak-anak. Komposisi motif hias babon Angrem meletakkan motif ayamdikelilingi oleh motif sulur-suluran. Bentuk motifnya adalah motif tumbuh-tumbuhan dan lar-laran. Warna yang digunakan adalah warna coklat., 4. Motif Hias Bolu Rambat Termasuk jenis batik ceplokan dengan motif geometris dalam lingkup satu kotak yang dapat diulang-ulang dan saling warna coklat, biru nila dan krem. berhubungan. Komposisi motifnya adalah simetris. Warna motif hias yang dipakai merupakan perpaduan

5. Motif Hias Cakar Batik cakar diambil dari sebutan kaki ayam, maknanya adalah agar mempelai dapat ceker-ceker seperti ayam dalam mencari makan atau kedua mempelai dapat mencari nafkahnya sendiri. Tidak lagi tergantung pada orang tua. Dipakai untuk tata cara siram penganten. Komposisi motif hias cakar terlihat semacam motif ceplok sebagai dasar dan motif lar-laran sebagai hiasan bidang. Bentuk motifnya adflah geometris. Warna yang digunakan merupakan perpaduan antara warna coklat, biru tua dan krem. 6. Motif Hias Cemukiran Batik cemukiran ini biasanya dipakai untukjenis ikat kepala atau disebut udheng atau dhestar atau lebih dikenal dengani istilah blangkon. Corak ini berbebtuk garis tepi atau pinggiran batik denagn bidang polos yang disebut modang. Jenis cemokiran batik Surakarta biasanya berbentuk lidah api yang mengandung makna kesaktian untuk merendam angkara. Hal ini mengandung ajaran bahwa sebelum mengalahkan musuh dari luar harus mengalahkan musuh yang dating dari dalam diri sendiri(nafsu). Karena itu batik cemukiran dipakai di atas kepala mengisyaratkan bahwa dalam berprilaku harus mengedepankan kebijakasanaan yang membuat orang lain senang. Warna yang biasa digunakan adalah warna modang hitam atau biru tua. 7. Motif Hias Ceplok Lung Slop Batik ceplok ini satu raport terdiri dari dua kotak yang berbeda. Satu kotak bermotif :lung sedang kotak yang lain bermotif ukel. Dikatakan lung slop artinya dedaunan yang dibingkai. Maknanya lung yang menggambarkan suatu kehidupan di dunia bahwa hidup itu ada batasnya. Sedangkan makna bingkai adalah suatu tatanan yang harus dijalankan dalam bermasyarakat, tanpa memandang kedudukan.

Namun

adapula yang memaknai

lain,

bahwa motif

lung slop

mengga,barkan kehidupan jagad gedhe.dan jagad cilik. Jagad gedhe dilambangkan dengan isi ukel dan jagad cilik adalah kehidupan di dalam dii pribadinay sendiri, sedabg jagad gedhe merupakan alam yang gumelar nyata. Pada masa Paku Buwono 1Vdi Surakarta , motif batik ini berawala dari perpaduan lung dan parang klithik yang bernama ceplok sriwedari. Komposisi motif selalu meletakkan motif bunga ditengah-tengah dan motif daun yang menyertainya. Bentuk motifnya termasuk motif geometris. Warna krem sebagai latarnya.

11

BAB III KESIMPULAN Batik tulis Surakarta adalah batik yang diproduksi oleh para pengrajin dan perusahaan batik yang ada di Surakarta dan sekitarnya. Ciri khas dari batik tulis Surakarta dapat dilihat dalam motif batiknya yang sangat menekankan keanggunan dan kehalusan, penggunaan warna soga, biru, nila dan krem serta makna perlambang pada motif batik Surakarta. Motif hias batik tulis Surakarta terpengaruhi dari budaya Hindu, Budha,kepercayaan Jawa dan agama islam. Sebagian besar motifnya berbentuk Surakarta yaitu motif kawung, Sidomukti, dan lain-lain. Sedangkan dalam penggunaan warna-warnanya adalah warna coklat, hitam dan krem. Alat-alat yang dipakai dalam pembuatan batik diantaranya: 1. Canting tulis, ada beberapa jenis canting yang dipakai diantaranya:Canting Rengrengan, Canting Isen-isen, Canting Cecekan, Canting Tembokan; 2. Wajan; 3. Jembangan; 4. Kemplong. Setiap daerah pembatikan tampil dengan ciri khasnya masing-masing. Ciri-ciri batik tulis Surakarta: a. Ungkapan coraknya cenderung simbolis, statis, magis; b. Jumlah warnanya terbatas; c. Motifnya berbentuk gamis; d. Onamennya terusun padat; e. Kualitas batiknya halus. Dan setelah kami melakukan penelitian melalui beberapa sumber, maka kami menemukan beberapa jenis motif hias dari batik Surakarta ini yaitu; Motif Hias Alas-alasan, Motif Hias Ayam Wana, Motif Hias Babon Angrem, Motif Hias Bolu Rambat, Motif Hias Cakar, Motif Hias Cemukiran, dan Motif Hias Ceplok Lung Slop. Penelitian ini memfokuskan perhatian pada bidang kesenirupaan, terutama pada motif hias dan cara kerja dalam pembuatan batik tulis. Pada kenyataannya tidak semua pengrajin batik tulis Surakarta dapat bertahan terus, karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk mempertahankan dan mengembangkan kelestarian seni batik tulis Surakarta.

You might also like