You are on page 1of 32

1

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) I. Definisi Chronic kidney disease atau CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer, 2002:1448). II. Etiologi Penyakit yang sering membuat fungsi ginjal menurun adalah penyakit Hipertensi, Gout menyebabkan nefropati gout, Diabetes Mellitus yang menyebabkan DKD (diabetic kidney disease), gangguan metabolism, SLE yang menyebabkan nefropati SLE, riwayat batu yang menyebabkan penyakit ginjal glomerular, riwayat edema yang mengarah ke penyakit ginjal glomerular, riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (yang diduga mengarah ke penyakit ginjal genetik) / herediter, infeksi, penyakit hipersensitif, penyakit peradangan, lesi obstruksi pada traktus urinarius, nefropatik toksik dan nefropati obstruksi. 1. Pre renal: Adanya dehidrasi berat, kombosio dengan grade >80%. 2. Renal (Etiologi menurut Silvia dan Wilson: 2006, 918) 1) Penyakit infeksi tubule intertitial: peritonitis kronik atau refluks nefropati. 2) Penyakit peradangan: glomerulonefritis 3) Penyakit vaskuler hipertensi Nefrosklerosis benigna, nefroskleloris maligna, stenosis arteri renalis. 4) Penyakit jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik, poliartritis nodusa, skeloris sistemik progresif.

2 5) Gangguan herediter dan konggenital Penyakit ginjal polikistik, ssidosis tubulus ginjal 6) Penyakit metabolik Diabetes militus, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidisis. 7) Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesic, Nefropati timah. 3. Post renal Nefropati obstruktif 1) Traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma,fibrosis retroperitoneal 2) Traktus urinarius bagian bawah: hipertrofi prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika unaria dan uretra III. Faktor predesposisi (Silvia dan Wilson: 2006, 919) 1. Obstruksi aliran urine (batu, penyakit prostat) 2. Jenis kelamin perempuan 3. Umur yang lebih tua 4. Kehamilan 5. Refluk vesikoureter 6. Peralatan kedokteran (kateter menetap) 7. Vesika urinaria neurogenik 8. Penyalahgunaan analgesik secara kronik 9. Penyakit ginjal kronik 10. Penyakit metabolik (Diebetes militus, gaut, batu urine)

IV.

Stadium gagal ginjal (Elisabeth: 2009, 726) Berdasarkan GFR penyakit gagal ginjal dapat dibagi menjadi

3 1) Stadium 1 Kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologi kerusakan, mencakup kelainan dalam pemeriksaan darah atau urine atau dalam pemeriksaan pencitraan) dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) normal atau hampir normal, tepat atau diatas 90 ml/menit (> 75% dari nilai normal) 2) Stadium 2 Laju filtrasi glomerulus antara 60 dan 80 ml/menit (kira-kira 50% dari nilai normal) dengan tanda-tanda kerusakan ginjal. Stadium ini dianggap sebagai salah satu tanda penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan sendirinya sangat rentan mengalami ke gagalan fungsi saat terjadi kelebihan beban. Gangguan lainnya mempercepat penurunan fungsi ginjal 3) Stadium 3 Laju glomerulus antara 30 dan 59 ml/menit (25% sampai 50% dari nilai normal. Insufisiensi ginjal dianggap terjadi pada stadium ini. Nefron terus menerus mengalami kematian. 4) Stadium 4 Laju glomerulus antara 15 dan 29 ml/menit (12% sampai 24% dari nilai normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa. 5) Stadium 5 Gagal ginjal stadium lanjut, laju filtasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit (< 12% dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi tinggal beberapa. Terbentuk jaringan parut dan atrofi tubulus ginjal V. Tanda dan gejala (Bruner dan Suddart: 2002, 1449) 1) Kardiovaskuler Hipertensi, Pitting edema (kaki, tangan, sakrum), Edema periorbital, Fiction rub pericardial, pembesaran vena leher. 2) Integumen Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar 3) Pulmoner

4 Krekels, sputum kental dan liat, nafas dangkal, pernapasan kusmaul. 4) Gastrointestinal Napas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran GI. 5) Neurologi Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan prilaku 6) Muskoloskeletal Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop 7) Reproduksi Amenore, atrofi testikuler, libido menurun, infertile.

VI.

Pemeriksaan Penunjang (Elisabeth: 2009, 730 dan Doenges: 2000, 629) 1) Urine 1. Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada (anuria). 2. Warna: secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan karena pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat atau urat. 3. Sedimen: kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfin. 4. Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan gagal ginjal berat). 5. Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular dan rasio/ serum sering 1:1. 6. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.

5 7. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada. 2) Darah 1. BUN/ Kreatinin: meningkatkan, biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10ml/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5). 2. Hitung darah lengkap: Ht menurun pada adanya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL. 3. SDM: waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada azotemia. 4. GDA: pH penurunan metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hydrogen dan ammonia atau hasil akhir metabolism protein. Bikarbonat menurun. PCO2 menurun. 5. Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjal kehabisan natrium, atau normal) menunjukkan status dulusi hipernatremia. 6. Kalium: peningkatan berhubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEg atau lebih besar. a. Magnesium/ fosfat: meningkat. b. Kalsium: menurun. c. Protein (khusnya albumin): kadar serum nemenurun dan menunjuukan pengeluaran melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam aminio esensial. 3) Osmolaritas serum. Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine. 4) KUB foto

6 Menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi (batu). 5) Pielogram retrogred. Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter. 6) Arteriogram ginjal Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, masa. 7) Sistouretrogram berkemih Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluk kedalam ureter, retensi. 8) Utrasono ginjal Menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran kemih bagian atas. 9) Biopsi ginjal Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel jaringan untuk diagnose histologist. 10) Endoskopi ginjal, nefroskopi. Dilakukan untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif. 11) EKG Mungkin abnormal untuk menunjukkan ketidak seimbangan asam/ basa. 12) Foto kaki, tangan, tengkorak, kolumna spinal. Dapat menunjukkan dermalisasi, kalsifikasi.

VII.

Penatalaksanaan Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.

1) Pengaturan minum

7 2) Pengendalian hipertensi Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium. 1. Pengendalian K dalam darah Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa. 1. Penanggulangan Anemia Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner. 1. Penanggulangan asidosis Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis. 1. Pengobatan dan pencegahan infeksi Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba

8 diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal. 1. Pengurangan protein dalam makanan Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih. Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat dipergunakan pada CRF terminal untuk mengurangi jumlah dialisis. 1. Pengobatan neuropati Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi dan merupakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada CRF yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul. 1. Dialisis Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi. Indikasi: BUN > 100 mg/dl, S. Creatinin > 10 mg/dl, Hiperkalemi K > 7mEg/ liter, asidosis (pH < 7,5), plasma bicarbonate < 14 mg/liter, creatinin klerens: < 5 ml/menit, anoreksia, mual, muntah, enselopati, uremikum/ gelisah, oedem paru, pericarditis uremikum, anuria. 1. Transplantasi Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke tubuh penderita CRF maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus

9 memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan penerima donor. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA. VIII. Konsep Asuahan Keperawatan

1) Identitas pasien a. Usia b. Jenis kelamin pada pria. 2) Keluhan utama Pada pasien GGK setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia. Keluhan pasien tergantung pada tingkat kerusakan ginjal dan kondisi yang mendasari. Kecing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, anoreksi, mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas bau (ureum), gatal pada kulit. 3) Riwayat penyakit dahulu Penyakit infeksi tubulo interstitial (pielonefritis kronik atau refluks nefropati), penyakit peradangan (glomerulonefritis), penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis), gangguan jaringan ikat (Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sitemik progresif), gangguan kongenital dan herediter (penyakit ginjal polisiklik, asidosis tubulus ginjal), penyakit metabolik (DM, GOUT, hiperparatiroidisme, amiloldosis), nefropati obstruktif (traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urianrius bagian bawah: hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher VU dan uretra. 4) Kebiasaan konsumsi obat NSAID dalam waktu lama. 5) Riwayat penyakit sekarang: diare berat/dehidrasi berat 6) Riwayat penyakit keluarga : GGK terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 tahun) : Dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70% terjadi

10 Adanya riwayat penyakit leturunan seperti DM dan Hipertensi. 7) pemeriksaan fisik 1. Pulmoner Krekels, sputum kental, nafas kusmaul. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan terganggunya produksi Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis Arterosklerosis terjadi karena gangguan metabolism lemak Anemia karena kurangnya produksi eritropoetin Gangguan fungsi sel darah putih (leukosit) Rasa pegal pada kaki (restless leg syndrome) dan rasa seperti Ensefalopati metabolic dan kejang Kencing sedikit (kurang dari 400cc/hari) warna urine kuning tua dan pekat tidak dapat kencing penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut). Mual, muntah, nafsu makan menurun akibat adanya ganguan Fetor uremik yaitu bau yang khas keluar dari mulut penderita Peradangan pada usus dan stomatitis akibat ureum yang berlebihan Konstipasi atau diare Kram otot, kelemahan otot, foot drop. Warna kulit abu-abu mengkilat 2. Cardiovaskular rennin

3. Gangguan system saraf terbakar pada telapak kaki (burning feet syndrome) 4. Perkemihan-Eliminasi urine (B4)

5. Sistem pencernaan metabolism (ureum)

6. Muskuloskeletal dan Integumen

11 IX.

Kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh,

rambut tipis dan kasar Pemeriksaan laboratorium Perbandingan ureum dan kreatinin 20:1 Kreatinin klirens <100 ml/ menit Hipoalbuminemis dan hiperkolesterolemia Hipertrigliserida akibat penurunan hormone lipoprotein lipase Hipokalsemia dan hiperfosfatemia karena berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2 vitamin D3 Hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal. X. Laju Endap Darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia. Pemeriksaan radiologi Foto polos abdomen untuk didapatkan perubahan bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi) Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa. IVP (Intra Vena Pielografi) didapatkan perubahan sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat. USG didapatkan perubahan besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Renogram didapatkan perubahan menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal. XI. Masalah keperawatan yang mungkin timbul

12

Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan gangguan metabolism

sampah, dan kelemahan otot. protein, anoreksia, mual, muntah, perubahan mukosa mulut dan pembatasan diet. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, Resiko cedera berhubungan dengan penekanan, penurunan produksi diet berlebih dan retensi cairan dan natrium. eritrosit, gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vascular, dan kejang. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic, sirkulasi, sensasi, penurunan turgor kulit, akumulasi ureum dalam kulit. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan penurunan produksi urine Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan terganggunya difusi akibat Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan asam basa Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan dan pembatasan intake cairan. edema paru. sekunder akibat CKD ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak. XII. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan cardiac output Perubahan fungsi seksual berhubungan dengan efek biokimia pada energy Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan laju filtrasi, Intervensi keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan retensi cairan di paru-paru yang ditandai pasien sesak, penggunaan otot bantu pernafasan, respirasi meningkat, saturasi oksigen turun, cianosis, oedem. akibat retensi cairan dan akumulasi urea toksik. dan libido sekunder akibat CKD. penurunan TD sistemik/hipoksia, hipovolemia

13 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan perawatan masalah pertukaran gas teratasi dengan kriteria : Pernafasan teratur 12-20 x/menit Pasien tidak sesak Tidak ada ronchi/wheezing Pasien tidak menggunakan otot bantu pernafasan Tidak ada cianosis, SpO2 98-100% Tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi: 1) Jelaskan pada pasien penyebab terjadinya sesak R/ dengan penjelasan pasien akan kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan. 2) Berikan posisi fowler/semi fowler sesuai kebutuhan pasien R/ posisi fowler/semi fowler membuat ekspansi paru lebih baik sehingga pertukaran gas tidak terganggu. 3) Berikan oksigen sesuai kebutuhan pasien. R/ membantu meningkatkan suplai oksigen kejaringan. 4) Batasi intake cairan. R/ intake cairan yang tidak terkontrol memperberat retensi cairan di paruparu. 5) Observasi produksi urine dan balance cairan, keluhan sesak, pernafasan, SpO2, tensi, nadi. R/ untuk mengetahui perubahan keadaan pasien. 6) Kolaborasi pemberian terapi lasik. R/ terapi lasik akan merestriksi cairan dalam paru yang dikeluarkan melalui urine. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan asam basa sekunder akibat CKD yang ditandai dengan pola nafas teratur menggunakan pernafasan perut, RR 26x/menit. Tujuan: Pasien dapat menunjukkan pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam dengan kriteria hasil:

14 pasien bisa bernafas menggunakan pernafasan dada spontan, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, RR 12-20 x/menit, nadi 60100 x/menit. Intervensi 1) Anjurkan pasien untuk bernafas dalam dan rileks R/ Pasien dengan latihan nafas dalam akan mengembalikan reflek bernafas spontan secara bertahap 2) Bantu pemenuhan ADL R/ mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen untuk perbaikan ventilasi. 3) Berikan posisi semi fowler atau head up R/ Posisi setengah duduk akan meningkatkan ekspansi paru sehingga oksigen yang masuk ke paru juga meningkat.Dan akumulasi cairan dari paru lebih mudah keluar lewat Bulleu drain. 4) Berikan selimut tebal dan suhu ruangan optimal 25-29OC saat memandikan R/ Suhu ruangan yang terlalu dingin akan memicu metabolism sehingga kebutuhan O2 juga akan meningkat dan efeknya frekuensi nafas akan meningkat. 5) Kolaborasi dengan dokter dalam penggunaan ventilasi mekanik IPPV, VT 500, Frequensi 12, FiO2 0,40, PEEP +3 R/ terapi ventilator adalah mempertahankan O2 adekuat masuk ke dalam paru. Oksigen diberikan dengan metode yang tepat akan memberikan pengiriman O2 sesuai toleransi pasien. 6) Observasi pola nafas, frekuensi dan kedalaman nafas, nadi, penggunaan jenis dan otot bantu pernafasan setiap 3 jam. R/ Observasi perubahan pola nafas akan mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam bernafas. 3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium yang ditandai dengan edema, kulit tampak menengang dan mengkilap, sesak, kenaikan berat badan.

15 Tujuan: Pasien mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x24 jam dengan kriteria hasil tidak terjadi peningkatkan berat badan, turgor kulit normal, tidak ada edema. Intervensi 1) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan. R/ Pemahaman akan meningkatkan kerja sama pasien dan keluarga dalam menjaga kondisi pasien. 2) Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan. R/ Kenyamanan akan meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan intake cairan pasien. 3) Batasi masukan dan cairan. R/ Pembatasan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urine dan respon terhadap terapi. 4) Tingkatkan dan dorong hygiene oral. R/ Hygiene oral akan mengurangi kekeringan membrane mukosa mulut sehingga rasa haus akan berkurang. 5) Observasi status cairan: BB, turgor kulit, edema, tekanan darah, dan nadi. R/ Observasi tanda-tanda tersebut akan menunjukkan perubahanperubahan cairan dalam tubuh. 4. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan gangguan metabolism protein, anoreksia, mual, muntah, perubahan mukosa mulut dan pembatasan diet. Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil berat badan meningkat 1%, pasien mematuhi dietnya, mual berkurang dan muntah tidak ada, pasien menghabiskan porsi makanannya. Intervensi 1. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

16 R/ Nutrisi terutama protein sangat diperlukan oleh tubuh sebagai zat yang digunakan untuk memperbaiki sel yang rusak. 2. Atur situasi lingkungan yang rileks R/ Kondisi lingkungan yang rileks akan membantu pasien untuk lebih menikmati makanan 3. 4. Berikan makanan sedikit dan sering. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan. R./ Meminimalkan anoreksia dan mual. R./ Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipertensi yang lebih berat. 5. Tawarkan perawatan mulut, berikan permen karet atau penyegar mulut diantara waktu makan. R./ Menghindari membran mukosa mulut kering dan pecah. 6. 7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti emetik. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet tinggi kalori, R./ anti emitik akan mencegah mual/muntah. rendah protein, rendah garam (TKRPRG). R./ Pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan tekanan darah dan mencegah komplikasi. 8. Evaluasi dengan timbang berat badan dan ukur LLA setiap hari, melihat porsi makan pasien. R./ Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet). 5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic, sirkulasi, sensasi, penurunan turgor kulit, akumulasi ureum dalam kulit yang ditandai dengan lesi, eritema, kekeringan membrane mukosa. Tujuan: Pasien terhindar dari kerusakan integritas kulit setelah dilakukan perawatan 3x24 jam dengan kriteria hasil pasien tidak mengeluh adanya nyeri di kulit, tidak ada tanda kemerahan dan luka pada kulit, kulit tetap intact dan kering. Intervensi

17 1) Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian tipis dan kering yang

menyerap keringat. R/ Mencegah iritasi kulit dan mengurangi kulit yang lembab akibat keringat. 2) kulit. 3) Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih. R/ Kulit yang basah akan memicu terjadinya iritasi yang mengarah terjadinya dekubitus. 4) Ganti posisi setiap 2 jam, beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung siku dan tumit. R/ Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan dapat membatasi perfusi seluler sehingga bisa mengurangi iskemik jaringan. 5) Observasi kulit terhadap perubahan warna, turgor, kemerahan, dan ekskoriasi. R/ Perubahan warna dan kurangnya sirkulasi menyebabkan kulit mudah rusak dan timbul dekubitus. 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat perfusi jaringan menurun yang ditandai kehilangan tonus, penurunan rentang gerang, pasien cepat lelah. Tujuan: Pasien dapat beraktifitas normal setelah dilakukan tindakan perawatan 2x24 jam, dengan kriteria: Pasien tampak segar Tonus otot kuat Pasien tidak mengeluh pusing Nadi dalam batas normal Intervensi 1) Jelaskan pada pasien alasan pembatasan aktifitas Anjurkan pasien untuk menggunakan kompres lembab dan dingin. R/ Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko kerusakan

18 R/ membatasi aktifitas akan mengurangi pengeluaran energi yang berlebihan dan mencegah kelemahan. 2) Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan R/ menghindari pengeluaran oksigen berlebihan 3) Berikan lingkungan yang tenang, pertahankan tirah basing dan batasi pengunjung. R/ meningkatkan istirahat untuk mengurangi kelemahan 4) Motivasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap R/ aktivitas bertahap dapat membantu meningkatkan kekuatan otot. Aktifitas yang mendadak dapat menyebabkan pusing dan meningkatkan resiko cidera. 5) Observasi keluhan pusing, TTV, keadaan umum pasien. R/ observasi untuk mengetahui hasil tindakan perawatan dan menentukan tindakan selanjutnya. 7. Resiko cedera berhubungan dengan kesadaran menurun atau pasien gelisah. Tujuan: Pasien tidak mengalami cidera selama dilakukan perawatan. Intervensi: 1) Libatkan keluarga untuk berada / menjaga didekat pasien R/ adanya keluarga didekat pasien akan meningkatkan pengawasan dan keamanan pasien. 2) Pasang pengaman tempat tidur pasien R/ pengaman / pagar tempat tidur mencegah pasien jatuh. 3) Batasi aktivitas pasien / bedrest R/ pembatasan aktivitas mencegah terjadinya cedera pada pasien 4) Tempatkan pasien didekat ruang perawat / petugas R/ keberadaan pasien dekat ruang perawat akan memudahkan pemanatuan keadaan pasien.

19 8. Kecemasan pasien berhubungan dengan komplikasi tindakan, tidak mengetahui hasil pengobatan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, takikardi, takipneu, gelisah, konfusi, peka rangsang, tidak sabar. Tujuan: Pasien dapat mengatasi kecemasan yang dialami dengan kriteria: Pasien tampak rileks dapat tidur / istirahat dengan tepat Pasien menunjukan ketrampilan pemecahan masalah dan penggunaan sumber secara efektif. Intervensi: 1) Kaji tingkat rasa cemas pasien pada orang terdekat dan parhatikan tanda pnengingkaran, depresi, atau penyempitan fokus perhatian R/ membantu menentukan jenis intervensi yang diperlukan 2) Jelaskan prosedur / asuhan yang diberikan dan ulangi penjelasan dengan sering / sesuai kebutuhan R/ informasi / peningkatan pengetahuan akan meningkatkan penerimaan tentang dialisis dan informasi yang berulang dapat mempengaruhi perubahan dalam proses berpikir serta mengurangi tingkat kecemasan pasien. 3) Motivasi dan berikan kesempatan pada pasien /orang terdekat untuk mengajukan pertanyaan dan menyatakan masalah. R/ menciptakan suasana terbuka dan bekerjasama serta memberi informasi yang akan membantu identifikasi / mengatasi masalah 4) Motivasi orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan sesuai indikasi R/ keterlibatan orang terdekat memberikan suport pada pasien dan memperkecil kecemasan karena ketidak tahuan 5) Tunjukkan indikator positif pengobatan misalnya tekanan darah stabil, berkurangnya kelelahan, hasil laboratorium yang membaik. R/ meningkatkan perasaan berhasil/kemajuan pengobatan. 9. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak yang ditandai hipotensi, takikardi, sianosis, dispnea, oligouria, gelisah.

20 Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung dengan kriteria hasil : tekanan darah sistole antara 100 140 dan diastole antara 70 90 mmHg, frekuensi nadi antara 60 - 100, nadi perifer yang kuat, capilary refill time yang baik, Lab dbn keseimbangan elektrolit terkendali (sodium 135-145 meq/l, potassium 3-6 meq/l, bicarbonat >15 meq/l, kalsium 2,12-2,62 mMol/l, fosfat 2,5-5,0 mg/dl) Intervensi: 1) Kaji tingkat kemampuan klien beraktivitas.dan batasi aktivitas berlebihan R/ Kelemahan dapat terjadi akibat dari tidak lancarnya sirkulasi darah.dan beban jantung dipengaruhi oleh aktivitas berlebihan 2) 3) Beri tambahan O2 sesuai indikasi Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (Na, K), BUN, Serum R/ Meningkatkan sediaan oksigen pada miokard kreatinin, Kreatinin klirens. R/ Ketidakseimbangan dapat mengganggu kontraksi elektrikal dan fungsi jantung 4) 5) 6) Kolaborasi pemeriksaan thoraks foto. Kolaborasi pemberian obat-obatan anti hipertensi. Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan tekanan R/ Mengidentifikasi adanya gagal jantung dan kalsifikasi jaringan lunak R/ Menurunkan tahanan vaskuler sistemik darah akibat perubahan posisi Auskultasi suara jantung dan paru. Evaluasi adanya edema, perifer, kongesti vaskuler dan keluhan dispnoe. R/ Adanya edema paru, kongesti vaskuler, dan keluhan dispnea menunjukan adanya renal failure. Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan renin angiotensin dan aldosteron. Tetapi ortostatik hipotensi juga dapat terjadi akibat dari defisit intravaskular fluid. 10. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan laju filtrasi, penurunan TD sistemik/hipoksia, hipovolemia yang ditandai dengan pucat, sianosis, hipotensi, CRT < 3 detik, perubahan suhu kulit lebih dingin.

21 Tujuan : Perubahan perfusi jaringan adekuat dengan criteria hasil mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, tanda vital stabil tekanan darah sistole antara 100 140 dan diastole antara 70 90 mmHg, frekuensi nadi antara 60 - 100, nadi perifer yang kuat. Intervensi: 1) Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu menyebabkan penurunan perfusi jaringan cerebral R/ Penurunan gejala/tanda atau kegagalan dalam pemulihan setelah serangan awal menunjukkan pasien perlu dipindahkan ke perawatan intensif 2) Pantau GCS R/ Mengkaji adanya penurunan kesadaran 3) Pantau tekanan darah. Catat adanya HT sistolik dan tekanan nadi yang semakin berat R/ Peningkatan TD sistemik diikuti penurunan TD distolik (nadi membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK 4) Pantau masukan dan haluaran. R/ Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. 5) Anjurkan orang terdekat untuk berbicara dengan pasien R/ Ungkapan keluarga yang menyenangkan pasien tampak memberikan ketenganan dan relaksasi pada klien yang mengalami penurunan kesadaran. 6) Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan TL yang tidak sesuai R/ Petunjuk non verbal mengidentifikasikan adanya gangguan perfusi dengan perubahan kesadaran. 11. Perubahan fungsi seksual berhubungan dengan efek biokimia pada energy dan libido sekunder akibat CKD yang ditandai dengan perubahan actual fungsi seksual, perubahan pola seksual. Tujuan: memperbaiki konsep diri.

22 Kreteria evaluasi: Pasien mampu menggunakan koping individu yang efektif. Pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksi terhadap penyakit dan perubahan hidup yang dialaminya. Mampu mencari batuan (konseling professional, psikiater/ psikolog) bila diperlukan. Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksualitas. Intervensi: 1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganannya. R/ menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga dalam menghadapi perubahan hidup. 2. Kaji hubungan antara pasien dengan keluarga terdekat. R/ penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi. 3. Kaji pola koping pasien dan keluarga. R/ pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin potensial destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat penyakitnya dan penanganannya. 4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan penanganannya: perubahan peran, perubahan gaya hidup, perubahan dalam pekerjaan, perubahan seksual, ketergantungan pada tim tenaga kesehatan. R/ pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengahadapinya. 5. Gali cara alternatife untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual. R/ bentuk ekspresi seksual dapat diterima. 6. Diskusikan peran pemberi dan menerima cinta, kehatan dan kemesraan. R/ seksualitas mempunyai arti yang berbeda pada tiap individu, tergantunng pada tahap maturitasnya.

23 12. Gangguan pola eliminasi uri berhubungan dengan penurunan isyarat kandung kemih atau gangguan kemampuan untuk mengenali isyarat kandung kemih yang ditandai dengan pasien mengatakan adanya masalah dalam berkemih, perubahan frekuensi berkemih, nocturia. Tujuan : pasien memperlihatkan adanya perbaikan pola eliminasi uria setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: Produksi urine 1-2cc/kgBB/jam, Tidak ada oedem, Pasien tidak sesak, Intake dan out put seimbang, Tensi dan nadi dalam batas normal Intervensi: 1) Jelaskan pada pasien penyebab urine sedikit dan tindakan yang akan dilakukan R/ Dengan penjalasan yang diberikan pasien akan mengerti dan kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan 2) Batasi intake cairan R/ Pembatasan cairan untuk mengurangi overload dan menurangi beban kerja ginjal. 3) Observasi produksi urine, intake cairan, balance, oedem, keluhan sesak, tensi, nadi. R/ Dengan observasi akan mengetahui keadaan pasien dan dapat menentukan tindakan secara tepat 4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi diuretik R/ Diuretik berfungsi untuk meristiksi overload dan dikeluarkan melalui urine

24

25 KONSEP HEMODIALISA

1. Definisi Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui membrane semipermiable berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya (Silvia, 2006: 971). Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dalisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir. Hemodialisis merupakan suatu mesin ginjal buatan (atau alat hemodialisis) terutama terdiri dari membrane semipermiable dengan darah di satu sisi dan cairan dialysis di sisi lainnya. 2. Indikasi a. BUN > 100 mg/dl, S. Creatinin > 10 mg/dl, Hiperkalemi K > 7mEg/liter, asidosis (pH <7,5), plasma bicarbonate <14 mlg/ liter, creatinin klerens: <5 ml/menit,anoreksia, mual, muntah, ensolopati, uremikum/ gelisah, oedem paru, pericarditis uremikum, anuria. b. Penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu. c. Menderita neoropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. d. Bagi penderita gagal ginjal kronik, hemodilalisis akan mencegah kematian dan meningkatkan kualitas hidup pasien tetapi tindakan ini tidak menyembuhkan. 3. Tujuan Tujuan hemodialisis adalah untuk membuang zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh

26 pasien ke dialyzer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi dalam tubuh pasien. 4. Prinsip kerja hemodilisis Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. a. Difusi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan dialisat yang memiliki konsentrasi lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan dengan mengatur rendaman dialisat (dialysate bath ) secara tepat. Pori-pori kecil dalam membrane semipermeable tidak memungkinkan lolosnya sel darah merah dan protein. b. Osmosis. Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). c. Ultrafiltrasi. Gradient takanan ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang disebut sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada mesin ini sebagai kekuatan penghisap pada membrane dan memfiltrasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga mencapai isovolemia (keseimbangan cairan). System dapar tubuh (buffer system) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh vena pasien.

27

5. Komplikasi. Komplikasi terapi dialysis sendiri dapat mencakup hal sebagai berikut: a. Hipotensi. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan. b. Emboli. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi dapat terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien. c. Nyeri dada. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh. d. Pruritus. Pruritus dapat terjadi selama proses dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit. e. Gangguan keseimbangan dialisis. Gangguan keseimbangan dialysis terjadi karena perpindahan cairan cerebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat. f. Kram otot. Kram otot yang nyeri dapat terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruangan ekstrasel. g. Mual dan muntah. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi oleh karena toksin yang masih tinggi dan peningkatan asam lambung. 1. Diseguilibrium sindrome 6. Penatalaksaan pasien hemodialisa jangka panjang. a. Diet dan cairan. Diet merupakan hal penting bagi pasien hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresi produk akhir metabolisme, subtansi yang bersifat asam ini akan

28 menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun. Gejala terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik dan mempengaruhi setiap system tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk lebih banyak gejala yang timbul. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif dan oedem paru. Dengan demikian pembatasan cairan masuk juga merupakan bagian dari diet pada pasien tersebut. b. Pertimbangan medikasi Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melaui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotic, antiaretmia, anthihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. c. Pendidikan pasien. Hal-hal penting yang terkait dalam Helth Education pasien meliputi: Rasional dan tujuan terapi dialisis. Hubungan antara obat-obatan yang diresepkan dan dialisis. Efek samping obat dan kapan harus kontrol ke dokter atau Perawatan akses vaskuler, pencegahan, pendeteksian dan

menanyakan efek samping obat tersebut. penatalaksanaan komplikasi yang berkaitan dengan akses vaskuler. Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan caiaran, konsekwensi Pedoman pencegahan dan pendeteksian kelebihan muatan cairan. Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan, dan pengurangan Penatalaksanaan komplikasi dialysis yang lain dan efek samping Strategi untuk menangani atau mengurangi kecemasan serta Pilihan lain yang tersedia bagi pasien. akibat ke gagalan dalam mematuhi pembatasan ini.

gejala pruritus, neuropati serta gejala-gejala lainnya. terapi (dialysis, diet yang membatasi, obat-obatan). ketergantunngan pasien sendiri dan anggota keluarga mereka.

29

Pengaturan financial untuk dialysis, strategi untuk mengidentifikasi Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi

dan mendapatkan sumber-sumber financial. kecemasan keluarga. d. Pertimbangan psikososial. Individu dengan hemodialisis jangka panjang sering merasa kawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam hidupnya. Mereka biasanya mengalami masalah financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, depresi akibat sakit yang kronis dan kematian. Dialysis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga, pembatasan aktivitas dan konflik dalam keluarga, frustasi, rasa bersalah, serta depresi dalam keluarga. Pentingnya support sistem bagi penderita yang menjalani hemodialisis sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan setiap perasaan marah, keprihatinan terhadap program pengobatan disamping masalah financial. Rujuk pasien pada psikiater bila diperlukan. Merupakan tugas perawat untuk membantu pasien dan keluarganya dalam menghadapi berbagai perubahan yang ditimbulkan oleh gagal ginjal dan terapinya. Diagnosa 1) Kecemasan pasien berhubungan dengan komplikasi tindakan, tidak mengetahui hasil pengobatan yang ditandai dengan dengan peningkatan tekanan darah, takikardi, takipneu, gelisah, konfusi, peka rangsang, tidak sabar. Tujuan: Pasien dapat mengatasi kecemasan yang dialami dengan kriteria: Pasien tampak rileks dapat tidur / istirahat dengan tepat Pasien menunjukan ketrampilan pemecahan masalah dan penggunaan sumber secara efektif. Intervensi:

30 1) Kaji tingkat rasa cemas pasien pada orang terdekat dan parhatikan tanda pnengingkaran, depresi, atau penyempitan fokus perhatian R/ membantu menentukan jenis intervensi yang diperlukan 2) Jelaskan prosedur / asuhan yang diberikan dan ulangi penjelasan dengan sering / sesuai kebutuhan R/ informasi / peningkatan pengetahuan akan meningkatkan penerimaan tentang dialisis dan informasi yang berulang dapat mempengaruhi perubahan dalam proses berpikir serta mengurangi tingkat kecemasan pasien. 3) Motivasi dan berikan kesempatan pada pasien /orang terdekat untuk mengajukan pertanyaan dan menyatakan masalah. R/ menciptakan suasana terbuka dan bekerjasama serta memberi informasi yang akan membantu identifikasi / mengatasi masalah 4) Motivasi orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan sesuai indikasi R/ keterlibatan orang terdekat memberikan suport pada pasien dan memperkecil kecemasan karena ketidak tahuan 5) Tunjukkan indikator positif pengobatan misalnya tekanan darah stabil, berkurangnya kelelahan, hasil laboratorium yang membaik. R/ meningkatkan perasaan berhasil/kemajuan pengobatan. 2) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, peerubahna peran, perubahan citra tubuh dan seksualitas. Tujuan: memperbaiki konsep diri. Kreteria evaluasi: Pasien mampu menggunakan koping individu yang efektif. Pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksi terhadap penyakit dan perubahan hidup yang dialaminya. Mampu mencari batuan (konseling professional, psikiater/ psikolog) bila diperlukan. Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksualitas. Intervensi:

31 1) Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganannya. R/ menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga dalam menghadapi perubahan hidup. 2) Kaji hubungan antara pasien dengan keluarga terdekat. R/ penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi. 3) Kaji pola koping pasien dan keluarga. R/ pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin potensial destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat penyakitnya dan penanganannya. 4) Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan penanganannya: perubahan peran, perubahan gaya hidup, perubahan dalam pekerjaan, perubahan seksual, ketergantungan pada tim tenaga kesehatan. R/ pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengahadapinya. 5) Gali cara alternatife untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual. R/ bentuk ekspresi seksual dapat diterima. 6) Diskusikan peran pemberi dan menerima cinta, kehatan dan kemesraan. R/ seksualitas mempunyai arti yang berbeda pada tiap individu, tergantunng pada tahap maturitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

32 Direktorat Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia RS. PGI Cikini Jakarta (2006). Kumpulan Makalah Materi Inti Kursus Keperawatan Intenssif Ginjal. Jakarta. Doenges Marilynn E dkk (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC. Juall, Lynda Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Price, Sylvia A, dan Wilson Lorraine M (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa Agung Waluyo. Edisi 8. Jakarta: EGC. Suparman (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Tahan, Erik. 2004. Kesehatan Keluarga Penyakit Ginjal dan Hipertensi. Jakarta: PT. Gramedia.

You might also like