You are on page 1of 27

TEKNIK PENYIDIKAN DAN PERLINDUNGAN HUTAN A.

Batasan dan Pengertian Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan untuk menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, dapat tercapai secara optimal dan lestari. Dengan demikian kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan

merupakan usaha untuk : 1. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, dayadaya alam, hama serta penyakit; 2. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan

perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Dalam rangka melindungi hutan dan hasil hutan dari gangguan yang disebabkan oleh perbuatan manusia maka berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, dinyatakan bahwa : 1. Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan; 2. Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan; 3. Setiap orang dilarang : a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; b. merambah kawasan hutan; c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan : 1) 500 (lima ratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;

2) 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; 3) 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; 4) 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 5) 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang; 6) 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. d. membakar hutan; e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang; f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri; h. mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan; i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang; j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang; k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan

m. mengeluarkan, membawa dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

Pengertian dan Istilah dalam perlindungan dan pengamanan hutan yang sering digunakan, diantaranya adalah : 1. Polisi Hutan adalah pejabat fungsional tertentu dilingkungan Departeman Kehutanan yang oleh atau atas kuasa undang-undang memiliki

wewenang kepolisian terbatas dibidang kehutanan. 2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) lingkup Departemen Kehutanan adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam lingkup Departemen Kehutanan yang oleh dan kuasa undang-undang ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan atas tindak pidana dibidang hutan dan kehutanan. 3. Patroli adalah kegiatan pengawasan pengamanan hutan yang dilakukan dengan cara gerakan dari satu tempat ketempat lain oleh dua atau tiga orang atau lebih diwilayah hutan yang menjadi tanggung jawabnya atau daerah tertentu dimana terjadi pelanggaran/kejahatan atas hasil hutan. Secara teratur dan selektif atau tergantung situasi dan kondisi keamanan hutan dengan tujuan mencegah gangguan terhadap hutan dan hasil hutan, mengetahui situasi lapangan serta melakukan tindakan terhadap pelaku pelanggaran/kejahatan yang ditemukan pada waktu patroli. 4. Penjagaan adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan pada tempattempat yang telah ditentukan. 5. Operasi Khusus Polhut adalah operasi yang dilaksanakan Polhut terhadap sasaran tertentu yang sifatnya sudah kronis dengan personil, waktu dan dukungan dana yang sudah ditentukan dengan catatan pengerahan Polhut yang terpilih dan dalam jumlah yang besar. 6. Operasi Gabungan adalah operasi pengamanan hutan dan hasil hutan yang dilakukan oleh Polhut bersama-sama dengan instansi terkait dengan sasaran, personil, waktu dan dukungan dana tertentu.

7. Penyidikan adalah serangkaian tindakan PPNS untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti untuk menjelaskan terjadinya tindak pidana dibidang hutan dan kehutanan, serta dalam rangka menemukan tersangkanya, dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP dan peraturan perundangan lain yang mendasarinya. 8. Tindak Pidana adalah setiap perbuatan yang diancam hukuman sebagai pelanggaran atau kejahatan, baik yang disebut dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya. 9. Tertangkap Tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. 10. Senjata Api Polhut adalah setiap senjata api milik Departemen Kehutanan yang didistribusikan kepada Perum Perhutani, CDK, Balai/Sub Balai PHKA dan Hutan diseluruh Indonesia termasuk amunisinya yang dipinjam pakaikan kepada anggota Polhut sebagai alat utama dalam

melaksanakan tugasnya. 11. Pembelaan Terpaksa (Noodweer) sesuai bunyi pasal 49 KUHP adalah : a. Barang siapa melakukan perbuatan, yang terpaksa dilakukannya untuk mempertahankan dirinya atau diri orang lain, mempertahankan kehormatan atau harta benda sendiri atau kepunyaan orang lain dari pada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan segera pada saat itu juga, tidak boleh dihukum. b. Melampaui batas pertahanan yang sangat perlu, jika perbuatan itu dengan sekonyong-konyong dilakukan karena perasaan tergoncang dengan segera pada saat itu juga, tidak boleh dihukum. B. Kelembagaan Perlindungan dan Pengamanan Hutan Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh pemerintah. Instansi-instansi Kehutanan di Provinsi dan Kabupaten bertanggung jawab

atas perlindungan hutan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan yang efektif kepada pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaanya diberikan wewenang kepolisian khusus. Wewenang kepolisian khusus bidang kehutanan tersebut adalah : 1. Mengadakan patroli/perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; 2. memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan

pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; 3. menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; 4. mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; 5. dalam hal tertangkap tangkap, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang; dan 6. membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. Kelembagaan Perlindungan dan Pengamanan Hutan sebagai berikut : 1. Polisi Kehutanan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 45 Tahun 2004 Pasal 32 ayat (2) dijelaskan bahwa Polisi Kehutanan, adalah:
a. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional Polisi

Kehutanan;
b. Pegawai Perusahaan Umum Kehutanan Indonesia (Perum Perhutani)

yang diangkat sebagai Polisi Kehutanan;


c. Pejabat Struktural Instansi Kehutanan Pusat maupun Daerah yang

sesuai dengan tugas dan fungsinya mempunyai wewenang dan tanggung jawab dibidang perlindungan hutan. Untuk melaksanakan wewenang dan tanggungjawabnya Polisi Kehutanan mempunyai tugas pokok :

a. Mencegah dan membatasi kerusakan-kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, hama dan penyakit. b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara atas hutan dan hasil hutan. Dengan fungsi tugas, adalah sebagai berikut: a. Menjaga keutuhan kawasan hutan. b. Mencegah pendudukan dan pengerjaan lahan hutan tanpa izin. c. Mencegah pengelolaan tanah hutan secara tidak sah yang dapat menimbulkan kerusakan tanah dan tegakan. d. Mencegah penebangan tegakan hutan tanpa izin. e. Mencegah pemungutan hasil hutan dan perburuan satwa liar. f. Mencegah dan memadamkan kebakaran hutan serta melarang pembakaran hutan tanpa kewenangan yang sah. g. Mencegah pengangkutan hasil hutan dan satwa liar tanpa izin. h. Mencegah penggembalaan ternak, pengambilan rumput dan makanan ternak lainnya serta serasah dari dalam hutan kecuali ditempat-tempat yang disediakan untuk keperluan tersebut. i. Mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan daya alam, hama dan penyakit. j. Mencegah membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk memotong dan membelah pohon di dalam kawasan hutan. k. Mencegah terjadinya kerusan terhadap bangunan-bangunan dalam rangka upaya konservasi tanah dan air. l. Mencegah terjadinya kerusakan sumber daya alam hayati dan lingkungannya. 2. Struktur Organisai Struktur organisasi Mengenai POLHUT telah diatur dengan Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 10/Kpts-II/93-Skep/07/I/93 tanggal 7 Januari 1993. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama tersebut, POLHUT terdiri dari:

1) Kelompok 10 orang. 2) Kelompok 30 orang (Peleton).

Pengendalian administrasi dan teknis Tenaga Fungsional Polisi Hutan dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan Kepala Dinas Kabupaten serta Kepala Unit Pelaksana teknis Kehutanan terkait. Berdasarkan tempat kedudukan kerjanya Organisasi Perlindungan dan Pengamanan hutan Hutan digolongkan menjadi : a. Satuan Tugas Polhut Wilayah (SATGASWIL) Berkedudukan di Kantor Unit Kesatuan Pemangkuan Hutan, bertugas untuk menangani masalah-masalah pengamanan hutan yang bersifat khusus, gabungan atau dengan sasaran tertentu di wilayah kerja Hutan. b. Satuan Tugas Polhut Resort (SATGASRES), Berkedudukan di Kantor Resort Kehutanan sebagai Unit Organisasi terkecil dalam pengelolaan hutan di Lapangan, bertugas untuk menangani masalah-masalah pengamanan hutan secara rutin sesuai dengan wilayah kerjanya dan batas wewenang Polhut. Berdasarkan Sifat Pergerakannya organisasi perlindungan dan

pengamanan hutan digolongkan menjadi : a. Satuan Tugas Polhut Mobil Pada dasarnya Polhut yang berkedudukan di Kantor Unit Kesatuan Pengeloaan Hutan, bersifat mobil keseluruh wilayah kerja pengelolaan hutan. Untuk melaksanakan tugas pengamanan wilayah diperlukan Surat Perintah Tugas dari Kepala Unit Pengelola Hutan Hutan. b. Satuan Tugas Polhut Teritorial Adalah Polhut yang ditempatkan pada Kantor Resort/Pos Jaga/Pondok Kerja disekitar kawasan hutan dan bertanggung jawab terhadap keamanan sebagian kawasan hutan dari wilayah kerja. kawasa sesuai wilayah kerja yang telah ditentukan.

Kepala Pengelola Hutan

Kepala Bagian Pemangkuan Hutan K i

Kepala Bagian Pemangkuan Hutan

Komandan POLHUT
Regu Polhut Mobil

POLHUT Wilayah

Jabatan

RESORT KEHUTANAN

RESORT KEHUTANAN

Regu Polhut Teritorial


POS Linhut POS Linhut

Kelompok POLHUT

Gambar . Struktur Organisasi POLHUT 3. Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat

Dalam

rangka

mengoptimalisasi

pelaksanaan

pengamanan

dan

perlindungan hutan Departemen Kehutanan Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.476/Menhut-IV/2005 Tanggal 19 Desember 2005 membentuk Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat disingkat SPORC. Anggota SPORC adalah Polisi Kehutanan yang kualifikasi

personalnya ditingkatkan dan diseleksi dari Polisi Kehutanan yang bertugas pada: Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal PHKA, Dinas Kehutanan Provinsi dan Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota. Susunan Organisasi Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat dari tingkat Pusat sampai Tingkat Lapangan adalah : Penanggung Jawab : Menteri Kehutanan Pengendali Operasi : Direktur Jenderal PHKA Pengendali Harian :Direktur Penyidikan dan Perlindungan Hutan Pelaksana Pengendalian Harian : Kepala Subdit Polisi Kehutanan dan PPNS Pembina SPORC : Kepala Balai yang ditunjuk Pembina Bidang Operasi dan Intel : Kepala Seksi Polisi Kehutanan Pembina Bidang Penyidikan : Kepala Seksi PPNS Komandan Brigade : Anggota SPORC yang ditunjuk Sistem operasi dan komando serta kendali operasi Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat, dilaksanakan berdasarkan : a. Perintah Menteri Kehutanan serta komando dan kendali Pusat atas penugasan tertentu; dan atau b. Rencana kegiatan yang disusun oleh masing-masing brigade di setiap provinsi; dan atau c. Permintaan pihak lain yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kehutanan dengan mengajukan permintaan penugasan kepada Menteri Kehutanan. Anggota SPORC mempunyai tugas pokok menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, memantau dan mengevaluasi serta melaporkan

kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan serta peredaran hasil hutan di seluruh wilayah Indonesia. Untuk menyelenggarakan tugas

pokoknya, anggota SPORC melaksanakan fungsi :

a. Menjaga keutuhan batas kawasan hutan; b. Mencegah dan melarang pendudukan dan pengerjaan lahan hutan tanpa ijin; c. Mencegah dan melarang pengelolaan tanah hutan negara yang dapat menimbulkan kerusakan tanah dan tegakan; d. Mencegah dan melarang penebangan tegakan tanpa ijin; e. Mencegah dan melarang pemungutan hasil hutan dan perburuan satwa liar tanpa ijin; f. Mencegah dan memadamkan kebakaran hutan serta melarang pembakaran hutan tanpa kewenangan yang sah; g. Melarang pengangkutan ilegal hasil hutan dan satwa liar; h. Melarang penggembalaan ternak, pengambilan rumput dan makanan ternak lainnya serta serasah dari dalam hutan kecuali di tempat-tempat yang disediakan untuk keperluan tersebut; i. Mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan daya alam, hama dan penyakit; j. Melarang membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk memotong dan membelah pohon di dalam kawasan hutan; k. Mencegah terjadinya kerusakan sumber daya alam hayati, lingkungan dan ekosistem; l. Mencegah terjadinya kerusakan terhadap bangunan-bangunan dalam rangka upaya konservasi tanah dan air. Personil dalam 1 (satu) brigade SPORC berjumlah minimal 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari UPT Ditjend.PHKA, Dinas Kehutanan Provinsi dan Dinas kehutanan Kabupaten/Kota, dengan susunan: Komandan Brigade Kepala Unit Intelejen Kepala Unit Operasi Kepala Unit Penyidikan Kepala Unit Administrasi Anggota Unit : Minimal Golongan III/b dan telah PPNS : Minimal Golongan III/a : Minimal Golongan III/a : Minimal Golongan III/a : Minimal Golongan III/a : Minimal Golongan II/a

Dalam rangka mempermudah mobilisasi dan gerakan, anggota SPORC perlu terkonsentrasi dalam satu markas. Untuk pembangunan markas

SPORC disetiap Brigade diperlukan tanah minimal 2 (dua) hektar, dengan kelengkapan fasilitas, sebagai berikut : a. Gedung dan Bangunan, seperti: Gedung Kantor SPORC berukuran minimal 200 M2 dan perlengkapannya, Rumah Dinas Komandan Brigade dan Kepala Unit dan kelengkapannya, Asrama anggota SPORC dan kelengkapannya, Lapangan Tembak, Lapangan Tempat Upacara, Sarana Out Bond, Garasi, Dan lain-lain b. Sarana Transportasi: Kendaraan truk roda enam, Kendaraan patroli pick up roda empat tipe 4x4, Kendaraan operasional roda empat, Kendaraan roda dua, Speed boat, Perahu karet, Pesawat ultra ringan c. Sarana Komunikasi: Telepon/fax, Portable tranceiver, Rig 2M, Handy talky, Hand phone satelit, SKRT d. Sarana pendukung operasi: Tenda pleton, tenda regu, tenda dome, Flying seat, Binoculer, binoculer infra red, Camera Digital, Handy Cam, Camera under water, GPS, Kompas, Polhut line, Meteran, Peralatan snorkle: kompressor, scuba diver, life jacket dll, Peralatan intelejen: recorder, hidden camera, camera cctv domi, alat penyadap,

Perlengkapan masak lapangan, Mega phone, Genset portable, Tambang carmentle, Harnes, Descender, Webbing, Figur eight, Emergency kit, tandu, helmet rescue, Ribbon, Sign pistol, Senjata api dan kelengkapannya 4. Pengaman Hutan Berbasis Masyarakat Peran serta masyarakat di bidang kehutanan dinyatakan secara nyata dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal 69 ayat (1) menjelaskan bahwa masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan. Selain itu dalam Pasal 68 ayat (2) disebutkan bahwa masyarakat juga turut serta dalam pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung. Bentuk dan Tipe

Perlindungan dan Pengakanan Hutan Berbasis masyarakat yang selama ini berkembang di lapangan antara lain, adalah: a. Tim Perlindungan Dan Pengamanan Hidupan Liar, Tim Perlindungan Hidupan Liar (Wildlife Protection Unit) adalah Tim Satwa Liar Langka dan Habitatnya yang terdiri atas Polisi Hutan dan Masyarakat Tempatan yang memiliki ketrampilan khusus dan dilengkapi dengan peralatan

yang cukup untuk menanggulangi perburuan dan perdagangan satwa liar langka dan perusakan habitatnya. Tujuan pembentukan Wildlife Protection Unit (WPU) adalah mewujudkan perlindungan satwa liar

langka dan habitatnya secara efektif dan efisien yang melibatkan masyarakat secara aktif. b. Tim Perlindungan Ekosistem, merupakan Tim perlindungan dan pengamanan hutan yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh masyarakat tempatan, peusahaan, LSM dan Institusi Kehutanan Pusat atau Daerah. c. Community Patroll, adalah Perlindungan dan Pengamanan Hutan yang dilaksanakan oleh Polisi Kehutan bersama Masyarakat Desa Sekitar Kawasan Hutan. Tujuan pembentukan Community Patrol adalah

melindungi kawasan hutan dari gangguan yang disebabkan oleh manusia dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan secara aktif. d. Pengamanan Hutan Swakarsa, merupakan Tim pengamanan hutan yang dilaksanakan oleh Masyarakat atau LSM secara mandiri dan sukarela. e. Satuan Pengamanan Hutan, pengamanan yang dilakukan oleh Pihak Ketiga selaku pengelola kawasan hutan. f. Tim Pemantau Kerusakan Hutan, dilaksanakan oleh masyarakat

secara berkelompok maupun perorangan. C. Perencanaan Perlindungan dan Pengaman Hutan 1. Tahapan Perencanaan Proses penyusunan rencana kerja perlindungan dan pengamanan hutan meliputi tahapan sebagai brikut :

a. Tahap mengumpulkan bahan dan keterangan. Pada tahap ini bahan dan informasi yang dikumpulkan berasal dari sumber langsung maupun dari sumber sekunder. b. Tahap mengolah data untuk menyusun rencana kerja. Bahan dan

informasi yang telah dikumpulkan dilakukan pengkajian dan sintesa untuk menentukan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dan menetapkan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan yang efektif dan efisien. c. Tahap membuat konsep rencana kerja. Hasil pengolahan data dan

informasi yang memuat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancamn serta langkah-langkah pelaksanaan kegiatan yang efektif dan efisien tersebut dituangkan dalam bentuk rencana kerja. d. Mempresentasikan konsep rencana kerja. Konsep rencana kerja yang telah dibuat dipresentasikan dalam forum satuan unit kerja untuk mendapat masukan dalam penyempurnaannya. e. Menyempurnakan konsep. Berdasarkan masukan data dan unformasi yang diperoleh saat presentasi, konsep rencana kerja disempurnakan menjadi rencana kerja definitif yang akan digunakan sebagai dasar dan panduan pelaksanaan kegiatan. 2. Klasifikasi rencana perlindungan dan pengamanan hutan a. Rencana tahunan, rencana tahunan memuat kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu tahun. Rencana kerja satu tahun

bersifat umum dan menggambarkan target yang akan dicapai dalam satu tahun. b. Rencana semester, memuat kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalan satu semester. Rencana kerja ini merupakan penjabaran dari rencana kerja tahunan yang bersifat lebih rinci. c. Rencana kegiatan, merupakan penjabaran yang sangat rinci dari setiap kegiatan yang termuat dalam rencana kerja. Dalam rencana kegiatan tujuan, sasaran, target yang akan dicapai, metode pelaksanaan, personil pelaksana dan pembiayaan telah dibuat secara rinci. Jadi

rencana kegiatan merupakan dasar dan panduan pelaksanaan suatu kegiatan. 3. Jenis rencana perlindungan dan pengamanan hutan Berdasarkan Surat Keptusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 55/KEP/M.PAN/7/2003 Tanggal 2 Juli 2003 Tentang Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan dan Angkakreditnya, penyusunan rencana kerja perlindungan dan pengamanan kawasan yang harus dibuat oleh Polisi Kehutanan, adalah : a. Rencana penanggulangan kebakaran hutan, rencana kerja

penanggulangan kebakaran hutan bertujuan untuk memberikan arah dalam mencegah, mengendalikan dan memadamkan kebakaran hutan. Rencana kerja ini memuat kegiatan antara lain: Inventarisasi sumber air, Inventarisasi pemukiman disekitar kawasan hutan, Inventarisasi perladangan di sekitar kawasan hutan, Inventarisasi tegakan hutan, patroli hutan dan pemadaman api. b. Rencana penanggulangan pencurian hasil hutan, rencana kerja penanggulangan pencurian hutan bertujuan untuk memberikan arah dalam mencegah dan memberantas dan pencurian, penebangan liar di dalam kawasan hutan serta peredarannya. Rencana kerja ini memuat kegiatan antara lain: Inventarisasi daerah rawan penebangan liar, Inventarisasi tegakan hutan, penjagaan dan patroli hutan, koordinasi pembersantasan penebangan liar dan peredaran hasil hutan dengan instasi terkait lainnya, rencana pelaksanaan operasi fungsional, operasi gabungan dan operasi khusus pemberantasan penebangan liar di dalam kawasan hutan dan peredarannya. c. Rencana penanggulangan perambahan hutan. Kegiatan yang

termasuk dalam penanggulangan perambahan hutan diantaranya, yaitu: Inventarisasi ladang dan pemukiman dalam hutan, .inventarisasi pemukiman sekitar kawasan hutan, penurunan perambah dari dalam kawasan hutan. Kegiatan yang telah dikorrdinasikan dengan

pemerintah daerah untuk mengeluarkan perambah dari kawasan hutan.

d. Rencana penanggulangan hama dan penyakit. Kegiatan ini meliputi inventarisasi tumbuhan eksotik. mengetahui jenis tumbuhan Kegiatan ini bertujuan untuk tidak asli setempat yang

yang

memungkinkan menjadi hama bagi tanaman lain, Inventarisasi satwa eksotik. Inventarisasi satwa liar yang populasinya melebihi telah

menyebabkan kerusakan tegakan hutan dan monitoring kesehatan tegakan hutan. e. Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 597/Kpts-VI/1998 Tanggal 18 Agustus 1998 jumlah kebutuhan tenaga untuk melaksanakan perlindungan dan pengamanan hutan, diuraikan sebagai berikut : 1) Untuk memenuhi tenaga Satuan Tugas Operasional Polhut yang berkedudukan di Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota/Balai Taman Nasional/Balai Konservasi Sumber Daya Alam diperlukan personil Polisi Hutan paling sedikit berjumlah 35 orang, masing-masing bertugas sebagai : a) Kepala Satuan Tugas b) Wakil Kepala Satuan c) Kepala Urusan Dalam d) Anggauta e) Anggauta Satuan : 1 orang (Golongan III/b) : 1 orang (Golongan III/a) : 1 orang (Golongan II/d) : 2 orang (Golongan II/a II/c) :30 orang terdiri dari 3 orang (Gol.II/d) dan 27 orang (Golongan II/a-II/c) 2) Untuk memenuhi Unit Operasional Polhut yang berkedudukan di Resort Pemangkuan Hutan/Sub Seksi Wilayah/Seksi Wilayah Balai Taman Nasional atau Balai KSDA diperlukan Polisi Hutan berjumlah minimal 11 orang, masing-masing bertugas sebagai: a) Kepala Satuan Unit : 1 orang (Golongan III/a-II/b) : 1 orang (Golongan II/d)

b) Tata Usaha Urusan Dalam

c) Anggauta : 9 orang terdiri 3 orang (Gol.II/d) dan 6 orang (Golongan II/a II/c)

Berdasarkan perbandingan antara luas kawasan hutan dengan jumlah polhut yang optimal diperkirakan bahwa untuk perlindungan dan pengamanan hutan yang efektif adalah 1.000 ha :1 POLHUT. Keterampilan yang dibutuhkan oleh tenaga perlindungan dan pengamanan hutan dalam rangka pelaksanaan perlindungan dan pengamanan Keterampilan hutan yang efektif dapat dibedakan Beregu, menjadi:

Perorangan,

Keterampilan

Keterampilan

Teknis dan Keterampilan Sosial f. Perencanaan Kebutuhan Sarana dan Prasarana. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 597/KptsVI/1998 Tanggal 18 Agustus 1998, standar peralatan minimal dalam Organisasi Polhut, adalah sebagai berikut : 1) Pada Tingkat Satuan Tugas a) Kendaraan Satuan : 4 (empat) Pick up / Speed boat

b) Kendaraan Perorangan : 6 (enam) Sepeda Motor/Motor tempel c) Senjata api laras panjang: 9 (sembilan) pucuk d) Senjata api genggam e) Alat Komunikasi HT f) Alat komunikasi Rig : 5 (lima) pucuk : 15 (lima belas) buah : 3 (tiga) buah

Pengalaman menunjukan dalam memberdayakan Polisi Kehutanan selain peralatan dan perlengkapan yang disebutkan di atas, juga dibutuhkan: Alat Navigasi GPS: 6 (enam) buah, Alat Navigasi Kompas: 15 (dua puluh) buah, Kamera Saku: 10 (sepuluh) buah, Tenda Regu: 2 (dua) unit, Peralatan Masak trangia: 8 (delapan) buah 2) Pada Tingkat Unit Polhut a) Kendaraan : 1 (satu) pick up / Speed boat

b) Kendaraan perorangan : 4 (empat) Sepeda motor / Motor tempel c) Senjata api laras panjang d) Senjata api genggam : 3 (tiga) pucuk : 1 (satu) pucuk

e) Alat komunikasi HT f) Alat komunikasi Rig

: 5 (lima) buah : 1 (satu) unit

Pengalaman menunjukan dalam memberdayakan Polisi Kehutanan selain peralatan dan perlengkapan yang disebutkan di atas, juga dibutuhkan: Alat Navigasi: 2 (dua) GPS, Alat Navigasi: 5 (lima) Kompas Bidik, Kamera Saku: 3 (tiga) buah, Tenda Dom: 2 (dua) unit, Peralatan Masak: 2 (dua) trangi Sedangkan Perlengkapan Standar POLHUT Perorangan telah diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: 55/Kpts/DJ-IV/2002 dengan rincian sebagai berikut: Veldfles/tempat air, Borgol, Pisau, Ransel, Jaket, Jas Hujan, Senter, Rantang, Peluit, Tongkat Polisi, Golok, Tali Temali, Rompi. Pakaian seragam Polisi Kehutanan juga diatur dalam secara rinci dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: 55/Kpts/DJ-IV/2002 Tentang Petunjuk Teknis Pakaian, Atribut dan Perlengkapan Polisi Hutan. Jenis dan jumlah Pakaian POLHUT adalah sebagai berikut: a. Pakaian Dinas Harian (PDH) : 1 (satu) stel setiap tahun b. Pakaian Dinas Lapangan (PDL) : 2 (dua) stel setiap tahun

c. Pakaian Dinas Upacara (PDU) : 1 (satu) stel setiap tiga tahun Untuk mendukung kecepatan operasi dan sikap kebersamaan POLHUT diperlukan adanya perumahan dan kantor bagi POLHUT dengan ketentuan: a. Jumlah rumah sesuai dengan Jumlah Polhut b. Dibangun di dekat kawasan hutan di Wilayah Kabupaten/ Kecamatan. c. Untuk kantor satuan tugas polhut dibangun dekat perumahan polhut sedankan Kantor Satuan Unit Polhut disediakan ruangan dilingkungan Kantor Resort Pemangkuan Hutan/Resort

TN/Resort KSDA

D. Pelaksanaan Kegiatan Perlidungan dan Pengamanan Hutan 1. Bentuk Kegiatan Perlindungan dan Pengamanan Hutan Kegiatan perlindungan dan penanggulangan terhadap gangguan kawasan hutan dilaksanakan dengan cara preemtif, preventif, represif dan yustisi termasuk di dalamnya pengumpulan bahan dan keterangan dalam rangka penanganan kasus. a. Kegiatan Preemtif. Upaya preemtif adalah kegiatan dalam upaya

penciptaan kondisi yang kondusif dengan tujuan menumbuhkan peran aktif masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan. b. Kegiatan Preventif. Kegiatan Preventif adalah segala kegiatan yang dilaksanakan untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan

kawasan dan hasil hutan. Bentuk kegiatan preventif, terdiri dari : 1) Pemeliharaan dan pengamanan batas kawasan hutan. Dalam

rangka menjaga dan mempertahankan kepastian hukum atas kawasan hutan di lapangan, secara terus menerus batas hutan harus dipelihara dan diamankan. 2) Penjagaan pengamanan hutan. Kegiatan penjagaan dilakukan di pos-pos jaga yang telah ditentukan yang penempatannya

berdasarkan pada titik rawan terjadinya gangguan hutan dan hasil hutan. Tujuan utama Penjagaan adalah untuk mengurangi ruang gerak terjadinya pelanggaran di bidang kehutanan. 3) Patroli pengamanan hutan. Patroli adalah kegiatan pengawasan pengamanan hutan yang dilakukan dengan cara gerakan dari satu tempat ketempat lain oleh dua atau tiga orang atau lebih di wilayah hutan yang menjadi tanggung jawabnya atau daerah tertentu dimana sering terjadi pelanggaran atau kejahatan bidang

kehutanan. c. Kegiatan Represif. Adalah kegiatan penindakan dalam rangka

penegakan hukum dimana situasi dan kondisi gangguan keamanan kawasan hutan telah terjadi dan cenderung terus berlangsung atau meningkat sehingga perlu segera dilakukan penindakan terhadap

pelakunya. Berdasarkan bentuk tindakan yang dilakukan di lapangan, kegiatan represif dibedakan atas : 1) Operasi Taktis, yaitu kegiatan atau upaya untuk mencegah dan menindak pelaku pelanggaran secara langsung di lapangan melalui kegiatan patroli, pemeriksaan dokumen dan barang bukti,

pemeriksaan pelaku, penyitaan barang bukti, penitipan barang bukti, pengamanan barang bukti, pengamanan TKP, penyelesaian administrasi lapangan dan pelaporan. 2) Operasi Yustisi, yaitu kegiatan atau upaya penegakan hukum untuk membuat jera para pelaku pelanggaran oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau Penyidik Polri yang diawali dari tindakan Penyidikan sampai dengan Putusan Pengadilan. 2. Ruang Lingkup Perlindungan Hutan a. Perlindungan terhadap kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan harus sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Penggunaan

kawasan hutan yang menyimpang harus mendapat persetujuan Menteri. b. Perlindungan Terhadap Tanah Hutan. Kegiatan eksplorasi dan

eksploitasi yang bertujuan untuk mengambil bahan-bahan galian yang dilakukan di dalam kawasan hutan atau hutan cadangan, diberikan oleh instansi yang berwenang setelah mendapat persetujuan Menteri. Di

dalam kawasan hutan dan hutan cadangan dilarang melakukan pemungutan hasil hutan dengan menggunakan alat-alat yang tidak sesuai dengan kondisi tanah dan lapangan atau melakukan perbuatan lain yang dapat menimbulkan karusakan tanah dan tegakan. c. Perlindungan terhadap kerusakan hutan. Setiap orang dilarang

melakukan penebangan pohon-pohon dalam hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang dan selain dari petugas-petugas kehutanan atau orang-orang yang karena tugasnya atau kepentingannya

dibenarkan berada di dalam kawasan hutan, siapapun dilarang

membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk memotong, menebang, dan membelah pohon di dalam kawasan hutan. d. Perlindungan terhadap hasil hutan. Untuk melindungi hak-hak Negara yang berkenaan dengan hasil hutan, maka terhadap semua hasil hutan harus diadakan pengukuran dan pengujian. Untuk membuktikan

sahnya hutan dan telah dipenuhinya kewajiban-kewajiban pungutan Negara yang dikenakan terhadapnya hingga dapat digunakan atau diangkut, maka hasil hutan tersebut harus mempunyai surat keterangan sahnya hasil hutan.

Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan A. Batasan dan Pengertian Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti untuk menjelaskan terjadinya tindak pidana dibidang kehutanan, serta dalam rangka menemukan tersangkanya menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan peraturan perundangan lain yang mendasarinya. Dengan pernyataan lain penyidikan merupakan suatu usaha dan kegiatan untuk membuktikan salah tidaknya seseorang tersangka di dalam pengadilan. Oleh karena itu untuk membuktikan seseorang bersalah diperlukan alat bukti yang sah yang berupa: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan tersangka. Dalam penegakan hukum dan penanganan kasus tindak pidana sering menggunakan istilah hukum yang memiliki pengertian khusus, diantaranya adalah, sebagai berikut:

1. Tugas dan Wewenang Penyidik

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; c. memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; d. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; f. menangkap dan manahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. g. membuat dan menanda-tangani berita acara; h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. i. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. j. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan. k. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. l. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. m. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. n. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. o. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Polri bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Polri memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya. p. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. 2. Tahapan Penyidikan Dalam pelaksanaannya penanganan kasus tindak pidana kehutanan mencakup beberapa tahapan kegiatan, yaitu :

a. Tahap Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Pada tahap ini penanganan kasus tindak pidana bau dimulai. b. Tahap Penindakan, Penindakan merupakan upaya paksa dalam kegiatan penyidikan tindak pidana yang meliputi kegiatan untuk melakukan pemanggilan, penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaaan. Kegiatan-kegiatan penindakan pada dasarnya bersifat membatasi kebebasan atas hak-hak seseorang oleh karena itu pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

PENUHI : ASPEK LEGALITAS ALAT BUKTI YG SAH LIDIK

PARAMETER PSL.184 KUHAP

1. KET.SAKSI 2. KET.SAKSI AHLI 3. PETUNJUK 4. SURAT 5. KET.TDW /TSK MULAI DARI TKP

TEHNIK

OBSERVASI INTERVIEW SURVEILANCE UNDERCOVER GUN INFORMAN

PENINDAKAN

- STATUS QUO - AW ETKAN/ HAKEKATNYA : AMANKAN TKP PEMBUKTIAN (POTRET, BUAT SKET) - CARI,DAPATKAN, KUMPUL,TAFSIR BB - W AW ANCARA SAKSI-SAKSI BUKTI PSL.183 KUHAP MIN. 2 ALAT BUKTI YG SAH, HAKIM BOLEH JATUHKAN PIDANA SAKSI

STRATEGI

PANGGIL TANGKAP TAHAN GELEDAH SITA

SIASAT

RIKSA RIKSA TSK, SAKSI,SAHLI

KONFRONTASI REKONSTRUKSI RIKSA LANJUTAN

RESUME BAP

PISAU ANALISIS BUKTI SEGITIGA


BB

TKP

TAKTIK

ANALISA PEMBAHASAN PEMENUHAN UNSUR PASAL & FAKTA-FAKTA

TSK SEI RAH KASKARA PENUHI : ASPEK LEGALITAS

a. Pemeriksaan, adalah suatu cara penyidik untuk mendapatkan bahan dan keterangan melalui tanya jawab secara langsung pada saksi, saksi ahli dan terdakwa yang terkait dengan suatu peristiwa terjadinya tindak pidana.

b. Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara, yaitu kegiatan melengkapi administrasi penyidikan yang terdiri atas sampul berkas perkara dan isi berkas perkara. Berkas perkara tersebut selanjutnya diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dilakukan

pemeriksaan dan dilimpahkan kepada pengadilan negeri.

c. Penuntutan, adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang, dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di depan pengadilan. d. Peradialan, adalah serangkaian pemeriksaan di dalam sidang pengadilan yang bertujuan untuk membuktikan benar tidaknya seseorang terdakwa melakukan tindak pidana, sehingga dapat dijatuhi hukuman bagi yang ditetapkan bersalah atau dibebaskan karena terbukti tidak bersalah. Untuk

dapat menjatuhkan hukuman kepada pelaku tindak pidana bidang kehutanan dalam proses peradilan sekurang-kurangnya terdapat dua alat bukti yang syah yang mendukung kesalahan terdakwa.

You might also like