You are on page 1of 28

1

PAPER

HUBUNGAN ANTARA KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP LINGKUNGAN DAN MEKANISME PENEGAKAN HUKUMNYA

DAFTAR
HALAMAN JUDUL PRAKATA PENULIS DAFTAR ISI ABSTRAKSI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. PERUMUSAN MASALAH

ISI

BAB II KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP LINGKUNGAN A. KESADARAN MASYARAKAT B. PENCEMARAN LINGKUNGAN C. PENGENDALIAN PENCEMARAN BAB III HUKUM LINGKUNGAN A. INSTRUMEN DAN SISTEM HUKUM LINGKUNGAN B. MEKANISME HUKUM LINGKUNGAN C. UU NO. 23 TAHUN 1997 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. PERAN PENTING MASYARAKAT B. PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN C. MENUJU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN B. SARAN-SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

ABSTRAKSI
Hubungan antara manusia dan lingkungannya, semenjak dahulu sudah terjalin begitu erat dan dekat. Manusia bisa mempengaruhi lingkungan hidupnya. Dan sebaliknya, lingkungan hidup juga bisa mempengaruhi watak dan sifat manusia tersebnut dalam menghadapinya. Sedangkan perubahan lingkungan itu sendiri lebih banyak ditentukan sikap maupun perlindungan manusia pada aspek lingkungannya. Alam yang ada bisa digunakan untuk kepentingan manusia dalam mengupayakan kehidupan yang lebih baik dan sehat, dan demikian pula akan terjadi sebaliknya. Kesadaran masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya adalah hal yang penting dewasa ini di mana perusakan lingkungan merupakan hal yang sulit dihindari. Kesadaran masyarakat yang terwujud dalam berbagai aktifitas lingkungan maupun aktifitas kontrol lainnya adalah hal yang sangat diperlukan untuk mendukung apa yang dilakukan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan penyelematan lingkungannya. Kesadaran terhadap lingkungan tidak hanya bagaimana menciptakan suatu yang indah atau bersih saja, akan tetapi ini sudah masuk pada kewajiban manusia untuk menghormati hak-hak orang lain. Hak orang lain tersebut adalah untuk menikmati dan merasakan keseimbangan alam secara murni. Sehingga kegiatankegiatan yang sifatnya hanya merusak saja, sebaiknya dihindari dalam perspektif ini. Secara hukum, bagi masyarakat untuk memberitahukan bahwa telah terjadi pencemaran ataupun perusakan lingkungan alam tertentu tempat di mana mereka tinggal, telah diatur. Hal itu merupakan hak yang dicantumkan oleh hukum. Mekanismenya adalah, suatu laporan mengenai perusakan lingkungan diberikan kepada pemerintah daerah, dan oleh pemerintah daerah kemudian diteruskan pada laporan kepada pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti, diteliti, dan dibuktikan kebenarannya. Setelah itu dibuatkan berita acaranya untuk diteruskan ke kejaksaan, dan kemudian pengadilan. Hal-hal seperti ini belum banyak dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Jika dari hasi penyelidikan ternyata telah terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan, maka kewajiban selanjutnya adalah menyelesaikannya dalam bentuk penanggulangan maupun biaya pemulihan seperti asalnya. Hasil dari penyidikan itu adalah bahan untuk menetapkan sanksi. Paper ini meyimpulkan bahwa bahwa peran masyarakat terhadap pelestarian hukum lingkungan, terutama pada UU No. 23 Tahun 1997 adalah sangat penting sekali. Hal ini karena masyarakat-lah sebenarnya yang menikmati dan menggunakan SDA yang tersedia. Peran masyarakat dalam upaya melestarikan lingkungan di mana ia tinggal bisa dimulai dengan meningkatkan kesadaran mereka akan arti penting lingkungan. Dengan kesadaran lingkungan maka dia akan menaati hukum lingkungan yang telah disepakati bersama-sama. Antara kesadaran masyarakat dan keberadaan hukum lingkungan adalah saling berhubungan erat. Kedua variabel yang disebutkan di atas tidak bisa saling mengabaikan, dan harus saling menunjang. Sehingga bentukbentuk perusakan alam lingkungan bisa dihindari sedini mungkin. Tidak hanya diselesaikan persoalannya, tapi juga dicegah kemunculannya.

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Lingkungan hidup merupakan persoalan yang serius baik bagi individu maupun kolektifitas masyarakat. Akan tetapi seperti kita ketahui, nyatanya kesadaran akan urgensi melestarikan dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup baru mendapat perhatian yang cukup semenjak PBB mengadakan konferensi lingkungan hidup sedunia pada tanggal 5 Juni 1972. Sehingga pada saat itulah ditetapkan juga sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Konferensi yang diadakan PBB di Stockholm tersebut menyepakati banyak masukan mengenai pemeliharaan dan pengendalian kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh maraknya industrialisasi, baik di negara maju maupun negara berkembang. Pada konferensi itu pula disetujui mengenai resolusi lingkungan hidup yang dijadikan sebagai landasan bagi segenap pembangunan. Pada akhirnya, konferensi tersebut membidani lahirnya lembaga di dalam PBB yang bergerak di bidang lingkungan, yakni United Nations Environmental Programme (UNEP) yang bermarkas di Nairobi, Kenya.1 Hal tersebut bisa diartikan sebagai sebuah keterlambatan, dan juga bisa diartikan sebagai kemajuan. Sebagai sebuah keterlambatan, karena pikiran-pikiran mengenai penyelematan lingkungan yang diatur dalam hukum internasional sekaligus hukum nasional suatu negara tertentu, ternyata terjadi di abad ke-20. Padahal perusakan lingkungan akibat industrialisasi sendiri sudah terjadi semenjak abad ke19. Hal ini menandakan bahwa selama satu abad masyarakat manusia tidak begitu
Mengenai sejarah lengkapnya, lihat keterangan dalam Koesnadi Hardjasoemantri. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Edisi ke-7. Cetakan ke-15. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hlm. 6-7. Lihat juga Eggi Sudjana dan Riyanto. 1999. Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif Etika Bisnis di Indonesia. Jakarta: Gramedia. Hlm. 1.
1

menghiraukan arti penting keberlanjutan ekosistem dan ekologi yang sebenarnya berguna bagi manusia itu sendiri. Namun demikian, kesepakatan global itu juga bisa dimaknai sebgaai kemajuan, sebab bagaimanapun juga pikiran-pikiran yang berorientasi pada masa depan umat manusia secara keseluruhan seharusnya dirumuskan secara bersama-sama pula. Hubungan antara manusia dan lingkungannya, semenjak dahulu sudah terjalin begitu erat dan dekat. Interaksi yang insentif antara keduanya terjalin secara aktif dan kontinyu. Manusia bisa mempengaruhi lingkungan hidupnya. Dan sebaliknya, lingkungan hidup juga bisa mempengaruhi watak dan sifat manusia tersebnut dalam menghadapinya. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa manusia sangat tergantung pada alam sekitarnya, sebab ia akan bisa membentuk dan sekaligus terbentuk oleh lingkungan hidup tersebut. Sedangkan perubahan lingkungan hidup itu sendiri akan lebih banyak ditentukan oleh sikap maupun perlindungan manusia pada aspek lingkungannya. Alam yang ada secara fisik bisa digunakan untuk kepentingan manusia dalam mengupayakan kehidupan yang lebih baik dan sehat, dan demikian pula akan terjadi sebaliknya. Untuk mendayagunakan sumberdaya alam (SDA), baik hayati maupun nonhayati, akan sangat mempengaruhi kondisi lingkungan. Selain itu juga bisa merubah sistem kehidupan yang sudah berimbang antara kehidupan itu sendiri dengan lingkungannya. Manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam, dengan demikian harus memperhatikan tujuan dan dampak yang akan ditimbulkan baik fisik maupun non-fisik sebagai akibat dari penggunaan itu sendiri. Para pemimpin nasional di seluruh dunia menyadari bahwa sangatlah penting untuk melindungi sumberdaya hayati, melestarikan keanekaragaman hayati, juga secara bijaksana mengelola sumberdaya hutan dan laut. Yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana cara yang tepat dan bisa diterima oleh semua kalangan,

mengenai perwujudannya? Bagaimana lembaga pemerintah dan swasata, atau LSM memikirkan hal ini?2 Pada hakekatnya, sebenarnya manusia bisa mengelola alam dengan baik, yakni sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya secara secukupnya saja. Namun demikian, ada sifat lain dari manusia, yakni keserakahan terhadap segala sesuatu. Inilah yang kemudian membuat banyak terjadi eksploitasi terhadap alam sekitar, yang pada akhirnya mengganggu keseimbangan alam itu sendiri. Apalagi jika bentuk keserakahan itu sudah diwujudkan untuk mengeruk keuntungan pertumbuhan ekonomi tertentu yang berbentuk industrialisasi misalnya, maka kita sudah bisa memastikan bagaimana alam tersebut akan diperlakukan. Hal itu dimulai karena sifat manusia sendiri yang cenderung untuk memaksimalkan keuntungan ekonominya melalui eksploitasi alam tanpa batas. Oleh karena itulah perlu diciptakan suatu mekanisme hukum yang tegas yang bisa mengatur pola dan proses penggunaan sumberdaya alam yang tersedia secara terbatas itu. Mekanisme hukum akan menjadi pelindung bagi pola penggunaan sumberdaya alam, terutama yang persediannya hanya sedikit, dan terutama yang tak bisa diperbaruhi. Mekanisme hukum yang mengelola persoalan-persoalan lingkungan tersebut dikenal sebagai hukum lingkungan. Pemerintah, misalnya, melalui perangkat hukum ataupun undang-undang yang dimilikinya dengan begitu bisa memberikan batasan-batasan yang jelas dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) ataupun kebijakan-kebijakan lainnya. Sumberdaya alam bisa meliputi hayati dan non hayati. Sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa). Penjelasan ini tertuang dalam pasal 1 UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya. Terpeliharanya ekosistem pada titik keseimbangan yang normal sangat
2

Charles Victor Barber, Suraya Afiff, Agus Purnomo. 1997. Meluruskan Arah Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Terjemahan Marina Malik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hlm. Viii

menentukan dalam menciptakan lingkungan yang selaras dan serasi. Sehingga dengan demikian akan dihasilkan kemampuan untuk mengondisikan, menunjang dan menciptakan maupun pelaksanaan kebijakan yang terpadu dan menyeluruh guna memajukan kesejahteraan umum.3 Selama ini, pemerintah sendiri sudah banyak mengeluarkan peraturan perundangan yang berusaha mengatur mengenai pemeliharaan, pemanfaatan atau penggunaan serta proses-proses eksplorasinya. Namun demikian, kebijakan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang ada saat ini tampak masih terbatas dalam pendekatan sektoral. Dalam hal ini, kita masih belum bisa melihatnya sebagai suatu keadaan yang integralistik atau menyeluruh, di mana setiap bagian dari sumberdaya alam itu tidak dapat dipisahkan dari bagian lainnya. Berikut ini merupakan beberapa produk undang-undang yang dibuat khusus mengatur mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam, di antaranya adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. UU No. 11/1967 tentang Pertambangan UU No. 1/1973 tentang Landas Kontinen Indonesia UU No. 5/1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif UU No. 9/1985 tentang Perikanan UU No. 17/1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Hukum Laut UU No. 5/1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem UU No. 12/1992 tentang Sistim Budidaya Tanaman UU No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia UU No. 23/1997 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup

10. UU No. 27/1997 tentang AMDAL 11. UU No. 41/1999 tentang Pokok-pokok Kehutanan Dari beberapa undang-undang yang disebutkan di atas, memang terlihat kecenderungan pendekatan sektoral yang sangat nyata, apalagi kalau kita mau
P. Joko Subagyo, S.H. 1999. Hukum Lingkungan, Masalah dan Penanggulangannya. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hlm. 2.
3

mencermati pasal demi pasal. Saah satu kelemahannya membuat keterancaman terhadap lingkungan hidup dan sumberdaya alam semakin besar. Indikasi pengelolaan sumberdaya alam yang sporadis dan membabi-buta dapat dicermati dari berbagai kasus yang ada saat ini. Satu hal yang sulit dielak adalah adanya tumpang tindih kepentingan di setiap sektor mengakibatkan kurang diperhatikannya aspek kesinambungan, atau bisa jadi sebaliknya. Di sisi lain, lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999, yang mengatur pokok-pokok pemerintahan daerah dan pengelolahan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah juga menjadi persoalan yang lain lagi. Perangkat daerah dengan diberlakukannya undang-undang ini bisa saja membuat sistem otorisasi di daerah akan bertambah besar. Apalagi jika hal itu tidak dilandasi oleh kesadaran mengenai pelestarian lingkungan. Pemerintah daerah bisa saja melakukan eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran, sebab telah diberi kewenangan untuk itu. Di sini penulis melihat bahwa faktor penting yang lain adalah masyarakat yang akan menjalankan fungsinya untuk mengontrol. Masyarakat perlu menyadari dan mengritisi, serta melatih diri terhadap berbagai permasalahan yang dialaminya. Pengurasan sumberdaya alam tak boleh dibiarkan, karena akan membahayakan kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, penulisan paper ini akan mengambil tema Hubungan antara Kesadaran Masyarakat terhadap Lingkungan dan Mekanisme Penegakan Hukumnya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengukur sejauh mana masyarakat, baik yang bergabung dalam LSM, maupun masyarakat umumnya, juga turut serta berpartisipasi mengelola lingkungan hidupnya. Kesadaran ini dikorelasikan dengan mekanisme sistem hukum yang tersedia yang mengatur mengenai hal ini.

B. PERUMUSAN MASALAH Setelah mengikuti paparan dalam latarbelakang di atas, maka penulisan paper ini akan merumuskan permasalahan sebagai berikut ini: Bagaimanakah peran serta masyarakat dalam melestarikan lingkungan, melalui sistem dan mekanisme hukum yang sudah ada?

BAB II KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP LINGKUNGAN

A. KESADARAN MASYARAKAT Kesadaran masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya merupakan hal yang amat penting dewasa ini di mana pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan hal yang sulit dihindari. Kesadaran masyarakat yang terwujud dalam berbagai aktifitas lingkungan maupun aktifitas kontrol lainnya adalah hal yang sangat diperlukan untuk mendukung apa yang dilakukan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan penyelematan lingkungannya. Kesadaran terhadap lingkungan tidak hanya bagaimana menciptakan suatu yang indah atau bersih saja, akan tetapi ini sudah masuk pada kewajiban manusia untuk menghormati hak-hak orang lain.4 Hak orang lain tersebut adalah untuk menikmati dan merasakan keseimbangan alam secara murni. Sehingga kegiatankegiatan yang sifatnya hanya merusak saja, sebaiknya dihindari dalam perspektif ini. Oleh karena itu, tindakan suatu kelompok yang hanya ingin menggapai keuntungan pribadi saja sebaiknya juga harus meletakkan rasa toleransi ini. Dengan begitu kita bisa mengatakan bahwa kesadaran masyarakat akan lingkungannya adalah suatu bentuk dari toleransi ini. Toleransi atau sikap tenggang rasa adalah bagian dari konsekuensi logis dari kita hidup bersama sebagai makhluk sosial. Melanggar konsekuensi ini juga berarti melanggar etika berkehidupan bersama. Seperti dikatakan Plato bahwa manusia adalah makhluk sosial yang perlu menghargai satu dan lainnya. Demikian juga halnya dengan perspektif lingkungan, hal yang sama juga berlaku di sini.

P. Joko Subagyo, S.H. Hukum Lingkungan. Hlm. 17.

10

Kondisi senyatanya dari masyarakat kita mengenai kesadaran lingkungan hidup ini nampaknya masih tercermin seperti apa yang dikatakan P. Joko Subagyo5 seperti berikut ini, bahwa ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan: 1. Rasa tepo seliro yang cukup tinggi, dan tidak terlalu ingin mengganggu. 2. Tidak memikirkan akibat yang akan terjadi, sepanjang kehidupan saat ini masih berjalan dengan normal. 3. Kesadaran melapor (jika ada hal-hal yang tidak berkenan dan dianggap sebagai melawan hukum lingkungan) nampaknya masih kurang. Hal ini dirasakan akan mengakibatkan masalah lingkungan semakin panjang. 4. Tanggungjawab mengenai kelestarian alam masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan kembali. Untuk membahas hal ini, maka dalam bab ini kita akan membahas pada salah satu jenis perusakan lingkungan, yakni pencemaran lingkungan baik udara maupun air dan sekaligus membahas mengenai cara menanggulanginya, sebagai bentuk usaha kuratif maupun preventif.

B. PENCEMARAN LINGKUNGAN Umumnya ahli lingkungan membagi kriteria lingkungan hidup dalam tiga (3) golongan besar, yakni: 1. Lingkungan Fisik: segala sesuatu di sekitar kita sebagai benda mati. 2. Lingkungan biologis: segala sesuatu di sekitar kita sebagai benda hidup. 3. Lingkungan sosial, adalah manusia yang hidup secara bermasyarakat.6 Keberadaan lingkungan tersebut pada hakekatnya mesti dijaga dari kerusakan yang parah. Suatu kehidupan lingkungan akan sangat tergantung pada ekosistemnya. Oleh karena itu, masyarakat secara terus-menerus harus didorong untuk mencintai, memelihara dan bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan. Sebab untuk menjaga semuanya itu tidak ada lagi yang bisa dimintai pertanggungjawaban kecuali manusia sebagai pemakai / pengguna itu sendiri. Kerusakan suatu lingkungan akan
Ibid. Pelestarian Pemanfaatan Sumberdaya Alam dalam Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan. Jakarta: CV. Kloeng Klede Jaya. Hlm. 417. dalam. P. Joko Subagyo, S.H. 1999. Hukum Lingkungan, Masalah dan Penanggulangannya. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hlm. 19.
6 5

11

berakibat pada manusia itu sendiri, dan demikian pula sebaliknya.7 Lingkungan merupakan unsur penentu dari kehidupan mendatang. Lingkungan alam merupakan prasyarat pokok mengapa dan bagaimana pembangunan itu diselenggarakan. Bagi program pembangunan itu sendiri, apabila pelaksanaannya sesuai dengan program yang telah dijalankan, maka orientasi untuk menjaga lingkungan semesta pun akan bisa dilakukan. Sebaliknya, jika pembangunan dilakukan hanya digunakan untuk mencapai tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi semata, maka hal itu akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang cukup serius. Salah satu produk dari kerusakan lingkungan itu adalah pencemaran, baik air, tanah maupun udara. Pencemaran air misalnya, bisa dikategorikan melalui ukuran zat pencemar yang diizinkan dibuang pada suatu jangka waktu tertentu. Misalnya satuan berat unsur atau senyawa kimia setiap hari. Atau tingkat konsentrasi zat pencemar dalam air buangan. Misalnya, maksimum ppm. unsur senyawa kimia yang diizinkan. Kemudian jumlah maksimum yang dapat dibuang dalam setiap unit produksi. Misalnya dalam produksi setiap ton kertas tidak diperbolehkan sekian kilogram zat padat dan lain sebagainya. Dengan demikian, di samping perkiraan atas pengaruh yang bersifat kimia, fisis dan biologis, maka dituntut perkiraan mengenai biaya keseluruhan teknologi lingkungannya, usianya, semua fasilitas yang digunakan, teknik penggunaannya, metode operasinya, dan lain-lain.8 Pencemaran lingkungan yang berdampak pada berubahnya tatanan lingkungan karena kegiatan manusia atau oleh proses alam berakibat lingkungan kurang berfungsi. Pencemaran berakibat kualitas lingkungan menurun, sehingga menjadi fatal jika hal itu tak bisa dimanfaatkan sebagaimana fungsi sebenarnya. Ini disadari, keadaan lingkungan yang ditata sebaik-baiknya untuk menjaga kehidupan kini dan mendatang. Perubahan ini bukannya menunjukkan perkembangan yang optimis dan mengarah pada tuntutan zaman, namun malahan sebaliknya.
7

Ibid. P. Joko Subagyo, S.H. Hukum Lingkungan. Hlm. 19. Lihat Dr. M. Daud Silalahi. 1996. Pengaturan Hukum Sumberdaya Air dan Lingkungan Hidup di Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni. Hlm. 51.
8

12

Kemunduran yang seperti itu dimulai dari sebuah gejala pencemaran dan kerusakan lingkungan yang belum begitu nampak. Pencemaran itu lebih banyak terjadi karena limbah pabrik yang masih murni, dan mereka belum melalui proses waste water treament atau pengolahan. Dampaknya pada lingkungan secara umum, jelas sangat merusak dan berakibat fatal bagi lingkungan secara keseluruhan. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran bahwa setiap kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Kita perlu memperkirakan pada perencanaan awal suatu pembangunan yang akan kita lakukan. Sehingga dengan cara demikian maka dapat dipersiapkan dapat dipersiapkan pencegahan maupun penanggulangan dampak negatifnya dan mengupayakan dalam bentuk pengembangan positif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan tersebut. Kebijaksanaan lingkungan ditujukan kepada pencegahan pencemaran. Sarana utama yang diterapkan adalah pengaturan dan instrumen ekonomik. Sarana pengaturan sifatnya tradisional dan biasanya berupa izin serta persyaratan pemakaian teknologi pencemaran. Instrumen ekonomik merupakan hal yang relatif baru. Contohnya: pungutan (charges) pencemaran udara dan air serta uang jaminan pengembalian kaleng atau botol bekas (deposit fees).9 Mulanya pencemaran diakibatkan dampak teknologi buatan manusia atau hasil produksi yang sudah tidak bisa dimanfaatkan. Akibat pengembangan industri, sistem transportasi, permukiman akan menimbulkan sisa buangan, gas, cair dan padat yang jika dibuang ke lingkungan hidup akan menimbulkan dampak yang besar terhadap kehidupan manusia. Proses perkembangan teknologi, pembangunan dan peningkatan populasi (jumlah banyaknya penduduk) selama dekade-dekade terakhir mengakibatkan berlipatnya aktivitas manusia dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok

kehidupannya. Aktivitas manusia itu sendiri merupakan sumber pencemaran yang sangat potensial. Di samping adanya sumberdaya alam, alam air dan tanah, udara
H. van Schouwenburg. 1984. Economic Aspect: Incentives and Disincentives in Environmental Management. Environmental Legislation Course. Puncak Pass. Hlm. 3. dalam Siti Sundari Rangkuti. 2000. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Surabaya: Airlangga University Press. Hlm. 237.
9

13

adalah sumberdaya alam yang mengalami pencemaran sebagai akibat sampingan dari aktivitas manusia itu.10 Selain dari aktifitas manusia, proses alami, seperti misalnya kegiatan gunung berapi, tiupan angin terhadap lahan gundul berdebu dan lain sebagainya juga merupakan sumber dari pencemaran udara. Menurut sifat penyebaran bahan pencemarannya, sumber pencemar udara dapat dikelompokkan ke dalam, sumber pencemar udara dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu sumber titik, sumber area, sumber bergerak.11 Sumber titik dan area dapat dijadikan satu kelompok, sehingga pengelompokannya menjadi dua, yakni sumber stationer dan sumber bergerak. Termasuk ke dalam sumber stationer adalah kegiatan rumah tangga, industri, pembakaran sampah, letusan gunung berapi. Sedangkan sumber bergerak adalah kendaraan angkutan. Konsentrasi bahan pencemar yang terkandung dalam udara bebas dipengaruhi banyak faktor, yaitu konsentrasi dan volume bahan pencemar yang dihasilkan suatu sumber, sifat khas bahan pencemar, kondisi metereologi, klimatologi, topografi dan geografi. Sehingga tingkat pencemara udara sangat bervariasi baik terhadap tempat maupun waktu. Bahan pencemar udara digolongkan dalam dua golongan dasar, yaitu partikel dan gas. Dari banyak jenis gas yang berperan dalam masalah udara adalah SO 2, NO 2, CO, Oxidan, Hydrocarbon, NH 3 dan H2. Dalam konsentrasi yang berlebih, gas-gas tersebut sangat berbahaya bagi manusia dan hewan, tanaman dan material, dan berbagai gangguan lain. Melihat kondisi pencemaran itu, adalah penting bagi kita untuk menyadari bahwa ini ancaman yang serius bagi manusia. Karenanya pengetahuan lingkungan perlu ditingkatkan guna mencapai kesadaran masyarakat.

C. PENGENDALIAN PENCEMARAN Salah satu akibat yang paling pasti dari adanya pencemaran adalah perubahan tatanan lingkungan alam atau ekosistem yang sebelumnya secara alami telah terjadi. Akibat lainnya adalah tidak atau kurang berfungsi satu atau beberapa elemen
10 11

Koesnadi Hardjasoemantri. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Hlm. 219. Ibid. Hlm 219.

14

lingkungan dikarenakan kegiatan manusia yang mengakibatkan pencemaran tersebut. Akibat lain, dan ini barangkali yang paling fatal adalah, menurunnya kualitas sumberdaya dan kemudian tidak bisa dimanfaatkan lagi. Dengan akibat-akibat seperti itu maka sudah tidak bisa ditunda lagi bahwa pencemaran haruslah, tidak sekedar dihindari, akan tetapi diperlukan juga tindakantindakan preventif atau pencegahan. Pencegahan terhadap pencemaran merupakan upaya yang sangat besar bagi penyelamatan masa depan bumi, air dan udara di dunia ini. Sebelumnya, pencemaran memang sudah banyak sekali terjadi. Tidak hanya di negara maju di mana industrialisasi sudah mencapai puncaknya, namun juga di negara-negara yang sedang berkembang di mana proses dan praktek industrialisasi mulai diterapkan. Dengan demikian, industrialisasi yang tidak memenuhi standar kebijaksanaan lingkungan hidup adalah faktor utama mengapa pencemaran terjadi. Dengan menyadari bahwa setiap kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, maka perlu dengan perkiraan pada perencanaan awal, sehingga dengan cara demikian dapat dipersiapkan langkah pencegahan maupun penanggulangan dampak negatifnya dan mengupayakan pengembangan dampak positif dari kegiatan tersebut. Sehubungan dengan itu, maka diperlukan analisis mengenai dampak lingkungan sebagai proses dalam pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan. 12 Pencemaran pada sungai misalnya, harus dihindari dan dicegah karena sungai merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terlebih lagi karena sungai adalah sumber air yang digunakan untuk makan dan minum bagi makhluk hidup. Di samping itu, sungai sebagai sumber air, sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan sebagai sarana penunjang utama dalam pembangunan nasional. Karena itu pemerintah hendaknya memperhatikan pelestarian sungai. Pelestarian sungai dari pencemaran meliputi perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas kerusakan dari sifat aslinya. Misalnya dengan dikeluarkannya PP No. 35 tahun 1991 tentang sungai, sebagai pelaksanaan UU No 11/1974 tentang pengairan, maka peraturan itu bisa digunakan sebagai pedoman
12

P. Joko Subagyo, S.H. Hukum Lingkungan. Hlm. 27.

15

dalam rangka menjalankan aktifitas yang pada akhirnya mengancam bahaya kelestarian sungai. Hal ini berpedoman pada prinsip bahwa air dalam sungai akan bisa menjadi sumber malapetaka. Pencemaran akibat industri misalnya, merupakan hal yang harus dihindari karena, baik polusi udara yang diakibatkannya maupun buangan limbah hasil proses pengelolahan barang mentahnya sangat berbahaya bagi makhluk hidup. Jika industrialisasi merupakan proyek pembangunan yang tak bisa dihindari guna kemajuan manusia, maka setidaknya harus ada landasan bagaimana industriaisasi yang tak merugikan. Pencegahan pencemaran industri dimulai dari tahap perencanaan pembangunan maupun pengoperasian industri. Hal tersebut meliputi pemilihan lokasi yang dikaitkan dengan rencana tata ruang; studi yang menyangkut pengaruh dari pemilihan industri terhadap kemungkinan pencemaran dengan melalui prosedur AMDAL maupun ANDAL; pemilihan teknologi yang akan digunakan dalam proses produksi; dan yang lebih penting lagi adalah pemilihan teknologi yang tepat guna proses pengelolahan limbah industri termasuk daur ulang dari limbah tersebut. Hal ini penting mengingat kebutuhan kelestarian lingkungan yang ada di sekitarnya. Dalam UU No. 23/1997 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) pasal 14 ayat 2 dinyatakan bahwa di samping ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup, ketentuan mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya diatur dengan PP. Mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran, dalam pasal 17 UULH dinyatakan bahwa: Ketentuan tentang pencegahan dan penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan hidup beserta pengawasannya yang dilakukan secara menyeluruh dan atau secara sektoral ditetapkan dengan Peraturan Perundangan.13 Dengan melihat kepedulian pemerintah dalam hal penyelamatan lingkungan hidup, maka masyarakat pun harus mendukung sekaligus mengontrol dari pelaksanaan berbagai kebijakan itu. Sebab yang demikian inilah yang disebut sebagai partisipasi dari kesadaran masyarakat.

13

Koesnadi Hardjasoemantri. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Hlm. 240.

16

BAB III HUKUM LINGKUNGAN

A. INSTRUMEN DAN SISTEM HUKUM LINGKUNGAN Prof. Munadjat Danusaputro mengkategorikan hukum lingkungan menjadi dua bagian utama, yakni hukum lingkungan modern yang berorientasi kepada lingkungan (environmental law oriented) dan hukum lingkungan klasik yang berorientasi pada penggunaan lingkungan (use oriented law).14 Di sisi lain, dalam hukum lingkungan berlaku upaya preventif (pencegahan) maupun represif (tindakan). Upaya preventif berarti suatu tujuan hukum, yakni untuk memberi batasan-batasan mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilanggar dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan yang ada. Penegakan hukum bersifat preventif berarti bahwa pengawasan aktif dilakukan terhadap keputusan kepada peraturan tanpa kejadian langsung yang menyangkut peristiwa kongkrit yang menimbulkan sangkaan bahwa peraturan hukum telah dilanggar. Instrumen bagi penegakan hukum preventif adalah penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan (pengambilan sampel,

penghentian mesin-mesin dan sebagainya). Penegak hukum yang utama dalam hal ini adalah pejabat atau apara pemerintah yang berwenang memberi izin dan m,encegah terjadinya pencemaran lingkungan.15 Sedangkan dalam upaya represif (tindakannya), ada beberapa jenis instrumen yang dapat diterapkan dan penerapannya tergantung dari keperluannya, sebagai pertimbangan antara lain dengan melihat dampak yang sudah ditimbulkannya. Jenis-

Prof. Munadjat Danusaputro, S.H. Hukum Lingkungan Buku 1 Umum. Bandung: Bina Cipta. Hlm. 35. dalam Rachmadi Usman. 1993. Pokok-pokok Hukum Lingkungan Nasional. Jakarta: Akapress. Hlm. 3. 15 Siti Sundari Rangkuti. 2000. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Hlm. 209-210.

14

17

jenis instrumen yang dimaksud tersebut adalah meliputi: (a) tindakan administratif, (b) tindakan perdata atau proses perdata, dan (c) tindakan pidana atau proses pidana.16 Ketiga bentuk instrumen hukum tersebut tidak selalu berada dalam urutan skala prioritas. Artinya ada konteks di mana hukum tersebut akan diterapkan. Tidak selalu harus berurutan antara nomor 1 sampai 3, atau berbalik dan sebagainya. Sedangkan dalam persoalan lingkungan, jika dikaitkan dengan dampak yang diakibatkannya, perlu diperhatikan aspek-aspek seperti berikut ini: 2. Lingkungan yang terdiri dari tanaman, perikanan atau peternakan, tanah, air, dan udara. 3. Penderita, dalam hal ini adalah masyarakat atau sekelompok individu yang terkena dampak dari suatu kegiatan yang lain. 4. Penyebab, adalah sekelompok individu yang menjadi penyebab dari kerusakan lingkungan tersebut, misalnya perusahaan, pelaksana proyek pembangunan dan sebagainya. Sedangkan perusahaan itu sendiri meliputi pemilik (the owner), penanggungjawab kegiatan (the responsibility), dan karyawan (worker). Untuk memfungsikan instrumen-intrumen hukum lingkungan di atas, perlu dilibatkan beberapa instansi yang berkaitan dengan tugas kewenangannya. Di antara instansi yang secara aktif dan kontinyu dalam hal ini adalah: Departemen Dalam Negeri, Cq. Pemerintah Daerah setempat, Departemen Perindustrian, Departemen Kehakiman, Cq. Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian. Namun demikian, harus diingat bahwa masalah lingkungan bukanlah masalah pemerintah atau perusahaan saja. Masalah lingkungan adalah masalah semua manusia atau makhluk hidup yang lain yang hidup di muka bumi ini. Sehingga dengan demikian diperlukan kesadaran masing-masing pihak untuk saling menghormati dan menaati hukum yang berlaku. Hal ini untuk membantah anggapan masyarakat yang berkembang luas bahwa masalah lingkungan hanya merupakan masalah yang harus

16

P. Joko Subagyo, S.H. Hukum Lingkungan. Hlm. 81.

18

diselesaikan pemerintah saja, baik mulai dari kepolisian sampai kejaksaan. Sementara masyarakat sendiri tidak mengerti sama sekali dalam hal penyelamatan yang ingin dilakukannya. Tampaknya di sini perlu semacam kesadaran yang lebih luas lagi.

B. MEKANISME HUKUM LINGKUNGAN Seperti dikemukakan di atas bahwa permasalahan lingkungan hidup adalah permasalahan semuanya, yang meliputi pemerintah, perusahaan dan juga masyarakat secara umum. Bagi secara umum adalah beberapa faktor yang membuat kesadaran mereka untuk memahami sekaligus melestarikan lingkungan nampaknya kurang. 1. Kurangnya kesadaran masyarakat akan makna penting lingkungan bagi generasi mendatang 2. Kurangnya keberanian masyarakat untuk melakukan tindakan-tindakan hukum menghadapi para pencemar 3. Kurangnya instrumen hukum dalam masyarakat untuk menangani kasuskasus yang terjadi 4. Adanya keterbatasan sarana dan prasarana dari pemerintah yang diperuntukkan masyarakat 5. Adanya keterbatasan dalam diri masyarakat mengenai apa sebenarnya yang terjadi dalam lingkungan ini Secara hukum, bagi masyarakat untuk memberitahukan bahwa telah terjadi pencemaran ataupun perusakan lingkungan alam tertentu tempat di mana mereka tinggal, telah diatur. Hal itu merupakan hak yang dicantumkan oleh hukum. Mekanismenya adalah, suatu laporan mengenai perusakan lingkungan diberikan kepada pemerintah daerah, dan oleh pemerintah daerah kemudian diteruskan pada laporan kepada pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti, diteliti, dan dibuktikan kebenarannya. Setelah itu dibuatkan BAP-nya untuk diteruskan ke kejaksaan, dan kemudian pengadilan. Hal-hal seperti ini belum banyak dipahami oleh masyarakat pada umumnya.

19

Jika dari hasi penyelidikan ternyata telah terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan, maka kewajiban selanjutnya adalah menyelesaikannya dalam bentuk penanggulangan maupun biaya pemulihan seperti asalnya. Hasil dari penyidikan itu merupakan bahan keterangan untuk menetapkan sanksi administratif. Mengenai kewajiban ganti rugi, sudah diatur dalam undang-undang. Sedangkan jika masyarakat enggan menggunakan jalur administratif seperti di atas, masyarakat bisa melakukan clash action dengan menggugat pencemar yang telah merugikan lingkungan sekitarnya. Model gugatan yang seperti ini diatur dalam hukum perdata. Sedangkan untuk sanksi pidana, ada beberapa instansi yang terkait, yaitu, (a) kepolisian yang bertindak sebagai penyidik untuk mengumpulkan informasi dan alat bukti dengan dilengkapi berita acara, (b) kejaksaan untuk memberkas perkara tersebut diajukan ke suatu pengadilan. Namun demikian di Indonesia tampaknya penyelesaian masalah kasus lingkungan belum sebanyak di negara-negara lain. Oleh karena itu partisipasi dan kesadaran masyarakat di sini sangat diperlukan karena mereka akan menjadi pihak yang mengontrol dan memberitahukan, baik ke aparat Pemerinath Daerah, maupun aparat hukum lainnnya.

C. UU NOMOR 23 TAHUN 1997 Sebelum berlaku UU No. 23 Tahun 1997 adalah UU No. 4 Tahun 1982. Alasan pertimbangan penetapan UU No. 23/1997 tentang Pengelolahan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 No. 68 dan Tambahan Lembaran Negara No. 3699) yang menyatakan tidak berlakunya lagi UU No. 4/1982 dan diundangkannya UU No. 23 Tahun 1997 pada tanggal 19 September 1997 adalah sebagai berikut:17 1. Bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang

17

Koesnadi Hardjasoemantri. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Hlm. 64-65.

20

2.

3.

4.

5.

6.

bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan wawasan nusantra. Bahwa dalam rangka mendayagunakan sumberdaya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti dimanatkan dalam UUD 1945 dan untuk mencapai kebahagaiaan hidup berdasarkan Pancasila perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan generasi masa kini dan generasi masa depan. Bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolahan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Bahwa penyelenggaraan pengelolahan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Bahwa kesadaran dan kehidupan manusia dalam kaitannya dengan pengelolahan lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentutan-ketentuan Pokok Pengelolahan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 No. 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada poin 1, 2, 3, 4 dan 5 di atas, maka perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pengelolahan Lingkungan Hidup (UUPLH)

Apa yang menarik di atas adalah pada poin ke-4 di mana dimasukkan satu penjelasan bahwa UU No. 23 Tahun 1997 dibuat dengan tujuan untuk merespon kesadaran masyarakat yang sudah meningkat. Dalam hal ini berarti pemerintah mempunyai aspek responsibilitas dan perhatian bahwa masyarakat sebagai pelaku sekaligus pengontrol pembangunan nasional perlu diperhatikan. Maksud lain adalah kesadaran masyarakat mengenai lingkungan juga harus terus-menerus ditingkatkan guna keperluan pembangunan nasional yang seimbang, selaras dan berkelanjutan.

21

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. PERAN PENTING MASYARAKAT Lingkungan dalam pasal 1 UU No. 23 tahun 1997 adalah: Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengertian di atas menunjukkan bahwa lingkungan memiliki pengertian lebih luas dari sekedar agraria, sebab agraria hanya merupakan lingkungan fisik sedangkan lingkungan mencakup fisik, biologi dan komposit. Segala sesuatu yang ada di bumi ini, saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya: Antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan hewan, antara manusia dengan tanaman/tumbuhan, antara manusia dengan tanah, air, dan benda lainnya. Dengan demikian ada keterkaitan yang saling pengaruh mempengaruhi antara makhluk hidup dan benda mati di sekelilingnya. Pengaruh antara satu komponen, dengan komponen lain ini akan melahirkan bermacam-macam bentuk dan sifatnya. Prinsip yang dikemukakan di atas secara eksplisit menyebutkan bahwa manusia merupakan pokok terpenting dalam perikehidupan ini, di samping makhluk hiup lainnya. Artinya, hanya dengan kesadaran manusia dalam memperlakukan makhluk lainnya, maka akan didapat suatu keseimbangan ekologi sekaligus ekosistemnya. Oleh karena itu, untuk membuat tata kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan, maka mau tidak mau diperlukan suatu kesadaran yang

termanifestasikan dalam berbagai aktifitas manusia untuk mencapai tujuannya. Manusia (individu) yang berkelompok dengan manusia lainnya kemudian membentuk organisasi yang bernama masyarakat. Dalam suatu masyarakat diperlukan kesadaran agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis dan bisa melanjutkan

22

kehidupanya sampai pada generasi berikutnya. Siapa yang bertanggungjawab terhadap generasi berikutnya adalah generasi sekarang. Jika generasi sekarang tidak mempedulikan keberadaan dan kelangsungan generasi mendatang, maka bisa dipastikan, generasi mendatang akan menuai suatu kekacauan ekologis yang sangat parah. Di sinilah arti penting kesadaran masyarakat dalam mengelola lingkungan alamnya tersebut. Perlu diketahui bahwa, krisis ekologis bukan lagi merupakan kemungkinan masa depan. Sebetulnya sekarang sudah menjadi realitas kontemporer yang melebihi batas-batas toleransi dan kemampuan adaptasi lingkungan. Proliferasi malapetaka lingkungan (environmental disasters) sudah mencapai dimensi regional, global, dna terus berdampak parah. Konteks degradasi lingkungan seyogyanya menyadarkan adanya bahaya monumental yang mengancam lingkungan.18 Inilah yang disebut Joachim Metner dan N. Daldjoeni (ed) sebagai kerapuhan ekosistem.19 Dan pada titik inilah kita menemukan kesimpulan bahwa semua akar masalah dari degradasi lingkungan adalah masalah kesadaran masyarakat-nya. Masyarakat di sini bisa berarti masyarakat regional, nasional maupun global.

B. PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN Penegakan hukum lingkungan sangat berhubungan dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Kepatuhan warga masyarakat di sini juga bisa bermakna sebagai kesadaran hukum masyarakat. Sedangkan kesadaran hukum itu sendiri akan meliputi tiga bidang hukum, yakni administratif, perdata dan pidana. Seperti halnya perdata, dan administrasi, maka pidana sendiri bermakna khas, serupa dengan sanksi yang berupa

Lihat Suparto Wijoyo. 1999. Penyelesaian Sengketa Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press. Hlm. 1 19 Joachim Metzner dan N. Daldjoeni. (ed). 1987. Ekofarming Bertani Selaras dengan Alam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hlm. 8.

18

23

hukuman.20 Biezeveld dalam tulisannya, Course on Environmental Law Enforcement, seperti dikutip oleh Siti Sundari Rangkuti mengatakan bahwa penegakan hukum memiliki poin-poin pengertian yang diterangkan sebagai berikut ini: Environmental law enforcement can be defined as the application of legal governmental powers to ensures compliance with environmental regulation by menas of: Administrative supervision of compliance with environmental regulation (inspections) (=mainly preventive activity) Administrative measures or sanctions in case of non-compliance (=corrective activity) Criminal investigation in case of presumed offences (=repressive activity) Criminal measures or sanctions in case offences(=repressive activity) Civil action (law suit) in case of (threatening) non compliance (=preventive or corrective activity).21 Dengan mengacu pada paparan di atas berarti bahwa penegakan hukum adalah upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum maupun individual. Hal ini akan diperkuat melalui pengawasan dalam bentuk sanksi administrasi, pidana maupun perdata. Sehingga penegakan hukum lingkungan yang dicita-citakan akan mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Dari sini kita bisa mengatakan bahwa sebenarnya antara kesadaran hukum lingkungan yang dimiliki masyarakat dengan adanya hukum maupun kebijakan itu sendiri sangat berkaitan erat. Tidak hukum tanpa adanya masyarakat yang sadar hukum, dan demikian pula sebaliknya. Intinya masyarakat harus menyadari bahwa ada hukum yang mengatur segala sesuatu, terutama lingkungan tempat di mana ia

Lihat Alam Setia Zain, SH. 1997. Hukum Lingkungan: Konservasi Hutan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hlm. 16. 21 Siti Sundari Rangkuti. 2000. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Hlm. 208-209.

20

24

tinggal. Di samping itu hukum juga memasukkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta sanksi bagi tiap-tiap pelanggaran yang dilakukan. Namun suatu penegakan hukum tidak hanya bisa dilakukan dengan adanya kemauan saja. Di sisi lain harus ada sistem dan mekanisme yang mengatur hal itu dengan jelas dan sistematis. Sistem dan mekanisme itulah yang akan menjadi acuan bagi segenap langkah dan tindakan manusia dalam rangka mencapai tujuannya. Sehingga hukum di sini bisa berfungsi untuk menyejahterakan dan memakmurkan masyarakat.

C. MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN Pembangunan pada dasarnya merupakan campur tangan manusia terhadap hubungan timbal balik antara dirinya sendiri dengan lingkungan hidupnya. Dalam arti lain pembangunan merupakan salah satu bentuk upaya manusia untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia untuk kepentingan dirinya. Dalam skala aktifitas pembangunan akan berdampak luas bagi manusia dan lingkungannya itu sendiri. Oleh karena itu kebijaksanaan dan langkah-langkah dalam pembangunan hendaknya mencerminkan pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan pengelolahan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.22 Dengan demikian, maka perlu dilaksanakan konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan yang berkelanjutan (sustainable developmenti). Hal ini merupakan kunci untuk melaksanakan suatu pembangunan yang bertanggungjawab pada generasi mendatang. Bagi Indonesia konsep ini bukanlah sesuatu yang baru, karena sebelumnya kita sudah mengenalkan konsep pembangunan yang berkesinambungan.23 Prof. Dr. Emil Salim menjelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan haruslah berlandaskan pada prinsip-prinsip berikut ini:
Bambang Sunggono, SH, MS. 1994. Hukum Lingkungan dan Dinamika Kependudukan. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. Hlm. 8 9. 23 Soejono, S.H., M.H. Hukum Lingkungan dan Peranannya dalam Pembangunan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hlm. 2.
22

25

Bahwa proses pembangunan harus berlangsung secara terus-menerus, serta didukung oleh adanya ketersedian sumberdaya alam, manusia dan kualitas lingkungan yang berkembang.

Bahwa sumberdaya alam, terutama udara, air dan tanah adalah sesuatu yang memiliki ambang batas. Penggunaannya jelas berpengaruh dalam meminimalkan kuantitas dan kualitasnya.

Bahwa pembangunan berkelanjutan berarti juga penerapan cara yang efisien dan efektif pada pemanfaatan suatu sumberdaya alam, sehingga pembangunan pada tahapan atau fase berikutnya tidak mengalami kekosongan atas keberadaannya.

Bahwa kualitas lingkungan berhubungan langsung dengan kualitas hidup. Semakin baik kualitas lingkungan, semakin positif pengaruhnya bagi kualitas hidup.

Bahwa pembangunan berkelanjutan menempatkan pengembangan kualitas lingkungan sebagai hal penting yang bisa memberikan konstribusi positif pada kualitas hidup manusia.

Bahwa

pembangunan

berkelanjutan

mengandung

arti

bahwa

penggunaan sumberdaya alam sekarang harus mempertimbangkan kepentingan masa depan. Bahwa pola penggunaan SDA tidak menutup kemungkinan memilih opsi atau pilihan lain di masa depan. Bahwa pembangunan berkelanjutan bisa didefinisikan sebagai transgenerasi (hubungan antar-generasi) yang memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraan tanpa mengurangi jaminan bagi generasi mendatang untuk membangun kesejahteraannya.14 Paparan di atas setidak-tidaknya menyentuh pada beberapa aspek seperti berikut ini. Pertama, bahwa proyek pembangunan seyogyanya tidak saja
14

Emil Salim. 1992. Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Gramedia. Hlm. 282-283.

26

memperhatikan keuntungan-keuntungan ekonomis, akan tetapi juga memperhatikan hal-hal yang tak mudah diukur dengan faktor ekonomis, seperti penyelamatan generasi mendatang. Kedua, sehingga pembangunan janganlah hanya diukur melalui biaya keuntungan dan kerugian, namun juga melalui biaya-biaya sosial yang pasti muncul dalam setiap pelaksanaannya. Sesuai dengan salah satu hasil dari Deklarasi Rio (hasil KTT bumi di Rio de Janeiro antara lain disepakati bahwa, memang tiap-tiap negara yang berkedaulatan berhak untuk mengeksploitasi sumberdayanya sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan dan lingkungannya secara nasional. Akan tetapi, hal itu harus bertanggungjawab untuk tidak menimbulkan masalah kerusakan lingkungan negara lain, atau daerah di luar batasnya sendiri.24 Meskipun begitu hal ini bukan berarti ada legitimasi untuk melakukan kerusakan lingkungan di negaranya sendiri. Kaitannya dengan hukum, maka hukum (hukum lingkungan) haruslah mampu berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Sebab mengingat ciri-ciri yang melekat pada hukum adalah: 1. 2. 3. Menimbulkan kemantapan dan keteraturan dalam dunia usaha Memberikan kerangka sosial dalam kehidupan bermasyarakat Menampilkan wujudnya sebagai sarana untuk menjamin agar anggotaanggota masyarakat dapat dipenuhi kebutuhannya secara terorganisir.25 Dengan demikian jelas, bahwa kesadaran hukum masyarakat akan berpengaruh pada sistem penegakan hukumnya dan pada akhirnya pula akan berpengaruh pada bagaimana suatu pembangunan berkelanjutan dijalankan. Tanpa adanya kaitan yang erat dan saling berhubungan antara kedua elemen ini (kesadaran hukum dan penegakan sistem mekanisme hukum lingkungan yang ada) maka mustahil suatu pembangunan berkelanjutan dijalankan.
Alam Setia Zain, S.H. 1997. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hlm. 34. 25 Satjipto Rahardjo. 1987. Ilmu Hukum. Bandung: Penerbit Alumni. Hlm. 149-151. Lihat juga Bambang Pamulardi, S.H. 1999. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Jakarta: Rajawali Press. Hlm. 205 dan seterusnya.
24

27

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN 1. Peran serta masyarakat terhadap pelestarian hukum lingkungan, terutama pada UU No. 23 Tahun 1997 adalah sangat penting sekali. Hal ini karena masyarakat-lah sebenarnya yang menikmati dan menggunakan sumberdaya alam yang tersedia tersebut. 2. Peran serta masyarakat dalam upaya melestarikan lingkungan di mana ia tinggal bisa dimulai dengan meningkatkan kesadaran mereka akan arti penting lingkungan. Dengan kesadaran lingkungan maka dia akan menaati hukum lingkungan yang telah disepakati bersama-sama. 3. Dengan demikian, antara kesadaran masyarakat dan keberadaan hukum lingkungan adalah saling terkait dan saling berhubungan erat. Kedua variabel yang disebutkan di atas tidak bisa saling mengabaikan, dan harus saling menunjang. Sehingga bentuk-bentuk perusakan alam lingkungan bisa dihindari sedini mungkin. Tidak hanya diselesaikan persoalannya, tapi juga dicegah kemunculannya.

A. SARAN-SARAN 1. Mengingat pentingnya masyarakat sebagai sarana kontrol terhadap lingkungan maka seyogyanya pemerintah juga menyebarluaskan / melakukan sosialisasi peraturan perundangan-undangan ataupun kebijakan-kebijakan yang lain. 2. Di samping itu perlu juga disosialisasikan mengenai arti penting lingkungan kepada masyarakat secara terus-menerus agar ada keterkaitan yang erat yang saling menunjang, antara masyarakat, pemerintah maupun pihak swasta.

28

DAFTAR PUSTAKA
Barber, Charles Victor, Suraya Afiff, Agus Purnomo. 1997. Meluruskan Arah Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Terjemahan Marina Malik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hardjasoemantri, Koesnadi. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Edisi ke-7. Cetakan ke15. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Metzner, Joachim dan N. Daldjoeni. (ed). 1987. Ekofarming Bertani Selaras dengan Alam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Pamulardi, Bambang, S.H. 1999. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Jakarta: Rajawali Press. Rahardjo, Satjipto. 1987. Ilmu Hukum. Bandung: Penerbit Alumni. Rangkuti, Siti Sundari. 2000. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Surabaya: Airlangga University Press. Salim, Emil, 1992. Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Gramedia. Soejono, S.H., M.H. Hukum Lingkungan dan Peranannya dalam Pembangunan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Subagyo, P. Joko, S.H. 1999. Hukum Lingkungan, Masalah dan Penanggulangannya. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Sudjana, Eggi dan Riyanto. 1999. Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif Etika Bisnis di Indonesia. Jakarta: Gramedia. Sunggono, Bambang SH, MS. 1994. Hukum Lingkungan dan Dinamika Kependudukan. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. Silalahi, M. Daud, Dr. 1996. Pengaturan Hukum Sumberdaya Air dan Lingkungan Hidup di Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni. Usman, Rachmadi. 1993. Pokok-pokok Hukum Lingkungan Nasional. Jakarta: Akapress. Hlm. 3. Wijoyo, Suparto. 1999. Penyelesaian Sengketa Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press. Zain, Alam Setia SH. 1997. Hukum Lingkungan: Konservasi Hutan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. _________________. 1997. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

You might also like