You are on page 1of 3

Nama NIM Prodi

: Ardi Kurniawan : E1D311011 : Agribisnis

MIKROBA ANTAGONIS UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN

Mikroba antagonis bisa berupa bakteri, jamur/cendawan, actinomycetes atau virus, berbagai spesies mikroba antagonis telah berhasil diisolasi dan dievakuasi keefektifannya sebagai agen hayati pengendalian penyakit tanaman. Bacillus subtilis, misalnya, terbukti efektif mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani pada krisan, sedangkan Pseudomonas fluorescens (Pf) efektif untuk penyakit akar bengkak yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae pada caisin. Penggunaan agen pengendalian hayati(APH) dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) semakin berkembang karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida. Beberapa keunggulan tersebut adalah: (1) aman bagi manusia, musuh alami dan lingkungan; (2) dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder; (3) produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida; (4) terdapat di sekitar pertanaman sehingga sehingga dapat mengurangi ketergantungan teradap pestisida sintesis; dan (5) menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup dilakukan satu atau dua kali dalam satu musim panen. Berbagai spesies mikroorganisme telah berhasil ditemukan dan dievaluasi keefektifannya sebagai APH tanaman. Beberapa APH yang telah diteliti diuraikan berikut ini. Bakteri Kelompok bakteri yang telah banyak diteliti dan digunakan untuk APH adalah genus Bacillus, di antaranya B. Polimyxa, B. Subtilis, dan B. Thuringiensis. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium dan rumah kaca, B. Subtilis nomor isolat BHN 13 yang disolasi dari perakaran tanaman amarilis di Cibadak, Sukabumi, dapat mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh R. Solani pada tanaman krisan. Diduga antibiotik yang dikeluarkan bakteri tersebut dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan R. Solani. Seperti dilaporkan oleh Baker pada tahun1991 dan Sitepu pada tahun 1993, mekanisme penekanan suatu mikroba antagonis terhadap bibit penyakit dapat terjadi melalui kompetisi ruang dan hara serta antibiosis. Untuk genus Erwinia, ternyata Erwinia carotovora yang tidak menimbulkan penyakit dapat menekan spesies Erwinia lainnya. Di Jepang, mikroba antagonis ini telah di formulasikan dalam bentuk tepung untuk mengendalikan penyakit busuk lunak pada kubis dan petsai. Pada genus Pseudomonas yang berpotensi sebagai APH Penyakit tanaman antara lain adalah Pf. APH ini kebanyakan pada permukaan akar berbagai jenis tanaman. Bakteri ini dapat mengendalikan penyakit bercak daun akibat infeksi P. Phaseicola pada buncis, penyakit layu Fusarium oxysporum pada gladiol, serta penyakit layu bakteri Ralstonia

solanacearum pada cabai, tomat, dan jahe. Selain itu, Pf nomor isolat 9 yang ditumbuhkan pada media KingB yang mengandung FeCl3 dan disuspensikan kedalam larutan 0,1 M MgSO4 dapat menekan serangan penyakit akar bengkak yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae pada tanaman caisin hingga 72,51% dan mempertahankan hasil panen sebanyak 84,15%. Pf mengeluarkan antibiotik, siderofor, dan metabolit sekunder lainnya yang sifatnya dapat menghambat aktifitas mikroorganisme lain. Siderofor, seperti pyoverdin atau pseudobacin diproduksi pada kondisi lingkungan tumbuh yang miskin ion Fe. Senyawa ini menghelat ion Fe sehingga tidak tersedia bagi organisme lain. Ion Fe sangan diperlukan oleh spora F. Oxysporum untuk berkecambah. Dengan tidak tersediannya ion Fe maka infeksi F. Oxysporum ke tanaman berkurang. Beberapa anti biotik yang dipriduksi oleh Pf adalah pyuloteorin, oomycin, phenazine1-carboxylic acid atau 2,4-diphloroglucinol. Antibiotik ini efektif menghambat perkembangan populasi dan penyakit yang ditimbulkan oleh cendawan Gaeumannomyces tritici, Thielaiopsis basicola, dan R. Solanacearum. Disamping menekan perkembangan populasi dan aktivitas patogen tanaman, Pf dapat memacu ketahanan tanaman terhadap penyakit. Pf strain G32r dapat memacu aktifitas enzim fenilanin amoliase, suatu enzim yang terlibat dalam pembentukan gen ketahanan tanaman tembakau. Selain itu, bakteri P. Gladioli, P. Putida, dan P. Aeruginosa serta Xanthomonas malthophillia (XM) dapat digunakan sebagai APH penyakit tanaman. Cendawan/Jamur Kelompok cendawan yang telah digunakan sebagai APH penyakit tanaman adalah Trichoderma harzianum dan Gliocladium sp. Pada tahun 2002 telah berhasil diproduksi secara massal biofungisida berbahan aktif T. Harzianum dalam bentuk butiran dan tepung yang bernaman Naturalindo. Cendawan lain yang berpotensi sebagai APH penyakit tanaman adalah F. Oxysporum nonpatogenik (Fo NP). Beberapa peneliti melaporkan Fo NP efektif mengendalikan penyakit layu Fusarium pada ubi jalar dan strawberi. Fo NP strain 10-AM dapat memacu pembentukan gen ketahanan pada setek panili terhadap infeksi penyakit busuk batang panili (BBP) dan lebih efektif dibanding fungisida yang biasa digunakan oleh petani. Dengan demikian, untuk memperoleh setek panili bebas penyakit BBP, Fo NP sangat berpotensi menggantikan fungisida sintesis atau teknologi lainnya yang biasa digunakan untuk itu. Actinomycetes Salah satu kelompok actinomycetes yang telah diteliti dan digunakan sebagai APH penyakit tanaman adalah Streptomycetes. Mikroba antagonis ini mengandung antibiotik, efektif mengendalikan penyakit layu bakteri R. Solanacearum. Biakan Streptomyces spp. Nomor isolat A 20 efektif menekan serangan Sclerotium rolfsii pada tanaman paprika. Virus Penggunaan virus sebagai APH penyakit tanaman biasanya dengan strain virus dilemahkan, kemudia diinokulasikan pada tanaman. Metode ini sering disebut dengan inokulasi silang (cross protection) atau imunisasi sehingga tanaman menjadi kebal. Di

Indonesia, virus yang dilemahkan, yang dikenal dengan nama Cama-5, terbukti efektif mengendalikan penyakit virus mozaik yang disebabkan oleh cucumber mozaic virus (CMV) pada tanaman tomat dan cabai hingga 96,17%. Produk ini telah dipasarkan dengan nama dagang BiaRiv-3

You might also like