You are on page 1of 105

ANALISIS TOKSIKOLOGI FORENSIK Buku Ajar disusun oleh: Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, Apt., M.Si.

JURUSAN FARMA SI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBA RAN

KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur Om Awighnam Astu Nahma Sidham semoga tiad a aral yang melintang dan memperoleh wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Bah an ajar ini disusun agar dapat memperkaya literatur dan memberi gambaran tentang Analisis Toksikologi Forensik. Analisis toksikologi forensik adalah integrasi b erbagai disiplin ilmu diantaranya kimia analisis dan prinsipprinsip dasar toksik ologi, yang mencangkup aplikasi dan telaah tentang racun, yang berhubungan denga n tindakan melawan hukum kriminal. Pada tulisan ini diawali dengan sub bahasan: Pen gantar Menuju Ilmu Forensik yang menjelaskan definisi forensic science dan bidang ilmu yang tercangkup dalam forensik sains, kemudian dilanjutkan dengan sub baha san Pengantar Toksikologi yang memberi gambaran tentang pengertian ilmu toksikolog i dan sejarah perkembangan ilmu toksikologi. Agar mahasiswa lebih mengerti bagai mana tokson dapat menimbulkan efek keracunan pada sub bahasan berikutnya dibahas Fase Kerja Toksik. Sub bahasan Analisis Toksikologi Forensik dibahas dalam bab IV, karena sebagaian besar sampel analisis toksikologi merupakan materi biologi, mak a dalam bab berikutnya dibahas sifat dan cara penanganan materi biologi dalam an alisis toksikologi. Bab berikutnya membahas metode analisis yang digunakan dalam penyelenggaraan analisis toksikologi forensik. Sangat disadari tulisan ini masi h jauh dari sempurna, namun langkah/usaha sekecil apapun akan sangat berarti seb agai daya awal untuk langkah yang lebih besar. Menyadari hal tersebut penulis sa ngat mengharapkan masukan dan saran, dari berbagai pihak guna menyempurnakan mat eri ini. Saran dan masukan dapat dialamatkan ke penulis Jimbaran, Juli 2008 Horm at kami ttd Penulis Pengantar Menuju Ilmu Forensik 1

BAB I 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. BAB II 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. BAB III 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. BAB IV 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. BAB V 5.1. 5.2. 5.3. BAB VI 6.1. 6.2. 6.3. BAB VIII 7.1. 7.2. 7.3. 7.4. 7.5. 7.6.

halaman PENGANTAR MENUJU ILMU FORENSIK Pengantar enyidikan ....................................................... . PENGANTAR TOK ...................................................... . Perkembangan Awal Toksik .............................................. . Pengertian Toksikologi dan Racun ................................... .... Cakupan dan Subdisiplin Toksikologi .... ......................... ... Perkembangan Mutahir Toksikologi .................. .............. ... Prospek Masa Depan ........................................... ............ .. FASE KERJA TOKSIK ............................................... ..... .... Fase eksposisi ....................................................... ......... ... Fase toksokinetik ................................................. ......... .. Fase Toksodinamik ................................................. ...... ... Pemodelan Farmakokinetik ............................................. ... Parameter Farmakokinetik ................................................... rmasi (metabolisme) ................................................ ... ANALISIS OGI FORENSIK .................................... .... Pendahuluan .............. ......................................................... ... Bilamana memerlukan saan toksikologik ........................ ... Langkah-langkah analisis toksikolog sik ............................. ... Interpretasi temuan analisis ............... ................................... ... Kesimpulan ............................... ............................................ ... CAIRAN BIOLOGI .................. .............................................. ... Sifat Beberapa Cairan Biologik u ..................................... ... Pengambilan Sampel ... nalisis obat dalam cairan biologi .......... REAKSI WARNA ...................... ................................................... ... Interpretasi reaksi warna ...................................................... ... Faktor Teknis ......... ............................................................... ... Beberapa Reaks .............................................................. ... KROMATOGRAFI L PIS .................................................. ... Fase Diam ............. ............................................................... ... Penotolan samp ...................................................................... ... Sistem ............................................................................... . ... Pengembangan ............................................................... ........ ... Deteksi Noda ........................................................ .................. ... Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada KLT ............ ........ ... 2 DAFTAR ISI 1 1 2 4 5 9 9 10 12 13 14 16 16 16 21 21 23 24 31 31 31 32 35 39 41 41 43 43 46 46 46 46 50 51 52 52 52 53 54 Pengantar Menuju Ilmu Forensik

BAB VIII 8.1. 8.2. 8.3. 8.4. 8.5. BAB IX 9.1. 9.2. BAB X 10.1. 10.2. 10.3. 10.4. 10.5. BAB XI 11.1. 11.2. 11.3. 11.4. 11.5. 11.6. 11.7.

PENGGUNAAN KROMATOGRAFI GAS DALAM ANALISIS TOKSIKOLOGI ................. Paramet er Retensi ..................................................................... . ... Peralatan .................................................................. ............ ... Analisis Kualitatif ............................................. ..................... ... Analisis Kuantitatif ................................... ............................. ... Derivatisasi Pada Kromatograti Gas Cair ........ ...................... ... PENGGUNAAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (HPLC) DALA SIS TOKSIKOLOGI ................................. ............... Pemilih .................................................... ... Analisis Obat ........... ............................................................. ... APLIKASI SPEKTRO ASSA DALAM ANALISIS PENYALAHGUNAAN OBAT .. Pendahuluan ......................... ..................................................... ... Aliran Analit/Sampel dal .................................................. ... Sistem Pengumpulan Data dan ilannya ......................... ... Kepustakaan Spektrum Massa ................. ........................... ... Analisis Beberapa Kelompok Obat .................. .................... ... APLIKASI SPEKTROSFOTOMETRI INFRA MERAH DALAM ANALISIS TOK I Pendahuluan .................................................................. ........... ... Hubungan spektra IR dengan struktur molekul ...................... n .............................................................................. .... ... Teknik Sampling Pada IR ................................................. . ... Berbagai Teknik Yang Dikombinasikan Dengan Spektroskopi IR Penerje ................................................ ... Spektrum IR obat-obatan yang disalahgunakan ............. ... 55 55 55 57 57 58 60 60 64 66 66 66 66 67 68 73 73 73 74 75 77 78 78 Pengantar Menuju Ilmu Forensik 3

BAB I PENGANTAR MENUJU ILMU FORENSIK klasifikasi ini masih kita kenal dan dimanf aatkan secara luas sampai sekarang. Dalam perkembangan selanjutnya semakin banya k bidang ilmu yang dilibatkan atau dimanfaatkan dalam penyidikan suatu kasus kri minal untuk kepentingan hukum dan keadilan. Ilmu pengetahuan tersebut sering dik enal dengan Ilmu Forensik. Saferstein dalam bukunya Criminalistics an Introductio n to Forensic Science berpendapat bahwa ilmu forensik forensic science secara umum adalah the application of science to law. Ilmu Forensik dikatagorikan ke dalam ilm u pengetahuan alam dan dibangun berdasarkan metode ilmu alam. Dalam padangan ilm u alam sesuatu sesuatu dianggap ilmiah hanya dan hanya jika didasarkan pada fakt a atau pengalaman (empirisme), kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan oleh seti ap orang melalui indranya (positivesme), analisis dan hasilnya mampu dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke masyarakat l uas dengan tidak mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu) (Purwadianto 2000). Dewasa ini dalam penyidikan suatu tindak kriminal merupakan suatu keharusan mene rapkan pembuktian dan pemeriksaan bukti fisik secara ilmiah. Sehingga diharapkan tujuan dari hukum acara pidana, yang menjadi landasan proses peradilan pidana, dapat tercapai yaitu mencari kebenaran materiil. Tujuan ini tertuang dalam Keput usan Menteri Kehakiman No.M.01.PW.07.03 tahun 1983 yaitu: untuk mencari dan mend apatkan atau setidaktidaknya mendekati kebanaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari sutau perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya memint a pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti 4 1.1. Pengantar Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pinada (tindak m elawan hukum). Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu forensik diartika n sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian) barang buk ti merupakan alat utama dalam penyidikan tersebut. Tercatat pertama kali pada ab ad ke 19 di Perancis Josep Bonaventura Orfila pada suatu pengadilan dengan perco baan keracunan pada hewan dan dengan buku toksikologinya dapat meyakinkan hakim, sehingga menghilangkan anggapan bahwa kematian akibat keracunan disebabkan oleh mistik. Pada pertengahan abad ke 19, pertama kali ilmu kimia, mikroskopi, dan f otografi dimanfaatkan dalam penyidikan kasus kriminal (Eckert, 1980). Revolusi i ni merupakan gambaran tanggungjawab dari petugas penyidik dalam penegakan hukum. Alphonse Bertillon (1853-1914) adalah seorang ilmuwan yang pertamakali secara s istematis meneliti ukuran tubuh manusia sebagai parameter dalam personal indenti fikasi. Sampai awal 1900-an metode dari Bertillon sangat ampuh digunakan pada pe rsonal indentifikasi. Bertillon dikenal sebagai bapak identifikasi kriminal (cri minal identification). Francis Galton (1822-1911) pertama kali meneliti sidik ja ri dan mengembangkan metode klasifikasi dari sidik jari. Hasil penelitiannya sek arang ini digunakan sebagai metode dasar dalam personal identifikasi. Leone Latt es (1887-1954) seorang profesor di institut kedokteran forensik di Universitas T urin, Itali. Dalam investigasi dan identifikasi bercak darah yang mengering a dri ed bloodstain, Lattes menggolongkan darah ke dalam 4 klasifikasi, yaitu A, B, AB, dan O. Dasar Pengantar Menuju Ilmu Forensik

bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapa t dipersalahkan. Adanya pembuktian ilmiah diharapkan polisi, jaksa, dan hakim ti daklah mengandalkan pengakuan dari tersangka atau saksi hidup dalam penyidikan d an menyelesaikan suatu perkara. Karena saksi hidup dapat berbohong atau disuruh berbohong, maka dengan hanya berdasarkan keterangan saksi dimaksud, tidak dapat dijamin tercapainya tujuan penegakan kebenaran dalam proses perkara pidana dimak sud. Dalam pembuktian dan pemeriksaan secara ilmiah, kita mengenal istilah ilmu forensik dan kriminologi. Secara umum ilmu forensik dapat diartikan sebagai apli kasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan huku m dan keadilan. 1.2. Ruang Lingkup Ilmu Forensik Ilmu-ilmu yang menunjang ilmu f orensik adalah ilmu kedokteran, farmasi, kimia, biologi, fisika, dan psikologi. Sedangkan kriminalistik merupakan cabang dari ilmu forensik. Cabang-cabang ilmu forensik lainnya adalah: kedokteran forensik, toksikologi forensik, odontologi f orensik, psikiatri forensik, entomologi forensik, antrofologi forensik, balistik forensik, fotografi forensik, dan serologi / biologi molekuler forensik. Biolog i molekuler forensik lebih dikenal dengan DNAforensic. Kriminalistik merupakan pen erapan atau pemanfaatan ilmu-ilmu alam pada pengenalan, pengumpulan / pengambila n, identifikasi, individualisasi, dan evaluasi dari bukti fisik, dengan mengguna kan metode / teknik ilmu alam di dalam atau untuk kepentingan hukum atau peradil an (Sampurna 2000). Pakar kriminalistik adalah tentunya seorang ilmuwan forensik yang bertanggung jawab terhadap pengujian (analisis) berbagai jenis bukti fisik , dia melakukan indentifikasi kuantifikasi dan dokumentasi dari bukti-bukti fisi k. Dari hasil analisisnya kemudian dievaluasi, diinterpretasi dan dibuat sebagai laporan (keterangan ahli) dalam atau untuk kepentingan hukum atau peradilan (Ec kert 1980). Sebelum melakukan tugasnya, seorang kriminalistik harus mendapatkan pelatihan atau pendidikan dalam penyidikan tempat kejadian perkara yang Pengantar Menuju Ilmu Forensik dibekali dengan kemampuan dalam pengenalan dan pengumpulan bukti-bukti fisik sec ara cepat. Di dalam perkara pidana, kriminalistik sebagaimana dengan ilmu forens ik lainnya, juga berkontribusi dalam upaya pembuktian melalui prinsip dan cara i lmiah. Kriminalistik memiliki berbagai spesilisasi, seperti analisis (pengujian) senjata api dan bahan peledak, pengujian perkakas (toolmark examination), pemerik saan dokumen, pemeriksaan biologis (termasuk analisis serologi atau DNA), analis is fisika, analisis kimia, analisis tanah, pemeriksaan sidik jari laten, analisi s suara, analisis bukti impresi dan identifikasi. Kedokteran Forensik adalah pen erapan atau pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum dan pe ngadilan. Kedokteran forensik mempelajari hal ikhwal manusia atau organ manusia dengan kaitannya peristiwa kejahatan. Di Inggris kedokteran forensik pertama kal i dikenal dengan Coroner. Seorang coroner adalah seorang dokter yang bertugas mela lukan pemeriksaan jenasah, melakukan otopsi mediko legal apabila diperlukan, mel akukan penyidikan dan penelitian semua kematian yang terjadi karena kekerasan, k emudian melalukan penyidikan untuk menentukan sifat kematian tersebut. Di Amerik a Serikan juga dikenal dengan medical examinar. Sistem ini tidak berbeda jauh deng an sistem coroner di Inggris. Dalam perkembangannya bidang kedokteran forensik t idak hanya berhadapan dengan mayat (atau bedah mayat), tetapi juga berhubungan d engan orang hidup. Dalam hal ini peran kedokteran forensik meliputi: melakukan o topsi medikolegal dalam pemeriksaan menyenai sebab sebab kematian, apakah mati w ajar atau tidak wajar, penyidikan ini juga bertujuan untuk mencari peristiwa apa sebenarnya yang telah terjadi, identifikasi mayat, meneliti waktu kapan kematia n itu berlansung time of death penyidikan pada tidak kekerasan seperti kekerasan s eksual, kekerasan terhadap anak dibawah umur, kekerasan dalam rumah tangga, pela yanan penelusuran keturunan, 2

di negara maju kedokteran forensik juga menspesialisasikan dirinya pada bidang k ecelakaan lalu lintas akibat pengaruh obatobatan driving under drugs influence. Bi dang ini di Jerman dikenal dengan Verkehrsmedizin Dalam prakteknya kedokteran fore nsik tidak dapat dipisahkan dengan bidang ilmu yang lainnya seperti toksikologi forensik, serologi / biologi molekuler forensik, odontologi forensik dan juga de ngan bidang ilmu lainnya Toksikologi Forensik, Toksikologi adalah ilmu yang mene laah tentang kerja dan efek berbahaya zat kimia (racun) terhadap mekanisme biolo gi. Racun adalah senyawa yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap or ganisme. Sifat racun dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racu n di reseptor, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme , paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Lebih khusus, tok sikologi mempelajari sifat fisiko kimia dari racun, efek psikologi yang ditimbul kannya pada organisme, metode analisis racun baik kualitativ maupun kuantitativ dari materi biologik atau non biologik, serta mempelajari tindakan tidankan penc egahan bahaya keracunan. LOOMIS (1978) berdasarkan aplikasinya toksikologi dikel ompokkan dalam tiga kelompok besar, yakni: toksikologi lingkungan, toksikologi e konomi dan toksikologi forensik. Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplika si atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama da ri toksikologi forensik adalah analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Toksikologi foren sik mencangkup terapan ilmu alam dalam analisis racun sebagi bukti dalam tindak kriminal. Toksikologi forensik merupakan gabungan antara kimia analisis dan prin sip dasar toksikologi. Bidang kerja toksikologi forensik meliputi: analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian, analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlar ang di dalam cairan tubuh atau napas, yang dapat mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya, tindak Pengantar Menuju Ilmu Forensik kekerasan dan kejahatan, penggunaan dooping), analisis obat terlarang di darah d an urin pada kasus penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang lainnya. Odontolo gi Forensik, bidang ilmu ini berkembang berdasarkan pada kenyataannya bahwa: gig i, perbaikan gigi (dental restoration), dental protese (penggantian gigi yanng r usak), struktur rongga rahang atas sinus maxillaris, rahang, struktur tulang palat al (langit langit keras di atas lidah), pola dari tulang trabekula, pola penumpu kan krak gigi, tengkuk, keriput pada bibir, bentuk anatomi dari keseluruhan mulu t dan penampilan morfologi muka adalah stabil atau konstan pada setiap individu. Berdasarkan kharkteristik dari hal tersebut diatas dapat dijadikan sebagai acua n dalam penelusuran identitas seseorang (mayat tak dikenal). Sehingga bukit peta gigi dari korban, tanda / bekas gigitan, atau sidik bibir dapat dijadikan sebag ai bukti dalam penyidikan tindak kejahatan. Psikiatri forensik, seorang spikiate r berperan sangat besar dalam bebagai pemecahan masalah tindak kriminal. Psikogr am dapat digunakan untuk mendiagnose prilaku, kepribadian, dan masalah psikis se hingga dapat memberi gambaran sikap (profile) dari pelaku dan dapat menjadi petu njuk bagi penyidik. Pada kasus pembunuhan mungkin juga diperlukan otopsi spikolo gi yang dilakukan oleh spikiater, spikolog, dan patholog forensik, dengan tujuan penelaahan ulang tingkah laku, kejadian seseorang sebelum melakukan tindak krim inal atau sebelum melakukan bunuh diri. Masalah spikologi (jiwa) dapat memberi b erpengaruh atau dorongan bagi seseorang untuk melakukan tindak kejahatan, atau p erbuatan bunuh diri. Entomologi forensik, Entomologi adalah ilmu tentang serangg a. Ilmu ini memperlajari jenisjenis serangga yang hidup dalam fase waktu tertent u pada suatu jenasah di tempat terbuka. Berdasarkan jenis jenis serangga yang ad a sekitar mayat tersebut, seorang entomolog forensik dapat menduga sejak kapan m ayat tersebut telah berada di tempat kejadian perkara (TKP). Antrofologi forensi k, adalah ahli dalam mengidentifikasi sisa sisa tulang, tengkorak, dan 3

mumi. Dari penyidikannya dapat memberikan informasi tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur, dan waktu kematian. Antrofologi forensik mungkin juga dapat mend ukung dalam penyidikan kasus orang hidup, seperti indentifiksi bentuk tengkorak bayi pada kasus tertukarnya anak di rumah bersalin. Balistik forensik, bidang il mu ini sangat berperan dalam melakukan penyidikan kasus tindak kriminal dengan s enjata api dan bahan peledak. Seorang balistik forensik meneliti senjata apa yan g telah digunakan dalam kejahatan tersebut, berapa jarak dan dari arah mana pene mbakan tersebut dilakukan, meneliti apakah senjata yang telah digunakan dalam ti ndak kejahatan masih dapat beroperasi dengan baik, dan meneliti senjata mana yan g telah digunakan dalam tindak kriminal tersebut. Pengujian anak peluru yang dit emukan di TKP dapat digunakan untuk merunut lebih spesifik jenis senjata api yan g telah digunakan dalam kejahatan tersebut. Pada bidang ini memerlukan peralatan khusus termasuk miskroskop yang digunakan untuk membandingkan dua anak peluru d ari tubuh korban dan dari senjata api yang diduga digunakan dalam kejahatan ters ebut, untuk mengidentifikasi apakah memang senjata tersebut memang benar telah d igunakan dalam kejahatan tersebut. Dalam hal ini diperlukan juga mengidentifikas i jenis selongsong peluru yang tertinggal. Dalam penyidikan ini analisis kimia d an fisika diperlukan untuk menyidikan dari senjata api tersebut, barang bukti ya ng tertinggal. Misal analisis ditribusi logam logam seperti Antimon (Sb) atau ti mbal (Pb) pada tangan pelaku atau terduga, untuk mencari pelaku dari tindak krim inal tersebut. Atau analisis ditribusi asap (jelaga) pada pakaian, untuk mengide ntifikasi jarak tembak. Kerjasama bidang ini dengan kedokteran forensik sangat s ering dilakukan, guna menganalisis efek luka yang ditimbulkan pada korban dalam merekonstruksi suatu tindak kriminal dengan senjata api. Serologi dan Biologi mo lekuler forensik, Seiring dengan pesatnya perkembangan bidang ilmu biologi molek uler (imunologi dan genetik) belakangan ini, pemanfaatan bidang Pengantar Menuju Ilmu Forensik ilmu ini dalam proses peradilan meningkat dengan sangat pesat. Baik darah maupun cairan tubuh lainnya paling sering digunakan / diterima sebagai bukti fisik dal am tindak kejahatan. Seperti pada kasus keracunan, dalam pembuktian dugaan terse but, seorang dokter kehakiman bekerjasama dengan toksikolog forensik untuk melak ukan penyidikan. Dalam hal ini barang bukti yang paling sahih adalah darah dan/a tau cairan tubuh lainnya. Toksikolog forensik akan melakukan analisis toksikolog i terhadap sampel biologi tersebut, mencari senyawa racun yang diduga terlibat. Berdasarkan temuan dari dokter kehakiman selama otopsi jenasah dan hasil analisi snya, toksikolog forensik akan menginterpretasikan hasil temuannya dan membuat k esimpulan keterlibatan racun dalam tindak kejahatan yang dituduhkan. Sejak awal perkembanganya pemanfaatan serologi / biologi molekuler dalam bidang forensik le bih banyak untuk keperluan identifikasi personal (perunutan identitas individu) baik pelaku atau korban. Sistem penggolongan darah (sistem ABO) pertama kali dik embangkan untuk keperluan penyidikan (merunut asal dan sumber bercak darah pada tempat kejadian). Belakangan dengan pesatnya perkembangan ilmu genetika (analisi DNA) telah membuktikan, bahwa setiap individu memiliki kekhasan sidik DNA, sehi ngga kedepan sidik DNA dapat digunakan untuk menggantikan peran sidik jari, pada kasus dimana sidik jari sudah tidak mungkin bisa diperoleh. Dilain hal, analisa DNA sangat diperlukan pada penyidikan kasus pembunuhan mutilasi (mayat terpoton gpotong), penelusuran paternitas (bapak biologis). Analisa serologi/biologi mole kuler dalam bidang forensik bertujuan untuk: Uji darah untuk menentukan sumber nya (darah manusia atau hewan, atau warna dari getah tumbuhan, darah pelaku atau korban, atau orang yang tidak terlibat dalam tindak kejahatan tersebut) Uji c airan tubuh lainnya (seperti: air liur, semen vagina atau sperma, rambut, potong an kulit) untuk menentukan sumbernya (origin). 4

Uji imonologi atau DNA individu untuk mencari identitas seseorang. 1.3. Peran ilmu forensik dalam penyelesaian kasus kejahatan Perdanakusuma (1984) mengelompo kkan ilmu forensik berdasarkan peranannya dalam menyelesaikan kasus kasus krimin al ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Ilmu ilmu forensik yang menangani tindak kr iminal sebagai masalah hukum. Dalam kelompok ini termasuk hukum pidana dan hukum acara pidana. Kejahatan sebagai masalah hukum adalah aspek pertama dari tindak kriminal itu sendiri, karena kejahatan merupakan perbuatan perbuatan yang melang gar hukum. 2. Ilmu Ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah teknis. Kejahatan dipandang sebagai masalah teknis, karena kejahatan dari segi w ujud perbuatannya maupun alat yang digunakannya memerlukan penganan secara tekni s dengan menggunakan bantuan diluar ilmu hukum pidana maupun acara pidana. Dalam kelompok ini termasuk ilmu kriminalistik, kedokteran forensik, kimia forensik, fisika forensik, toksikologi forensik, serologi/biologi molekuler forensik, odon tologi forensik, dan entomogoli forensik. Pada umumnya suatu laboratorium krimin alistik mencangkup bidang ilmu kedokteran forensik, kimia forensik dan ilmu fisi ka forensik. Bidang kimia forensik mencangkup juga analisa racun (toksikologi fo rensik), sedangkan ilmu fisika forensik mempunyai cabang yang amat luas termasuk : balistik forensik, ilmu sidik jari, fotografi forensik. Apabila terjadi suatu kasus kejahatan, maka pada umumnya timbul pertanyaanpertanyaan seperti: Peristiw a apa yang terjadi? Di mana terjadinya? Bilamana terjadinya? Dengan alat apa dil akukannya? Bagaimana melakukannya? Mengapa perbuatan tersebut dilakukan? Siapa y ang melakukan? Pengantar Menuju Ilmu Forensik Pertanyaan peristiwa apa yang terjadi adalah mencari jenis kejahatan yang terjad i, misalnya pembunuhan atau bunuh diri. Dengan bantuan ilmu kedokteran forensik atau bidang ilmu lainnya, dapat disimpulkan penyebabnya adalah bunuh diri. Oleh sebab itu penyidik tidak perlu melakukan penyidikan selanjutnya guna mencari sia pa pelaku dari peristiwa tersebut, karena kematian diakibatkan oleh perbuatannya sendiri. 3. Ilmu ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah m anusia. Dalam kelompok ini termasuk kriminologi, psikologi forensik, dan psikiat ri/neurologi forensik. Kejahatan sebagai masalah manusia, karena pelaku dan obje k penghukuman dari tindak kriminal tersebut adalah manusia. Dalam melakukan perb uatannya, manusia tidak terlepas dari unsur jasmani (raga) dan jiwa. Disamping i tu, kodrat manusia sebagai mahluk sosial, yang hidup di tengah tengah masyarakat . Oleh karena itu perbuatan yang dilakukan juga dipengaruhi oleh faktor internal (dorongan dari dalam dirinya sendiri) dan faktor eksternal (dipengaruhi oleh li ngkungannya). Atas asas keadilan, dalam pemutusan sangsi dari tindak pidana, per lu ditelusuri faktorfaktor yang menjadi sebab seseorang itu melakukan kejahatan. Untuk itu perlu diteliti berbagai aspek yang menyangkut kehidupannya, seperti f aktor kejiwaan, keluarga, dan faktor lingkungan masyarakatnya. Seseorang melakuk an tindak kriminal mungkin didorong oleh latar belakang kejiwaannya, atau karena keadaan ekonomi keluarganya, ataupun karena pengaruh dari keadaan sosial masyar akatnya. Dalam hal ini peran serta kriminolog, psikolog forensik, dan psikiater forensik mempunyai peran penting dalam menyelesaikan kasus kejahatan. Berdasarka n klasifikasi diatas peran ilmu forensik dalam menyelesaikan masalah / kasuskasu s kriminal lebih banyak pada penanganan kejahatan dari masalah teknis dan manusi a. Sehingga pada umumnya laboratorium forensik dimanfaatkan untuk kepentingan pe radilan, khususnya perkara pidana. 5

1.4. Langkah langkah Penyidikan Dalam sistem peradilan pidana yang berlaku di In donesia, peradilan perkara pidana diawali oleh penyidikan yang dilakukan oleh pe nyidik tunggal (lebih tepatnya penyidik umum) yang dilakukan oleh kepolisian (Po lri), dalam khasus khasus khusus (tindak kejahatan ekonomi dan pelanggaran Hak A sasi Manusia) pihak kejaksaan dapat melakukan penyidikan. Sampurna (2000) mengga mbarkan proses penyidikan sampai ke persidangan (gambar 1.1). Upaya penyidikan p ada umumnya bermuara pada proses penuntutan dan disusul oleh proses pengadilan. Proses ini dikenal sebagai upaya litigasi. Upaya penyidikan dilakukan setelah su atu peristiwa atau kejadian dianggap peristiwa hukum, yaitu peristiwa atau kejad ian yang dapat mengganggu kedamaian hidup antar pribadi. Lingkup antar pribadi k hususnya antara seseorang (memikul kepentingan pribadi) dihadapkan dengan masyar akat atau negara yang memikul suatu kepentingan umum. Penyelasaian kasus kasus k riminal diperlukan pembuktian peristiwa kasus yang terjadi sampai membuktikan pe laku yang terlibat dalam tindak kriminal tersebut. Pembuktian dari suatu perkara pidana adalah upaya untuk membuktikan bahwa benar telah terjadi tindak pidana y ang diperkarakan dan bahwa si terdakwalah pelaku tindak pidana tersebut. Pembukt ian dilakukan dengan mengajukan alat bukti yang sah ke depan persidangan. Guna m endapatkan atau setidak tidaknya mendekati kebenaraan materiil, dalam pembuktian (penyidikan dan pemeriksaan bukti fisik) harus dilakukan pembuktian secara ilmi ah. Menurut Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 184 ayat 1 menyebutkan bahwa alat bukti yang sah terdiri dari 5 jenis, yaitu: a. Keterangan saksi b. Keterang an ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa Tindak Pidana Dilaporkan ke Ditemukan oleh polisi Penyelidikan Penyidikan Pernya taan dan Catatan Pemeriksaan TKP Identifikasi Bukti fisik Penyelidikan lanjutan Pemberkasan Pelimpahan Berkas ke Penuntut Umum Persidangan Gambar 1.1: Skema penyidikan (Sampurna 2000) langkah langkah Alat bukti yang sah adalah alat bukti yang sesuai dengan hukum, yaitu memenuhi p risip admissibility (dapat diterima) sebagaimana diatur oleh perundang undangan ya ng berlaku. Pengertian keterangan saksi menurut KUHAP adalah salah satu alat buk ti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristi wa yang ia dengar, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dan dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya tersebut. Keterangan saksi tidak boleh berupa pendap at atau hasil rekaan saksi, ataupun keterangan dari orang lain (KUHAP pasal 185) . Ketentuan keterangan saksi diatur dalam pasal 168, 170, 171 dan 185 KUHAP. Dal am pasalpasal tersebut mengatur ketentuan keterangan saksi siapa siapa yang berh ak, tidak berhak, atau berkompeten menjadi saksi pada suatu tindak pidana. Keter angan saksi dianggap sah apabila diajukan oleh sedikitnya dua orang saksi. Bila berasal dari satu orang saja, harus didukung oleh alat bukti sah lain. Keteranga n saksi juga harus diberikan oleh orang yang berkompeten, yaitu orang yang mampu secara 6 Pengantar Menuju Ilmu Forensik

hukum. Orang disebut berkompeten apabila tidak di bawah umur dan tidak di dalam pengampuan, misal sakit jiwa. Perngertian umum keterangan ahli, sesuai dengan pa sal 1 butir 28 KUHAP adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlakukan untuk membuat terang suatu perkar a pidana guna kepentingan pemeriksaan. Pasal 186 KUHAP menjelaskan bahwa: ketera ngan ahli dapat diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau jaksa penunt ut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat s umpah diwaktu menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal tersebut diberikan pada waktu pemeriksaan oleh tim penyidik atau jaksa penuntut umum, maka pada pemeriks aan di sidang, diminta keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Ke terangan tersebut diberikan sebelum mengucapkan sumpah janji di depan hakim. Pas al 187 memuat ketentuan tentang surat sebagaimana tersebutkan pada pasal 184 hur up c, surat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Surat dapat berupa: a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh peja bat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan te ntang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau dialami sendiri, disert ai dengan alasan yang jelas dan tegas tetang keterangannya itu. b) Surat yang di buat menurut ketentuan peraturan perundang undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat yang menangani hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau suatu keadaan. c ) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahlianny a yang diminta secara resmi dari padanya. d) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Yang dimaksudka n surat menurut penjelasan diatas adalah surat yang dibuat oleh pejabatpejabat r esmi yang berbentuk berita acara, akte, surat keterangan ataupun surat yang lain Pengantar Menuju Ilmu Forensik yang mempunyai hubungan dengan perkara yang sedang diadili. Petunjuk menurut KUH AP adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persuaiannya, baik antar a satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bah wa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk dapat berupa fotografi, foto kopi, kaset rekaman, rekaman vidio, atau barang bukti lainnya ya ng diketemukan di tempat kejadian perkara (TKP). Barang bukti tersebut dapat dig unakan sebagai rekonstruksi kasus atau penelusuran identitas pelaku. Alat yang p aling terakhir menurut KUHAP adalah keterangan terdakwa, merupakan keterangan da ri terdakwa tentang apa yang ia lakukan, ia ketahui sendiri, atau ia alami sendi ri. Bukti fisik yang diketemukan di TKP dapat dikelompokkan menjadi 4 (Sampurna 2000), yaitu: a) Bukti transient. Bukti ini sesuai dengan sifatnya hanya sementa ra dan akan dengan mudah hilang atau berubah. Sebagai contoh adalah: buah buahan , suhu, imprints dan indentation (tanda tanda yang ditimbulkan akibat tekanan, s eperti tanda jejak sepatu, atau tapak ban mobil pada kasus kecelakaan bermotor), tanda tanda seperti lembam mayat, jejak bibir di puntung rokok, bercak darah di pakaian yang akan dicuci, dll. Bukti seperti ini diketemukan oleh penyidik di T KP, dan harus segera dicatat dan didokumentasikan. b) Bukti pola, seperti percik an bercak darah, pola pecahan kaca/gelas, pola kebakaran, pola posisi furnitur, trayektori proyektil, dan posisi mayat, dll. c) Bukti kondisional, seperti deraj at kekakuan mayat, distribusi lembam mayat, apakah pintu terkunci, apakah lampu menyala, ketebalan dan arah geraknya asap. d) Bukti yang dipindahkan (transfer), yang merupakan bukti fisik yang paling klasik. Bukti transfer terjadi karena ko ntak antara orang orang atau benda benda, atau antar orang dengan benda. Dalam k riminalistik dikenal dua prinsip utama, yaitu: prinsip Locard yang menyatakan ba hwa setiap kontak meninggalkan jejak every 7

contact leaves a trace dan prinsip individualitas yang menyatakan bahwa dua objek mungkin tidak dapat dibedakan, tetapi tidak ada dua objek yang identik. Gabunga n kedua prisip ini dapat diturunkan suatu pernyataan bahwa apabila tidak ada dua orang atau benda yang identik, maka setiap jejak yang ditinggalkan orang atau b enda harus berbeda dengan jejak orang atau benda yang lain. Ahli forensik dan kr iminilalistik berperan dalam upaya pembuktian dengan menyediakan dua alat bukti yang sah, yaitu keterang ahli dan surat (yang dibuat oleh ahli). Dalam hal ini k eterangan ahli tidak dibatasi dengan ketentuan tentang yang merupa kan hal hal ya ng dialami atau didengar atau dilihat sendiri oleh saksi, melainkan diberi peluan g untuk memberikan pendapat atau opini berdasarkan keahliannya, sepanjang ketent uan yang berlaku. Keterangan ahli atau surat keterangan oleh ahli harus diberika n oleh seseorang ahli yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan berisikan ketera ngan yang berada dalam lingkup keahliannya (bukan keterangan bersifat awam) (Sam purna, 2000). Dalam memberikan atau menuliskan pendapat atau opini seorang ahli harus berdasar kan hasil temuan atau data adekuat baik yang diperoleh dari pemer iksaan bukti fisik maupun dengan membandingkannya terhadap data di literatur, re ferensi ilmiah yang terkini, dan secara teknis dianggap benar, serta menggunakan prinsip dan metode ilmiah yang diakui. Pendapat ahli satu dengan yang lainnya t entang suatu hal tentu dapat berbeda, hal ini berdasarkan latar belakang keahlia nnya (ilmu yang mendasari dalam membuat keterangan), kecanggihan teknologi dari alat yang digunakan memeriksa barang bukti, metode analisis, dan berbagai aspek lainnya. Sehingga pemeriksaan kriminalistik harus diberi peluang untuk melakukan pemeriksaan ulang, baik oleh institusi yang sama maupun institusi yang lain. Se cara tradisi di Indonesia, bahwa sejak lama keputusan apakah di dalam pemecahan suatu kasus pidana atau perdata diperlukan buktibukti ilmiah tidak berada ditang an para ahli forensik atau kriminalistik melainkan di tangan para penegak hukum. Para ahli forensik dan kriminalistik cendrung bersikap sebagai Pengantar Menuju Ilmu Forensik pendukung saja di dalam suatu proses peradilan pidana atau perdata. Hal ini tent unya merupakan kendala dalam pembuktian secara ilmiah kasus pidana maupun penega kan hukum. Akan tetapi di lain sisi sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman No .M.01.PW.07.03 tahun 1983 dituntut pembuktian secara ilmiah dengan tujuan untuk mendapatkan kebenaran materiil. Untuk itu diperlukan kerjasama antara aparat pen egak hukum dan ahli forensik. Meskipun demikian harus diakui pula bahwa pada akh ir akhir ini memang sedang terjadi pergeseran peran ahli forensik, yaitu dari be rsifat pasif menjadi akfit. Sampurna (2000) menggambarkan bahwa ahli forensik ma upun kriminalistik dapat terlibat pada setiap tahap peyidikan (lihat gambar 1.1) . Bahan Bacaan 1) Eckert, W.G., 1980, Introduction to Forensic sciences, The C.V . Mosby Company, St. Louis, Missori 2) Kansil, CST, 1991, Pengantar hukum keseha tan Indonesia, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta 3) Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang 4) Perdanakusuma, P., 1984, Bab bab tentang kedokteran forensik, Ghalia Indonesia, Jakarta 5) Purwandi anto, A. 2000, Pemanfaatan Laboratorium Forensik Untuk Kepentingan Non Litigasi, dalam Tim IBA Kriminalistik, Laporan Kegiatan Buku II, Proyek Pengembangan Kewi rahusaan Melalui Itegratif Bahan Ajar Kriminalistik, Lembaga Pengabdian Kepada M asyarakat Universitas Indonesia, Jakarta 6) Saferstein R., 1995, Criminalistics, an Introduction to Forensic Science, 5th Ed., A Simon & Schuster Co., Englewood Cliffs, New Jersey 7) Sampurna, B., 2000, Laboratorium Kriminalistik Segabai Sa rana Pembuktian Ilmiah, dalam Tim IBA Kriminalistik, Laporan Kegiatan Buku II, P royek Pengembangan Kewirahusaan Melalui Itegratif Bahan Ajar Kriminalistik, Lemb aga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta 8

BAB II PENGANTAR TOKSIKOLOGI 2.1. Perkembangan Awal Toksikologi Sejak perkembang an peradaban manusia dalam mencari makannya, tentu telah mencoba beragam bahan b aik botani, nabati, maupun dari mineral. Melalui pengalamannya ini ia mengenal m akanan, yang aman dan berbaya. Dalam kontek ini kata makanan dikonotasikan ke da lam bahan yang aman bagi tubuhnya jika disantap, bermanfaat serta diperlukan ole h tubuh agar dapat hidup atau menjalankan fungsinya. Sedangkan kata racun merupa kan istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan mengambarkan berbagai bahan zat kimia yang dengan jelas berbahaya bagi badan. Kata racun toxic adalah bersaral dari bahasa Yunani, yaitu dari akar kata tox, dimana dalam bahasa Yunani berarti pan ah. Dimana panah pada saat itu digunakan sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya terdapat racun. Di dalam Papyrus Ebers (1552 B.C.) oran g Mesir kuno memuat informasi lengkap tentang pengobatan dan obat. Di Papyrus in i juga memuat ramuan untuk racun, seperti antimon (Sb), tembaga, timbal, hiosiam us, opium, terpentine, dan verdigris (kerak hijau pada permukaan tembaga). Sedan gkan di India (500 600 B.C.) di dalam Charaka Samhita disebutkan, bahwa tembag a, besi, emas, timbal, perak, seng, bersifat sebagai racun, dan di dalam Susrata Samhita banyak menulis racun dari makanan, tananaman, hewan, dan penangkal racu n gigitan ular. Hippocrates (460 370 B.C.), dikenal sebagai bapak kedokteran, di samping itu dia juga dikenal sebagai toksikolog dijamannya. Dia banyak menulis r acun bisa ular dan didalam bukunya juga menggambarkan, bahwa orang Mesir kuno te lah memiliki pengetahuan penangkal racun, yaitu dengan menghambat laju absorpsi racun dari saluran pencernaan. Disamping banyak lagi nama besar toksikolog pada jaman ini, terdapat satu nama yang perlu mendapat catatan disini, yaitu besar pa da jaman Mesir dan Romawi kuno adalah Pendacious Dioscorides (A.D. 50), dikenal sebagai bapak Materia Medika, adalah seorang dokter tentara. Di dalam bukunya di a Pengantar Toksikologi mengelompok kan racun dari tanaman, hewan, dan mineral. Hal ini membuktikan, bah wa efek berbahaya (toksik) yang ditimbulkan oleh zat racun (tokson) telah dikena l oleh manusia sejak awal perkembangan beradaban manusia. Oleh manusia efek toks ik ini banyak dimanfaatkan untuk tujuan seperti membunuh atau bunuh diri. Untuk mencegah peracunan, orang senantiasa berusaha menemukan dan mengembangkan upaya pencegahan atau menawarkan racun. Usaha ini seiring dengan perkembangan toksikol ogi itu sendiri. Namun, evaluasi yang lebih kritis terhadap usaha ini baru dimul ai oleh Maimonides (1135 1204) dalam bukunya yang terkenal Racun dan Andotumny a. Sumbangan yang lebih penting bagi kemajuan toksikologi terjadi dalam abad ke 16 dan sesudahnya. Paracelcius adalah nama samaran dari Philippus Aureolus Theop hratus Bombast von Hohenheim (1493 1541), toksikolog besar, yang pertama kali me letakkan konsep dasar dasar dari toksikologi. Dalam postulatnya menyatakan: Semua zat adalah racun dan tidak ada zat yang tidak beracun, hanya dosis yang membuat nya menjadi tidak beracun. Pernyataan pernyataan ini menjadi dasar bagi konsep hu bungan dosis reseptor dan indeks terapi yang berkembang dikemudian hari. Matthie u Joseph Bonaventura Orfila dikenal sebagai bapak toksikologi modern. Ia adalah orang Spayol yang terlahir di pulau Minorca, yang hidup antara tahun 1787 sampai tahun 1853. Pada awak karirnya ia mempelajari kimia dan matematika, dan selanju tnya mempelajari ilmu kedokteran di Paris. Dalam tulisannya (1814 1815) mengemba ngkan hubungan sistematik antara suatu informasi kimia dan biologi tentang racun . Dia adalah orang pertama, yang menjelaskan nilai pentingnya analisis kimia gun a membuktikan bahwa simtomatologi yang ada berkaitan dengan adanya zat kimia ter tentu di dalam badan. Orfila juga merancang berbagai metode untuk mendeteksi rac un dan menunjukkan pentingnya analisis kimia sebagai bukti hukum pada kasus kema tian akibat keracunan. Orfila 9

bekerja sebagai ahli medikolegal di Sorbonne di Paris. Orfila memainkan peranan penting pada kasus LaFarge (kasus pembunuhan dengan arsen) di Paris, dengan meto de analisis arsen, ia membuktikan kematian diakibatkan oleh keracuanan arsen. M. J.B. Orfila dikenal sebagai bapak toksikologi modern karena minatnya terpusat pa da efek zat tokson, selain itu karena ia memperkenalkan metodologi kuantitatif k e dalam studi aksi zat tokson pada hewan, pendekatan ini melahirkan suatu bidang toksikologi modern, yaitu toksikologi forensik. Dalam bukunya Traite des poison , terbit pada tahun 1814, dia membagi racun menjadi enam kelompok, yaitu: corros ives, astringents, acrids, stupefying or narcotic, narcoticacid, dan septica ata u putreficants. 2.2. Pengertian Toksikologi dan Racun Secara sederhana dan ringk as, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan si stem biologik lainnya. Ia dapt juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk tad i. Apabila zat kimia dikatakan berracun (toksik), maka kebanyakan diartikan seba gai zat yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi t ertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: d osis, konsentrasi racun di reseptor, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme at au sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbul kan. Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu unt uk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul. Sedangk an toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya m enimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organis me. Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperban dingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang infor matif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme b iologi yang sedang Pengantar Toksikologi dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. O leh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah / studi tenta ng berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada m ekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahay a itu terjadi. Pada umumnya efek berbahaya (efek farmakologik) timbul apabila te rjadi interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan resepto r (tempat berikatnya tokson). Terdapat dua aspek yang harus diperhatikan dalam m empelajari interakasi antara zat kimia (zat aktif biologis) dengan organisme hid up, yaitu kerja farmakon pada suatu organisme (aspek farmakodinamik / toksodinam ik) dan pengaruh organisme terhadap zat aktif (aspek farmakokinetik / toksokinet ik) aspek ini akan lebih detail dibahas pada sub bahasan kerja toksik. Telah dip ostulatkan oleh Paracelcius, bahwa sifat toksik suatu tokson sangat ditentukan o leh dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya). Artinya kehadiran suatu zat yan g berpotensial toksik di dalam suatu organisme belum tentu menghasilkan juga ker acunan. Misal insektisida rumah tangga (DDT) dalam dosis tertentu tidak akan men imbulkan efek yang berbahaya bagi manusia, namun pada dosis tersebut memberikan efek yang mematikan bagi serangga. Hal ini disebabkan karena konsentrasi tersebu t berada jauh dibawah konsentrasi minimal efek pada manusia. Namun sebaliknya ap abila kita terpejan oleh DDT dalam waktu yang relatif lama, dimana telah diketah ui bahwa sifat DDT yang sangat sukar terurai dilingkungan dan sangat lifofil, ak an terjadi absorpsi DDT dari lingkungan ke dalam tubuh dalam waktu relatif lama. Karena sifat fisiko kimia dari DDT, mengakibatkan DDT akan terakumulasi (tertim bun) dalam waktu yang lama di jaringan lemak. Sehingga apabila batas konsentrasi toksiknya terlampaui, barulah akan muncul efek toksik. Efek atau kerja toksik s eperti ini lebih dikenal dengan efek toksik yang bersifat kronis. Toksin Clostri dium botulinum, adalah salah satu contoh tokson, dimana dalam konsentrasi yang s angat rendah (10 9 mg/kg berat badan), sudah dapat mengakibatkan efek kematian. 10

Berbeda dengan metanol, baru bekerja toksik pada dosis yang melebihi 10 g. Pengo batan parasetamol yang direkomendasikan dalam satu periode 24 jam adalah 4 gram untuk orang dewasa dan 90 mg / kg untuk anak anak. Namun pada penggunaan lebih d ari 7 gram pada orang dewasa dan 150 mg/kg pada anakanak akan menimbulkan efek t oksik. Dengan demikian, resiko keracunan tidak hanya tergantung pada sifat zatny a sendiri, tetapi juga pada kemungkinan untuk berkontak dengannya dan pada jumla h yang masuk dan diabsorpsi. Dengan kata lain tergantung dengan cara kerja, frek uensi kerja dan waktu kerja. Antara kerja (atau mekanisme kerja) sesuatu obat da n sesuatu tokson tidak terdapat perbedaan yang prinsipil, ia hanya relatif. Semu a kerja dari suatu obat yang tidak mempunyai sangkut paut dengan indikasi obat y ang sebenarnya, dapat dinyatakan sebagai kerja toksik. Kerja medriatik (pelebara n pupil), dari sudut pandangan ahli mata merupakan efek terapi yang dinginkan, n amun kerja hambatan sekresi, dilihat sebagai kerja samping yang tidak diinginkan . Bila seorang ahli penyakit Farmakologi dalam menggunakan zat yang sama untuk terapi, lazimnya keadaan ini manjadi terba lik. Pada seorang anak yang tanpa menyadarinya telah memakan buah Atropa bellado nna, maka mediaris maupun mulut kering harus dilihat sebagai gejala keracuanan. Oleh sebab itu ungkapan kerja terapi maupun kerja toksik tidak pernah dinilai se cara mutlak. Hanya tujuan penggunaan suatu zat yang mempunyai kerja farmakologi dan dengan demikian sekaligus berpotensial toksik, memungkinkan untuk membedakan apakah kerjanya sebagai obat atai sebagai zat racun. Tidak jarang dari hasil pe nelitian toksikologi, justru diperoleh senyawa obat baru. Seperti penelitian rac un (glikosida digitalis) dari tanaman Digitalis purpurea dan lanata, yaitu diper oleh antikuagulan yang bekerja tidak langsung, yang diturunkan dari zat racun ya ng terdapat di dalam semanggi yang busuk. Inhibitor asetilkolinesterase jenis es ter fosfat, pada mulanya dikembangkan sebagai zat kimia untuk perang, kemudian d igunakan sebagai insektisida dan kini juga dipakai untuk menangani glaukoma. Immunologi Patologi Biologi Kimia Matematika Toksikologi Fisiologi Kesehatan masyarakat

Gambar 2.1: Hubungan ilmu dasar dan terapan dengan cabang toksikologi. Toksikolo gi modern merupakan bidang yang didasari oleh multi displin ilmu, ia dengan dapa t dengan bebas meminjam bebarapa ilmu dasar, guna mempelajari interaksi antara z at tokson dan mekanisme biologi yang ditimbulkan (lihat gambar 2.1). Ilmu toksik ologi ditunjang oleh berbagai ilmu dasar, seperti Pengantar Toksikologi kimia, biologi, fisika, matematika. Kimia analisis dibutuhkan untuk mengetahui j umlah toksikan yang melakukan ikatan dengan reseptor sehingga dapat memberikan e fek toksik. Bidang ilmu biokimia diperlukan guna mengetahui informasi penyimpang an reaksi kimia pada organisme yang diakibatkan oleh 11

Forensik:

Aspek medikolegal

Ekonomi (dari segi manfaat): pestisida

Perkembangan obat, zat tambahan pada makanan dan Diagnosis Terapi

Lingkungan:

Pencemaran

Akumulasi pencemaran

Kesehatan lingkungan kerja

zat tokson. Perubahan biologis yang diakibatkan oleh zat tokson dapat diungkap m elalui bantuan ilmu patologi, immonologi, fisiologi. Untuk mengetahui efek berba haya dari suatu zat kimia pada suatu sel, jaringan atau organisme memerlukan duk ungan ilmu patologi, yaitu dalam menunjukan wujud perubahan / penyimpangan kasar , mikroskopi, atau penyimpangan submikroskopi dari normalnya. Perubahan biologi akibat paparan tokson dapat termanisfestasi dalam bentuk perubahan sistem kekeba kan (immun) tubuh, untuk itu diperlukan bidang ilmu immunologi guna lebih dalam mengungkap efek zat toksik pada sistem kekebalan organisme. Mengadopsi konsep da sar yang dikemukakan oleh Paracelcius, manusia menggolongkan efek yang ditimbulk an oleh zat tokson menjadi konsentrasi batas minimum memberikan efek, daerah kon sentrasi dimana memberikan efek yang menguntungkan (efek terapeutik , lebih dike nal dengan efek farmakologi), batas konsentrasi dimana sudah memberikan efek ber bahaya (konsetrasi toksik), dan konstrasi tertinggi yang dapat menimbulkan efek kematian. Agar dapat menetapkan batasan konsentrasi ini toksikologi memerlukan d ukungan ilmu kimia analisis, biokimia, maupun kimia instrmentasi, serta hubungan nya dengan biologi. Ilmu statistik sangat diperlukan oleh toksikologi dalam meng olah baik data kualitatif maupun data kuantitatif yang nantinya dapat dijadikan sebagai besaran ekspresi parameter parameter angka yang mewakili populasi. Bidan g yang paling berkaitan dengan toksikologi adalam farmakologi, karena ahli farma kologi harus memahami tidak hanya efek bermanfaat zat kimia, tetapi juga efek be rbahayanya yang mungkin diterapkan pada penggunaan terapi. Farmakologi pada umum nya menelaah efek toksik, mekanisme kerja toksik, hubungan dosis respon, dari su atu tokson. 2.3. Cakupan dan Subdisiplin Toksikologi Toksikologi sangat luas cak upannya. Ia menangani studi efek toksik toksisitas di berbagai bidang, LU (1995) m engelompokkan ke dalam empat bidang, yaitu: bidang kedokteran untuk tujuan diagn ostik, pencegahan, dan terapeutik, Pengantar Toksikologi dalam industri makanan sebagai zat tambahan baik langsung maupun tidak langsung, dalam pertanian sebagai pestisida zat pengatur pertumbuhan, peyerbuk bantuan, d an zat tambahan pada makanan hewan, dalam bidang industri kimia sebagai pelarut, komponen, dan bahan antara bagi plstik serta banyak jenis bahan kimia lainnya. Di dalam industri kimia juga dipelajari pengaruh logam (misal dalam dalam pertam bangan dan tempat peleburan), produk minyak bumi, kertas dan pulpa, tumbuhan ber acun, dan racun hewan terhadap kesehatan. LOOMIS (1979) berdasarkan aplikasinya toksikologi dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yakni: toksikologi lingkung an, toksikologi ekonomi dan toksikologi forensik. Toksikologi lingkungan lebih m emfokuskan telaah racun pada lingkungan, seperti pencemaran lingkungan, dampak n egatif dari akumulasi residu senyawa kimia pada lingkungan, kesehatan lingkungan kerja. Toksikologi ekonomi membahas segi manfaat dan nilai ekonomis dari senobi otik. Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi ilmu toksikologi untuk k epentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah analisis racu n baik kualitatif maupun kuantitatif sebagai bukti dalam tindak kriminal (forens ik) di pengadilan. Masih dijumpai subdisiplin toksikologi lainnya selain tiga go longan besar diatas, seperti toksikologi analisis, toksikologi klinik, toksikolo gi kerja, toksikologi hukum, dan toksikologi mekanistik. Untuk menegakan terapi keracunan yang spesifik dan terarah, diperlukan kerjasama antara dokter dan toks ikolog klinik. Hasil analisis toksikologi dapat memastikan diagnose klinis, dima na diagnose ini dapat dijadikan dasar dalam melakukan terapi yang cepat dan tepa t, serta lebih terarah, sehingga ancaman kegagalan pengobatan (kematian) dapat d ihindarkan. Analisis toksikologi klinik dapat berupa analisis kualitatif maupun kuantitatif. Dari hasil analisis kualitatif dapat dipastikan bahwa kasus keracun an adalah memang benar diakibatkan oleh instoksikasi. Sedangkan dari hasil anali sis kuantitatif dapat 12

diperoleh informasi tingkat toksisitas pasien. Dalam hal ini diperlukan interpre tasi konsentrasi toksikan, baik di darah maupun di urin, yang lebih seksama. Unt uk mengetahui tepatnya tingkat toksisitas pasien, biasanya diperlukan analisis t oksikan yang berulang baik dari darah maupun urin. Dari perubahan konsentrasi di darah akan diperoleh gambaran apakah toksisitas pada fase eksposisi atau sudah dalam fase eleminiasi. Keracunan mungkin terjadi akibat pejanan tokson di tempat kerja. Hal ini mungkin dapat mengkibatkan efek buruk yang akut maupun kronik. E fek toksik yang ditimbulkan oleh kesehatan dan keselamatan kerja merupakan masal ah bidang toksikologi kerja. Toksikologi kerja merupakan subbagian dari toksikol ogi lingkungan. Toksikologi hukum mencoba melindungi masyarakat umum dari efek b erbahaya tokson dengan membuat undang undang, peraturan, dan standar yang membat asi atau melarang penggunaan zat kimia yang sangat beracun, juga dengan menentuk an syarat penggunaan zat kimia lainnya. Gambaran lengkap tentang efek toksik san gat diperlukan untuk menetapkan peraturan dan standar yang baik. Profil semacam itu hanya dapan ditentukan lewat berbagai jenis penelititan toksikologi yang rel evan, dan ini membentuk dasar bagi toksikologi hukum. 2.4. Perkembangan Mutahir Toksikologi Dalam perkembangan beradaban modern, masyarakat menuntut perbaikan k ondisi kesehatan dan kehidupan, diantaranya makanan bergizi, mutu kesehatan yang tinggi, pakaian, transportasi. Untuk memenuhi tujuan ini, berbagai jenis bahan kimia harus diproduksi dan digunakan, banyak diantaranya dalam jumlah besar. Dip erkirakan berribu ribu bahan kimia telah diproduksi secara komersial baik di neg ara negara industri maupun di negara berkembang. Melalui berbagai cara bahan kim ia ini kontak dengan penduduk, dari terlibatnya manusia pada proses produksi, di stribusi ke konsumen, dan terakhir pada tingkat pemakai. Meningkatnya jumlah pen duduk dunia menuntut, salah satunya meningkatnya jumlah produksi pangan. Dalam h al ini diperlukan bahan kimia, seperti pupuk, pestisida,rebisida. Pengantar Toksikologi Tidak jarang pemakaian pestisida yang tidak sesuai dengan atuaran, atau berlebih justru memberi beban pencemaran terhadap lingkungan, perubahan ekosistem, karen a pembasmian pada salah satu insteksida akan berefek pada rantai makanan dari or ganisme tersebut, sehingga dapan juga mengakibatkan berkurangnya atau bahkan mus nahnya predator insek tersebut. Pemakaian pestisida, telah ditengarai mengakibat kan mutasi genetika dari insektisida tersebut, sehingga pada akhirnya melahirkan mutan insek yang justru resisten terhadap pestisida jenis tertentu. Pemakaian p ertisida yang tidak benar juga merupakan salah satu penginduksi toksisitas kroni k (menahun). Petani berkeinginan mendapatkan untung yang tinggi dari hasil perta niannya, tidak jarang penyemprotan pestisida berlebih justru dilakukan pada prod uk pertanian satu dua hari sebelum panen, dengan tujuan buah atau daun sayuran t idak termakan insek sebelum panen, dengan jalan demikian akan diperoleh buah ata u sayuran yang ranun, tidak termakan oleh insek. Namun tindakan ini justru memba hayakan konsumen, karena pestisida kemungkinan dapat terakumulasi secara perlaha n di dalam tubuh konsumen, melalui konsumsi buah atau sayuran yang sebelumnya di berikan pestisida sebelum panen. Banyaknya kasus keracunan masif akut dan keracu nan kronis, yang diakibatkan oleh pencemaran lingkungan akibat proses produksi. Seperti pada tahun 1930 di Detroit, Mich. kontaminasi ginger jake oleh Tri o kre sil, mengakibatkan neurotksis, telah mengakibatkan keracunan syaraf pada 16 ribu penduduk. Di London, pada tahun 1952, terjadi peningkatan jumlah kematian pendu duk akibat penyakit jantung dan paru paru. Hal ini disebabkan oleh kontaminasi u dara oleh Belerang dioksida dan partikel tersuspensi, yang merupakan limbah buan gan pabrik di Ingris pada saat itu. Penyakit Minamata di Jepang pada tahun 1950a n diakibatkan karena pembuangan limbah industri yang mengandung metil merkuri ke teluk Minamata, yang mengakibatkan ikan di teluk tersebut terkontaminasi oleh m etil merkuri. Ikan terkontaminasi ini dikonsumsi oleh penduduk disekitar teluk, mengakibatkan 13

deposisi (pengendapan) metil merkuri di dalam tubuh. Metil merkuri adalah senyaw a toksik yang mengakibatkan penyakit neurologik berat, salah satunya mengakibatk an kebutaan. Pada akhir 1950 an sampai awal tahun 1960 an, di Eropa Barat terjad i kasus keracunan yang dikenal dengan kasus Talidomid. Talidomid adalah senyawa kimia yang pertama disintesa untuk obat menekan rasa mual, muntah. Karena efekny a tersebut pada waktu itu banyak diresepkan pada ibu ibu hamil, dengan tujuan me nekan mual mutah yang sering muncul pada trimester pertama pada kehamilan. Efek samping yang muncul dari pemakaian ini adalah terlahir janin dengan pertumbuhan organ tubuh yang tidak lengkap, belakangan diketahui bahwa salah satu dari bentu k rasemat Talidomid ini memberikan efek menghambat tertumbuhan organ tubuh pada janin di masa kandungan. Salah satu contoh, kasus pencemaran lingkungan di Indon esia akibat proses produksi adalah kasus teluk Buyat. Sampai saat ini masih kont ropersial didiskusikan. Kejadian kejadian di atas dan peristiwa tragis keracunan masif lainnya telah menghasilkan program pengujian yang lebih intensif, yang te lah mengungkapkan beragamnya sifat dan sasaran efek toksik. Pada gilirannya ini menuntut lebih banyak penelitian pada hewan, lebih banyak indikator toksisitas, persyaratan yang lebih ketat sebelum suatu bahan kimia baru dapat dilepas pemaka iannya ke masyarakat, serta melakukan evaluasi dan pemantauan efek toksik senyaw a kimia yang telah beredar dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, ad a kebutuhan untuk mempermudah tugas penilaian toksikologik atas begitu banyak ba han kimia, dimana prosedur pengujian toksisitasnya menjadi semakin komplek. Untu k memenuhi kebutuhan ini, beberapa kreteria telah diajukan dan dipakai untuk mem ilih menurut prioritasnya bahan kimia yang akan diuji. Disamping itu, sistem peni laian berlapis memungkinkan keputusan dibuat pada berbagai tahap pengujian toksik ologik, sehingga dapat dihindarkan penelitian yang tidak perlu. Prosedur ini san gat berguna dalam pengujian karsinogenisitas, mutagenisitas, dan imunotoksisitas karena besarnya biaya yang terlibat dan banyaknya sistem uji yang tersedia. Pengantar Toksikologi Karena banyaknya orang yang terpejan dengan bahan bahan kimia ini, maka kita har us berupaya mencari pengendalian yang tepat sebelum terjadi kerusakan yang hebat . Karena itu, bila mungkin, ahli toksikologi modern harus mencoba mengidentifika sikan berbagai indikator pejanan dan tanda efeknya terhadap kesehatan yang dini dan reversibel. Hal ini penting untuk menentukan ketentuan keputusan, pada saat yang tepat untuk melindungi kesehatan masyarakat baik sebagai individu yang beke rja maupun masyasakat yang terpejan. Pencapaian di bidang ini telah terbukti dap at membantu para mengambil keputusan (pemerintah) yang bertanggungjawab dalam me njalankan surveilan medik yang sesuai pada pekerja atau masyarakat yang terpejan . Contoh yang menonjol adalah penggunaan penghambat kolinesterase sebagai indika tor pejanan pestisida organofosfat dan berbagai parameter biokimia untuk memanta u pejanan timbal. Menggunakan indikator biologi seperti jenis ikan tertentu untu k memantau tingkat cemaran limbah cair insdustri sebelum dinyatakan aman untuk d ilepaskan ke lingkungan. Petanda biologik semacam itu dimaksudkan untuk mengukur p ejanan terhadap toksikan atau efeknya di samping untuk mendeteksi kelompok masya rakat yang retan. Kemajuan yang dicapai dalam bidang biokimia dan toksikokinetik , toksikologi genetika, imunotoksikologi, morfologik pada tingkat subsel, serta perkembangan ilmu biologimolekular berperan dalam memberikan pengertian yang leb ih baik tentang sifat, tempat, dan cara kerja berbagai toksikan. Misalnya perkem bangan bidang ilmu tersebut dapat memberikan berbagai metode uji toksikologi sec ara invitro, dimana target uji langsung pada tingkat sel, seperti uji senyawa ya ng mengakibatkan kerusakan sel hati hepato toksik dapat dilakukan langsung pada ku ltur sel hati secara invitro, atau uji toksikan yang mempunyai sifat sebagai kar sinogen juga dapat dilakukan pada kultur sel normal, disini dilihat tingkat pert umbuhan sel dan perubahan DNA yang dialamai oleh sel akiat pejanan toksikan uji. Banyak lagi metode uji invitro yang sangat bermanfaat dalam menunjang perkemban gan ilmu toksikologi itu sendiri. 14

Salah satu wujud perlindungan kesehatan masyarakat, ahli toksikologi akan selalu terlibat dalam menentukan batas pejanan yang aman atau penilaian resiko dari pe janan. Batas pejanan yang aman mencangkup asupan (intake) harian yang diperbolehk an, dan nilia ambang batas dari toksikan yang masih dapat ditolerir, sedangkan pen ilaian resiko digunakan dalam hubungan dengan efek bahan yang diketahui tidak be rrabang batas atau ambang batasnya tak dapat ditentukan. Penentuan ini merupakan penelitian menyeluruh tentang sifat toksik, pembuktian dosis yang aman, penentu an hubungan dosis efek dan dosisrespon, serta penelitian toksokinetik, biotransf ormasi. Meluasnya bidang cakupan dan makin banyaknya subdisiplin toksikologi sep erti digambarkan di atas memberikan gambaran tersendiri tentang kemajuan akhir d alam toksikologi. 2.5. Prospek Masa Depan Kemajuan di bidang bioteknologi pertan ian, telah terbukti memberikan bebagai kemajuan jika dibandingkan pertanian konv ensional. Melalui rekayasa genetika pada tanaman pertanian telah terbukti dipero leh bibit unggul, yang dibandingkan dengan pertanian konvensional sangat sedikit membutuhkan tanah, merupakan andalan dalam meningkatkan pasokan makanan kita. K emanan makanan semacam ini membutuhkan evaluasi keamanan yang memadai. Bersama d engan ilmu ilmu lain, toksikologi dapat menyediakan bahan kimia alternatif yang lebih aman untuk pertanian, industri, dan kebutuhan konsumen melalui penentuan h ubungan strukter toksisitas. Pengurangan sifat toksik mungkin dapat dicapai deng an mengubah toksisitas sasaran atau dengan mengubah sifat toksokinetiknya. Toksi kologi juga berperan dalam pengembangan obat baru, sudah menjadi prasat dalam pe ngembangan obat baru harus dibarengi baik uji toksisitas akut maupun toksisitas krinis, dengan persyaratan uji yang ketat. Penilaian tentang keamanannya merupak an tantangan dang tunggung jawab toksikologi. Karena imbauan masyarakat untuk me ngurangi penggunaan hewan coba dengan alasan Pengantar Toksikologi prikemanusiaan, maka lebih sering digunakan organ terisolasi, jaringan biakan, s el, dan bentuk bentuk kehidupan yang lebih rendah. Sistem ini memiliki banyak ke untungan, seperti pengujian yang lebih cepat dan lebih murah, miningkatkan kerag aman penelitian terutamanya yang berkaitan dengan mekanisme keracunan. Dengan me ningkatnya tuntutan ini akan mendorong perbaikan prosedur pengujian yang lebih s ederhana dan handal, seperti misal pengujian karsinogen uji kanker, uji mutagenesi s, menggunakan petanda biologik (biomarker) yaitu kultur sel kanker. Mingkatnya ke butuhan akan uji toksikologik, namun pada kenyataannya terdapat keterbatasan aka n fasilitas dan sumber daya manusia yang memenuhi syarat, Oleh sebab itu maka da ta toksisitas yang dihasilkan dimana saja sebaiknya dapat diterima secara intern ational. Agar data data tersebut dapat diterima secara umum, kama data tersebut harus memenuhi standar tertentu. Untuk itu lembaga terkemuka dunia mengeluarkan standar seperti yang dikeluarkan oleh Lembaga pengawas obat dan makanan Amerika (FDA) mengeluarkan Good Laboratory Practice , dimana standar ini dapat diterima se cara international. Pada akhirnya, ahli toksikologi harus terus memperbaiki pros edur uji untuk mengurangi hasil positif palsu dan negatif palsu, dan terus melak ukan penelitian yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman yang lebih baik akan pentingnya efek toksik sehingga penilaian keamanan/resiko berbagai tokson dapt dilakukan dengan hasil lebih memuaskan. Bahan Bacaan: 1. Lu, F.C., 1995, Toksiko logi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E. (terj.), UI P ress, Jakarta 2. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang 3. Ariens,E.J., Mutschler,E., Simonis,A.M., 1985, Toks ikologi Umum, Pengantar, Wattimena,Y.R.(terj.), Gadjah Mada University Press,Yog yakarta. 4. Ling, L.J., 2000, Toxikology Secrets, Hanley & Belfus, Inc. Philadel phia 15

BAB III FASE KERJA TOKSIK Dua aspek yang perlu diperhatikan dalam menelaah interaksi senobitika dengan org anisme hidup yaitu: kerja senobiotika pada organisme dan reaksi atau efek yang d itimbulkan. Kerja toksik pada umumnya I Bentuk farmasetik hancur Zat aktif melarut Zat aktif tersedia untuk diabso rpsi Ketersediaan Farmasetik II merupakan hasil sejumlah besar proses biologi yang komplek. Secara umum kerja to ksik dapat digambarkan dalam rantai kerja yang terdiri dari: fase eksposisi, tok sokinetik dan fase toksodinamik (lihat. Gam. 3.1). III Zat aktif tersedia untuk memberikan efek Ketersediaa n biologik Interaksi to ksonreseptor dalam organ efektor

Kontak/ Penggunaa Efek Fase: Eksposisi Fase: Toksodinamik Gambar 3.1: Rantai fase kerja tokson (racun) pada organisme 3.1. Fase eksposisi: Dalam fase ini organisme terpapar (terkontak) dengan senobiotika. Paparan dapat melalui kulit, oral, saluran pernafasan (inhalasi) atau dengan cara injeksi. Pa da pemakaian oral (misal sediaan dalam bentuk padat), maka terlebih dahulu kapsu l/tablet akan terdistegrasi, sehingga xenobiotika akan telarut di dalam cairan s aluran pencernaan. Xenobiotika yang terlarut akan siap terabsorpsi secara normal dalam duodenal dari usus halus dan ditraspor melalui pembuluh kapiler mesenteri ka menuju vena porta hepatika menuju hati sebelum ke sirkulasi sistemik. Paparan xenobiotika (rute administrasi) dapat melalui oral, inhalasi, topikal, rektal, atau vaginal. Sedangkan pemasukan xenobiotika langsung ke sirkulasi sistemik (in jeksi), dapat dikatakan bahwa xenobiotika tidak mengalami proses absorpsi. Tabel 3.1. Beberapa contoh rute pemakaian obat obat terlarang Rute Oral Inhalasi Merokok Intravenus Intranasal Dermal Drugs (Obat Obat terlarang) cannabinoide, opiate, LSD, meskalin, benzodiazepin, barbiturate, anti depresan trisiklik, ecst asy pelarut pelarut perangsang (terpentin, kloroform, eter, dll), alkaloid denga n titik didih yang rendah (nikotin, kokain, amfetamin) marijuana, daun ganja, Cr ack kokain, metamfetamin, heroin, morfin, kokain, metamfetamin, fensilidin kokain, heroin, methamfetamin fentanyl, nikotin. Fase Kerja Toksik 16

Adsorpsi

Distribusi Metabolism e Ekskresi Fase: Toksokinetik

3.2. Fase toksokinetik Efek toksik timbul jika tokson terabsorpsi kemudian ditra nsfer bersama sistem peredaran darah menuju reseptor, hasil interaksi tokson den gan reseptor akan menimbulkan efek farmakologi. Untuk mengakhiri efek yang timbu l, oleh tubuh tokson akan dimetabolisme dan dieliminasi dari dalam tubuh. Proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi (ADME) terangkum dalam fase tok sokinetik. Tubuh mengenal drug sebagai senyawa asing atau xenobiotika. Jika tubu h terpejan oleh xenobiotika, maka tubuh akan berusaha menghancurkan dan kemudian mengeliminasi senyawa xenobiotika ini dari dalam tubuh. Farmakokinetik dapat ju ga dipandang suatu bidang ilmu, yang mengkaji perubahan konsentrasi (kinetika) d ari xenobiotika di dalam tubuh organisme sebagai fungsi waktu. Perubahan konsent rasi xenobiotika ditentukan oleh: dimana dan berapa cepat xenobiotika diabsorpsi menuju ke sirkulasi sistemik, bagaimana terdistribusi di dalam tubuh organisme, bagaimana enzim tubuh merubah struktur molekulnya, serta dari mana dan berapa c epat dieksresi dari dalam tubuh (Mutschler dan Schfer Korting, 1997). Toksokineti k (farmakokinetik) menelaah perubahan konsentrasi tokson terhadap waktu di dalam organisme. Secara umum toksokinetik menelaah dari mana dan berapa laju absorpsi tokson dari lingkungan ke sistem peredaran darah, bagaimana distribusinya ke se luruh tubuh, bagaimana enzim tubuh memetabolismenya, dari mana dan bagaimana tok son atau metabolitnya dieliminasi dari dalam tubuh. Farmakokinetik melibatkan pr oses invasi (masuknya xenobiotika ke tubuh), trasportasi dan distribusi (pergera kan xenobiotika di dalam tubuh), serta proses eleminasi (proses hilangnya xenobi otika dari dalam tubuh). Proses ini semua menentukan efficacy (kemampuan xenobio tika mengasilkan efek), efektifitas dari xenobiotika, konsentrasi xenobiotika di reseptor, dan durasi dari efek farmakodinamiknya. Sifat sifat farmakokinetik su atu xenobiotika digunakan oleh farmakolog, ilmuwan klinik dan toksikolog untuk m engembangkan pengobatan, untuk mengertikan faktor faktor yang dapat mendorong pe nyalahgunaan xenobiotika tersebut, serta dijadikan dasar untuk mengetahui kapan dan Fase Kerja Toksik dalam bentuk apa xenobiotika tersebut masih dapat dideteksi setelah selang waktu pemakaian dan menginterpretasikan efek efek xenobitika tersebut. 3.2.1. Absorps i (Proses Invasi) Semua proses transfer tokson dari lingkungan menuju sistem per edaran darah dirangkum kedalam proses invasi, proses ini juga digambarkan sebaga i resorpsi. Tokson dapat teresorpsi umumnya berada dalam bentuk terlarut atau te rdispersi molekular. Laju resorpsi tokson ditentukan oleh daerah paparan (topika l, oral, inhalasi atau injeksi), bentuk farmasetik tokson (tablet, salep, sirop, aerosol, suspensi atau larutan), proses resorpsi, sifat fisikokimia tokson dan konsentrasinya. Proses invasi disebut juga dengan absorpsi, yang ditandai oleh m asuknya xenobiotika dari tempat kontak (paparan) menuju sirkulasi sistemik tubuh . Laju absorpsi xenobiotika ditentukan oleh sifat membran biologis dan aliran ka piler darah tempat kontak serta sifat fisiko kimia dari xenobiotika itu sendiri. Pada pemakaian oral (misal sediaan dalam bentuk padat), maka terlebih dahulu ka psul/tablet akan terdistegrasi, sehingga xenobiotika akan telarut di dalam caira n saluran pencernaan. Xenobiotika yang terlarut ini akan terabsorpsi secara norm al dalam duodenal dari usus halus dan ditraspor melalui pembuluh kapiler mesente rika menuju vena porta hepatika menuju hati sebelum ke sirkulasi sistemik. Kelar utan xenobiotika akan sangat mempengaruhi laju absorpsinya, jika xenobiotika ter lalu non polar, maka dia akan terlarut cukup kuat dalam lapisan lipofil dari mem bran sel. Demikian juga jika terlalu polar xenobiotika ini akan mudah terlarut d i dalam saluran cerna namun transport melalui membran biologis akan terhambat. P aparan xenobiotika (rute administrasi) dapat melalui oral, inhalasi, topikal, re ktal, atau vaginal. Sedangkan pemasukan xenobiotika langsung ke sirkulasi sistem ik (injeksi), dapat dikatakan bahwa xenobiotika tidak mengalami proses absorpsi. Rute pemakaian obat akan mempengaruhi onset dari aksi, durasi efek, intensitas dan qualitas efek dari obat. Pada pemakaian intravenus obat dapat langsung ditra nspor ke reseptor, rute pemakaian ini tentunya akan memberikan efek yang paling maksimum dan onset aksi yang singkat. Namun pemakaian intravenus pada penyalahgu naan obat 17

terlarang lebih banyak menimbulkan resiko yang berbahanya, oleh sebab itu pada k asus ini pemakaian melalui inhalasi dan merokok merupakan alternatif yang lebih poluler dikalangan junkies. Jika drug dihisap melalui hidung atau bersamaan deng an rokok, maka drug akan sangat cepat terabsorpsi di alveoli paruparu, dan selan jutnya melalui pembuluh darah arteri dibawa ke otak. Oleh sebab itu efek akan le bih cepat timbul. Pemakaian crack (bentuk kokain yang digunakan secara merokok) de ngan menghisap akan menimbulkan onset aksi yang sangat singkat, sehingga intesit as eforia akan cepat tercapai. Demikian juga pada pemakain heroin secara inhalas i, efek eforia akan relatif sama tercapainya dibandingkan dengan pemakaian secar a intravenus. Heroin biasanya digunakan dengan cara menguapkan dan kemudian uap dihirup, dengan merokok, atau injeksi secara intravenus. Setelah heroin sampai d i sirkulasi sistemik, maka heroin sangat cepat menuju otak. Karena sangat cepatn ya timbulnya efek pada pemakaian intravenus, maka rute pemakaian ini sangat dige mari oleh para junkis. Namun pemakain ini sangat berresiko ketimbang pemakaian s ecara inhalasi atau merokok, karena sering ditemui muncul penyakit bawaan lain p ada pemakaian injeksi, seperti infeksi HIV, hepatitis. kapiler mesenterika menuju vena porta hepatika menuju hati sebelum ke sirkulasi sistemik, dari sini akan terdistribusi ke seluruh tubuh. 3.2.2. Distribusi Setel ah tokson mencapai sistem peredahan darah, bersama darah akan terdistribusi ke s eluruh tubuh. WEISS M. (1990) membagi distribusi ke dalam konveksi (transpor tok son bersama peredaran darah) dan difusi (difusi tokson di dalam sel atau jaringa n). Transprot tokson intra dan inter organ di dalam tubuh diprasaranai oleh sis tem peredaran darah. Difusi berperan penting dalam transport suatu tokson dianta ra ekstra dan intra selular. Difusi tokson melalui membran biologi dapat berlang sung melalui berbagai proses difusi, seperti: difusi pasif, difusi aktif (melalu i sistem transport tertentu ,cariier, melalui finocitose, atau fagocitose) atau me lalui poren. Laju difusi suatu tokson sangat ditentukan oleh sifat fisikokimanya (lipofili, ukuran melekul, derajat ionisasi, ikatan dengan protein plasma). Tra nspor Transport dapat di kelompokkan ke dalam dua proses utama, yaitu konveksi ( transport xenobiotika bersama aliran darah) dan difusi (transport xenobiotika me lalui membran biologis). Sirkulasi sistemik sangat memegang peranan penting dala m transport xenobiotika antar organ dan jaringan di dalam tubuh. Sehingga laju p eredaran darah di dalam organ atau jaringan juga akan menentukan kecepatan distr ibusi xenobiotika di dalam tubuh. Pada paparan melalui oral bentuk farmasetik (tablet, kapsul, dll) akan terdisper si dan melarut di dalam cairan saluran pencernaan. Bentuk terlarut melalui pembu luh kapiler pada saluran pencernaan akan terabsorpsi. Absorpsi ini sebagaian bes ar berlangsung di pembuluh kapiler usus halus, kemudian melalui pembuluh Tabel 3 .2: Laju aliran darah pada berbagai organ pada orang dewasa Organ Prosen (%) dar i Prosen (%) dari berat badan volum jantung per menit Aliran darahnya bagus: Gin jal 0,5 20 Hati 2,8 28 Otak 2,0 12 Paru paru 1,5 100 Jantung 0,5 4 Lambung dan u sus saluran 2,8 24 pencernaan Aliran darahnya kurang bagus: Kulit 10 6 Otot otot 40 23 Aliran darahnya jelek: Jaringan Lemak 18 5 Fase Kerja Toksik Laju aliran darah (ml/min/100g organ) 400 85 54 400 84 70 5 5 2,1 18

Pada tabel 3.2 menggambarkan perbedaan jalu aliran darah di berbagai organ tubuh . Organ tubuh seperti ginjal, hati, otak, paru paru, jantung, lambung dan usus, adalah organorgan yang memiliki laju aliran darah (perfusi) yang baik. Karena la ju aliran darah dalam organ organ ini sangat baik, maka xenobiotika akan sangat cepat terdistribusi homogen di dalam organ tersebut, jika dibandingkan pada orga n organ yang memiliki laju aliran darah relatif lambat. Difusi Pada pemodelan fa rmakokinetik, tubuh dibagi menjadi berbagai ruang difusi (kompartimen). Pembagia n ruang ini hanya didasarkan pada laju distribusi xenobiotika. Perlu ditegaskan di sini bahwa, pembagaian kompartimen ini hanya merupakan langkah abstraksi guna mempermudah pemahaman ruang distribusi (difusi) xenobiotika di dalam tubuh. Mod el yang paling sederhana untuk memahami jalu difusi xenobiotika di dalam tubuh a dalah model kompartimen tunggal. Pada model ini tubuh dipandang seperti satu emb er besar, dimana difusi xenobiotika hanya ditentukan oleh daya konveksi di dalam ember. Namun pada kenyataannya, agar xenobitika dapat ditransportasi dari salur an kapiler pembuluh darah menuju sel sel pada jaringan tubuh, haruslah melewati membran biologis, yaitu membran yang menyeliputi sel sel di dalam tubuh. Secara keseluruhan luas permukaan kapiler tubuh (orang dewasa) diperkirakan berkisar an tara 6000 8000 m2, dengan panjang keseluruhan diduga sekitar 95000 km. Di bagian luar kapileredotel ini diselimuti oleh membran basal yang sangat halus dan elas tis. Struktur membran basal dapat dibedakan menjadi: kapiler yang sangat tertu tup (contoh: barier sawar darah otak) kapiler yang berjendela, pada jendela in i terjadi pertukaran cairan yang sangat intensiv, jarak jendela dalam kapiler in i adalah tidak beraturan (contoh:tubulus ginjal), kapiler yang terbuka, tidak terdapat hubungan antar sel sel endotel, sehingga pada kapiler ini terdapat luba ng lungang yang besar, yang dapat dilewati oleh plasma darah (contoh: hati). Fase Kerja Toksik Laju penetrasi xenobiotika melewati membran biologis akan ditentukan oleh strukt ur membran basal dan juga sifat lipofilitasnya. Senyawa senyawa lipofil akan dap at menembus membran biologis dengan baik, sedangkan senyawa yang polar (larut ai r) haruslah melewati lubang lunag di membran biologis, yang dikenal dengan poren. Jumlah poren dalam membran biologis adalah terbatas, oleh sebab itu dapatlah dim engerti, bahwa senyawa lipofil akan terdistribusi lebih cepat dibandingkan senya wa hidrofil (lihat tabel 3.3). Difusi xenobiotika melalui membran biologis dapat berlangsung melalui berbagai proses, seperti: difusi pasiv, difusi aktiv, melal ui poren dan juga melalui jembatan intraseluler. Ketika xenobiotika mencapai pem buluh darah, maka bersama darah melalui sirkulasi sistemik siap untuk didistribu sikan ke reseptor dan ke seluruh tubuh. Untuk memudahkan memahami sejauh mana su atu xenobiotika terdistribusi di dalam tubuh, para ilmuan farmakokinetik mengump amakan bahwa xenobitika di dalam tubuh akan terdistribusi di dalam suatu ruang, yang memiliki sejumlah volume tertentu. Jadi kemampuan suatu xenobiotika untuk t erdistribusi di dalam tubuh dinyatakan sebagai parameter yang disebut dengan vol ume distribusi. Distribusi Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses distribusi dari suatu xenobiotika, dimana faktor faktor tersebut dapat dikelomp okkan menjadi dua, yaitu: a) faktor biologis: laju aliran darah dari organ dan jaringan, sifat membran biologis perbedaan pH antara plasma dan jaringan b) faktor sifat molekul xenobiotika ukuran molekul ikatan antara protein plasm a dan protein jaringan kelarutan sifat kimia Senyawa yang larut lemak akan l ebih mudah terdistribusi ke seluruh jaringan tubuh, sehingga pada umumnya senyaw a lipofil akan mempunyai volume distribusi yang jauh lebih besar ketimbang senya wa yang hidrofil. TetraHidro Canabinol (THC) (zat halusinogen dari tanaman ganja ) adalah sangat larut lemak, 19

sehingga THC akan sangat mudah terdistribusi jaringan lemak, dan ini akan memper lambat laju ke seluruh jaringan dan akan terdeposisi di eliminasi THC. Etanol (a lkohol), senyawa yang jaringan lemak, oleh sebab itu THC memiliki bersifat agak hidrofil, sebagian besar volume distribusi yang relatif besar (4 14 l/kg). terdi stribusi di dalam cairan intra dan Karena kelarutannya yang tinggi, hal itu pun ekstraseluler tubuh. Volume distribusi (Vd) menyebabkan THC sangat lama tertamb at di etanol adalah 0,5 l/kg. Tabel 3.3: Permeabilitas beberapa membran biologis (H Nau, 1994) Membran lipid barier sawar darah otak darah ( liquor) darah ( otak ) lapisan lendir penanjang saluran pencernaan lapisan lendir di mulut tubulus ginjal kulit Membran lipid dengan Poren darah ( hati ) hati ( empedu ) paru paru plasenta darah ( kelenjar mamai) kapilar kapiler di kulit dan otot lapis an lendir (mata, hidung, kantung kemih) glomerulus ginjal (Filtrasi) hanya xen obiotika lipofil, tidak terionisasi; xenobitika polar akan terperfusi sangat lam bat atau sama sekali tidak xenobiotika lipofil dan hidrofil dapat lewat 3.2.3 Metabolisme dan Ekskresi Metabolisme dan ekskresi dapat dirangkum ke dalam eliminasi. Yang dimaksud proses eliminasi adalah proses hilangnya xenobiotika d ari dalam tubuh organisme. Eliminasi seatu xenobiotika dapat melalui reaksi biot ransformasi (metabolisme) atau ekskresi xenobiotika melalui ginjal, empedu, salu ran pencernaan, dan jalur eksresi lainnya (kelenjar keringan, kelenjar mamai, ke lenjar ludah, paruparu). Jalur eliminasi yang paling penting adalah eliminasi me lalui hati (reaksi metabolisme) dan eksresi melalui ginjal. Ginjal sangat memega ng peranan penting dalam mengekskresi baik senyawa eksogen (xenobiotika) maupun seyawa endogen, yang pada umumnya tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Proses utama ekskresi renal dari xenobiotika adalah: filtrasi glumerula, sekresi aktiv tubul ar, dan resorpsi pasiv tubular. Pada filtrasi glumerular, ukuran melekul memegan g peranan penting. Molekul molekul dengan diameter yang lebih besar dari 4 nm at au dengan berat lebih besar dari 50 kilo Dalton (k Da) tidak dapat melewati filt rasi glumerular. Oleh sebab itu hanya senyawa dengan ukuran dan berat lebih keci l akan dapat terekskresi. Fase Kerja Toksik Xenobiotika yang terikat dengan protein plasma tentunya tidak dapat terekskresi melalui ginjal. Resorpsi pasiv tubular ditentukan oleh gradien konsentrasi xenob itika antara urin dan plasma di dalam pembuluh tubuli. Berbeda dengan resorpsi t ubular, sekresi tubular melibatkan proses transport aktiv. Xenobiotika yang masu k ke dalam tubuh akan diperlakukan oleh sistem enzim tubuh, sehingga senyawa ter sebut akan mengalami perubahan struktur kimia dan pada akhirnya dapat dieksresi dari dalam tubuh. Proses biokimia yang dialami oleh xenobiotika dikenal dengan rea ksi biotransformasi. Biotransformasi pada umumnya berlangsung di hati dan sebagi an kecil di organ organ lain seperti: ginjal, paru paru, saluran pencernaan, kel enjar susu, otot, kulit atau di darah. Secara umum proses biotransformasi dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase I (reaksi fungsionalisasi) dan fase II (reak si konjugasi). Dalam fase pertama ini tokson akan mengalami pemasukan gugus fung si baru, pengubahan gugus fungsi yang ada atau reaksi penguraian melalui reaksi oksidasi (dehalogenasi, dealkilasi, deaminasi, desulfurisasi, pembentukan oksida , hidroksilasi, oksidasi alkohol dan oksidasi aldehida); rekasi reduksi 20

(reduksi azo, reduksi nitro reduksi aldehid atau keton) dan hidrolisis (hidrolis is dari ester amida). Pada fase II ini tokson yang telah siap atau termetabolism e melalui fase I akan terkopel (membentuk konjugat) atau melalui proses sintesis dengan senyawa endogen tubuh, seperti: Konjugasi dengan asam glukuronida asam a mino, asam sulfat, metilasi, alkilasi, pembentukan asam merkaptofurat. Enzim enz im yang terlibat dalam biotransformasi pada umumnya tidak spesifik terhadap subs trat. Enzim ini (seperti monooksigenase, glukuronidase) umumnya terikat pada mem bran dari retikulum endoplasmik dan sebagian terlokalisasi juga pada mitokondria , disamping itu ada bentuk terikat sebagai enzim terlarut (seperti esterase, ami dase, sulfoterase). Sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase I umumnya terdap at di dalam retikulum endoplasmik halus, sedangkan sistem enzim yang terlibat pa da reaksi fase II sebagian besar ditemukan di sitosol. Disamping memetabolisme x enobiotika, sistem enzim ini juga terlibat dalam reaksi biotransformasi senyawa endogen (seperti: hormon steroid, biliribun, asam urat, dll). Selain organ organ tubuh, bakteri flora usus juga dapat melakukan reaksi metabolisme, khususnya re aksi reduksi dan hidrolisis. Pengambilan ion logam penting untuk kerja enzim Inhibisi penghantaran elektron d alam rantai pernafasan Inhibisi pada transport oksigen karena gangguan pada hemo globin Interaksi dengan fungsi umum sel Gangguan pada sintesa DNA dan RNA Kerja teratogenik Reaksi hipersensitif (alergi) 3.4. Pemodelan Farmakokinetik Dalam mempelajari farmakokinetik suatu xenobiotika haruslah disadari, bahwa semua proses farmakokinetik terjadi tidaklah seperti a lur blok yang diskret (satu proses akan diikuti oleh proses yang lain apabila pr oses sebelumnya telah tuntas berakhir), melainkan lebih merupakan suatu proses k ombinasi satu dengan yang lain. Setelah molekul xenobiotika diabsorpsi dan menuj u sirkulasi sistemik, maka akan siap di transportasi ke seluruh tubuh, dalam wak tu bersamaan akan ada molekul xenobiotika yang berikatan dengan reseptor dan ada terdapat juga molekul yang lain mengalami reaksi metabolisme, atau ada molekul yang langsung dieksresi oleh ginjal. Proses ini yang dimaksud dengan kombinasi s atu dengan yang lain. Kompartemen model adalah pemodelan klasik, yang sampai saa t ini masih banyak digunakan, yang digunakan untuk menggambarkan sifat disposisi (perubahan konsentrasi sebagai fungsi waktu) xenobiotika di dalam tubuh. Kompar temen model adalah gambaran kinetik, yang mengkarakterisasi sifat sifat absorpsi , disposisi, dan eliminasi dari suatu xenobiotika di dalam tubuh. Karena kompart emen merupakan gambaran sifat kinetik, maka seharusnya pengertian suatu komparte men dilandasi (dibatasi) atas laju dari suatu proses. Oleh sebab itu kompartemen disini tidak dapat didefinisikan sebagai suatu ruang, melainkan suatu poses yan g memiliki laju yang sama (Weis 1990). Kurva konsentrasi suatu xenobiotika di da lam cairan tubuh merupakan jumlah dari proses invasi, distribusi, dan eliminasi. Proses invasi digambarkan sebagai fungsi input I(t) dan proses ini menggambarkan bagaimana suatu xenobiotika mencapai sirkulasi sistemik. Poses distribusi dan el iminasi dirangkum ke dalam 21 3.3. Fase Toksodinamik Setelah tokson didistribusikan ke reseptor (tempat kerja tokson), maka tokson siap berinteraksi dengan reseptor. Hasil interaksi ini diim plementasikan sebagai efek farmakologik (efek racun yang ditimbulkan, seperti ef ek toksik alergi, schok anafilaktik, mutagenesis, teratogenesis, dan lainnya). K ualitas efek ini sebanding dengan konsentrasi tokson di reseptor. Mekanisme Utam a Interaksi tokson resptor adalah: Interaksi dengan sistem enzim Inhibisi enzim tak bolak balik Contoh: inhibisi asetilkolenesterase oleh organofosfat Inhibisi enzim secara reversibel Pemutusan reaksi biokimia Inhibisi fotosinteses pada tan aman Sentesis zat mematikan Fase Kerja Toksik

fungsi disposisfd(t). Sehingga kurvakonsentrasi waktu (konsentrasi profil) suatu x enobiotika merupakan gabungan dari fungsi input dan disposisi dari xenobiotika t ersebut. Persamaan matematis dari fungsi ini dapat ditulis dengan menggunakan op erasi konvulasi. Operasi ini ditandai dengan asterik (*), sehingga konsentrsi pr ofil suatu xenobiotika dapat ditulis sebagai: Jika suatu xenobiotika diberikan secara intravenus dan perubahan konsentrasinya mengikuti hukum kinetika orde ke pertama, maka fungsi profil konsetrasinya dapat dinyatakan sebagai berikut: [C ](t ) = D iv Div i e t i n (3.3) i =1 [C ](t ) = I (t ) * fd (t ) (3.1) = d h s m deng n fungsi input I(t)

T rget n isis toksiko ogi tid k h h ny seny w induk, me ink n jug met bo itny . Memperh tik n hubung n konsentr si seny w induk d n met bo it p d seti p w ktu d p t mengg mb rk n kese uruh n j ring n proses f rm kokinetik. Konste si konsentr si nt r seny w induk d n met bo itny seb g i fungsi w ktu merup k n h y ng penting b gi toksiko og forensik d m menginterpret sik n h si n isis berk it n deng n pert ny n k p n su tu p p r n itu terj di. O eh seb b i tu disini dip nd ng per u untuk menje sk n mode met bo it kinetik. D m meng n isis met bo it kinetik digun k n isti h seny w induk (p) d n jug met bo it primer (mi). Met bo it kinetik d h n is m tem tis d ri profi konsentr si seny w induk d n met bo it y ng terbentuk. S mp i s t ini terd p t beber p m ode untuk meng n is met bo it kenetik d ri su tu xenobiotik , y itu: mode ko mp rtemen k sik, mode psio ogi, d n mode komp rten terbuk (Wir sut , 2004). km ke m fd (t ) = i e it i =1 n (3.2) i d n i = p r meter diposisi n = jum h fungsi eksponensi en) t = w ktu

(jum h d ri komp rtem

Perub h n konsentrsi d ri seb g i n bes r xenobiotik di d m tubuh, mengikuti hukum kinetik orde ke pert m , h ny sedikit xenobiotik mengikuti orde ke no . A koho d h s h s tu xenobiotik y ng perub h n konsentr siny di d m tu buh m nusi mengikuti hukum kinetik orde ke no , y ng rtiny koho die imin si d ri tubuh deng n kecep t n y ng konst n. L ju inv si d n disposisi mengikuti hukum kinetik orde ke pert m rtiny ju inv si d n disposisi berb nding ur us deng n konsentr si xenobiotik . Sec r umum fungsi diposisi ini dig mb rk n s eb g i jum h fungsi eksponenti :

D iv p Ap ku p Up Am

met bo itny memenuhi hukum kinetik orde pert m d n e emin si seny w induk be r ngsung me ui h ti (re ksi met bo isme) t u me ui ginj (ekskresi). D m mode ini jug di sumsik n b hw ju distribusi d ri 22

An isis met bo it kinetik berd s rk n mode komp rtemen k sik d n psio ogi did s rk n p d peng nd i n mode terstruktur, dim n perub h n konsentr si seny w induk d n F se Kerj Toksik

G mb r 3.1: Skem mode d ri met bo it kinetik A U Div p : ik di d m tubuh : Jum h xenobiotik y ng e imin si me r venus : Seny w induk ke km ku m : Konst nt ju e imin et bo is si : Konst nt n ju e imin si me ui urin : Met

Jum h tot xenobiot ui ginj : Dosis int si : Konst nt ju m bo it

seny w induk d n met bo itny di d m tubuh d h s ng t cep t dib ndingk n d eng n ju e emin siny (P ng 1981,1985, P ng d n Kw n 1982, Houston 1982). Beri kut ini g mb r n skem tis mode met bo it kinetik p d mode s tu komp rtemen: P erub h n jum h xenobiotik d p t ditu isk n seb g i berikut: A p (t ) = D iv e p ke pt (3.3) Dim n profi jum Am (t ) = (k k m D iv p em ke p ) (e ke p t e ke mt ) (3.4) B ny k xenobiotik di d m tubuh tid k mengikuti mode s tu komp rtemen, sehing g d m me kuk n n isis m tem tik met bo it kinetik xenobiotik seperti ini k n s ng t komp ek. M s h ini k n ebih mud h dipec hk n p bi n is m tem tisny deng n menggun k n mode komp rtimen ter buk , dim n pers m n m tem tis dise es ik n deng n menggun k n Tr nsform si L p ce (Weiss 1998, Wir sut 2004). Konsep d ri mode ini did s rk n p d sumsi b hw perub h n konsentr si xenobiotik d n met bo itny di d m tubuh mengikut i hukum kinetik orde pert m , sehingg profi konsentr si su tu xenobiotik d p t dig mb rk n seb g i jum h pers m n eksponenti . Jik xenobiotik (seny w i nduk p diberik n sec r intr venus m k profi konsentr siny seperti y ng tertu i s d m pers m n (3). Tr nform si pers m n tersebut ke d er h L p ce memberik n pers m n berikut ini: np i iv p (3.5) [ p](s ) = D p i =1 s + i p ( ) Menurut pers m n (3.1), m k profi konsentr si met bo it primer i s + p i =1 ip h met bo it di d m tubuh d

h:

h:

[m]( s) = I m ( s) fd m ( s) [m](s) = F p_m CL p p_m (s) D iv p np (3.8)

( ) n m ( ) i m s + i m i =1

(3.9) Konsentr si (mg/m ) Konsentr si (mg/m ) 10 1 0,1 0,01 0,001 0 F se Distribusi F se E imin si 10 F se E imin si 1 0,1 0,01 0,001 60 120 180 240 0 120 240 360 480 600 720 W ktu (min) W ktu (min) G mb r 3.2: Kurv konsentr si w ktu xenobiotik A (kiri) deng n met bo itny B ( k n n) mengikuti hukum kinetik orde ke pert m . A sete h intr venus, profi ko nsentr siny mengikuti mode disposisi du komp rtemen, dim n sete h injeksi A s ng t cep t terdistribusi (f se distribusi), y ng dit nd i deng n penurun n ko nsentr si y ng s ng t cep t, kemudi n diikuti deng n f se e min si, p d s t in i terj di kesetimb ng n kecep t n tr sport nt r kedu komp rtemen. W ktu p ruh (t) f se e imin si bi s ny digun k n o eh toksiko og forensik untuk menghitung/ mer k k p n xenobiotik drug p d w ktu w initi time pem k i n. tr nsit met bo

isme p_m (t) (Weiss 1998). Jik met bo isme ber ngsung di h ti, m k fungsi ini di ken deng n fungsi w ktu tr nsitmet bo isme hep tik , fungsi ini ditu is seb g i: 23 Re ksi biokimi pembentuk n met bo it primer d n tr nsport met bo it y ng terben tuk d ri temp t re ksi met bo isme ke sirku si sistemik membutuhk n w ktu. L ju rek si d n tr nport ini diken deng n fungsi w ktuF se Kerj Toksik

p_m ( s ) = p (s + p ) (3.6) p_m= konst nt w ktu d ri fungsi w ktutr nsit met bo isme Fungsi input d ri biosi ntes met bo it primer Im(s) d h: terdistribusi t u di m n di ngg p xenobiotik tersebut ter rut. Vo ume distri busi meny t k n su tu f ktor y ng h rus diperhitungk n d m memperkir k n jum h xenobiotik d m tubuh d ri konsentr si xenobiotik y ng ditemuk n d m komp rtimen cup ik n. Untuk seb g i n bes r xenobiotik di ngg p b hw xenobiotik b ersetimb ng n sec r cep t d m tubuh. Ti p j ring n d p t meng ndung su tu kon sentr si xenobiotik y ng berbed sehubung n deng n perbed n finit s xenobioti k terh d p j ring n tersebut. O eh k ren itu vo ume distribusi tid k meng ndun g su tu rti fioso ogik y ng seben rny d ri Deng n susmsi, b hw tubuh m nusi d p t di nd ik n seb g i s tu ru ng distribusi (mode s tu komp rtemen), m k p d pem k i n injeksi intr venus injeksi bo us r tio nt r dosis d n konsentr si w ([Co]) d h menunjukk n vo ume distribusi xenobiotik tersebut. I m ( s ) = F p_m CL p p _m ( s ) [ p ]( s ) 1998) Fp_m (Weiss (3.7) = Fr ksi d ri seny w induk p y ng terbentuk menj di met bo it primer = C e r nce seny w induk CLp p_m (s) = Fungsi w ktu tr nsit met bo isme d ri seny w i nduk membentuk met bo it primer 3.5. P r meter F rm kokinetik C e r nce (CL) d h s tu n kem mpu n d ri org nisme (org n tubuh) untuk menge imin si su tu xeno biotik . C e rence d p t jug dimengerti deng n jum h vo ume d ri xenobiotik y ng m mpu die imin si o eh org n (org nismus) pers tu n w ktu. O eh seb b itu s tu n c e r nce d h vo ume perw ktu (mis , m /min). W ktu p ruh (t1/2) d h w ktu y ng dibutuhk n o eh xenobiotik tere imin si menj di seteng h konsentr s i w ny . W ktu p ruh p d f se khir disposisi (f se e imin si) diken seb g i w ktu p ruh termin (t1/2 Z). Hurup z men nd k n f se khir disposisi. F se i ni bi s ny ditunjukk n o eh proses f rm kokintik y ng p ing mb t. W ktu p ru h d ri met bo it y ng dipero eh d ri penghitung n sec r og ritm kurv konsentr si w ktu met bo it d ri seny w induk bi s ny disebut deng n w ktu p ruh semu pp r nce h f ife time (t1/2 pp). W ktu p ruh seti p f se disposisi, dim n j u e imin siny memenuhi hukum kinetik orde pert m , d p t dihitung deng n : t 1 i = n 2 (3.10) 2 V =D iv [C ]o (3.11) D m kinetik komp rtemen g nd kit d p t meng ngg p sec r m tem tik vo ume h ipotetik, seperti vo ume d ri komp rtimen sentr (Vc) d n vo ume komp rtemen pe rifer t u komp rtemen j ring n (Vp). Vo ume distribusi, y ng dihitung p d ke d n tun k ste dy st te, dim n ju ob t m suk d n ke u r d ri d n ke komp rtemen perifer d h s m , disebut deng n vo ume distribusi d m ke d n tun k. Vo um e distribusi re d h vo ume hipotetik y ng dihitung me ui pers m n beriku t:

V = V re = D z [ AUC ] o (3.12) O eh k ren c e r nce tot D [ AUC ] o , m k V d p t diny t k n s m deng n

m c e r nce deng n tet p n

ju e imin si p d f se termin

(z),

V = V re = CL z (3.13) Vo ume distribusi re dipeng ruhi o eh ju e imin si ob t p d f se termin d n c e r nce tot ob t d ri d m tubuh. Perub h n ini mungkin di kib t o eh pe rub h n fungsi org n tubuh (ginj , h ti). Sed ngk n vo ume 24

D ri pers m n di t s h konst n. T np per u p d ke d n w , m k d h konst n Vo ume su tu xenobiotik F se Kerj Toksik

t mp k b hw untuk memperh tik n ber p w ktu y ng diper uk distribusi (Vd) d

ju e imin si orde ke pert m , t d jum h t u konsentr si xenobiotik n untuk berkur ng menj di sep ruhny h vo ume virtu , dim n ke ih t nny

distribusi p d tid k

ke d n tun k dipeng ruhi perub h n e imin si ob t.

3.6. Biotr nsform si (met bo isme) Seny w seny w ipofi sete h terfi tr si g umeru r k n dire bsorpsi me ui tubi i ginj menuju sistem pered r n d r h. Ekskresi seny w ini k n be ngsung deng n s ng t mb t. Jik seny w tersebu t tid k meng mi perub h n kimi , kemungkin n k n menimbu k n b h y y ng s ng t serius. Seny w ipofi ini k n ting d m w ktu y ng cukup di d m tubuh , y itu terdeposisi di j ring n em k. P d prinsipny seny w y ng hidrofi k n deng n mud h terekskresi me ui ginj . Ekskresi ini d h j ur ut m e imi n si seny w sing (xenobiotik ) d ri d m tubuh. Sehingg seb gi n bes r seny w seny w ipofi ter ebih d hu u o eh tubuh dirub h menj di seny w y ng ebih bersif t hidrofi . Proses perub h n biokimi d ri xenobiotik diken deng n bi otr nsform si. Biotr nsform si p d umumny ber ngsung di h ti d n seb gi n kec i di org n org n in seperti: ginj , p ru p ru, s ur n pencern n, ke enj r susu, otot, ku it t u di d r h. P d umumny biotr nsform si k n meng khiri ef ek f rm ko ogi d ri xenobiotik (detoksifik si / in ktiv si). N mun d beber p xenobiotik sete h termet bo isme meng mi peningk t n ktivit sny (bio ktiv si), seperti bromobenzen me ui Re ksi F se I Re ksi F se II Met bo it F se I Met bo it F se II Konjug si deng n: ron t su f t set t t ti Xenobiotik Oksid si Reduksi Hidro isis s m g uko

G b r 3.3: Proses d n re ksi penting d m biotr nsform si mengh si k n su tu gu gus fungsi, y ng 3.6.1. Re ksi F se I se njutny p d f se ke II k n terkonjug si Re ksi f se I ini jug disebut deng n re ksi . Re ksi oksid si fungsion is si, seb b me ui re ksi f se ini (oksid si, reduksi t u hidro isis) 25 F se K erj Toksik

oksid si membentuk bentuk bromobenzen epoksid. Bromobenzen epoksid k n terik t sec r kov en p d m krom eku j ring n h ti d n meng kib tk n nekrosis h ti. B iotr nsform si be ngsung d m du t h p, y itu re ksi f se I d n f se II. Rek si f se I me ib tk n re ksi oksid si, reduksi d n hidro isis. Sed ngk n re ksi f se II d h pengkope n h si re ksi f se I (met bo it f se I) deng n su tu se ny w endogen. Re ksi f se II disebut jug re ksi konjug si. G mb r 1 mengg mb r k n re ksi rek si penting y ng terj di d m biotr nsform si. Enzim enzim y ng t er ib t d m biotr nsform si p d umumny tid k spesifik terh d p substr t. Enz im ini (seperti monooksigen se, g ukuronid se) umumny terik t p d membr n d ri retiku um endop smik d n seb gi n ter ok is si jug p d mitokondri , dis mpi ng itu d bentuk terik t seb g i enzim ter rut (seperti ester se, mid se, su foter se). Sistem enzim y ng ter ib t p d re ksi f se I umumny terd p t di d m retiku um endop smik h us, sed ngk n sistem enzim y ng ter ib t p d re ksi f se II seb gi n bes r ditemuk n di sitoso . Dis mping memet bo isme xenobiotik , sistem enzim ini jug ter ib t d m re ksi biotr nsform si seny w endogen ( seperti: hormon steroid, bi iribun, s m ur t, d ). Se in org n org n tubuh, b kteri f or usus jug d p t me kuk n re ksi met bo isme, khususny re ksi redu ksi d n hidro isis.

substr t (R H) menj di R OH begitu jug oksid si C P 450Fe3+ . Substr t xenobiot ik bere ksi deng n bentuk teroksid si C P 450Fe3+ membentuk komp ek enzim subtr t. Sitokrom P 450 redukt se mend p tk n s tu e ektron d ri NADPH, y ng k n mer eduksi komp ek d ri C P 450Fe3+ xenobiotik . Bentuk reduksi d ri komp ek C P450Fe 2+xenobiotik bere ksi deng n mo eku oksigen d n kemudi n mend p tk n e ektron y ng ke du d ri NADPH, y ng dipero eh d ri f voprotein redukt se y ng s m , mem bentuk species oksigen ter kiv si. L ngk h ter khir s tu tom oksigen ter ep s s eb g i H2O d n tom oksigen y ng in ditr nsfer ke d m substr t d n bentuk te roksid si C P 450Fe3+ terregener si. Sistem enzim C P 450 monooksigen se mengk t isis re ksi seperti berikut (I: in ktiv si efek toksik, A: ktiv si efek toks ik) : 1. Hidroksi si d ri r nt i k rbon d n ki en: R CH2 CH2 CH3 R CH2 CH2 CH 2 OH t u RCH2 CHOH CH3 contoh: I : But n But no Eti benzo Fenti benzo Tetr h idrok n bino (THC) 11 OH THC A: Hex n 2,6 Hex ndio ( Hex ndion) 2. Hidroksi si d ri rom tik menj di feno I: Fenitoin Hidroksifenition 3. Hidroksi si ki min I: Imipr min Desimipr min Di zep m Nordi zep m Lidok in Monoeti g isinsi idi d Coc in Norcoc in A: Dimeti nitro min Meti nitroso min 4. Hidroksi si d ri k i eter, ki tio R CH2O(S) CH3 R CH2(s)OH + HCHO I : P p verin O Desmeti p p ve rin A: Kodein Morphin 5. Epoksid si d ri if tis t u rom tis r nt i g nd O RCH=CHR O R H OH R . H2O RH F e 3+ NADPH + e H+ NADPH + H+ Fp e RH

Re ksi oksid si mempuny i per n n penting p d biotr nsform si, khususny re ksi re ksi y ng me ib tk n sistem enzim oksid se, monooksigen se d n dioksigen se. Oksid se mengoksid si me ui m sukny oksigen (e ektron). Me ui mono oksigen se k n dim sukk n s tu tom oksigen ke d m xenobiotik d n mo eku oksigen y ng inny k n direduksi menj di ir. Berbed deng n dioksigen se, kedu tom o ksigen k n dim sukk n ke d m xenobiotik . Sistem enzim y ng y ng mengk t isi s rek si oksigen se ini memer uk n sistem sitokrom P450 d n NADPH sitokrom P 450 redukt se, NADPH d n mo eku oksigen. Oksid si p d sitokrom P 450 s ng t memeg ng per n n penting d m biotr nsform si xenobiotik . Sitokrom P 450 d h hem oprotein deng n su tu kh r kter punc k bsorpsi d ri bentuk terreduksi COkomp ek ny p d p nj ng ge omb ng 450 nm. Enzim sitokrom P 450 ter et k di retiku um en dop smik d ri beber p j ring n. Sistem enzim y ng mengk t isis re ksi ini dik en deng n mikrosom oksid si fungsi c mpur (microsom mixed function oxid se , MFO). Re ksi oksid se mu ti eve ini dig mb rk n sec r skem tis p d g mb r 3.4. R OH Fe3+ Fe3+ IOI F e 3+

C P b5 Fe 2+ + 2 H* Fe3+ O22RH Fe3+ O2RH Fe2+ O2 RH RH O2 G mb r 3.4. Sistem Sitokrom P 450 Substr t R H tertempe p d Sitokrom (C P), de ng n itu C P 450 redukt se ter ktiv si d n s tu e ektron diser hk n p d C P 450 . C P450 tereduksi d p t menerim s tu me eku O2 d n oksigen mend p t s tu e ek tron d ri C P450. Komp ek C P 450, O2 d n R H k n terpec h deng n memberik n ok sigen p d F se Kerj Toksik RHC CHR I : K rb m zepin K rb m zepinepoksid A:Trik oreti en [Trik oreti enepoksid] Benz o( )piren 7,8 dihidridio Bezo( )piren 7,8 dihidrodio 9,10 epoksid 26

T be 3.4: Bentuk bentuk spesifisit s substr tny * C P 450 Substr t C P1A1 C P1A2 C P2A1 C P2A2 C P2A6 C P2B1 C P2B2 C P2C C P2C9 C P2D6 C P2E1 C P3 A C P3A4 C P3A2 C P4A1 C P4A2 C P 450 d n PAH, ri min, fen cetin, k fein, benzo( )piren, f toksin B, heterisik ik min 7 testosteron 15 testosteron Dieti nitros min Resorufin Coc in Etotoin, hekso b rbit , metosuksimid N proksen Debrisoquin, sp rt in, kodein, prop no o Umumn y seny w bermo eku keci , et no , benzo , stiro , CC 4, d Eritromizin, mid zo m Nefedifin, eti etr dio , progesteron, f toksin, d n b ny k gi substr t y ng in F uokino on As m s m em k * dikutip d ri SCHMOLD (2003) Sekit r 5% penduduk si memi iki ke in n genetik po imufismus C P2D6, sehingg p d ke ompok popu si ini kodein terj di h mb t n d m N demeti si menj di morfin. F vinmonooksigen se. Dis mping oksid tif y ng dik t isis o eh C P 450 terd p t jug oksid tif y ng tid k terg tung p d C P 450, y itu sistem enzim f vonmonooksigen se. Sistem enzim ini merub h min s ekunder menj di hidroksi min d n min tersier menj di N oksid . Sistem enzim ok sid tif inny . Sistem enzim oksid tif se in du sistim di t s d h: A ko ho dehidrogen se, khususny mendehidr si et no menj di dehid. A dehid oksid se, merub h dehid menj di s m k rboksi t Mono minoksid se, mengoksid si minbiogen (seperti: C teko min) b. Re ksi reduksi Dib ndingk n deng n re ksi ok sid si, rek si reduksi mempuny i per n minor d m biotr nsform si. Gugus k rbon i me ui koho dehidrogen se t u citop smik doketo redukt se direduksi me nj di koho . Pemutus n ik t n zo menj di min primer me ui pembentuk n hidr zo me ib tk n 27

6. Oksid tif des min si RCH(CH3) NH2 RCHOH(CH3) NH2 RCOCH3 + NH3 7. Oksid tif de su fur si (R O)3P=S (R O)3P=O A: P r tion P r okson 8. Oksid sif deh ogen si RC H2X RCHXOH RCHO + HX I: Benzi k orid Benz dehid Lind n Trik orfeno 9. S oksid tif membentuk su foksid d n su fon R1 CH2 S CH2 R2 R1 CH2 SO CH2 R2 R1CH2 SO2 CH2 R2 I : Fenoti sin So foksid Su fon A: Temefos Temefos S oksid 10. N oksid ti f membentuk N oksid t u Hidroksi min (R)3N (R)2N OH I : Amitripti in Amitrip ti in N oksid A: N fti min N fti minhidroksi min 11. A koho : Oksid tif membe ntuk dehid Sek r ng ini te h di pork n 4 ke u rg gen d ri C P 450 isoenzim (C P1, C P2, C P3 d n C P4), y ng terdiri d ri 16 subf mi i (SCHMOLD 2003). Sist em st nd rd untuk menge ompok n ke u rg C P 450 mu tigen d h berd s rk n kes m n sequensi d ri individu proteinny . Ap bi ebih d ri 40% s m mino y n g teridentifik si memi iki kes m n sequen m k k n dike ompokk n ke d m s tu ke u rg gen C P 450. S tu ke u rg gen C P 450 dib gi pu menj di beber p sub ke u rg , p bi d m s tu f mi i mempuny i kes m n ebih d ri 55% sequensi m k k n dike ompokk n ke d m s tu subf mi i. T be 1 memberik n ke ompok C P 450 insoenzim d n kespesifisit s subtr tny . Aktifit s d ri C P 450 isoenzim in i k d ng d p t dipis hk n, n mun terd p t beber p f mi i y ng ktivit sny tump ng tindih. Perbed n ini mempuny i peng ruh y ng s ng t re ev n terh d p keneti k, in ktiv si t u bio ktiv si d ri substr t. Isoenzim C P2D6 bert nggungj w b p d rek si N d n Ode ki si, te h di pork n p d ke ompok popu si tertentu diketemuk n g ng ngu n d m po imorfismus d ri isoenzim ini. Sehingg terd p t perbed n kinetik N t u Ode ki si p d seke ompok popu si tersebut. F se Kerj Toksik

b ny k enzim enzim, di nt r ny : NADPH C P450 redukt se. Reduktif deh ogen si s ng t beper n penting d m detoksifik si d ri seny w seny w if tis h ogen (C , Br d n I), seperti: Seny w k rbon tetr k orid t u h ot n. c. Biohidro i sis B ny k xenobiotik y ng meng ndung ik t n jenis ester d p t dihidro isis, di nt r ny ester, mid d n fosf t. Re ksi re ksi biohidro isis y ng penting d h: Pemutus n ester t u mid menj di s m k rboksi t d n koho ( t u min) me ui ester se t u mid se. Perub h n epoksid menj di vicin en dio me ui enzim epoksidihidr t se Hidro isis d ri cety en (g ikosid ) me ui enzim g ikosid se. Ester t u mid dihidro isis o eh enzim y ng s m , n mun pemutus n ester j uh ebih cep t d ri p d mid . Enzim einzim ini ber d di intr d n jug extr se u r, b ik d m ke d n terik t deng n mikrosom m upun ter rut . Enzim hidro itik terd p t jug di s ur n pencern n. Enzim einzim ini k n me nghidro isis met bo it f se II (bentuk konjug t menj di bentuk beb sny ). Se nj utny bentuk beb s ini d p t kemb i ter bsorpsi menuju sistem pered r n d r h. Proses ini diken deng n sik us enterohep tik. 3.6.2. Re ksi f se II Re ksi f s e II me ib tk n beber p jenis met bo it endogen y ng mungkin membentuk konjug t deng n xenobiotik t u met bo itny . Pembentuk n konjug t memer uk n d ny pu s t pus t re ktif d ri substr t, bi s ny gugus OH, NH2 d n COOH. Re ksi re ks i penting p d f se II d h kunjug si deng n : ter ktiv si s m g ukuron t, ter ktiv si su f t, s m mino (khususny g isin), o igopeptid d n ik t n deng n turun n s m merk ptur t, ter ktiv si s m set t, meti si. H si r e ksi konjug si bersif t s ng t po r, sehingg s ng t cep t tereksresi me ui ginj F se Kerj Toksik

bers m urin d n / t u me ui empedu menuju s ur n cern . P d umumny me u i re ksi f se II, xenobitik t u met bo it f se I meng mi de ktiv si. N mun b e k ng n ini te h di pork n beber p met bo it f se II justru meng mi ktiv si, seperti morfin 6g ukuronid mempuny i ktivit s nti n gesik y ng ebih po ten d ri p d morfin. . G ukuronid si. G ukuronid d h jenis konjug si y ng p ing umum d n penting. G ukuronid si d ri gugus koho t u feno d h re ks i konjug si y ng p ing sering p d re ksi f se II, dis mping itu jug s m s m k rboksi t, seny w su fidri d n seny w min. Kosubstr t d ri re ksi ini d h As m uridin 5 difosfo D g ukuron t (UDPGA). Enzim y ng mengk t isi re ksi ko njug si ini d h UDP g ukuroni tr nsfer se (UGT). Enzim ini terik t di retiku um endop smik d n terd p t seb gi n bes r di b gi n sisi umin d ri h ti t u org n inny . Enzim ini dike ompokk n ke d m du f mi i, y itu UGT1 d n UGT2 (FICHTL 1998). G ukuron t jug mengkonjug si seny w endogen, seperti bi irubin , konjug si ini dik t is o eh UGT1*1. Enzim UGT di in h g k kur ng spesifik , n mun d d ri subf mi iny y ng mempuny i spesifisit s y ng tinggi. UGT2B7 d h enzim y ng mengk isis konjug si morfin menuju morfin 3g ukuronid d n morfi n 6 g ukuronid deng n perb nding n residu y ng berbed (COFFMAN et . 1996). UG T2B7 g k kur ng spesifik dib ndingk n deng n UGT1A1 h ny mengk t isis morfin menuju morphin 3g ukuronid (COFFMANN et . 1998). b. Konjug si Su f t. Re ksi i ni dik t isis o eh su fotr nfer se, y ng diketemuk n d m fr ksi sitoso ik j r ing n h ti, ginj d n usus. Koenzimny d h PAPS (3 fosfo denosin 5 fosfosu f t ). Konjug si ini d h untuk gugus fungsion : feno , koho if tik d n min rom tik. R OH R NH2 PAPS R O SO3H R NH SO3H Konjug si su f t bi s ny seb gi n bes r terh d p seny w seny w endogen d n re tiv j r ng deng n xenobiotik . Jum h c d ng n koenzim PAPS bi s ny terb t s d n mud h h bis, sehingg p d peningk t n 28

3.6.3 F ktor f ktor y ng met bo isme xenobiotik . mempeng ruhi Genetik, ingkung n d n psio ogik d h f ktor f ktor y ng d p t mempeng ruhi r e ksi biotr nsform si (met bo isme). F ktor terpenting d h genetik y ng menen tuk n po imorfisme d m oksid si d n konjug si d ri xenobiotik , penggun n den g n ob tob t n sec r bers m n, p p r n po ut n t u b h n kimi in d ri ing kung n, kondisi keseh t n d n umur. F ktor f ktor ini didug bert nggungj w b te rh d p penurun n efisiensi biotr nsform si, perp nj ng n efek f rm ko ogi d n pe ningk t n toksisit s. Induksi enzim, b ny k xenobitik d p t meningk tk n sintes sistem enzim met bo isme (induksi), induksi sistem enzim tertentu d p t mening k tk n ju biotr nsform si seny w tertentu. Contoh xenobiotik y ng bersif t i nkduksi enzim d h fenob rbit . Fenob rbit d p t meningk tk n jum h C P450 d n NADPHsitokrom c redukt se. Inhibisi enzim, pengh b nt n sistem enzim biotr nsform si k n meng kib tk n perp nj ng n efek f rm ko ogi d n meningk tny efek toksik. Inhibisi sistem enzim C P2D6 o eh quinidin, sec r ny t d p t menek n met bo ime sp rt in, debrisoquin t u kodein. F ktor Genetik, Te h diken d ri h si pene iti n pengemb ng n d n penemu n ob t b ru, b hw v ri bi it s geneti k berper n penting p d re ksi met bo isme. Perbed n 29

H si pene iti n menunjukk n b hw terd p t du ke ompok isoenzim N seti tr ns fer se (NAT1 d n NAT2). Genotif isoenzim NAT2 memi iki sif t p omorfismus, sehin gg F se Kerj Toksik

meng kib tk n perbed n ju seti si ( seti si cep t d n mb t). H ini d p t memberik n m kn toksiko ogis penting p d popu si tertentu terh d p ju e imin si d ri substr tny , seperti: isoni zid, hidr zin, t u prok in mid. f. M eti si. Di d m biotr nsform si, re ksi meti si re tif s ng t j r ng, k ren UDPGA tersidi ebih u s sehingg ebih mud h terbentuk g ukuronid. Re ksi ini dik t isis o eh meti tr nsfer se. Koenzimny d h SAM (S denosinmetionin). C ontoh N meti si (nor dren in, nicotin mid, met don) R1 C R2 C NH R1C R2C NCH3

jum h substr t konjug si su f t menj di j ur re ksi f se II y ng kur ng menonj o . c. Konjug si deng n As m mino (g isin). Konjug si ini dik t isis o eh konj ug t s m mino d n koenzim A. As m k rboksi t k rboksi t, s m ri set t d n s m kri t y ng meng mi substitusi ri d p t membentuk konjug t deng n s m mino, terut m g isin. d. Ik t n deng n turun n s m merk tofur t (konjug si g ut tion). Re ksi konjug si ini ber ngsung d m beber p tingk t, seb gi n be ngsung sec r spont n d n jug dik t isis o eh g ut tion Str nsfer se. P d w ny terbentuk konjug t g ut tion substr t kemudi n meng mi pemec h n enzim tik d ri kedu s m mino. Me ui seti si d ri sistein membentuk produk khir berup turun n N seti sistein ( s m merk ptofur t) y ng mud h diekskresi. G ut tion d p t berkonjug si deng n epoksid y ng terbentuk kib t oksid si d ri h o gen rom tik. Epoksid ini bersif t s ng t e ektrofi ik y ng s ng t re ktif. Met bo it ini d p t bere ksi deng n unsur unsur se d n menyeb bk n kem ti n se t u pembentuk n tomor. Konjug si g ut tion k n berik t n deng n met bo it e ektr ofi ik, deng n demiki n k n menceg h met bo it ini berik t n deng n se . Deng n demiki n konjug si g ut tion s ng t berper n n penting d m penceg h n tembent uk n tomor (se k nker). Se in itu g ut tion d p t berkonjug si deng n seny w if tik t k jenuh d n mengg ntik n gugus nitro d m su tu seny w kimi . e. As eti si. Xenobiotik y ng memi iki gugus min rom tik, y ng tid k d p t dimet b o isme sec r oksid tif, bi s ny k n di seti is si deng n b ntu n enzim N set i tr nsfer se d n seti koenzim A. Aseti si merup k n fr nsfer gugus seti k e min rom tik primer, hidr zin, hidr zid, su fo mid d n gugus min if tik pr imer tertentu. Aceti CoA + RNH2 AT CH3CONHR + HSCoA

t hun ke im fungsi sistem enzim biotr nsform si te h mendek ti sempurn seper ti p d or ng dew s . N mun p d or ng njut usi terj di degr d si fungsi org n, h ini jug meng kib tk n penurun n ju met bo isme. F ktor ingkung n. Pen g ruh f ktor fisik d n f ktor sosi d m biotr nsform si m sih s ng sedikit d iketemuk n di iter tur. N mun f ktor f ktor ini sering didiskusik n seb g i s h s tu f ktor, y ng d p t berpeng ruh p d ju met bo isme. B h n B c n: 1. B ENET, L.Z., KROETZ D.L. nd SHEINER L.B., (1996), Ph rm cokinetics The dyn mics o f drug bsorption, distribution, nd e imin tion, in HARDMAN J.G., GOODMAN GILMAN A.., LIMBIRD L.E., Goodm n & Gi m ns The Ph rm co ogic B sis of Ther peutics, 9t h edn, McGr wHi , New ork p. 3 27. 2. COFFMAN, B.L., KING, C.D., RIOS, G.R. un d TEPHL , T.R. (1998),The G ucuronid tion of opioids, other xenobiotics nd ndro gens by hum n UGT2B7 (268) nd UGT2B7H (268), Drug Met b. Dispos., 26: 73 77 3. COFFMAN, B.L., RIOS, G.R. und TEPHL T.R. (1996), Purific tion nd properties of two r t iver phenob rbit inducib e UDPg ucuronosy tr nsfer ses th t c t yze the g ucuronid tion of opioids, Drug Met b. Dispos., 24: 329 333 4. FICHTL B et . , A gemeine Ph rm ko ogie und Toxiko ogie, in FORTH W et . (Ed) A gemeine und Spezie e Ph rm ko ogie und Toxiko ogie 7. ed, Spektrum Ak demiker Ver g, Ber in 1998, S. 3 102. 5. LU, F.C. (1995), Toksiko ogi d s r, s s, org n s s r n, d n peni i n resiko, UIPress, J k rt . 6. MUTSCHLER E. Und SCHFER KORTING M. ( 1997) Arzneimitte Wirkungen Lehrbuch der Ph rm ko ogie und Toksiko ogie Wissensch ft iche Ver gsgese sch ft mbH, Stuttg rt. 7. SCHMOLD A. (2003), Wirkungsbeding unen von Giften, in MADEA, B. und BRINKMANN B., H ndbuch gericht iche Medizin, B n d 2., Springer Ver g, Ber in, Heide berg, New ork. S. 14 30 30

v ri bi it s ini d p t diseb bk n o eh Genotipe d ri m sing m sing se , sehingg d p t meng kib tk n kekur ng n t u ke ebih n su tu sistem enzim. P d keny t ny perbed n ktivit s met bo isme ditentuk n o eh fenotipe, y ng terg ntung p d genotipe d n s tu n d ri ekspresiny . Perbed n fenotipe ini meng nt rk n pen e iti untuk menge ompokk n individu ke d m popu si pem t bo it cep t extensive met bo izer d n pemet bo it mb t poor met bo izer. D m berb g i k sus penek n n met bo isme me ui pengontro n ju po imorfis si d ri enzim d p t meng kib tk n peningk tny efek s mping (efek toksik) p d pemet bo it mb t. Seb g i co ntoh f ktor genetik d h c c t p d system enzim g ukuse 6 fosf tdihidrogen se , h ini di kib tk n o eh kerus k n genetik d ri X kromosom . Contoh inny d h po imorfismus d ri sistem enzim C P2D6 y ng ebih diken deng n po imorfi smus sp rt in t u debrisoquin, po imorfismus sistem enzim C P2C19 (po imorfismu s mefenitoin d n po imorfismus N seti tr nsfer se. H mpir 10% d ri or ng erop h memi iki g nggu n d m po imorfismus sistem enzim C P2D6, y ng meng kib tk n mb tny met bo isme d ri sp rt in, debrisoquin, kodein. Peny kit, H ti d h org n ut m y ng bert nggungj w b p d re ksi biotr nsfrom si. Peny kit hep titi s kut t u kronis, sirosis h ti d n nekrosis h ti sec r signifik n d p t menur unk n ju met bo isme xenobiotik . P d s kit h ti terj di penurun n sintes si stem enzim d n penurun n ju ir n d r h me ui h ti. Seny w y ng memi iki c e r nce h ti (e imin si pers tu n vo ume) y ng tinggi, penurun n ju ir n d r h di h ti sec r signifik n k n menurunk n ju met bo ismeny . Di in h se ny w seny w deng n c e r n h ti rend h, penurun n ju met bo isme p d k sus ini ebih ditentuk n o eh penurun n ktivit s enzim met bo isme. Umur, p d b yi te h diken , k u sistem einzim biotr nform si be um sempurn terbentuk. P d b yi y ng b ru hir (fetus) sistem enzim enzim, y ng terpenting (seperti: C P 450, g ukoroni trensfer se d n Aceti tr nsfer se) be um berkemb ng deng n semp urn . P d t hun pert m sistem enzim ini berkemb ng ebih sempurn , d n p d F se Kerj Toksik

BAB IV ANALISIS TOKSIKOLOGI FORENSIK 4.1. Pend hu u n Toksiko ogi forensik d h s h s tu d ri c b ng i mu forensik. Menurut S ferstein y ng dim ksud deng n Forensic Science d h the pp ic tion of science to ow, m k sec r umum i mu f orensik (forensik s in) d p t dimengerti seb g i p ik si t u pem nf t n i mu penget hu n tertentu untuk peneg k n hukum d n per di n. Gun ebih mem h mi pe ngerti n d n ru ng ingkup kerj toksiko ogi forensik, m k k n ebih b ik sebe umny jik ebih mengen p itu bid ng i mu toksiko ogi. I mu toksiko ogi d h i mu y ng mene h tent ng kerj d n efek berb h y z t kimi t u r cun ter h d p mek nisme bio ogis su tu org nisme. R cun d h seny w y ng berpotensi m emberik n efek y ng berb h y terh d p org nisme. Sif t r cun d ri su tu seny w ditentuk n o eh: dosis, konsentr si r cun di reseptor, sif t fisiko kimis toksi k n tersebut, kondisi bioorg nisme t u sistem bioorg nisme, p p r n terh d p or g nisme d n bentuk efek y ng ditimbu k n. Tosiko ogi forensik menekunk n diri p d p ik si t u pem nf t n i mu toksiko ogi untuk kepenting n per di n. Kerj ut m d ri toksiko ogi forensik d h me kuk n n isis ku it tif m upun ku ntit tif d ri r cun d ri bukti fisik d n menerjem hk n temu n n isisny ke d m ungk p n p k h d t u tid kny r cun y ng ter ib t d m tind k krimin , y ng dituduhk n, seb g i bukti d m tind k krimin (forensik) di peng di n. H si n isis d n interpret si temu n n isisny ini k n dimu t ke d m su tu por n y ng sesu i deng n hukum d n perund ng nund ng n. Menurut Hukum Ac r P id n (KUHAP), por n ini d p t disebut deng n Sur t Keter ng n Ah i t u Sur t Keter ng n. J di toksiko ogi forensik d p t dimengerti seb g i pem nf t n i mu tosiko ogi untuk keper u n peneg k n hukum d n per di n. Toksiko ogi forensik merup k n i mu ter p n y ng d m pr ktisny s ng t didukung o eh berb g i bid n g i mu d s r inny , seperti kimi n isis, biokimi , kimi instrument si, f r m ko ogi toksiko ogi, f rm kokinetik, biotr nsform si. An isis Toksiko ogi Forensik Sec r umum tug s toksiko og forensik d h memb ntu peneg k hukum khususny d m me kuk n n isis r cun b ik ku it tif m upun ku ntit tif d n kemudi n men erjem hk n h si n isis ke d m su tu por n (sur t, sur t keter ng n h i t u s ksi h i), seb g i bukti d m tind k krimin (forensik) di peng di n. L ebih je sny toksiko ogi forensik menc ngkup ter p n i mu m d m n isis r cun seb gi bukti d m tind k krimin , deng n tuju n mendeteksi d n mengidenti fik si konsentr si d ri z t r cun d n met bo itny d ri c ir n bio ogis d n khi rny menginterpret sik n temu n n isis d m su tu rgument si tent ng penyeb b ker cun n d ri su tu k sus. Menurut m sy r k t toksiko ogi forensik merik soc iety of forensic toxico ogist, inc. SOFT bid ng kerj toksiko ogi forensik me ipu ti: n isis d n mengev u si r cun penyeb b kem ti n, n isis d /tid kny koho , ob t ter r ng di d m c ir n tubuh t u n p s, y ng d p t meng kib t k n perub h n pri ku (menurunny kem mpu n mengend r i kend r n bermotor di j n r y , tind k keker s n d n kej h t n, penggun n dooping), n isis ob t t er r ng di d r h d n urin p d k sus peny hgun n n rkotik , psikotropik d n ob t ter r ng inny . Tuju n in d ri n isis toksiko ogi forensik d h m embu t su tu rek n rekostruksi su tu peristiw y ng terj di, s mp i sej uh m n ob t t u r cun tersebut d p t meng kib tk n perub h n pri ku (menurunny kem mpu n mengend r i, y ng d p t meng kib tk n kece k n y ng f t , t u tind k k eker s n d n kej h t n). 4.2 Bi m n toksiko ogik memer uk n pemeriks n

D m t be berikut ini dig mb rk n k susk sus y ng umumny di neg uk n pemeriks n toksiko ogi forensik. K sus k sus tersebut d p t ke d m tig ke ompok bes r y itu: ) kem ti n kib t ker cun n, : kem ti n mend d k, kem ti n di penj r , kem ti n p d keb k r n, 31


r m ju memer dike ompokk n y ng me iputi d n kem ti n

medis y ng diseb bk n o eh efek s mping ob t t u kes h n pen ng n n medis, b) kece k n f t m upun tid k f t , y ng d p t meng nc m kese m t n ny w sen diri t upun or ng in, y ng umumny di kib tk n o eh peng ruh ob t ob t n, k oho , t u pun n rkob , c) peny hgun n n rkob d n k sus k sus ker cun n y ng terk it deng n kib t pem k i n ob t, m k n n, kosmetik , t keseh t n, d n b h n berb h y inny , y ng tid k memenuhi st nd r keseh t n (k sus k sus forensik f rm si). D ri seki n contoh k sus k sus y ng per u di kuk n pemeriks n toksiko ogik, u timbu pert ny n: Si p y ng memutusk n untuk me kuk n pemeriks n tersebut d n si p y ng berkompeten untuk me kuk n pemeriks n tersebut? Sud h b r ng tentu y ng memutusk n untuk me kuk n d h tim penyidik d n y ng me kuk n d h seor ng y ng berkompeten y itu toksiko og forensik. L u dim n emb g toksiko og forens ik tersebut di neg r kit ? Litig si Krimin : Pembunuh n Sipi : k im t nggung n sur nsi, tuntun n kep d f brik f rm si t u kimi Krimin : pembunuh n Sipi : gug t n t nggung n d n kon pens si terh d p pemerint h Krimin : pembunuh n Sipi : k im t nggung n sur ns i M pr ktek kedokter n, gug t n terh d p f brik f rm si K im M pr ktek, tind k krimin , pemeriks n o eh komite ik t n profesi kedokter n (IDI) Gug t n terh d p emp oyer, Memperkerj k n kemb i T be 4.1. K sus k sus toksiko ogi forensik y ng me ib tk n Jenis K sus Pert ny n y ng muncu Kem ti n y ng tid k w j r (mend d k) Kem ti n di penj r Kem ti n p d keb k r n Ap k h d keter ib t n ob t t u r cun seb g i penyeb b kem ti nny ? Kece k n, pembunuh n y ng me ib tk n r cun t u ob t ter r ng? Ap k h d unsur penghi ng n jej k pembunuh n? Ap penyeb b kem ti n: CO, r cun, kece k n, t u pemb unuh n? Ber p konsentr si d ri ob t d n met bo itny ? Ap k h d inter ksi ob t ? Ap k h pengob t nny tep t? Kes h n ter pi? Ap k h d keter ib t n r cun, koho , t u ob t ob t n? Ap k h kem ti n kib t hum n eror? Ap k h s kit tsb di k ib tk n o eh seny w kimi di temp t kerj ?Pemec t n kib t ter ib t peny hgun n N rkob ? Meyeb bk n kem ti n? Ad k h keter ib t n koho , ob tob t n t u N rkob ? Kece k n, t u pembunuh n? Ap k h kes h n pengemudi? Mengemudi dib w h peng ruh ob tob t n t u N rkob ? Peny hgun n t u p sient y ng sed ng men g mi ter pi reh bi it si n rkob Identifik si bentuk sedi n, k ndung n sedi n ob t, penggun n ob t p su. Kem ti n t u timbu ny efek s mping ob t berb h y kib t s h pengob t n Kem ti n y ng tid k w j r di rum h s kit Kece k n y ng f t di temp t kerj , s ki t kib t temp t kerj , pemec t n Kece k n f t d m menyemudi Kece k n tid k f t ng ruh ob t ob t n Peny hgun n N rkob t u mengemudi dib w h pe

Krimin : Pembunuh n, kece k n bermotor Sipi : k im gug t n sur nsi Krimin : L r ng n Mengemudi dib w h peng ruh Ob t ob t n t u N rkon Sipi : gug t n pe nc but n t u peng ngguh n SIM Krimin : Sipi : reh bi it si

4.3. L ngk h ngk h forensik

n isis

F rm seutik d n uhi Sipi : tuntut t u y ng terk it co ogy: Beyond An

Ob t Krimin : penged r n ob t i eg . p su, t u tid k memen n penggun n ob t p su sy r t st nd r Forensik terh d p dokter F rm si Sumber: Fink e, B.S., (1982), Progress in Forensic Toxi ytic Chemistry, J. An . Tox. (6): 57 61

toksiko ogi Sec r umum tug s n isis toksiko og forensik (k inik) d 32 An isis Toksiko ogi Forensik m me kuk n n isis

d p t dike ompokk n ke d m tig t h p y itu: 1) penyi p n s mpe s mp e prep r tion, 2) n isis me iputi uji pen pis n screening test t u diken jug deng n gen er unknown test d n uji konfirm si y ng me iputi uji identifik si d n ku ntifik si, 3) ngk h ter khir d h interpret si temu n n isis d n penu is n por n n isis. Berbed deng n kimi n isis inny (seperti: n isis seny w ob t d n m k n n, n isis kimi k inis) p d n isis toksiko ogi forensik p d u mumny n it (r cun) y ng menj di t rget n isis, tid k diket hui deng n p sti sebe um di kuk n n isis. Tid k sering h ini menj di h mb t n d m penye e ngg r n n isis toksiko ogi forensik, k ren seperti diket hui s t ini terd p t ribu n t u b hk n jut n seny w kimi y ng mungkin menj di t rget n isis. Untuk mempersempit pe u ng d ri t rget n isis, bi s ny t rget d p t dig i d ri inform si penyeb b k sus forensik (ker cun n, kem ti n tid k w j r kib t ke r cun n, tind k keker s n dib w h peng ruh ob t ob t n), y ng d p t dipero eh d ri por n pemeriks n di temp t kej di n perk r (TKP), t u d ri berit c r penyidik n o eh po isi penyidik. S ng t sering d m n isis toksiko ogi forens ik tid k diketemuk n seny w induk, me ink n met bo itny . Sehingg d m me k uk n n isis toksiko ogi forensik, seny w m t bo it jug merup k n t rget n isis. S mpe d ri toksiko ogi forensik p d umumny d h spesimen bio ogi sepe rti: c ir n bio ogis (d r h, urin, ir ud h), j ring n bio ogis t u org n tubu h. Prep r si s mpe d h s h s tu f ktor penentu keberh si n n isis toksi ko ogi forensik dis mping keh d n pengu s n metode n isis instrument si. Be rbed deng n n isis kimi inny , h si indentifik si d n ku ntifik si d ri n it buk n merup k n tuju n khir d ri n isis toksiko ogi forensik. Seor ng t oksiko og forensik dituntut h rus m mpu menerjem hk n p k h n it (toksik n) y ng diketemuk n deng n k d r tertentu d p t dik t k n seb g i penyeb b ker cun n (p d k sus kem ti n). 4.3.1. Penyi p n S mpe An isis Toksiko ogi Forensik Spesimen untuk n isis toksiko ogi forensik bi s ny diterok o eh dokter, mis ny p d k sus kem ti n tid k w j r spesimen dikumpu k n o eh dokter forensik p d s t me kuk n otopsi. Spesimen d p t berup c ir n bio ogis, j ring n, org n tubuh. D m pengumpu n spesimen dokter forensik memberik n be p d m sing m sing bungkus/w d h d n menyege ny . L be seh rusny di engk pi deng n inform si: nomer indentit s, n m korb n, t ngg /w ktu otopsi, n m spesimen besert j um hny . Pengirim n d n penyer h n spesimen h rus di engk pi deng n sur t berit c r menyer n spesimen, y ng dit nd t ng ni o eh dokter forensik. Toksiko og forensik y ng menerim spesimen kemudi n memberik n dokter forensik sur t t nd terim , kemudi n menyimp n s mpe /spesimen d m em ri pendingin freezer d n meng unciny s mp i n isis di kuk n. Prosedur ini di kuk n bertuju n untuk member ik n r nt i per indung n/peng m n n spesimen (ch in of custody). Beber p h y ng per u diperhitungk n d m t h p n penyi p n s mpe d h: jenis d n sif t b io ogis spesimen, fisikokimi d ri spesimen, sert tuju n n isis. Deng n demik i n k n d p t mer nc ng t u memi ih metode pen ng n n s mpe , jum h s mpe y ng k n digun k n, sert memi ih metode n isis y ng tep t. Pen ng n n s mpe p er u mend p t perh ti n khusus, k ren seb gi n bes r s mpe d h m teri bio o gis, sehingg sed p t mungkin menceg h terj diny pengur i n d ri n it. Pemi i h n metode ekstr ksi ditentuk n jug o eh n isis y ng k n di kuk n, mis p d uji pen pis n sering di kuk n ekstr ksi s tu t h p, dim n p d t h p ini di h r pk n semu n it d p t terekstr ksi. B hk n p d uji pen pis n menggun k n teknik immuno ss y s mpe tid k per u diekstr ksi deng n pe rut tertentu. S mpe urin p d umumny d p t ngsung di kuk n uji pen pis n deng n menggun k n tekn ik immuno ss y. N mun tid k j r ng h rus mend p tk n per ku n w , seperti pen g tur n pH d n sentrifug , gun menghi ngk n kekeruh n. Pemis h n se d r h d n serum s ng t diper uk n p d persi p n sebe um di kuk n uji pen pis n 33

p d d r h. Serum p d umumny d p t ngsung di kuk n uji pen pis n menggun k n teknik immuno ss y. Tid k j r ng s mpe d r h, y ng diterim sud h meng mi h emo isis t u menggup , d m h ini d r h di rutk n deng n met no , d n kemu di n disentrifug , sepern t nny d p t ngsung di kuk n uji pen pis n menggun k n teknik immuno ss y. Ekstr ksi s tu t h p s ng t diper uk n p bi uji pen p is n tid k menggun k n teknik immuno ss y, mis menggun k n krom togr fi pis tipis deng n re ksi pen mp k berc k tertentu. At u jug ekstr ksi bertingk t meto de St s Otto G ng untuk me uk n pemis h n n it berd s rk n sif t s m b s ny . Metode ekstr ksi d p t berup ekstr ksi c irc ir, menggun k n du pe rut y ng terpis h, t u ekstr ksi c ir p d t. Prinsip d s r d ri pemis h n ekstr ksi c i r c ir berd s rk n koefisien p rtisi d ri n it p d kedu pe rut t u berd s rk n ke rut n n it p d kedu pe rut tersebut. P d ekstr ksi c ir p d t n it di ew tk n p d ko om y ng berisi dsorben f se p d t (SPE, Si Ge C 18, Ext re ut , Bund E ut Certify , d ), kemudi n die usi deng n pe rut tertentu, bi s ny diikuti deng n modifik si pH pe rut. Penyi p n s mpe y ng b ik s ng t diper u k n p d uji pem sti n identifik si d n ku ntifik si, terut m p d teknik krom to gr fi. K ren p d umumny m teri bio ogik merup k n m terik y ng komp ek, y ng terdiri d ri berb g i c mpur n b ik seny w endogen m upun seny w eksogen xenobi otik . Penyi p n s mpe umumny me iputi hidro isis, ekstr ski, d n pemurni n n it. Prosedur ini h rus h mempuny i efesiensi d n se ektifit s y ng tinggi. Per o eh n kemb i y ng tinggi p d ekstr ksi d h s ng t penting untuk meny ri se mu n it, sed ngk n se ektifit s y ng tinggi diper uk n untuk menj min pengoto r t u seny w pengg ngu terpis hk n d ri n it. P d n isis menggun k n GC/M S, penyi p n s mpe term suk deriv tis si n it sec r kimi , seperi s i is si , meti is si, d . Deriv tis si ini p d umumny bertuju n untuk meningk tk n vo ti it s n it t u meningk tk n kepek n n isis. An isis Toksiko ogi Forensik

4.3.2. Uji Pen pis n Screening test Uji pen pis n untuk men pis d n mengen i go o ng n seny w ( n it) d m s mpe . Disini n it digo ongk n berd s rk n b ik s if t fisikokimi , sif t kimi m upun efek f rm ko ogi y ng ditimbu k n. Ob t n r kotik d n psikotropik sec r umum d m uji pen pis n dike ompokk n menj di go ong n opi t, kok in, k nn binoid, turun n mfet min, turun n benzodi zepin, go ong n seny w nti dipres n tri sik ik, turun n s m b rbitur t, turun n met don . Penge ompok n ini berd s rk n struktur inti mo eku ny . Seb g i contoh, disini di mbi seny w go ong n opi t, dim n seny w ini memi iki struktur d s r morf in, beber p seny w y ng memi iki struktur d s r morfin seperti, heroin, mono s eti morfin, morfin, morfin 3 g ukuronid , morfin 6 g ukuronid , seti kodein, k odein, kodein 6 g ukuronid , dihidrokodein sert met bo itny , sert seny w tur un n opi t inny y ng mempuny i inti morfin. Uji pen pis n seh rusny d p t me ngidentifik si go ong n n it deng n der j t re bi it s d n sensitifit s y ng t inggi, re tif mur h d n pe ks n nny re tif cep t. Terd p t teknik uji pen p is n y itu: ) krom togr fi pis tipis (KLT) y ng dikombin sik n deng n re ksi w rn , b) teknik immuno ss y. Teknik immuno ss y umumny memi iki sif t re bi it s d n sensitifit s y ng tinggi, sert d m pengerj nny memer uk n w ktu y ng re tif singk t, n mun t d n b h n d ri teknik ini semu ny h rus diimpor, s ehingg teknik ini menj di re tif tid k mur h. Dib ndingk n deng n immuno ss y, KLT re tif ebih mur h, n mun d m pengerj nny memer uk n w ktu y ng re ti f ebih m . ) teknik immuno ss y Teknik immuno ss y d h teknik y ng s ng t umum digun k n d m n isis ob t ter r ng d m m teri bio ogi. Teknik ini m enggun k n nti drug ntibody untuk mengidentifik si ob t d n met bo itny di d m s mpe (m teri bio ogik). Jik di d m m trik terd p t ob t d n met bo itny ( ntigent rget) m k di k n berik t n deng n ntidrug ntibody, n mun jik tid k d ntigent rget m k nti drug ntibody k n berik t n deng n ntigen pen nd . Te rd p t berb g i metode / teknik untuk mendeteksi 34

ik t n ntigen ntibodi ini, seperti enzyme inked immuno ss y (ELISA), enzyme mu tip ied immuno ss y technique (EMIT), f uorescence po riz tion immuno ss y (FPI A), c oned enzyme donor immuno ss y (CEDIA), d n r dio immuno ss y (RIA). Pemi i h n teknik ini s ng t terg ntung p d beb n kerj (jum h s mpe per h ri) y ng dit ng ni o eh bor torium toksiko ogi. Mis dip s r n teknik ELISA t u EMIT terd p t d m bentuk sing e test m upun mu ti test. Untuk bor torium toksiko ogi deng n beb n kerj y ng keci pemi ih n teknik sing e test immuno ss y k n ebih tep t ketimb ng teknik mu ti test, n mun bi y n is k n menj di ebih m h . H si d ri immuno ss y test ini d p t dij dik n seb g i b h n pertimb ng n, buk n untuk men rik kesimpu n, k ren kemungkin n ntibodi y ng digun k n d p t bere ksi deng n berb g i seny w y ng memi iki b ik bentuk struktur mo eku m upun b ngun y ng h mpir s m . Re ksi si ng ini tentuny memberik n h si posi tif p su. Ob t b tuk y ng meng ndung pseudoefedrin k n memberi re ksi positif p su terh d p test immuno ss y d ri nti bodi met mfet min. O eh seb b itu h s i re ksi immuno ss y (screening test) h rus di kuk n uji pem sti n (confirm to ri test). b) krom togr fi pis tipis (KLT) KLT d h metode n itik y ng re tif mur h d n mud h pengerj nny , n mun KLT kur ng sensitif jik dib ndungk n d eng n teknik immuno ss y. Untuk meningk tk n sensitifit s KLT s ng t dis r nk n d m n isis toksiko ogi forensik, uji pen pis n deng n KLT di kuk n p ing s edikit ebih d ri s tu sistem pengemb ng deng n pen mp k nod y ng berbed . Deng n menggun k n spektrofotodensitometri n it y ng te h terpis h deng n KLT d p t dideteksi spektrumny (UV t u f uoresensi). Kombin si ini tentuny k n meni ngk tk n der j t sensitifit s d n spesifisit s d ri uji pen pis n deng n metode KLT. Sec r simu t n kombin si ini d p t digun k n untuk uji pem sti n. 4.3.3. U ji pem sti n confirm tory test Uji ini bertuju n untuk mem stik n identit s n it d n menet pk n k d rny . Kon firm tori test p ing sedikit sesensitif deng n uji pen pis n, n mun h rus ebih spesifik. Umumny uji pem sti n menggun k n teknik krom togr fi y ng dikombin s i deng n teknik detektor inny , seperti: krom togr fi g s spektrofotometri m s s (GC MS), krom togr fi c ir kenerj tinggi (HPLC) deng n diode rr y detektor, krom togr fi c ir spektrofotometri m ss (LC MS), KLT Spektrofotodensitometri , d n teknik inny . Meningk tny der j t spesifisit s p d uji ini k n s ng t memungkink n mengen i identit s n it, sehingg d p t menentuk n sec r spesi fik toksik n y ng d . Prinsip d s r uji konfirm si deng n menggun k n teknik CG MS d h n it dipis hk n menggun k n g s krom togr fi kemudi n se njutny d ip stik n identit sny menggun k n teknik spektrfotometrim ss . Sebe umny n i t diiso si d ri m trik bio ogik, kemudi n jik per u dideriv tis si. Iso t k n di ew tk n ke ko om CG, deng n perbed n sif t fisikokim toksik n d n met bo itny , m k deng n GC k n terj di pemis h n toksik n d ri seny w sego ong nny t u met bo itny . P d prisipny pemis h n menggun k n GC, indeks retensi d ri n it y ng terpis h d h s ng t spesifik untuk seny w tersebut, n mun h i ni be um cukup untuk tuju n n isis toksiko ogi forensik. An it y ng terpis h k n mem suki spektrofotometri m ss (MS), di sini berg ntung d ri metode fr gme nt si p d MS, n it k n terfr gment si mengh si k n po spektrum m ss y ng s ng t kh r kteristik untuk seti p seny w . Po fr gment si (spetrum m ss ) ini merup k n sidik j ri mo eku r d ri su tu seny w . Deng n mem duk n d t indeks retensi d n spektrum m ss ny , m k identit s d ri n it d p t diken i d n di p stik n. Deng n teknik kombin si HPLC diode rr y detektor k n memungkink n se c r simu t n mengukur spektrum UV Vis d ri n it y ng te h dipis hk n o eh ko om HPLC. Seperti p d metode GC MS, deng n mem duk n d t indeks retensi d n sp ektrum UV Vis n it, m k d p t mengen i identit s n it. Dis mping me kuk n uji indentifik si potensi positif n it (h si uji pen pis n), 35 An isis Toksiko ogi Forensik

p d uji ini jug di kuk n penet p n k d r d ri n it. D t n isis ku ntit t if n it k n s ng t bergun b gi toksiko og forensik d m menginterpret sik n h si n isis, deng n k it nny d m menj w b pert ny npert ny n y ng muncu b ik d ri penyidik m upun h kim sehubung n deng n k sus y ng terk it. Mis n isis toksiko ogi forensik diteg kk n bertuju n untuk mem stik n dug n k sus k em ti n kib t ker cun n t u dir cuni, pert ny n pert ny n y ng mungkin muncu p d k sus ini d h: seny w r cun p y ng ter ib t? ber p bes r dosis y ng digun k n? k p n p p r n tersebut terj di (k p n r cun tersebut mu i ko nt k deng n korb n)? me ui j ur p p p r n tersebut terj di (j ur or , i njeksi, inh si)? D m pr ktis n isis menggun k n teknik GC MS, LC MS, t u HPLC Diode rr y detektor memer uk n bi y n isis y ng re tif m h ketimb ng KLT Spektrofotodensitometri. Sehingg dis r nk n d m perenc n n peng d n /p emi ih n per t n su tu bor torium toksiko ogi seh rusny mempertimb ngk n bi y oper sion pen ng n n s mpe . H ini p d keny t nny sering menj di f kt or pengh mb t d m penye engg r n bor torium toksiko ogi. K ren p d keny t ny te h di tur d m KUHAP, b hw bi y y ng ditimbu k n kib t pemeriks n t u penyidik n dibeb nk n p d neg r , n mun p d keny t ny s mp i s t neg r be um m mpu memiku beb n tersebut. 4.4. Interpret si temu n n isis Temu n n isis sendiri tid k mempuny i m kn y ng ber rti jik tid k dije sk n m kn d ri temu n tersebut. Seor ng toksiko og forensik berkew jib n menerjem hk n temu n tersebut berd s rk n kep k r nny ke d m su tu k im t t u por n, y ng d p t menje sk n t u m mpu menj w b pert ny n y ng muncu berk it n deng n per m s h n/k sus y ng dituduhk n. Berk it n deng n n isis peny hgun n ob t o b t n ter r ng, meng cu p d hukum y ng ber ku di Indonesi (UU no 5 th 1997 t ent ng spikotropik d n UU no 22 th 1997 tent ng N rkotik ), interpret si temu n n isis o eh seor ng toksiko og forensik d h merup k n su tu keh rus n (Wir sut , 2005). An isis Toksiko ogi Forensik Heroin menurut UU no 22 t hun 1997 term suk n rkotik go ong n I, n mun met bo i tny (morfin) m suk ke d m n rkotik go ong n II. Di in h kodein (n rkotik go ong n III) di d m tubuh k n seb gi n termet bo isme menj di morfin. N mun p d keny t nny heroin i eg jug meng ndung ceti kodein, y ng merup k n h si seti si d ri kodein, sehingg d m n isis toksiko ogi forensik p d pe mbukti n k sus peny hgun n heroin i eg k n mungkin diketemuk n morfin d n kodein. Menurut UU n rkotik ini (p s 84 d n 85), meny t k n b hw peny hgun n n rkotik go ong n I, II, d n III memi iki konsekuensi hukum y ng berbed , s ehingg interpret si temu n n isis toksiko ogi forensik, khususny d m k it n menj w b pert ny n n rkotik p y ng te h dikonsumsi, d h s ng t mut k d m peneg k n hukum. Terd p t beber p pert ny n y ng h rus dij w b o eh toks iko og forensik d m me kuk n n isis: . Seny w p y ng ter ib t d m tin d k krimin tersebut (seny w p y ng menyeb bk n ker cun n, menurunny kem mp u n mengend r i kend r n d m ber u int s, t u n rkob p y ng te h dis h gun k n)? b. Ber p bes r dosisny ? c. Efek p y ng ditimbu k n? d. K p n tu buh korb n terp p r o eh seny w tersebut? e. Pert ny n pert ny n tersebut d p t terungk p d ri h si n isis toksiko ogi d n didukung o eh pengu s n i mu p endukung inny seperti f rm ko ogi d n toksiko ogi, biotr nsform si, d n f rm kokinetik. D t temu n h si uji pen pis n d p t dij dik n petunjuk buk n untuk men rik kesimpu n b hw seseor ng te h terp p r t u menggun k n ob t ter r n g. Sed ngk n h si uji pem sti n (confirm tory test) d p t dij dik n d s r untuk mem stik n t u men rik kesimpu n p k h sesor ng te h menggun k n ob t ter r ng y ng dituduhk n. Perny t n ini terdeng r s ng t h mud h, n mun p d pr kt isny b ny k f ktor y ng mempeng ruhi. Untuk ebih je sny disini k n diberik n su tu perump m n k sus, mis d ri h si uji pen pis n menggun k n teknik imm uno ss y 36

peny hgun n n rkotik , merup k n petujuk p p r n me ui injeksi. Ditemuk nny toksik n d m konsentr si y ng cukup tinggi b ik di s ur n pencern n m upun di d r h, d p t dij dik n cukup bukti untuk meny t k n toksik n tersebut seb g i penyeb b kem ti n. Seor ng toksiko og forensik dituntut jug d p t mener ngk n bsorpsi toksik n d n tr nsport si/distribusi me ui sirku si sistemik menuju org nj ring n s mp i d p t menimbu k n efek y ng f t . Interpret si ini dituru nk n d ri d t konsentr si toksik n b ik di d r h m upun di j ring n j ring n. H si n isis urin bi s ny kur ng ber rti d m menentuk n efek toksik/psiko og i d ri su tu toksik n. Sec r umum h si n isis urin meny t k n d ny p p r n toksik n sebe um kem ti n. D ri jum h vo ume urin d n konste si jum h toksik n d n met bo itny di d m k ntung kemih, deng n berd s rk n d t ju eksresi toksik n d n met bo itny , m k dimungkink n untuk menurunk n inform si m ny w ktu p p r n te h terj di sebe um kem ti n (Wir sut 2004). Keb ny k n efek f rm ko ogik/psiko ogi xenobiotik berhubung n deng n tingk t konsentr siny di d r h d n temp t kerj ny (reseptor). O eh seb b itu tingk t konsentr si di d r h d h seb g i indik tor penting d m menc ri f ktor penyeb b kem ti n/ker cun n. D m menginterpret sik n tingk t konsentr si di d m d r h d n j ring n se b ikny memperh tik n tingk t efek spiko ogis y ng seben rny d n semu f ktor y ng berpeng ruh d ri seti p tingk t konsentr si y ng dipero eh d ri spesimen. In terpret si tingk t konsentr si d m d r h d n j ring n d p t dib gi menj di tig k t gori: norm t u ter peutik, toksik, d n eth . Tingk t konsentr si norm diny t k n seb g i ke d n, dim n tid k menimbu k n efek toksik p d org nis me. Tingk t konsentr si toksik berhubung n deng n gej memb h y nk n ny w , se perti: kom , kej ngkej ng, kerus k n h ti t u ginj . Tingk t konsentr si kem t i n diny t k n seb g i konsentr si y ng d p t menyeb bk n kem ti n. Contoh: si n id p d konsentr si y ng tinggi (0,17 2,22 mg/ , diketemuk n p d kem ti n kib t ker cun n si nid ), diny t k n seb g i penyeb b ker cun n. Sed ngk n p d 37

dipero eh d m s mpe d r h d n urin tertuduh memberik n re ksi positif terh d p go ong n opi t. H si ini tid k cukup untuk membuktik n (menuduh) terd kw te h mengkonsumsi ob t ter r ng n rkotik go ong n opi t, k ren ob t b tuk dekst rometrof n mungkin memberik n re ksi positif. Di in h seny w go ong n opi t terdistribusi ke d m go ong n n rkotik I s mp i III, dim n menurut UU N rkot ik , peny hgun n go ong n tersebut memi iki konsekuen hukum y ng berbed . Met bo it g ukuronid d ri morfin d n kodein tid k dim sukk n ke d m seny w n rk otik . Keny t n ini k n membu t interpret si toksiko ogi forensik, y ng h ny berd s rk n d t h si n isis uji pen pis n, menj di ebih komp ek. Di in h b ny k seny w ob t, dim n met bo itny memungkink n memberi re ksi positif (r e ksi si ng) terh d p test nti mfet min ntibodi. Seny w ob t tersebut nt r in: ) go ong n ob t beb s y ng digun k n seb g i dekongest n d n noreksi , seperti: efedrin, pseudoefedrin d n feni prop no min; b) go ong n ker s (deng n resep): benzofet min, fenf ur mine, mefentermin, fenmeterzine, d n fentermine; c) ob t / seny w ob t, dim n mfet min t u met mfet min seb g i met bo itny , seperti: eti mfet min, c obenzorex, mefenorex, dimeti mfet min, d (United N tion, 1995). P d interpret si h si n isis p d k sus kem ti n, seor ng toks iko og forensik dituntut m mpu menj w b pert ny n spesifik seperti: rute pem k i n toksik n, p k h konsentr si toksik n y ng ditet pk n cukup seb g i menyeb b k n kem ti n t u penyeb b ker cun n. Penet p n rute pem k i n bi s ny dipero e h d ri n isis berb g i spesimen, dim n p d umumny konsentr si toksik n y ng ebih tinggi ditemuk n di d er h rute pem k i n. Jik ditemuk n toksik n d m jum h bes r di s ur n pencern n d n h ti, m k d p t dit rik kesimpu n b hw p p r n me ui j ur or . Demiki n jug p bi konsentr si y ng tinggi ditem uk n di p ru p ru t u p d org n viser inny mengindik sik n p p r n me u i inh si. Bek s suntik n y ng b ru p d permuk n tubuh (seperti te p k t ng n, eng n, d ), y ng ditemuk n p d k sus kem ti n kib t An isis Toksiko ogi Forensik

konsentr si y ng s ng t keci (0,004 mg/ p d or ng seh t d n 0,006 mg/ p d p erokok), si nid berper n d m pembentuk n vit min B12. D m jum h keci si n id jug di bsorpsi d n dib ngkitk n se m merokok. O eh seb b itu mendeteksi s i nid di d r h p d tingk t dib w h konsentr si toksik, m sih d p t dito erir s eb g i t np efek toksik. Beber p og m ber t, seperti rsen, timb , d n merku ri tid k diper uk n untuk fungsi norm tubuh. Keber d n og m tersebut dib w h tingk t konsentr si toksik mengindik sik n b hw korb n te h terp p r og m be r t kib t po usi ingkung n. F ktor f ktor y ng mempeng ruhi respon individu te rh d p tingk t konsentr si toksik (seperti: usi , jenis ke min/st tus hormon , ber t b d n, st tus nutrisi, genetik, st tus immuno ogi, ke in n p to ogik d n peny kit b w n, ke in n fungsi org n, sif t f rm kokinetik d ri toksik n) seh rusny jug dipertimb ngk n d m menginterpret sik n h si n isis, y ng bert uju n menc ri f ktor penyeb b ker cun n. F ktor in y ng jug h rus mend p t pe rh ti n d h fenomen f rm ko ogi seperti to er nsi. To er nsi d h su tu ke d n menurunny respon tubuh terh d p toksik n seb g i h si p p r n y ng beru ng sebe umny , bi s ny d m w ktu y ng m . Penurun n respon d p t di kib tk n o eh d pt si se u r p d su tu konsentr si toksik n, y ng d p t ber kib t p d penek n n efek f rm ko ogis y ng diingink n. H ini sering dijump i p d k sus kem ti n kib t meny hgun n heroin, dim n k n ditemuk n tump ng tindih re nt ng konsentr si morfin di d r h p d k sus eth re ted heroine (0,010 2,20 0 g/m , r t n: 0,277 g/m ) d n non eth re ted heroine (0,010 0,275 g/m , r t n : 0,046 g/m ) (Wir sut 2004). Konsetr si morfin y ng tinggi mungkin tid k meng ki b tk n efek toksik p d junkis y ng te h beru ng mem k i heroin, sed ngk n p d konsentr si y ng s m mungkin menimbu k n efek kem ti n p d or ng y ng b ru m enggunk n. B h y kem ti n sering dijump i p d pem k i n dosis tinggi o eh penc du, y ng memu i kemb i menggun k n heroin sete h m berhenti menggun k nny , dim n dosisny did s rk n peng m n prib di s t efek to er si m sih timbu . An isis Toksiko ogi Forensik Me ui peng m t n u ng riw y t k sus, memperh tik n semu f ktor toksokinetik, toksodin mik, d n deng n memb ndingk n h si n isis deng n por n k sus y ng s m d ri beber p pust k t u peng m n sendiri, seor ng h i toksiko ogi me mbu t interpret si khir d ri su tu k sus. Contoh contoh di t s deng n je s me m p rk n, b hw h si re ksi positif deng n teknik immuno ss y be um cukup bukti untuk mem stik n/menuduh seseor ng te h mengkonsumsi ob t ter r ng. Lebih n jut berikut ini diberik n i ustr si k sus d n interpret si d ri h si n isis t oksiko ogi forensik y ng engk p: Contoh: I ustr si k sus toksiko ogi forensik ( d t dikutif d ri k sus y ng m suk ke Institut of Leg Medicine of Goerg August University, Gttingen, Germ ny): Berd s rk n Berit Ac r Pemeriks n d ri penyid ik di pork n te h diketemuk n m y t di k m r m ndi sebu h c fe. Di eng n k n n ny m sih tert nc p j rum suntik. H si otopsi me pork n terd p t b ik bek s su ntik n y ng m sih b ru m upun y ng sud h menu di eng n k n n d n kiri, te p k t ng n, k ki. Terd p t udem p ru p ru, d n b u rom tis d ri org n tubuh sepert i s ur n cern . Dokter spesi is Forensik menyimpu k n kem ti n didug di kib t k n o eh ker cun n ob tob t n. H si n isis toksiko ogi forensik: Uji skrining menggun k n teknin immono ss y test (EMIT) terdeteksi positif go ong n opi t d n benzodi zepin. D ri penet p n k d r koho di d r h d n urin terd p t koho 0,1 promi d n 0,1 promi . P d uji konfirm si deng n menggun k n t GC MS di pero eh h si : d r h sebe um di hidro isis: morfin: 0,200 g/m , kodein: 0,0 26 g/m d r h sete h hidro isis: morfin: 0,665 g/m , kodein: 0,044 g/m ur in sebe um hidro isis: 6 seti morfin: 0,060 g/m , morfin: 0,170 g/m , kodei n: 0,040 gm urin sete h hidro isis : morfin: 0,800 g/m , kodein: 0,170 g/m G o ong n benzodi zepin y ng terdeteksi di d r h d h: di zep m: 1,400 g/m ; nord zep m: 0,086 g/m ; ox zep m: 0,730 g/m ; tem zep m: 0,460 g/m 38

D m menginterpret sik n h si temu nny seor ng toksiko og forensik h rus meng u s kemb i efek toksik d n f rm ko ogi y ng ditimbu k n o eh n it, b ik efek tungg d ri opi te d n benzodi zepin m upun efek kombin si y ng ditimbu k n d m pem k i n bers m nt r opi t d n benzodi zepin. Meny cu inform si konsentr si toksik ( eth concentr tion) d p t didug penyeb b kem ti n d ri korb n. Efek toksik y ng ditimbu k n o eh pem k i n heroin d h dipresi s ur n pern f s n . Ker cun n o eh heroin dit nd i deng n d ny udem p ru p ru. Sed ngk n pem k i n di zep m sec r bers m n k n meningk tk n efek heroin d m penek n n sist em pern f s n. H ini k n mempercep t kem ti n. Gun menget hui ob t p y ng te h dikonsumsi o eh korb n, berd s rk n h si n isis d n ur met bo isme d ri su tu seny w ob t, seor ng toksiko og forensik k n merunut b ik p y ng t e h dikonsumsi korb n. Di d r h d n urin terd p t morfin d n kodein b ik d m bentuk beb s m upun terik t deng n g ukuronidny n mun di urin terdeteksi jug 6 seti morfin. Heroin di d m tubuh d m w ktu y ng s ng t singk t k n termet bi isme menj di 6 seti morfin, d n kemudi n membentuk morfin. Morfin k n terk onjug si menj di morfin g ukuronid ny . D ri h si n isis seor ng toksiko og f orensik sud h d p t menyimpu k n b hw korb n te h mengkonsumsi heroin. Di d m tubuh di zep m k n termet bo isme me ui N demite si membentuk desmit di ze p m (nord zep m) d n kemudi n k n terhidro isis membentuk oks zep m, seb g i n keci k n termet bo isme membentuk tem zep m. Sehingg d ri temu n n isis d p t disimpu k n korb n jug te h mengkonsumsi di zep m. Berd s rk n d t f rm ko kinetik d ri heroin sert met bo itny d n jug konste si d ri konsentr si morf in beb s d n terik tny d p t di mbi dug kem ti n terj di ebih kur ng d ri s tu s mp i du j m sete h pem k i n heroin (perkir n ini did s rk n t s mode f rm kokinetik d ri Wir sut 2004). Semu temu n d n h si interpret si ini dibu t d m su tu por n (berit c r pemeriks n) y ng k n diser hk n kemb i k e po isi An isis Toksiko ogi Forensik penyidik. Berk s berit c r pemeriks n ini diken deng n keter ng n h i. In terpret si k n menj di bern r sec r i mi h p bi did s rk n p d d t n is is y ng v id, d n h rus didukung o eh pem h m n i mu toksiko ogi f rm ko ogi, f rm kokinetik, biotr nsform si y ng b ik. Untuk mend p tk n d t n isis y ng v id/s hih, h rus di kuk n v id si terh d p semu prosedur n isis d n mengev us i sumber sumber y ng mungkin memberik n kes h n n isis. Mengev u si/me ng n isis v id si d ri h si n isis d p t ditinj u d ri tig tingk t f ktor ut m y ng menentuk n h si n isis (DFG, 1990, 1995), y itu: 1) T t r n teknis n isis y ng mengh si k n d t n isis. D m t t r n ini kes h n d p t di kib tk n o eh f ktor metode n isis. Untuk mend p tk n d t n isis y ng v id , per u di kuk n v id si prosedur n isis, sesu i deng n kentu n y ng di tur sec r intern tion (mis mengikuti ketentu n v id si prosedur n isis y ng dimu t d m F rm kope Intern tion , USP, AOAC, d ). 2) T t r n bio ogis, v ri nsi m trik bio ogis d ri s mpe memungkink n ikut memberik n sumb ng n kes h n terh d p h si n isis. Terd p t tig ngk h y ng d p t di kuk n d m meng ev u si d t n isis d ri sudut p nd ng t t r n bio ogis, y itu: kontro p us ibi it s, ev u si ongitudin d n tr nsvers . Kontro p usibi it s menc ngku p: Kontro d t ekstrim, d t ini dikontro berd s rk n d t medik mis ny d t n isis tid k sesu i deng n d t y ng te h dipero eh d ri popu si m nusi t u s ng t j uh menyimp ng sec r st tistik. Kontro konste si y itu memb ndingk n d ri berb g i d t n isis, y ng dipero eh d ri m trik bio ogis y ng b erbed tet pi seri d t tersebut m sih memi iki p r meter y ng s ing berg ntung n. Mis memb ndingk n d t n isis toksik n d n met bo itny di d r h d n di urin, konste si d t y ng ditimbu k n dikontro berd s rk n sif t f rm kokineti k d ri toksik n d n met bo itny . 39

Kontro trend d t : d t n isis y ng dipero eh d ri s tu p sien (korb n) die v usi terh d p perub h n w ktu, h ini bertuju n untuk menget hui sif t perub h n bio ogis (mis : ju e imin si) y ng terj di p d p sien tersebut. Tuju n d ri krontro p usibi it s d h untuk menc ri kes h n n isis, dim n d ri t t r n teknik n itik tid k teridentifik si, sehingg dih r pk n dipero ehny d t n sis y ng s hih. ev u si ini An isis tongitodin , did s rk n terh d p sif t f rm kokinetik (toksokinetik) d n re ksi biotr nsform si d ri toksik n d n met bo itny . D t n isis (toksik n d n met bo itny ) d ri p sien y ng s m , y ng dipero eh d ri se ng w ktu peng mbi n s mpe (penerok n) y ng berbed di b ndingk n s tu s m inny . D ri h si pemb nding n d t n isis tersebut, de ng n did s rk n sif t f rm kokinetik, m k d p t dij dik n d s r untuk mendug /m engontro konsentr si ktue (w ktu terj diny ker cun n). Lebih njut d t ini d p t dij dik n d s r untuk memperkir k n w ktu terj diny eksposisi. An isis tr nsvers , d t n isis y ng dipero eh d ri s tu p sien dib ndingk n deng n k e ompok kontro . D t d ri ke ompok kontro mungkin d p t berup d t konsentrsi toksik n/ob t, y ng di mbi d ri interv w ktu tertentu, seperti interv w kt u konsentr si efek ter peutik, interv konstr si toksik t u eth dosis. 3) T t r n noso ogi (i mu penge ompok n peny kit), kes h n d p t ditimbu k n kib t kes h n d m mendi gnose ker cun n t u mungkin muncu kib t kes h n mengi nterpret sik n temu n p to ogis t u psio ogis p sient (korb n). Kes h n ini m ungkin muncu k ren ker cun n d p t men mp kk n ke in n p to igis. 4.5. Kesimp u n Toksiko ogi forensik menc ngkup ter p n i mu m d m n isis r cun seb gi bukti d m tind k krimin , deng n tuju n mendeteksi d n mengidentifik si ko nsentr si d ri z t r cun d n bentuk met bo itny d ri d m c ir n bio ogi d n khirny menginterpret sik n temu n An isis Toksiko ogi Forensik n isis d m su tu rgument si tent ng penyeb b ker cun n d ri su tu k sus. An isis toksiko og forensik (k inik) d p t dike ompokk n ke d m tig t h p y it u: 1) penyi p n s mpe , 2) An isis me iputi uji pen pis n d n uji konfirm si y ng me iputi uji identifik si d n ku ntifik si, d n 3) interpret si temu n n is is d n penu is n por n n isis. D t temu n h si uji pen pis n d p t dij dik n petunjuk buk n untuk men rik kesimpu n b hw seseor ng te h terp p r t u m enggun k n ob t ter r ng. Sed ngk n h si uji pem sti n (confirm tory test) d p t dij dik n d s r untuk mem stik n t u men rik kesimpu n p k h sesor ng te h menggun k n ob t ter r ng y ng dituduhk n B h n B c n 1. DFG (Deutsche Forsc hungsgemeinsch ft), (1990), Orientierende Ang ben zu ther peutischen und toxisch en Konzentr tionen von Arzneimitte n und Gifften in B ut, Serum, oder Urin, VCH Ver g, Weinheim. 2. DFG (Deutsche Forschungsgemeinsch ft), (1995), Einf che tox iko ogische L bor toriums untersuchungen bei kuten Vergiftunen, VCH Ver g, Wei nheim. 3. Eckert, W.G., 1980, Introduction to Forensic sciences, The C.V. Mosby Comp ny, St. Louis, Missori 4. Kerrig n, S, (2004), Drug Toxico ogy for Prosecut ors T rgeting H rdcore Imp ired Drivers, New Mexico Dep rtment of He th Scienti fic L bor tory Division Toxico ogy Bure u, New Mexico. 5. M de , B. und Brinkm n n B., H ndbuch gericht iche Medizin, B nd 2,, SpringerVer g, Ber in, Heide berg , New ork 6. Moff t, Ac., J ckson, J.V., Moss, M.S. nd Widdop, B., 1986, C rks iso tion nd indentific tion of drugs in ph rm ceutic s, body f uids, nd pos t mortem m teri , 2nd Ed. The Ph rm ceutic Press, London 7. Mue er B., 1975, Gericht iche Medizin, Springer Ver g, Ber in 8. S ferstein R:, 1995, Crimin i stics, n Introduction to Forensic Science, 5th Ed., A Simon & Schuster Co., Eng ewood C iffs, New Jersey. 40

Opi tbefundinterpret tion, Cuvi ier Ver g, Gttingen. 12. Wir sut , I M.A.G., (2 005), H mb t n d m pengeg k n Und ng Und ng No 22 th 1997 tent ng N rkotik , k hususny p d peny hgun n n rkotik go ong n opi t ditinj u d ri sif t f rm k okinetikny , d m Wir sut , I M.A.G., et . (Ed.) (2005), Per n kedokter n for ensik d m peneg k n hukum di Indonesi . T nt ng n d n tuntu n di m s dep n, P enerbit Ud y n , Denp s r 13. Wir sut , I M.A.G., (2005), Per n Toksiko ogi fore nsik d m peneg k n hukum keseh t n di Indonesi , d m Wir sut , I M.A.G., et . (Ed.) (2005), Per n kedokter n forensik d m peneg k n hukum di Indonesi . T nt ng n d n tuntu n di m s dep n, Penerbit Ud y n , Denp s r An isis Toksiko ogi Forensik 41

9. SOFT (Society of Forensic Toxico ogist, Inc.) nd AAFS (the Americ n Ac demy of Forensic Sciences, Toxico ogy Section), (2002), Forensic Toxico ogy L bor tor y Guide ines, SOFT / AAFS. 10. United N tions, (1995) Recommended methods for th e detection nd ss y of heroin, c nn binoids, coc ine, mphet mine nd ring sub stituted mphet mine deriv tes in bio ogic specimens m nu for use by n tion bor tories, United N tion Intern tion Drug Contro Progr mme, New ork 11. Wir sut I M.A.G. (2004), Untersuchung zur Met bo isierung und Ausscheidung von Heroin im mensch ichen Krper. Ein Beitr g zur Verbesserung der

BAB V CAIRAN BIOLOGI C ir n bio ogi (d r h, urin, s iv , sis munt h n, org n) d h merup k n seb gi n bes r s mp e d ri n isis toksiko ogi. M teri bio ogi d h c mpur n komp ek, y ng terdiri d ri berb g i komponen. D ri seki n b ny k m teri bio ogi, d r h, p sm (serum) d n urine s mp e murup k n s mpe y ng m emi iki frekuensi y ng p ing tinggi d m toksiko ogi n isis forensik. Beber p metode n isis tertentu cukup spesifik untuk digun k n ngsung menet pk n o b t d m c ir n bio ogik, tet pi p d umumny m s h y ng k n timbu pert m t m d h b g im n c r pemis h n ob t d ri m teri endogen y ng d . Kemud h n su tu s mpe di n isis k n berg ntung p d der j t f uidit s. Untuk memperbe s r f uidit s, s mpe p d t t u semi so id dih ncurk n ter ebih d hu u deng n p rosedur mek nik. 5.1. Sif t Beber p C ir n Bio ogik Tertentu ) D r h D r h mer up k n c ir n bio ogik y ng p ing komp eks. D r h m nusi t u hew n terdiri d ri c ir n jernih y ng terd p r y ng meng ndung protein terso ubi is si, em k d n g r m ter rut, d n se se y ng tersuspensi. Konstituen ut m se d r h mer h (eritrosit), d p t terpis h d ri c ir n jernih (p sm ) deng n sentrifug si sed erh n . Tet pi jik d r h tid k diper kuk n deng n h ti h ti, se se ini k n pec h d n metode ogi pemis h n k n sem kin su it. Se d r h mer h ini d p t pec h o eh pem n s n, o eh pembeku n, t u per ku n mek nik seperti mis ny peny duk n, tet pi penyeb b y ng p ing umum d h perub h n d m keku t n ion d ri c ir n sekit rny mis ny deng n pen mb h n ir; osmosis y ng dih si k n menye b bk n se mengge embung d n pec h. O eh k ren itu, seti p m nipu si y ng me i b tk n perub h n vo ume h rus di kuk n deng n s in ( rut n N C fisio ogik) i sotonik. Jik d r h dibi rk n t np pen mb h n gen nti ko gu n, m k se d r h mer h k n menggump (c otting) d n c ir n di t sny y itu serum d p t dien p tu ngk n. Serum d m b ny k h s m deng n p sm terkecu i tid k meng ndung f ktor pe rut n y ng meng kib tk n terj diny penggump n. Seb ikny jik di t mb hk n nti ko gu n d n dibu t p sm , m k f ktor ini tet p tingg y ng me mberik n sedikit perbed n jik p sm d n serum di n isis. P d umumny d r h tid k ngsung diekstr ksi, tet pi p sm t u serum dibu t ter ebih d hu u. Jik d r h diekstr ksi ngsung, h rus dit ng ni deng n h ti h ti untuk mengur ngi pec hny se d r h mer h. b) Serum d n P sm Sif t umum serum d n p sm d h meng ndung protein d m jum h bes r. Protein s ng t berbed sec r fisikokimi deng n mo eku ob t y ng bermo eku keci . Tet pi sering k i d finit s y n g s ng t ku t nt r protein deng n ob t, d n penghi ng n ngsung protein deng n u tr fi tr si t u di isis d p t jug menghi ngk n ob tny . Se in itu seti p pengukur n ngsung ob t d p t menghi ngk n ob t tot y ng d , d n h ny m engukur ob t y ng beb s. W upun ob t beb s merup k n s tu n y ng penting sec r psio ogik, k ren seb gi n bes r ob t terik t p d protein, m k konsentr si o b t beb s d h s ng t rend h, hingg bi s ny y ng diukur d h ob t tot d m p sm t u serum. M s hny d h merus k ik t n ob t protein d n kemudi n ob t tot diekstr ksi d n di n isis. Jug h rus diket hui b hw k ren ik t n protein ob t merup k n prosent se y ng tet p d ri jum h p d rent ng konsentr si y ng eb r, m k penentu n ob t tot h ny menggun k n su tu f ktor mptifi k si, m k kesimpu n kese uruh n m sih tet p ber ku. T h p pert m penyi p n s mpe serum t u p sm untuk n isis d h mend p tk n rut n d m ir y ng beb s protein y ng sesu i untuk diekstr ksi deng n pe rut org nik. Metode y ng p ing sederh n d n 42 C ir n Bio ogik

p ing tu d h mengend pk n proteinny , d n mengiso si fi tr t y ng terj di. Protein terden tur si o eh pengend p n, d n ik t n ob t protein dirus k d n dih r pk n ob t tet p d m rut n. Pere ksi s m y ng popu er untuk pengend p n p rotein d h s m trik or set t, s m perk or t, d n s m tungst t. Ak n tet pi pere ksi y ng merup k n s m ku t ini d p t mempuny i efek merugik n p d ob t y ng hend k diekstr ksi d n penggun nny h rus diuji ter ebih d hu u deng n sen y w murni/st nd rd, d n j ng n digun k n ngsung seb g i pere ksi umum. Se in itu d p t jug digun k n uminium k orid t u monium su f t. A uminium k ori d merup k n pere ksi y ng p ing m n untuk mengend pk n protein d m d r h to t . Penemu n kemb i y ng rend h diseb bk n b ik o eh mengend pny ob t deng n protein t u o eh degr d si. Ketid k st bi n ob t p d pH rend h di t s deng n penggun n pe rut org nik untuk den tur si d n mengend pk n protein. D p t dig un k n met no t u et no d n p ing tid k du vo ume et no untuk mengend pk n semu protein y ng d d m p sm . Akhir khir ini b ny k digun k n setonittri , y ng d p t digun k n untuk n isis ob t ntikuvu s n d n n getik, p d m n p sm dic mpur deng n vo ume s m setonitri , rut n dijenuhk n n trium bis u f t n trium k orid , kemudi n rut n sebe h t sny d p t digun k n untuk n isis. Protein jug d p t diden tur si menggun k n enzim proteo itik. W upun enzim seperti ini sering digun k n p d penyimp n n j ring n untuk n isis, enz im substi isin te h berh si digun k n untuk merus k protein p sm . Penemu n k emb i sejum h ob t seperti benzodi zepin, fenitoin d n s m s isi t d ri p sm ebih efisien jik digun k n enzim ini, dib ndingk n deng n prosedur ekstr k si ngsung. Hidro isis menggun k n enzim d h s ng t bergun untuk prosedur s krining umum jik tid k mungkin untuk mengoptim sik n prosedur ekstr ski y ng bi s untuk ob t tertentu. Sejum h enzim in y ng jug d p t digun k n d p t di ih t p d t be berikut T be 5.1. Enzim proteo itik y ng d p t digun k n p d penyi p n s mpe bio ogik untuk n isis ob t Ob t y ng hed k di n isis Enzim Amitripti in Subti isin, t ripsin, protein se K orporm zine Substi isin, p p in, ketod se, tripsin, prote s e Di zep m Tripsin, protein se, substi isin, ketod se Difenhidr min Substi isin, ketod se, p p in Fenob rb it Tripsin, prote se Fenitoins Substi isin, tripsin , protein se W upun p sm merup k n c ir n y ng m t komp eks, komposisiny s ng t st bi , b hk n jug d m p sien, pH p sm j r ng ter et k di u r 7,3 7,5 d n protei n tot sert konsentr si g r mny d p t dikontro . Seb ikny k ndung n em kny d p t berv ri si, y ng seringk i dipeng ruhi w ktu d n sif t m k n n. Lem k i ni d p t mempeng ruhi n isis d n terut m untuk s mpe y ng ber em k, memer uk n t h p p rtisi spesifik untuk menghi ngk n ipid . ng h rus jug , diket hui d h b hw perub h n d m konstituen p sm d p t memberi imp ct p d eve ob t d m p sm , d n berbed deng n f ktor y ng mengg ngu n isis. Ekstr ksi jug d p t di kuk n t np menden tur si protien ter ebih d hu u. W upun ob t terik t ku t deng n p sm C ir n Bio ogik protein, ik t nny d h reversibe . O eh k ren itu p d pH y ng tep t, s mpe d p t ngsung diekstr ksi deng n pe rut org nik. Jik p rtisi bentuk y ng t k terinonis si ke d m pe rut org nik cukup tinggi, m k kesetimb ng n ik t n d p t digeser sedemiki n hingg memberik n ekstr ksi y ng efesien ke d m pe ru t org nik. C r ny d h deng n men mb hk n d p r y ng sesu i deng n vo ume s m , kemudi n diekstr ksi deng n 2 3 k i vo ume pe rut org nik. Keuntung n d ri c r ini d h b hw tid k diper uk nny t h p fi tr si t u dek nt si d n d p t digun k n seb g i prosedur rutin untuk sejum h bes r s mpe . Pemec h n ik t n protein ob t ini d p t jug deng n ko om dsorben untuk memek tk n ob tny y ng kemudi n die usi deng n pe rut org nik. Adsorben y ng digun k n h rus cukup ku t untuk merebut ob t d ri proteinny 43

tid k bo eh dikocok me ink n t bung dibo kb ik sec r pe h n h n. Pemi ih n t bung, h rus h ti h ti d n cocok untuk fr ksi d r h y ng diperiks g r seny w ob t terj min kem nt p ny untuk di n is . Untuk n is p sm d n serum di perh tik n z t t mb h n y ng digun k n sehingg g nggu n p d t h p n isis d p t ditek n sekeci mungkin. Seperti contoh Tris(2butoksi eti )fosf t (TBEP), su tu pengent y ng terd p t p d tutup t bung pengent , terny t d p t mendes k beber p ik t n ob t deng n protein, menyeb bk n ob t m suk ke d m eristrosit. Sehingg memberi kes h n d m penentu n ob t d m p sm . Jik d r h t u s erum y ng hend k di n isis per u seger dipis hk n eritrositny k ren k d r ob t menj di menurun y ng diseb bk n o eh beber p f ktor seperti met bo isme ob t o eh eritrosit d n penyer p n ob t ke d m se d r h. J di m kin m ob t ber sentuh n deng n se menyeb bk n m kin bes r penurun n k d r ob t tersebut. Per u diperh tik n dsorpsi ob t o eh dinding w d h k ren k d r ob t s ng t keci . U ntuk meng t si h ini bi s ny dit mb hk n mi koho . Sete h disentrifug h ti h ti d m pemis h n, g r se d r h tid k terikut dipipet. W d h vi seh ru sny inert, tertutup r p t d n t h n terh d p kondisi penyimp n n. P d w d h di t nd i deng n: t nd pengen subjek, n m k ji n, tengg ng w ktu per ku n /pe ngob t n, m c m contoh (serum, p sm , d r h tot ), j m peng mbi n s mpe , t n gg , nomer k s untuk seti p s mpe , vo ume s mpe . b. S mpe urine ng per u diperh tik n d m s mp ing urine d h: 1) se ng w ktu peng mbi n k n berpe ng hur terh d p vo ume y ng dit mpung, dihind ri hi ngny urine (tump h se m peng mbi n s mpe ); 2) untuk menceg h tumbuhny b kteri d m s mpe seb ikny didingink n d m em ri pendingin, d m beber p h bi s ny dit mb hk n peng wet seperti: timo , to uen, form dehid, bor t, d n k oroform. Peny wet n bertu ju n untuk menceg h ob t tid k terur i o eh b kteri. Sebe um n is urine per u dikocok g r homogen, d n per u pengukur n vo um urine (vo um urin tot ), n isis bi s ny 44

sert cukup em h untuk me ep sk n ob t p d w ktu die usi. Seb g i dsorben d p t digun k n r ng ktif, beber p jenis resin seperti XAD 2 d n S X3. ng per u jug diperh tik n p d p sm t u serum d h kemungkin n d ny enzim y ng d p t me njutk n degr d si ob t, terut m ester se y ng d p t mengur ik n ester menj di s m beb s d n koho . Sif t d n ktivit s estr se ini d p t terg ntun g d ri p sienny . c) Urine Urine, tid k seperti p sm , beb s d ri protein d n ipid , k ren itu umumny d p t ngsung diekstr ksi deng n pe rut org nik. Dib ndingk n deng n p sm t u serum, komposisiny berv ri si cukup bes r y ng d p t di ih t d ri w rn ge p urine m m dib ndingk n deng n w rn y ng puc t d r i urine y ng dikumpu k n p d si ng h ri. Komposisi urine kese uruh n terg ntung p d diet y ng mem ng menyeb bk n w rn y ng berbed . Keuntung nny d h b hw jenis seny w y ng umum terd p t d m urine d h rut ir, sed ngk n seb g i n bes r ob t d h rut em k, hingg d p t diekstr si deng n pe rut y ng s esu i. ng menj di kesuk r n d h b hw d ny perbed n y ng bes r d ri vo u men urine y ng dih si k n p d s tu tengg ng w ktu. Urine d p t mempuny i rent n g pH y ng eb r, terut m terg ntung d ri diet t u pengob t n. Mis ny nt sid , jik di bsorpsi k n menyeb bk n urine b s . 5.2. Peng mbi n S mpe An isis toksiko ogi forensik bi s ny menerim s mpe d ri kedokter n p to ogi forensik y ng di engk pi deng n Berit Ac r Pengirim n S mpe . ) D r h. D r h di mbi d ri pembu uh ven deng n menggun k n: j rum d n spuit; j rum d n t bung peng mb i d r h h mp ; k teter ven y ng dip s ng tet p p d infus. D m peng mbi n d r h h rus diperh tik n g r se d r h mer h tid k terhemo isis b ik p d s t p eng mbi n d m ven h rus pe n pe n. Pen mb h n ntiko gu n (hep rin) t bun g C ir n Bio ogik

memer uk n 10 15 mL urine. Pen nd n p d w d h di kuk n seperti p d s mpe d r h tet pi per u dic t t vo ume urine tot . 5.3. F ktor F ktor y ng h rus dip erh tik n d m An isis ob t d m c ir n bio ogi. A. Penyimp n n S mpe D m penyimp n n ini y ng h rus diperh tik n d h d ny enzim ester se serum. O eh k ren itu seb g i nti ko gu n digun k n n trium forid deng n k d r 5 mg/m k ren d p t menginhibisi kerj enzim. C r y ng p ing b ny k digun k n untuk p enyimp n n d h pendingin n di d m freezer. Kerugi n d ri c r ini d h te rj di efek pp e j ck y itu ob t k n terkonsentr si d m tetes pert m y ng me mbeku hingg k n tingg dipermuk n d n k n ebih mud h teroksid si. Sete h beku ob t be um tentu tet p st bi seperti mis ny pomorfin, seb gi n bes r se ny w k teko terny t tet p k n teroksid si menj di seny w koinon w upun di simp n p d suhu 15 C, terkecu i jik dit mb hk n vit min C seh g i nti oksid n. Indomet sin jug tid k st bi jik dibekuk n. Se in itu beku n c ir n/m teri bio ogi d p t meng kib tk n protein y ng d rus k y ng n tiny d p t mengg ngu n isis ob tny . K ren p d w ktu penc ir n s mpe sebe um di n isis d p t t erj di efek konsentr si ter ok is si, s mpe dikocok homogen sebe um di kuk n n isis. S mpe y ng sud h menc ir h rus seger di n isis untuk mengh mb t ker j enzim. Penc ir n seb ikny j ng n di kuk n deng n pem n s n y ng tinggi k re n mungkin d p t mengur ik n ob tny . B. Ekstr ksi C r y ng p ing umum y ng se ring digun k n untuk pemurni n p rsi ob t d h metode ekstr ksi deng n pe r ut org nik. Ag r ob t d p t terekstr ksi d m pe rut org nik, h rus d m bent uk tid k terionis si. O eh k ren itu pH f se ir h rus dioptim si untuk m singm sing ob t g r dipero eh bentuk t k terionis si deng n sempurn . P d t h p eks tr ksi, densit s pe rut pengekstr ksi jug h rus diperhitungk n. Jik hend k me ngun k n corong pis h m k pe rut pengekstr ksi seb ikny ebih ber t C ir n Bio ogik d ri ir. Jik ekstr ksi di kuk n d m t bung sentrifug ter ebih ebih jik s ejum h b ny k s mpe y ng h rus di n isis, m k seb ikny pe rut pengekstr ks i ebih ring n d ri ir. Pemi ih n ini tentuny disesu ik n deng n p k h f se ir t u f se org nikny y ng hend k digun k n se njutny . Se in p d densit s, pemi ih n pe rut ini jug d p t did s rk n p d kemud h n mengu pny . Untuk in i p ing b ny k digun k n d h eter w upun k n memberik n m s h p d w kt u sentrifug si. Sif t kimi pe rut pengekstr ksi jug d p t menimbu k n efek y ng tid k dikehend ki. Mis ny min primer seperti eti min k n bere ksi deng n keton d n dehid membentuk b s Schiff. Seb ikny meti buti keton seb g i pe rut d p t bere ksi deng n min primer. D m beber p h re ksi d p t terj di t np diket hui d n ob t d p t ditentuk n t np kes h n bes r. Eti set t k n terur i p d pH ebih d ri 9,0 membentuk et no d n set t. K oroform d n d ik ormet n jik terken ud r k n terbentuk fosgen y ng s ng t rek tif. O eh k ren k oroform / dik ormet n meng ndung peng wet / ntioksid n seperti et no y ng d p t meng kib tk n d ny / terj diny eti k oform t y ng se njutny merup k n t p d perub h n norkodein menj di norkodein k rbon t. Terj diny turun n k rbon t ini jug ditunjukk n jik ntidepres n trisik ik diekstr ksi deng n k oroform y ng tid k meng ndung et no seb g i peng wet. Fosgen d p t dihi ngk n d ri k oroform deng n mencuci deng n ir, d n et no deng n krom togr fi ko om umin . Untuk memperbes r p rtisi seny w ionik ke d m f se org nik, f se ir d p t dijenuhk n deng n g r m seperti mmonium su f t y ng d p t jug memperkeci kecendrung n terbentukny emu si, untuk memis hk n du pis n c ir n y ng ber c mpur t u untuk merub h f se org nik y ng ebih ber t d ri ir menj di ebih r ing n seperti h ny c mpur n eter k oroform. C. Pemis h n F se/L pis n. Untuk p emis h n ob t d m c ir n bio ogik sec r ekstr ksi c ir c ir j r ng digun k n corong pis h, k ren vo ume s mpe umumny 45

keci . Bi s ny pemis h n di kuk n deng n t bung sentrifus. Kerus k n y ng p i ng umum d h y ng diseb bk n o eh pembentuk n emu si y ng bert h n kib t peng ocok n ku t. P d pengocok n ku t k n terj di ge embung ge embung keci d ri s tu f se m suk ke c mpur n du f se, d n jik teg ng n permuk nny rend h, m k ge embung ini k n bert h n. Emu si y ng bert h n ini k n terbentuk jik di ku k n pengocok n ku t deng n d ny protein, s bun t u detergen. Untuk memec hk n emu si ini d p t deng n sentrifug si, pembeku n kemudi n diikuti penc ir n, fi tr si, di duk deng n b t ng peng duk ge s, penjenuh n f se ir deng n g r m t u pen mb h n sejum h sedikit koho . Pen mb h n koho seb ikny tid k di ku k n jik dikehend ki reprodusibi it s ekstr ksi y ng b ik. D. Pengering n F se O rg nik Sete h dipis hk n d ri f se ir, f se org nik h rus betu betu beb s i r, k ren jik f se org nik hend k diu pk n s mp i kering, m k tetes ter khir ir d p t menyeb bk n diper uk nny kondisi y ng bih ku t dib ndingk n deng n k ondisi y ng dibutuhk n pe rut sendiri, y ng mungkin justru d p t mengur ik n ob tny . Untuk mempercep t pengu p n d p t dit mb hk n beber p tetes et no , w upun h ini d p t menimbu k n terj diny esterifik si s m org nik y ng tid k d ikehend ki t u pembentuk n ket deng n gugus okso. Residu pengu p n d p t meng ndung s m t u b s miner . Ad ny ir d m f se org nik d p t merub h kompo sisi f se ger k p d HPLC. P d GC penyuntik n g r m t u protein y ng rut ir y ng dik ndung f se org nik d p t menyeb bk n terbentukny tumpuk n z t p d t p d w ko om t u irny sendiri d p t men rik f se di m ko om. Sesepor ir d p t dihi ngk n d ri f se org nik deng n pen mb h n sedikit n trium su f t nhi dr t, rut n y ng sud h beb s ir ditu ngk n deng n meningg k n g r m y ng ter hidr si seb g i bongk h n keci di d m t bung. Jik jum h irny h ny sesepo r untuk menghi ngk n ir ini cukup deng n meny ring me ui kert s s ring keri ng deng n kehi ng n k n ob t y ng ebih keci C ir n Bio ogik

dib ndingk n menggun k n n tirium su f t nhidr t. E. Pengu p n S mp i Kerring P d t h p pengu p n s mp i kering ini sering kehi ng n k n ob t, kib t terut m o eh bumping (muncr t), dsorpsi o eh w d h ge s d n mengu pny ob t, sepert i y ng di mi o eh nti depres n trisik ik. Jik h ini terj di d p t di t si deng n mengse nis si t ge s y ng digun k n, pe rut diu pk n p d 40 C memin d hk n residu ob t seger d n menggun k n st nd rd intern . Pengu p n s mp i ke ring d p t di kuk n deng n ev por tor. F. Sumber Pencem r n Cem r n d h seny w y ng tid k dikehend ki y ng m suk ke d m s mpe se m proses pembu t n (c em r n endogen) y ng seben rny merup k n seb gi n m s h n isis. Ad ny cem r n y ng seben rny ber s d ri proses n isis. ng jug h rus diket hui d h b hw cem r n su tu prosedur tertentu be um tentu merup k n cem r n p d pros edur y ng in. J di pe rut y ng diperuntukk n untuk spektroskopi mis ny d p r s j meng ndung seny w y ng tid k meng bsorpsi y ng memungkink n mempeng ruhi sif t krom togr fi. M sukny cem r n d p t terj di d ri mu i t bung pengumpu spesimen, seny w kimi y ng, seng j dit mb hk n ke d m s mpe mis ny ntik o gu n p d s mpe d r h d p t merup k n cem r n p d n is menggun k n HPLC. St f bor torium d p t jug merup k n sumber cem r n. Cem r n in d p t berup ser t d n tisu t u j s L b. Cem r n jug d p t ber s d ri t b y ng tid k bersih. KEPUSTAKAAN 1. Ch mber i in, J.. (1985), An ysis of Drugs in Bio ogi c F uids, CRC Press, Inc., Boc R ton. 2. Moff t, C.A., et ., (1986), C rke s Iso tion nd Identific tion of Drugs, 2nd ed. The Ph rm ceutic Press, Lond on. 3. Sriewoe n, S. (1988), .An isis Ob t D m C ir n Bio ogi, J k rt 46

BAB VI REAKSI WARNA Re ksi w rn d h prosedur kimi d m penguji n seny w d eng n menggun k n pere ksi deng n meng m ti w rn y ng terbentuk t u perub h n w rn y ng terj di. B ny k seny w kimi d p t memberik n w rn tertentu jik be rkont k deng n pere ksi tertentu. W rn y ng dih si k n o eh pere ksi tersebut m ungkin spesifik untuk seny w tersebut, t u jug tid k. Re ksi w rn tid k d p t dij dik n d s r untuk mengidentifik si s tu seny w ob t, tet pi w rn y ng te rbentuk mungkin positif terh d p seke ompok seny w t u positif terh d p gugus fungsi tertentu, sehingg re ksi w rn berhubung n deng n spek gugus fungsi d r i struktur seny w ob t tersebut. ng p ing penting d ri re ksi w rn d h s krining cep t d ri s mpe urine memungkink n n is t np ekstr ksi ebih d hu u. Toksiko og h rus memperh tik n keterb t s n re ksi w rn d n sumber sumber y ng memungkink n re ksi positif p su. 6.1. Interpret si re ksi w rn . Rent ng w rn y ng dih si k n o eh rek si w rn tid k mungkin meng t k n d m der j t, k ren s ng t terbuk untuk memberik n deskripsi y ng subjektif. Lebih j uh rent n g w rn tersebut mungkin s ng t u s t u sempit, rent ng w rn tersebut s ng t terg ntung p d kondisi percob n, jum h n it y ng terd p t d m s mpe , d n terd p tny seny w in d m s mpe y ng mungkin menimbu k n re ksi positif t u neg tif p su. W rn y ng ditunjuk n dib gi menj di w rn d s r seperti: mer h, or nye, kuning, hij u, biru, ungu, d n ping, cok t, bu bu, hit m. Biru y ng berv ri si mungkin dih si k n du w rn seperti mer h cok t, o eh k ren i tu per u dije sk n perub h n w rn y ng terbentuk se m me kuk n uji, t u di c t t w rn y ng domin n muncu mer h cok t t u terj di perub h n w rn mer h cok t. Kesimpu n khir d ri re ksi w rn h rus disert i re ksi pemb nding n, deng n mere ksik n b ku pemb nding p d kondisi Re ksi W rn y ng s m . W rn y ng dih si k n h rus dic t t p k h dih si k n o eh bentuk s m t u bentuk b s ny , seb b d m h tertentu bentuk s m d n b s ny memberik n w rn y ng berbed p d pH y ng berbed . Seperti contoh seny w ob t d m be ntuk g r m hidrok orid bi s ny memberi w rn mer h deng n uji Mende in s d n m emberi w rn biru o eh re gen Kopp yi Zwikker (sebe um dit mb hk n piro idin). F enomen ini jik diter pk n p d m teri bio ogi tid k menimbu k n m s h, tet p i k n muncu m s h jik diter pk n p d sedi n f rm seutik . 6.2. F ktor Tek nis Pemi ih n pereksi w rn y ng tep t untuk seny w ob t y ng didug terd p t d m s mpe did s rk n t s rumus b ngun d ri seny w ob t tersebut. Jik diken strukturny m k d p t diket hui gugus fungsi (go ong n) y ng terd p t did m ny , sehingg pemi ih n pere ksi d p t berd s rk n re ksi positif terh d p gugus fungsi tersebut. At upun pemi ih n pere ksi w rn d p t did s rk n p d pereksi y ng mem ng spesifik untuk seny w bers ngkut n. Rek si w rn d p t diter pk n ngung p d s mpe b ik berup sedi n t u d ri spesimen c ir n bio ogi. Re ks i w rn jug digun k n seb g i pen mp k nod p d p t KLT t u seb g i uji skri ning m upun konfirm si menggun k n KLT. 6.3. Beber p Re ksi W rn 6.3.1. Re ksi go ong n . Sif t kh s seny w nitrogen Nitrogen d m bentuk nitr t d n nitrit ; seb g i seny w nitro d m ik t n deng n seny w k rbon; seb g i min primer, sekunder, t u tersier y ng bersif t b s ; seb g i monium ku rterner; go ong n min rom tik; s m mid netr ; g r m ion zwitter seperti s m mino: d n d m bentuk in. Pemeriks n nitr t 47

Semu nitr t rut d m ir. Deng n men mb hk n FeSO4 d n H2SO4 pek t terbentuk cincin berw rn cok t. Pemeriks n seny w nitro rom tik Sejum h 50 mg z t d i rutk n d m 3 m et no . Sesud h pemberi n 3 m HC encer, 4 m ir, d n 200 mg Zn, c mpur n dip n sk n di pen ng s ir se m 10 menit. L u 2 m fi tr tny dire ksik n deng n 2 tetes pere ksi Di zo I. Se njutny rut n ditu ngk n ke d m 2 m pere ksi Di zo II; terbentuk w rn jingg t u end p n, mis ny p d nitr zep m d n k or zep m. Pere ksi Di zo I: 10 g N N02 d m 100 m qu des P ere ksi Di zo II : 0,25; g 2 n fto d m 100 m 3N N OH. Pemeriks n seny w b s min Deng n pere ksi M yer seny w b s min membentuk end p n kekuning kunin g n. C r ny : ke d m rut n z t y ng jernih, y ng bersif t s m em h kib t pen mb h n s m su f t, dit mb hk n beber p tetes pere ksi. Re ksi tid k s m u ntuk semu seny w b s min. Morfin d n efedrin h ny memberik n sedikit end p n t u s m sek i tid k. Pere ksi M yer: 1,35 g HgC 2 d m 100 m rut n KI 5 % Pemeriks n min if tik primer ( re ksi Senfo ) L rut n min d m et no di tu ngi k rbondisu fid s m b ny k, dip n sk n s mp i k rbondisu fid y ng ber e bih mengu p. P d sis rut n dit mb hk n beber p tetes rut n r ks (II) k o rid 5 %; tercium b u kh s `must rd jik d min if tik primer. Pemeriks n min rom tik primer ( re ksi Di zo) Sejum h 50 mg z t di rutk n d m 1 m 3N HC . L rut n dire ksik n deng n 2 tetes pere ksi Di zo I, d n kemudi n ditu ngk n ke d m 2 m perek si Di zo II; terbentuk w rn mer h jingg t u end p n. R e ksi positif untuk benzok in, etr kridin, PAS, prok in, d n su fon mid . Et kri din sud h berw rn mer h ketik dit mb hk n Di zo I, sed ngk n imipr min berw rn biru. Rek si d p t jug positif jik z t dip s k n du u deng n 3N HC se m 3 15 menit d n kemudi n didingink n, mis ny untuk k ordi zepoksid , furosemid , oks zep m, fen setin. Re ksi W rn

Pemeriks n min sekunder Z t di rutk n d m 2 m 3N HC , didingink n p d 5C, kemudi n deng n 2 m rut n N NO2 1%. Lim menit kemudi n rut n diencerk n de ng n 5 m ir d n dikocok du k i, seti p k i deng n 5 m eter. L rut n eter d icuci, d n khirny diu pk n s mp i kering. Kep d sis pengu p n dit mb hk n 50 mg feno , dip n sk n sebent r, didingink n, dire ksik n deng n 1 m H2SO4 : ter bentuk w rn biru hij u pek t y ng bi h si rek si ditu ngk n ke d m ir ber ub h menj di mer h. Jik dib s k n w rn hij u biru semu timbu kemb i (perco b n nitros min d n Lieberm nn) Pemeriks n min if tik primer d n min rom t ik ( rek si Isonitri ) Sedikit z t di rutk n d m et no , direk sik n deng n b eber p tetes k oroform d n b s k i d m et no , kemudi n dip n sk n deng n pi keci . Tercium b u kh s isonitri Pemeriks n s m mino ( rek si Ninhidrin ) Ked m 1 m rut n z t y ng netr dit mb hk n 2 tetes rut n ninhidrin 1 % d m ir, kemudi n dip n sk n, s mp i mendidih. Terbentuk w rn kemer h mer h n, ungu, t u biru. Rek si positif nt r in untuk : efedrin (mer h), to but m id (ungu), s m skorb t (mer h tu ). Pemeriks n go ong n gu nidin (re ksi S k guchi) Ke d m rut n 1 mg z t d m 5 m ir dit mb hk n 1 m rut n N OH 10 % d n 1 m rut n 1 n fto 0,05 % d m et no . C mpur n didingink n p d 15 C u dit mb hk n 3 tetes rut n n trium hipobromit ( 2 g N OH d m 7,5 m ir + 0,5 m Brom, dit mb hk n ir s mp i 10 m ). Terbentuk w rn mer h ungu (strept omisin). Pemeriks n turun n piridin P d pem n s n 100 mg z t deng n 100 mg n t rium k rbon t kering b u piridin tercium. H itu terj di p d seb gi n bes r tu run n piridin. ii. Sejum h 5 mg z t dic mpur t u digerus deng n 10 mg 1 k or 2 ,4dinitrobenzo , u di umerk n sebent r. Lumer n y ng sud h dingin di rutk n d m 2 m 0,5N KOHet no . Terbentuk w rn mer h tu (nikotin mid ) i. 48

b. Pemeriks n seny w pereduksi Re ksi Feh ing Ke d m 1 m c mpur n pere ksi Feh ing I d n II s m b ny k dit mb hk n 20 mg z t, u dip n sk n di pen ng s ir. Bi d reduksi terbentuk end p n temb g (I) oksid berw rn mer h biru b t . Positif p d suhu k m r : s m skorb t. Positif p d pem n s n : isoni sid , gu pereduksi, hidrokortison, sorbito y ng sebe umny dioksid si deng n KMn O4, sukros sete h dihidro isis deng n s m. Perek si Feh ing I: rut n CuS04. 5H20 7 %. Pere ksi Feh ing II: 35 g KN t rtr t + 10 g N OH + ir s mp i 100 m . Rek si disi deng n brom Sejum h 50 mg z t di rutk n d m 2 m s m set t, u dit mb hk n tetes demi tetes ir brom (1,0 g Br2 t u 0,3 m Br2 / 100 m s m set t). Ap bi d ik t n t k jenuh w rn brom k n hi ng. c. Pemeriks n dehid Z t di rutk n t u disupensik n d m ir, di s mk n deng n 3 N HC s mp i pH menc p i kur ng d ri 3, u dit mb hk n perek si Schif y ng t k berw rn deng n vo um s m b ny k. Sete h beber p w ktu terbentuk w rn , mer h s mp i ungu. Rek si b nko terh d p perek si per u di kuk n. 6.3.2. Re ksi khusus Tes t s m m ic . Tets s m m ic Metode : T mb h k n ke d m s mpe beber p t etes 10 M HLC , diikuti beber p krist KC , kemudi n u pk n s mp i kering. Am ti w rn y ng terbentuk p d residu, t mb hk n 2 3 tetes 2 M NH4OH, m ti kemb i r wn y ng terbentuk Indik si :Residu berw rn mer h, ping, or nge, t u kunin g berub h menj di ping, mer h t u vio et sete h dit mb hk m moniumhidroksid . Mengindik sik n terd p tny seny w berinti x ntin. b. Per k Ammoniumnitr t Per e ksi: Ke d m 20 m per knitr t 0,1 M dit mb hk n rut n mmonium pek t secuk upny untuk me rutk n per knitr t y ng tid k me rut. Re ksi W rn

Metode : L rutk n s mpe ke d m sesedikit ir, deng n t mb h n et no bi per u, t mb hk n pere ksi sejum h vo um y ng s m , c t t w rn y ng terj di, kemud i n p n sk n di d m t ng s ir p d 100C se m 30 detik. Indik si : Mer h, kun ing, cok t, t u hit m (p d suhu k m r) menunjukk n d ny seny w pereduksi. Ini terj di jik tom k rbon p d cincin terik t gugus hidroksi , gugus hidroksi p d posisi met tid k memberi respon, sed ngk n p d posisi p r menunjukk n respon. Beber p pereduksi jug positif d h ik t n etini , tet pi buk n ik t n eti enik. c. Antimoni Pent k orid Pere ksi: Keringk n sejum h ntimoni trik orid p d fosfor pent oksid , e ehk n b h n y ng te h dikeringk n ( titik e eh 73C), d n ew tk n g s k orin kering ke d m e eh n s mp i terbentuk c ir n berw rn kuning. T mb hk n k oroform 10 k i vo um c ir n kuning, s ring rut n ke d m boto berw rn ge p d n simp n di d m desik tor. Metode : Temp tk n s tu tetes rut n et no d ri s mpe p d kert s s ring, t mb hk n pere ksi, d n seger keringk n di t s u p ir. Indik si : Berb g i v ri si w rn terbentu k o eh g ikosid j ntung d n w rn tertentu o eh estrogen d n kortikosteroid. d. Arom tik Metode 1: Temp tk n sejum h s mpe m singm sing ke d m du t bung r e ksi, s h s tu t bung t mb hk n N OH p d t. P n sk n t bung deng n h ti h ti hingg semu u p ke u r, t mb hk n pere ksi M rquis d n m ti w rn y ng terj di . :W rn mer h d n or nge Indik si mengindik sik n b hw s mpe meng ndung rom tik m. W rn mungkin diberik n o eh sesepor hidrok rbon rom tik. Jik w rn diberik n sete h pem n s n deng n N OH menunjuk n d ny s m rom tik, tet pi jik t np N OH menunjukk n d ny feno , s m feno t, meng ndung dehid deng n gugus hidroksi ebih d ri s tu. Re ksi neg tif tid k ber rti s mpe buk n no n rom tik. Metode 2: T mb hk n 2 3 tetes s m nitr t ke d m s mpe p n sk n p d t ng s ir 100C 49

menj di ungu jik diencerk n, beber p feno jug memberik n w rn seperti k n b inoid. Pere ksi : L rutk n 0.5 g pdimeti minobenz dehid d m 50 m c mpur n rut n (60 vo ume et no d n 40 vo ume s m su f t). Per ksi h rus dibu t seg r. h. Pere ksi Dr gendruff L rutk n s mpe ke d m 3 tetes 2M HC , t mb hk n 2 3 m perek si, encerk n deng n 2 m ir, m ti w rn y ng terj di; w rn or nge, m er h or nge, cok t or nge diberik n o eh k oid. Amin primer, skunder, tersie r, d n ku rtener jug memberi re ksi positif. Pere ksi: L rutk n 1 g bismut subn itr t d m 3 m 10 M HC untuk tuju n pem n s n. Encerk n deng n 20 m ir, r utk n 1 g KI ke d m c mpur n tersebut. Jik Bismut hit m deng n tri iodid ter pis h t mb hk n s m HC 2M d n sedikit KI. i. Pereksi Duquinois Sejum h s mpe t u ekstr k eter simp isi , di d m t bung re ksi, u pk n ekstr k t mb hk n 0 ,5 m pere ksi d n sejum h vo ume y ng s m 10 M HC , p n sk n per h n h n m ti w rn y ng terj di, t mb hk n k orform kemudi n dikocok, m ti w m y ng te rekstr ksi. Perub h n w rn d ri bu bu hij u biru vio et biru didug dibe rik n o eh k n bis, tet pi per u di kuk n pemb nding n deng n kopi y ng dis ngr i, d n miny k p tcho i y ng jug memberi rek si positif. H ny k n bis memberik n w rn ungu y ng terekstr ksi ke d m k oroform. Perek si :L rutk n 2 g v ni in d n 0,3 m set dehid d m 100 m et no . Per ksi h rus disimp n d m emp t y ng ge p. j. Form dehid s m su f t C mpurk n s mpe deng n pere ksi p n sk n p d 100 oC se m s tu menit. Seny w benzodi zepin umumny memberik n w rn or nge kecu i brom zep m d n k oz pin (kuning), d n ur zep m (pink). Seny w in jug berre ksi, positif d h fenoti sin, tiox nten, tryp min tertr si k in, d n zomepir k. Pere ksi ke d m 4 vo ume H2S04 t mb hk n 6 vo ume rut n form dehid, duk 50

se m 1 menit, dingink n t mb hk n ir 2 3 k i vo um, bu t rut n menj di b s deng n men mb hk n N OH 40%. Indik si : Perub h n w rn d ri tid k berw rn t u w rn kekuning n d m rut n s m menj di w rn ge p; seperti contoh or ng e t u or nge mer h sete h pen mb h n N OH menunjukk n terd p t cincin benzen d i d m mo eku , mungkin dih si kk n o eh nitrofeno t u seny w nitro inny . Sey w tertentu (contoh : di zep m, met qu on) memberi h si y ng neg tif. W r n or nge d p t diberik n o eh seny w kortikosteroid non rom tik tertentu ( Ko rtison). e. Re ksi Mureksid Sejum h 10 mg z t dit mb hk n 1,5 m hidrogen perek sid d n 5 tetes s m su f t pek t, kemudi n dip n sk n di pen ng s ir s m pi k ering. Sis diberik n beber p tetes 6N NH3. Bi d seny w purin ( teofi in, kofein, teobromin) terbentuk w rn mer h ungu. Sew ktu mengu p, w rn sud h terb entuk, y ng kemudi n diperku t o eh oksid si. f. Re ksi Zwikker Ke p d 10 mg z t dipe t tetes dit mb hk n 10 tetes pereksi Zwikker I. Pen mb h n 2 tetes pere ksi Zwikker II menimbu k n w rn ungu jik re ksi positif. Isoni sid d n beber p z t in mengg ngu rek si hingg ebih b ik jik z t dipis hk n du u deng n e kstr ksi. Re ksi Zwikker positif untuk b rbitur t, g utetimid , hid ntoin, beber p su fon mid , d n purin. B s hidroksid t u b s fosf t membentuk w rn bir u hij u y ng sete h dit mb hk n pere ksi Zwikker II berub h menj di biru tu t u ungu. Re ksi ini terut m positif untuk furosemid (biru ku t), mefrosid (bi ru ke bu), nip gin M, hidrok orti zid , d n s k rin N (berw rn biru h ny den g n perek si Zwikker I). Pereksi Zwikker I: kob (II) nitr t d m met no Per ksi Zwikher II : piridin 10 % d m met no .p Dimeti minobenz dehid T mb hk n ke d m s mpe di d m t bung re ksi, bi per u dip n sk n, m ti w rn y ng terbentuk, kemudi n t mb hk n ir deng n h ti h ti. W rn ungu diberik n o eh k oid ergot, k n binoid d n beber p cincin indo memberik n w rn mer h y ng b erub h Re ksi W rn

m nggun k n pipet, rut n k n p n s ebih d ri 1 j m, p bi memberik n w rn bur m p n sk n d m, pen ng s ir 100 C se m 1 menit. C t t n pere ksi ini ti d k s m deng n pere ksi M rquis. k. Pere ksi odop tin t L rutk n s mpe d m 2 tetes 2 M HC , t mb hk n 2 3 m pere ksi, encerk n deng n 10 m ir. Re ksi p ositif diberik n o eh k oid b se membentuk w rn ungu, biru ungu, cok t ungu , bu bu ungu.

Re ksi W rn 51

Pere ksi : 2 m N triump tin 5% d n 5 g KI dit mb rut. Kepust k n. 1. Kov r. A, 1987, Identifik si 2. Stevens, HM., 1986, Co or Test, Moff t, C.A. et. Identific tion of Drugs, 2 nd ed., 128 176 The Ph

hk n ir 98 m kocok hingg Ob t,Penerbit ITB, B ndung. ., C rke `s Iso tion nd rm ceutic Press, London.

Koefisien distribusi" p rtisi" (K) = Jum h seny w per s tu n f se di m Jum h seny w per s tu n f se ger k (7.1) D m krom togr fi dsorpsi h rg K ini dipeng ruhi o eh suhu d n konsentr si seny w . P d su tu suhu tertentu hubung n nt r jum h seny w p d f se di m d n jum h seny w y ng d p d f se ger k d p t diny t k n sec r gr fik seb g i i soterem distribusi. Ke nd i n isoterm inier berb nding ngsung deng n koefisi en distribusi/p rtisi, hingg kondisi untuk mend p tk n pemis h n y ng optimum d h kondisi p d m n h rg koefisien distribusi ini d h s m deng n s tu. Efisiensi pemis h n p d krom togr fi d p t diny t k n seb g i jum h p t teori tis. Jum h p t teoritis (N) berhubung n deng n p nj ng p t KLT (L) t u p nj ng ko om p d krom togr fi ko om d n H d h tinggi p t teoritis (Height equiv ent theoretic p t)

untuk bermigr si d ri konsentr si tinggi di teng h teng h nod p d KLT menuju z one konsentr si y ng ebih rend h di pinggir n nod . H ini k n menimbu k n pe eb r n nod y ng k n membu t pemis h n tid k efisien. KLT deng n f se di m y n g berukur n s ng t keci (3 5 m) diken deng n KLT kinerj tinggi (HPTLC = Hig h Perform nce Thin L yer Chrom togr phy). HPTLC memer uk n w ktu e usi y ng sing k t, j r k e usi y ng ebih pendek d n jum h e usi n it y ng ebih sedikit di b ndingk n deng n KLT. P r meter migr si n itik p d KLT diny t k n deng n Rf. Rf = D A DM (7.4) N=L H (7.2)

dim n DA j r k titik w ke pus t zone A sete h e usi d n DM d h j r k d r i titik w ke tepi muk pe rut. F ktor k p sit s re tif d ri du komponen me rup k n ukur n kem mpu n ko om/p t untuk memis hk n kedu ny . H ini diny t k n seh g i:

Untuk menghitung kinerj KLT per u mengidentifik si p r unk n h rg H. Emp t p r meter y ng terpenting p d KLT r tur, ju inier d ri f se ger k d n ukur n d ri f se togr fi c ir d p t dig mb rk n seperti p d pers rn n

meter y ng mungkin menur d h viskosit s, tempe di m. Efisensi d ri krom V n Deemter

BAB VII KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS Krom togr ti pis tipis (KLT) d h su tu s h s tu komponen d ri c mpur n metode pemis h n c mpur n n it deng n di dsorps i ebih ku t d ri komponen y ng menge usiny me ui f se di m y ng d t r inny . K ren dsorpsi merup k n p d p t peny ngg . KLT term suk fenomen permuk n, m k der j t krom togr fi dsorpsi, w upun seben rny pemis h n dipeng ruhi o eh u s permuk n mek nisme y ng terj di d h kombin si y ng d t u sec r tid k ngsung dsorpsi d n p rtisi. D m krom togr fi dipeng ruhi o eh ukur n p rtike f se di m dsorpsi f se di m berup p d t n seperti ( dsorpben). W upun begitu y ng si ik ge t u umin sed ngk n f se ger k merup k n f ktor k unci seti p bentuk berup c ir n t u g s. D m KLT f se ger k krom togr fi d h koefisien distribusi/p rtisi ini berup c ir n. Pemis h n k n terj di jik seny w nt r ke du f se d m sistem.

Rf (7.5) H=B + Cs + Cm (7.3) Kem mpu n sistem KLT untuk memis hk n du g i reso usi (Rs): komponen A d n B d p t diny t k n seb

Dim n = ju inier f se ger k, Cs d n Cm d h konsentr si n it p d f se d i m d n f se ger k. Proses difusi ongitudin diny t k n seb g i B d n berhubun g n deng n kecenderung n d ri mo eku n it Krom togr fi L pis Tipis ( ) Rs = 2 D A D B (W A + WB ) (7.6) dim n DA d n DB d h j r k y ng ditempuh nod A d n B, sed ngk n WA d n WB d h eb r nod /berc k A d n B. Jik Rs 1 pemis h n 52

= (1 Rf )

y ng terj di eso usi S=

h sempurn . F ktor se ektivit s (S) jug

diukur seb g i d y r

(7.7) B t s Pengemb ng n WA WB DM DA DB

Aw

Penoto n

ge y ng k n memberik n dsorpben c mpur y ng kur ng ktif. Jug d p t dit mb h k n C SO4. 4) Se u os , seb g i dsorpben p d krom togr fi pis tipis memberik n pis tipis y ng sit tny n og deng n krom togr ti kert s d n memberik n pis tipis y ng cukup b ik t np pengik t. D p t dit mb h indik tor f uoresensi t u k sium set t. Digun k n untuk pemis h n seny w hidrofi . Kerugi nny i h tid k d p t digun k n pere ksi y ng korosif seperti s m su f t t u pere ksi destruksi inny . 5) Po i mid , merup k n m gnesium si ik t. D y me ek tny ti d k seb ik dsorben iny . Bi s ny dit mb h pengik t seperti se u os t u mi um. Mempuny i k p sit s y ng bes r d n b ny k digun k n untuk pemis h n seny w feno . 6) F se di m c ir terik t sec r kimi , pengik t n f se di m sec r kimi p d peny ngg meny ngkut re ksi si ik deng n dimeti k orsi n tersubstitusi. Proses re ksi pengik t n me iputi peng ktip n permuk n si ik deng n HC sehin gg terbentuk si no p d permuk n si ik . Si no y ng terbentuk 53

E uent G mb r 7.1. Di gr m t krom togr fi pis tipis 7. 1. F se Di m Seb g i f se di m p d KLT digun k n dsorpben deng n p rtike h us y ng di pisk n p d empeng peny ngg k c , og m t u p stik. Adsorpben y ng d p t digun k n di k sifik si berd s rk n sif t kimi t u d y ik t ny . Adsorpben p d KLT d h n og deng n y ng digun k n p d krom togr fi ko om, h ny berbed ukur n p r tike ny , 1) Si ik ge ( s m si ik t), y ng p ing b ny k digun k n d n bersif t s m em h. Sering dit mb hk n C SO4, hemihidr t seb g i pengik t g r me ek t ku t p d peng ngg d n mempercep t mengeringny p t. Jug d p t dit mb hk n i ndik tor f uoresensi y ng k n berf uoresensi di b w h sin r UV p d 254 nm, hin gg berc k y ng meng bsorpsi p d frekuensi ini berf uoresensi hij u kuning. 2) A unim , bersif t b s em h. Tid k seb ik si ik ge ebih re ktif sec r kimi seny w y ng sensitif d p t terdegr d si. Jug d p t dit mb hk n C SO4 d n indi k tor f uoresensi. 3) Kiese guhr (t n h di tome), merup k n dsorpben netr den g n ktivit s rend h. D y reso usiny jug keci . D p t dit mb hk n seb g i c m pur n p d si ik Krom togr fi L pis Tipis

B D A (DM D B ) = K

A D B (DM D D )

dire ksik n tersubstitusi deng n dimeti k orsi n Si OH + C Si(CH3) R Si OSi(CH3)3R + HC

Untuk membu t berb g i m c m f se terik t di kuk n deng n meng nti g nti gugus fungsi R y ng terik t p d pere ksi si i si. Si OH + ROH Si OR + H2O Si OH + SOC 2 Si C + SiO2 + HC RMgBr (Gridn rd) Si R (gugus Si C y ng s ng t st bi ) Metode in: untuk esterifik si d ri gugus si no permuk n deng n koho t u konversi gugus si no ke SiC mengnun k n ioni k orid diikuti deng n seny w org nomet ik. Re ksi esterifik si : F se di m ini umum digun k n p d HPLC n mu n sek r ng te h b ny k dijump i p d KLT. Sistem ini ebih diken krom togr fi f se b ik. 7.2. Penoto n s mpe Titik penoto n h rus dit nd i ter ebih d hu u, d p t di kuk n deng n pinsi t u deng n j rum, 1, 5 2 cm d ri tepi b w h p t. S mpe d n pemb nding jik mungkin di rutk n d m pe rut org nik y ng non po r den g n titik didih rend h g r mud h mengu p sete h rut n ditoto k n. Penoto n d p t di kuk n deng n pipet mikro t u pipet md t u j rum suntik mikro seb ny k 1 5 L d ri rut n 1%. Di meter penoto n hend kny sekeci mungkin (5 mm) umumny ebih keci . 7.3. Sistem pe rut ng menj di perm s h n d h b g im n mempero eh su tu sistem pe rut y ng sesu i k ren me ib tk n berb g i jenis f se di m y ng berbed d n sif t d ri g y y ng ter ib t d m prosedur krom to gr fi. ng sering digun k n d h sistem buk n ir seperti met no , s m set t, et no , seton, eti set t, eter, k oroform, benzen, sik oheks n, d n petro ium eter, k oroform. Sistem pe rut ini d p t berup pe rut tungg t u c mpur n beber p pe rut. H ny hend kny sistem mu tikomponen dihind ri k ren kompo sisiny d p t berub h d n k n terbentuk su tu gr dien f se ger k d m pis ti pis y ng d p t menyeb bk n reprodusibi it sny berkur ng. Untuk f se di m y ng p o r d p t digun k n f se ger k d ri nonpo r (n heks n ) s mp i p ing po r. U ntuk f se di m non po r (sistem f se b ik) bi s ny digun k n f se ger k rut n ber ir, met no , setonitri d n isoprop no . Pemi ih n f se ger k s ng t terg ntung p d jenis pemis h n y ng hend k dic p i. Sec r umum pemi ih n f se ger k h rus dihind ri menggun k n pe rut berb h y t u ber cun. Beber p h y ng dipertimb ngk n d m pemi ih n pe rut d h: pe rut h rus tid k toksik menyeb bk n m s h keseh t n b ik j ngk pendek m upun j ngk p nj ng, tid k mud h me ed k p d kondisi norm , tid k re kti f t u bere ksi sec r kimi deng n n it t u f se di m, tid k memberik n m s h p d pembu ng n (r m h ingkung n). K oroform, meti enk orid , benzen d n 1 4 dioks n d h pe rut y ng bersif t k rsinogen. K oroform d h pe rut y ng suk r didegr d si di ingkung n. D m beber p sistem pe rut org nik d n si ik , sering dit mb hk n moni y ng bertuju n untuk men ng ni m s h berc k ber ekor. Eti set t moni d h c mpur n pe rut y ng s ng t bergun , tet pi s et t d p t bere ksi deng n moni mengh si k n sistem pe rut y ng em h. Cember seh rusny diisi deng n pe rut seg r sekur ng kur ngny seti p h ri. 7.4. Peng emb ng n Teknik pengemb ng n krom togr fi pis tipis s m deng n krom ogr fi ke rt s. Pemi ih n tipe bej n terg ntung d ri tuju n n isisny . F se ger k diisi k n ke d m bej n p ing kur ng s tu j m sebe um digun k n. Dinding bej n d p t di pisi deng n kert s s ring teb y ng dib s hi pe rut pengemb ng untuk 54 Krom togr fi L pis Tipis

mend p tk n tmosfer jenuh k n u p pe rut d m bej n . Diket hui beber p m c m pengemb ng n y itu: 1) Pengemb ng n men ik. Teknik pengemb ng n ini y ng p i ng umum d m KLT. 2) Pengemb ng n g nd . Pengemb ng n g nd ini bi s ny di ku k n jik pemis h n terj di be um sempurn deng n peng mb ng n tungg . D m h ini empeng dike u rk n d ri bej n sete h pengemb ng n pert m se es i, diker ingk n di ud r , kemudi n dikemb ngk n kemb i deng n pe rut y ng s m . C r in i d p t digun k n untuk seny w y ng berger k mb t. 3) Pengemb ng n horizont . F se ger k di irk n deng n perto ong n tek n n. 4) Pengemb ng n bert h p. Jik su tu c mpur n seny w meng ndung komponenkomponen y ng po rit sny s ng t be rbed , m k untuk mend p tk n pemis h n y ng sempurn , d p t di kuk n migr si s ec r progresif deng n menggun k n pe rut pengemb ng y ng berbed . Pe rut peng emb ng pert m d p t berup pe rut po r mis ny met no untuk memis hk n komp onen po r. Kemudi n pengemb ng n di njutk n deng n pe rut non po r mis ny sik oheks n s mp i se es i. Deng n c r ini d p t dipis hk n seny w non po r y ng bermigr si deng n muk per t pert m . Teknik ini disebut eknik e usi gr die n. 5) Pengemb ng n ew t. Teknik pengemb ng n ini p d krom togr fi pis tipis j r ng digun k n k ren suk r me kuk nny d n membutuhk n su tu per t n y ng khusus. D m h ini pengemb ng n di kuk n s mp i tepi t u pis tipis d n se njutny pe rut pengemb ngny dihi ngk n deng n j n pengu p n. 6) Pengemb n g du demensi. Deng n pengemb ng n c r ini s mpe ditoto k n p d s tu sisi, di kemb ngk n d n dikeringk n. Kemudi n dikemb ngk n d m sistem pe rut pengemb n g y ng in d ri/terh d p deng n posisi 90 pengemb ng n pert m . 7.5 Deteksi nod Krom togr fi L pis Tipis

C r deteksi nod terg tung d ri dsorben d n b h n peng ngg y ng digun k n. Un tuk deteksi sec r fisik t u kimi , dsorpben y ng b ik d h dsorben norg nik, bew rn putih d n b h n peny ngg d ri k c . Seb ikny dsorben jug tid k meng ndung b h n pengik t. 1) Metode deteksi sec r fisik . D p t menggun k n si n r UV 254 nm d n 366 nm D p t menggun k n pis tipis y ng meng ndung indik tor f uoresensi untuk mendeteksi seny w y ng mem d mk n f uorosensi d m sin r UV t u seny w y ng tid k mem d mk n f uoresensi sin r UV ge omb ng pendek. C r fisik inny d h deng n menggun k n deteksi ionis si ny . D m h ini p emis h n krom togr ti di kuk n p d b t ng peng duk y ng di pisi deng n dsorb en. Sete h pengemb ng n, b t ng peng duk di ew tk n deng n cep t me ui ny detektor ionis si ny . 2) Metode deteksi sec r kimi . Deteksi sec r kimi in i terg ntung d ri re ksi seny w y ng bers ngkut n. Re ksi di kuk n deng n meye mprot, mence up t u me ew tk n krom rogr m me ui rut n pere ksi/ rut n pen mp k berc k. Jik krom togr m dice up pe rut pen mp k berc k y ng digun k n, h end kny rut n ini tid k me rutk n seny w bers ngkut n. Set h penyemprot n krom togr m dikeringk n. Sering k i sete h direk sik n deng n pe rut pen mp k nod , per u di kuk n pengering n/pem n s n d m oven se m beber p s t. P ere ksi y ng digun k n seb g i pen mp k nod ini d p t berup pere ksi umum, se ektif t u spesifik. Bi meng is su tu seny w y ng tid k diket hui m k digu n k n pere ksi umum ter ebih d hu u, kemudi n untuk mem stik n b ru digun k n pe re ksi se ektif t u spesifik. Seb g i per ksi umum d p t digun k n: ) As m su f t pek t, k n memberik n berc k y ng berw rn sete h t u t np pem s n. Pem n s n d p t merub h w rn tertentu t u memperbes r intensit s w rn . H ny s j h rus di kuk n deng n h ti h ti, seb b jik tid k berc k k n meng r ng hingg tid k 55

spesifik gi k ren peng r ng n ini k n diberik n o eh semu seny w org nik. D t jug digun k n s m su f t 50 % d m ir. Tet pi k ren rut n ir tid k berpenetr si ke d m dsorben d p t memberik n penyemprot n y ng tid k mer t . Ak n memberik n h si y ng ebih b ik jik digun k n pe rut org nik. Seb g i p engg nti s m su f t d p t digun k n c mpur n monium su f t d n monium hidroks id deng n perb nding n 1:1. b) U p iodium, k n memberik n nod berw rn cok t , k ren terbentukny komp eks disi em h deng n beber p seny w . C r ny d p t deng n penyemprot n deng n rut n iodium 1% d m met no t u me et kk n kro m togr m di t s w d h y ng meng ndung u p iodium. Per u diket hui b hw iodium y ng sud h terik t k n ter ep s kemb i sete h beber p w ktu m ny t u jik krom togr m dip n sk n d n w rn cok t y ng terj di k n hi ng. Tet pi d b eber p seny w y ng bere ksi sec r iriversibe deng n iodium y itu beber p st eroid rom tik y ng meng ndung cincin A. c) As m iny , seperti s m perk or t 2%, s m ortofosf t 50% y ng k n memberik n nod y ng berf uorosensi. As m fosf omo ibd t 10% memberik n nod y ng berw rn . As m s m ini digun k n seb g i r ut n d m met no . d) C mpur n s m su f t deng n oksid tor ku t seperti serisu f t, k ium perm ng n t, k ium bikroom t d n s m nitr t memberik n nod y ng meng r ng sete h pem n s n. e) H id og m seperti ntimon trik orid , ntimon pent k orid , seng k orid d n besi(III)k orid d m pe rut org nik memberik n nod berf uorosensi deng n seny w . Seb g i pere ksi se ektif d p t digun k n : ) Ninhidrin untuk gugus min primer. b) K orin si, k ium ionid d n mi um u ntuk gugus min sekunder.

c) Pere ksi Dr gendorff t u iodop tin t untuk gugus min tersier d n monium k u rterner. d) Indik tor s m b s , mis ny biru bromfeno untuk gugus s m t u b s . e) P r dimeti monium benz dehid untuk gugus min rom tik t u cinc in indo . f) Ass y su f ni t y ng terdisosi si untuk gugus feno . g) 2,4 dinitr ofeni hidr zin untuk seny w oso. 3) Metode deteksi sec r enzim tik d n bio ogi k. Metode enzim digun k n untuk mendeteksi enzim t u mendeteksi substr t, mis ny untuk mi se. D m h ini pis tipis disemprot deng n rut n mi um, di nkub si untuk beber p s t m ny , kemudi n disemprot deng n rut n iodium. A mi se k n ter i h t seb g i berc k t k berw rn deng n t r be k ng biru. 7. 6 F ktor f ktor y ng per u diperh tik n p d KLT 1) KLT seperti metode krom togr fi inny d h metode pemb nding n. Untuk identifik si su tu seny w h rus h digun k n seny w pemb nding d n tid k d p t digun k n h rg Rf y ng d d m pust k . 2) Jik su tu s mpe y ng tid k diket hui memberik n s tu nod sete h pengemb ng n deng n sistem pe rut tertentu, be um ber rti b hw s mpe h ny m eng ndung s tu seny w . Untuk mem stik n h rus di kuk n pengemb ng n deng n sis tem pe rut y ng inny t u digun k n metode pengemb ng inny . 3) Jik su tu seny w y ng tid k diket hui menunjukk n h rg Rf y ng s m deng n seny w pemb nding, be um ber ti b hw kedu z t tersebut d h identik. Untuk mem stik n m k h rus dikemb ngk n deng n sistem pengemb ng n y ng in. Kepust k n 1. Ch m ber in, J., 1985, An ysis of Drugs in Bio ogic F uid, CRC Press Inc. Boc R ton. 2. Ho.K.I., Loh,H.H.. Leong W y,E.. Mini Thin yer Chrom togr phy in The De tection of N rcotics in Urine from Subjects on A 56 Krom togr fi L pis Tipis

3. 4. 5. 6. 7. Meth done M inten nce Progr m., J. Chrorrt togr., 65., 1972, h . 577 579. Johns n. E.L., Stevenson,R., 1991, D s r Krom togr fi C ir, Penerbit ITB, B ndung. Ko v r. A, 1987, Identifik si Ob t,Penerbit ITB, B ndung. Loh, H.H., et ., Mini T hin yer Chrom togr phy III: A R pid nd Sensitive Methode for The Estim tion o f Amphet mine nd Meth mphet mine, J. Chrom togr., 65 1972, 189 293. Moff t, A.C ., et . (Ed), 1986,C rk s Iso tion nd Identific tion of Drugs in Ph rm ceut ic s, Body F uids, nd Post mortem M teri , Second ed., The Ph rm ceutic Pre ss, London. Roberson, J.C., 1991, The Use of Thin yer Chrom togr phy in the An ysis of Drugs of Abuse, Gough, T, The An ysis of Drugs of Abuse, 3 22, Jhon Wi ey& Sons, Chichester. 8. Skoog; D.A., Le ry, J.J., 1992, Princi es of nstrument An ysis, 4th Ed., H rcourt Br ce Pub isher, New ork . 9. Sriewoe n, S. 1988, An isis Ob t D m C ir n Bio ogik, ITB, B ndung 10.U n ted N tion, 1995, Recommended Methods for The Detection nd Ass y of Heroin, C nn binoids, Coc ine, Amphet mine Meth mphet mine nd RingSubstituted Amphet min e Deriv ties in Bio ogic Specimens M nu for Use by N tion L bor tories, Un ited N tions Intern tion Drug Contro Progr mme, New ork. 11.Wi rd. H.H., e t 1989, Instrument Methods of An ysis, W dsbuorth Pub ising Comp ny, C i forni . Krom togr fi L pis Tipis 57

BAB VII I PENGGUNAAN KROMATOGRAFI GAS DALAM ANALISIS TOKSIKOLOGI Jik d m su t u sistem krom togr fi seb g i f se ger k digun k n g s, m k teknikny disebut k rom togr fi g s. Ad du jenis krom togr fi g s y itu krom togr fi g sc ir jik f se di mny berup c ir n d n krom togr fi g s p d t jik f se di mny berup p d t n. Krom togr fi g s c ir merup k n krom togr fi p rtisi, sed ngk n g s p d t merup k n krom togr fi dsorpsi. Proses pemis h n p d krom togr fi g s did s rk n t s prinsip y ng s m seperti pemis h n kormtogr fi jenis inny . Krom to gr fi sering digun k n untuk n isis ob t, b ik untuk n isis toksiko ogi m up un n isis seny w ob t itu sendiri. Keunggu n krom togr fi g s d h d p t m emis hk n seny w d n sec r ngsung d p t me kuk n n isis ku it tif d n ku ntit tif memi iki reprodusibi it s y ng tinggi p d penggun n rutin. Seperti m etode n isis inny krom togr fi g s jug memi iki keterb t s n. Bentuk ob t y ng dis hgun k n d h komp ek tid k homogen, deng n v ri si y ng u s p d vo ti it s, po rit s. d n re ktivit sny . Sehingg diper uk n pertimb ng n y n g mend s r jik h ny menggun k n krom togr fi g s seb g i s h s tu t metod e n isis. 8.1. P r meter Retensi W ktu retensi tR d h w ktu y ng dibutuhk n untuk menge usi m ksimum zone dihitung d ri w ktu menyuntik n s mpe . L ju ir n F d h ju ir n f se ger k (d m m / menit), diukur p d out et ko om p d suhu k m r. L ju ir n d m ko om Fc , k n berbed deng n F jik suhu ko om Tc, berbed deng n suhu ingkung n T . H ubung n nt r bes r n bes r n in i d h: T V R = F (8.2) C T

j = 2 3 ( ) ( ) Pi Po Pi Po 2 3 1 (8.4) dim n Pi d n Po d h tek n n in et d n out et. D y ng dikoreksi VR d h : o V R = jV R (8.5) retensi seny w d n k ren mempuny i hubung n deng n koefisien p rtisi seny w d p t digun k n untuk identifik si seny w . Se in itu diken jug vo ume retens i y ng disesu ik n V R : V R = V R VM = t R FC t ud FC o VR ini b ny k digun k n untuk mengukur (8.6) m h ini, vo ume retensi 1

Deng n c r y ng s m vo ume f se ger k ko om VM diberik n o eh pers m n: (8.3) VM = Fc t M dim n tM d h w ktu retensi su tu seny w y ng tid k dit mb t o eh ko om. VM seringk i disebut vo ume m ti d n merup k n vo ume minimum g s pem b w y ng h rus dipind hk n sebe um su tu punc k die usi. Di d m ko om d p t t erj di penurun n tek n n deng n tib tib y ng k n menyeb bk n v ri si ju i r n g s sep nj ng ko om. O eh k ren itu vo ume retensi h rus dikoreksi terh d p efek ini deng n f ktor koreksi penurun n tek n n tib tib j:

Fc = F

(8.1)

dim n suhuny (8.7) 8.2. Per

h suhu

bso ut. Vo ume retensi eksperim nt

VR d

t n 58 m An isis Toksiko ogi

Penggun n GC D

dim n tud d h w ditek n. K ren g s m k h rus di kuk ibi it s j terh d p rsih (netto ) VN V N = jV R

ktu retensi ud r . D m krom togr fi g s, f se ger k d p t berger k ebih mb t dek t in et d ri p d di out et ko om, n koreksi gr dien tek n n t u koreksi deng n f ktor kompres vo ume retensi y ng disesu ik n memberik n vo ume retensi be

h:

G mb r 7.1. Skem t krom togr fi g s. S mpe bi s ny disuntikk n seb g i r ut n seb ny k 1 50 L ke d m ir n g s. Ukur n s mpe seb ikny sekeci mungk in d n disuntikk n seb g i zone y ng sempit untuk mengur ngi eb r punc k y ng t ere usi. Pintu s mpe dip n sk n g r s mpe y ng disuntikk n seger mengu p d n dib w o eh g s pemb w ke d m ko om. Terd p t beber p jenis detektor y ng d igun k n p d krom togr fi g s: i) Detektor konduktivit s term (therm cond c ctnIty detector, TCD) y ng did s rk n t s prinsip b hw p n s k n hi ng d ri k w t p n s y ng di et kk n di d m g s deng n ju y ng dipeng ruhi o eh sif t d ri g s. Deng n mengukur t h n n istrik k w t, konduktivit s term g s d p t diukur. ii) Detektor ionis si ny (f me ionis tion detector, FID). D m h ini ef uen di irk n ke ny hidrogen. Seny w d m ef uen k n terb k r d m ny d n mengh si k n ion. Ny ditemp tk n di nt r du e ektrod y ng dibe ri potensi . Arus y ng dib w di nt r e ektrod ini o eh ny , d h propor sion terh d p konsentr si Penggun n GC D m An isis Toksiko ogi seny w di d m ef uen, siny istrik y ng terj di di mp ifik si d n direk m. iii) Detektor pen ngk p e ektron (e ectron c pture detector. ECD), did s rk n ju g p d proses ionis si g s, tet pi d m h ini g s pemb w y ng terionis si, buk n seny w ny . Jik su tu mo eku seny w meng ndung tom e ektroneg tif ku t m suk ke r h ef u t, e ektron k n dit ngk p o eh seny w y ng k n meng kib tk n berkur ngny rus t r be k ng. Perub h n d m rus ini y ng memberik n si ny p d krom togr m. Detektor ini s ng t resposif terh d p mo eku y ng meng n dung h ogen d n seny w e ektroneg tif inny , o eh k ren itu b ny k digun k n d m n isis pestisid , iv) Nitrogen fosfor detektor (NPD) D ri keemp t dete ktor ini detektor konduktivit s term d h univers d n memberik n respon te rh d p semu seny w ; detekrtor ionis si ny memberik n respon terh d p semu seny w org nik, sed ngk n detektor pen ngk p e ektron h ny memberik n respon t erh d p mo eku t u tom e ektroneg tif. Detektor konduktivit s 59

og m berdi meter t u 1/4 inci deng n p nj ngny berkis r 30 meter. rus tid k mud h mengur i p d suhu y ng digun k n untuk pemis h n d n puny i se ektivit s y ng mencukupi untuk c mpur n y ng hend k dipis hk ivit s d p t pemis h n d p t diprediksi d ri perbed n h rg koefisien omponenkomponen y ng hend k dipis hk n.

F se di m h h rus mem n. Se ekt p rtisi k

Skem t krom togr fi g s ter ih t p d g mb r (8.1). S mpe m ir n g s p d pintu s mpe . Sete h d ri ko om ir n ef ktor y ng k n memberik n siny istrik y ng proposion p d ng n e u t d n ef uen. Pintu s mpe , ko om d n detektor ber d uhuny dikontro . G s pemb w bi s ny d h nitrogen t u he t d ri ge s/k c t u

disuntikk n ke d uen me ew ti dete bed nt r k ndu d m oven y ng s ium. Ko om terbu

term memberik n respon d m jum h mikrogr m, detektor ionis si ny terh d p jum h n nogr m d n detektor pen ngk p e ektron terh d p jum h pikogr m. F se di m, terd p t b ny k pi ih n f se di m, p d su tu k t og 1986 terd p t 440 p i ih n. Di d m iter tur menunjukk n b hw SE 30/OV 1 d n OV 17 d h f se di m y ng s ng t u s digun k n untuk n isis ob t. P d f se po r beber p ob t tid k d p t dipis hk n menggun k n ko om SE 30. Frekuensi distribusi ob t p d f se di m SE 30 d n OV 17 h mpir mendek ti rect ngu r, dim n ini ber rti memi iki d y diskrimin si y ng optimum. Sehingg f se di m ini s ng t u s digun k n d n te h terkumpu d t kepust k n w ktu retensi ob t ob t n. D t ini s ng t penting untuk uji skrining. 8.3. An isis Ku it tif Terd p t du pendek t n un tuk me kuk n n isis ku it tif: i) P d kh sus dim n terd p t indik si ku t untuk mengidentifik si seny w y ng didug , krom togr fi g s digun k n seb g i t h p untuk pembukti n seny w kimi tersebut. ii) Indik si su tu seny w tid k d iket hui, krom togr fi g s seb g i metode untuk mereduksi sejum h jum h kemung kin n deng n mengkunjug sik n deng n spektrofotometer t u teknik inny . 8.3.1 . Pemb nding n w ktu t mb t. An is d ri su tu seny w d p t di kuk n deng n m emb ndingk n w ktu t mb t seny w y ng didug deng n b ku pemb nding. Untuk meng hind ri pergeser n w ktu t mb t kib t peng ruh konsentr si (khususny p d ko o m po imer y ng poros kib t pengep k n y ng tid k sempurn ) d p t di t si deng n menggun k n konsentr si y ng s m . V ri si w ktu t mb t nt r seny w d n b ku pemb nding diseb bk n o eh v ri si d ri r d s r d s p d t krom togr ti g s, peng ruh w ktu, peng ruh c r penyuntik n d n jug f ktor keteru ng n nt r o per tor y ng berbed . Contoh reprodusibi it s w ktu t mb t untuk menggun k n pen yuntik n otom tis seb ikny ebih keci d ri 0,03 %. Penggun n GC D m An isis Toksiko ogi 8.3.2.W ktu t mb t re tif D ri beber p kh sus te h seny w y ng be um diket hui deng n menggun k n kr m togr fi g s d p t diperkeci dug nny deng n memb n dingk n w ktu t mb tny terh d p sejum h seny w pemb nding. Bi s ny d t w kt u t mb t pemb nding buk n merup k n d t bso ut, tet pi menunjuk n v ri si y ng bes r y ng diseb bk n o eh jenis g s d n kecep t n ju e usi, temper tur d n k onsentr si. Untuk mengur ngi v ri si ini d t dike ompok n ke d m sistem / v r i be y ng h mpir berdek t n. L ngk h pert m , w ktu t mb t diny t k n seb g i h si b gi / nisb h d ri w ktu t mb t seny w pemb nding (w ktu t mb t re tif = RRf) p d kondisi y ng s m . Pemi ih n seny w pemb nding seb ikny dipi ih seny w y ng te h sering digun k n untuk n isis p d bor torium tersebut d n me mberik n kinerj krom togr fi y ng b ik. Ke em h n metode ini d h seti p b bor torium menggun k n seny w pemb nding y ng berbed , sesu i deng n n it y n g ditet pk n, k d ng jug b bor torium y ng s m menggun k n pemb nding y ng b erbed untuk seny w y ng berbed . 8.3.3. Indek W ktu T mb t Metode berikutny d h metode Kov ts t u indeks w ktu t mb t y ng menggun k n n k n seb g i st nd rd. P d kondisi isoterm , og ritmik w ktu t mb t d ri k n d h seb n ding deng n jum h tom C ny . Keuntung n d ri metode ini d h re tiv tid k b erg ntung p d ju ir n g s, persen f se di m d n p nj ng ko om. 8.3.4. Indek respon F ktor t mb h n y ng digun k n untuk menentu n identifik si d ri su tu s eny w d h deng n memb ndingk n respon re tif seny w tersebut p d du dete ktor y ng berbed . Untuk mend p tk n re bi it s y ng tinggi per u digun k n inte rn st nd rd. Beker menggun k n ko om OV 17 y ng diujungny terd p t pemis h d n detektor FID/NPD kofein seb g i intern st nd rd. D t diny t k n seb g i: 57

Indeks respon = U NPD S NPD U FID S FID (8.8)

Jik f ktor respons d h berbed untuk berb g i komponen, h rus di kuk n kore ksi. 8.5. Deriv tis si P d Krom togr ti G s C ir 58

diper uk n kondisi y ng s m untuk st nd r d n s mpe ii) K ibr si deng n s nd rd intern , ke em h n p d metode di t s d p t di t si deng n st nd rd intern , y ng merup k n su tu seny w y ng dit mb hk n p d s mpe . St nd rd intern ini h rus terpis h sempurn d ri semu komponen y ng terd p t d m s mpe , h ru s mempuny i w ktu t mb t mendek ti w ktu t mb t seny w y ng hend k ditentuk n. C r ini di kuk n deng n menyi pk n kurv st nd rd me ui krom togr fi r tio b obot tertentu d ri st nd rd d n komponen s mpe . Kurv dibu t d ri r tio As/Ais versus Ws/Wis, dim n A d h u s punc k d n W d h bobot, s = st nd rd, d n is = st nd rd intern . Deng n men mb hk n jum h st nd rd intern y ng s m k e d m su tu rent ng konsentr si st nd rd, kurv inier k n dipero eh d ri As/ Ais versus Ws/Wis k ren Ais d n Wis d h konst n p d rent ng konsentr si st nd rd. S mpe y ng tid k diket hui che t ditentuk n deng n men mb hk n su tu bob ot intern st nd rd y ng s m seperti p d pembu t n kurv k ibr si kep d s m pe , c mpur n dikrom togr fi r tio u s punc k diukur, d n r tio bobot dib c p d kurv . K ren semu ku ntit s merup k n r tio, metode st nd rd intern ini k n mengkonpens si perub h n d m kondisi krom togr fi se m perub h n ini k n mempeng ruhi b ik st nd r rd t upun komponen s mpe deng n c r y ng s m . ii i) Norm is si u s punc k, mis k n su tu s mpe meng ndung komponen x, y, d n z d n b hw respons krom togr ti g s d h s m untuk semu komponen deng n b s is mo r. M k persent se komponen x d m s mpe d h s m deng n persent se u s tot p d krom togr m untuk x: (8.9) 100 ( u s x ) %X = ( u s x + u s y + u s z )

dim n U respon detektor terh d p n it d n S d h serpon terh d p st nd rd. 8.4. An isis Ku ntit tif Krom togr fi g s terut m digun k n untuk n isis ku itit tif c mpur n seny w , tet pi krom togr m y ng dih si k n jug meng ndung i nform si y ng memungkink n untuk me kuk n n isis kuntit tif. H ini diseb bk n keny t n b hw u s re dib w h kurv p d krom togr m d h proporsion deng n jum h seny w y ng terk ndung o eh zone y ng tere usi. An isis ku ntit tif me iputi pengukur n re / u s d n menentuk n proporsion it sny . Ap bi r d s krom togr m tid k di engk pi deng n integr tor, sec r sederh n pengukur n punc k d p t di kuk n deng n meng sumsik n krom togr m seb g i segitig , deng n mener pk n prinsip pengukur n u s segitig , m k u s krom togr m d p t dihitu ng. Be k ng n ini h mpir semu per t n n isis dikontro o eh komputer, sehi ngg sistem krom togr fi otom tis u s ini d p t ditentuk n deng n komputer. Ku ntit s y ng did p t se njutny h rus dikonversik n ke d m jum h t u persent se komponen y ng terd p t d m s mpe . Ad tig c r y ng berbed untuk me ku k n h ini: i) K ibr si deng n st nd rd ekstern , c r ini seben rny d h n og deng n c r menggun k n kurv kerj /kurv st nd r d m spektroskopi. S t u seri s mpe y ng meng ndung jum h seny w y ng hed k di n isis d m jum h y ng berbed dikrom togr fi p d kondisi y ng s m . Kurv d ri tinggi punc k / u s punc k versus ukur n konsentr si s mpe k n memberik n kurv k ibr si ini er. Su tu s mpe y ng tid k diket hui d p t di n isis deng n mengkrom togr finy p d kondisi y ng s m , d n memb c jum h komponen konsenir si y ng bers ngku t n p d kurv k ibr si. Ke em h n metode ini d h b hw Penggun n GC D m An isis Toksiko ogi

Penggun n GC D 59

m An isis Toksiko ogi

deriv t/turun n eter trimeti si i y ng k n memberik n punc k y ng cukup simetr is d n respons y ng tid k s j inier t pi ebih b ik dib ndingk n deng n b s b eb sny . Deriv tis si ini jug bergun jik mengh d pi kerus k n y ng terdiri d ri g nggu n b ngko bio ogik d n t r be k ng. Kepust k n 1. Huizer, H., (199 1), The use of g s chhrom togr phy for the detection nd qu ntit tion of bused drugs, Gogh, T., A., The An ysis of Drugs Abuse, John Wi ey & Sons, Chichester, 23 92. 2. Sriewoe n, S. (1988), An isis Ob t D m C ir n Bio ogik, ITB, B n dung. 3. Moff t, A.C., et. ,, (Ed), (1986), C rk s Iso tion nd Identific tio n of Drugs in Ph rm ceutic s, Body F uids, nd PostMoterm M teri , Second ed., The Ph rm ceutic Press, London. 4. Johns n, E.L., Stevenson,R., (1991), D s r Krom togr fi C ir, Penerbit ITB, B ndung. 5. Skoog, D.A., Le ry, J.J., (1992), Princip es of Instrunient An ysis, 4th Ed., H rcourt Br ce Pub isher., New o rk. 6. Wi rd, HH.; et ., (1989), Instrument Methods of An ysis, W dsbuort h Pub ising Comp ny. C iforni . 7. Ch mber in, J., (1985), An ysis of Drugs i n Bio ogic F uid, CRC Press Inc, Boc R ton. 8. United N tions, (1995) Recomme nded methods for the detection nd ss y of heroin, c nn binoids, coc ine, mphe t mine nd ring substituted mphet mine deriv tes in bio ogic specimens m nu for use by n tion bor tories, United N tion Intern tion Drug Contro Prog r mme, New ork

B ny k seny w d p t ditentuk n deng n krom togr fi g s, seny w y ng mud h meng u p d p t ditentuk n deng n mud h. M s h k n muncu p bi meng n is seny w deng n titik didih y ng tinggi t u seny w tid k st bi p d suhu n is . S ehingg untuk d p t meng n is seny w seperti itu, dibu t deriv t y ng mud h m engu p. Deriv t ini bi s ny k n mempertinggi st bi it s d m krom togr fi ber ngsung, mempertinggi vo ti it s untuk n isis, memperkeci dsorpsi, identif ik si y ng ebih positif, memperb iki pemis h n d n spesifisit s terh d p g nggu n t u "b ckground", d ri mempertinggi sensitfit s respons detektor. Seringk i seny w y ng bi jik dikrom togr fi k n meng mi dekomposisi term d n/ t u pengur i n k t itik seperti mis ny steroid . H ini d p t menyeb bk n pu nc k y ng terdistorsi, punc k y ng s ng t eb r d n respons non inier. Mengur n gi suhu ko om d n penggun n sistem g ss d p t mengur ngi seb gi n m s h ini, tet pi seringk i tid k berh si . Deng n membu t deriv t/turun n y ng sesu i, st bi it s seny w mungkin d p t dipertingi d n seringk i deriv tis si d p t mempertinggi vo ti it s hingg n isis d p t di kuk n p d suhu y ng ebih r end h. Deriv tis si ini jug d p t diter pk n untuk seny w y ng k ren bobot mo eku ny d n tek n n u pny tid k d p t dikrom togr fi p d kondisi y ng umum. M e ui pembentuk n deriv t/turun n p d m n gugus inter ksi po rny di indungi (m sking) o eh b gi n non po r d p t meng t si inter ksi dsorpsi. Seb g i con toh morfin d n n rkotik ker b tny y ng penentu n k d rny meng mi kesuk r n t er ebih ebih d m jum h sub mikrogr m. H ini diseb bk n o eh punc k y ng be rekor d n respon terg ntung p d jenis ko ornny se in p d jum h s mpe y ng disutik n. M nisfest si ini d p t di t si deng n membu t

BAB IX PENGGUNAAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI High Perform nce Liquid Chrom togr phy (HPLC) DALAM ANALISIS TOKSIKOLOGI Metode n isis ob t p d peny hgun n ob t ob t n seh rusny sederh n d n sp esifik untuk ob t ob t n tertentu t u untuk ke ompok ob t tertentu, d n seh rus ny memberik n ketep t n d n kete iti n n isis y ng tinggi. HPLC d h s h teknik n isis y ng tep t untuk kriteri tersebut di t s. Khususny d m meng n isis seny w y ng termo bi seperti n og gugus s m k rboksi t d ri k n binoid y ng s ng t sus h di n isis menggun k n krom togr fi g s. HPLC jug ebi h f eksib e dib ndingk n krom togr fi g s, k ren d p t memi ih berb g i f se ge r k t u f se di m y ng k n digun k n untuk keper u n n isis. HPLC memi iki b eber p keunggu n seperti: pengoper si nny p d temper tur rend h sehingg d p t meminim k n terj diny d ekomposisi term ; d p t digun k n untuk meng n is seny w non vo ti e t u s eny w po r; kem mpu nny d m memis hk n seny w deng n perbed n rent ng po rit s y ng u s; HPLC f se b tik menggun k n f se ger k (pe rut) rut ir. Po tensi it s HPLC s ng t bergun untuk pemis h n, identifik si, d n penet p n k d r seny w ob t d n met bo itny , w upun w ktu d n uh s y ng ker s k n menen tuk n p k h metode d p t diter pk n dosenti it s, kesederh n n, d n s r n y n g diingink n.

9.1.2. Sistem injeksi 60

G mb r 9.1: Skem per t n HPLC Per t n HPLC terdiri d ri emp t b gi n ut m : 1) pomp untuk menyup i f se ger k. 2) sistem penyuntik n s mpe , 3) ko om, d n 4) detektor diperd d ng n deng n n m d g ng SepP k 9.1. Pemi ih n Sistem HPLC t u Bond E ut t u merek inny . F se p d t t u ko om tersebut d p t berup si ik terik t 9.1.1. Pr ko om d n ekstr ksi f se p d t deng n deriv t eti , ok ti ; pertuk r n ion; nonP d n isis toksiko ogi forensik sebe um ionik po iste rin divini benzen co po imer XADs mpe diinjeksik n ke d m ko om ter ebih 2. Penggun n pr ko om d n ekstr ksi f se d hu u d p t di ew tk n p d pr ko om y ng p d t ini memungkink n menginjeksik n memungkink n terj di ekstr ksi ob t p d f se m teri y ng re tif murni ke d m ko om HPLC. p d t d ri m teri bio ogi t u d ri ekstr k Sehingg k n d p t mem perp nj ng umur k s r, seperti c nn b is, opium, t u ko om. Untuk memperp nj ng umur ko om mfet min. P d t h p ini ob t p d HPLC bi s ny di engk pi Gu rd co um dipek tk n/terkonsentr si p d f se p d t d n y ng berfungsi men h n p rtike p rtike keci kemudi n die usi d eng n pe rut y ng tep t, y ng terb w d m s mpe , sehingg tid k sehingg dip ero eh fr ksi n it. k n menyumb t ko om. Pr ko om dikem s ke d m ko om y n g berukur n keci y ng b ny k tersedi Penggun n HPLC D m An isis Toksiko ogi

Cup ik n h rus dim sukk n ke d m p ngk ko om (kep ko om), dius h k n g r sedikit mungkin terj di g nggu n p d kem s n ko om. An it y ng diinjeksik n h rus tid k, meng ndung p rtike y ng tersuspensi sehingg diper uk n mikrofi ter sebe um diinjeksik n ke d m ko om. Metode y ng p ing u s digun k n untuk me nginjeksik n s mpe d h sistem k tup kit r "s mp ing poo " t ini meny tu d eng n HPLC, d n d p t m m sukk n s mpe nt r 5 500 L. Mikro s mp ing injkesi d p t menginjeksik n vo um 0,5 5 L. Per u jug diperh tik n jik menginjeksik n p e rut d p r (d p r fosf t) seb b d p r tersebut d p t mengkrist jik terc mpu r deng n pe rut org nik (f se ger k). Sistem injeksi utom tis b ny k dijump i p d sistem HPLC, deng n kerj injeksi pneum tik, dib w h kontro komputer. Sist em ini bi s digun k n p d n isis rutin deng n jum h s mpe y ng b ny k. 9.1 .3. Sistem Pomp Terd p t du jenis pomp y ng digun k n untuk memomp k n f se g er k me ui ko om y itu tek n n tet p d n pendes k n tek n n. Pomp pendes k n tet p d p t dib gi menj di pomp tor k d n pomp semprit. Pomp tor k meng si k n ir n berdenyut, j di memer uk n pered m denyut t u pered m e ektronik untuk mengh si k n g ris s detektor y ng, st bi jik detektor pek terh d p ir n. Ke ebih n ut m ny i h t ndonny y ng tid k terb t s. Pomp semprit mengh s i k n ir n y ng t k berdenyut, tet pi t ndony terb t s. 9.1.4. Ko om Ko om me rup k n j ntung krom togr fi keberh si n t u keg g n n itis terg ntung p d pemi ih n ko om d n kondisi kerj . Ko om d p t dike ompokk n menj di du ke om pok : i) Ko om n itik: g ris teng h d m 2 6 mm. P nj ng berg ntung p d je nis kem s n, untuk kem s n pe ike bi s ny p nj ng ko om 50 100 cm, untuk kem s n mikro pe ike 10 30 cm. Untuk n isis ob t vo ume s mpe y ng diinjeksik n nt r 20 50 L, meng ndung 20 50 g ob t. Untuk menge usi n it diper uk n tek n n 1000 2500 psi d n vo ume e usi 50 m . Penggun n HPLC D m An isis Toksiko ogi ii) Ko om prep r tif ; umumny berg ris teng h 6 mm t u Iebih bes r d n p nj ng ny 25 100 cm. Terd p t berb g i v ri si ko om y ng digun k n untuk n isis o b t, seperti f se norm , si ik , krom togr fi f se b ik; okt desi y ng terik t deng n si ik t u f se terik t r nt i hidrok rbon y ng inny Untuk n isis ob t sec r rutin p d periode w ktu y ng m d n d t w ktu t mb t digun k n seb g i uji skrining d n konfirm si. S ng t direkomend sik n untuk membe i ko om deng n nomer b tch y ng s m , seb b nomer b tch y ng berbed memberik n d t in deks retensi y ng berbed . 9.1.5. F se Ger k P d krom togr fi c ir susun n pe rut t u f se ger k merup k n s h s tu v ri be (peub h) y ng mempeng ruhi pem is h n. Berb g i m c m pe rut dip k i d m semu r g m HPLC, tet pi d beber p sif t y ng diingink n ber ku umum. F se ger k h rus: murni, t np cem r n; t id k bere ksi deng n kem s n; sesu i deng n detektor; d p t me rutk n s mpe / n it; mempuny i tokskosit s rend h; memungkink n mempero eh kemb i n it/s mpe deng n mud h jik diper uk n; h rg ny w j r. D ri semu persy r t n emp t y n g, pert m y ng p ing penting. E usi isokr tik d h metode penge usi dim n k omposisi f se ger k mu i s mpe di injeksik n ke d m ko om s mp i semu s mpe tere usi d h tet p. E usi isokr tik untuk pemis h n s mpe deng n rent ng h rg k (koefisien p rtisi) y ng u r bi s ny memberik n reso usi y ng tid k b ik, s ng t sus h untuk mendeteksi khir d ri su tu punc k (punc k y ng dih si k n berekor), d n memer uk n w ktu n isis y ng s ng t m . Untuk memis hk n s m pe deng n rent ng h rg k y ng u s bi s ny digun k n e usi terprogr m. E usi terprogr m, n og deng n pemrogr m n suhu p d GC. E usi terprogr m jug diseb ut e usi gr dien, y ng me ih tk n perub h n komposisi f se ger k sec r bert h p t u sec r continu se m proses e usi. Bi s ny semu s mpe p d w / s t diinjeksik n tert h n p d kep ko om. Sete h e usi gr dien dimu i keku t n penge usi k n meningk t. S mpe deng n 61

N ( 1) k VM (1 + k ) N 2 (9.3) Pe eb r n pit : g =

k + 1

(9.2)

dimana ko adalah harga k' pada aat elu i gradien dimulai, t waktu tambat pada e lu i gradien, dan g lebar pita gradien ( atu kali tandard devia i). Harga k pada aat elu i dari olut eharu nya berada antara 1 < k < 10, eperti pada elu i i okratik. Pada aat pita meninggalkan kolom , k ma ing-ma ing angat kecil ( 1). Harga k, yang kecil pada waktu dari akan memberikan pita yang empit. Lebar pit a empit berarti meningkatkan en ititita (detektor). Interak i antara olute d engan gugu ilok il beba dari ilika dan i oterm ad orp i nonlinier adalah ala an utama yang menyebabkan noda berekor pada kromatografi fa e normal. Ma alah i ni dapat diata i jika molekul olut dapat berinterak i dengan pelarut lebih pola r. Dengan ecara kon tan merubah kompo i i fa e gerak pada periode anali i , eh ingga daya elu i dapat ditingkatkan. Dengan metode elu i gradien dimulai dengan pelarut non-polar hingga pelarut polar. Laju pencampuran pelarut dapat ecara li nier atau ek ponen ial. Pada HPLC udah dilengkapi radar (device) untuk mengatur pencampuran pelarut ini. Metode elu i gradien ini tidak hanya dapat mengata i p uncak berekor tetapi juga akan memberikan re olu i yang lebih baik. Yang lebih p enting dapat menurunkan waktu anali i campuran komplek, yang memiliki harga k' berbeda. Si tem ini memberikan anali i yang angat elektif karena memberikan p uncak yang lebih tajam. HPLC modern menyediakan rada elu i gradien ampai mengg unakan empat campuran pelarut yang berbeda. Penggunaan HPLC Dalam Anali i Tok ikologi

Pemi ih n sistem penge usi untuk krom togr fi p rtisi f se norm , d y e usi pe rut mengikuti der j t e uotropik. P d r ngk i n pe rut ini meningk t d y e uotropikny : heks n < to uen < dieti eter < k oroform < eti set t < et no < m et no < pirirdin < s m set t. Pe rut y ng umum digun k n p d HPLC f se b i k d h ir ( t u rut n d p r), setonitri met no , d n tetr hidrofur n. Pe rut ini p ing sering digun k n d m n isis ob t. Krom togr fi p s ng n ion te h digun k n untuk n isis ob t khususny p d sistem krom togr fi f se b i k. Prosedur ini terg tung p d kem mpu n ob t membentuk ion p d rut n d p r y ng sesu i. Ion w n y ng sesu i rut d m penge usi, bi s ny konsentr si io n w n d m 5 mM. P s ng n ion ob t d n ion w n die usi seb g i s tu kes tu n p d sistem krom togr ti f se b ik, d n k n tert h n ebih m p d f se di m y ng ifofi ik. Beber p contoh ion w n d h g r m g r m s m hept n su f on t, d n nitrium uri su f t, tetr eti t u tetre peni monium h id untuk untuk ob tob t n y ng meng ndung gugus k rboni t u fen te 9.1.6. Detektor Det ektor y ng sering digun k n untuk n isis ob t d h UV detektor. Detektor ini dike ompokk n menj di tig ke ompok: detektor p nj ng ge omb ng t t p, detektor p nj ng ge omb ng v ri be t u p nj ng ge omb ng terseb r, detektor diode rr y. Detektor p nj ng ge omb ng tet p menggun k n p nj ng ge omb ng tertentu p d s tu p nj ng ge omb ng, bi s ny dih si kk n o eh mpu merkuri (254 nm), k d ng k d ng jug o eh I mpu c dmium (225nm) d n zink (212 nm). P nj ng ge omb ng y n g diemisik n o eh mpu ini tid k h monokrom tis tet pi intensit s r di si p nj ng ge omb ng y ng inny s ng t rend h. Untuk menghi ngk n r di si ini dit mb hk n fi ter nt r sumber r di si d n se detektor. Tid k semu ob t mempuny i p nj ng ge omb ng m ksimum p d 254 nm, seb g i konsekuensiny tid k semu seny w ob t d p t dideteksi menggun k n detektor ini. M s hny y ng timbu jug ti d k semu ob t d p t dideteksi p d ser p n m ksimumny . 62

h rg k y ng, keci k n tere usi ter ebih d hu u, diikuti o eh seny w in se su i deng n peningk t n h rg k d n keku t n penge usi. Pers m n d s r untuk e usi gr dien d p t menggun k n pers m n k dig nti deng n k r t r t se m e usi gr dien ber ngsung. Pers m n tersebut d h : W ktu t mb t: t g = t M k og(2,3 k o / k ) (9.1) Resu usi: Rs =

Tabel 8.1. Sifat dari pelarut yang digunakan untuk kromatografi cair (1) Pelarut UVa RIb BP (oC)c d e f g k lompok Isooktana 197 1.389 99 0.47 0.1 0.01 1.94 n-h ksana 190 1.372 69 0.30 0.1 0.01 1 .88 Sikloh ksana 200 1.423 81 0.90 -0.2 0.04 2.02 Siklop ntana 200 1.404 49 .42 -0.2 0.05 1.97 Karbon isulfi 380 1.624 46 0.34 0.3 0.15 2.64 Karbont traklori a 265 1.457 77 0.90 1.6 0.18 2.24 Tri tilamin 1.398 89 0.36 1.9 0.54 2.4 I Isop ropil t r 220 1.36 68 038 2.4 0.28 3.9 I Di til t r 218 1.350 35 0.24 2.8 0.38 4.3 I B nz n 280 1.498 80 0.6 2.7 0.32 2.3 VII Diklorm tan 233 1.421 40 0.41 3. 1 0.42 8.9 V 1-2 Dikloro tan 1.442 83 0.78 3.5 0.44 10.4 V t r- bulanol 1.385 82 3.60 4.1 0.70 12.5 II Butanol 210 1.397 118 2.60 3.9 0.70 17.5 II Propanol 240 1.385 97 1.90 4.0 0.82 20.3 III T trahi rofuran 212 1.405 66 0.46 4.0 0.57 7.6 I II Etil as tat 256 1.370 77 0.43 4.4 0.58 6.0 Via Isopropanol 205 1.384 82 1.90 3.9 0.82 20.3 II Kloroform 245 1.443 61 0.53 4.1 0.40 4.8 VIII Etil m til k ton 1.376 80 0.38 4.7 18.5 VIa 0.51 As ton 330 1.356 56 0.30 5.1 0.56 VIa Etanol 210 1.359 78 1.08 4.3 0.85 24.6 II Asam As tat 1.370 1118 1.10 6.0 6.2 IV As tonitr il 190 1.341 82 0.34 5.8 0.65 37.5 VIb M tanol 205 1.326 65 0.54 5.1 0.95 32.7 I I Air 1.333 100 0.89 10.2 80.2 VIII a p larut ti ak apat igunakan untuk t ks i pa a panjang g lombang t rs but b in ks K t rangan: r fraksi pa a 25 oC; c Ti tik i ih alam oC; Viskositas pa a 25 oC, Param t r polaritas p larut; g ko nstanta i l ktri pa a 20oC; h k lompok s l ktivitas p larut. susunan io , mas ing c lah io m r kam Untuk m m cahkan masalah ini igunakan satu panjang g lo mbang. S hingga masing t ktor panjang g lombang variab l atau masing c lah t rs but apat igunakan untuk io array t ktor. Sumb r ra iasi t ktor m nguku r s rapan pa a mak ana it yang panjang ge ombang va iabe menggunakan me ewati se detekto , atau semua diode ampu deute ium dan yang membe ikan adiasi me ekam adian powe (intensitas) yang pada dae a UV. Anta a sumbe adiasi dan se di e usi. Detekto ini dapat juga digunakan detekto ditempatkan monok omato , adi asi untuk menentukan kemu nian ana it yang monok omatis yang me ewati se detekt o akan dipisa kan dengan ca a menguku sepekt um ditangkap o e p otoce . O e p oto se da i waktu ke waktu se ama puncak te sebut intensitas adiasi di uba menjadi sinya ist ik die usi. Apabi a spekt a puncak te sebut kemudian dimani pu asi se ingga dapat te baca be uba se ama penguku an te sebut sebagai data ad so ban atau t ansmitan. menunjukan puncak te e usi ada a tidak Untuk HPLC yang menggunakan peng enti tungga . Kebanyakan diode a ay detekto a i an, se apan s pekt a senyawa yang dideteksi di engkapi dengan penguku an asio abso ban dapat diuku . Be beda dengan diode a ay pada dua panjang ge ombang yang be beda, dete kto tidak me ewatkan adiasi sepe ti yang digunakan untuk penetapan monok imati s ke da am se detekto . Radiasi ba bitu at. po ik omatis yang di ewatkan ke se detekto Detekto f uo esensi. Wa aupun sangat sedikit di ewatkan menuju monok omatis a okisi yang digunakan untuk ana isis obat detekto mendispe sikan adia si po ik omatis menuju f uo esensi memi iki keuntungan da am Penggunaan HPLC Da am Ana isis Toksiko ogi

63

 

 

      

data ana isis, se ingga data yang be ubungan dengan sampe obat a us dicatat. k ususnya penampi an mik oskopi maupun mak oskopiknya sepe ti, pembungkus sampe , dan penandaaan yang te dapat pada sampe /pembungkus. Semua isto is data ini s ebagai bukti di pengadi an. Penggunaan HPLC dida u ui o e uji sk ining, menggu nakan eaksi wa na atau eaksi sk ining ainnya. Ana isis obat menggunakan HPLC biasanya dida u ui o e p ape akuan, sepe ti ekst aksi ana it da i sampe . Meto de ekst aksi te gantung pada jenis sampe dan sifat fisikokimia da i ana it. Set e a sampe diekst aksi dapat angsung diinjeksikan ke da am ko om me a ui mik o fi te (biasanya be diamete 2m) atau sebe um diinjeksikan ekst ak ke ing kemudia n di a utkan ke da am fase ge ak. Pe u dipe atikan sifat mik ofi te yang kada ng te a ut dengang pe a ut o gani k te tentu. K e p u st a k a a n . 1 . Caddy, B., 1991, T e use of ig pe fo mance iquid c omatog ap y fo t e detection a nd quanitation of abussed d ugs, Gog t, T., A., T e Ana ysis of D ugs of Abuse, Jo n Wi ey & Sons, C ic este , 1 2 1 - 174. 2. S iewoe an, S. 1988, Ana isis Oba t Da am Cai an Bio ogik, ITB, Bandung. 3. Moffat, A.C., et.a ., (Ed), 1986,C a k's Iso ation and Identification of D ugs in P a maceutica s, Body F uids, and P ostMo tenz Mate ia , Second ed., T e P a maceutica P ess,London. 4. Jo nsan, E. L., Stevenson,R., 1991, Dasa K omatog af Cai , Pene bit ITB, Bandung. 5. Skoog , D.A., Lea y, J.J., 1992, P incip es of Inst umenta Ana ysis, 4"' Ed., Ha cou t B ace Pub is e , New Yo k. 6. Wi a d, H.H., et a .. 1989, Inst umenta Met o ds of Ana ysis, Wadsbuo t Pub ising Company, Ca ifo nia. 7. C ambe ain, J., 19 85, Ana ysis ofD ugs in Bio ogica F uid, CRC P ess Inc, Boca Raton. 8. United N ations, (1995) Recommended met ods fo t e detection and assay of e oin, cannab inoids, cocaine, 64

sensitivitas dibandingkan dengan detekto UV. kususnya da am batas deteksinya. T idak semua obat be f uo esensi, tetapi banyak dapat dibuat manjadi tu unan be f uo esensi dengan pe eaksi f uo esen yang sesuai, sepe ti asam amino dapat dibuat menjadi tu unan be f uo esensi dengan menggunakan eagent o-fta a de id atau f uo escamin. Mo fin dapat dibuat be f uo esensi dengan pe eaksi fe isianida membe ntuk apomo fin dengan intensitas f uo esensi yang kuat. Detekto e ekt okimia ad a a ep esentatif untuk monito ing penya a gunaan obat. Detekto ini sangat sen sitive dan menunjukan se ektivitas yang tinggi. Hanya saja detekto ini anya da pat digunakan untuk menetukan obat yang dapat dioksidasi atau di eduksi. Respon da i detekto ini muncu da i a i an e ek o yang di asi kan o e eaksi edok pa da pe mukaan e ekt oda. Detekto indek ef aksi, detekto ini menguku pe uba an indeks ef aksi e uen yang disebabkan o e adanya senyawa yang pada waktu ke ua da i ko om. Detekto ini tidak dapat digunakan seca a sefektif dengan e usi g adien ka ena adanya pe uba an pada base ine (pe uba an indeks ef aksi pe a ut j ika g adien be uba ) atau jika pe a ut mempunyai indek ef aksi mendekati indeks ef aksi zat te a ut. Se ain itu detekto ini sensitif te adap pe uba an su u . Dengan diketemukan Fou ie t ansfo m inf a ed (FTIR) spekt ofotomete dimungki nkan digunakan sebagai detekto pada HPLC detekto ini akan sangat be guna untuk memonito ing penya a gunaan obat-obatan ka ena dapat me akukan identifikasi abs o ut da i obat yang diana isa. Spcet um IR yang di ekam digunakan sebagai dasa untuk uji konfi masi. 9.2. Ana isis Obat Tidak semua ana isis obat dapat di akuk an dengan menggunakan HPLC, pe yataan ini dikemukan o e Goug dan Beke (2.3) ya ng me apo kan penggunaan k omatog afi untuk mendeteksi penya a gunaan obat-obata n sampai ta un 1983. Ana isis obat-obatan pada penya a gunaan obat a us mengiku ti p ototko yang baku, da i penyumpu an sampe sampai pada penanganan Penggunaan HPLC Da am Ana isis Toksiko ogi

             

  

 

 

 

  

  

Penggunaan HPLC Da am Ana isis Toksiko ogi 65

C omatog apy, J. ofAOAC, 58 (5), 888897. 12. Hyds, P.M., 1985, Eva uation of D ug Ext action P ocedu es f om U ine, J. of Toxic o o gy , 9 (Nov/Des), 265-272. 13. Lu ie I a, 1977, App ication of Reve se P ase on-Pai Pa tition C omatog a p y to D ugs of Fo ensic Inte e-t, JJ ofAOAC, 60 (5), 1035-1040 14. C ao, M.K.C. , A be t,K.S., Fusa i,S.A., 1977, P enoba bita , in F o ey,K. (Ed), Ana ytica P ofi es ofD ug Substances, 7, Academic P ees, New Yo k, 359-395. 15. Macdona d,A ., Mic at is, A.F., Senkauski, 1977, Uia cpam, in in FIo 'cy,K. (V d), Ana itica of P ofi es D ugs Substances, 7 Academic P ees, New Yo k, 79-101.

amp etamine and ing-substituted amp etamine de ivates in bio ogica specimens m anua fo use by nationa abo ato ies, United Nation Inte nationa D ug Cont o P og amme, New Yo k 9. Law y, W.T., Gs iott, J,C., 1979, Fo ensic Toxico ogy C ont o ed Substances and Dange ous D ugs, P enum P ess, New Yo k, 103-346. 10. F e a a, S.D., e a , , 1992, So id-P ase Ext action and HPLC-UV Confi mation of D ugs of Abuse in U ine J. An. Toxico ogy, 16, 217-222. 11. Zieg e , H.W., Beas y, T.H., Smit, D.W., 1975, Simu taneous Assay fo Six A ka oids in Opium, Using Hig -Pe fomence Liquid

 

 

In et sistem Sumbe ion Ana ize Massa

Sistem Vakum Gamba 10.1. Diag am ba ok komponen da i MS Tujuan da i in et sistem ada a memu ngkinkan untuk memasukkan sampe ke da am sumbe ion dengan ke i angan vakum yan g sangat keci . Pada MS ada 3 jenis in et sistem: batc in et, di ect p obe in e t, k omatog afi in et. MS yang digabungkan sistem k omatog afi gas/HPLC memungki nkan me akukan pemisa an dan mengidentifikasi seca a angsung senyawa Spekt osko pi Massa Sistem Pengo a an Data

66

te sebut. Penggabungan k omatog afi dengan MS meme ukan sistem in et yang k usu s. 10.3. Sistem Pengumpu an Data dan Penampi annya Seka ang ini spekt omete te ubung dengan be bagai bentuk sistem data sangat be gantung da i tujuan ana isis . Sistem data yang mode n akan mengont o ope asiona MS, pengumpu an

Detekto

diduga. Spesivitas yang sangat tinggi di asi kan ka akte istik po a pemeca an/f agmentasi, yang dapat membe ikan info masi tentang be at mo eku dan st uktu mo eku . Dengan be kembangnya tekno ogi seka ang banyak dijumpai MS yang digabungk an dengan inst umen ain sepe ti HPLC, GC, dan atau digabungkan dengan suatu ana ize MS (tendem MS/ MS-MS). 10.2. A i an Ana it/Sampe da am MS Fungsiona itas da i MS seca a p insip dapat dibagi menjadi 3 bagian fungsi utama: 1) menciptaka n f agmen ion da am bentuk gas da i sampe , 2) mengion/ion-ion te sebut sesuai d engan massanya (tepatnya asio massa/muatan), 3) menge ua kan massa e atif da i f agmen ion-ion da i setiap massa. Diag am ba ok komponen da i MS dapat di i at pada gamba 10.1. Bagian-bagian yang te penting ada a : 1. Sampe in et sistem, 2. Sumbe ion, 3. Pe cepatan ion atau ana ize massa (ion), 4. Sistem pengumpu ion, 5. Sistem pengo a data, 6. Sistem vakum.

BAB X APLIKASI SPEKTROMETRI MASSA DALAM ANALISIS PENYALAHGUNAAN OBAT 10. 1. Pend a u uan Da am bab ini akan diba as identifikasi dan kuantisasi obat menggunakan spekt omet i massa. Spekt omet i massa me upakan teknik ana isis yang sangat an da yang dapat membe ikan bukti/data te dapatnya suatu obat yang diduga, MS utam anya te a digunakan untuk memastikan identitas suatu obat, yang te a di sk ini ng atau diduga sementa a menggunakan teknik ain (R-X wa na, TLC, d ). MS meng asi kan pa tike be muatan yang te di i da i susunan ion dan peca an (f agmen) i on da i mo eku asa nya dan u utan susunan ion ini sesuai dengan asio massa/mua tan ionnya. Spekt um massa da i asa senyawa ada a ka akte istik o e senyawa t e sebut. Apabi a spekt um massa da i suatu senyawa di engkapi dengan data spekt onik ainnya sepe ti IR, UV-Vis, NMR, dapat diana isis st uktu mo eku senyawa te sebut. Keuntungan utama MS dibandingkan metode inst umenta ana itik ainnya ada a mempunyai sensitivitas dan spesivitas yang pa ing tinggi untuk mengidenti fikasi atau mengkonfi masikan suatu senyawa yang te a Sampe

data dan memp oses data te masuk penca ian da am data kepustakaan. Metode yang ama spekt a di ekam di atas ke tas yang sensitif dengan UV dan massa ditentukan seca a manua da i masing-masing puncak spekt a. Ca a ini akan sangat ama penge jaannya, dan jum a senyawa yang dapat diana isis akan sangat te batas. Sistem data tidak anya dapat menangani ope asi pengumpu an data spekt a penetapan mass a da i puncak tetapi juga dapat memanipu asi data sesuai dengan kebutu an. Siste m data juga dapat seca a simu tan mengope asikan data da i be bagai data Spekt o fotomete (UV, IR, NMR). Sistem data dapat dibe i te pisa atau te a disatukan dengan spekt omete . Seca a umum ope asiona data sistem ada a me ekam massa da n intensitas ion pada saat spekt omete me akukan scaning. Pe f uo oke osene ada a senyawa kimia yang biasa digunakan untuk mengka ib asi ska a massa da i MS. Pada ana isis fo ensik toksiko ogi (senyawa obat) dipe ukan MS be eso usi tingg i, sebab MS dengan eso usi enda se ing tidak be asi da am penca ian data de ngan sistem data pustaka, ka ena meme ukan data massa yang aku at, dan dafta f o mu a empi is sangat be ubungan dengan semua data ion yang te f agmentasi. Inf o masi spekt a MS biasanya dipadukan dengan data spekt a IR, NMR untuk dapat dig unakan da am identifikasi obat yang tidak diketa ui/obat ba u. Tota ion cu ent atau jum a tota muatan ion ada a penjum a an semua intensitas muatan ion te f agmen pada saat me akukan scaning. Jika MS seca a be u ang me akukan scaning d a i sumbe (in et) GC ekonst uksi jum a tota muatan ion da i suatu ana it dap at di akukan. Data sistem akan mensubst ak spekt a dengan yang ainnya (spekt a ata be akang) se ingga spekt a ana it bebas da i spekt a ata be akang pengga nggu. Sistem data spekt a juga dapat me ata- atakan semua spekt a da i puncak GC dengan membandingkan spekt a da i puncak GC sebe umnya atau sesuda nya, kompone n yang tidak te deteksi dapat di inda i se ingga dipe o e semua spekt a da i ma sing-masing komponen. Sistem data juga dapat memp ot/me aja va iasi intensitas masing-masing da i ion te adap waktu, metode ini dikena dengan sing e-ion Spekt oskopi Massa c omatog am (k omatog am ion tungga ). K omatog am ion tungga sangat be guna da am mendeteksi obat te tentu da am suatu campu an. Juga be guna da am mendeteksi obat-obat yang be beda sete a semua spekt a te ekam, tetapi metode ini tidak s ensitive. Jika ingin mendeteksi obat te tentu yang diduga ada bebe apa teknik an a itik yang digunakan yaitu monito ing ion se ektif / se ektif ion monito ing/SIM yang juga dikena sebagai monito ing puncak ganda / mu ti peak monito ing/MPM, ata u deteksi ion ganda /mu tip e-ion detection/MID. Mode ope asi da i teknik ini tida k me ekam kese u u an spekt a, tetapi anya me ekam sinya ka akte istik da i io n-ion te sebut untuk mengidentifikasi obat yang diinginkan. K ususnya te dapat t iga ion yang be beda yang akan di ekam yaitu te masuk ion mo eku e yang utama d an dua ion yang ainnya sebagai ion diagnostik. Intensitas abso ut da i ion-ion di ekam dan intensitas e atif yang mewaki i ion mo eku e dicek untuk memastika n memang pada asio yang bena , apabi a dibandingkan spekt a massa no ma . Inten sitas abso ut memungkinkan menentukan konsent asi suatu obat dengan membandingka n dengan intensitas baku pembanding. Keuntungan da i teknik ini ada a ebi sen sitive dibandingkan me ekam kese u u an spekt a, meme ukan waktu yang ebi sed ikit untuk memonito masing-masing ion. 10.4. Kepustakaan Spekt um Massa Identif ikasi obat yang positif diketa ui meme ukan pembandingan te adap spekt um mass a yang ada pada data kepustakaan. Pada sistem data yang mode n biasanya di engka pi dengan fasi itas penca ian data spekt um pembanding pada data pustaka, p osed u ini dike jakan seca a automatis. Seca a kome sia te dapat banyak data kepust akaan te simpan da am disket-disket penca ian pembandingan data kepustakaan dapa t di akukan me a ui inte net di mana ome page te tentu menyediakan jasa ini. Seca a kome sia sepe ti conto Envi onmenta p otection Ajency/Nationa Institutes o f Hea t Main Spect a Database. Sistem ini jau ebi menguntungkan da ipada ana isis mengumpu kan data spekt a massa manua . Jika ana isis me akukan penca ian pembanding spekt a seca a manua dan meng abiskan banyak waktu dan se ing muncu penafsi an yang subyektif dan meme ukan 67

 

 

  

 

penga aman yang panjang da am peke jaan mencocokkan spekt a. Untuk meng inda i p enyimpangan atau kesa a an pembandingan spekt um yang tidak diketa ui asi da i penca ian data pustaka biasanya ditunjukkan bebe apa spekt um yang ampi mende kati. Fakto ketepatan biasanya dengan ska a 0-1000 ada a menampi kan spekt um yang tepat/cocok dan menguku kedekatan anta a spekt um senyawa yang tidak diket a ui dengan spekt um data pustaka. Peng itungan didasa kan atas pe bedaan intens itas anta a ion-ion yang tepat/cocok da am spekt a yang sesuai. Bebe apa sistem ini juga menampi kan fakto kemu nian. Fakto ini di itung da i puncak spekt um senyawa yang tidak diketa ui, tidak te dapat da am spekt um pembanding dan dapat menunjukkan adanya pengoto atau pengganggu. Pada kasus ini fakto ketepatan ya ng bagus dengan fakto kemu nian enda menunjukkan ketidak tepatan atau ketidak bena an. 10.5. Ana isis Bebe apa Ke ompok Obat Pada sub bab ini dik ususkan pad a pemba asan ana isis obat-obat yang se ing disa a gunakan (d ugs/obat i ega ) baik da am bentuk sediaan atau ba an baku maupun yang te dapat da am cai an bio ogi be ada da am konsent asi yang sangat keci dan da am mat i ks yang sangat komp eks. O e ka ena itu pe u p osedu c eanup atau pemu nian seb e um ana isis MS. Pemu nian dapat menggunakan teknik k omatog afi atau membuat d e ivatnya sebe um dik omatog afi untuk meningkatkan kine ja k omatog afi. Sepe t i conto asam dapat di uba menjadi bentuk meti este nya dan ba bitu at da am b entuk meti -ba bitu at. Untuk ana isis kuantitatif sebaiknya digunakan inte na standa d yang sesuai, se a usnya mempunyai sifat kimia yang sama dengan ana it a ini sangat penting jika di akukan de ivatisasi. Inte na standa d yang idea ada a isotop be abe yang ana og dengan ana it, bagaimanapun juga sebe um pemi i an isotop ana og yang spesifik bebe apa fakto a us dipe timbangkan sepe ti: massanya be beda, kemu nian isotop, dan ka akte istik f agmentasi spekt um mass anya. Tabe 10. 1. Spekt um massa kanabis yang ka akte istik Senyawa Mode ionisasi CBN CBD 9-THC Kanabinoid (umum) THC-COOH, meti asi THC-COOH, meti asi, deute asi, IS THC-COOH t imeti si i THC-COOH t imeti si i , deute asi, IS THC-t if uo oas eti THC-t if uo oaseti , deute asi, IS THC-COOH t if uo oaseti THC-COOH t if u o oaseti , deute asi, IS THC-OH, t if uo oaseti , IS THC-OH, t if uo oaseti , de ute asi, IS THC THC, deute asi, IS EI =e ekt on impact(tumbukan e ekt on), (baku da am) Dikutif da i: Huize , H., (1991) A. Kanabis ion-ion yang diamati (m/z) EI 310, 295, 238 EI 314, 299, 258, 246, 231 EI 314, 299, 258, 246, 231, 193 EI 3 14, 299, 271, 258, 246, 243, 231 EI 372, 357, 313 EI 375, 316 EI 488, 473, 371 E I 491, 374 CI negatif ( id ogen/metana) 410 CI negatif ( id ogen/metana) 413 CI negatif ( id ogen/metana) 454 CI negatif ( id ogen/metana) 457 CI negatif id og en metana) 409 CI negatif ( id ogen/metana) 412 EI 314,2 EI 317,2 CI=C emica ion ization (ionisasi kimia), IS=inte na standa d Pada ana isis kanabis da i p oduk i ega da am bentuk simp isia, asis, d , dap at di akukan seca a angsung. Bebe apa mg p oduk angsung dimasukkan ke da am in et p obe kemudian dipe o e spekt um tota . Ion-ion yang ka akte istik dapat di pe o e dengan me akukan Spekt oskopi Massa scaning be u ang. Dengan ca a ini semua komponen da i kanabis dapat diamati da a m tabe 10.1. Ana isis statistika dapat di akukan dengan mengadakan intensitas ion-ion te pi i . Apabi a ingin mendeteksi adanya campu an kanabinoid dapat di a kukan dengan membandingkan spekt um sampe dengan spekt um kont o kanabinoid. C a a ini digunakan atau konfi masi 68

 

 

 

 

adanya daun, esin atau cai an da i kanabis dan pembandingan sampe be ainan di dasa kan atas pe bedaan konsent asi. Untuk mempe o e data spekt um da i masingmasing kanabinoid sebe um injek ke in et MS sebaiknya di akukan p oses pemu nian baik menggunakan GC atau HPLC. Pada a na isis menggunakan GC kanabinoid te ebi da u u dibuat sebagai tu unannya deng an si i asi. Bebe apa kanabinoid sangat tidak stabi pada GC se ingga a us sege a diana isis GC sete a si i asi dan meme ukan penanganan k usus. Pemu nian me nggunakan HPLC sepe ti mengatasi masa a te mo abi da i kanabinod se ingga dapa t angsung mengana isis kanabinoid. Kanabis pada okok dapat angsung diana isis da i kondensat asapnya menggunkan GC-MS. Kanabinoid (CBD), 9 THC dan CBN dapat d ideteksi angsung sebagai tu unan t imeti si i . Penetapan kanabinoid da am cai an bio ogi ditentukan sebagai metabo it kanabinoid. Di da am u ine ditentukan se bagai metabo it utama da i THC yaitu asam 11-no -9-THC-9 ka boksi at (THC-COOH). Metabo it ini dieksk esi sebagai bentuk bebasnya atau B. Opiat te konyugasi dengan asam g uko onat. Ana isis THC-COOH sebagai metabo it p ime da i kanabinoid menggunakan MS dipe ukan pemu nian sebe um diana isa. Be bagai metode ekst aksi dapat dite apkan sepe ti ekst aksi menggunakan pe a ut o ganik ka ena dike ingkan, atau menggunakan ekst aksi fase padat. Sebe um dimasukkan ke in et MS metabo it te sebut dipisa kan dengan k omatog afi (GC/HPLC). Ana isis menggunakan GC-MS, THC-COOH dibuat da am be bagai de ivatnya sepe ti de ivat met i este menggunakan iodometan dan tet ameti id oksida; de ivat t imeti si i menggunakan N,O, bis-(t imeti si i ) t if uo oasetat (BSTFA) ditamba 1% t imeti k o osi an (TMCS). Ana isis kuantitatif inte na standa d sepe ti oksigen butan a, isotop deute ium da i THCCOOH. Pada ana isis GC-MS dengan mengana isa THC-COO H sebagai de ivat meti este dengan metan-kimia ionisasi, menunjukkan spekt um MS p ominan ion mo eku e te p otonisasi pada m/z 378. Sebagai de ivat t imeti s i i menggunakan BSTFA dipe o e ion metastabi m/z 371 sesuai dengan M+ (MCH3)+ da am spekt um de ivat THC. Ana isis opiat menggunakan MS senyawanya sepe ti di i at pada tabe 10.2. ion-ion yang diamati (m/z) 369 (M+), 327. 310, 268 370 (MH+), 310, 268 342, 282 195 370 (MH+), 327, 310, 268, 473 384, 383, 324 389, 333 341, 282 478, 364 424, 364 445, 282 603, 440 477, 364 395, 282 503, 390 577,414, 361 473, 414 268, 256, 242, 228, 215 EI =e ekt on impact(tumbukan e ekt on), CI=C emica ionization (ionis asi kimia), IS=inte na standa d (baku da am) Dikutif da i: Huize , H., (1991). Tabe 10. 2. Spekt um massa opiat yang ka akte istik Senyawa mode ionisasi Diam o fin EI Diamo fin CI (Isobutana) Aseti kodein CI (Isobutana) kofein CI (Isobuta na) Diamo fin CI (Nit ogen/10% oksida nit at) 6-aseti mo fin, pentaf uo op opion i EI 6-aseti mo fin, p opioni EI 6-aseti mo fin, p opioni , deute asi, IS EI A seti kodein EI Mo fin, t if uo oaseti CI (Asetonit i ) 6-aseti mo fin, t if uo oaseti CI (Asetonit i ) Kodein, pentaf uo op opioni EI Na o fin, penta-f uo op opioni , IS EI Mo fin, t if uo oseti EI Kodein, t if uo oseti EI Na o fin, t if uo oaseti , IS EI Mo fin, pentaf uo op opioni EI 6-aseti mo fin, pentaf uo o p opioni EI Mo fin EI Ap ikasi spekt osfotomet i massa da am ana isis Toksiko ogi 69

sepe ti dipe ukan pemisa an sebe um ana isis. Ana isis menggunakan GC-MS te ad ap kokain i ega pe u dipe atikan pengoto meti ekgonin yang dapat membentuk a tefak di muka injekto da i GC pada tempe atu tinggi (>250oC). Benzoi ekgonin dan ekgonin ada a metabo it utama da i kokain se ingga pada ana isis kokain da am mate i bio ogi kedua metabo it te sebut diana isa. Senyawa mode ionisasi ion-ion yang diamati (m/z) Ekgonin, meti este EI 82 Fenk ikidin EI 200 Kokain EI 303, 182, 82 Kokain, deute asi, IS EI 306, 185, 85 Benz oi ekgonin este EI 361, 240, 82 Benzoi ekgonin este , deute asi, IS EI 364, 243 , 85 Kokain EI 303 Kokain, deute asi, IS EI 308 p-F uo okokain EI 321 p-F uo oko kain, deute asi, IS EI 324 n-p opi kokain EI 331 n-p opi kokain, deute asi IS EI 334 Kokain EI 303 Kokain, deute asi, IS EI 306 No kokain, t if uo oaseti EI 26 3 No kokain, t if uo oaseti , deute asi, IS EI 266 Kokain CI (Isobutana) 304, 18 2 Benzoi ekgonin CI (Isobutana) 290, 186, 168, 124 EI =e ekt on impact(tumbukan e ekt on), CI=C emica ionization (ionisasi kimia), IS=inte na standa d (baku da am) Dikutif da i: Huize , H., (1991). D. LSD dan Ha usinogen ainnya Ha usinogen yang pa ing se ing disa a gunakan ada a LSD dan ana ognya, psi osin, psi osibin, 2,5-dimetoksi-4-meti amfetamin, me ska in, e gotamine Ana isis LSD sangat su it ka ena dosis yang sangat poten da i LSD se ingga da am u ine atau mate i bio ogi anya be ada pada konsent asi yang sangat keci , piko-nano g am/mL. Da am cai an bio ogi LSD diana isa sebagai bentuk tak te metabo isme LSD. Tabe 10. 4. Spekt um massa LSD dan a usinogen ainnya yang ka akte istik Senya wa mode ionisasi ion-ion yang diamati (m/z) LSD, t imeti si i EI 395, 293, 279 , 268, 253, 73 LSD EI 323 (M+) Psi okin EI 204 (M+), 159, 146, 130, 117 STP EI 1 66 LSD, t imeti si i EI 395 (M+), 293, 268 LSD, t imeti si i , deute asi, IS EI 398 (M+) LSD, N-t if uo oaseti CI negatif (metana) 419 LSD, N-t if uo oaseti , deute asi, IS CI negatif (metana) 429 N-Dimeti -LSD, t if uo oaseti CI negatif (metana) 501 EI =e ekt on impact(tumbukan e ekt on), CI=C emica ionzation (ionisas i kimia), IS=inte na standa d (baku da am) Dikutif da i: Huize , H., (1991). Ap ikasi spekt osfotomet i massa da am ana isis Toksiko ogi 124

C. Kokain Spekt um massa e ekt on impact da i kokain sangat ka akte istik se ing ga memungkinkan untuk identifikasi dengan membandingkan te adap spekt a standa d. Ana isis kuantitatif di akukan dengan memonito intensitas ion mo eku e pada m/z 303 yang dibandingkan te adap standa d. Kokain i ega biasanya dikoto i de ngan ekogenin, meti ekogenin dan benzoi ekogenin, Tabe 10. 3. Spekt um massa kokain yang ka akte istik

 

E. Tu unan Amfetamin Spekt um massa tu unan amfetamin menggunakan teknik f agmen tasi e ekt on impact atau tumbukan e ekt on sangat tidak memuaskan untuk digunak an sebagai dasa identifikasi, ka ena ion-ion mo eku e da i tu unan amfetamin m uncu sangat ema ba kan se ing tidak tampak. Umumnya senyawa tu unan amfetamin mempunyai puncak dasa yang sama pada m/z 58. Untuk mengatasi a ini biasanya digunakan teknik Senyawa

Tabe 10. 5. Spekt um massa amfetamin yang ka akte istik Ion-ion yang diamati (m /z) 274 (MH+), 186 188, 118, 91 202, 118, 91 118, 105 294, 266, 248 298, 270 308, 280, 262 315, 287 240 254 282 427 429 140

EI =e ekt on impact(tumbukan e ekt on), CI=C emica ionization (ionisasi kimia), IS=i nte na standa d (baku da am) Dikutif da i: Huize , H., (1991). Ap ikasi spekt osfotomet i massa da am ana isis Toksiko ogi 70

DOB Amfetamin, t ik o oaseti Metamfetamin, t ik o oaseti 2-meti feneti amin, t ik o oaseti , IS Amfetamin, 4-ka betoksi eksa-f uo obuti amida Amfetamin, 4-ka betoksi eksa-f uo obuti amida, deute asi, IS Metamfetamin, 4-ka betoksi eksa-f u o obuti amida Metamfetamin, 4-ka betoksi eksa-f uo obuti amida, deute asi, IS Am fetamin, eptaf uo obuti at Metamfetamin, eptaf uo obuti at N-P opi amfetamin, eptaf uo obuti at, IS Tu unan d- and -amfetamin Tu unan d- and -amfetamin, de ute asi, IS Amfetamin, t if uo oasetat

ionisasi yang ain sepe ti ionisasi seca a kimia atau me uba menjadi bentuk de ivatnya yang akan membe ikan spekt um massa yang be makna untuk identifikasi. Me tode yang tepat untuk mengana isis amfetamin dan metabo itnya (amfetamin, p id o ksi metamfetamin dan p- id oksi amfetamin) dida u ui dengan id o isis kemudian ekst aksi dan me uba menjadi tu unan eptaf uo obuti i dengan menggunakan fent e min sebagai standa d inte na (2). Mode ionisasi CI (amonia) EI EI EI EI EI EI EI EI EI EI CI (metana) CI (metana) EI

yang kuat pada m/z 243. Spekt um ka akte istik penci idin sepe ti di i at pada t abe 10.6. Tabe 10. 6. Spekt um massa penci idin yang ka akte istik Senyawa mode ionisasi ion-ion yang diamati (m/z) EI 249 (M+) 1-{1-(2-tieni )sik o eksi }pipe idin EI 251 (M+) 1-{1-(2-tieni )sik o eksi }mo fo in EI 235 (M+) 1-{1-(2-tieni )sik o ek si }pi o idin EI 245 (M+) 1-{1-feni sik o eksi }mo fo in EI 229 (M+) 1-{1-feni s ik o eksi }pi o idin PCE EI 203 (M+) PCC CI (metana) 193 (MH+), 192, 191, 166 PC P, deute asi, IS CI (metana) 243, 159 PCP, eptaf uo obuti at; 4-feni 4- pipe i dino CI (metana) 248, 164 242 Sik o eksano , eptaf uo obuti at; dan 1-{1-feni s ik o eksi }- CI (metana) 4- id oksi pipe idin, eptaf uo obuti at CI (metana) 24 5 1-(1-feni sik o eksi }mo fo in, eptaf uo obuti at, IS EI 304 5-{N-(1f nilsiklo h ksil) amino} asam p ntanoat, trim tilsilil 293 5-{N-(1f nilsikloh ksil) amino} asam p ntanoat, trim tilsilil, EI ut rasi, IS EI 289, 246, 159 5-{N-(1f nilsikl oh ksil) amino} asam p ntanoat, m til st r EI 294, 254, 164 5-{N-(1f nilsikloh ks il) amino} asam p ntanoat, m til st r, ut rasi, IS EI = l ktron impact(tumbukan l ktron), CI=Ch mical ionization (ionisasi kimia), IS=int rnal stan ar (baku alam ) Dikutif ari: Huiz r, H., (1991). G. S nyawa lainnya Sp ktrum b b rapa massa y ang karakt ristik ari s nyawa, s p rti m taqualon, p ntobarbital, f ntanil, apr azolam, trizolam, bromaz pam a alah s nyawa yang juga s ring isalahgunakan apa t ilihat pa a tab l 10.7.

Tab l 10. 7. Sp ktrum massa yang karakt ristik ari m taqualon, p ntobarbital, f ntanil, an b nzo iaz pin S nyawa mo l ionisasi ion-ion yang iamati (m/z) M t aqualon EI 250 (M+) M taqualon CI (isobutana) 251 (MH+, 100%), 235 (20%) M taqua lon CI (m tana atau isobutana) 251 (MH+) P ntobarbiton EI 156 P ntobarbiton, u t rasi, IS EI 161 F ntanil CI (m tana) 337 (MH+) F ntanil, ut rasi, IS CI (m t ana) 340 (MH+) F ntanil EI 245, 189, 146 Alf ntanil, IS EI 373, 282, 236 Alprazo lam CI n gatif (m tana) 308 Triazolam, IS CI n gatif (m tana) 306 Triazolam CI n gatif (m tana) 306 (M+) triazolam, ut rasi, IS CI n gatif (m tana) 312 (M+) B romaz pam CI (amonia) 318 (MH+, isotop 81Br), 316 EI = l ktron impact(tumbukan l ktron), CI=Ch mical ionisation (ionisasi kimia), IS=int rnal stan ar (baku alam) D ikutif ari: Huiz r, H., (1991). K pustakaan: 124 Aplikasi sp ktrosfotom tri massa alam analisis Toksikologi

F. Penci idin Po a f agmentasi da i penci idin yang ka akte istik muncu ion mo eku e

 

 

spekt a

1. Chamb rlain, J., 1985, Analysis of Drugs in Biological Flui , CRC Pr ss Inc, Boca Raton 2. Chapman, J.R., 1985, Practical Organic Mass Sp ctrom try, John Wil y & Sons. 3. Huiz r, H., 1991, Th us of mass sp ctrom try for th t ction a n quantitation of abus rugs, Gogh, T., A., Th Analysis of Drugs of Abus , J ohn Wil y & Sons, Chich st r. 4. Moffat, A.C., t all., (E ), 1986, Clarks Isolat ion an I ntification of Drugs in

Pharmac uticals, Bo y Flui s, an PostMort m Mat rial, S con E ., Th Pharmac u tical Pr ss, Lon on. 5. Skoog, D.A., L ary, J.J., 1992, Principl s of Instrum nt al Analysis, 4 th E ., Harcourt Brac Publish r, N w York. 6. Willar , H.H., t all., 1989, Instrum ntal Wa sbuorth M tho s of Analysis, Publishing Company, Cal ifornia Aplikasi sp ktrosfotom tri massa alam analisis Toksikologi 124

11. 1. P n ahuluan R ntang panjang g lombang sp ktrum l ktromagn tik infram rah (IR) a alah ari 0,8 sampai 500 m (12.500-20 cm-1). Sp ktrum IR apat ibagi m n ja i 3 a rah: IR kat (12.500-4000 cm-1); IR t ngah (4000-400 cm1), an IR jauh (400-20 Cm-1). K banyakan instrum n sp ktrom tri IR b rop rasi pa a a rah IR t ngah. S mua s nyawa organik m ngabsorpsi ra iasi IR, an absorpsi ari s nyawa t rs but a alah karakt ristik t rha ap gugus fungsi an struktur ari s nyawa t rs but. Sp ktroskopi IR a alah salah satu instrum n yang sangat b rguna bagi kim ia suatu langkah awal alam m ng lusi asi struktur suatu mol kul. I ntifikasi k imia apat ip rol h ari vibrasi gugus fungsi/pita absorpsi gugus fungsi yang s p sifik ari s nyawa t rs but. Dari sp ktrum IR apat m lakukan analisis kualita tif an kuantitatif t rha ap suatu mol kul. Pa a suhu biasa (t rt ntu) mol kul-m ol kul organik alam k a aan vibrasi yang t tap, s tiap ikatan m mpunyai fr ku n si r ntangan/str tching an bin ing yang karakt ristik an apat m ny rap n rgi ra iasi pa a fr kw nsi t rs but. P ny rapan ra iasi IR ol h mol kul akan m ny b abkan ksitasi vibrasional yang akan m ngakibatkan p rubahan mom n ipol pa a mo l kul t rs but. Mom n ipol pa a mol kul hanya ib rikanol h vibrasi yang asim t rik itimbulkan ol h ksitasi vibrasional. Int nsitas p ny rapan vibrasi IR a al ah s ban ing n gan mom n ipolnya. 11. 2. Hubungan sp ktra IR ngan struktur m ol kul Untuk analisis kualitatif salah satu yang paling b rarti pa a sp ktrum IR ari suatu s nyawa a alah posisi pita-pita absopsi gugus fungsi sp sifik, absop si atau l mah-kuanya absopsi pa a fr kw nsi yang sp sifik s suai ngan vibrasio nal ari gugus fungsi yang t rikat pa a mol kul t rs but. S hingga int rpr tasi ari Aplikasi sp ktrosfotom tri IR alam analisis Toksikologi

BAB XI APLIKASI SPEKTROSFOTOMETRI INFRA MERAH DALAM ANALISIS TOKSIKOLOGI suatu s p ktrum IR a alah mungkin untuk m n ntukan a a atau ti aknya gugus fungsi t rt n tu yang t rikat pa a mol kul t rs but.Dari suatu ata sp ktrum IR apat m ng sti masikan ugaan s nyawa/gugus fungsi yang apat m lakukan i ntifikasi ngan m m ban ingkan ngan ata pustaka. Kar na pa a kuliah p n tapan struktur mol kul t lah s cara j las ibahas s hingga pa a bab ini ibahas s cara umum. Da rah IR t ngah a alah asar yang sangat b rguna an s ring igunakan untuk analisis kualit atif suatu mol kul. Da rah ini ibagi m nja i ua bagian b sar yaitu a rah gugu s fungsi (4000-1300 cm-1) (2,50-7,69 m) an a rah si ik jari, 1300-650 cm-1 (7,6 9-15,38 m) pa a a rah gugus fungsi. Absorpsi/s rapan ib rikan ol h vibrasi ua atom ari mol kul t rs but, bilangan g lombang s rapan t rgantung pa a gugus fun gsi yang m mb rikan absopsi an t lah ip riksa o lh k s luruhan mol kul. Da rah gugus fungsi apat ibagi lagi ngan int rval 4000-2500 cm1 (2,50-4,00 m), abso rpsi ib rikan ol h vibrasi str tching hi rog n ari gugus fungsi yang karakt ri stik, ngan unsur b rmassa atom 19 atau kurang. Fr kw nsi str tching ari -C-H sangat b rguna untuk m n tapkan j nis s nyawa yang t r apat alam samp l; s p rt i contoh C= C-H muncul s kitar 3300 cm-1 (3,03 m) C-H aromatik an ikatan tak j n uh muncul pa a 3000-3100 cm-1 (3,33-3,23 m), an alifatik pa a 3000-3800 cm-1 (3, 33-3,57 m). R ntang fr kw nsi int rm i t 2500-1540 cm-1 (4,00-6,44 m), biasanya is but ngan a rah tak j nuh. Ikatan rangkap tiga muncul ari 2500-2000 cm-1 ( 4,00-5,00 m). Fr kw nsi ikatan rangkap ua muncul antara 2000-1540 cm-1 (5,00-6,4 9 m). D ngan p ngalaman yang tinggi an b rbagai ata mpirik apat m mb akan pi ta antara C=O, C=C, C=N, N=O, an S=O. Da rah si ik jari (1300-650 cm-1) (7,69-1 5.38 m) ib rikan ol h fr kw nsi str tching ikatan tunggal an vibrasi-vibrasi ik atan yang m libatkan g rakan ikatan gugus fungsi pa a 73

mol kulnya. Multiplisitas ari sp ktrum sangat p nting untuk m yakinkan i ntifi kasi ari masing-masing pita, t tapi s cara kol ktif pitapita s rapan igunakan untuk i ntifikasi suatu mat rial atau bahan s nyawa. 11. 3. Instrum n IR instru m n ibagi m nja i 2 k lompok: isp rsiv an non isp rsiv . Instrum n isp rsi v m nggunakan prisma atau kisi untuk m n isp rsikan ra iasi polikromatis. Sp kt rom t r non isp rsiv m nggunakan filt r int rf r nsi, sumb r lampu las r tunabl las r atau int rf rom t r yang sangat popul r alam sp ktrom tri fouri r transf r infram rah (FTIR) a. Sp ktrom t r Infram rah Disp rsiv Dis but sp ktrom t r i sp rsiv kar na sp ktrom t r ini m n isp rsikan ra iasi l ktromagn tik infram r ah m nja i b rbagai fr kw nsi m nggunakan alat p n ifraksi s p rti prisma, kisi. Pa a k s luruhan alat sp ktrom t r isp rsiv t r apat 5 bagian: sumb r ra iasi , ruang sampl , fotom t r, kisi atau monokromator, an t ktor.

Gambar 11.1.Sk matik sist m optik sp ktrom t r IR isp rsiv oubl b am Masalah -masalah i atas t lah ip cahkan ol h T r apat b b rapa k n ala yang b rhubunga n FTIR mo rn. ngan sp ktrom t r IR isp rsiv , s p rti k c patan sk ning, s n sitivitas, an k t patan yang r n ah. Dalam sp ktrom t r ini t r apat banyak ala t yang b rg rak-g rak, s hingga b. Sp ktrom t r FTIR k gagalan s ring iakibatka n ol h k gagalan m kanik. Lamanya waktu sk ning s kitar 15 Sp ktrom t r FTIR m n ggunkan int rf rom t r m nit atau l bih untuk m n apatkan sp ktrum yang m nganal isa informasi fr kw nsi an r solusi yang tinggi, kar na sp ktrom t r IR int nsi tas ngan m rubah fr kw nsi IR m nggunakan c lah slits untuk m nja i auto fr kw n si. Int rf rom t r m ningkatkan r solusinya, int nsitas ngan Mick lson sangat banyak igunakan yang m nurunkan s nsitivitas. Ti ak a anya t r iri ari c rmin p rman n an b rg rak an r f r nc int rnal. Untuk m ngkalibrasi p mbagi sinar b am split r. Cara k rja k t patan fr kw nsi an s lalu ibutuhkan int rf rom t r Mick lson igambarkan s bagai kalibrasi ngan sp ktrum r f r nc . Sp ktrum b ri kut. Dalam gambar 11.2. ra iasi ari polistir n biasa igunakan untuk sumb r ra iasi IR (A), it ruskan m nuju m ngkalibrasi sp ktrum IR. Pa a sp ktrom t r int rf rom t r. Pa a saat m nuju isp rsiv k mungkinan t rja a i f k panas int rf rom t r, sinar cahaya IR b rkontak pa a samp l kar na p n mpatan samp l yang ngan p mbagi sinar (B), yang m mbagi b r katan ngan sumb r ra iasi, hal ini b rkas sinar ngan n rgi yang sama. S kitar t rka ang m nimbulkan masalah kar n a 50% cahaya ari p mbagi cahaya it ruskan t ktor m r kam misi ra iasi IR a ri samp l m nuju c rmin p rman n (C) an 50% yang s ring t rja i k salahan p mba caan s rapan ip ntulkan ari p mbagi cahaya it ruskan o lh t ktor yang iaki batkan ol h hamburan m nuju c rmin b rg rak (D). B rkas cahaya ra iasi yang iha silkan ol h sist m optik. t rs but akan ipantulkan ol h c rmin-c rmin t rs but an akan igabungkan ol h p mbagi 74 Aplikasi sp ktrosfotom tri IR alam analisi s Toksikologi

cahaya. Total int rf r nsi yang t rja i t rgantung ari posisi r latif c rmin b rg rak t rha ap cincin p rman n. Akhirnya b rkas cahaya hasil int rf r nsi ini it rukan m nuju

samp l s hingga akan t rja i absorpsi s l ktif ol h samp l, b rkas cahaya akan it ruskan m nuju t ktor. D t ktor m ngukur fr kw nsi an int nsitas alam kawa san au io. Gambar 11.2. Sk matik iagram sp ktrom t r FTIR Tab l 11.1. Rangkuman p rb aan IR isp rsiv ngan FTIR Disp siv IR FTIR - Banyak yang b rg rak - S cara m ka nik s rhana (hanya satu bagian yang b rg rak - K c patan scaning r n ah - K c patan scaning tinggi - S nsitivitas r n ah - S nsitivitas tinggi - Ti ak t r apa t r f r n int rnal - H -N -las r igunakan s bagai r f r nc int rnal - Dip rluk an kalibrasi ngan suatu r f r nc - Ti ak m mbutuhkan kalibrasi - Samp l kat ngan sumb r cahaya IR - Samp l jauh ngan sumb r cahaya IR - Digunakan b rka s cahaya yang s ikit - Dip rlukan b rkas cahaya yang tinggi - Mungkin t rja i h amburan cahaya - Hamburan cahaya ti ak m nggunakan t ktor - Emisi ra iasi samp l akan t rukur ol h t ktor - Emisi ra iasi ol h samp l ti ak t rmo ulasi s hi ngga ti ak t rukur ol h t ktor - T rja i p rubahan r solusi ngan b rubahnya - R solusi konstan ari s mua r ntang sp ktra. r ntang sp ktra. 11. 4. T knik Sa mpling p a IR Pa a p nggunaan sp ktra IR, s nyawa yang ii ntifikasi harus r la tif murni an jumlahnya harus cukup untuk m ny rap ra iasi an m n t ksi ra ias i yang is rap. Di alam prakt knya samp l-samp l yang atang i Laboratorium Fo r nsik umumnya alam b ntuk campuran an ti ak murni s hingga ip rlukan p murni an, s b lum ilakukan analisis. T knik p murnian atau p misahan yang t pat t rga ntung pa a j nis samp l, kons ntrasi analit an mikian juga j nis p ngotor yan g t r apat. S nyawa yang h n ak ianalisa s ikitnya m miliki tingkat k murnian 95% untuk m minimalkan sp ktra p ngganggu ari p ngotor. Disp rsiv IR m mbutuhkan samp l 1 mg s angkan FTIR apat m n t ksi hingga nanogram. Cara-cara p nanganan samp l 73 Aplikasi sp ktrosfotom tri IR alam analisis Toksikologi

t rgantung aripa a j nis samp l yaitu apakah t rb ntuk gas, cairan atau pa atan . Gaya-gaya int rmol kul sangat b rb a antara gas, cairan atau pa atan, an sp ktrum IR biasanya akan m nunjukkan f k ari p rb aan-p rb aan ini alam b ntu k p rg s ran fr kw nsi atau pita-pita tambahan an s bagainya. Ol h s bab itu p nting m ncatat sp ktrum ngan caracara p nanganan yang s suai. 11.4.1. T knik s ampling tra isional a. Gas Untuk m nangani cuplikan b rb ntuk gas, maka cuplikan harus imasukkan alam s l gas; s l ini m ngha ap langsung pa a b rkas sinar. D alam b ntuk yang imo ifikasi, c rmin int rnal yang igunakan apat m mantulkan b rkas sinar b rulang kali m lalui cuplikan untuk m naikkan s nsitivitas. S juml ah k cil s nyawa-s nyawa organik apat it ntukan alam b ntuk gas, bahkan alam s l-s l yang ipanaskan. b. Cairan Cara yang paling mu ah alam p nanganan cupl ikan b ntuk cairan a alah m n mpatkan cuplikan t rs but s bagai film yang tipis i antara ua lapis NaCl yang transparan t rha ap infram rah. Kar na igunakan N aCl maka s t lah s l sai s g ra ib rsihkan ngan m ncuci m nggunkan p larut-p larut s p rti tolu na, kloroform, an s bagainya. NaCl harus ijaga t tap k ring an s lalu ip gang pa a ujung-ujungnya. Untuk sp ktra i bawah 250 cm-1, maka igunkan CSl, untuk cuplikan yang m ngan ung air apat igunkan CaF2. Cuplikan c airan apat juga it ntukan alam larutan. c. Pa atan Wuju cuplikan pa at apat b rmacam-macam i antaranya, kristal, amorf, s rbuk, g l, an lain-lain. B rmac am-macam m to a t lah ik mbangkan untuk p ny iaan cuplikan pa at hingga apat langsung iukur. A a tiga cara yang umum untuk m ncatat sp ktra b ntuk pa atan: p l t KBr, mull, an b ntuk film / lapisan tipis. Pa atan juga apat it ntukan alam larutan t tapi sp ktra larutanmngkin m mb rikan k nampakan yang brb a a ri sp ktra b ntuk pa at, kar na gaya-gaya int rmol kul akan b rubah. P l t KBr ibuat ngan m numbuk cuplikan (0,1-2,0% b rat) ngan KBr k mu ian it kan

hingga ip rol h p l t. KBr harus k ring an akan baik bila p numbukan ilakukan i bawah lampu infram rah untuk m nc gah t rja inya kon nsasi uap ari atmosf r yang akan m mb rikan s rapan l bar pa a 3500cm-1. Mull, atau pasta, ibuat n gan m ncampur cuplikan ngan s t t s minyak; pasta k mu ian ilapiskan i antar a ua k ping NaCl yang transparan. Bahan pasta harus transparan t rha ap infram rah, t tapi hal ini ti ak p rnah a a an struktur yang ihasilkan s lalu m nunju kkan s rapan yang b rasal ari bahan pasta yang sup r impos ngan cuplikan yang s ring igunakan s bagai bahan pasta a alah parafin cair (nujol). Lapisan tipis pa atan apat ilapiskan pa a k pingan NaCl ngan cara m n t skan larutan ala m p larut yang mu ah m nguap pa a p rmukaan k pingan NaCl an ibiarkan hingga p larut m nguap. Plim r-polim r b rbagai lilin atau b han-bahan l mak s ring m mb rikan hasil yang baik, t tapi a a juga yang m mb ntuk kristal yang tajam hingga ti ak m mb rikan s rapan. Larutan, Cuplikan apat ilarutkan alam p larut s p rti karbont traklori a, karbon isulfi a atau kloroform, an sp ktrum ari larut an ini icatat. Larutan (biasanya 1-5%) it mpatkan alam s l larutan yang t r i ri ari bahan transaparan. S l yang k ua b risi p larut murni it mpatkan pa a b rkas sinar r f r nsi, s hingga s rapan ari p larut apat ik ns l an sp ktru m yang icatat m rupakan s nyawanya s n iri. M skipun mikian untuk m yakinkan bahwa s rapan ari p larut ti ak m ngganggu sp ktrum ari cuplikan, maka s baikn ya p rlu ibuat sp ktrum ari p larut yang igunkan untuk m ng tahui s rapans ra pan yang ib rikan. 11.4.2. T knik sampling yang lain Dalam b b rapa tahun t rak hir t lah b rk mbang t knik sampling yang lain, b b rapa ari t knik t rs but t lah it rapkan alam kimia for nsik. M to ini t rmasuk sp kular r fl ktan, if fusi r fl ktan, total att nuasi r fl ktan, an fotoaqoustik t ktion. B b rapa t knik ini a alah sangat baru t tapi t lah banyak ik nal ikalangan analisis fo r nsik. a. Sp kular r fl ktan (p mantulan sp kular) 76 Aplikasi sp ktrosfotom tri IR alam analisis Toksikologi

Sp kular r fl ktan a alan suatu t knik i mana spk trum ip rol h ari p mantula n ra iasi IR pa a p rmukaan samp l. Ra iasi ikumpulkan pa a su ut yang sama n gan su ut atang. S cara kom rsial t r apat aks soris ngan su ut pantul yang t tap atau brubah-ubah. Aks soris ini apat igunkan pa a sp krom t r isp rsiv atau FT-IR. Puncakpuncak s rapan p mantulan sp kular mungkin m mb rikan g s ran m nuju fr kw nsi yang l bih tinggi aripa a sp ktrum absorpsi. T knik ini it r apkan untuk m r kam sp ktrum IR ari suatu s nyawa t r posisi pa a c rmin. b. D ifusi r fl ktan Difusi r fl ktan an sp ktrom tri FTIR ifusi r fl ktan hampir m irif ngan sp kular r fl ktan t tapi ifusi r fl ktan m mantulkan ra iasi yang b rp n trasi k alam samp l. Ra iasi yang ipantulkan ikumpulkan ol h c rmin k olimator. Diagram aks soris ifusi r fl ktan ari sp ctra-t ch apat ilihat pa a gambar 11.1 an 11.2 K untungan utama ifusi r fl ktan iban ingkan ngan sp ku lar r fl ktan a alah sp ktrum yang ip rol h analog ngan sp ktrum IR s cara tr a isional. Samp l ianalisis s cara langsung atau ngan m n isp rsikan pa a bah an tan- rap (nonabsorbing). T lah ilaporkan jumlah samp l minimum yang apat i analisis a alah 20 g masih m mb rikan sp ktr yang bagus. Pros ur p ny rapan samp l a alah samp l icampur ngan logam alkali hali a k mu ian it mpatkan pa a c awan samp l. Cawan samp l it mpatkan alam aks sori s atau samp l ip katkan pa a bubuk kalium bromi a ngan m larutkan samp l alam kloroform k mu ian icamp ur ngan KBr, k mui an kloroform iuapkan s hingga hampir s mua samp l t ra sor psi pa a p rmukaan bubuk KBr. c. Att nuat Total R fl ctanc T knik att nuat tot al r fl ctanc (ATR) sama s p rti sp kular r fl ktan an ifusi r fl ktan. T knik ini biasa igunakan untuk m r kam sp ktrum IR ngan bahan yang ti ak transpara n. T knik ini sangat jarang igunkan pa a kimia for nsik kimia obat kar na m m r lukan jumlah samp l yang b sar.

. Sp ktroskopi fotoacoustik Dasar k rja ari sp ktrokopi fotoacoustik a alah p ny arpan cahaya IR yang t rmo ulasi alam samp l. Panas t rlokalisasi ihasilkan o lh p ny rapan ra iasi ol h samp l itransf r ari p rmukaan samp l m nuju atm osf r gas i atas p rmukaan samp l. P rpin ahan panas ari gas iukur m lalui va riasi t kanan yang i t ksi s bagai suara ol h mikroption b rs nsitivitaas ting gi. Suatu int rf rogram ibangkitkan yang itransformasikan an irasiokan t rha ap panas j nuh suatu bahan (karbon hitam). Hasilnya a alah sp ktrum fotoacousti k ari samp l. K untungan ari m to ini a alah sangat s ikit atau tanpa pra p rlakuan s p rti p ny rapan samp l p larutan. K l mahan utamanya a alah waktu ya ng lama ip rlukan untuk m nghasilkan sp ktrum an aks sorisnya sangat mahal. 11 . 5. B rbagai T knik Yang Dikombinasikan D ngan Sp ktroskopi IR Dalam b b rapa t ahun t rakhir ini banyak instrum n lain igabungkan ngan sp ktroskopi IR s p r i GC, HPLC, an KLT. S karang ini, juga kromatografi cair sup rkritis. GC-FTIR j uga ikombinasikan ngan MS. Diam t r ari s mua p nggabungan ini sp ktroskopi IR b rfungsi s bagai t ktor. Diam t r sp ktroskopi FT-IRanalisis t rmografim t rik (TGA-FTIR) an FT-IR mikrosp ktroskopi juga igunakan untuk analisis obat. a . GC-FTIR P misahan samp l untuk kromatografi gas m mungkinkan m n apatkan s nya wa murni. Untuk sp ktroskopi IR b rbagai sist m kombinasi t lah ik mbangkan. Pa a awalnya t knik a alah aliran t rp rangkap alam suatu kopolim r t mbus sinar IR. T knik ini sangat sukar untuk m milih puncak-puncak analit yang t lah ipisa hkan ol h GC. P rk mbangan b rikutnya sinar IR il watkan langsung pa a kolom ka pil r t mbus sinar. S hingga sinar IR langsung m l wati aliran flu n. Sinar IR apat langsung m nganalisa puncak-puncak analit yang t rpisahkan ol h GC. Pa a tahun t rakhir ini, ikatakan kimia for nsik t lah m ng nal kombinasi GC-FT IRMS. Sist m cryol ct ari Mattsun an sist m 77 Aplikasi sp ktrosfotom tri IR al am analisis Toksikologi

trac r ari bijilab apat m ngkombinasikan GCFTIR ngan MS akhirnya. D ngan sis t m ini m mungkin-kan m n apat informasi yang akurat alam uji skrining an konf irmasi kar na ari IR an MS apat m lakukan lusi asi struktur suatu s nyawa at au ngan p rban ingan ngan ata Library. b. Kromatografi cair -FTIR Salah satu k untungan HPLC an GC a alah sist m ti ak t rja i p rusakan / struksi analit alam flu n. L bih banyak samp l apat ianalisis o lh HPLC. S cara umum kapasi tas kolom HPLC l bih b sar ari GC, s hingga l bih banyak samp l apat ianalisi s ol h IR sp ktroskopi. D t ksi IR ari lu n kromatografi cair il ngkapi nga n alat yang apat m nguapkan p larut s b lum t ksi IR atau t ksi langsung pa a lairan kolom. T knik p nguapan lu n s b lum ianalisis a alah paling baik, n amun akan m m rlukan l bih banyak waktu an susah untuk iautomisasi. D t ksi la ngsung pa a aliran m nggunkan flow-c ll t ction HPLC-FTIR s ring m nimbulkan 2 m asalah a alah gangguan absorpsi o lh p larut an t rja i int raksi antara analit (solut) ngan p larut s hingga m ngakibatkan g s ran pita absorpsi. M to abs orpsi lainnya a alah t ksi flow-c ll aliran t rja i yaitu aliran it ntukan pa a saat scaning IR. c. Kromatografi lapis tipis-FTIR T knik ini a alah chromal ct T LC-FTIR sist m ini ik mbangkan ol h Anab ct. Awal ari instrum n ini, sp ktrum I R ari suatu s nyawa iukur pa a p lat KLT yang t lah t rpisah atau s cara manua l ik rok k mu ian iukur transmitan atau ifusi r fl ktornya. Sist m chromal ct a alah samp l yang t lah t rpisahkan o lh KLT, samp l ipin ahkan k s rbuk IR-tr ansparan k mu ian iukur sp ktrum IRnya. P misahan pa a KLT ilakukan s cara kon v nsional. Plat KLT k mu ian ik ringkan atau iikatkan ngan alat untuk m min ahkan samp l k alam suatu cawan ifusi r fl ktan yang m ngan ung bubuk khusus untuk p ngukuran IR. Alat ini il ngkapi p mutar plat 90o an m nggunakan sumbu st nsl sstill, s p rti kromatogram ua im nsi. Analit pa a alat KLT ipisahkan ari plat m lalui aliran p ng mbang pa a sumbu st nl ss sampai analit t rkons nt rasi pa a s rbuk IR transparan alam cawan ifusi r fl ktan. S rbuk IR transparan b rasal ari g las - g rmanium - antimony - s l nium. Pa a pros ur ini p larut ihilang kan ngan m manaskan cawan s hingga p larut m ny rap s mpurna. M to p min aha n ini apat m minimalkan k hilangan, komposis samp l atau t rja i kontaminasi o lh s nyawa p ngotor s lama pros s p misahan. Alat ini b k rja s cara otomatis. S t lah analit t rkons ntrasi pa a cawan ifusi r fl ktan, iukur sp ktrum IRny a. . Sp ktroskopi mikrosp ktroskopi FTIR T knik mikrosp ktroskopi FTIR apat i gunakan untuk i ntifikasi obat, s rat, an cat. Sinar IR ifokuskan pa a samp l untuk m mp rol h sp ktrum IRnya. S rbuk obat apat iukur ngan mu ah i bawah mikroskop. Di bawah sinar-sinar mikroskop b rbagai kompon n kristal i alam sa mp l apat apat ipisahkan m lalui b ntuk kristal, t kstur an morfologinya. Si nar IR k mu ian ifokuskan pa a satu kristal t rs but. Jika kristal t rs but t r lalu t bal maka sp ktrum IR yang ip rol h sangat kasar/ itutupi ol h pitapita yang l bar. Masalah ini apat iatasi ngan m min ahkan fokus sinar IR pa a uju ng atau bagian t rtipis ari kristal t rs but. M lalui mikroskop ini p misahan / p milihan kristal apat ilakukan. P rmasalahan timbul banyak kristal obat m ng alami polimorfism s p rti s nyawa-s nyawa barbiturat an amf tamin. 11.6. P n r j mahan Sp ktrum IR T r apat ua prinsip asar untuk m n ntukan i ntitas suatu s nyawa ngan sp ktroskopi IR a alah m lakukan analisis gugus fungsi an s cara langsung m mban ingkan ngan sp ktrum s nyawa yang su ah ik tahui. Analisis g ugus fungsi i asarkan atas pita-pita s rapan yang muncul pa a a rah gugus fung si an si ik jari. Dari pita-pita t rs but apat ip rol h informasi gugus fungs i yang mungkin t r apat pa a sp ktrum t rs but. P nafsiran gugus fungsi s cara u mum t lah ij laskan s b lumnya. S t lah gugus fungsi suatu sp ktrum / analit apat ik nali langkah b rikutnya m mban ingkan ngan sp ktrum s nyawa yang su ah ik tahui. B b rapa p rb aan / g s ran pita-pita pa a sp ktrum ari suatu 78 Aplikasi sp ktrosfotom tri IR ala m analisis Toksikologi

Pa a tab l 11.2. t r apat ringkasan puncak pita-pita ari s nyawa obat yang s ri ng isalahgunakan an s ring ianalisis ol h Laboratorium Kimia for nsik. S p rt i pa a MS k banyakan instrum n FTIR il ngkapi ngan program manipulasi atabas yang apat m mbantu alam analisis atau p n rj mahan sp ktrum suatu analit. Da tabas sp ktra IR juga il ngkapi ata k pustakaan yang m muat s mua informasi s p ktrum IR.

Tab l 11.2. Ringkasan sp ktra utama b b rapa obat yang umum Bilangan g lombang ( cm-1) Kokain 1728. 1264, 1104, 729 Ko in 1499, 1443, 1267, 1069 Diamorfin-HCl 1 753, 1732, 1365, 1230 Hi romorfon 1717, 1443, 1027, 964 Hlusinog n: MDA 1485, 14 35, 1253, 1034 MDMA sama ngan MDA F nsikli in 1442, 963, 759, 702 (b b rapa am f tamin yang karakt ristik) D pr san: Amilobarbiton 1428, 842, 498, 406 f nobarb iton 1350, 1308, 561, 504 (b b rapa barbiturat yang s rupa) Diaz pan 1681, 1484, 885, 709 Alprazolam 1611, 1484, 822, 695 Stimulan: Amf tamin 1512, 1393, 737, 7 02 M tamf tamin 1491, 1456, 752, 702 F nm trazin 1491, 1449, 759, 702 F n im tra zin 1449, 1111, 752, 702 K t rangan: MDA = 3,4- M til n ioksiamf tamin, MDMA = 3 ,4- M til n ioksim tilamf tamin K pustakaan 1. Chamb rlain, J., 1985, Analysis o f Drugs in Biological Flui , CRC Pr ss Inc, Boca Raton 2. Har jono Sastrohami jo jo, 1992, Sp ktroskopi Infram rah, Lib rty, Yogyakarta. 3. Mills, III. An G.J. Fontis. 1991. Aplications of infrar sp ctroscopy in rug analysis, Goush, T.A. Th Analysis of Drug of Abus , John Wil ys sons Lt , Chi h st r, 226-281. 4. Moffa t, A.C., t all., (E ), 1986, Clarks Isolation an I ntification of Drugs in Pha rmac uticals, Bo y Flui s, an PostMort m Mat rial, S con E ., Th Pharmac utic al Pr ss, Lon on. 5. Skoog, D.A., L ary, J.J., 1992, Principl s of Instrum ntal Analysis, 4 th E ., Harcourt Brac Publish r, N w York. 6. Sri wo lan, S., 1988, Analisis Obat Dalam Cairan Biologi, ITB, Ban ung. 7. Willar , H.H., t all., 19 89, Instrum ntal M tho s of Analysis, Wa sbuorth Publishing Company, California S nyawa Narkotika : Aplikasi sp ktrosfotom tri IR alam analisis Toksikologi

79

s nyawa apat iakibatkan ol h alat yang b rb a atau m to p nyiapan samp ng b rb a. P rb aan atau g s ran pita-pita ol h suatu alat iakibatkan ol solusi, nois , r spon, gain, an b rbagai faktor yang lain. Untuk m ngatasi t ilakukan p ngukuran p mban ing ngan alat r solusi yang sama. 11. 7. Sp m IR obat-obatan yang s ring isalahgunakan

l ya h r apa ktru

Bibliografi P nulis : Dr.r r.nat. I Ma Agus G lg l Wirasita, M.Si., Apot k r K antor : - Institut of For nsic Sci nc s an Criminology U ayana Univ rsity D np asar Bali, In on sian - D partm nt of Pharmacy Faculty Math matic an Basic Sci nc s U ayana Univ rsity Email : mg lg l1@yahoo. T lp : 0361-7952455 0813377427 33 R si nc : Jl U ayana Lo g , Blok E-52, Pasraman U ayana, Jimbaran Bali Riwa yat P n i ikan: 1987 - 1992 : Sarjana Farmasi i Jurusan Farmasi Institut T knol ogi Ban ung 1992 - 1993 : Apot k r i Jurusan Farmasi Institut T knologi Ban ung 1995 - 1997 : Magist r Program i Jurusan Farmasi Institut T knologi Ban ung 20 00 - 2004 : Doktor Program i Institut Farmasi-Univ rsitas Hamburg -G rman an i Institut K okt ran For nsik Univ rsitas G org-August Go tting n - G rman P ngalaman K rja: 1994 - 2005 : Staf Dos n Jurusan Kimia-FMIPA Univ rsitas U ayana , pa a Bi ang Ilmu Kimia For nsik 1997 - 1999 : K pala Laboratorium Kimia For ns ik-Jurusan Kimia FMIPA Univ rsitas U ayana 2000 2004 : Staf P n liti i Laborato rium Toksikologi For nsik - Institut K okt ran For nsik -Univ rsitas G org-Augu st, G tting n, G rman 2005 s karang : Staf Dos n Jurusan Farmasi-FMIPA-Univ rsit as U ayana 2005 s karang : K tua P lakasana Harian L mbaga For nsik Sains an Kr iminologi Univ rsitas U ayana 2005 s karang : Staf p n liti Bi ang Toksikologi F or nsik, Bi ang-Kajian Ilmu Toksikologi For nsik L mbaga For nsik Sains an Krim inologi Univ rsitas U ayana 2008 s karang : K tua Jurusan Farmasi FMIPA-Univ rsi tas U ayana Pr s ntasion: 1. Di Entwicklung r Drog nprobl matik in In on si n un D utschlan am B ispi l r BTM-B fun r for nsisch n Institut in D npa sar un Gtting n. Mglichk it n un Gr nz n r B fun int rpr tation, Post r pr s nta tion 80th Int rnational Conf r nc of G rman L gal M icin Soci ty in Int rlak n, Switz rlan , 2001 2. Mglichk it n un Gr nz n r r chn risch n Simulation r Pharmakokin tik s H roins im m nschlich n Krp r, Oral Pr s ntation in 81th Int rnational Conf r nc of G rman L gal M icin Soci ty in Rostock, G rmany, 2002 3. R chn risch Simulation r Pharmakokin tik r Opiat im m nschlich n Krp r zu r Unt rsch i ung in r Co inaufnahm von in m Stra nh roinkonsum Oral Pr s ntati on in 82th Int rnational Conf r nc of G rman L gal M icin Soci ty in Mnst r, G rmany, 2003 4. Aplikasi sp ktrosfotom tri IR alam analisis Toksikologi

Nama 73

5. R konstruktion r in ivi u ll n Pharmakokin tik s Morphins, Co ins, un r n Glucuroni nach Strass nh roinkonsum, Oral Pr s ntation in 83th Int rnationa l Conf r nc of G rman L gal M icin Soci ty in Gtting n, G rmany, 2004 6. Stu y of th morphin s an co in s pharmacokin tics aft r illicit h roin consumption, Po st r pr s ntation in 3r In on sian Biot chnology Conf r nc , 2004 7. Clinical t oxicological analysis: N w Chall ng for In on sian pharmacist, oral pr s nt r b y R gional Conf r nc of Pharmac utical an Biom ical Analysis, Ban ung, In on sia, 15 - 16 S p. 2005 8. Pharmacokin tic simulation of th tim cours of th r atio morphin glucuroni s to morphin aft r i.v. a ministration of h roin, oral pr s nt r, by th 14th Cong rs of In on sian Pharmacists Association, Kuta, In on sia, Juni 16-19th, 2005 9. Hambatan-hambatan alam p n gakan hukum (un ang-un ang no 22 th 1997 t ntang narkotika ) bagi p nyalahgunaan golongan opiat b r asa rkan sifat-sifat farmakokin tiknya , oral pr s ntation, by Kongr s ilmiah XIV Ika tan Sarjana Farmasi In on sia, Kuta, 16-19 Juni 2005 2004 10. Analitical For nsi c toxicology an Int rpr tation of analytical R sult, Oral Pr s nt r, at Nationa l Workshop on For nsic Toxicology, BPOM, Jakarta D c mb r, 17-18th, 2005 11. Dru gs profiling as tool for i ntify th origin of rugs, Oral Pr s nt r, on S con National Workshop on for nsic Toxicology, BPOM, Jakarta, May, 22-24th, 2007 12. P manfaatan TLC alam Drugs Scr ning Tinjauan k ungguan an k l mahan iban in gkan ngan t knik immonoassay, Oral Pr s nt r, on S con National Workshop on f or nsic Toxicology, BPOM, Jakarta, May, 22-24th, 2007 13. Asp k-asp k t knis yan g p rlu ip rhatikan alam p m riksaan skringing an konfirmasi NAPZA alam rang ka p ningkatan mutu p m riksaan NAPZA, alam Rapat Konsultasi P mantapan Mutu Ek st rnal Laboratorium K s hatan 2008 i D npasar ol h Dir ktorat J n ral Bina P l ayanan P nunjang M ik, D npasar, July, 31st August, 2n , 2008 14. P maknaan Has il Analisis Laboratorium P m riksaan Narkoba Dalam Rangka Pros s P n gakan Hukum , Lokakarya P ran Laboratorium P m riksaan Narkoba alam Pros s P n gakan Hukum, BNN, Jakarta, 24-25 M i 2008 15. Dasar- asar kromatografi lapis tipis an p mil ihan lu n alam uji skrining an Konfirmasi, P latihan P ningkatan K mampuan T knis P m riksaan NAPZA i Surabaya, ol h ol h Dir ktorat J n ral Bina P layanan P nunjang M ik, D npasar, August, 25-29th, 2008 Publication 1. Wirasuta, I M.A. G., (2004) Unt rsuchung zur M tabolisi rung un Aussch i ung von H roin im m nsch lich n Krp r. Einb itrag zur V rb ss rung r Opiatb fun int rpr tation, Cuvilli r V rlag, Gtting n 2. Wirasuta, I M.A.G., (2005) P ran Toksikologi for nsik alam p n gakan hukum k s hatan i In on sia alam Wirasuta, I M.A.G., t al. (E .) (200 5), P ran k okt ran for nsik alam p n gakan hukum i In on sia. Tantangan an t untuan i masa pan, P n rbit U ayana, D npasar 3. Wirasuta, I M.A.G. (2008), An alisis Toksikologi For nsik Dan Int rpr tasi T muan Analisis, In on sian Journal of L gal an For nsic Sci nc s 2008; 1(1):47-55 4. Wirasuta, I M.A.G. an K Sua r mana (2007), Analisis Toksikologi Klinik: Tantangan Baru Bagi Farmasis In on sia Acta Pharmac utica In on sia, Vol 32, No: 2, 2007, 5962

Aplikasi sp ktrosfotom tri IR alam analisis Toksikologi 74

R s arch on going 1. P manfaatan T knik High P rformac Thin Lay r Chromatograph y (HPTLC)Sp ktrofoto nsitom tri Untuk Analisis Kharakt ristik Kimia Drugs Profil ing Narkoba, i anai ol h HIBAH UDAYANA 2008 2. Analisis Kharakt ristik Kan ungan Kannabinoi a Daun Ganja Yang Tumbuh Di In on sia, DANA DIPA UDAYANA 3. Analisis Opiat alam Urin an Darah ngan TLC/HPTLC-D nsitom trik Jimbaran, Juli 2008 H ormat P n litia Dr.r r.nat. I Ma Agus G lg l Wirasuta, M.Si., Apoth k r

Aplikasi sp ktrosfotom tri IR alam analisis Toksikologi 75

You might also like