You are on page 1of 14

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia terutama di negara yang

sedang berkembang. Berdasarkan laporan Penanggulangan TB Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2007, angka insidensi TB mencapai 555.000 kasus dan 46% diantaranya merupakan kasus baru. Asia termasuk dalam kawasan dengan penyebaran TB tertinggi didunia sebesar 33%. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB ketiga tertinggi di dunia setelah Cina dan India dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia.1,2,3,4 Penelitian melaporkan bahwa sekitar 1-3% dari semua wanita hamil menderita TB. Di Indonesia, kasus TB baru hampir separuhnya adalah wanita, dan menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. TB perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri dan janin.5,6 Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan TB, sehingga banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Pengaruh TB paru pada wanita yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada janin jarang dijumpai TB kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya.6

1.2

Batasan Masalah Referat ini membahas definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis serta

penatalaksanaan Tuberkulosis pada kehamilan.

1.3

Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah : 1. Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis serta

penatalaksanaan Tuberkulosis pada kehamilan. 2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran. 3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru.

1.4

Metode Penulisan Penulisan dari referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu

kepada beberapa literatur.

1.5

Manfaat Penulisan Menambah wawasan dan pemahaman mengenai Tuberkulosis pada kehamilan serta

penatalaksanaan yang tepat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1

Definisi Tuberkolusis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil

Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis ) yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah. Sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari ghon.8

2.2

Cara Penularan Infeksi terjadi melalui penderita TB yang menular. Penderita TB yang menular adalah

penderita dengan basil TB di dalam dahaknya, dan bila mengadakan ekspirasi paksa berupa batuk atau bersin akan menghembus keluar percikan dahak halus (droplet nuclei) yang berukuran kurang dari 5 mikron dan yang akan melayang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB yang akan melayang-layang di udara, jika droplet nuclei ini hinggap di saluran penapasan yang besar, misalnya trakea dan bronkus, droplet nuclei akan segera dikeluarkan oleh gerakan silia selaput lendir saluran pernapasan, tetapi bila droplet nuclei ini berhasil masuk sampai ke dalam alveolus ataupun menempel pada mukosa bronkiolus, droplet nuclei akan menetap dan basil TB akan mendapat kesempatan untuk berkembang biak.9 Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh jumlah kuman yang dikeluarkan dari paru. Semakin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh

konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor endogen seperti daya tahan tubuh, usia, dan penyakit penyerta (infeksi HIV, limfoma, leukemia, malnutrisi, gagal ginjal, diabetes melitus dan terapi imunosupresif) juga mempengaruhi kerentanan seseorang tertular kuman TB.2

Gambar 2.1 Faktor Risiko Kejadian TB1

2.3

Etiologi TB disebabkan oleh M. tuberculosis yang termasuk ke dalam familie

Mycobacteriaceae. M. tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah tipe humanus dan tipe bovinus. Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam. Basil TB memerlukan waktu 12 sampai 24 jam untuk bermitosis.7 Kuman ini berbentuk batang, bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C). Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Basil TB tahan hidup pada suhu kamar dan ruangan yang lembab.9

2. 4

Patogenesis

2.4.1 TB Primer TB primer merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis pada pasien nonsensitif yaitu mereka yang belum pernah terinfeksi. Terdapat respon radang ringan pada tempat infeksi (subpleura pada bagian tengah paru, dalam faring, atau di ileum terminal), diikuti penyebaran ke kelenjar getah bening regional (hilus, servikal dan mesenterika). Satu atau dua minggu setelah infeksi, dengan onset sensitivitas tuberkulin, terjadi perubahan reaksi jaringan baik pada fokus dan pada kelenjar getah bening, menjadi bentuk granuloma kaseosa yang khas. Kombinasi fokus dan keterlibatan kelenjar getah bening regional disebut kompleks primer.8 Kompleks ini mengalami penyembuhan dengan fibrosis, dan seringkali timbul kalsifikasi tanpa pemberian terapi. Kelenjar getah bening yang membesar bisa tampak jelas di leher atau menyebabkan obstruksi bronkus yang mengakibatkan kolaps. Penyebaran organ secara hematogen jarang terjadi dari kompleks primer.10 Kompleks primer tersebut selanjutnya dapat menjadi:2 1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant. 3. Berkomplikasi dan menyebar secara: a. Menyebar kesekitarnya (perkontinuitatum) b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah dan menyebar ke usus. c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya d. Secara limfogen.

2.4.2 TB Sekunder TB sekunder merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis pada orang yang pernah terinfeksi dan pasien sensitif terhadap tuberkulin. TB sekunder akan muncul bertahun-tahun setelah tuberkulosis primer. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, konsumsi alkohol, penyakit keganasan, diabetes, AIDS dan gagal ginjal.2,9 TB sekunder ini dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio atas paru. Invasi ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.2,9 Sarang dini pada TB sekunder ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:2 1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. 2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan serbukan jaringan fibrosis. Kemudian akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik). 4. Ruptur ke dalam bronkus dan menyebabkan bronkopneumonia TB 5. Menyebar melalui darah dan menyebabkan TB milier pada hati, limfa, paru, tulang dan meningen.

2.5

Diagnosis

2.5 1 Gejala Klinis Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan seperti dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik dan demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala diatas dapat juga dijumpai pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma dan kanker paru.1

2.5.2 Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis pasti TB dapat ditegakkan dengan ditemukannya Basil Tahan Asam (BTA) pada pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif jika sedikitnya dua dari tiga spesimen sputum Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS) hasilnya positif. Jika hanya satu spesimen yang positif perlu dilakukan pemeriksaan rontgen toraks atau pemeriksaan sputum ulang. Jika hasil rontgen toraks mendukung kearah TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Jika rontgen toraks tidak mendukung kearah TB maka pemeriksaan sputum harus diulang.10 Jika gejala klinis mengarah TB tetapi hasil pemeriksaan ketiga sputum SPS negatif, maka diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksazol atau amoksisilin) selama 12 minggu. Bila tidak terdapat perubahan, namun secara klinis masih mencurigakan TB, perlu dilakukan pemeriksaan sputum SPS ulang. Jika hasil SPS positif, maka didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Jika hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan rontgen toraks untuk mendukung diagnosis TB. Jika hasil rontgen toraks mendukung TB, maka didiagnosis sebagai TB BTA negatif rontgen positif. Jika rontgen tidak mendukung TB, maka penderita tersebut bukan TB.10

Gambar 2.2 Alur Diagnosis TB Paru1

Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika hasil BTA negatif.6

2.6

Perjalanan TB pada Kehamilan

2.6.1 Efek TB Terhadap Sistem Genitalia Banyak diantara penderita TB yang mengalami infertilitas. Sistem genitalia dapat terjadi fokus primer dari TB paru, dan sistem genital yang sering terkena dalam tuba fallopi, dengan bagian distal yang terkena lebih dahulu. Infeksi dapat menyebar ke bagian proksimal dari tuba fallopi dan akhirnya ke uterus. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita tersebut dapat mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi 6 Menurut Oster (2007) bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Kesempatan untuk memiliki anak menjadi tidak tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya terlebih dulu.11

2.6.2 Efek TB Terhadap Kehamilan Kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru ke atas serta sisa udara dalam paru kurang, namun penyakit tersebut tidak menjadi lebih berat.6 Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), status nutrisi, penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosis dan OAT.11 Sebelum tahun 1940, kehamilan dianggap sesuatu yang mengganggu penyembuhan TB paru dan wanita dengan TB paru dianjurkan untuk tidak hamil, jika terjadi konsepsi maka dilakukan aborsi. Sejak saat itu, banyak dokumentasi yang menyatakan bahwa riwayat TB

10

tidak berubah dengan adanya kehamilan pada penderita yang diobati. TB akan meningkat secara progresif antara 15-30% pada penderita yang tidak diobati selama 2,5 tahun pertama.6 TB aktif tidak membaik atau memburuk dengan adanya kehamilan. Reaktivasi TB paru yang inaktif juga tidak mengalami peningkatan selama kehamilan. Angka reaktivasi TB paru kira-kira 5-10% tidak ada perbedaan antara mereka yang hamil maupun tidak hamil. Tetapi kehamilan bisa meningkatkan risiko TB inaktif menjadi aktif terutama periode post partum.6 Jana et al. (1994) melaporkan TB paru aktif menyebabkan komplikasi dari 79 kehamilan di India. Bayi dari wanita yang menderita TB mempunyai berat badan lahir rendah dua kali lipat, meningkatnya persalinan prematur dan meningkatnya kematian perinatal enam kali lipat. Hal ini dianggap berhubungan dengan terlambatnya diagnosis pengobatan yang tidak lengkap dan teratur, dan luasnya kelainan pada paru.6

2.6.3 Efek TB Terhadap Janin Menurut Oster (2007), jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada risiko terhadap janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB kongenital). Gejala TB kongenital bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi, seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, pembesaran hati dan limfa.11 Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas, apakah bayi tertular saat masih di kandungan atau setelah lahir. Jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, maka wanita memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan, karena bayi dapat mengalami masalah setelah lahir.6

11

2.7

Penatalaksanaan

2.7.1 Pengobatan Umum TB Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:1 Kategori 1 : 2HRZ/4H3R3. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan HRZE Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Tabel 2.1 Jenis, sifat dan dosis OAT1

Terdapat sebelas OAT yang terdapat di Amerika Serikat, empat diantaranya dipertimbangkan menjadi obat primer karena keefektivitasan dan toleransinya pada penderita, yaitu isoniazid, rifampicin, ethambutol, dan streptomycin. Obat sekunder adalah obat yang digunakan dalam kasus resisten obat atau intolerensi terhadap obat, yaitu paminasalicyli acid, pyrazinamide, cycloserine, ethionamide, kanamycin, viomycin dan dacapreomycin.5,6,7

12

2.7.2 Pengobatan TB pada Kehamilan Pengobatan TB aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan penderita yang tidak hamil. Pengobatan jangka panjang selama setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes tuberkulin positif atau tidak menunjukkan gejala aktif. Beberapa penelitian tidak menunjukkan efek teratogenik dari isoniazid pada wanita post partum. Beberapa rekomendasi menunda pengobatan ini sampai 3-6 bulan post partum.6 Isoniazid termasuk obat yang perlu dipertimbangkan keamanannya selama kehamilan. Penelitian bahwa isoniazid, ethambutol, rifampicin aman untuk kehamilan jika diberikan dalam dosis yang tepat dan efek teratogenik terhadap janin manusia belum dapat dibuktikan. Penelitian menunjukkan obat lain yang dapat digunakan selama kehamilan adalah kanamicyn, viomisin, capreomisin, pyazinamide, cycloserine dan thiosemicatbazone. Menurut The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) bahwa kontranindkasi OAT pada wanita hamil meliputi streptomycin, kanamicyn, amikacin, capreomicin dan fluoroquinolones.6,11,12 Pada TB aktif dapat diberikan pengobatan dengan kombinasi 2 obat, biasanya digunakan isoniazid 5 mg/kg/hari (tidak lebih 300 mg/hari) dan ethambutol 15 mg/kg/hari. Pengobatan ini tidak direkomendasikan jika diketahui penderita telah resisten terhadap isoniazid. Jika dibutuhkan pengobatan dengan 3 obat atau lebih dapat ditambah dengan rifampicin. Tetapi streptomycin sebaiknya tidak digunakan karena berisiko permanent ototoxic dan dapat menembus barrier placenta. Terapi dengan isoniazid mempunyai banyak keuntungan (manjur, murah, dapat diterima penderita) dan merupakan pengobatan yang aman selama kehamilan.1,6

13

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

3.1

Simpulan 1. TB merupakan penyakit infeksi oleh M. tuberculosis yang umumnya menyerang jaringan paru, gejala klinisnya meliputi batuk produktif terus-menerus lebih dari dua minggu, sering disertai dengan gejala tambahan seperti sputum bercampur darah, hemoptisis, sesak napas dan rasa nyeri dada. 2. Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan OAT, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosis dan OAT. 3. OAT mempunyai kontraindikasi pada wanita hamil, misalnya streptomicyn yang dapat menyebabkan ketulian kongenital pada janin.

3.2

Saran 1. Penyakit TB perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat, sehingga sering dijumpai dalam kehamilan. TB paru dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri dan bayinya. 2. Diperlukan pemahaman yang baik kepada wanita hamil mengenai efek samping OAT sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan pada ibu hamil serta mencegah terjadinya kelainan kongenital.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. 2. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 988-993 3. Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006. 4. Alsagaff H, Mukty A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Airlangga, 2002. 73-108 5. Arora VK, Gupta R. Tuberculosis and Pregnancy. Ind J Tub. Vol. 50 (13): 13-16, 2003. 6. Cunningham et al. Penyakit Paru. Dalam: Obstetri Williams. Jakarta: EGC, 2000. 1387-1389 7. Ravligion MC, Obrien RJ. Tuberculosis. In: Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th Ed. USA: Mc-Graw-Hill, 2005. 8. Danusantoso H. Ilmu Penyakit paru. Jakarta: Hipokrates; 2000. 9. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Edisi 6. Jakarta: Erlangga; 2007. 10. Hopewell PC. Tuberculosis and Other Mycobacterial Disease. In: Textbook of Respiratory Medicine. 4th Ed. USA: Saunders, 2005. 979-1043 11. Centers for Disease Control and Prevention. Tuberculosis and Pregnancy http://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/specpop/pregnancy.htm Februari 2011]. 12. Bothamley G. Drug Treatment for Tuberculosis during Pregnancy: Safety Considerations. Drug Safety Vol. (7): 553-65, 2001. [diakses 6

You might also like